BAB I PENDAHULUAN Hepatoma (Hepatocellular Carcinoma/HCC) adalah tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit (kanker hati primer). Hepatoma juga dikenali dengan nama lain yaitu kanker hati primer, hepatokarsinoma dan kanker hati. Dari seluruh tumor ganas hati yang pernah didiagnosis, 85 % merupakan HCC, 10 % Cholangiocarcinoma/CC dan sisanya adalah jenis lainnya. HCC meliputi 5,6 % dari seluruh kasus kanker pada manusia, menempati peringkat kelima pada laki-laki dan peringkat kesembilan pada perempuan sebagai kanker tersering di dunia. Secara epidemiologis tingkat kekerapannya banyak terjadi di negara berkembang dengan prevalensi tinggi hepatitis virus. Selain infeksi hepatitis virus, adanya kelompok jamur aflatoksin, obesitas, diabetes mellitus, alkohol dan penyakit hati metabolik lain diakui sebagai faktor resiko terjadinya proses patologi pada sel hepar yang menyebabkan terbentuknya HCC. Manifestasi klinisnya sangat bervariasi dari asimptomatik sampai gejala yang sangat jelas dan disertai gagal hati. Namun gejala yang paling sering dikeluhkan adalah perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas abdomen
disertai
dengan
adanya
keluhan
gastrointestinal
lain.
Ketiadaan
ataupun
ketidakmampuan penerapan terapi yang bersifat kuratif menyebabkan HCC berprognosis buruk dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
1
BAB II LAPORAN KASUS
II.1 IDENTITAS PASIEN Nama lengkap : Tn S
Agama
: Islam
Usia
Status perkawinan
: Menikah
Jenis kelamin : Laki-laki
Suku
: Jawa
Pekerjaan
: Petani
Tanggal masuk RS
: 22 November 2013
Alamat
: Karang mulya, Suradadi
Ruangan
: Rosella
: 45 tahun
II.2 ANAMNESIS Dilakukan secara auto anamnesis pada tanggal 25 November 2013, jam 07.30 WIB di ruangan rosella. Keluhan Utama Nyeri perut kanan atas dan perut membesar Keluhan tambahan Mual muntah, BAB tidak lancar, BAK sedikit, sesak a. Riwayat penyakit sekarang Seorang laki-laki berusia 45 tahun datang ke IGD RSU Kardinah dengan keluhan utama nyeri perut kanan atas dan perut membesar. Nyeri dirasakan di kuadran kanan atas sejak ± 2 minggu. Nyeri bersifat tumpul, terus menerus dan tidak menjalar. OS mengaku keluhan tidak nyaman di perut sudah mulai dirasakan sejak lama berupa rasa penuh di perut terutama pada saat sehabis diisi makanan, tetapi sekitar 2 minggu yang lalu terasa nyeri di bagian kanan atas sehingga pasien memutuskan untuk berobat. Nyeri perut juga disertai dengan keluhan perut yang dirasakan semakin membesar. OS juga mengeluh mual, muntah setiap kali habis makan, muntah 2
isi makanan, muntah darah segar ataupun hitam disangkal. OS mengaku bila makan harus sedikit demi sedikit karena perut mudah terasa begah akibatnya nafsu makan berkurang. Untuk buang air besar dirasakan kurang lancar, akhir-akhir ini OS biasanya buang air besar 2-3 hari sekali, terakhir kali BAB 5 hari yang lalu, tetapi pasien masih bisa flatus meskipun jarang. Bila buang air besar sedikit dan konsistensi agak keras dengan warna biasa (kuning kecoklatan), BAB hitam disangkal. Buang air kecil sedikit warna seperti teh, nyeri atau panas saat BAK (-), darah (-), keruh (-), dan berpasir (-). Perut yang terasa penuh dan membesar membuat pasien kadang merasa sesak yang bersifat hilang timbul dan tidak dipengaruhi aktivitas ataupun cuaca dan debu. Sesak juga tidak disertai adanya nyeri dada ataupun bengkak di kedua kaki. Batuk sejak 1 bulan lalu, berdahak putih encer dengan riwayat batuk darah (berupa bercak merah segar bercampur dahak) 1 kali. OS mengaku akhir-akhir ini sering seperti demam (meriang) tetapi tidak terlalu tinggi dan tidak disertai menggigil. Kadang keringat malam (+). OS juga mengaku cepat lelah dan berat badan menurun dari ± 55 kg menjadi 43 kg dalam waktu satu bulan. b.
Riwayat penyakit dahulu Belum pernah mengalami keluhan yang sama. Riwayat bercak kemerahan seperti laba-
laba pada kulit, disertai perut membesar karena timbunan cairan, muntah darah dan BAB hitam disangkal. Riwayat penyakit lain seperti hipertensi, diabetes mellitus, asma dan penyakit jantung disangkal oleh pasien. Saat remaja OS mengaku pernah sakit kuning karena hepatitis tetapi tidak dirawat di rumah sakit. c.
Riwayat Pengobatan Satu bulan yang lalu sempat dirawat di RSUD Suradadi dengan keluhan nyeri
tenggorokan dan batuk-batuk kemudian di foto rontgen thoraks dan dinyatakan sakit paru. Obat sudah habis, pasien lupa obatnya dan sudah tidak pernah kontrol lagi. 2 minggu setelah dirawat mulai timbul nyeri perut kanan atas sehingga OS memutuskan berobat ke RSU Kardinah. Riwayat transfusi darah dan cuci darah disangkal. d.
Riwayat Kebiasaan 3
Riwayat merokok 5 tahun lalu, setiap hari, jumlah tidak menentu tetapi dalam seminggu tidak pernah lebih dari 1 bungkus, saat ini sudah berhenti. Riwayat minum alkohol 10 tahun lalu, tetapi sedikit dan jarang, saat ini sudah berhenti. Riwayat penggunaan NAPZA disangkal. Riwayat makanan siap saji dan berpengawet jarang, makanan berbahan kacang tanah juga jarang, setiap hari makanan dimasak dengan penyedap buatan tetapi sedikit. OS mengaku kurang minum air putih. Kebiasaan minum jamu-jamuan dan obat-obatan di warung disangkal. OS tinggal di rumah yang ventilasi dan pencahayaan yang kurang bagus. Daerah tempat tinggal cukup padat. OS bekerja sebagai petani dan banyak menggunakan insektisida semprot setiap harinya. Di lingkungan tempat tinggalnya tidak ada yang mengalami keluhan serupa.
e.
Riwayat Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit serupa. Riwayat penyakit
hipertensi, penyakit jantung, penyakit ginjal, kencing manis dan batuk lama disangkal oleh keluarga. f.
Riwayat Sosial ekonomi OS merupakan seorang petani, mempunyai satu orang istri dan 3 orang anak yang tinggal
bersama dalam satu rumah. Istri pasien tidak bekerja dan pengobatan pasien ditanggung oleh Jamkesmas. g.
Riwayat Alergi Tidak ada riwayat alergi obat-obatan dan makanan.
II.3 PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan jasmani dilakukan pada tanggal 25 November 2013 pukul 08.00 WIB. a) Pemeriksaan Umum Keadaan umum
: Tampak sakit sedang, lemas
Kesadaran
: Compos mentis 4
Tanda vital
: TD
: 130/80 mmHg
Nadi : 92 x/menit, reguler, volume cukup, ekualitas sama RR
: 20 x/menit, irama teratur, tipe abdomino-torakal
Suhu : 37,5°C
b.
