Laporan Kasus Kasus
HEPATOMA
Oleh: INDAH PRASETYA PUTRI 0808151325
Pembimbing dr. ALEX BARUS, Sp. PD. FINASIM
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU 2014
BAB I PENDAHULUAN a. Definisi
Hepatoma merupakan tumor ganas primer di hati yang berasal dari sel parenkim atau epitel saluran empedu. Yang pertama (dikenal sebagai karsinoma hepatoseluler ) merupakan 8090% keganasan hati primer, yang terakhir disebut sebagai kolangiokarsinoma. Sekitar 75% penderita karsinoma hepatoselular mengalami sirosis hati, terutama tipe alkoholik dan pasca nekrotik. Pedoman diagnostik yang paling penting adalah memburuknya penyakit pasien sirosis yang tidak diketahui sebabnya dan pembesaran hati dalam waktu cepat. Hepatoma primer secara histologis dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1,2
3
1. Karsinoma hepatoselular, hepatoma primer yang berasal dari sel hepatosit 2. Karsinoma kolangioselular, hepatoma primer yang berasal dari epitel saluran empedu intrahepatik 3. Karsinoma campuran hepatoselular dan kolangioselular.
b. Etiologi
Dewasa ini hepatoma dianggap terjadi dari hasil interaksi sinergis multifaktor dan multifasik, melalui inisiasi, akselerasi, dan transformasi, serta peran onkogen dan gen terkait. Walaupun penyebab pasti hepatoma belum diketahui, tetapi sudah dapat diprediksi factor risiko yang memicu hepatoma, yaitu:
1,3,4,5,6
1. Virus hepatitis B (HBV) Karsinogenitas virus hepatitis B terhadap hati mungkin terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel penjamu, dan aktifitas protein spesifik-HBV berintegrasi dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan hepatosit dari kondisi inaktif (quiescent ) menjadi sel yang aktif bereplikasi menentukan tingkat karsinogenitas hati. Siklus sel dapat diaktifkan secara tidak langsung oleh kompensasi proliferatif merespons nekroinflamasi sel hati, atau akibat dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu atau beberapa gen yang berubah akibat HBV.
2. Virus hepatitis C (HCV) Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktifitas nekroinflamasi kronik dan sirosis hati. Dalam meta analisis penelitian, disimpulkan bahwa risiko terjadinya hepatoma pada pengidap infeksi HCV adalah 17 kali lipat dibandingkan dengan risiko pada bukan pengidap. 3. Sirosis hati Sirosis hati merupakan faktor risiko utama hepatoma di dunia dan melatarbelakangi lebih dari 8-% kasus hepatoma. Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis adalah asites, perdarahan saluran cerna bagian atas, ensefalopati hepatika, dan sindrom hepatorenal. Sindrom hepatorenal adalah suatu keadaan pada pasien dengan hepatitis kronik, kegagalan fungsi hati, hipertensi portal, yang ditandai dengan gangguan fungsi ginjal dan sirkulasi darah. Sindrom ini mempunyai risiko kematian yang tinggi. 4. Aflatoksin Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh jamur Aspergillus. Dari percobaan binatang, diketahui bahwa AFB1 bersifat karsinogenik. Metabolit AFB1 yaitu AFB 12-3-epoksid merupakan karsinogen utama dari kelompok aflatoksin yang mampu membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB1 menginduksi mutasi pada kodon 249 dari gen supresor tumor p53. 5. Obesitas Obesitas merupakan faktor risiko utama untuk non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD), khususnya nonalcoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian dapt berlanjut menjadi Hepatocelluler Carcinoma (HCC). 6. Diabetes mellitus Pada penderita DM, terjadi perlemakan hati dan steatohepatis non-alkoholik (NASH). Di samping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin dan insulin-like growth hormone faktors (IGFs) yang merupakan faktor promotif potensial untuk kanker 7. Alkohol Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat alkohol berisiko untuk menderita hepatoma melalui sirosis hati alkoholik. 8. Faktor risiko lain Bahan atau kondisi lain yang merupakan faktor risiko hepatoma namun lebih jarang ditemukan, antara lain:
a. Penyakti hati autoimun : hepatitis autoimun, PBS/sirosis bilier primer b. Penyakit hati metabolik : hemokromatosis genetik, defisiensi antiripsin-alfa1, Wilson disease c. Kontrasepsi oral d. Senyawa kimia : thorotrast, vinil klorida, nitrosamine, insektisida organoklorin, asam tanik.
