BAB I LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. U Jenis kelamin : Laki-laki Umur : 49 tahun Alamat : Kp. Cipelang RT 3 RW 02 ds. Sukamantri kec. Karang Tengah Cianjur Status : Menikah Agama : Islam Tanggal Masuk : 8 agustus 2013 pukul 21. 25 WIB
ANAMNESIS : alloanamnesis (12 Agustus 2013) Keluhan Utama :
Pasien menjadi tidak sadar sejak 1 hari SMRS Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 1 hari SMRS, penurunan kesadaran terjadi secara mendadak setelah suhu badan os mendadak tinggi. Karena pasien tidak kunjung sadar maka keluarga membawa pasien untuk pergi ke rumah sakit. Keluhan penurunan kesadaran kesadar an disertai diserta i dengan nyeri kepala, 1 hari SMRS demam mendadak tinggi dan pasien mengeluh kepala terasa sangat nyeri disertai muntah yang menyembur lalu pasien mulai tidak sadarkan diri. Keluhan kejang disangkal ketika terjadi penurunan kesadaran. BAB dan BAK tidak terdapat keluhan. 2 minggu sebelumnya pasien mengeluh demam dan disertai nyeri kepala seperti ditusuk-tusuk Menurut keterangan istrinya sebelumnya os tidak mau makan karena nyeri tenggorokan. pasien juga sebelumnya mengeluh nyeri pada sendi dan otot. Pasien selama ini tidak memiliki riwayat hipertensi, Riwayat kolesterol, penyakit kencing manis, penyakit ginjal maupun riwayat stroke sebelumnya. Pasien selama ini memiliki riwayat mengkonsumsi rokok kretek, dengan jumlah mencapai 1 bungkus dalam 1 hari sejak pasien masih muda. Riwayat Penyakit Dahulu :
1
Riwayat penyakit seperti ini sebelumnya disangkal. Riwayat penyakit kencing manis, hipertensi, penyakit ginjal, penyakit jantung disangkal. Riwayat Penyakit Keluarga :
Istri pasien menyangkal bahwa terdapat riwayat penyakit keluarga pada keluarga suaminya seperti penyakit hipertensi, kencing manis, penyakit jantung ataupun penyakit ginjal, namun di rumah bapak menderita sakit paru (TB).
Riwayat Kebiasaan
Pasien memiliki kebiasaan mengkonsumsi rokok kretek sebanyak 1 bungkus dalam 1 hari. Kebiasaan merokok sudah dilakukan oleh suaminya sejak masih muda.
Riwayat Pengobatan
Pasien sebelumnya sudah berobat ke dokter praktek dan didiagnosa thypoid, namun tidak kunjung membaik. PEMERIKSAAN FISIK Saat di IGD ( 8 agustus 2013, 19.24) Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : sopor Tanda-tanda Vital : - Nadi : 80 x/menit - Pernapasan : 20 x/menit - Suhu : - 0C - TD : 130/80 mmHg PEMERIKSAAN FISIK (Bangsal, 12 agustus 2013) Keadaan umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Composmentis Tanda-tanda Vital : - Nadi : 80 x/menit, reguler. - Pernapasan : 20 x/menit - Suhu : 37,6 0C - TD : 140/80 mmHg •
•
•
•
•
•
2
STATUS GENERALIS Status Generalis Kepala dan leher - Kepala : Normochepal - Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) - Hidung : Normonasi, sekret (-/-), epistaksis (-/-). - Telinga : Normotia, serumen (-/-), sekret (-/-), darah (-/-). - Mulut : bibir kering (+), bibir simetris, sianosis (-) - Leher : Pembesaran KGB (-), tiroid (-). Thoraks Paru ▫
Inspeksi
: simetris, retraksi dinding dada (-/-)
▫
Palpasi
: tidak dapat dilakukan
▫
Perkusi
: sonor pada kedua lapang paru
▫
Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung ▫
▫
Inspeksi
: iktus kordis terlihat pada ICS 5 midclavikula sinistra
Palpasi Perkusi
: iktus kordis teraba pada ICS 5 midclavikula sinistra : Batas kanan jantung ICS 4, linea parasternalis dextra Batas kiri jantung ICS 4, linea midclavikularis sinistra
▫
Auskultasi : BJ I-II ireguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen ▫
Inspeksi
: bentuk datar
▫
Auskultasi : BU (+) normal pada 4 kuadran
▫
Perkusi
: timpani pada seluruh abdomen, asites (-)
▫
Palpasi
: supel, nyeri tekan (-), nyeri epigastrium (-), hepar, lien, tidak teraba.