Tinggi badan
: 160 cm
Berat badan
: 43 kg
IMT
: 43 / (1,6)2 = 16,7 kg/m2
Kesan gizi
: Gizi kurang (OS dalam keadaan ascites)
Status Generalis
KEPALA Bentuk
: Normochepali
Rambut
: Hitam sebagian putih, lurus, distribusi merata, rontok (-), alopesia (-) dan tidak mudah dicabut
MATA Palpebra
: oedem (-)
Lensa
: jernih
Konjungtiva
: anemis (+/+)
Visus
: tidak diperiksa
Sklera
: ikterik (+/+)
Gerak BM
: normal
Reflex Cahaya
: +/+
Pupil
: Isokor +/+, diameter 2 mm
Alis Mata
: rata, simetris
HIDUNG Bentuk
: Normal, deviasi septum (-)
Nafas Cuping hidung : (-) Perdarahan
: (-/-)
Mukosa hidung
: hiperemis /pucat (-/-), sekret (-/-)
TELINGA 5
Bentuk
: Normotia
Benjolan
: -/-
Tuli
: -/-
Selaput pendengaran : intak
Lubang
: lapang
Penyumbatan
: -/-
Serumen
: +/+
Darah/cairan/sekret
: -/-
MULUT Bibir
: lembab, kecoklatan, pucat (-), sianosis (-)
Tonsil
: T1 –T1, Hiperemis (-)
Bau pernapasan
: tidak ada
Gigi geligi
: OH baik, caries ( - )
Gusi
: Berdarah (-), bengkak (-), stomatitis (-)
Faring
: tidak hiperemis
Lidah
: kotor (-), atrofi papil (-), hiperemis (-), kotor (-), tremor (-)
LEHER Deformitas
: (-)
Trakea
: deviasi (-)
Kelenjar Tiroid
: pembesaran (-), kulit sekitar normal, nyeri tekan (-)
KGB
: pembesaran (-), nyeri tekan (-)
JVP
: 5 + 2 cm H2O
Retraksi otot bantu pernapasan (-)
THORAKS Bentuk
: Datar, barrel chest (-), simetris saat statis dan dinamis,
Buah dada
:Simetris, papila mamae kecokelatan, retraksi (-), sekret (-), peau d’ orange (-), benjolan (-), ginekomastia (-)
Kulit
: Pucat (-), ikterik, dan spider nevi (-)
Paru – Paru Pemeriksaan
ANTERIOR
POSTERIOR
6
Inspeksi
Kiri
Simetris saat statis dan dinamis, Simetris saat statis dan dinamis Retraksi iga: Supra sternal (-/-), Intercostae (-/-)
Kanan
Simetris saat statis dan dinamis, Simetris saat statis dan dinamis Gerakan dinding dada cepat dan dalam, Retraksi iga: Supra sternal (-/-), Intercostae (-/-)
Palpasi
Kiri
- Tidak ada benjolan
- Tidak ada benjolan
- Vocal fremitus simetris
- Vocal fremitus simetris
- Tidak ada benjolan
- Tidak ada benjolan
- Vocal fremitus simetris
- Vocal fremitus simetris
Kiri
Sonor pada seluruh lapang paru
Sonor pada seluruh lapang paru
Kanan
Sonor pada seluruh lapang paru
Sonor pada seluruh lapang paru
Kiri
Suara Nafas vesikular normal
Suara Nafas vesikular normal
Ronkhi +/+, wheezing -/-
Ronkhi +/+, wheezing -/-
Suara Nafas vesikular normal
Suara Nafas vesikular normal
Ronkhi +/+, wheezing -/-
Ronkhi +/+, wheezing -/-
Kanan
Perkusi
Auskultasi
Kanan
Jantung
Inspeksi
: Ictus cordis tidak tampak.
Palpasi
:Ictus kordis teraba setinggi ICS V 1 cm medial dari garis midklavikularis kiri, trill (-) di keempat area katup jantung.
Perkusi
: 7
Batas kanan: ICS V, linea sternalis dextra Batas kiri
: ICS V, 1 cm lateral dari garis midklavikularis sinistra
Batas atas : ICS III, linea parasternalis sinistra Auskultasi
:
Suara dasar
: S1-S2 murni, regular, irama teratur, frekuensi 92 x/menit
Suara tambahan : murmur (-), gallop (-) ABDOMEN -
Inspeksi o
Tampak perut membuncit, tidak simetris (kanan atas tampak lebih menonjol), warna kulit ikterik, spider nevi (-), jaringan parut (-), tampak dilatasi vena
-
Auskultasi o Bising usus (+) lemah , frekuensi 2x/menit, bruit hepatic (-)
-
Palpasi o Supel, defans muskuler (-). Pada kuadran kanan atas teraba massa konsistensi keras, permukaan bernodul/berbenjol dan nyeri tekan (+).Teraba pembesaran hepar, dimana lobus kanan teraba 6 cm dibawah arcus costae dextra sedangkan lobus kiri teraba 2 cm dibawah processus xyphoideus, dengan tepi tumpul, permukaan licin, konsistensi keras, nyeri tekan (+). Vesica fellea tidak teraba, murphy sign (-). Teraba pembesaran lien di Schuffner 3, tepi tumpul, permukaan rata, konsistensi lunak, dan nyeri tekan (+). Ballotemen (+). Undulasi (+).
-
Perkusi o Timpani keempat kuadran abdomen (-), nyeri ketok costovertebra (-/-), area Traube redup, dan shifting dullness (+).
INGUINAL Tidak dilakukan pemeriksaan GENITALIA Tidak dilakukan pemeriksaan EKSTREMITAS Superior
Inferior
8
Dekstra/Sinistra
Dekstra/Sinistra
Pitting edema
(-/-)
(-/-)
Sianosis
(-/-)
(-/-)
Ikterik
(-/-)
(-/-)
Kekuatan otot
(5/5)
(5/5)
Klonus
(-/-)
(-/-)
Capillary refill time
< 2 / < 2 detik
< 2 / < 2 detik
Ptekiae
(-/-)
(-/-)
Refleks fisiologis
(+/+)
(+/+)
Refleks patologis
(-/-)
(-/-)
Flapping tremor
(-/-)
(-/-)
Palmar eritema
(-/-)
(-/-)
II.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium a. Hasil pemeriksaan dilaporkan tanggal 22 November 2013 Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai rujukan
LEUKOSIT
30.6
10^3/ul
4.0 - 9.0
ERITROSIT
3.4
10^6/ul
4.7 - 6.1
HEMOGLOBIN
8.3
g/dl
14.0 - 18.0
HEMATOLOGI
9
HEMATOKRIT
25.9
%
42 - 52
MCV
75.4
U
76 - 96
MCH
24.5
Pcg
27 - 31
MCHC
32.0
g/dl
33.0 - 37.0
TROMBOSIT
380
10^3/ul
150 - 400
Netrofil
93.9
%
50-70
Limfosit
22
%
25-40
Monosit
3.7
%
2-8
Eosinofil
2
%
2-4
Basofil
0
%
0-1
LED 1 jam
30
Mm/jam
0-15
LED 2 jam
96
Mm/jam
0-25
Glukosa sewaktu
131
Mg/dl
70-160
SGOT
26.1
U/L
<34
SGPT
28.5
U/L
<32
Ureum
118
mg/dl
10-50 mg/dl
Creatinin
2.66
mg/dl
0.6-1.2 mg/dl
DIFF COUNT
Laju endap darah
Kimia Darah
HbsAg
Negatif
Negatif
b. Hasil pemeriksaan dilaporkan tanggal 27 November 2013 10
Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai rujukan
LEUKOSIT
28.5
10^3/ul
4.0 - 9.0
ERITROSIT
4.1
10^6/ul
4.7 - 6.1
HEMOGLOBIN
10.4
g/dl
14.0 - 18.0
HEMATOKRIT
31.4
%
42 – 52
MCV
75.9
U
76 – 96
MCH
25.3
Pcg
27 – 31
MCHC
33.1
g/dl
33.0 - 37.0
TROMBOSIT
265
10^3/ul
150 – 400
HEMATOLOGI
2. USG abdomen Dilakukan pada tanggal 22 November 2013 dengan hasil sebagai berikut. Deskripsi Hepar tampak ukuran besar, permukaan licin tepi tumpul. Ekoparenkim normoekoik. Pada lobus kanan tampak massa hiperekoik bentuk relative bulat, ukuran 10,21 x 10, 27 cm. CD imaging massa tidak hipervaskuler, ascites (+). Vesica fellea dinding tebal. Tampak sludge. CD imaging dinding hipervaskuler. Pankreas dan lien tidak tampak kelainan. Intestine tampak, kaliber melebar ringan. Piano tuts sign (+). Peristaltik minimal. Ren dextra tampak, ukuran besar, ekoparenkim normoekoik. Tampak massa pada pol atas ukuran 3,78 x 2,16 cm, kalises melebar, CD imaging tak hipervaskuler. Ren sinistra ukuran besar, ekoparenkim normoekoik. Tampak batu pada pelvis renis, ukuran 1,67 cm, kalises melebar. Kesan 11
Massa hepar pada lobus kanan suspek hepatoma. Bile sludge vesica fellea. Massa ren dextra dan nephrolitiasis sinistra dengan hydronephrosis. Sub ileus paralitik.
