LAPORAN PENDAHULUAN LAMINCETOMY
OLEH :
Arpiadiansyah, Arpiadiansyah, S.Kep 1614901210755
PROGRAM PROFESI NERS ALIH JENIS FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN TAHUN AJARAN 2017/2018 LEMBAR PENGESAHAN
Nama Mahasiswa
: Arpiadiansyah, S.Kep
NIM
: 1614901210755
Judul
: Laporan Pendahuluan lamincetomy
Banjarmasin,
September 2017
Menyetujui,
Preseptor Akademik
(
Preseptor Klinik
)
(
)
LAPORAN PENDAHULUAN LAMINECTOMY
I.
Konsep Laminectomy 2.1 Definisi
Fraktur/patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa(Brunner, 2012) Laminectomy merupakan prosedur bedah untuk membebaskan tekanan pada tulang belakang atau akar saraf tulang belakang yang disebabkan oleh stenosis tulang belakang. Stenosis tulang belakang adalah penyempitan kanal tulang belakang yang menekan urat tulang belakang yang berisi saraf (Black, 2010) Laminektomi adalah suatu tindakan pembedahan atau pengeluaran dan atau pemotongan lamina tulang belakang dan biasanya dilakukan untuk memperbaiki luka pada spinal(Carpenito, 2011). Laminektomi adalah pengangkatan sebagian dari diskus lamina (Evelyn, 2007) Laminektomi
adalah
memperbaiki
satu
atau
lebih
vertebra,
osteophytis dan Hernia nodus pulposus (Price, 2008).
2.2 Tujuan
2.2.1
Memperbaiki tulang yang patah
2.2.2
Mengembalikan fungsi tulang yang fraktur
2.2.3
Memperbaiki penyempitan kanal tulang belakang yang menekan urat tulang belakang
2.2.4
Mencegah progresifitas penyakit
2.3 manifestasi
Menurut (Doengoes, 2009). Secara klinis pasien mengeluh nyeri pinggang bawah dan sangat hebat, mendadak sebelah gerakan fleksi dan adanya spasme otot para vertebrata. Terdapat nyeri tekan yang jelas pada tingkat prolapsus diskus bila dipalpasi. Terdapat nyeri pada daerah cedera, hilang mobilitas sebagian atau total atau hilang sensasi di sebelah bawah dari tempat cedera dan adanya
pembengkakan, memar disekitar fraktur jauh lebih mendukung bila ada deformitas (gibbs) dapat berupa angulasi (perlengkungan).
Berubahnya
kesegarisan atau tonjolan abnormalitas dari prosesus spinalis
dapat
menyarankan adanya lesi tersembunyi. tersembunyi. Lesi radiks dapat ditandai dengan adanya deficit sensorik dan motorik segmental dalam distribusi saraf tepi, perlu diperiksa keadaan neurologist serta kemampuan miksi dan defekasi seperti adanya inkontinensia uri et alvi paresthesia. Selama 24 jam pertama setelh trauma, suatu lesi partikel dari medulla spinalis dimanifestasikan paling sedikit dengan masih ma sih berfungsinya daerah sacral s acral sensori perianal dan suatu aktifitas motorik volunteer fleksor kaki.
2.4 Komplikasi
1. Infeksi 2. Pendarahan 3. Gumpalan darah 4. Saraf Kerusakan, yang mengarah ke sakit, mati rasa, kesemutan,
atau
kelumpuhan 5. Masalah, terkait dengan anestesi.
2.5 Penatalaksanaan/Tindakan
2.5.1
Asepsis ruangan Antisepsis dan asepsis adalah suatu usaha untuk agar dicapainya keadaan yang memungkinkan terdapatnya kuman-kuman pathogen dapat dikurangi atau ditiadakan, baik secara kimiawi, tindakan mekanis atau tindakan fisik. Termasuk dalam cakupan tindakan antisepsis adalah selain alat-alat bedah, seluruh sarana kamar operasi, semua implantat, alat-alat yang dipakai personel operasi (sandal, celana, baju, masker, topi dan lain-lainnya) dan juga cara membersihkan/melakukan desinfeksi dari kulit/tangan.