Ekstremitas ▫
Atas
: akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
▫
Bawah
: akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
STATUS NEUROLOGIK Kesadaran : sopor : sopor Rangsang Meningeal - Kaku Kuduk : (+)
3
- Lasegue sign
: tidak terbatas/ tidak terbatas
- Kernig sign
: tidak terbatas/tidak terbatas
- Brudzinski I
: (+)
- Brudzinski II
: (-)
- Brudzinski III
: (-)
SARAF KRANIAL N.I (Olfaktorius) :
KANAN
KIRI
Daya pembau N.II (Optikus)
tidak dapat dilakukan KANAN
tidak dapat dilakukan KIRI
Visus
: tidak dapat dilakukan
tidak dapat dilakukan
Lapang pandang Funduskopi
: tidak dapat dilakukan : tidak dapat dilakukan
tidak dapat dilakukan
4
N.III(Okulomotorius) N.III(Okulomotorius)
KANAN
KIRI
Ptosis
:
Ukuran pupil
:
1-2 mm
Bentuk pupil
:
bulat(isokor)
Gerakan bola mata
:
-
: : : : :
Atas Bawah Medial Dolls eye Refleks cahaya -
-
1-2 mm bulat(isokor)
Sulit dinilai
Refleks cahaya direk Reflek cahaya indirek
N.IV (Trokhlearis)
Gerakan mata ke medial bawah
N.V(Trigeminus) N.V(Trigeminus)
-
+
-
+ +
+ +
KANAN
KIRI
susah dinilai
susah dinilai
KANAN
KIRI
Menggigit
belum dapat dinilai
Membuka mulut
belum dapat dinilai
Sensibilitas
Refleks kornea
N.VI(Abdusens) N.VI(Abdusens)
Gerak mata ke lateral N.VII(Fasialis) N.VII(Fasialis)
belum dapat dinilai
KANAN
KIRI
sulit dinilai KANAN
KIRI
Kerutan kulit dahi
tidak dapat dinilai
Lipatan nasolabialis
tidak dapat dinilai
Menutup mata
tidak dapat dinilai
5
Mengangkat alis
tidak dapat dinilai
Menyeringai
normal
Daya kecap lidah 2/3 depan
tidak dapat dinilai
N.VIII(Vestibulokokhlear N.VIII(Vestibulokokhlearis) is)
KANAN
Tes bisik
belum dapat dinilai
Tes rinne
belum dapat dinilai
Tes weber
belum dapat dinilai
Tes schwabach
belum dapat dinilai
Past pointing test
belum dapat dinilai
KIRI
6
N.IX&X
KANAN
KIRI
Daya kecap lidah 1/3 belakang
belum dapat dinilai
Uvula secara pasif
sulit dinilai
Menelan
belum dapat dinilai
Refleks muntah
belum dapat dinilai
N.XI(Aksesorius) N.XI(Aksesorius)
KANAN
KIRI
Memalingkan kepala
belum dapat dinilai
Mengangkat bahu
belum dapat dinilai
N.XII(Hipoglosus)
Sikap lidah
: belum dapat dinilai
Atrofi otot lidah
: (-)
Fasikulasi lidah
: (-)
MOTORIK Kekuatan Otot
kesan hemipharese kanan
SENSORIK Nyeri : Ektremitas Atas
: belum dapat dinilai
Ekstremitas Bawah : belum dapat dinilai Raba
: Ektremitas Atas : belum dapat dinilai Ekstremitas Bawah : belum dapat dinilai
Suhu : Ektremitas Atas : belum dapat dinilai Ekstremitas Bawah : belum dapat dinilai FUNGSI VEGETATIF Miksi : baik Defekasi : baik FUNGSI LUHUR MMSE tidak dapat dilakukan REFLEK FISIOLOGI Reflek bisep : (+/+)
7
Reflek trisep : (+/+) Reflek brachioradialis : (+/+) Reflek patella : (+/+) Reflek achilles : (+/+) REFLEK PATOLOGIS Babinski : (-/-) Chaddock : (-/-) Oppenheim : (-/-) Gordon : (-/-)
Dolls Eyes (+/+)
Refleks Pupil (+/+)
Nistagmus ( belum dapat dilakukan)
PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium Laboratorium (10 agustus 2013) Hb : 11,1 g/dl Ht : 37,6 % Leukosit : 7,5 103/ul Trombosit : 217 103/% GDP : 138 mg/% Ureum : 63,5 mg% Kreatinin : 0,9 mg% Kolesterol total: 179 mg%
SGOT SGPT As. Urat Trigliserid Elektrolit
: 18 u/L : 15 U/L : 7,41 mg% : 60 mg% : Na 135,3 mEq/L Kalium 4,17 mEq/L Kalsium 1.10 mEq/L
8
9
10
EKG (12 agustus 2013)
11