12
13
14
3. Foto thoraks PA dilakukan pada tanggal 6 November 2013 Deskripsi a)
Cor CTR <50%, batas jantung kiri tidak melebihi 2/3 hemithoraks sinistra, batas jantung kanan tepat di 1/3 hemithoraks dextra. Tampak apeks jantung tertarik kearah kanan.
b)
Pulmo tampak bercak infiltrat dan gambaran fibrosis di kedua apex paru (lobus superior sinistra dan hampir
meliputi seluruh lobus paru kanan), kalsifikasi (-), diafragma menurun (-), gambaran jantung tear drop (-), sela iga melebar (-), dan sinus costophrenicus tajam. Kesan TB paru duplex aktif dengan fibrosis.
II.5 FOLLOW UP Tanggal 22 November 2013 pukul 08.00 Nyeri perut kanan atas, mual, muntah tiap makan, belum BAB 3 hari, BAK sedikit dan S O
berwarna gelap, kadang sesak. Kesan Keadaan umum: compos mentis, tampak sakit sedang, kesan gizi kurang Tanda vital : TD 120/80 mmHg, N 88x/menit, RR 20x/menit, S 37,6oC Konjungtiva anemis sclera ikterik Leher : JVP 5+2 cm H2O, KGB tidak membesar, otot bantu pernafasan (-) Thoraks : Paru : SNV (+/+), Rhonki (+/+), Wheezing (-/-) 15
Jantung : S1 dan S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-) Abdomen : Supel, asimetris, ikterik, massa berbenjol, keras dan nyeri tekan di kuadran kanan atas, hepatomegali lobus dextra 6 cm dibawah arcus costae, lobus kiri 2 cm dibwah processus xyphoideus, licin, tepi tumpul, keras, nyeri tekan (+). Splenomegali schuffner 3 dengan daerah Traube redup.
BU melemah,
Ballotement (+). Ascites dengan undulasi dan shifting dullness (+). Ekstremitas : tidak ada kelainan Laboratorium : Leukosit 30.6
MCV 75.4
Limfosit 22
Eritrosit 3.4
MCH 24.5
LED 1 jam 30
Hemoglobin 8.3
MCHC 32.0
LED 2 jam 96
Hematokrit 25.9
Netrofil 93
Ureum 118, Creatinin 2.66
USG : Massa hiperekoik di lobus kanan hepar berbentuk bulat, ukuran 10,21 x 10, 27 cm, disertai ascites dan hepatomegali. Sludge pada vesica fellea. Pelebaran intestine dengan peristaltic minimal. Massa pada pol atas ren dextra ukuran 3,78 x 2,16 cm, pelebaran kalises, dan batu pada pelvis renis sinistra berukuran 1,67 cm dengan disertai kalises melebar. Foto thoraks PA : tampak gambaran TB paru duplex aktif dengan fibrosis. A
Suspek hepatoma, massa ren dextra, sludge vesica fellea urolithiasis ren sinistra, anemia mikrositik hipokromik.
dengan cholesistitis dan
P
PRC 1000 cc, IVFD RL 20 tpm, diet lunak, pasang NGT dan DC (pasien menolak) Lasix 2x1, ceftriaxon 2x1 gr IV, cedantron 2x4 mg IV, urdahex 3x1, B complex 2x1 Konsul dokter spesialis paru dan urologi
Tanggal 23 November 2013 pukul 07.00
16
Nyeri perut kanan atas, mual, muntah berkurang, belum BAB 4 hari, BAK sedikit dan S
berwarna gelap, sesak.
O
Keadaan umum: compos mentis, tampak sakit sedang, kesan gizi kurang Tanda vital : TD 120/80 mmHg, N 96x/menit, RR 28x/menit, S 37,8oC Konjungtiva anemis sclera ikterik Leher : JVP 5+2 cm H2O, KGB tidak membesar, otot bantu pernafasan (-) Thoraks : Paru : SNV (+/+), Rhonki (+/+), Wheezing (-/-) Jantung : S1 dan S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-) Abdomen : Supel, asimetris, ikterik, massa (+) nyeri tekan di kuadran kanan atas, hepatomegali nyeri tekan (+). Splenomegali schuffner 3 dengan daerah Traube redup. BU melemah, Ballotement (+). Ascites dengan undulasi dan shifting dullness (+). Ekstremitas : tidak ada kelainan
A
Suspek hepatoma, massa ren dextra, sludge vesica fellea dengan cholesistitis dan urolithiasis ren sinistra, anemia mikrositik hipokromik, TB paru duplex dengan fibrosis
P
Pemasangan oksigen, Ca gluconas 10cc/1000 cc Terapi lain-lain tetap
Tanggal 25 November 2013 pukul 07.00 Nyeri perut kanan atas masih , mual, muntah berkurang, belum BAB 5 hari, BAK sedikit S
dan berwarna gelap, kadang sesak
O
Keadaan umum: compos mentis, tampak sakit sedang, kesan gizi kurang Tanda vital : TD 130/80 mmHg, N 92x/menit, RR 20x/menit, S 37,5oC Konjungtiva anemis sclera ikterik
17
Leher : JVP 5+2 cm H2O, KGB tidak membesar, otot bantu pernafasan (-) Thoraks : Paru : SNV (+/+), Rhonki (+/+), Wheezing (-/-) Jantung : S1 dan S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-) Abdomen : Supel, asimetris, ikterik, massa (+) nyeri tekan di kuadran kanan atas, hepatomegali nyeri tekan (+). Splenomegali schuffner 3 dengan daerah Traube redup. BU 2x/menit melemah, Ballotement (+). Ascites dengan undulasi dan shifting dullness (+). Ekstremitas : tidak ada kelainan A
Suspek hepatoma, massa ren dextra, sludge vesica fellea dengan cholesistitis dan urolithiasis ren sinistra, anemia mikrositik hipokromik, TB paru duplex dengan fibrosis
P
Oksigen bila sesak, KSR 2x1 amp Terapi lain-lain tetap
Tanggal 27 November 2013 pukul 07.00 Nyeri perut kanan atas, mual, muntah berkurang, belum BAB masih belum, BAK sedikit S
dan berwarna gelap, sesak berkurang
O
Keadaan umum: compos mentis, tampak sakit sedang, kesan gizi kurang Tanda vital : TD 120/70 mmHg, N 88x/menit, RR 20x/menit, S 37,2 oC Sclera ikterik Leher : JVP 5+2 cm H2O, KGB tidak membesar, otot bantu pernafasan (-) Thoraks : Paru : SNV (+/+), Rhonki (+/+), Wheezing (-/-) Jantung : S1 dan S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-) Abdomen : Supel, asimetris, ikterik, massa (+) nyeri tekan di kuadran kanan atas, hepatomegali nyeri tekan (+). Splenomegali schuffner 3 dengan daerah Traube
18
redup. BU (+), Ballotement (+). Ascites berkurang dengan shifting dullness (+) Ekstremitas : tidak ada kelainan Laboratorium pasca transfuse PRC Leukosit 28,5
Hematokrit 31.4
Eritrosit 4.1
MCV 75.9
Hemoglobin 10.4
MCH 25.3
A
Suspek hepatoma, massa ren dextra, sludge vesica fellea dengan cholesistitis dan urolithiasis ren sinistra, anemia mikrositik hipokromik, TB paru duplex dengan fibrosis
P
Terapi tetap