c. Patogenesis
Mekanisme karsinogenesis hepatoma belum sepenuhnya diketahui, apapun agen penyebabnya, transformasi maligna hepatosit, dapat terjadi melalui peningkatan perputaran (turnover ) sel hati yang diinduksi oleh cedera (injury) dan regenerasi kronik dalam bentuk inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA. Hal ini dapat menimbulkan perubahan genetik seperti perubahan kromosom, aktivasi oksigen sellular atau inaktivasi gen suppressor tumor, yang mungkin bersama dengan kurang baiknya penanganan DNA mismatch, aktivasi telomerase, serta induksi faktor-faktor pertumbuhan dan angiogenik. Hepatitis virus kronik, alkohol dan penyakit hati metabolik seperti hemokromatosis dan defisiensi antitrypsin-alfa1, mungkin menjalankan peranannya terutama melalui jalur ini (cedera kronik, regenerasi, dan sirosis). Aflatoksin dapat menginduksi mutasi pada gen suppressor tumor p53 dan ini menunjukkan bahwa faktor 1
lingkungan juga berperan pada tingkat molekular untuk berlangsungnya proses hepatogenesis.
d. Gambaran Klinis Hepatoma Sub Klinis
Yang dimaksud hepatoma fase subklinis atau satdium dini adalah pasien yang tanpa gejala dan tanda fisik hepatoma yang jelas, biasanya ditemukan melalui pemeriksaan AFP dan teknik pencitraan.
3
Hepatoma Fase Klinis
Hepatoma fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang, lanjut, manifestasi utama yang sering ditemukan adalah:
3
1. Nyeri abdomen kanan atas, hepatoma stadium sedang dan lanjut sering datang berobat karena kembung dan tak nyaman atau nyeri samar di abdomen kanan atas. Nyeri umumnya bersifat tumpul atau menusuk intermitten atau terus-menerus, sebagian merasa area hati terbebat kencang, disebabkan tumor tumbuh dengan cepat hingga menambah regangan pada kapsul
hati. Jika nyeri abdomen bertambah hebat atau timbul akut abdomen harus pikirkan rupture hepatoma. 2. Massa abdomen atas, hepatoma lobus kanan dapat menyebabkan batas atas hati bergeser ke atas, pada pemeriksaan fisik ditemukan hepatomegali di bawah arcus costa tapi tanpa nodul, hepatoma segmen inferior lobus kanan sering dapat langsung teraba massa di bawah arcus costa kanan. Hepatoma lobus kiri tampil sebagai massa di bawah processus xiphoideus atau massa di bawah arcus costa kiri. 3. Perut membesar disebabkan karena asites. 4. Anoreksia, timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak saluran gastrointestinal. 5. Penurunan berat badan secara tiba-tiba. 6. Demam, timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi dan metabolit tumor, jika tanpa bukti infeksi disebut demam kanker, umumnya tidak disertai menggigil. 7. Ikterus, kulit dan sklera tampak kuning, umumnya karena gangguan fungsi hati, juga dapat karena sumbatan kanker di saluran empedu atau tumor mendesak saluran empedu hingga timbul ikterus obstruktif. 8. Lainnya, perdarahan saluran cerna, diare, nyeri bahu belakang kanan, edema kedua tungkai bawah, kulit gatal dan lainnya. Manifestasi sirosis hati yang lain seperti splenomegali, palmar eritema, lingua hepatik, spider nevi, venadilatasi dinding abdomen, dll. Pada stadium akhir hepatoma sering tombul metastasis paru, tulang, dan banyak organ lain. Standar klasifikasi stadium klinis hepatoma primer: Ia
: Tumor tunggal berdiameter
≤
3
3 cm tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe
peritoneal ataupun jauh: Child A Ib : Tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan ≤ 5 cm, di separuh hati, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh: Child A IIa : Tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan ≤10cm, di separuh hati, atau dua tumor dengan gabungan
≤5cm,
dikedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli
tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A IIb : Tumor tunggal atau multiple dengan diameter gabungan ≥ 10cm, di separuh hati, atau tumor multiple dengan gabungan > 5cm, dikedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli
tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A. Terdapat emboli tumor dipercabangan vena portal, vena hepatika atau saluran empedu dan atau Child B IIIa : Tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluh utama vena porta atau vena kava inferior, metastasis kelenjar limfe peritoneal atau jauh, salah satu daripadanya; Child A atau B IIIb : Tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor, metastasis; Child C.
