ParafAsisten
ParafAsisten
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK
Judul : REKRISTALISASI
TujuanPercobaan : Mempelajari teknik rekristalisasi untuk pemurnian senyawa organik
Pendahuluan
Dalam Kimia dan teknik kimia, proses pemisahan digunakan untuk mendapatkan dua atau lebih produk yang lebih murni dari suatu campuran senyawa kimia. Sebagian besar senyawa kimia ditemukan di alam dalam keadaan yang tidak murni. Biasanya, suatu senyawa kimia berada dalam keadaan tercampur dengan senyawa lain. Untuk beberapa keperluan seperti sintesis senyawa kimia yang memerlukan bahan baku senyawa kimia dalam keadaan murni atau proses produksi suatu senyawa kimia dengan kemurnian tinggi, proses pemisahan perlu dilakukan. Proses pemisahan sangat penting dalam bidang teknik kimia. Proses pemisahan suatu campuran dapat dilakukan dengan berbagai metode. Metode pemisahan yang dipilih bergantung pada fasa komponen penyusun campuran. Suatu campuran dapat berupa campuran homogen (satu fasa) atau campuran heterogen (lebih dari satu fasa). Suatu campuran heterogen dapat mengandung dua atau lebih fasa: padat-padat, padat-cair, padat-gas, cair-cair, cairgas, gas-gas, campuran padat-cair-gas, dan sebagainya (Arsyad, 2001).
Metode pemisahan merupakan suatu cara yang digunakan untuk memisahkan atau memurnikan suatu senyawa atau skelompok senyawa yang mempunyai susunan kimia yang berkaitan dari suatu bahan, baik dalam skala laboratorium maupun skala industri. Metode pemisahan bertujuan untuk mendapatkan zat murni atau beberapa zat murni dari suatu campuran, sering disebut sebagai pemurnian dan juga untuk mengetahui keberadaan suatu zat dalam suatu sampel (analisis laboratorium). Berdasarkan tahap proses pemisahan, metode pemisahan dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu metode pemisahan sederhana dan metode pemisahan kompleks.
1. Metode Pemisahan Sederhana
Metode pemisahan sederhana adalah metode yang menggunakan cara satu tahap. Proses ini terbatas untuk memisahkan campuran atau larutan yang relatif sederhana.
2. Metode Pemisahan Kompleks
Metode pemisahan kompleks memerlukan beberapa tahapan kerja, diantaranya penambahan bahan tertentu,pengaturan proses mekanik alat, dan reaksi-reaksi kimia yang diperlukan. Metode ini biasanya menggabungkan dua atau lebih metode sederhana. Contohnya, pengolahan bijih dari pertambangan memerlukan proses pemisahankompleks (Syukri, 1999).
Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat yang sering digunakan, dimana zat-zat tersebut atau zat-zat padat tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali. Cara ini bergantung pada kelarutan zat dalam pelarut tertentu di kala suhu diperbesar. Karena konsentrasi total impuriti biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang dimurnikan, bila dingin, maka konsentrasi impuriti yang rendah tetapi dalam larutan sementara produk yang berkonsentrasi tinggi akan mengendap. Rekristalisasi hanya bekerja apabila digunakan pada pelarut pada suhu kamar, namun dapat lebih larut pada suhu yang lebih tinggi. Hal ini bertujuan supaya zat tidak murni dapat menerobos kertas saring dan yang tertinggal hanyalah kristal murni. Langkah- langkah rekristalisasi sebagai berikut:
Melarutkan zat pada pelarut
Melakukan filtrasi graviti
Mengambil kristal zat terlarut
Mengumpulkan kristal dengan filtrasi vakum
Mengeringkan kristal (Fressenden, 1983).
Cara memilih pelarut yang cocok untuk proses rekristalisasi adalah:
Pelarut yang dipilih sebaiknya hanya melarutkan zat-zat yang akan dimurnikan dalam keadaan panas, sedangkan pengotornya tidak larut dalam pelarut tersebut.
Pelarut yang digunakan sebaiknya memiliki titik didih rendah agar dapat mempermudahkan pengeringan kristal.