2.5.2
Asepsis personel Teknik persiapan personel sebelum operasi meliputi 3 tahap, yaitu: Scrubbing (cuci tangan steril), Gowning (teknik peggunaan gaun operasi), dan Gloving (teknik pemakaian sarung tangan steril). Semua anggota tim operasi harus memahami konsep tersebut diatas untuk dapat memberikan penatalaksanaan operasi secara asepsis dan
antisepsis sehingga menghilangkan atau meminimalkan angka kuman. Hal ini diperlukan untuk meghindarkan bahaya infeksi yang muncul akibat kontaminasi selama prosedur pembedahan (infeksi nosokomial). Disamping sebagai cara pencegahan terhadap infeksi nosokomial,
teknik-teknik
tersebut
juga
digunakan
untuk
memberikan perlindungan bagi tenaga kesehatan terhadap bahaya yang didapatkan akibat prosedur tindakan. Bahaya yang dapat muncul diantranya penularan berbagai penyakit yang ditularkan melalui cairan tubuh pasien (darah, cairan peritoneum, dll) seperti HIV/AIDS, Hepatitis dll. 2.5.3
Asepsis pasien Pasien yang akan menjalani pembedahan harus diasepsiskan. Maksudnya adalah dengan melakukan berbagai macam prosedur yang digunakan untuk membuat medan operasi steril. Prosedur prosedur itu antara lain adalah kebersihan pasien, desinfeksi lapangan operasi dan tindakan drapping (penutupan pasien dengan menggunakan peralatan alat tenun (duk) steril dan hanya bagian yang akan di insisi saja yang dibiarkan terbuka dengan memberikan zat desinfektan seperti povide iodine 10% dan alkohol 70%).
2.5.4
Asepsis instrumenn Instrumen bedah yang digunakan untuk pembedahan pasien harus benar-benar berada dalam keadaan steril. Tindakan yang dapat dilakukan diantaranya adalah perawatan dan sterilisasi alat, mempertahankan kesterilan alat pada saat pembedahan dengan menggunakan teknik tanpa singgung dan menjaga agar tidak bersinggungan dengan benda-benda be nda-benda non steril.
Prosedur dengan pembiusan umum 2.6.1 Posisi pasien terlentang dengan meja sedikit fleksi 2.6.2 Pasang kateter urin, isi buli-buli dengan air steril 300cc, lepaskan kateter 2.6.3 Desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptic 2.6.4 Lapangan pembedahan dipersempit dengan linen steril 2.6.5
Lemak perivesika disisihkan ke proksimal, identifikasi buli-buli, pasang retractor
2.6.6 Insisi mukosa yang mengelilingi penonjolan adenoma dengan kauter, pisahkan mukosa dengan adenoma ad enoma menggunakan gunting bengkok 2.6.7 Tutup lapangan operasi lapis demi lapis.
2.6 Perawatan Pasca operasi
2.6.1
Menjaga kestabilan jalan nafas
2.6.2
Mengawasi keadaan umum pasien
2.6.3
Mengawasi tanda-tanda vital
2.6.4
Mengatur posisi sesuai kebutuhan kondisi pasien
2.6.5
Mengawasi intake dan output cairan
2.6.6
Menilai aldrette skor
2.6.7
Melaksanakan serah terima pasien dengan petugas ruangan
2.6.8
Bila ada kegawatan segera melapor dokter anestesi
2.7 Pemeriksaan Penunjang
2.7.1
Rongen
2.7.2
Dada X-ray
2.7.3
Scan tulang atau CT scan, scan, Jika dokter mencurigai penyebaran kanker.
2.8 pthway laminectomy
Pre
Kurang terpapar tentang promosi kesehatan dan pengobatan
Kurang Informasi
Tidak mengerti tentang penyakit dan pengobatan
Kurang Pengetahuan
Intra Pembiusan
Kesadaran di turunkan
Salah posisi
Resiko cidera
Penurunan fungsi otot pernapasan
Penurunan tekanan inspiraso dan ekspirasi
Post
Pembedahan
Insisi
Krisis situasi dalam diri
Resiko perdarahan
Syok hipovolemik
Merangsan g area sensorik
N er i
Hb ↓
Pola nafas tidak efektif
Sianosis
Ansietas
Terputusnya jaringan
Terputusnya mobilitas jaringan pembuluh darah
Suplai O2 ↓ Ancaman perubahan status status kesehatan
Insisi bedah
Gangguan perfusi jaringan
II.
