REKRISTALISASI, PEMBUATAN ASPIRIN DAN PENENTUAN TITIK LELEH
1. TUJUAN PERCOBAAN 1. Melakukan teknik rekristalisasi dengan baik 2. Menentukan pelarut yang sesuai untuk rekristalisai 3. Menghilangkan pengotor melalui teknik rekristalisasi 4. Melakukan pembuatan aspirin dengan cara asetilasi terhadap gugus fenol 5. Menentukan titik leleh senyawa
2. KAJIAN TEORI 1. Rekristalisasi Rekristalisasi merupakan cara yang paling efektif untuk memurnikan zat – zat organik dalam bentuk padat. Oleh karena itu teknik ini secara rutin digunakan untuk pemurnian senyawa hasil sintesis atau hasil isolasi dari bahan alami, sebelum dianalisis lebih lanjut, misalnya dengan instrumebn spektoskopi seperti UV, IR, NMR, dan MS. Sebagai metoda pemurnian padatan, rekristalisai memiliki sejarah yang panjang seperti distilasi. Wa;aupun beberapa metoda yang lebih rumit telah dikenalkan, rekristalisasi adalah metoda yang paling penting untuk pemurnian sebabkemudahannya ( tidak perlu alat khusus ) dank arena keefektifannya. Ke depannya rekristalisasi akan tetap metoda standar untuk memurnikan padatan.
Metoda ini sederhana, material padayan ini terlarut dalam pelarut yang cocok pada suhu tinggi ( pada atau dekat titik didih pelarutnya ) untuk mendapatkan jumlah larutan jenuh atau dekat jenuh. Ketika larutan panas perlahan didinginkan, Kristal akan mengendap karena kelarutan padatan biasanya menurun bila suhu diturunkan. Diharapkan bahwa pengotor tidak akan pengkristal karena konsentrasinya dalam larutan tidak terlalu tinggi untuk mencapai jenuh. Walaupun rekristalisasi adalah metoda yang sangat sederhana, dalam prakteknya bukan berarti mudah dilakukan. Adapun saran – saran yang dibutuhkan untuk melakukan metoda kristalisai adalah sebagai berikut : 1. Kelarutan material yang akan dimurnikan harus memiliki ketergantungan yang besar pada suhu. Misalnya, ketergantungan pada suhu NaCl hamper dapat diabaikan. Jadi pemurnian NaCl dengan rekristalisasi tidak dapat dilakukan. 2. Kristal tidak harus mengendap dari larutan jenuh dengan pendinginan karena mungkin terbentuk super jenuh. Dalam kasus semacam ini penambahan Kristal bibt, mungkin akan efektif. Bila tak ada Kristal bibit, menggaruk dinding mungkin akan berguna. 3. Untuk mencegah reaksi kimia antara pelarut dan zat terlarut, penggunaan pelarut non polar lebih disarankan. Namun, pelarut non polar cenderung merupakan pelarut yang buruk untuk senyawa polar. 4. Umumnya, pelarut dengan titik didih rendah lebih diinginkan. Namun sekali lagi pelarut dengan titik didih lebih rendah biasanya non polar. Jadi, pemilihan pelarut biasanya bukan masalah sederhana
Adapun tahap – tahap yang dilakukan pada proses rekristalisasi pada umumnya, yaitu : 1. Memilih pelarut yang cocok
Pelarut yang umum digunakan jika dirutkan sesuai dengan kenaikan kepolarannya adalah petroleum eter ( n-heksan , toluene, kloroform, aseton, etil asetat, etanol, methanol, dan air. Pelarut yang cocok untuk merekristalisasi suatu sampel zat tertentu adalah pelarut yang dapat melarutkan secara baik zat tersebut dalam keadaan panas, tetapi sedikit melarutkan dalam keadaan dingin. 2. Melarutkan senyawa ke dalam pelarut panas sedikit mungkin Zat yang akan dilarutkan hendaknya dilarutkan dalam pelarut panas dengan volum sedikit mungkin, sehingga diperkirakan tepat sekitar titik jenuhnya. Jika terlalu encer, uapkan pelarutnya sehingga tepat jenuh. Apabila digunakan kombinasi dua pelarut, mula – mula zat itu dilarutkan dalam pelarut yang baik dalam keadaan panas sampai larut, kemudian ditambahkan pelarut yang kurang baik tetes demi tetes sampai timbul kekeruhan. Tambahkan beberapa tetes pelarut yang baik agar kekeruhannya hilang kemudian disaring. 3. Penyaringan Larutan disaring dalam keadaan panas untuk menghilangkan pengotor yang tidak larut. Penyaringan larutan dalam keadaan panas dimaksudkan untuk memisahkan zat – zat pengotor yang tidak larut atau tersuspensi dalam larutan, seperti debu, pasir, dan lainnya. Agar penyaringan berjalan cepat, biasanya digunakan corong Buchner. Jika larutannya mengandung zat warna pengotor, maka sebelum disaring ditambahkan sedikit ( ± 2 % berat ) arang aktif untuk mengadsorbsi zat warna tersebut. Penambahan arang aktif tidak boleh terlalu banyak karena dapat mengadsorbsi senyawa yang dimurnikan. 4. Pendinginan filtrate
Filtrat didinginkan pada suhu kamar sampai terbentuk Kristal. Kadang – kadang pendinginan ini dilakukan dalam air es. Penambahan umpan ( seed ) yang berupa Kristal murni ke dalam larutan atau penggoresan dinding wadah dengan batang pengaduk dapat mempercepat rekristalisasi. 5. Penyaringan dan pendinginan Kristal Apabila proses kristalisasi telah berlangsung sempurna, Kristal yang diperoleh perlu disaring dengan cepat menggunakan corong Buchner. Kemudian Kristal yang diperoleh dikeringkan dalam eksikator. 2. Aspirin Aspirin ( asetosal ) adalah suatu ester dari asam asetat dengan asam salisilat. Oleh karena itu senyawa ini dapat dibuat dengan mereaksikan asam salisilat dengan anhidrida asam asetat menggunakan asam sulfat pekat sebagai katalisator. Persamaan reaksinya :
Asam asetat dengan nama sistematik asam etanoat, CH3COOH, merupakan cairan tidak berwarna, berbau tajam, dan berasa asam. Asam asetat larut dalam air dan pelarut organik lainnya. Di dalam air, asam asetat bertindak sebagai asam lemah. Asam asetat mendidih pada temperatur 118°C (245°F) dan meleleh pada 17°C (62°F). Asam asetat biasanya dibuat dengan memfermentasikan alkohol dengan bantuan bakteri, seperti Bacterium aceti. Untuk mendapatkan asam asetat yang berkonsentrasi tinggi, biasanya dibuat dengan oksidasi asetaldehida atau dengan mereaksikan methanol dengan karbon monoksida dengan bantuan katalis.