e. Pemeriksaan Radiologis
a. USG Abdomen Untuk meminimalkan kesalahan hasil pemeriksaan AFP, pasien sirosis hati dianjurkan menjalani pemeriksaan setiap 3 bulan. Untuk tumor kecil pada pasien dengan risiko tinggi, USG lebih sensitif daripada AFP serum berulang. Sensitifitas USG untuk neoplasma hati berkisar antara 70-80%.
1
Secara umum pada USG sering diketemukan adanya hepar yang membesar, permukaan yang bergelombang dan lesi-lesi fokal intra hepatik dengan struktur eko yang berbeda dengan parenkim hati normal. Biasanya menunjukkan struktur eko yang lebih tinggi disertai nekrosis sentral berupa gambaran hipoekoik sampai anekoik akibat adanya nekrosis, tepinya irregular. Yang sangat sulit adalah menentukan hepatoma pada stadium 7
awal di mana gambaran struktur eko yang masih isoekoik dengan parenkim hati normal. b. CT Scan
CT telah menjadi parameter pemeriksaan rutin penting untuk diagnosis lokasi dan sifat hepatoma. CT dapat membantu memperjelas diagnosis, menunjukkan lokasi tepat, jumlah dan ukuran tumor dalam hati, hubungannya dengan pembuluh darah
dan
7
penentuan modalitas terapi. C.
Biopsi Hati Biopsi hati perkutan dapat diagnostik jika sampel diambil dari daerah lokal dengan ultrasound atau CT. karena tumor ini cenderung akan ke pembuluh darah, biopsi perkutan harus dilakukan dengan hati-hati. pemeriksaan sitologi cairan asites adalah selalu negatif untuk tumor. kadang-kadang laparoskopi atau minilaparatomi, untuk biopsi
hati dapat digunakan.
pendekatan ini memiliki keuntungan tambahan kadang
mengidentifikasi pasien yang memiliki tumor cocok untuk hepatectomy parsial. f. Penatalaksanaan Terapi Operasi
1. Reseksi Hepatik Untuk pasien dalam kelompok non sirosis yang biasanya mempunyai fungsi hati normal pilihan utama terapi adalah reseksi hepatik. Namun untuk pasien sirosis diperlukan kriteria seleksi karena operasi dapat memicu timbulnya gagal hati yang dapat menurunkan angka harapan hidup. Kontra indikasi tindakan ini adalah metastasis ekstrahepatik, hepatoseluler karsinoma difus atau multifokal, sirosis stadium lanjut dan penyakit penyerta yang dapat mempengaruhi ketahanan pasien menjalani operasi.
1
2. Transplantasi Hati Transplantasi
hati
memberikan
kemungkinan
untuk
menyingkirkan
tumor
dan
menggantikan parenkim hati yang mengalami disfungsi. Kematian pasca transplantasi tersering disebabkan oleh rekurensi tumor di dalam maupun di luar transplant. Tumor yang berdiameter kurang dari 3 cm lebih jarang kambuh dibandingkan dengan tumor yang diameternya lebih dari 5 cm.
1
3. Terapi Operatif non Reseksi Karena tumor menyebar atau alasan lain yang tidak dapat dilakukan reseksi, dapat dipertimbangkan terapi operatif non reseksi mencakup injeksi obat melalui kateter transarteri hepatik atau kemoterapi embolisasi saat operasi, kemoterapi melalui keteter ve na porta saat operasi, ligasi arteri hepatika, koagulasi tumor hati dengan gelombang mikro, ablasi radiofrekuensi, krioterapi dengan nitrogen cair, efaforisasi dengan laser energi tinggi 3
saat operasi, injeksi alkohol absolut intratumor saat operasi. Terapi Lokal
1. Ablasi radiofrekuensi (RFA) Ini adalah metode ablasi local yang paling sering dipakai dan efektif dewasa ini. Elektroda RFA dimasukkan ke dalam tumor, melepaskan energi radiofrekuensi hingga jaringan tumor mengalami nekrosis koagulatifn panas, denaturasi, jadi secara selektif membunuh jaringan tumor. Satu kali RFA menghasilkan nekrosis seukuran bola
berdiameter 3-5 cm sehingga dapat membasmi tuntas mikrohepatoma, dengan hasil 3
kuratif.