Pelarut yang digunakan harus inert, tidak bereaksi dengan zat yang akan dimurnikan.
Corong Buncher merupakan alat penyaringan vakum, biasanya digunakan untuk menyaring bahan dalam jumlah yang cukup banyak dalam waktu yang singkat. Prinsip dari penyaring vakum ini yaitu menyaring padatan dari larutannya dengan menurunkan tekanan didalam sistem sehingga tekanan diluar sistem menjadi lebih besar sehingga larutan menjadi tertarik kedalam sistem dengan lebih cepat (Basset, 1991).
Pemilihan pelarut untuk proses kristalisasi seringkali tidak spesifik dan meragukan, sehingga perlu dilakukan pengujian trial and error dalam skala kecil. Biasanya sejumlah kecil substansi yang akan dimurnikan (100 mg) diletakkan dalam tabung kecil dan kemudian ditambahkan 1 hingga 2 mL pelarut yang diujikan. Jika padatan menjadi larut dalam suhu dingin, maka pelarut tersebut sangatlah tidak cocok menjadi pelarut rekristalisasi. Jika campuran padatan tersebut sebagian besar tidak larut dalam pelarut dingin, maka campuran dihangatkan hingga titik didihnya. Jika kemudian material tersebut menjadi larut, dan mengendap kembali saat pendinginan, pelarut tersebut merupakan kandidat yang baik untuk prosedur rekristalisasi. Kadangkala tidak ada pelarut tunggal yang sesuai, sehingga sistem dua pelarut yang saling campur dapat digunakan untuk menghasilkan pelarut yang sesuai untuk rekristalisasi (Tim penyusun, 2014).
Prinsip Kerja
Prinsip percobaan ini didasarkan pada perbedaan kelarutan antara zat yang akan dimurnikan dengan pengotornya dalam suatu pelarut tertentu. Rekristalisasi merupakan teknik pemisahan yang digunakan pada percobaan kali ini.
Alat
Tabung reaksi, mortar, pipet mohr 5 mL, pipet tetes, penangas air, erlenmeyer, pipet Pasteur, corong Buchner, timbangan, alat pennetu titik leleh.
Bahan
Etanol 95%, etil asetat, aseton, toluena, n-heksana, aquades, norit, kapas.
Prosedur Kerja
A. Pemilihan Pelarut
Pertama sampel yang telah dihaluskan dimasukkan masing-masing 0,5 g kedalam 6 tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 3 mL aquades, etanol 95%, etil asetat, aseton, toluen, dan heksan pada masing-masing tabung reaksi tadi dan diberi nomor 1-6 secara berurutan. Lalu digoyang tabung dan diamati apakah sampel larut dalam pelarut tersebut pada suhu kamar. Diamati dan dicatat pengamatannya. Dipanaskan tabung berisi sampel yang tak larut, lalu goyang tabungnya dan catat bilamana sampel tersebut larut dalam pelarut panas. Amati dan catat pengamatannya. Dibiarkan larutan menjadi dingin dan amati pembentukan kristalnya. Dicatat masing-masing pelarut dan tunjukkan pelarut yang manakah yang terbaik diantara keenam pelarut tersebut dan cocok untuk proses rekristalisasi sampel. Dilakukan prosedur yang sama dengan diatas untuk sampel unknown dan tentukan pelarut yang sesuai untuk rekristalisasinya.