CT Scan Keterangan : Klinis : meningitis Dilakukan CT scan kepala potongan axial tanpa dan dengan kontras, HASIL : - Gyry pendek dan sulci dangkal - Batas grey dan white matter tegas dengan finger li ke appearance (+) - Tak tampak lesi hipo/iso/hiperdens di parenkim cerebri / cerebellum - Sistema ventrikel simetris tak tampak pelebaran / penyempitan - Sistema cysterna tak melebar / menyempit - Falx cerebri di linea mediana - Pada pemberian kontras tampak patchy enhance di lobus temporoparietal bila teral KESAN : Cerebritis dengan udem cerebri FOLLOW UP Berdasarkan Berdasarkan pemeriksaan pemeriksaan fisik didapatkan : Kesadaran : sopor Tanda-tanda Vital : - Nadi : 112 x/menit - Pernapasan : 20 x/menit - Suhu : 38,8 0C - TD : 130/110 mmHg •
•
RM : KK(+) L/K Terbatas BI/BII/BIII +/-/12
Saraf otak : reflek cahaya direct/indirect (+/+), pupil bulat isokor isokor diameter 1-2 mm Motorik : kesan hemipharese kanan Sensorik/vegetatif : sulit dinilai/ Baik Fungsi luhur : MMSE tidak dapat dilakukan dil akukan REFLEK FISIOLOGI Reflek bisep : (+/+) Reflek trisep : (+/+) Reflek brachioradialis : (+/+) Reflek patella : (+/+) Reflek achilles : (+/+) REFLEK PATOLOGIS Babinski : (-/-) Chaddock : (-/-) Oppenheim : (-/-) Gordon : (-/-) RESUME
Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 1 hari SMRS, penurunan kesadaran terjadi secara mendadak setelah suhu badan os mendadak tinggi. Keluhan penurunan kesadaran disertai dengan nyeri kepala, 1 hari SMRS demam mendadak tinggi dan pasien mengeluh kepala terasa sangat nyeri disertai muntah yang menyembur lalu pasien mulai tidak sadarkan diri. 2 minggu sebelumnya pasien mengeluh demam dan disertai nyeri kepala seperti ditusuk-tusuk, Menurut keterangan istrinya sebelumnya os tidak mau makan karena nyeri tenggorokan. pasien juga sebelumnya mengeluh nyeri pada s endi dan otot. Pasien selama ini memiliki riwayat mengkonsumsi rokok kretek, dengan jumlah mencapai 1 bungkus dalam 1 hari sejak pasien duduk muda. Di rumah, bapak menderita sakit paru (TB). Pemeriksaan Fisik Berdasarkan Berdasarkan pemeriksaan pemeriksaan fisik didapatkan : Kesadaran : sopor Tanda-tanda Vital : - Nadi : 80 x/menit - Pernapasan : 20 x/menit - Suhu : 37,6 0C •
•
13
- TD
: 140/80 mmHg
RM : KK(+) L/K TT BI/BII/BIII +/-/Saraf otak : reflek cahaya direct/indirect (+/+), pupil bulat isokor isokor diameter 1-2 mm Motorik : kesan hemipharese kanan Sensorik/vegetatif : sulit dinilai/ Baik Fungsi luhur : MMSE tidak dapat dilakukan dil akukan REFLEK FISIOLOGI Reflek bisep : (+/+) Reflek trisep : (+/+) Reflek brachioradialis : (+/+) Reflek patella : (+/+) Reflek achilles : (+/+) REFLEK PATOLOGIS Babinski : (-/-) Chaddock : (-/-) Oppenheim : (-/-) Gordon : (-/-) DIAGNOSA
Meningitis e.c suspek bakteri tuberkulosa
DIAGNOSA BANDING Enchepalitis PENATALAKSANAAN - Pasang IV line - Infus NaCl 0,9% - Neuroprotektan : Citicolin 3x1 ampul - Antibiotik : cefotaxime 2x 2gr - Antipiretik : sanmol 3x1 - Kortikosterid : deksametason
14
BAB II PEMBAHASAN Daftar Masalah
Bagaimana penegakkan diagnosa dan terapi pada pasien ini ?
Pembahasan Masalah 1. Bagaimana penegakkan diagnosa diagnosa dan terapi terapi pada pasien ini? Pasien ini didiagnosa dengan meningitis e.c tuberkulosa berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Definisi Meningitis adalah peradangan yang mengenai sebagian atau seluruh selaput otak (meningen) yang ditandai dengan adanya sel darah putih dalam cairan serebrospinal. Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak (meningen) yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium bakteri Mycobacterium tuberkulosa. Diagnosis Diagnosis kerja ke arah meningitis dapat dipikirkan apabila menemukan gejala dan tandatanda klinis meningitis. Gejala dan tanda dari infeksi akut, peningkatan tekanan intrakranial dan rangsang meningeal perlu diperhatikan. Untuk mengkonfirmasi diagnosis meningitis dilakukan tes laboratorium berupa tes darah dan cairan sumsum tulang belakang.