2. Injeksi alkohol absolut intratumor perkutan Di bawah panduan teknik pencitraan, dilakukan pungsi tumor hati perkutan, ke dalam tumor disuntikkan alkohol absolut. Penggunaan umumnya untuk hepatoma kecil yang tak 3
sesuai direseksi atau terapi adjuvant pasca ke moembolisasi arteri hepatik. Kemoembolisasi arteri hepatik perkutan
Kemoembolisasi arteri hepatik transketer (TAE, TACE) merupakan cara terapi yang sering digunakan untuk hepatoma stadium sedang dan lanjut yang tidak sesuai dioperasi reseksi. Hepatoma terutama mendapat pasokan darah dari arteri hepatik, setelah embolisasi arteri hepatik, nodul kanker menjadi iskemik, nekrosis, sedangkan jaringan hati normal mendapat pasokan darah terutama dari vena porta sehingga efek terhadap fungsi hati secara keseluruhan relative kecil. Sesuai digunakan untuk tumor sangat besar yang tak dapat direseksi, tumor dapat direseksi tapi diperkirakan tak tahan operasi, hepatoma rekuren yang tak dapat direseksi, hepatoma rekuren yang tak dapat direseksi, 3
pasca reseksi hepatoma, suksek terdapat residif, dll. Kemoterapi
Hepatoma relatif kurang peka terhadap kemoterapi, efektivas kemoterapi sistemik kurang baik. Yang tersering dipaki adalah 5FU, ADR, MMC, karboplatin, MTX, 53
FUDR, DDP, TSPA, kamtotesin, dll.
Radioterapi
Radioterapi eksternal sesuai untuk pasien dengan lesi hepatoma yang relatif terlokalisasi, medan radiasi dapat mencakup seluruh tumor, selain itu sirosis hati tidak parah, pasien dapat mentolerir radioterapi. Radioterapi umumnya digunakan secara bersama metode terapi lain seperti herba, ligasi arteri hepatik, kemoterapi transarteri hepatik, dll. Sedangkan untuk kasus metastasis stadium lanjut dengan metastasis tulang, radiasi lokal dapat mengatasi nyeri. Dapat juga memakai biji radioaktif untuk radioterapi 3
internal terhadap hepatoma.
Bagan 1. Alur penatalaksanaan Hepatoma, dikutip dari kepustakaan
8
g. Prognosis
Prognosis tergantung atas stadium penyakit dan penyebaran pertumbuhan tumor. Tumor kecil (diameter < 3 cm) berhubungan dengan kelangsungan hidup satu tahun 90.7%, 2 tahun 55% dan 3 tahun 12.8%. kecepatan pertumbuhan bervariasi dari waktu kewaktu. Pasien tumor massif kurang mungkin dapat bertahap hidup selama 3 bulan. Kadang-kadang dengan tumor yang tumbuh lambat dan terutama yang berkapsul kecil, kelanngsungan hidup 2-3 tahun atau bahkan lebih lama. Jenis massifperjalanannya lebih singakat dibandingkan yang nodular. Metastasis paru dan peningkatan bilirubin serum mempengaruhi kelangsungan hidup.pasien berusia < 45 tahun bertahan hidup lebih lama dibandingkan usia tua. Ukuran tumor yang melebihi 50% ukuran hati dan albumin serul < 3 g/dl merupakan gambaran yang tidak menyenangkan.