B. Rekristalisasi Sampel Unknown
Pertama dimasukkan 0,5 g sampel unknown kedalam erlenmeyer. Tambahkan 3 mL pelarut yang sesuai (hasil dari prosedur A.6). Dipanaskan campuran perlahan sambil goyang larutan hingga semua padatan larut. Jika padatan tidak larut sempurna, tambahkan sedikit pelarut (kira-kira 0,5 mL) dan lanjutkan pemanasan. Amati setiap penambahan pelarut apakah lebih banyak padatan yang terlarut atau tidak. Jika tidak banyak padatan yang larut, kemungkinan karena adanya pengotor. Saring larutan panas tersebut melewati pipet Pasteur penyaring untuk menghilangkan pengotor yang tak larut atau dapat menggunakan karbon aktif. Langkah ini bisa diloncati langsung menuju langkah B.7 jika tidak terdapat partikel yang tak larut atau semua padatan telah dapat larut sempurna. Pipet Pasteur penyaring disiapkan dengan cara memasukkan sedikit kapas pada pipet lalu ditekan menggunakan kawat atau lidi sehingga kapas berada pada bagian bawah (posisi menyumbat tip). Panaskan pipet penyaring dengan cara melewatkan pelarut panas beberapa kali kedalam pipet dan tampung pelarut panas yang telah melewati pipet kedalam wadah penampung atau erlenmeyer. Sebelum larutan sampel dilewatkan dalam pipet penyaring, encerkan dulu untuk mencegah terjadinya kristalisasi selama proses penyaringan. Cuci pipet Pasteur penyaring dengan sejumlah pelarut panas untuk recovery solute yang kemungkinan terkristalisasi didalam pipet dan kapas. Tutup wadah penampung atau erlenmeyer dan biarkan filtrat atau larutan menjadi dingin. Setelah larutan berada dalam suhu kamar, siapkan ice bath untuk menyempurnakan proses kristalisasi. Lalu masukkan wadah larutan kedalam ice bath dan amati pembentukan kristalnya. Saring kristal dan cuci dengan sejumlah pelarut dingin menggunakan penyaring Buchner. Lalu lanjutkan penyaringan hingga kering. Timbang kristal dan hitung persen recovery-nya. Tentukan titik leleh kristal dan catat.
Waktu yang dibutuhkan selama percobaan
No
Pengamatan
Jam
Waktu
1
Persiapan praktikum
13.00 – 13.10
10 menit
2
Prosedur pertama pemilihan pelarut
13.10 – 14.10
60 menit
3
Prosedur kedua rekristalisasi sampel
14.10 – 17.00
110 menit
Total waktu yang dibutuhkan
180 menit / 3 jam
Data dan Perhitungan
Pemilihan Pelarut
Sampel
+1 mL akuades
+1 mL etanol
+1 mL etil asetat
+1 mL aseton
+1 mL toluena
+1 mL heksana
Sampel A
Tidak larut
Larut sebagian
larut
larut
Tidak larut
Tidak larut
Dipanaskan
larut
Larut sempurna
-
-
Larut sempurna
Pelarut habis, terbentuk endapan putih di dinding tabung
Pembentukan kristal
Lebih cepat
-
-
-
Lebih lama
Lebih lama
Pelarut yang baik
-
-
-
-
-
Sampel B
Tidak larut
larut
larut
larut
Tidak larut
Tidak larut
Dipanaskan
larut
-
-
-
larut
Tidak larut
Pembentukan kristal
Cepat
-
-
-
Terdapat kristal
Ada kristal
Pelarut yang baik
-
-
-
-
-
Sampel C
Tidak larut
larut
larut
larut
Tidak larut
Tidak larut
Dipanaskan
Larut
-
-
-
Larut sebagian
Pelarut habis & terbentuk endapan
Pembentukan kristal
Lebih cepat
-
-
-
Lebih lama
Ada kristal
Pelarut yang baik
-
-
-
-
-
Rekristalisasi Sampel unknow
Sampel
+1 mL akuades
+1 mL etanol
+1 mL etil asetat
+1 mL aseton
+1 mL toluena
+1 mL heksana
unknow
Tidak larut
Sedikit larut
Sedikit larut
Sedikit larut
Tidak larut
Tidak larut
Dipanaskan
larut
Tidak larut
Tidak larut
Tidak larut
Tidak larut
Tidak larut