Dari anamnesis: adanya riwayat kejang atau penurunan kesadaran (tergantung stadium penyakit), adanya riwayat kontak dengan pasien tuberkulosis (baik yang menunjukkan gejala, maupun yang asimptomatik), adanya gambaran klinis yang ditemukan pada penderita (sesuai dengan stadium meningitis tuberkulosis). Pada neonatus, gejalanya mungkin minimalis dan dapat menyerupai sepsis, berupa bayi malas minum, letargi, distress pernafasan, ikterus, muntah, diare, hipotermia, kejang (pada 40% kasus), dan ubun-ubun besar menonjol (pada 33,3% kasus).
•
Pada pasien ini didapatkan didapatkan : Berdasarkan anamnesis didapatkan demam hilang timbul lalu mendadak tinggi disertai penurunan kesadaran, nyeri tenggorokan sehingga susah makan dan nafsu makan menurun, mual dan muntah, beberapa jam sebelum hilang kesadaran OS muntah menyembur. Os juga mengeluh nyeri kepala seperti ditusuk-tusuk. Os juga memiliki riwayat sakit paru namun pengobatan tidak tuntas selama 6 bulan.
Gejala meningitis meliputi :
15
Gejala infeksi akut
Panas
Nafsu makan tidak ada Anak lesu
Gejala kenaikan tekanan intracranial
Kesadaran menurun
Kejang-kejang
Ubun-ubun besar menonjol
Gejala rangsangan meningeal
kaku kuduk
Kernig
Brudzinky I positif
Brudzinky II positif
Ditemukan pada pasien
Gejala klinis meningitis tuberkulosa dapat dibagi dalam 3 stadium : Stadium I : Stadium awal
Gejala prodromal non spesifik : apatis, iritabilitas, nyeri kepala, malaise, demam,anoreksia
Stadium II : Intermediate
Gejala menjadi lebih jelas
Mengantuk, kejang,
16
Defisit neurologik fokal : hemiparesis, paresis saraf kranial(terutama N.III dan N.VII,gerakan involunter
Hidrosefalus, papil edema
Penurunan kesadaran
Stadium III : Advanced
Kesadaran semakin menurun Disfungsi batang otak, dekortikasi, deserebrasi
Ditemukan pada pasien Jadi pasien ini didiagnosa meningitis e.c suspek bakteri Tuberkulosis stadium II
•
•
Berdasarkan Berdasarkan pemeriksaan pemeriksaan fisik didapatkan : Kesadaran : sopor Tanda-tanda Vital : - Nadi : 90 x/menit - Pernapasan : 20 x/menit - Suhu : 37,6 0C - TD : 140/80 mmHg
RM : KK(+) Lasegue Tidak terbatas/tidak terbatas , Kernig tidak terbatas/tidak terbatas BI/BII/BIII +/-/Saraf otak : reflek cahaya direct/indirect (+/+), pupil bulat isokor, dolls dolls eye (+) Motorik : sulit dinilai Sensorik/vegetatif : sulit dinilai/ Baik Fungsi luhur : MMSE tidak dapat dilakukan dil akukan REFLEK FISIOLOGI Reflek bisep : (+/+) Reflek trisep : (+/+) Reflek brachioradialis : (+/+) Reflek patella : (+/+) Reflek achilles : (+/+) 17
REFLEK PATOLOGIS Babinski : (-/-) Chaddock : (-/-) Oppenheim : (-/-) Gordon : (-/-)
Gejala Klinik pada meningitis e.c bakteri tuberkulosa : Gejala klinis meningitis TB berbeda untuk masing-masing penderita. Faktor-faktor yang bertanggung jawab terhadap gejala klinis erat kaitannya dengan perubahan patologi yang ditemukan. Tanda dan gejala klinis meningitis TB muncul perlahan-lahan dalam waktu beberapa minggu. Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar ke tengkuk dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran menurun.tanda Kernig’s dan Brudzinsky positif.