Asam salisilat dapat ditemukan pada banyak tanaman dalam bentuk metal salisilat dan dapat disintesa dari fenol. Asam salisilat memiliki sifat-sifat: berasa manis, membentuk kristal berwarna putih, sedikit larut dalam air, meleleh pada 158,5°C – 161°C. Asam salisilat biasanya digunakan untuk memproduksi ester dan garam yang cukup penting. Asam salisilat menjadi bahan baku pembuatan aspirin. Sintesa asam salisilat yang terkenal adalah Sintesis Kolbe. Asam asetil salisilat atau yang lebih dikenal sekarang sebagai aspirin memiliki nama sistematik 2 – acetoxybenzoic acid. Aspirin yang merupakan bentuk salah satu aromatic asetat yang paling dikenal dapat disintesa dengan reaksi esterifikasi gugus hidroksi fenolat dari asam salisilat dengan menggunakan asam asetat. Aspirin memiliki sifat – sifat sebagai berikut : Mr = 180, titik leleh = 133,4°C, dan titik didih = 140°C. Pada pembuatan aspirin, reaksi yang terjadi adalah reaksi esterifikasi. Reaksi esterifikasi tersebut dapat dilihat dari gambar di atas, dengan penjelasan sebagai berikut : Ester dapat terbentuk salah satunya dengan cara mereaksikan alkohol dengan anhidrida asam. Dalam hal ini asam salisilat berperan sebagai alkohol karena mempunyai gugus –OH, sedangkan asam asetat glacial sebagai anhidrida asam. Ester yang terbentuk adalah asam asetil salisilat ( aspirin ). Gugus asetil ( CH3CO– ) berasal dari asam asetat, sedangkan gugus R-nya berasal dari asam salisilat. Hasil samping reaksi ini adalah asam asetat. Langkah selanjutnya adalah penambahan asam sulfat pekat yang berfungsi sebagai zat penghidrasi. Telah disebutkan di atas bahwa hasil samping dari reaksi asam salisilat dan asam asetat glacial adalah asam asetat. Jadi, dapat dikatakan reaksi akan berhenti setelah asam salisilat habis karena adanya asam sulfat pekat ini. Aspirin bersifat analgesik yang efektif sebagai penghilang rasa sakit. Selain itu, aspirin juga merupakan zat anti-inflammatory, untuk mengurangi sakit pada cedera ringan seperti bengkak dan luka yang memerah. Aspirin juga merupakan
zat antipiretik yang berfungsi untuk mengurangi demam. Tiap tahunnya, lebih dari 40 juta pound aspirin diproduksi di Amerika Serikat, sehingga rata-rata penggunaan aspirin mencapai 300 tablet untuk setiap pria, wanita serta anak-anak setiap tahunnya. Penggunaan aspirin secara berulang-ulang dapat mengakibatkan pendarahan pada lambung dan pada dosis yang cukup besar dapat mengakibatkan reaksi seperti mual atau kembung, diare, pusing dan bahkan berhalusinasi. Dosis rata-rata adalah 0.3-1 gram, dosis yang mencapai 10-30 gram dapat mengakibatkan kematian. 3. Titik Leleh Yang dimaksud titik leleh suatu senyawa ialah suhu dimana senyawa tersebut mulai meleleh. Senyawa – senyawa murni suhunya hampir tetap selama meleleh atau disebut juga mempunyai titik leleh yang tajam, misalnya 125,5° - 126° atau 180° - 181°, sedangkan untuk cuplikan yang sama tetapi tidak murni akan meleleh pada interval suhu yang lebar, missal 123° – 126° atau 176° – 180°. Pengotoran yang menyebabkan penurunan titik leleh ini mungkin sekali suatu bahan berbentuk resin yang tidak diidentifikasi atau senyawa lain yang mempunyai titik leleh lebih rendah atau lebih tinggi dari senyawa utamanya. Bila suatu senyawa A yang murni meleleh pada suhu 150° – 151° dan senyawa B murni meleleh pada suhu 120° – 121°, maka bila senyawa A ditambah senyawa B, campuran ini akan meleleh secara tidak tajam pada daerah suhu di bawah 150°. Sebaliknya bila senyawa B ditambah sedikit senyawa A, campuran ini akan meleleh di atas suhu 120°. Kriteria kemurnian suatu zat adalah titik lelehnya yang tajam, disamping itu jika kita mempunyai senyawa – senyawa baku, maka ditentukan dengan menentukan titik leleh campuran. Mula – mula senyawa baku ditentukan titik lelehnya kemudian senyawa yang tidak diketahui dicampur dengan senyawa baku, lalu titik lelehnya ditentukan lagi. Bila titik leleh campuran sama dengan titik leleh senyawa baku, berarti senyawa yang tak diketahui itu sama dengan senyawa tersebut.
Alat penentu titik leleh ada beberapa macam mulai yang manual hingga digital seperti thiele, Fisher John Melting point apparatus, blok logam atau dengan system digital.