8
BAB III LAPORAN KASUS Identitas pasien
Nama
: Tn. G
Alamat
: Siak
Umur
: 57 Tahun
Pekerjaan
: Petani
Jenis kelamin : Laki-Laki
Masuk RS
: 21 Juli 2014
ANAMNESIS (Autoanamnesis)
Tn.G, pria berumur 57 tahun masuk bangsal Kenanga Lantai IV RSUD Arifin Achmad pada tanggal 21 Juli 2014 perawatan hari pertama, pasien datang dengan : Keluhan Utama :
Nyeri perut kanan atas yang memberat sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Riwayat Penyakit Sekarang:
± 4 bulan SMRS, pasien mengeluhkan nyeri perut kanan atas, awalnya nyeri perut dirasakan sesekali dan ringan, namun semakin hari semakin bertambah nyeri. Nyeri perut yang dirasakan seperti diremas – remas, menetap dan tidak menjalar. Nyeri dirasakan walau sudah diberikan makan.Nafsu makan pasien menurun. Perut terasa penuh, mual (+), kembung (+), muntah (-). Pasien mengaku mengalami penurunan berat badan ± 20 kg dalam waktu 4 bulan ini. BAK bewarna seperti teh pekat. BAB lancar dan tidak ada keluhan. Untuk mengurangi keluhannya, pasien dirawat di RSUD Siak, namun keluhan tidak juga berkurang. ± 4 hari SMRS, pasien merasakan nyeri perut kanan atas yang semakin berat. Pasien merasakan perut kanan atas mengeras dan terasa menyesak keatas sehingga dada terasa sesak, pasien tidak merasakan ada suara ngik saat bernafas. Batuk (-), demam (-), sulit menelan (-). Pasien dirujuk ke RSUD AA.
Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat Hipertensi dan penyakit jantung (-) Riwayat DM (-) Riwayat stroke (-) Riwayat Sakit kuning disangkal
Riwayat Penyakit dalam Keluarga : Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit dan keluhan yang sama Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita sakit kuning Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, Kejiwaan dan Kebiasaan : Pasien bekerja sebagai seorang petani. Pasien memiliki kebiasaan merokok 2 bungkus / hari sejak ± 10 tahun yang lalu, namun sejak 2 tahun terakhir pasien menghentikan kebiasaan merokoknya. Riwayat minum alkohol disangkal. Riwayat transfusi darah (+) saat ± 5 bulan yang lalu diakibatkan pasien dirawat atas indikasi kurang darah. Riwayat penggunaan obat – obatan serta jarum suntik narkotika disangkal PEMERIKSAAN UMUM : (21 Juli 2014) - Kesadaran : Komposmentis - Keadaan Umum : Tampak sakit sedang - Tekanan Darah : 110/70 mmHg - Nadi : 92 x/menit - Pernafasan : 24 x/menit 0 - Suhu : 36,5 C
Tinggi Badan : 160 cm Berat Badan Sehat : 66 Kg Berat Badan Sakit : 46 Kg IMT : 17.96 (Underweight)
Kepala : Mata Konjungtiva Sklera Pupil Bibir Leher
: Cekung (-) : Anemis (-/-) : Ikterik (+/+) : Bulat, isokhor 3mm/3mm : Kering (-) : KBG tidak membesar., JVP normal
Thoraks : Paru – Paru Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi
: Gerakan dada kiri dan kanan simetris : Vokal fremitus dada kiri dan kanan sama : Sonor pada kedua lapang paru : Vesikuler (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi
: Ictus Cordis terlihat : Ictus Cordis teraba pada linea midclavicularis sinistra SIK V : Batas jantung kanan dan kiri dalam batas normal : Bunyi Jantung I dan II dalam batas normal
Abdomen Inspeksi Auskultasi Palpasi
: Perut tampak datar, venektasi (-), spider naevi (-) : Bising usus dalam batas normal (±12x/menit) : Hepar teraba 4 jari dibawah arcus costae dekstra, konsistensi padat, permukaan tidak rata, berbenjol – benjol, tepi tumpul, tidak mobile. Nyeri tekan (+) di region hipokondrium dekstra. Splenomegali SII-SIII, : Timpani (+) pada semua regio kecuali hipokondrium dekstraepigastrium perkusi pekak, shifting dullness (-)