Gejala meningitis tidak selalu sama, tergantung dari usia penderita serta virus apa yang menyebabkannya. Gejala yang paling umum adalah demam yang tinggi, sakit kepala, pilek, mual, muntah, kejang. Setelah itu biasanya penderita merasa mer asa sangat lelah, leher terasa pegal dan kaku, gangguan gangguan kesadaran serta penglihatan menjadi kurang jelas. 1. Gejala pada bayi yang terkena meningitis, biasanya menjadi sangat rewel m uncul bercak pada kulit tangisan lebih keras dan nadanya nadanya tinggi, demam ringan, badan terasa kaku, dan terjadi gangguan kesadaran seperti tangannya membuat gerakan tidak beraturan. Menurut Lincoln, manifestasi klinis dari meningitis tuberculosa dikelompokkan dalam tiga stadium: Stadium I (stadium inisial / stadium non spesifik / fase prodromal) Prodromal, berlangsung 1 - 3 minggu Biasanya gejalanya tidak khas, timbul perlahan- lahan, tanpa kelainan neurologis Gejala: * demam (tidak terlalu tinggi) * rasa lemah * nafsu makan menurun (anorexia) * nyeri perut * sakit kepala * tidur terganggu * mual, muntah * konstipasi * apatis * irritable Pada bayi, irritable dan ubun- ubun menonjol merupakan manifestasi yang sering ditemukan; sedangkan pada anak yang lebih tua memperlihatkan perubahan suasana hati yang mendadak, prestasi sekolah menurun, letargi, apatis, mungkin saja tanpa disertai demam dan timbul kejang intermiten. Kejang bersifat umum dan didapatkan sekitar 1015%. Jika sebuah tuberkel pecah ke dalam ruang sub arachnoid maka stadium I akan berlangsung singkat sehingga sering terabaikan dan akan akan langsung masuk ke stadium III. Stadium II (stadium transisional / fase meningitik)
18
Pada fase ini terjadi rangsangan pada selaput otak / meningen. Ditandai oleh adanya kelainan neurologik, akibat eksudat yang terbentuk diatas lengkung serebri. Pemeriksaan kaku kuduk kuduk (+), refleks Kernig dan Brudzinski Brudzinski (+) kecuali pada bayi. Dengan berjalannya waktu, terbentuk infiltrat (massa jelly berwarna abu) di dasar otak menyebabkan gangguan otak / batang otak. Pada fase ini, eksudat yang mengalami organisasi akan mengakibatkan kelumpuhan saraf kranial dan hidrosefalus, gangguan kesadaran, papiledema ringan serta adanya tuberkel di koroid. Vaskulitis menyebabkan gangguan fokal, saraf kranial dan kadang medulla spinalis. Hemiparesis yang timbul disebabkan karena infark/ iskemia, quadriparesis dapat terjadi akibat infark bilateral atau edema otak yang berat. Pada anak berusia di bawah 3 tahun, iritabel dan muntah adalah gejala utamanya, sedangkan sakit kepala jarang dikeluhkan. Sedangkan pada anak yang lebih besar, sakit kepala adalah keluhan utamanya, dan kesadarannya makin menurun. Gejala: * Akibat rangsang meningen sakit kepala berat dan muntah (keluhan utama) * Akibat peradangan / penyempitan arteri di otak: - disorientasi - bingung - kejang - tremor - hemibalismus / hemikorea - hemiparesis / quadriparesis - penurunan kesadaran * Gangguan otak / batang otak / gangguan saraf kranial: Saraf kranial yang sering terkena adalah saraf otak III, IV, VI, dan VII Tanda: - strabismus - diplopia - ptosis - reaksi pupil lambat - gangguan penglihatan kabur 3. Stadium III (koma / fase paralitik) Terjadi percepatan penyakit, berlandsung selama ± 2-3 minggu Gangguan fungsi otak semakin jelas. Terjadi akibat infark batang otak akibat lesi pembuluh darah atau strangulasi oleh eksudat yang mengalami organisasi. Gejala: * pernapasan irregular * demam tinggi * edema papil * hiperglikemia * kesadaran makin menurun, irritable dan apatik, mengantuk, stupor, koma, otot ekstensor menjadi kaku dan spasme, opistotonus, pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali. * nadi dan pernafasan menjadi tidak teratur * hiperpireksia
19
* akhirnya, pasien dapat meninggal. Tiga stadium tersebut di atas biasanya tidak jelas batasnya antara satu dengan yang lain, tetapi bila tidak diobati biasanya berlangsung 3 minggu sebelum pasien meninggal. Dikatakan akut bila 3 stadium tersebit berlangsung selama 1 minggu. Hidrosefalus dapat terjadi pada kira-kira 2/3 pasi en, terutama yang penyakitnya telah berlangsung lebih dari 3 minggu. minggu. Hal ini terjadi apabila pengobatan terlambat atau tidak adekuat . Gejala Klinik pada meningitis e.c virus : Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih serta rasa sakit penderita tidak terlalu te rlalu berat. Pada umumnya, meningitis yang disebabkan oleh Mumpsvirus oleh Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise, kemudian diikuti oleh pembesaran kelenjer parotid sebelum invasi kuman ke susunan saraf pusat. Pada meningitis yang disebabkan oleh Echovirus oleh Echovirus ditandai dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam, dan dis ertai dengan timbulnya ruam makopapular yang tidak gatal di daerah wajah, leher, dada, badan, dan ekstremitas. Gejala yang tampak pada meningitis Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler pada palatum, uvula, tonsil, dan lidah dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala, muntah, demam, kaku leher, dan nyeri punggung.