II.6 RESUME Seorang laki-laki berusia 45 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas yang bersifat tumpul, terus menerus dan tidak menjalar sejak 2 minggu disertai perut yang semakin membesar. Sudah sejak sebulan lalu perut teras penuh dan mudah begah sehabis makan. Mual, muntah tiap kali makan, dan nafsu makan berkurang. BAB jarang 2-3 hari sekali, bila BAB keras berwarna kuning kecoklatan, terakhir BAB 5 hari lalu, flatus (+). BAK sedikit warna seperti teh. Pasien juga mengeluh sesak karena perut semakin membesar. Batuk sejak 1 bulan lalu, berdahak putih encer dengan riwayat batuk darah (berupa bercak merah segar bercampur dahak) 1 kali. Akhir-akhir ini sering demam tetapi tidak tinggi, kadang ada keringat malam, cepat lelah dan dalam 1 bulan berat badan turun ±12 kg. Terdapat riwayat hepatitis dengan pengobatan tidak adekuat. Riwayat merokok, alkohol, penyedap makanan buatan dan paparan insektisida setiap hari. Pada pemeriksaan fisik didapatkan compos mentis, TD 130/80 mmHg, nadi 92 x/menit, RR 20x/menit dan suhu 37, 5°C. IMT 16,7 (gizi kurang dengan ascites). Konjungtiva anemis. Ikterik pada sclera dan kulit pemeriksaan thoraks didapatkan rhonki (+/+). Pada pemeriksaan 19
abdomen tampak membuncit dan tidak simetris (kanan atas lebih menonjol) dan dilatasi vena. Bising usus (+) melemah, kuadran kanan atas teraba massa konsistensi keras, permukaan bernodul/berbenjol dan nyeri tekan (+).Teraba pembesaran hepar, dimana lobus kanan teraba 6 cm dibawah arcus costae dextra sedangkan lobus kiri teraba 2 cm dibawah processus xyphoideus, dengan tepi tumpul, permukaan licin, konsistensi keras, nyeri tekan (+). Vesica fellea tidak teraba, murphy sign (-). Teraba pembesaran lien di Schuffner 3, tepi tumpul, permukaan rata, konsistensi lunak, dan nyeri tekan (+). Ballotemen (+), undulasi (+), timpani menghilang dikeempat kuadran, daerah Traube redup dan shifting dullness (+). Ekstremitas tidak ditemukan adanya kelainan. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Leukosit 30.6, eritrosit 3.4, hemoglobin 8.3, hematokrit 25.9, MCV 75.4, MCH 24.5 dan MCHC 32.0. Pemeriksaan kimia darah netrofil 93.9, limfosit 22. LED 1 jam 30 dan LED 2 jam 96. Ureum 118 dan kreatinin 2.66. Pemeriksaan USG didapatkan massa hiperekoik di lobus kanan hepar berbentuk bulat, ukuran 10,21 x 10, 27 cm, disertai ascites dan hepatomegali. Sludge pada vesica fellea. Pelebaran intestine dengan peristaltic minimal. Massa pada pol atas ren dextra ukuran 3,78 x 2,16 cm, pelebaran kalises, dan batu pada pelvis renis sinistra berukuran 1,67 cm dengan disertai kalises melebar. Pada foto thoraks PA tampak gambaran TB paru duplex aktif dengan fibrosis. Oleh karena itu berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang diagnosis kerjanya adalah observasi ascites dan massa hepar dengan suspek hepatoma, observasi insufisiensi ginjal dengan massa ren dextra dan urolithiasis ren sinistra, anemia mikrositik hipokromik, dan ikterik dengan suspek hepatoma dan sludge vesica fellea dengan cholecystitis, serta TB paru duplex dengan fibrosis. II.7 DAFTAR ABNORMALITAS 1. Nyeri perut kanan atas 2. Perut membesar 3. Mual dan muntah tiap kali makan 4. Perut begah dan anoreksia 5. Obstipasi 6. BAK sedikit dan warna seperti teh 7. Sesak 8. Demam subfebris berulang 20
9. Cepat lelah dan penurunan berat badan 10. Subfebris 11. Gizi kurang 12. Konjungtiva anemis 13. Sklera dan kulit ikterik 14. Batuk berdahak dan ronkhi (+/+) 15. Perut membuncit, tidak simetris, dilatasi vena 16. Hepatomegali dan massa 17. Splenomegali dan daerah Traube redup 18. Ballotement (+) 19. Ascites dengan undulasi dan shifting dullness (+) 20. Lekositosis, netrofil meningkat, limfosit menurun 21. Eritrosit, hemoglobin dan hematokrit menurun 22. MCV,MCH dan MCHC menurun 23. LED dan ureum creatinin meningkat 24. Bile sludge vesica fellea 25. Infiltrat dan fibrosis di kedua apex paru I.8 ANALISA MASALAH 1)
Observasi ascites dan massa hepar dengan suspek hepatoma Gejala subjektif -
Nyeri perut kuadran kanan atas (tumpul, terus menerus dan tidak menjalar), disertai perasaan penuh di perut dan perut terasa membesar. Nyeri dapat diakibatkan tumor tumbuh dengan cepat yang menyebabkan penambahan regangan pada kapsul hati.
-
Mual dan muntah dan obstipasi dapat terjadi karena adanya tumor ganas di sel hepar yang menyebabkan obstruksi V.porta dan distensi V. splancnic, akibatnya V.gastrika menjadi distensi timbul oedema gaster dan gejala dyspepsia seperti mual dan muntah.
21
-
BAK seperti teh, adanya proses kerusakan sel hepar oleh hepatoma menyebabkan penurunan fungsi hepatosit yang berperan mengkonjugasi bilirubin indirek menjadi bilirubin direk akibatnya terjadi peningkatan bilirubin 1 yang menyebabkan warna kulit dan sclera menjadi ikterik serta urin menjadi seperti teh
-
Sesak dapat diakibatkan penekanan diafragma akibat hepar yang membesar sehingga ekspansi paru menjadi terhambat atau bisa juga karena adanya proses perluasan hepatoma ke paru.
-
Cepat lelah, sering demam tidak tinggi dan penurunan berat badan, dapat timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi dan metabolit tumor, jika tanpa bukti infeksi disebut demam kanker, umumnya tidak disertai menggigil
-
Adanya faktor resiko antara lain laki-laki, riwayat minum alkohol dan merokok, paparan insektisida dan riwayat hepatitis dengan pengobatan inadekuat.
Gejala objektif -
Sclera dan kulit ikterik akibat penumpukan bilirubin 1 dalam darah, ikterik tidak nampak bila kadar bilirubin < 2-3 mg/dl.
-
Perut membuncit, tidak simetris (kanan atas tampak lebih menonjol), tampak dilatasi vena dapat diakibatkan karena adanya distensi pembuluh darah V. kolateral di abdomen.
-
Massa di KKA konsistensi keras, permukaan bernodul/berbenjol dan nyeri tekan (+) Teraba pembesaran hepar, dimana lobus kanan teraba 6 cm dibawah arcus costae dextra sedangkan lobus kiri teraba 2 cm dibawah processus xyphoideus, dengan tepi tumpul, permukaan licin, konsistensi keras, nyeri tekan (+).
-
Splenomegali di Schuffner 3, tepi tumpul, permukaan rata, konsistensi lunak, dan nyeri tekan (+), area Traube redup. Dapat disebabkan karena adanya obstruksi V. porta menyebabkan V. splancnic mengalami distensi yang akan diteruskan ke V.lienalis dan V. esophagus sehingga menyebabkan tekanan osmotic meningkat mengakibatkan splenomegaly perdarahan V. esophagus menjadi hematemesis melena tetapi pada pasien (-).
22
-
Ascites dengan shifting dullness (+) dan undulasi (+). Akibat dari obstruksi di V. porta menyebabkan distensi V. mesentrika sehingga tekanan osmotic meningkat dan terjadi perpindahan cairan menyebabkan ascites.