Perkusi
Ekstremitas : Kulit tampak menguning, udem tungkai (+/+), pitting oedema (+/+), akral hangat, CRT < 2’, palmar eritem (-)
Pemeriksaan Penunjang :
21 Juli 2014 Pem.Lab Rutin Hb Leukosit Hematokrit PLT RBC MCV MCH MCHC Pem. Kimia Darah Glu Chor Ureum Creatinin Uric Acid AST ALT Pem. HbSAg
10.6 gr/dl 5600 /uL 31.0 % 90.000 /uL
99 mg/dl
Reaktif
Resume :
Tn.G umur 57 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas memberat sejak 4 hari SMRS.Nyeri seperti diremas – remas, tidak menjalar dan semakin bertambah hari demi hari. Nafsu makan pasien munurun. Perut terasa penuh , mual dan kembung. Penurunan Berat badan pasien ± 3 bulan sebanyak ± 20 kg. Pasien merasa perut kanan atas mengeras dan menyesak keatas. Pasien diketahui memiliki kebiasaan merokok 2 bungkus sehari sejak ±10 tahun yang lalu dan memiliki riwayat pernah transfusi darah ± 5 bulan yang lalu atas indikasi anemia. Pada pemeriksaan fisik ditemukan IMT pasien underweight ,sklera ikterik, dari palpasi abdomen didapatkan hepar teraba 4 jari dibawah arcus costae dekstra,
konsistensi padat,
permukaan tidak rata, berbenjol – benjol, tepi tumpul, tidak mobile, nyeri tekan di regio hipokondrium dekstra. Pada perkusi ditemukan pekak pada regio hipokondrium- epigastrium dekstra. Splenomegali SII-SIII.Pada ekstremitas kulit tampak menguning, udem pada tungkai (+/+) , pitting oedema (+/+). Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan trombositopenia dan pemeriksaan serologis HbSAg pasien reaktif
Diagnosis Kerja Utama : Hepatosplenomegali ec Susp Hepatoma
Pemeriksaan Penunjang yang dibutuhkan : -
Pemeriksaan fungsi hati (SGOT,SGPT, Albumin, Globulin)
-
Pemeriksaan fungsi ginjal (Creatin, ureum)
-
Pemeriksaan AFP
-
Rencana Pemeriksaan USG Abdomen
-
Biopsi Hati dan dilakukan pemeriksaan histopatologi
Penatalaksanaan: (21/7/2014) Non Farmakologis: -
Tirah Baring total
-
Diet makanan lunak, tidak merangsang,. Dilakukan berangsur-angsur namun sering.
Farmakologis : -
IVFD RL asnet
-
Infus Aminofuhsin Hepar 500ml
-
Curcuma 3 x 1mg
FOLLOW UP
Perawatan hari ke -1 (21 Juli 2014) Tanggal 21 Juli
2014
Subjektif Objektif Perut begah dan Kesandaran CM menyesak, nafsu TD : 110/90 mmHg makan tidak ada HR: 98 x/min RR: 20 x/min Mata: sclera ikterik (+/+) Leher : KGB (-/-)
Thoraks : dbn Abdomen : hepar teraba 4 jari dibawah arcus costae, tepi tumpul, konsistensi keras, splenomegali SII-SIII Ekstremitas : Tampak menguning. Pitting oedema tungkai (+/+) 22 Juli 2014
Perut begah dan menyesak
Assesment Planning Hepatosplenomegali -IVFD RL asnet - Infus Aminofuhsin ec susp Hepatoma hepar 500ml -Curcuma 3 x 1mg Anjuran : Pemeriksaan SGOT,SGPT, Albumin, Globulin, Creatin, ureum) Pemeriksaan AFP USG Abdomen Biopsi Hati PA
Kesandaran CM Pasien pulang atas TD : 100/90 mmHg permintaan sendiri HR: 82 x/min RR: 22 x/min Mata: sclera ikterik (+/+) Leher : KGB (-/-) Thoraks : dbn Abdomen : hepar teraba 4 jari dibawah arcus costae, tepi tumpul, konsistensi keras, splenomegali SII-SIII Ekstremitas : Tampak menguning. Pitting oedema tungkai (+/+)
-IVFD RL asnet - Infus Aminofuhsin hepar 500ml -Curcuma 3 x 1mg
BAB IV PEMBAHASAN Bagaimana menegakkan kecurigaan kearah diagnosis Hepatoma pada Pasien ini?