Mekanisme terjadinya meningitis tuberkulosa Meningitis TB terjadi akibat penyebaran infeksi secara hematogen ke meningen. Dalam perjalanannya meningitis TB melalui 2 tahap. Mula-mula terbentuk lesi di otak atau meningen akibat penyebaran basil secara hematogen selama infeksi primer. Penyebaran secara hematogen dapat juga terjadi pada TB kronik, tetapi keadaan ini jarang ditemukan. Selanjutnya meningitis terjadi akibat terlepasnya basil dan antigen TB dari fokus kaseosa (lesi permulaan di otak) akibat trauma atau proses imunologik, langsung masuk ke ruang subarakhnoid. Meningitis TB biasanya terjadi 3 – 6 bulan setelah infeksi primer. Kebanyakan bakteri masuk ke cairan serebro spinal dalam bentuk kolonisasi dari nasofaring atau secara hematogen menyebar ke pleksus koroid, parenkim otak, atau selaput meningen. Vena-vena yang mengalami penyumbatan dapat menyebabkan aliran retrograde transmisi dari infeksi. Kerusakan lapisan dura dapat disebabkan oleh fraktur , paska bedah saraf, injeksi steroid secara epidural, tindakan anestesi, adanya benda asing seperti implan koklear, VP shunt, dll. Sering juga kolonisasi organisme pada kulit dapat menyebabkan meningitis. Walaupun meningitis dikatakan sebagai peradangan selaput meningen, kerusakan meningen dapat berasal dari infeksi yang dapat berakibat edema otak, penyumbatan vena dan memblok aliran cairan serebrospinal yang dapat berakhir dengan hidrosefalus, peningkatan intrakranial, dan herniasi.
20
Skema patofisiologi meningitis tuberkulosa BTA masuk tubuh ↓ Tersering melalui inhalasi Jarang pada kulit, saluran cerna ↓ Multiplikasi ↓ Infeksi paru / focus infeksi lain ↓ Penyebaran hematogen ↓ Meningens ↓ Membentuk tuberkel ↓ BTA tidak aktif / dormain Bila daya tahan tubuh menurun ↓ Rupture tuberkel meningen ↓ Pelepasan BTA ke ruang subarachnoid ↓ MENINGITIS. MENINGITIS.
Pemeriksaan Rangsangan Meningeal a. Pemeriksaan Kaku Kuduk Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan kekakuan dan tahanan pada pergerakan pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak t idak dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi hiperekstensi dan rotasi kepala. b. Pemeriksaan Tanda Kernig Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada sendi panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak tidak mencapai sudut sudut 135° (kaki tidak dapat di ekstensikan ekstensikan sempurna) sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri.
21
c.
Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher) Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bilapada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.
d. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai) Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul (seperti pada pemeriksaan pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter invol unter pada sendi sendi panggul dan lutut kontralateral. kontralateral.
Pemeriksaan Penunjang Meningitis a. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Warna: jernih (khas), bila dibiarkan mengendap akan membentuk batang-batang. Dapat juga berwarna ber warna xanthochrom xanthochrom bila penyakitnya telah berlangsung lama dan ada hambatan di medulla spinalis. Jumlah sel: 100 – 500 sel / μl. Mula-mula, Mula-mula, sel polimorfonuklear dan limfosit sama banyak jumlahnya, atau kadang-kadang sel polimorfonuklear lebih banyak (pleositosis mononuklear). Kadang-kadang, jumlah sel pada fase akut dapat mencapai 1000 / mm 3. Kadar protein: meningkat (dapat lebih dari 200 mg / mm 3). Hal ini menyebabkan liquor cerebrospinalis dapat berwarna xanthochrom dan pada permukaan dapat tampak sarang laba-laba ataupun bekuan yang menunjukkan tingginya kadar fibrinogen Kadar glukosa: biasanya menurun (<>liquor cerebrospinalis dikenal sebagai hipoglikorazia. Adapun kadar glukosa normal pada liquor cerebrospinalis adalah ±60% dari kadar glukosa darah. Kadar klorida normal pada stadium awal, kemudian menurun Pada pewarnaan Gram dan kultur liquor kultur liquor cerebrospinalis dapat ditemukan kuman Untuk mendapatkan hasil positif, dianjurkan untuk melakukan pungsi lumbal selama 3 hari berturut-turut. Terapi dapat langsung diberikan tanpa menunggu hasil pemeriksaan pungsi lumbal kedua dan ketiga .
22
Gambar : Lumbal pungsi Tabel interpretasi lumbal pungsi
Tes
Meningitis Bakterial
Meningitis Virus
Meningitis TBC
Tekanan LP Warna Jumlah Sel Jenis sel Protein Glukosa
Meningkat Keruh ≥1000 ml Predominan PMN Sedikit meningkat Normal/menurun
Biasanya Normal Jernih < 100/ml Predominan MN Normal/meningkat Biasanya normal
Bervariasai Xanthochromi Bervariasi Predominan MN Meningkat Rendah
Dari pemeriksaan radiologi: Foto toraks : dapat menunjukkan adanya gambaran tuberkulosis. Pemeriksaan EEG (electroencephalography) menunjukkan kelainan kira-kira pada 80% kasus berupa kelainan difus atau fokal CT- scan scan kepala : dapat menentukan adanya dan luasnya kelainan di daerah basal, serta adanya dan luasnya hidrosefalus. Gambaran dari pemeriksaan CT- scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) kepala pada pasien meningitis tuberkulosis adalah normal pada awal penyakit. Seiring berkembangnya penyakit, gambaran yang sering ditemukan adalah enhancement di daerah basal, tampak hidrosefalus komunikans yang disertai dengan tanda-tanda edema otak atau iskemia fokal yang masih dini. Selain itu, dapat juga ditemukan tuberkuloma yang silent , biasanya di daerah korteks serebri atau talamus .