3. ALAT dan BAHAN ALAT 1. Erlenmeyer 2. Spatula 3. Corong Buchner 4. Pipet tetes 5. Kompor listrik 6. Termometer 7. Melting block 8. Pipa kapiler 9. Lumpang + alu 10. Kaca arloji
BAHAN 1. Asam salisilat 2. Asam asetat glacial 3. Asam sulfat pekat 4. Etanol 96 % 5. Larutan FeCl3 6. Aquades
5. DATA HASIL PENGAMATAN REKRISTALISASI Hasil Pengamatan No
Perlakuan Sebelum
Sesudah
1
1 gram asam salisilat dan 100 mL aquadest dimasukkan dalam Erlenmeyer 125 mL
Asam salisilat = Kristal putih
Campuran tidak homogen
Aquadest = jernih 2
Campuran dipanaskan di atas kompor listrik samapai mulai mendidih sambil sedikit diguncang
Campuran tidak homogen
Campuran homogen
3
Campuran yang telah dipanaskan disaring dengan kertas saring dan filtratnya dipanaskan kembali sampai mulai mendidih
Campuran homogen
Campuran homogen
4
Campuran didinginkan sampai terbentuk Kristal
Campuran homogen
Pada campuran terbentuk Kristal berbentuk jarum berwarna putih
5
Kristal yang terbentuk disaring dengan corong Buchner yang dilengkapi labu hisap
Kristal berbentuk jarum berwarna puti
6
Kristal dikeringkan dalam eksikator
Massa = 1,3 gram
7
Menghitung titik leleh •
Kristal dihaluskan
•
Sampel dimasukkan dalam pipa kapiler
Kristal berbentuk jarum putih
Serbuk putih halus
Sampel mulai melel pada suhu 121°C •
Pipa kapiler yang berisi sampel dimasukkan dalam melting block yang dilengkapi termometer
Sampel meleleh seluruhnya pada suh 129°C
PEMBUATAN ASPIRIN No
Perlakuan
Hasil Pengamatan Sebelum
Sesudah
1
2,5 gram dimasukkan dalam Erlenmeyer • •
Ditambah 3,75 gram CH3COOH glacial Ditambah 2,5 tetes H2SO4 pekat
Asam salisilat = Kristal putih CH3COOH glacial = Kristal putih
Campuran diaduk kenudian dipanaskan
2
Campuran yang telah dipanaskan kemudian didinginkan.
H2SO4 pekat = jernih
Campuran homogen
Air = jernih
Residu = Kristal put Filtrat = jernih
3
•
Ditambah 75 mL air air sambil diaduk
•
Endapan yang terbentuk disaring
Melakukan rekristalisasi • • •
4
Campuran ditambah 7,5 mL etanol dan 25 mL air Campuran dipanaskan Campuran didiamkan sampai terbentuk Kristal
•
Kristal disaring menggunakan corong Buchner yang dilengkapi labu hisap
•
Kristal disimpan dalam eksikator
Etanol = jernih
•
Campuran homogen
•
Kristal berbentuk jarum berwarna putih
Menghitung titik leleh •
Kristal dihaluskan
Kristal berbentuk jarum berwarna putih
Kristal menjadi serbuk halus
•
Sampel dimasukkan dalam pipa kapiler
Sampel mulai melel pada suhu 131°C
•
Pipa kapiler yang berisi sampel dimasukkan dalam melting block yang dilengkapi
Sampel meleleh seluruhnya pada suh
termometer 5
Uji identifikasi aspirin
139°C FeCl3 = kuning jernih
Kristal berwarna = ungu kehitaman
Kristal yang terbentuk ditetesi FeCl3
6. ANALISIS DAN PEMBAHASAN 1. REKRISTALISASI Langkah pertama dalam melakukan rekristalisasi adalah mencampur 1 gram asam salisilat dan 100 mL air dalam Erlenmeyer. Sebelum dicampur, asam salisilat berbentuk Kristal putih dan air jernih tidak berwarna . Setelah dicampur, campuran belum homogen dan setelah itu campuran dipanaskan sampai mulai mendidih. Setelah itu, campuran disaring dalam keadaan panas yang bertujuan untuk memisahkan zat – zat pengotor yang tidak larut atau tersuspensi dalam larutan. Kemudian filtratnya dipanaskan kembali sampai mulai mendidih. Setelah dipanaskan, campuran didiamkan sampai terbentuk Kristal. Kristal ini merupakan Kristal murni dari senyawa asam salisilat. Kristal yang terbentuk dikeringkan dalam eksikator. Berat asam salisilat setelah proses rekristalisasi adalah 1,3 gram. Dalam kasus ini, pelarut yang digunakan adalah air. Setelah melakukan pengeringan terhadap Kristal asam salisilat, dilakukanlah perhitungan titik leleh dengan cara memasukkan Kristal yang dihaluskan ke dalam pipa kapiler. Kemudian pipa kapiler dimasukkan dalam melting block yang dilengkapi thermometer. Hasil yang didapat dari pemanasan ini adalah titik leleh asam salisilat sebesar 121°C – 129°C. Hasil ini sangat berbeda sekali dengan data yang didapat dari literature yaitu 158,5°C – 161°C. Hal ini terjadi dapat disebabkan karena adanya pengotor pada senyawa sehingga menyebabkan penurunan titik leleh. Pengotor yang ada pada senyawa asam
memiliki titik leleh yang lebih kecil dari asam salisilat sehingga mengakibatkan asam salisilat meleleh secara tidak tajam pada suhu yang seharusnya.
2. PEMBUATAN ASPIRIN Pada percobaan ini pembuatan aspirin dilakukan dengan cara mencampurkan 2,5 gram asam salisilat dengan 3,75 gram asam asetat glacial dan 3 tetes asam sulfat pekat sebagai katalisator. Reaksi yang terjadi adalah reaksi esterifikasi yang merupakan prinsip dari pembuatan aspirin. Reaksi esterifikasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
Ester dapat terbentuk salah satunya dengan cara mereaksikan alcohol dengan anhidrida asam. Dalam hal ini asam salisilat berperan sebagai alcohol karena mempunyai gugus –OH, sedangkan asam asetat glacial sebagai anhidrida asam. Ester yang terbentuk adalah asam asetil salisilat ( aspirin ). Gugus asetil ( CH3CO– ) berasal dari asam asetat, sedangkan gugus R-nya berasal dari asam salisilat. Hasil samping reaksi ini adalah asam asetat. Langkah selanjutnya adalah penambahan asam sulfat pekat yang berfungsi sebagai zat penghidrasi. Telah disebutkan di atas bahwa hasil samping dari reaksi asam salisilat dan asam asetat glacial adalah asam asetat. Jadi, dapat dikatakan reaksi akan berhenti setelah asam salisilat habis karena adanya asam sulfat pekat ini. Sebelum dipanasakan, reaksi tidak benar – benar terjadi. Reaksi baru akan berlangsung dengan baik pada suhu 50-60°C. Pada percobaan ini baru terbentuk
endapan putih ( aspirin ) setelah dipanaskan. Kemudian endapan tersebut dilarutkan dalam 75 mL air dan disaring untuk memisahkan aspirin dari pengotornya. Tetapi tentu saja, aspiring yang dihasilkan belum benar – benar murni. Untuk itu dilakukanlah rekristalisasi pada aspirin. Rekristalisasi pada aspirin dilakukan dengan menambahkan 7,5 mL etanol dan 25 mL air kemudian campuran dipanaskan. Setelah dipanaskan, campuran didiamkan sampai terbentuk Kristal. Kristal disaring dengan corong Buchner yang dilengkapi labu hisap. Setelah itu Kristal dikeringkan dalam eksikator. Massa aspirin yang didapat adalah 3,2 gram. Kemidian menghitung titik leleh aspirin. Dari hasil percobaan, titik leleh aspirin sebesar 131-134°C. Dan dari data literature, titik leleh aspirin seharusnya sebesar 133,4°C. Untuk uji identifikasi aspirin dilakukan dengan cara menambahkan beberapa tetes FeCl3 ke dalam Kristal aspirin. Dari hasil percobaan, didapatkan Kristal aspirin berwarna ungu kehitaman setelah ditambah FeCl3. Hal ini tidak sesuai dengan teori karena jika aspirin ditambah FeCl3 seharusnya berwarna hijau. Ini terjadi karena masih adanya gugus fenolik pada aspirin.