Penatalaksanaan Medikamentosa berupa terapi simptomatik antara lain: - Lasix 2 x 1 amp - KSR 2 x 1 - Cedantron 2 x 4 mg IV - B complex 2 x 1 - Ca gluconas 10cc/1000 cc Non medikamentosa: -
Tirah baring, diet lunak kaya nutrisi
-
Pemeriksaan penyaring untuk memastikan diagnosis sebagai tumor primer hepar. Berupa : AFP/ alfa fetoprotein merupakan sejenis glikoprotein, disin-tesis oleh hepatosit dan sakus vitelinus, terdapat dalam serum darah janin. Normal 0-20 ng/ml. kadar lebih dari 400 ng/ml adalah diagnostic untuk hepatoma. Kriteria radiologis dengan koinsidensi 2 cara imaging (USG/CT SCAN/MRI/ANGIOGRAFI) lesi fokal > 2 cm dengan hipervaskularisasi arterial. Gambaran mosaic, formasi septum, bagian perifer sonolusen, bayangan kapsul yang dibentuk pseudokapsul fibrotic serta penyengatan eko posterior. Pemeriksaan status hepatitis HbSAg, HbeAg, VHB DNA ALT dan anti HCV atau RNA HCV
-
Dapat pula dilakukan terapi lain untuk menurunkan pertumbuhan tumor seperti ablasi tumor perkutan (penggunaan asam poliprenoik selama 12 bulan), TACE/ Trans arterial embolization atau chemo embolization), dan imunoterapi
23
2)
Sludge vesica fellea dengan suspek cholesistitis Gejala subjektif Nyeri perut kanan atas Gejala objektif Sklera dan kulit ikterik, suhu subfebris dan leukositosis. Gambaran USG tampak sludge dan penebalan vesica fellea. Kantung empedu yang berfungsi menampung dan memekatkan empedu yang berfungsi untuk melarutkan kolesterol. Kolesterol yang tidak terdispersi akibat jumlahnya yang terlalu banyak akan mudah menggumpal membentuk kristal kolesterol monohidrat padat berupa endapan yang bila menyatu akan membentuk batu empedu. Batu tersebut menyebabkan distensi kandung empedu dan gangguan aliran darah dari limfe sehingga bakteri komensal berkembangbiak menimbulkan inflamasi yang akan memicu peningkatan leukosit. Penatalaksanaan Diet rendah kolesterol Urdahex 3x1 Ceftriaxon 2 x 1 gr IV
3)
Anemia mikrositik hipokromik Gejala subjektif Lemas dan cepat lelah Gejala objektif -
Konjungtiva anemis
-
Penurunan Hb, hematocrit, MCV, MCH dan MCHC, dapat disebabkan adanya
penyakit kronis berupa TB paru dan kemungkinan hepatoma yang diderita pasien. Pada penyakit kronis kerap terjadi anemia yang ditandai dengan pemendekan masa hidup eritrosit, gangguan metabolism besi dan gangguan produksi eritrosit. Merupakan bagian dari syndrome stress hematologic dimana terjadi produksi sitokin yang berlebihan karena kerusakan jaringan akibat infeksi atau inflamasi, sitokin tersebut menyebabkan sekuestrasi makrofag yang akan mengikat lebih banyak besi dan meningkatkan destruksi eritrosit di limfa dan menekan produksi eritropoesis di ginjal.
24
Dapat juga disebabkan oleh kurangnya asupan nutrisi makanan pada pasien. Sebab dalam hemoglobin terdapat zat besi yang sumbernya berasal dari makanan. Dimana sumber besi dalam makanan tersebut terbagi menjadi besi heme yang terdapat dalam daging dan ikan memiliki tingkat absorbs yang lebih tinggi serta non heme yang berasal dari tumbuhtumbuhan. Penatalaksanaan -
Transfusi PRC 250 cc sebanyak 4 kolf
-
Pemantauan tanda vital sebab dapat terjadi takikardi dan juga peningkatan respirasi akibat penurunan suplai oksigen ke jaringan
-
Pemeriksaan kadar serum Fe dan TIBC untuk memastikan dimana kemungkinannya serum Fe akan menurun karena cadangan yang ada habis terpakai dan belum sempat diganti sedangkan TIBC akan meningkat
4)
Insufisiensi ginjal dengan massa ren dextra dan urolithiasis ren sinistra Gejala subjektif Keluhan BAK sedikit, dapat merupakan akibat dari penurunan fungsi filtrasi ginjal yang disebabkan oelh infiltrasi massa ginjal atau adanya batu. Keberadaan massa dan batu ginjal tersebut juga dapat menghambat aliran urin sehingga terjadi hidronefrosis. Gejala objektif -
Ballotement (+)
-
Gambaran USG berupa ren dextra tampak besar, normoekoik, disertai massa pada pol atas ukuran 3,78 x 2,16 cm dan pelebaran kalises tanpa hipervaskular. Ren sinistra ukuran besar, normoekoik, disertai pelebaran kalises dan gambaran batu pada pelvis renis, ukuran 1,67 cm.
-
Peningkatan ureum dan creatinin dimana ureum 118 dan creatinin 2.66 yang menunjukkan tidak adekuatnya fungsi filtrasi.
Penatalaksanaan -
Pertimbangan hemodialisis sebab terdapat penurunan GFR berat (stage 4: GFR 19-25) dimana hasil perhitungan
GFR pada pasien adalah 21 (dihitung
dengan rumus Cockroft D. -
Pemberian furosemid 25
-
Batasi asupan protein diet (0.8-1g/kg BB per hari)
-
Batasi garam (1-2 g/hari) dan air kurang dari 1 liter perhari
-
Pemeriksaan kadar elektrolit darah untuk mendeteksi adanya gangguan seperti hiperkalemi dan sebagainya.
5)
TB paru duplex dengan fibrosis Diagnosis TB paru tersebut ditegakkan berdasarkan. Gejala subjektif - Batuk-batuk sejak 1 bulan lalu berdahak encer putih dan riwayat batuk darah (bercak darah segar bercampur sputum) sebanyak 1 kali. Batuk tersebut merupakan salah satu mekanisme pertahanan tubuh untuk mengeluarkan secret dan produk proses destruksi paru. - Sering demam tidak tinggi, kadang berkeringat malam dan penurunan berat badan - Sesak, dapat disebabkan karena berkurangnya jaringan paru yang masih berfungsi dengan baik akibat adanya destruksi paru Gejala objektif - Ronkhi (+) di kedua apex paru pada auskultasi, disebabkan karena adanya infiltrate pada apex paru tersebut - Tampak bercak infiltrat dan gambaran fibrosis di kedua apex paru (lobus superior sinistra dan hampir meliputi seluruh lobus paru kanan) disertai efek tarikan pada apex jantung akibat adanya fibrosis tersebut. - Netrofilia dan limfositopenia. Pada infeksi TB bakteri masuk ke dalam sitoplasma makrofag dan menghindar dari fagosom sehingga bakteri tersebut resisten terhadap mekanisme mikrobisidal dari fagosit dan menjadi sulit untuk dieradikasi. Karena itu diperlukan CTLs (cytotoxic T lymphocytes). Limfosit tersebut banyak dipakai untuk mengeradikasi bakteri dalam makrofag di paru-paru sehingga kadar limfosit darah menurun. Sedangkan netrofilia meningkat bila ada infeksi bakteri. Dimana makrofag yang menangkap bakteri akan mengeluarkan sitokin yang akan memanggil sel leukosit salah satunya netrofil untuk bermigrasi ke tempat infeksi. 26
Biasanya pada infeksi TB paru disertai adanya monositosis yang disebabkan karena monosit berperan penting dalam reaksi seluler terhadap MTB. Fosfolipid MTB akan mengalami degradasi dalam makrofag dan monosit yang menyebabkan transformasi sel-sel tersebut menjadi sel epiteloid sehingga monosit merupakan sel utama pembentuk tuberkel. Monositosis merupakan penanda aktifnya penyebaran tuberculosis. Penatalaksanaan Medikamentosa Karena terdapat gangguan fungsi hepar dan secara klinis pasien ikterik maka OAT dapat ditunda. Tetapi dapat pula diberikan OAT non hepatotoksik yaitu Streptomycin 750 mg/hari dan etambutol 1000 mg/hari Promedex 3x1 Non medikamentosa Pemasangan oksigen, pemantauan faal hepar dan fungsi ginjal secara berkala
II.9 PROGNOSIS o Ad vitam
: dubia ad malam
o Ad fungsionam
: dubia ad malam
o Ad sanactionam
: dubia ad malam
27
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
a)
Anatomi, fisiologi dan histologi hepar
Gambar anatomi hepar . Diambil dari : Hepar adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau lebih 25% berat badan orang dewasa dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi sangat kompleks yang menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen. Batas atas hati berada sejajar dengan ruangan interkostal V kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri. Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah transversal sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis. Hati tersusun menjadi unit-unit fungsional yang dikenal sebagi lobulus yaitu susunan heksagonal jaringan yang mengelilingi sebuah vena sentral. Hati memiliki bagian terkecil yang melakukan tugas diatas disebut sel hati (hepatosit), sel-sel epithelial sistem empedu dalam 28
jumlah yang bermakna dan sel-sel parenkimal yang termasuk di dalamnya endotolium, sel kupffer dan sel stellata yang berbentuk seperti bintang. Darah vena memasuki hati melalui hubungan vaskuler yang khas dan kompleks yang dikenal sebagai sistem porta hati. Vena yang mengalir dari saluran cerna tidak secara langsung menyatu pada vena cava inferior akan tetapi vena vena dari lambung dan usus terlebih dahulu memasuki sistem vena porta. Pada sistem ini produk-produk yang diserap dari saluran cerna untuk diolah, disimpan, dan didetoksifikasi sebelum produk produk tersebut kembali ke sirkulasi besar. Persarafan hepar dilakukan oleh N. simpatikus dari ganglion seliakus, berjalan bersama pembuluh
darah
pada
lig.
hepatogastrika
dan
masuk
porta
hepatis.