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas yang memberat sejak 4 hari SMRS. Nyeri dirasakan seperti di remas – remas yang pada awalnya hilang timbul namun makin lama makin sering dan memberat. Adapun organ – organ yang dipikirkan menjadi salah satu sumber nyeri yaitu hepar, saluran empedu maupun ginjal. Organ yang kemungkinan terkena yaitu hepar. Pasieng mengaku merasa keras pada perut kanan atas dan terasa menyesak ke atas. Tidak ada sesak nafas pada pasien mengingat respiratory rate pasien norma. Pasien mengalami penurunan berat badan hampir 20 kg dalam waktu 4 bulan, didukung karena penurunan nafsu makan pasien yang makin lama makin menurun. Pasienpernah memiliki riwayat transfusi darah ± 5 bulan yang lalu atas indikasi anemia. Pembesaran hati yang didapatkan pada pasien dapat berakibat penekanan diafragma keatas sehingga mengakibatkan rasa sesak pada dada, namun tidak mempengaruhi laju pernafasan. Pada pasien memiliki faktor resiko untuk terkena penularan penyakit hepatitis yaitu riwayat transufusi darah saat 5 bulan yang lalu. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan sclera pasien ikterik dan pada palpasi abdomen didapatkan hepatomegali dengan tepi yang tumpul dan konsistensi keras berbenjol – bejol, selain itu juga didapatkan splenomegali schufner SII-SIII. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan trombositopenia dan HbSAg reaktif. Hepatoma dapat terjadi melalui dua cara, baik dari proses penyakit hati kronis menjadi sirosis hati sampai dengan hepatoma. Selain itu juga dapat melalui jalur non sirosis dari hepatitis menjadi hepatoma. Pada pasien dimungkin terjadi hepatoma tanpa melalui proses sirosis hepatis.
Bagaimana pemberian penatalaksanaan pada pasien?
Pada pasien dilakukan penatalaksaan secara farmakologi san non farmakologis. Secara farmakologis pasien diberikan infuse RL asal netes , infuse aminohepar dan curcuma sebagai hepatoprotektor. Pada hepatoma sangat diperlukan biopsy hati untuk mengatahui sejauh mana invasi sel-sel kanker. Sehingga dapat ditentukan penatalaksaan invasif jika memungkinkan untuk menambah prognosis kesembuhan pada pasien. Pengobatan pada pasien ini hanya berupa symptomatic yaitu pemberian hepatoprotektor. Untuk kemoterapi masih kurang efektif untuk kasus hepatoma, transpalantasi hati sedang digunakan saat ini tetapi dengan hasil yang umumnya
kurang memuaskan, jka pasien bertahan hidup terhadap pembedahan, maka biasanya terjadi kekambuhan dan metastasis. Untuk penatalaksanaan non farmakologis, pasien diharapkan melakukan bed rest total dan diet yang dilakukan sering dan berangsur – angsur mengingat berat badan pasien mengalami penurunan yang cukup jauh.
DAFTAR PUSTAKA
1. Budihussodo, Unggul. 2006. Karsinoma Hati. Editor: Aru W. Suyono dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi keIV. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2. Lindseth, Glenda N. 2006. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas. Editor: Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson dalam Buku Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit Volume 1 edisi 6. Jakarta: EGC 3. Desen, Wan. 2008. Tumor Abdomen. Dalam Buku Ajar Onkologi Klinik edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 4. Singgih B., Datau E.A., 2006, Hepatoma dan Sindrom Hepatorenal. Jacobson R.D., 2009. Hepatocelluler Carcinoma. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/369226-
overview 5. Rasyid, Abdul. 2006. Temuan Ultrasonografi Kanker Hati Hepato Selular (Hepatoma). Diakses dari http:/ repository.usu.ac.id/bitstream.pdf 6. Putz, R dan R. Pabst. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 2 edisi 22. Jakarta : EGC 7. Honda, Hiroshi, dkk. Differential Diagnosis of Hepatic Tumors (Hepatoma, Hemangioma, and Metastasis) with CT. Diakses dari http://www.ajronline.org/cgi/reprint/159/4/735.pdf
8. Braunwald, Fugene, MD. Principles Of Internal Medicine. In Horrison’s 15 th editon.