23
Penatalaksanaan Pengobatan meningitis tuberkulosis harus tepat dan adekuat, koreksi gangguan cairan dan elektrolit, dan penurunan tekanan intrakranial. Terapi harus segera diberikan tanpa ditunda bila ada kecurigaan klinis ke arah meningitis tuberkulosis. Terapi diberikan sesuai dengan konsep baku b aku tuberkulosis yakni: Fase intensif selama 2 bulan dengan 4 sampai 5 obat anti tuberkulosis, yakni isoniazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin, dan etambutol. Terapi dilanjutkan dengan 2 obat anti tuberkulosis, yakni isoniazid dan rifampisin hingga 12 bulan. Berikut ini adalah keterangan mengenai obat-obat anti tuberkulosis yang digunakan pada terapi meningitis tuberkulosis: Isoniazid Bersifat bakterisid dan bakteriostatik. Obat ini efektif pada kuman intrasel dan ekstrasel, dapat berdifusi ke dalam selutuh jaringan dan cairan tubuh, termasuk liquor cerebrospinalis, cerebrospinalis, cairan pleura, cairan asites, jaringan kaseosa, dan memiliki adverse reaction yang rendah. Isoniazid diberikan secara oral. Dosis harian yang biasa diberikan adalah 5-15 mg / kgBB / hari, dosis maksimal 300 mg / hari dan diberikan dalam satu kali pemberian. Isoniazid yang tersedia umumnya dalam bentuk tablet 100 mg dan 300 mg, dan dalam bentuk sirup 100 mg / 5 ml. Konsentrasi puncak di darah, sputum, dan liquor cerebrospinalis dapat dicapai dalam waktu 1-2 jam dan menetap paling sedikit selama 6-8 jam. Isoniazid terdapat dalam air susu ibu yang mendapat isoniazid dan dapat menembus sawar darah plasenta. Isoniazid mempunyai dua efek toksik utama, yakni hepatotoksik dan neuritis perifer. Keduanya jarang terjadi pada anak, biasanya lebih banyak terjadi pada pasien dewasa dengan frekuensi yang meningkat dengan bertambahnya usia. Untuk mencegah timbulnya neuritis perifer, dapat diberikan piridoksin dengan dosis 25-50 mg satu kali sehari, atau 10 mg piridoksin setiap 100 mg isoniazid. Rifampisin
Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat memasuki semua jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid. Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (1 jam sebelum makan) dan kadar serum puncak dicapai dalam 2 jam. Rifampisin diberikan dalam bentuk oral, dengan dosis 10-20 mg / kgBB / hari, dosis maksimalmya 600 mg per hari dengan dosis satu kali pemberian per hari. Jika diberikan bersamaan dengan isoniazid, dosis rifampisin tidak boleh melebihi 15 mg / kgBB / hari dan dosis isoniazid 10 mg/ kgBB / hari. Rifampisin didistribusikan secara luas ke jaringan dan cairan tubuh, termasuk liquor cerebrospinalis. cerebrospinalis. Distribusi rifampisin ke dalam liquor cerebrospinalis lebih baik pada keadaan selaput otak yang sedang mengalami peradangan daripada keadaan normal. Efek samping rifampisin adalah perubahan warna urin, ludah, keringat, sputum, dan air mata menjadi warma oranye kemerahan. Efek samping lainnya adalah mual dan muntah, hepatotoksik, dan trombositopenia. Rifampisin umumya tersedia dalam bentuk kapsul 150 mg, 300 mg, dan 450 mg .