Pembentukan kristal
Ada kristal
-
-
-
-
-
Pelarut yang baik
-
-
-
-
-
unknow
Dipanaskan
Oven (oC)
Sisa Sampel (gram)
Titik leleh (oC)
+2 mL akuades
Tidak larut
larut
80 oC
0,21
178-182
1 tablet = 0,3 gram
aspirin = 80 mg
% rendemen = 210mg80 mg × 100 % = 262,5 %
Hasil
Sampel A
Pelarut
Sebelumpemanasan
Setelahpemanasan
Aquades
Etilasetat, aseton, danetanol
Toluena, n-heksana, danaquades
n-heksana, toluena, danakuades
n-heksana, toluena, danakuades
Etanol 95%
Etilasetat
Aseton
Toluena
n-heksana
SampelB
Pelarut
Sebelumpemanasan
Setelahpemanasan
Aquades
Aseton, toluena, etilasetat, etanol
Aquadesdan n-heksana
Etanol 95%
Etilasetat
Aseton
Toluena
n-heksana
SampelC
Pelarut
Sebelumpemanasan
Setelahpemanasan
Aquades
Aseton, etanol, etilasetat, toluena, aquades, n-heksana
Aquades, toluena, n-heksana
Etanol 95%
Etilasetat
Aseton
Toluena
n-heksana
SampelUnknown
Pelarut
Sebelumpemanasan
Setelahpemanasan
Setelahditaruh di ice bath
Aquades
Aseton, toluena, etanol, etilasetat, n-heksana, aquades
Etanol, etilasetat, aquades, n-heksana, toluena, aseton
Aquades, etanol, aseton, toluena,n-heksana,etilasetat
Etanol 95%
Etilasetat
Aseton
Toluena
n-heksana
RekristalisasisampelUnknown
Pelarut
Sebelumpemanasan
Setelahpemanasan
Aquades
Etanol 95%
Etilasetat
Aseton
Toluena
n-heksana
Pembahasan Hasil
Percobaan kali ini mengenai reksristalisasi, dimana rekristalisasi merupakan pemurnian zat padat dari campuran atau pengotornya dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut yang cocok atau singkatnya rekristalisasi dapat disebut sebagai pemurnian kristal kembali. Sampel yang akan dimurnikan kembali pada percobaan kali ini yaitu asam salisilat, asam benzoat, asetanilida dan sampel unknow yang berupa obat bodrexin.
Metode rekristalisasi yang dilakukan menggunakan beberapa tahapan, tahapan pertama yaitu pemilihan pelarut, dimana pelarut yang terbaik adalah pelarut yang semyawanya hanya larut sedikit pada suhu kamar tetapi sangat larut pada suhu yang lebih tinggi. Percobaan pertama yaitu penambahan 1 mL akuades, etanol, etil asetat, aseton, toluena dan heksan ke dalam enam tabung reaksi yang berisikan 0,05 gram asam salisilat, hasilnya asam salisilat larut pada penambahan etanol, etil asetat dan aseton. Hal itu terjadi karena asam salisilat bersifat polar dan ketiga pelarut tersebut bersifat sangat polar sehingga kelarutannya sangat tinggi karena interaksi ikatannya sangat kuat. Sedangkan pada pelarut akuades hanya larut sebagian karena larutan mengalami kejenuhan sebab perbandingan antara pelarut dengan zat tidak sebanding dan pada pelarut toluena maupun heksan, asam salisilat tidak dapat larut karena kedua pelarut tersebut bersifat non polar. Tahapan kedua adalah pemanasan, dimana pemanasan ini bertujuan agar proses kelarutannya dapat dipercepat dan dilakukan pada hasil yang tidak laut. Hal tersebut disebabkan pada suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik partikel-partikelnya sehingga tumbukan antar partikel sering terjadi. Pemanasan dilakukan pada sampel yang dilarutkan oleh akuades, toluena dan n-heksana yang mana sampel larut pada toluena dan akuades sedangkan pada heksan tidak larut. Tahapan ketiga yaitu pembentukan kristal dengan memasukkan keenam tabung dalam ice bath. Hasilnya yang membentuk kristal yaitu dengan pelarut akuades, toluena dan n-heksana.