Serta
N. Vagus dari trunkus sinistra yang mencapai porta hepatis mneyusuri kurvatura minor gaster dalam omentum. Organ ini penting untuk sekresi empedu, namun juga memiliki fungi lain antara lain : 1. Metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein setelah penyerapan dari saluran pencernaan. 2. Detoksifikasi atau degradasi zat sisa dan hormon serta obat dan senyawa asing lainya. 3. Sintesis berbagai macam protein plasma mencakup untuk pembekuan darah dan untuk mengangkut hormon tiroid, steroid, dan kolesterol. 4. Penyimpanan glikogen, lemak, besi, tembaga, dan banyak vitamin. 5. Pengaktifan vitamin D yang dilaksanakan oleh hati dan ginjal 6. Pengeluaran bakteri dan sel darah merah yang sudah rusak 7. Ekskresi kolesterol dan bilirubin. b) Definisi Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma adalah keganasan pada hepatosit dimana stem sel dari hati berkembang menjadi massa maligna yang dipicu oleh adanya proses fibrotik maupun proses kronik dari hati (cirrhosis). Massa tumor ini berkembang di dalam hepar, di permukaan hepar maupun ekstrahepatik seperti pada metastase jauh. Tumor dapat muncul sebagai massa tunggal atau sebagai suatu massa yang difus dan sulit dibedakan dengan jaringan hati disekitarnya karena konsistensinya yang tidak dapat dibedakan 29
dengan jaringan hepar biasa. Massa ini dapat mengganggu jalan dari saluran empedu maupun menyebabkan hipertensi portal sehingga gejala klinis baru akan terlihat setelah massa menjadi besar. Tanpa pengobatan yang agresif, hepatoma dapat menyebabkan kematian dalam 6 – 20 bulan. c)
Epidemiologi Terdapat suatu distribusi geografik insiden
hepatoma
didunia. Szmuness telah
menggambarkan-nya secara skematik .Seperti terlihat pada gambar peta dunia diatas, gambaran distribusi geografik hepatoma ternyata mirip dengan peta geografik prevalensi infeksi virus hepatitis B didunia. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa keduanya mungkin mempunyai hubungan kausal. Insiden hepatoma nampak meningkat dibeberapa negara dalam 3 dokade terakhir ini. Keterangan mengenai terjadinya peningkatan ini tidak jelas. Agaknya terdapat kecenderungan paparan terhadap "environmental carcinogen" bertambah, atau penderita sirosis hati lebih banyak yang hidup lebih tua. Hepatoma jarang ditemukan pada usia muda, kecuali di wilayah yang endemik infeksi HBV serta banyak terjadi transmisi HBV perinatal. Rasio kasus laki-laki dan perempuan dapat sampai delapan berbanding satu. Masih belum jelas apakah hal ini disebabkan oleh lebih rentannya laki-laki terhadap timbulnya tumor mungkin dihubungkan dengan faktor hormonal, atau karena laki-laki lebih banyak terpajan oleh faktor risiko hepatoma seperti virus hepatitis dan alkohol d) Etiologi Dewasa ini hepatoma dianggap terjadi dari hasil interaksi sinergis multifaktor dan multifasik, melalui inisiasi, akselerasi dan transformasi dan proses banyak tahapan, serta peran serta banyak onkogen dan gen terkait, mutasi multigenetik. Etiologi hepatoma belum jelas, menurut data yang ada, virus hepatitis, aflatoksin dan pencemaran air minum merupakan 3 faktor utama yang terkait dengan timbulnya hepatoma. 1. Virus hepatitis
HBV 30
Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya hepatoma terbukti kuat, baik secara epidemiologis, klinis maupun eksperimental. Karsinogenisitas HBV terhadap hati mungkin terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel pejamu, dan aktifitas protein spesifik-HBV berinteraksi dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan hepatosit dari kondisi inaktif (quiescent) menjadi sel yang aktif bereplikasi menentukan tingkat karsinogenesis hati.
HCV Infeksi HCV berperan penting dalam patogenesis hepatoma pada pasien yang
bukan pengidap HBV. Pada kelompok pasien penyakit hati akibat transfusi darah dengan anti-HCV positif, interval antara saat transfusi hingga terjadinya HCC dapat mencapai 29 tahun. Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktifitas nekroinfiamasi kronik dan sirosis hati.
2. Aflatoksin Aflatoksin Bl (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh jamur Aspergillus. Metabolit AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid merupakan karsinogen utama dari kelompok aflatoksin yang mampu membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB 1 menginduksi mutasi pada kodon 249 dari gen supresor tumor p53. 3. Pencemaran air minum Dari hasil survei epidemiologi di China ditemukan pencemaran air minum dan kejadian hepatoma berkaitan erat, di area insiden tinggi hepatoma seperti kecamatan Qidong dan Haimen di propinsi Jiangshu, Fuhuan di Guangxi, Shunde di Guangdong dll. menunjukkan peminum air saluran perumahan, air kolam memiliki mortalitas hepatoma secara jelas lebih tinggi dari peminum air sumur dalam. Dengan beralih ke minum air sumur dalam, mortalitas hepatoma penduduk cenderung menurun. Algae biru hijau dalam air saluran perumahan dan air kolam dianggap sebagai salah satu karsinogen utama.
31
e)
Faktor resiko
Sirosis Hati
Sirosis hati (SH) merupakan faktor risiko utama hepatoma di dunia dan melatarbelakangi lebih dari 80% kasus hepatoma. Otopsi pada pasien SH mendapatkan 20-80% diantaranya telah menderita HCC. Prediktor utama hepatoma pada SH adalah jenis kelamin laki-laki, peningkatan kadar alfa feto protein (AFP) serum, beratnya penyakit dan tingginya aktifitas proliferasi sel hati.
Obesitas
Seperti diketahui, obesitas merupakan faktor risiko utama untuk non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD), khususnya nonalcoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian dapat berlanjut menjadi HCC.
Diabetes Melitus (DM)
DM merupakan faktor risiko baik untuk penyakit hati kronik maupun untuk HCC melalui terjadinya perlemakan hati dan steatohepatitis non-alkoholik (NASH). Di samping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin dan insulin-like growth factors (IGFs) yang merupakan faktor promotif potensial untuk kanker.
Alkohol
Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat alkohol (>5070 g/hari dan berlangsung lama) berisiko untuk menderita HCC melalui sirosis hati alkoholik. Efek hepatotoksik alkohol bersifat dose-dependent, sehingga asupan sedikit alkohol tidak meningkatkan risiko terjadinya HCC.
Selain yang telah disebutkan di atas, bahan atau kondisi lain yang merupakan
faktor risiko HCC namun lebih jarang dibicarakan/ditemukan, antara lain : penyakit hati autoimun( hepatitis autoimun, sirosis bilier primer), penyakit hati metabolik(hemokromatosis genetik, defisiensi antitripsin-alfa 1, penyakit Wilson), kotrasepsi oral, senyawa kimia( thorotrast, vinil klorida, nitrosamin, insektisida organoklorin, asam tanik), tembakau. f)
Patologi 32
Secara makroskopis biasanya tumor berwarna putih, padat kadang nekrotik kehijauan atau hemoragik. Acap kali ditemukan trombus tumor di dalam vena hepatika atau porta intrahepatik. Pembagian atas tipe morfologisnya adalah: 1. ekspansif, dengan batas yang jelas, 2. infilt menyebar/menjalar;
3.
multifokal.