7. DISKUSI 1. Hasil yang didapat adalah titik leleh asam salisilat sebesar 121°C – 129°C. Hasil ini sangat berbeda sekali dengan data yang didapat dari literatur yaitu 158,5°C – 161°C. Hal ini terjadi dapat disebabkan karena adanya pengotor pada senyawa sehingga menyebabkan penurunan titik leleh. Pengotor yang ada pada senyawa asam salisilat memiliki titik leleh yang lebih kecil dari asam salisilat sehingga
mengakibatkan asam salisilat meleleh secara tidak tajam pada suhu yang seharusnya. 2. Dari hasil percobaan, titik leleh aspirin sebesar 131-134°C. Dan dari data literatur, titik leleh aspirin seharusnya sebesar 133,4°C. Hal ini disebabkan pada Kristal aspirin masih terdapat pengotor yang mempengaruhi titik leleh aspirin. 3. Pada uji identifikasi aspirin dilakukan dengan cara menambahkan beberapa tetes FeCl3 ke dalam Kristal aspirin. Dari hasil percobaan, didapatkan Kristal aspirin berwarna ungu kehitaman setelah ditambah FeCl3. Hal ini tidak sesuai dengan teori karena jika aspirin ditambah FeCl3 seharusnya tidak berwarna. Kesalahan terjadi pada awal tahap pembuatan aspirin. Seharusnya aspirin dibuat dari anhidrida asam asetat bukan dari asam asetat glacial. Warna ungu terjadi karena masih adanya gugus fenolik pada aspirin.
8. KESIMPULAN 1. Aspirin dapat dibuat dengan cara mencampur asam salisilat dengan asam asetat glacial dengan katalis asam sulfat pekat. Aspirin yang dihasilkan berupa Kristal panjang berbentuk seperti jarum. 2. Titik leleh aspirin yang dihasilkan adalah sebesar 131-134°C dan asam salisilat adalah 121-129°C 3. Pelarut yang digunakan untuk rekristalisasi aspirin adalah etanol.
9. TUGAS 1. Terangkan prinsip dasar rekristalisasi ! Prinsip dasar rekristalisasi adalah cara yang paling efektif untuk memurnikan zat – zat organik dalam bentuk padat 2. Sebutkan urutan kerja yang harus dilakukan dalam pekerjaan rekristalisasi !
jawaban 3. Sifat sifat apakah yang harus dipunyai oleh suatu pelarut agar dapat digunakan untuk mengkristalisai suatu senyawa organik tertentu ? jawaban 4. Sebutkan paling sedikit dua alasan mengapa penyaringan dengan labu isap lebih disukai dalam memisahkan Kristal dari induk lindinya ! jawaban 5. Hitung prosentase perolehan senyawa hasil rekristalisasi yang Anda lakukan ! jawaban 6. Tulis mekanisme reaksi pembuatan aspirin secara lengkap ! Jawaban
7. Apakah yang disebut asetilasi dan apakah fungsi asam sulfat ? Asetilasi adalah proses masuknya radikal asetil ke dalam molekul senyawa organic yang mengandung gugus –OH, dimana kita harus mereaksikan antara asam salisilat dan asam asetat dengan menggunakan asam sulfat pekat sebagai katalisator. 8. Apakah fungsi FeCl3 dalam reaksi tersebut dan jelaskan bagaimana membuktikan terbentuknya aspirin ? jawaban
9. Hitung rendemen hasil percobaan yang diperoleh !
Rekristalisasi adalah pemurnian suatu zat padat dari campuran/pengotornya dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut yang cocok. Prinsip rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara zat yang akan dimurnikan dengan kelarutan zat pencampur/pencemarnya. Larutan yang terjadi dipisahkan satu sama lain, kemudian larutan zat yang diinginkan dikristalkan dengan cara menjenuhkannya. Zat campuran dari hasil reaksi pembuatan preparat yang akan dimurnikan dilarutkan dalam pelarut yang cocok yang telah dipilih, biasanya dengan cara coba-coba atau dapat dilihat dalam handbook kimia. Sebaiknya dilarutkan pada temperatur dekat titik didihnya, saring untuk memisahkan dari zat pencampurnya yang tidak larut dalam pelarut yang digunakan itu, kemudian larutan (zat cair hasil saringan) diuapkan sampai jenuh, dan diamkan zat tersebut mengkristal. Apabila zat tersebut larut dalam keadaan panas maka larutan akan mengkristal bila larutan tersebut didinginkan. Selanjutnya saring kristal yang terbentuk, keringkan dan uji sifat fisiknya. Cara memilih pelarut yang cocok: - Dipilih zat pelarut yang hanya dapat melarutkan zat yang akan dimurnikan dalam keadaan panas, sedangkan zat pencampurnya tidak larut dalam pelarut tersebut. - Dipilih pelarut yang titik didihnya rendah untuk dapat mempermudah proses pengeringan kristal yang terbentuk. - Titik didih pelarut hendaknya lebih rendah dari pada titik leleh zat padat yang dilarutkan supaya zat yang akan dilarutkan tidak terurai. - Pelarut tidak bereaksi dengan zat yang akan dilarutkan. Cara melakukan rekristalisasi:Lihat pada handbook atau textbook pelarut zat sampel yang anda peroleh. Panaskan pelarut tersebut kemudian masukan pelarut yang sudah panas pada labu erlenmeyer yang berisi zat sampel sambil diaduk sampai tepat semua zat melarut. Untuk menjaga agar larutan tetap panas pada waktu melarutkan dapat menggunakan bantuan penangas listrik. Saring cepat dalam keadaan panas, bisa menggunakan corong tembaga, corong buchner, atau corong biasa, dan tampung filtratnya. Bilas zat yang menempel pada corong dengan pelarutnya dalam keadaan panas. Dinginkan sampai terbentuk kristal kembali. Caranya bisa di udara, dalam air dingin, atau dalam es. Jika kristal tidak terbentuk jenuhkan larutan dengan menggunakan bantuan penangas sampai terbentuk lapisan tipis di atas permukaan larutan, kemudian dinginkan kembali. Saring kristal yang terbentuk. Untuk memeriksa apakah masih terdapat zat terlarut lakukan penjenuhan kembali dan seterusnya seperti langkah di atas. Cuci kristal yang terbentuk dengan sedikit pelarut dalam keadaan dingin. Keringkan dan periksa titik leleh dan bentuk kristalnya, selanjutnya bandingkan dengan data dari handbook.