Sampel selanjutnya adalah asam benzoat, dilakukan hal yang sama seperti pada sampel pertama. Asam benzoat tidak larut dalam pelarut akuades, toluena dan n-heksana, kemudian dilakukan pemanasan dimana asam benzoat dapat larut dalam akuades, hal itu terjadi karena asam benzoat bersifat semi polar sehingga perlu dipanaskan agar kelarutan antara sampel dengan akuades dapat cepat larut begitu pula dengan toluena dengan pemanasan hasilnya larut. Sedangkan pada n-heksana tidak dapat larut namun terdapat kristal mungkin hal itu terjadi karena praktikan melakukan kesalahan, kristal terbentuk dari pelarut akuades, toluena dan n-heksana. Sampel yang terakhir adalah asetanilida yang mana asetanilida ini bersifat polar, dilakukan percobaan yang sama seperti sampel pertama. Hasil dari percobaan yaitu sampel tidak dapat larut dalam akuades, toluena dan n-heksana. Pemanasan dilakukan pada sampel yang dilarutkan oleh akuades, toluena dan n-heksana yang mana sampel hanya larut pada pelarut akuades dan toluena. Tetapi kristal yang terbentuk yaitu dengan pelarut akuades, toluena dan n-heksana, mungkin terjadi kesalahan untuk n-heksena sewaktu melakukan percobaan.
Hasil percobaan dari ketiga sampel tersebut diperoleh bahwa pelarut yang baik adalah akuades sehingga pada percobaan menggunkan sampel unknow dilakukan dengan pelarut akuades, namun untuk memperkuat bahwa pelarut yang cocok untuk sampel unknow maka dilakukan percobaan untuk semua pelarut dan dihasilkan pelarut akuades yang cocok untuk melarutkan sampel unknow. Satu tablet bodrex yang beratnya 0,3 gram memiliki kandungan aspirin sebanyak 80 mg dilarutkan pada pelarut akuades sebanyak 2 mL, dilakukan pemanasan dan didinginkan kemudian di saring deng menggunakan corong buncher dan dilakukan pengovenan sampai kering. Sisa sampel yang di peroleh setelah dilakukan beberapa perlakuan adalah 0,21 gram, dari hasil tersebut dilakukan perhitungan untuk mendapatkan persen rendemen, yang mana diperoleh persen rendemen sebesar 262,5%. Hasil persen rendemen mengalami kelebihan sebesar 162,5 % hal tersebut mungki terjadi karena masih adanya pengotor atau praktikan melakukan kesalahan sehingga data yang diperoleh tidak valid.
Penentuan titik leleh menggunakan melting point, zat yang akan ditentukan titik lelehnya digerus terlebih dahulu, hal itu dimaksudkan agar zat yang akan ditentukan titik lelehnya memiliki ukuran serbuk yang kecil karena untuk menentukan titik leleh haruslah menggunakan pipa kapiler dan diameter pipa kapiler ini sangatlah kecil. Setelah zat yang akan ditentukan sudah dimasukkan ke dalam pipa kapiler kemudian dimasukkan dalam alat melting point. Suhu yang digunakan adalah suhu yang rendah agar dapat mempermudahkan pengamatan dalam menentukan suhu titik lelehnya, diamati suhunya sampai zat tersebut meleleh menjadi cairan. Penentuan titik leleh dari sampel dapat dilihat dari pertama kali sampel tersebut mencair pada suhu tertentu bukan pada saat semua sampel mencair. Hasil percobaan diperoleh bahwa titik leleh murni adalah 178 - 182 oC sedangkan menurut literatur titik leleh sampel tersebut adalah 156 oC.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa rekristalisasi adalah suatu teknik pemisahan zat padat dari pencemarnya yang dilakukan dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut yang sesuai. Prinsip dasar dari rekristalisasi adalah pelarut hanya dapat melarutkan zat yang akan dimurnikan dan tidak melarutkan zat pencemarnya. Pelarut yang cocok untuk sampel unknow adalah akuades.
Referensi
Arsyad, M., Natsir. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Jakarta: Gramedia.
Basset,J. 1991. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Kedokteran EGC.
Fessenden, Ralph J, dan Fessenden, Joan S. 1983. Dasar-dasar Kimia Organik. Jakarta: Bina Aksara.
Syukri. 1999. Kimia Dasar 3. Bandung: ITB Press.
Tim Penyusun. 2014. Petunjuk Praktikum Kimia Organik. Jember: FMIPA Jember.
Nama Praktikan
Luki Aprilliya S ( 121810301026 )