Menurut
WHO
secara
histologik
HCC
dapat
diklasifikasikan berdasa organisasi struktural sel tumor sebagai berikut: 1). Trabekuli (sinusoidal), 2). Pseudoglandular (asiner), 3). Kompak (padat), 4. Sirous Karakteristik terpenting untuk memastikan HCC pada tumor; diameternya lebih kecil dari 1,5 cm adalah bahwa sebagian besar tumor terdiri semata-mata dari karsinoma yang berdiferensiasi baik, deng sedikit atipia selular atau struktural. Bila tumor ini berproliferasi, berbagai variasi histologik beserta de-diferensiasinya dapat terlihat di dalam nodul yang sama. Nodul kanker yang berdiameter kurang dari
satu cm seluruhnya terdiri dari jaringan kanker
yang berdiferensiasi baik. Bila diameter tumor antara 1 dan 3 cm, 40% dari nodulnya terdiri atas lebih;| dari 2 jaringan kanker dengan derajat diferensiasi yang berbeda-beda.
Photomicrograph of a liver demonstrating hepatocellular carcinoma. g)
Patogenesis
33
Inflamasi, nekrosis, fibrosis, dan regenerasi dari sel hati yang terus berlanjut merupaka proses khas dari cirrhosis hepatic yang juga merupakan proses dari pembentukan hepatoma walaupun pada pasien – pasien dengan hepatoma, kelainan cirrhosis tidak selalu ada. Hal ini mungkin berhubungan dengan proses replikasi DNA virus dari virus hepatitis yang juga memproduksi HBV X protein yang tidak dapat bergabung dengan DNA sel hati, yang merupakan host dari infeksi Virus hepatitis, dikarenakan protein tersebut merupakan suatu RNA. RNA ini akan berkembang dan mereplikasi diri di sitoplasma dari sel hati dan menyebabkan suatu perkembangan dari keganasan yang nantinya akan mengahambat apoptosis dan meningkatkan proliferasi sel hati. Para ahli genetika mencari gen – gen yang berubah dalam perkembangan sel hepatoma ini dan didapatkan adanya mutasi dari gen p53, PIKCA, dan βCatenin. Sementara pada proses cirrhosis terjadi pembentukan nodul – nodul di hepar, baik nodul regeneratif maupun nodul diplastik. Penelitian prospektif menunjukan bahwa tidak ada progresi yang khusus dari nodul – nodul diatas yang menuju kearah hepatoma tetapi, pada nodul displastik didapatkan bahwa nodul yang terbentuk dari sel – sel yang kecil meningkatkan proses pembentukan hepatoma. Sel sel kecil ini disebut sebagai stem cel dari hati. Sel – sel ini meregenrasi sel – sel hati yang rusak tetapi sel – sel ini juga berkembang sendiri menjadi nodul – nodul yang ganas sebagai respons dari adanya penyakit yang kronik yang disebabkan oleh infeksi virus.nodul – nodul inilah yang pada perkembangan lebih lanjut akan menjadi hepatoma.
34
Manifestasi Klinis
Hepatoma fase subklinis
Yang dimaksud hepatoma fase subklinis atau stadium dini adalah pasien yang tanpa gejala dan tanda fisik hepatoma yang jelas, biasanya ditemukan melalui pemeriksaan AFP dan teknik pencitraan. Caranya adalah dengan gabungan pemeriksaan AFP dan pencitraan, teknik pencitraan terutama dengan USG lebih dahulu, bila perlu dapat digunakan CT atau MRI. Yang dimaksud kelompok risiko tinggi hepatoma umumnya adalah: masyarakat di daerah insiden tinggi hepatoma; pasien dengan riwayat hepatitis atau HBsAg positif; pasien dengan riwayat keluarga hepatoma; pasien pasca reseksi hepatoma primer.
Hepatoma fase klinis
Hepatoma fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang, lanjut, manifestasi utama yang sering ditemukan adalah: (1) Nyeri abdomen kanan atas: hepatoma stadium sedang dan lanjut sering dating berobat karena kembung dan tak nyaman atau nyeri samar di abdomen kanan atas. Nyeri umumnya bersifat tumpul( dullache) atau menusuk intermiten atau kontinu, sebagian 35
merasa area hati terbebat kencang, disebabkan tumor tumbuh dengan cepat hingga menambah regangan pada kapsul hati. Jika nyeri abdomen bertambah hebat atau timbul akut abdomen harus pikirkan ruptur hepatoma. (2) Massa abdomen atas: hepatoma lobus kanan dapat menyebabkan batas atas hati bergeser ke atas, pemeriksaan fisik menemukan
hepatomegali
di
bawah arkus kostae berbenjol
benjol; hepatoma segmen inferior lobus kanan sering dapat langsung teraba massa di bawah arkus kostae kanan; hepatoma lobus kiri tampil sebagai massa di bawah prosesus xifoideus atau massa di bawah arkus kostae kiri. (3) Perut kembung: timbul karena massa tumor sangat besar, asites dan gangguan fungsi hati. (4) Anoreksia: timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak saluran gastrointestinal, perut tidak bisa menerma makanan dalam jumlah banyak karena terasa begah. (5) Letih, mengurus: dapat disebabkan metabolit dari tumor ganas dan berkurangnya masukan makanan dll, yang parah dapat sampai kakeksia. (6) Demam: timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi dan metabolit tumor, jika tanpa bukti infeksi disebut demam kanker, umumnya tidak disertai menggigil. (7) Ikterus: tampil sebagai kuningnya sclera dan kulit, umumnya karena gangguan fungsi hati, biasanya sudah stadium lanjut, juga dapat karena sumbat kanker di saluran empedu atau tumor mendesak saluran empedu hingga timbul ikterus obstruktif. (8) Asites: juga merupakan tanda stadium lanjut. Secara klinis ditemukan perut membuncit dan pekak bergeser, sering disertai udem kedua tungkai. (9) Lainnya: selain itu terdapat kecenderungan perdarahan, diare, nyeri bahu belakang kanan, udem kedua tungkai bawah, kulit gatal dan lainnya, juga manifestasi sirosis hati seperti splenomegali, palmar eritema, lingua hepatik, spider nevi, venodilatasi dinding abdomen dll. Pada stadium akhir hepatoma sering timbul metastasis paru, tulang dan banyak organ lain g)
Diagnosis
I. Pemeriksaan laboratorium 1. Alfa-fetoprotein (AFP)
36
AFP adalah sejenis glikoprotein, disin-tesis oleh hepatosit dan sakus vitelinus, terdapat dalam serum darah janin. Pasca partus 2 minggu, AFP dalam serum hampir lenyap, dalam serum orang normal hanya terdapat sedikit sekali (< 25 ng/L). Ketika hepatosit berubah ganas, AFP kembali muncul. Selain itu teratoma testes atau ovarium serta beberapa tumor lain (seperti karsinoma gaster, paru dll.) dalam serum pasien juga dapat ditemukan AFP; wanita hamil dan sebagian pasien hepatitis akut kandungan AFP dalam serum mereka juga dapat meningkat. AFP memiliki spesifisitas tinggi dalam diagnosis karsinoma hepatoselular. Jika AFP > 500 ng/L bertahan 1 bulan atau > 200 ng/ L bertahan 2 bulan, tanpa bukti penyakit hati aktif, dapat disingkirkan kehamilan dan kanker embrional kelenjar reproduksi, maka dapat dibuat diagnosis hepatoma, diagnosis ini dapat lebih awal 6-12 bulan dari timbulnya gejala hepatoma. AFP sering dapat dipakai untuk menilai hasil terapi. Pasca reseksi hepatoma, kadar AFP darah terus menurun dengan waktu paruh 3-9,5 hari, umumnya pasca operasi dalam 2 bulan kadarnya turun hingga normal, jika belum dapat turun hingga normal, atau setelah turun lalu naik lagi, maka pertanda terjadi residif atau rekurensi tumor. Alpha-
Interpretation
fetoprotein (ng/mL) >400-500
- HCC likely if accompanied by space-occupying solid lesion(s) in cirrhotic
liver
or
levels
are
rapidly
increasing.