Rencana Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Prostatektomi Prostatektomi 3.1 Diagnosa Keperawatan Keperawatan
3.1.1
Pre Operasi 3.1.1.1 Ansietas/cemas berhubungan dengan krisis situasi, perubahan status kesehatan, kekhawatiran tentang pengaruhnya pada ADL atau menghadapi prosedur bedah. 3.1.1.2 Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan berhubungan dengan kurangnya informasi. informasi.
3.1.2
Intra Operasi 3.1.2.1 Hipotermi berhubungan dengan pemajanan lingkungan, penggunaan zat anestesi 3.1.2.2 Gangguan
perfusi
jaringan
berhubungan
dengan
terjadinya sianosis, perdarahan 3.1.2.3 Risiko perdarahan berhubungan dengan terputusnya jaringan 3.1.3
Post Operasi 3.1.3.1 Nyeri 3.1.3.1 Nyeri akut berhubungan dengan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan lunak, alat traksi/ immobilisasi 3.1.3.2 Risiko infeksi berhubungan dengan tak adekuatnya pertahanan primer: kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkugan, prosedur invasif, traksi tulang 3.1.3.3 Hambatan mobilasi fisik berhubungan denga kerusakan rangka neuromuskuler
3.2 Intervensi
3.2.1
Pre Operasi 3.2.1.1 Ansietas/cemas berhubungan dengan krisis situasi, perubahan status kesehatan, kekhawatiran tentang pengaruhnya pada ADL atau menghadapi prosedur bedah. Tujuan : pasien tampak rileks. Kriteria Hasil : menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi, menunjukkan rentang tepat tentang perasaan dan penurunan rasa takut. Intervensi : a. Damping pasien dan bina hubungan saling perca ya Rasional : menunjukkan perhatian dan keinginan untuk membantu. b. Berikan informasi tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan Rasional : Membantu pasien dalam memahami tujuan dari suatu tindakan. c. Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan masalah/perasaan Rasional : Memberikan kesempatan pada pasien dan konsep solusi pemecahan masalah d. Beri informasi pada pasien sebelum dilakukan tindakan Rasional : memungkinkan pasien untuk menerima kenyataan dan menguatkan kepercayaan pada pemberi perawatan dan pemberian informasi. 3.2.1.2 Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan berhubungan dengan kurangnya informasi. informasi. Tujuan : Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan prognosisnya. prognosisnya.
Kriteria Hasil : Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan. Intervensi : a. Dorong pasien menyatakan rasa takut perasaan dan perhatian. Rasional : Membantu pasien dalam mengalami perasaan. b. Kaji ulang proses penyakit, pengalaman pasien Rasional : memberi dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan terapi c. Berikan informasi tentang penyakit yang diderita pasien Rasional
:
meningkatkan
pengetahuan
pasien
terhadap penyakit yang dideritanya d. Berikan penjelasan tentang tindakan/pengobatan yang akan dilakukan Rasional
:
terhadap
meningkatkan tindakan
pengetahuan
untuk
pasien
menyembuhkan
penyakitnya. 3.2.2
Intra Operasi 3.2.2.1 Hipotermi berhubungan dengan pemajanan lingkungan, penggunaan zat anestesi Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama menit, hipotermi terkurangi/teratasi. Kriteria hasil: Pasien tidak menggigil, Akral kulit hangat, Perubahan warna kulit tidak ada Intervensi : a. Beri penghangat b. Mempertahankan suhu tubuh selama anestesi berlangsung c. Monitor TTV
d. Kolaborasi medis 3.2.2.2 Gangguan
perfusi
jaringan
berhubungan
dengan
terjadinya sianosis, perdarahan Tujuan : integritas jaringan: kulit dan membrane mukosa dan perfusi jaringan perifer adekuat. Kriteria hasil : tekanan dalam batas normal, warna kulit tidak berubah, pengisian kapiler. Intervensi: a. Lakukan
pengkajian
komprehensif
terhadap
sirkulasi perifer b. Pantau perbedaan ketajaman atau ketumpulan, panas atau dingin c. Letakkan ekstremitas pada posisi menggantung, jika perlu d. Evaluasi ekstremitas yang terkena 20 derajat atau lebih diatas jantung jika perlu 3.2.2.3 Risiko perdarahan berhubungan dengan terputusnya pembuluh vena/arteri Tujuan:
setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
perdarahan berlebih tidak terjadi Intervensi : a. Identifikasi penyebab perdarahan b. Monitor jumlah dan sifat dari kehilangan darah c. Monitor tekanan darah d. Monitor penentu pengiriman O2 e. Pertahankan potensi IV Ine f. Terapkan perdarahan
tekanan
langsung
pada
daerah
3.2.3
Post Operasi 3.2.3.1 Nyeri 3.2.3.1 Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan lunak, alat traksi/ immobilisasi. Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang. Kriteria Hasil : a. Pasien mengatakan nyeri berkurang b. Ekspresi wajah pasien tenang c. Pasien akan menunjukkan ketrampilan relaksasi d. Pasien akan tidur/istirahat dengan tepat e. Tanda – tanda tanda vital dalam batas normal. Intervensi : a. Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 010) b. Ajarkan tehnik relakasi napas dalam Rasional : Kien dapat mengontrol nyeri c. Atur posisi kaki yang sakit (abduksi) dengan bantal d. Ajarkan dan dorong tehnik relaksasi napas dalam e. Kolaborasi berikan obat sesuai program
3.2.3.2 Risiko infeksi berhubungan tak adekuatnya pertahanan primer: kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkugan, prosedur invasif, traksi tulang Tujuan : Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi Kriteria Hasil : a. Pasien tidak mengalami infeksi b. Dapat mencapai waktu penyembuhan c. Tanda – tanda tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda – tanda tanda syok
Intervensi : 1) Ukur tanda-tanda vital setiap 8 jam. 2) Observasi sekitar luka terhadap tanda-tanda infeksi 3) Lakukan perawatan luka setiap 1 hari sekali 4) Lakukan perawatan kateter setiap hari 5) Ganti kateter setiap 1 minggu sekali 6) Kolaborasi terhadap pemeriksaan laboratorium (leukosit, led) 3.2.3.3 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler. Tujuan
:Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 2 hari diharapkan dapat melakukan mobilitas fisik dengan bantuan minimal, denngan Kriteria hasil : 1) Mempertahankan posisi fungsional 2) Klien mampu meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan/ mengkompensasi bagian tubuh. 3) Klien mampu menunjukan kemampuannya. Intervensi Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan oleh cedera, perhatikan persepsi pasien terhadap imobilisasi 1) Bantu dalam rentang gerak pasien aktif atau pasif pada ekstremitas yang sakit atau sehat 2) Bantu dalam mobilisasi dengan kruk, kursi roda ,intruksikan keamanan dalam menggunakan alat mobilisasi 3) Edukasikan pada pasien untuk melakukan mobilsasi secara mandiri 4) Kolaborasikan dengan terapis fisik untuk ambulasi
III. Daftar Pustaka
Mansjoer, A, et all. 2000. Kapita 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Kedokteran. Jilid I. Media Aesculapis : Jakarta McCloskey, J dan Bulechek, G. 2000. Nursing 2000. Nursing Interventions Classification (NIC). Mosby: Philadelphia Smeltzer, S.C. 2001. Buku 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Suddarth. Volume 2. EGC : Jakarta Brunner and Suddarth (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 volume 3, Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Black, Joyce M (2010). Medical Surgical Nursing, Clinical Management for Continuity
of
Care. 5th edition,
3rd volume.
Philadelphia.
W.B
Saunders Company. Carpenito, Lynda Jual (2011). Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis. Edisi keenam, Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Doengoes, Marilynn. E (2009). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3, Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Evelyn. C. Pearce (2007). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Cetakan ke-22, Jakarta. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Umum. Price, Sylvia. A (2008). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4 buku 2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.