Tujuan dari percobaan ini adalah mempelajari salah satu metoda pemurnian yaitu rekristalisasi dan penerapannya pada pemurnian garam dapur biasa. Metode rekristalisasi ini berdasarkan perbedaan daya larut antara zat yang dimurnikan dengan kotoran dalam suatu pelarut tertentu. Dalam percobaan ini dipelajari cara memurnikan natrium klorida yang berasal dari garam dapur dengan menggunakan air sebagai pelarutnya. Agar daya larut antara NaCl dengan pengotor cukup besar, maka perlu dilakukan penambahan zat-zat tertentu. Zat-zat tambahan itu akan membentuk senyawa, terutama garam, yang sukar larut dalam air. Selain itu, kristalisasi dapat dilakukan dengan cara membuat larutan jenuh dengan menambah ion sejenis ke dalam larutan zat yang akan dipisahkan. Pemurnian garam pada percobaan ini dibuat dengan dua tahapan yaitu perlakuan awal, dan kristalisasi melalui penguapan. Hasilnya didapatkan rendemen sebesar 102,81%. Kata Kunci : rekristalisasi, daya larut, natrium klorida, garam, zat pengotor.
PENDAHULUAN Jika kita gunakan definisi konvensional yang menyatakan bahwa hablur atau kristal adalah padatan homogen yang dibatasi oleh bidang muka rata yang terbentuk secara alamiah, maka adalah benar bahwa kebanyakan padatan yang kita jumpai dalam hidup sehari-hari tidak nampak sebagai kristal. Hal ini pada umumnya disebabkan oleh salah satu dari dua hal berikut : pada satu pihak, banyak padatan merupakan campuran dari berbagai senyawa yang biasanya terdiri dari banyak molekul besar dengan berbagai ukuran. Tetapi kalau bahan tersebut dipisah-pisahkan untuk menghasilkan senyawa murni, maka cenderung terjadi struktur kristal. Misalnya, beberapa jenis protein dan selulosa, yang keduanya adalah bahan penyusun padatan yang terjadi secara alamiah telah diperoleh dalam tahanan kristal, walaupun kedua zat tersebut tidak ditemukan di alam dalam tahanan kristal [1]. Kristal adalah benda padat yang mempunyai permukaan-permukaan datar. Karena banyak zat padat seperti garam, kuarsa, dan salju ada dalam bentuk-bentuk yang jelas simetris, telah lama para ilmuwan menduga bahwa atom, ion ataupun molekul zat padat ini juga tersusun secara simetris [2].
Kita tak boleh menyimpulkan begitu saja penataan partikel dalam sebuah kristal besar, semata-mata dari penampilan luarnya. Bila suatu zat dalam keadaan cair atau larutan mengkristal, kristal dapat terbentuk dengan tumbuh lebih ke satu arah daripada ke lain arah. Sebagaimana sebuah kubus kecil dapat berkembang menjadi salah satu dari tiga bentuk yang mungkin sebuah kubs besar, sebuah lempeng datar atau struktur panjang mirip jarum. Ketiga zat padat ini mempunyai struktur kristal kubik yang sama, namun bentuk keseluruhannya berbeda [2].
Struktur kristal ditentukan oleh gaya antar atom dan ukuran atom yang terdapat dalam kristal. Untuk menyederhanakan persoalan, kita dapat menganggap ion atau atom sebagai bola padat berjari-jari r. Struktur ada yang hexagonal close packing. Cara penyusunan bola dalam kristal tidak dapat sesederhana pada kristal logam, karena kristal ionic terdiri dari ion-ion yang bermuatan dan memiliki jenis yang berbeda [3]. Dua senyawa santon telah berhasil diisolasi dari fraksi etil asetat kayu batang Mundu Garcinia dulcis (Roxb.) Kurz., yaitu 1,3,4,5,8-pentahidroksisanton (1) dan 1,4,5,8-tetrahidroksisanton (2). Senyawa (1) menunjukkan aktivitas yang tinggi sebagai antioksidan terhadap radikal bebas 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH). Isolasi senyawasenyawa dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut etil asetat, pemisahan komponen-komponen menggunakan berbagai cara kromatografi. Pemurnian dilakukan dengan metode rekristalisasi menggunakan campuran dua pelarut Etil asetat dan aseton menghasilkan 59 fraksi kemudian digabung menghasilkan enam fraksi gabungan yaitu fraksi X1, X2, X3, X4, X5 dan X6. Padatan pada fraksi gabungan X5 sama dengan fraksi X6 sehingga dapat digabung yang selanjutnya direkristalisasi. Rekristalisasi dilakukan sebanyak tiga kali dengan menggunakan campuran pelarut etil asetat pa dan n-heksana pa menghasilkan padatan kuning (250 mg) dengan titik leleh 231 – 232oC yang kemudian disebut senyawa (1) Fraksi gabungan Y6 (144mg) direkristalisasi menggunakan campuran pelarut etil asetat pa dan n-heksana pa menghasilkan padatan kuning (84 mg) dengan titik leleh 223–224oC yang kemudian disebut senyawa (2) [4]. Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat yang jamak digunakan, dimana zat-zat tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali. Cara ini bergantung pada kelarutan zat dalam pelarut tertentu di kala suhu diperbesar. Karena konsentrasi total impuriti biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang dimurnikan, bila dingin, maka konsentrasi impuriti yang rendah tetapi dalam larutan sementara produk yang berkonsentrasi tinggi akan mengendap [5]. Kemudahan suatu endapan dapat disaring dan dicuci tergantung sebagian besar pada struktur morfologi endapan, yaitu bentuk dan ukuran-ukuran kristalnya. Semakin besar kristal-kristal yang terbentuk selamaberlangsungnya pengendapan, makin mudah mereka dapat disaring dan mungkin sekali (meski tak harus) makin cepat kristal-kristal itu akan turun keluar dari larutan, yang lagi-lagi akan membantu penyaringan. Bentuk kristal juga penting. Struktur yang sederhana seperti kubus, oktahedron, atau jarum-jarum sangat menguntungkan, karena mudah dicuci setelah disaring. Kristal dengan struktur yang lebih kompleks, yang mengandung lekuk-lekuk dan lubang-lubang, akan menahan cairan induk (mother liquid), bahkan setelah dicuci dengan seksama. Dengan endapan yang terdiri dari kristal-kristal demikian, pemisahan kuantitatif lebih kecil kemungkinannya bisa tercapai [6]. Peristiwa rekristalisasi berhubungan dengan reaksi pengendapan. Endapan merupakan zat yang memisah dari satu fase padat dan keluar ke dalam larutannya. Endapan terbentuk jika larutan bersifat terlalu jenuh dengan zat yang bersangkutan. Kelarutan suatu endapan merupakan konsentrasi molal dari larutan jenuhnya. Kelarutan
bergantung dari suhu, tekanan, konsentrasi bahan lain yang terkandung dalam larutan dan komposisi pelarutnya [6]. Dua zat yang mempunyai struktur kristal yang sama disebut isomorfik (sama bentuk), contohnya NaF dengan MgO, K2SO4 dengan K2SeO4, dan Cr2O3 dengan Fe2O3. Zat isomorfik tidak selalu dapat mengkristal bersama secara homogen. Artinya satu partikel tidak dapat menggantikan kedudukan partikel lain. Contohnya, Na+ tidak dapat menggantikan K+ dalam KCl, walaupun bentuk kristal NaCl sama dengan KCl. Suatu zat yang mempunyai dua kristal atau lebih disebut polimorfik (banyak bentuk), contohnya karbon dan belerang. Karbon mempunyai struktur grafit dan intan, belerang dapat berstruktur rombohedarl dan monoklin [2]. Selama pengendapan ukuran kristal yang terbentuk, tergantung terutama pada dua faktor penting yaitu laju pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan kristal. Jika laju pembentukan inti tinggi, banyak sekali kristal akan terbentuk, dan terbentuk endapan yang terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju pembentukan inti tergantung pada derajat lewat jenuh dari larutan. Makin tinggi derajat lewat jenuh, makin besarlah kemungkinan untuk membentuk inti baru, jadi makin besarlah laju pembentukan inti [6]. Garam dapur atau natrium klorida atau NaCl. Zat padat berwarna putih yang dapat diperoleh dengan menguapkan dan memurnikan air laut. Juga dapat dengan netralisasi HCl dengan NaOH berair. NaCl nyaris tak dapat larut dalam alkohol , tetapi larut dalam air sambil menyedot panas, perubahan kelarutannya sangat kecil dengan suhu. Garam normal, suatu garam yang tak mengandung hidrogen atau gugus hidroksida yang dapat digusur. Larutan-larutan berair dari garam normal tidak selalu netral terhadap indikator semisal lakmus. Garam rangkap; yang terbentuk lewat kristalisasi dari larutan campuran sejumlah ekivalen dua atau lebih garam tertentu. Misalnya: FeSO 4(NH4)2SO4.6H2O dan K2SO4Al4(SO4)3.24H2O. Dalam larutan, garam ini merupakan campuran rupa-rupa ion sederhana yang akan mengion jika dilarutkan lagi. Jadi, jelas berbeda dengan garam kompleks yang menghasilkan ion-ion kompleks dalam larutan[5]. METODE PERCOBAAN A. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah beaker glass, gelas arloji, kertas saring, corong, pipet tetes, kertas lakmus, pemanas listrik, labu takar dan pengaduk gelas, neraca analitik, dan botol semprot. Bahan-bahan yang digunakan adalah garam dapur, HCl encer, CaO, Ba(OH)2, amonium karbonat, dan akuades. B. Prosedur Kerja 1. Perlakuan Awal
250 ml aquades dipanaskan (diukur dengan labu ukur) dalam gelas beaker yang telah ditimbang terlebih dahulu, sampai mendidih untuk beberapa saat. 80 gram garam dapur ditimbang. Dimasukkan kedalam air panas sambil diaduk, dan dipanaskan lagi sampai mendidih, kemudian disaring. Larutan dibagi menjadi dua bagian untuk dilakukan kristalisasi menurut prosedur dibawah ini. 2. Kristalisasi melalui penguapan Sekitar 1 gram kalsium oksida (CaO) ditambahkan ke dalam bagian larutan garam dapur diatas. Larutan Ba(OH)2 encer ditambahkan tetes demi tetes sampai tetes berakhir tidak membentuk endapan lagi. Secara terus menerus tetes demi tetes ditambahkan sambil diaduk larutan 30 gram per liter (NH4)2CO3. Larutan tersebut disaring dan dinetralkan filtratnya dengan HCl encer, dites kenetralan larutan dengan kertas lakmus. Larutan diuapkan sampai kering, sehingga akan diperoleh kristal NaCl yang berwarna lebih putih dari pada garam dapur asal. Kristal tersebut ditimbang dan dihitung rendeman rekristalisasi NaCl yang telah dilakukan.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Prosedur Awal
No Prosedur Percobaan
Hasil Pengamatan Larutan bening
1. Diambil 50 mL akuades yang telah 2. dipanaskan dan Massa gelas dimasukkan ke beker = 101,88 3. dalam gelas beker gram Dimasukkan 16 gram garam dapur ke dalam gelas beker tersebut, sambil diaduk dan dipanaskan kembali.
Garam melarut dan sedikit mengendap. Filtrat bening.
Disaring dengan kertas saring 2. Kristalisasi Melalui Penguapan
Prosedur Percobaan 1. Ditambahkan dengan 0,2 g 2. CaO pada filtrat dari hasil 3. percobaan.
No
Hasil Pengamatan Larutan menjadi putih keruh atau putih susu.