24
Pirazinamid Pirazinamid merupakan derivat dari nikotinamid, berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan tubuh, termasuk liquor termasuk liquor cerebrospinalis. cerebrospinalis. Obat ini bersifat bakterisid hanya pada intrasel dan suasana asam dan diresorbsi baik pada saluran cerna. Dosis pirazinamid 1530 mg / kgBB / hari dengan dosis maksimal 2 gram / hari. Kadar serum puncak 45 μg / ml tercapai dalam waktu 2 jam. Pirazinamid diberikan pada fase intensif karena pirazinamid sangat baik diberikan pada saat suasana asam yang timbul akibat jumlah kuman yang masih sangat banyak. Efek samping pirazinamid adalah hepatotoksis, anoreksia, iritasi saluran cerna, dan hiperurisemia (jarang pada anak-anak). Pirazinamid tersedia dalam bentuk tablet 500 mg . Streptomisin Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman ekstraselular pada keadaan basal atau netral, sehingga tidak efektif untuk membunuh kuman intraselular. Saat ini streptomisin jarang digunakan dalam pengobatan tuberkulosis, tetapi penggunaannya penggunaannya penting pada pengobatan fase intensif int ensif meningitis tuberkulosis dan MDRTB (multi drug resistent-tuberculosis). resistent-tuberculosis). Streptomisin diberikan secara intramuskular dengan dosis 15-40 mg / kgBB / hari, maksimal 1 gram / hari, dan kadar puncak 45- 50 μg / ml dalam waktu 1-2 jam. Streptomisin sangat baik melewati selaput otak yang meradang, tetapi tidak dapat melewati selaput otak yang tidak meradang. Streptomisin berdifusi dengan baik pada jaringan dan cairan pleura dan diekskresi melalui ginjal. Penggunaan utamanya saat ini adalah jika terdapat kecurigaan resistensi awal terhadap isoniazid atau jika anak menderita tuberkulosis berat. Toksisitas utama streptomisin terjadi pada nervus kranial VIII yang mengganggu keseimbangan dan pendengaran, dengan gejala berupa telinga berdengung (tinismus) dan pusing. Streptomisin dapat menembus plasenta, sehingga perlu berhati-hati dalam menentukan dosis pada wanita hamil karena dapat merudak saraf pendengaran janin, yaitu 30% bayi akan menderita tuli berat . Etambutol Etambutol memiliki aktivitas bakteriostatik, tetapi dapat bersifat bakterid jika diberikan dengan dosis tinggi dengan terapi intermiten. Selain itu, berdasarkan pengalaman, obat ini dapat mencegah timbulnya resistensi terhadap obat-obat obat-o bat lain. Dosis etambutol adalah 15-20 mg / kgBB / hari, maksimal 1,25 gram / hari dengan dosis tunggal. Kadar serum puncak 5 μg dalam waktu 24 jam. Etambutol tersedia dalam bentuk tablet 250 mg dan 500 mg. Etambutol ditoleransi dengan baik oleh dewasa dan anak-anak pada pemberian oral dengan dosis satu atau dua kali sehari, tetapi tidak berpenetrasi baik pada SSP, demikian juga pada keadaan meningitis. Kemungkinan toksisitas utama etambutol adalah neuritis optik dan buta warna merah-hijau, sehingga seringkali penggunaannya penggunaannya dihindari pada anak yang belum dapat diperiksa tajam penglihatannya. Penelitian di FKUI menunjukkan bahwa pemberian etambutol dengan dosis 15-25 mg / kgBB / hari tidak menimbulkan kejadian neuritis optika pada pasien yang dipantau hingga 10 tahun pasca pengobatan. Rekomendasi WHO yang terakhir mengenai pelaksanaan tuberkulosis pada anak, etambutol dianjurkan penggunaannya pada anak dengan dosis 15 25
25 mg / kgBB / hari. Etambutol dapat diberikan pada anak dengan TB berat dan kecurigaan TB resisten-obat jika obat-obat lainnya tidak tersedia atau tidak dapat digunakan . Pada bulan pertama pengobatan, pasien harus tirah baring total Regimen : RHZE / RHZS Nama Obat
DOSIS
INH
Dewasa : 10-15 mg/kgBB/hari + piridoksin 50 mg/hari
Anak : 20 mg/kgBB/hari
Streptomisin
20 mg/kgBB/hari i.m selama 3 bulan
Etambutol
25 mg/kgBB/hari p.o selama 2 bulam pertama Dilanjutkan 15 mg/kgBB/hari
Rifampisin
Dewasa : 600 mg/hari
Anak 10-20 mh/kgBB/hari
Di samping tuberkulostatik dapat diberikan rangkaian pengobatan dengan deksametason untuk menghambat edema serebri dan timbulnya perlekatan-perlekatan antara araknoid dan otak. Bukti klinis mendukung penggunaan steroid pada meningitis tuberkulosis sebagai terapi ajuvan. Penggunaan steroid selain sebagai anti inflamasi, juga dapat menurunkan tekanan intrakranial dan mengobati edema otak Steroid diberikan untuk:
Menghambat reaksi inflamasi
Mencegah komplikasi infeksi
Menurunkan edema serebri
Mencegah perlekatan
Mencegah arteritis/infark otak Indikasi Steroid :
Kesadaran menurun
Defisit neurologist fokal Dosis steroid : Deksametason 10 mg bolus intravena, kemudian 4 kali 5 mg intravena selama 2 minggu selanjutnya turunkan perlahan selama 1 bulan. . Prednison dengan dosis 1-2 mg / kgBB / hari selama 4-6 minggu, setelah itu dilakukan penurunan dosis secara bertahap (tappering off) selama 4-6 minggu sesuai dengan lamanya pemberian regimen.
26
27