Diperlukan sekitar 50 tetes Ba(OH)2 4. Ditambahkan sampai tidak ada Ba(OH)2 encer endapan 5. sampai tidak ada endapan lagi. V = 5 mL 6. Ditambahkan Larutan menjadi jernih. 7. (NH4)2CO3. Disaring dengan Diperlukan kertas saring beberapa mL HCl sampai filtrat Dinetralkan menjadi netral. filtrat dengan menambahkan Terbentuk kristal HCl. NaCl yang berwarna putih Diuapkan bersih. larutan sampai kering m gelas beker + kristal = 116,03 g Ditimbang berat kristal yang m kristal NaCl = diperoleh 14,15 g Perhitungan Diketahui : masssa kristal = 14,15 g massa garam dapur = 16 g Ditanya : rendemen …? Jawab : Latar Belakang
Rekristalisasi adalah teknik permurnian zat padat pencemarnya yang dilakukan dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut yang sesuai. Prinsip dasar dari proses ini adalah perbedaan kelarutan antara zat yang dimurnikan dengan zat pencemarnya. Kristal adalah benda padat yang mempunyai permukaan-permukaan datar karena banyak zat padat seperti garam, kuarsa dan salju ada dalam bentuk-bentuk yang jelas simetris. Telah lama para ilmuwan menduga bahwa atom ion ataupun molekul zat padat ini juga tersusun secara simetris. Kita dapat boleh menyimpulkan begitu saja penataan partikel dalam sebuah kristal besar, semata-mata dari penambpilan laurnya. Bila suatu zat dalam kedaan cair atau larutan mengkristal, kristal dapat terbentuk dengan tumbuh lebih kesatu arah dari pada kelain arah. Dari kata yunani morphe, bentuk dan isos sama. Dua zat yang mempunyai struktur kristal yang sama dikatakan isomotif. Suatu zat tungga yang mengkristal dalam dua atu lebih bentuk yang berlainan pada kondisi yang berlainan, dikataklan bersifat polimort (banyak bentuk).
1.2 Tujuan Percobaan Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk memurnikan zat padat dengan cara rekristalisasi.
BAB II DASAR TEORI
Rekristalisasi merupakan metode yang sangat penting untuk pemurnian komponen larutan organic. Ada tujuh metode dalam rekristalisasi yaitu: memilih pelarut, melarutkan zat terlarut, menghilangkan warna larutan, memindahkan zat padat, mengkristalkan larutan, mengumpul dan mencuci kristal, mengeringkan produknya (hasil) (Williamson, 1999). Ada beberapa hal yang dapat dilakukan analis untuk meminimalkan kopresipitasi bersama endapan kristal. Jika ia tahu akan hadirnya suatu ion yang mudah berkopresipitasi, ia dapat mengurangi (tidak sama sekali menghilangkan) banyaknya kopresipitasi dengan metode penambahan kedua reagensia itu. Setelah suatu kristal endapan terbentuk, analisis itu dapat meningkatkan kemurnian. Endapan itu disaring, dilarutkan ulang dan diendapkan ulang. Ion pengotor akan hadir dalam konsentrasi yang lebih rendah selama pengendapan (Underwood, 1996). Bila zat cair didinginkan, gerakan translasi molekul-molekul menjadi lebih kecil dan gaya molekul lebih besar. Hingga setelah pengkristalan molekul mempunyai kedudukan tertentu dalam kristal. Panas yang terbentuk pada pengkristalan disebut panas pengkristalan. Selama pengkristalan temperatur tetap, disini terjadi kesetimbangan
terperatur akan turun lagi pengkristalan selesai. Peristiwa kebalikan dari pengkristalan disebut peleburan (Sukardjo, 1989). BAB III METODELOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah corong buncher diameter 5 cm, erlenmeyer 200 ml dan 250 ml, serta kertas saring. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah etanol, asam benzoat, naftalen dan norit.
3.2 Konstanta Fisik Bahan Etanol
BM (g/mol) 46
TD (oC) 78
TL (oC) 17
Naftalen
128
78
41
0,76
122,12
249
122,14
1,26
-
-
553
1,8
As. benzoat Norit
3.3 Cara Kerja
D K 1,55 Mudah terbakar & berbau Menyebabkan kemandulan
Menyebabkan keracunan
A.
Kristalisasi Dalam Air Ditempatkan 4 gram kristal asam benzoat tidak murni dan 5 ml air dalam
erlenmeyer 125 ml. Campuran digoncang. Diletakkan diatas pembakar kecil sampai mendidih. Ditambahkan setiap kali 5 ml air sambil digoncangkan, sampai kristal dapat larut, karena kelarutan asam dalam air dingin sangat rendah (0,54 gram/100 gram air pada suhu 14 0C). Kesulitan penyaringan dapat dihindarkan dengan menggunakan pelarut yang berlebihan. Ditambahkan lagi air sampai 100 ml, dimasukkan norit sampai 2% dari berat asam, di didihkan sambil diaduk, lalu selagi panas dituangkan/saring keatas corong buncher yang sudah dilengkapi dengan labu hisap. Kristal mungkin akan terbentuk dalam labu hisap kalu tidak dipindahkan kedalam labu erlenmeyer biarkan dingin sampai mengkristal. Pada suhu kamar kristal belum terbentuk, pendinginan dapat dilakukan dengan direndam dalam es.
B.
Kristalisasi Dalam Etanol Ditempatkan 5 gram naftalen tidak murni (rekristalisasi) kedalam labu erlenmeyer
125 ml. Ditambahkan 20 ml etanol 95% dan panaskan campuran dalam penangas air sampai mendidih. Ditambahkan perlahan-lahan etanol 15 – 16 ml dan didihkan kembali setelah penambahan, sampai naftalen larut sempurna, kemudian ditambahkan 10 ml etanol. Diangkat larutan tersebut dari penangas air, dalam keadaan panas tersebut ditambahkan norit 1 – 2% berat naftalen. Diaduk dan dipanaskan kembali sebentar, kemudian disaring larutan tersebut dalam buchner. Ditampung filtrat dalam labu hisap.
Kemudian dipindahkan dalam labu erlenmeyer, dibiarkan mendingi dan mengkristal dalam suhu kamar. Setelah mengkristal disaring kembali dengan corong buchner, dicuci kristal dengan etanol dingin dalam corong itu juga. Ditekan kristal sesering mungkin. Ditimbang kristal yang diperoleh dan ditentukan titik lelehnya.
BAB IV DATA HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Data Hasil Pengamatan Berat awal asam benzoat = 4 gram Berat awal naftalen
= 5 gram
Berat kertas saring
= 0,645 gram
Berat kertas saring + kristal asam benzoat
= 5,103 gram
Berat kertas saring + kristal naftalen
= 2,263 gram
Pembahasan Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa rekristalisasi merupakan suatu teknik pemurnian zat padat dari pencemarnya yang dilakukan dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut yang sesuai. Prinsip dasar dari proses rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara zat yang dimurnikan dengan zat pencemarnya. Syarat-syarat pelarut yang sesuai adalah sebagai berikut: 1.
Pelarut tidak bereaksi dengan zat yang dilarutkan.
2.
Pelarut hanya dapat melarut yang zat yang akan dimurnikan dan tidak melarutkan zat pencemarnya.
3.
Titik didih pelarut harus rendah. Hal ini akan mempermudah proses pengeringan kristral yang terbentuk.
4.
Titik didih pelarut harus lebih rendah dari titik leleh zat yang akan dimurnikan agar zat tersebut tidak terurai.
Dalam percobaan rekristalisasi dalam air digunakan asam salisilat sebagai sampel dan air sebagai pelarutnya. Air digunakan sebagai pelarut asam salisilat karena titik didih air lebih rendah dari pada titik leleh asam salisilat. Sesuai dengan persyaratan sebagai pelarut yang sesuai yaitu titik didih pelarut harus rendah
untuk mempermudah proses pengeringan kristal yang terbentuk. Berdasarkan syarat ini, titik didih air sebagai pelarut leboh rendah dari pada titik didih asam salisilat sehingga kristal yang diinginkan pada saat pengeringan dapat terbentuk, penggunaan air sebagai pelarut asam salisilat juga berhubungan dengan kelarutan. Sesuai dengan syarat pelarut yang kedua yaitu pelarut hanya dapat melarutkan zat yang akan dimurnikan dan tidak melarutkan zat pencemarnya. Reaksi antara air dan asam salisilat menyebabkan terbentuknya ikatan hidrogen, inilah yang menyebabkan air dapat melarutkan asam salisilat. Kelarutan suatu garam larut dalam air sekitar 500 ml pada suhu 25 0C dalam 100 ml air. Air dapat melarutkan asam salisilat juga karena air bersifat polar.
air asam salisilat
Adanya resonansi didalam gugus salisilat menyebabkan gugus salisilat sukar untuk putus, maka untuk memutuskan gugus salisilat digunakan air panas. Bila digunakan air dingin maka gugus salisilat sukar untuk putus sehingga kelarutan asam salisilat pada air dingin rendah dengan demikian, berdasarkan uraian diatas air sangat tepat digunakan sebagai pelarut asam salisilat. Bila zat cair didinginkan, gerakan translasi met-mol menjadi lebih kecil dan gaya tarik molekul semakin besar, hingga setelah mengkristal mol mempunyai kedudukan tertentu dalam kristal panas yang dibentuk. Pada kristalisasi disebut panas
pengkristalan, selama terjadi pengkristalan temperatur tetap, disini terjadi keseimbangan antara zat cair dan zat padat. Temperatur akan turun lagi setelah pengkristalan selesai. Peristawa dari pengkristalan kebalikannya adalah peleburan yang terjadi keseimbangan antara zat padat danzat cair. Panas yang diperlukan untuk meleburkan 1 mol zat disebut panas peleburan. Naftalena (C10H8) merupakan senyawa murni pertama-tama yang diperolehkan dari fraksi didih lebih tinggi dari larutan batu bata. Naftalen mudah diisolasi karena senyawa ini menyabum dari larutan sebagai padatan kristal tidak berwarna yang indah dengan titik leleh 800C. Naftalena merupakan mol planor dengan dua cinon menggunakan bersama dua atom karbon. Pada percobaan kristalisasi dalam metanol, digunakan metanol sebagai pelarut naftalena karena titik didih etanol 78,3 0C lebih rendah dari titik naftalena yaitu 80 0C. Hal ini telah sesuai dengan syarat pelarut sehingga kristal dapat terbentuk. Pada percobaan kristalisasi dalam etanol digunakan norit, norti disini berfungsi untuk menyerap/mengikat pengotor yang ada pada naftalena dan asam benzoat atau disebut absorben, maka pada saat larutan asan benzoat dengan air dan larutan naftalena dengan etanol disaring dengan mengunakan penyaringan buchner pada suhu tertentu. Norit akan mengikat kotoran yang ada pada naftalena sehingga pada saat disaring filtrat yang keluar langsung membentuk endapan putih dan larutan bening yang apabila disaring lagi dan kemudian dikeringkan akan terbentuk kristal putih. Kristal naftalen telah bebas dari zat pencemar. Dari hasil pengamatan didapat berat kertas saring + naftalen = 2,263 gram dan pada percobaan kristalisasi dalam air didapat berat kertas saring + kristal as. salisilat = 5,103 gram.
BAB V KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: Rekristalisasi adalah suatu teknik pemisahan zat padat dari pencemarannya yang dilakukan dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut yang sesuai. Prinsip dasar dari rekristalisasi adalah pelarut hanya dapat melarutkan zat yang akan dimurnikan dan tidak melarutkan zat pencemarnya. Air dapat melarutkan asam salisilat, karena terbentuknya ikatan hidrogen antara air dan asam salisilat. Kelarutan asam salisilat pada air dingin rendah karena terjadinya resonansi pada gugus salisilat sehingga gugus salisilat sukar putus dengan air dingin, gugus salisilat dapat putus dengan air panas. Naftalen dilarutkan dalam etanol karena neftalen bersifat nonpolar dan tidak larut dalam air tetapi larut dalam etanol.
Dari pemurnian didapat berat kristal asam benzoat murni = 4,458 gram dan 12,64 %. Berat kristal murni naftalen = 1,618 gram dan 20,502 %.
DAFTAR PUSTAKA
Sukardjo, 1989, Kimia Fisika, Bina Cipta Aksara, Bandung. Underwood, 1996, Analisis Kimia Kuantitatif, Edisi ke-V, Erlangga, Jakarta. Williamson, 1999, Macroscale and Microscale Organic Experiments, Houghton Mifflin Company, USA.
didih lebih rendah biasanya non polar. Jadi, pemilihan pelarut biasanya bukan masalah sederhana.
Logged yan Pages: 1 Forum UM | Mahasiswa | Perkuliahan | Materi Kuliah | Topic: Rekristalisasi
Jump to:
« previous next »