- Diffusely growing HCC, may be difficult to detect on imaging. - Occasionally in patients with active liver disease (particularly HBV or HCV
infection)
reflecting
inflammation,
regeneration,
or
seroconversion Normal value to - Frequent: Regeneration/inflammation (usually in patients with <400
elevated transaminases and HCV) - Regeneration after partial hepatectomy - If a space-occupying lesion and transaminases are normal, suspicious
37
for HCC Normal value
Does not exclude HCC (cirrhotic and noncirrhotic liver).
Alpha-
Interpretation
fetoprotein (ng/mL) >400-500
- HCC likely if accompanied by space-occupying solid lesion(s) in cirrhotic
liver
or
levels
are
rapidly
increasing.
- Diffusely growing HCC, may be difficult to detect on imaging. - Occasionally in patients with active liver disease (particularly HBV or HCV
infection)
reflecting
inflammation,
regeneration,
or
seroconversion Normal value to - Frequent: Regeneration/inflammation (usually in patients with <400
elevated transaminases and HCV) - Regeneration after partial hepatectomy - If a space-occupying lesion and transaminases are normal, suspicious for HCC
Normal value
Does not exclude HCC (cirrhotic and noncirrhotic liver)
2. Petanda tumor lainnya Zat petanda hepatoma sangat banyak, tapi semuanya tidak spesifik untuk diagnosis sifat hepatoma primer. Penggunaan gabungan untuk diagnosis kasus dengan AFP negatif memiliki nilai rujukan tertemu, yang relatif umum digunakan adalah: des-gama karboksi protrombin (DCP), alfa-L-fukosidase (AFU), gama-glutamil transpeptidase (GGT-II), CA19-9, antitripsin, feritin, CEA, dll. 3. Fungsi hati dan sistem antigen antibodi hepatitis B
38
Karena lebih dari 90% hepatoma disertai sirosis hati, hepatitis dan latar belakang penyakit hati lain, maka jika ditemukan kelainan fungsi hati, petanda hepatitis B atau hepatitis C positif, artinya terdapat dasar penyakit hati untuk hepatoma, itu dapat membantu dalam diagnosis.
II. Pemeriksaan pencitraan l. Ultrasonografi (USG) USG merupakan metode paling sering digunakan dalam diagnosis hepatoma. Ke-gunaan dari USG dapat dirangkum sebagai berikut: memastikan ada tidaknya lesi pe-nempat ruang dalam hati; dapat dilakukan penapisan gabungan dengan USG dan AFP sebagai metode diagnosis penapisan awal untuk hepatoma; mengindikasikan sifat lesi penempat ruang, membedakan lesi berisi cairan dari yang padat; membantu memahami hubungan kanker dengan pembuluh darah penting dalam hati, berguna dalam meng-arahkan prosedur operasi; membantu memahami penyebaran dan infiltrasi hepatoma dalam hati dan jaringan organ sekitarnya, memperlihatkan ada tidaknya trombus tumor dalam percabangan vena porta intrahepatik; di bawah panduan USG dapat dilakukan biopsi
2. CT CT telah menjadi parameter pemeriksaan rutin terpenting untuk diagnosis lokasi dan sifat hepatoma. CT dapat membantu memperjelas diagnosis, menunjukkan lokasi tepat, jumlah dan 39
ukuran tumor dalam hati hubungannya dengan pembuluh darah penting, dalam penentuan modalitas terapi sangatlah penting. Terhadap lesi mikro dalam hati yang sulit ditentukan CT rutin dapat dilakukan CT dipadukan dengan angiongrafi (CTA), atau ke dalam arteri hepatika disuntikkan lipiodol, sesudah 1-3 minggu dilakukan lagi pemeriksaan CT, pada waktu ini CTlipiodol dapat menemukan hepatoma sekecil 0,5 cm.
3.
MRI MRI merupakan teknik pemeriksaan nonradiasi, tidak memakai zat kontras berisi iodium,
dapat secara jelas menunjukkan struktur pembuluh darah dan saluran empedu dalam hati, juga cukup baik memperlihatkan struktur internal jaringan hati dan hepatoma, sangat membantu dalam menilai efektivitas aneka terapi. Dengan zat kontras spesifik hepatosit dapat menemukan hepatoma kecil kurang dari 1cm dengan angka keberhasilan 55%
. 4.
Angiografi arteri hepatika 40
Sejak tahun 1953 Seldinger merintis penggunaan metode kateterisasi arteri femoralis perkutan untuk membuat angiografi organ dalam, kini angiografi arteri hepatika selektif atau supraselektif sudah menjadi salah satu metode penting dalam diagnosis hepatoma. Namun karena metode ini tergolong invasif, penampilan untuk hati kiri dan hepatoma tipe avaskular agak kurang baik, dewasa ini indikasinya adalah: klinis suspek hepatoma atau AFP positif tapi hasil pencitraan lain negatif hasilnya; berbagai teknik pencitraan noninvasif sulit menentukan sifat lesi penempat ruang tersebut. 5.
Tomografi emisi positron (PET) Dewasa ini diagnosis terhadap hepatoma masih kurang ideal, namun karsinoma
kolangioselular dan karsinoma hepatoselular berdiferensiasi buruk memiliki daya ambil terhadap 18F-FDG yang relatif kuat, maka pada pencitraan PET tampak sebagai lesi metabolisme tinggi. III. Pemeriksaan lainnya Pungsi hati mengambil jaringan tumor untuk pemeriksaan patologi, biopsi kelenjar limfe supraklavikular, biopsi nodul sub-kutis, mencari sel ganas dalam asites, perito-neoskopi dll. juga mempunyai nilai tertentu pada diagnosis hepatoma primer. Prinsip diagnosis hepatoma Untuk pasien yang dicurigai hepatoma atau lesi penempat ruang dalam hati yang tak dapat menyingkirkan hepatoma, semua harus diupayakan kejelasan diagnosisnya dalam waktu sesingkat mungkin. Teknik pemeriksaan pencitraan modern tidak dapat dilewatkan, biasanya dimulai dengan pemeriksaan noninvasif, bila perlu barulah dilakukan pemeriksaan invasif. Untuk kasus yang dengan berbagai pemeriksaan masih belum jelas diagnosisnya, harus dipantau ditindaklanjuti secaraketat, bila perlu pertim-bangkan laparotomi eksploratif. SISTEM STAGING Dalam staging klinis HCC terdapat pemilahan pasien atas kelompok-kelompok yang prognosisnya berbeda, berdasarkan parameter klinis, biokimiawi dan radiologis pilihan yang tersedia. Sistem staging yang ideal seharusnya juga mencantumkan penilaian ekstensi tumor, derajat gangguan fungsi hati, keadaan umum pasien serta keefektifan terapi. Sebagian besar 41
pasien HCC adalah pasien sirosis yang juga mengurangi harapan hidup. Sistem yang banyak digunakan untuk menilai status fungsional hati dan prediksi prognosis pasien sirosis adalah sistem klasifikasi Child-ltorcotte-Pugh, tetapi sistem ini tidak ditujukan untuk penilaian staging HCC. Beberapa sistem yang dapat dipakai untuk staging HCC adalah: • Tumor-Node-Metastases (TNM) Staging System • Okuda Staging System • Cancer of the Liver Italian Program (CLIP) Scoring System • Chinese University Prognostic Index (CUPI) • Barcelona Clinic Liver Cancer (BCLC) Staging System
Standar diagnosis Pada tahun 2001 Komite Khusus Hepatoma Asosiasi Antitumor China telah menetapkan standar diagnosis dan klasifikasi stadium klinis hepatoma primer. 42
1. Standar diagnosis klinis hepatoma primer. (1) AFP > 400 ug/L, dapat menyingkirkan kehamilan, tumor embrional sistem repro-duksi, penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu teraba hati mem-besar, keras dan bermassa nodular besar atau pemeriksaan pencitraan menun-jukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma. (2) AFP < 400 ug/L, dapat menyingldrkan kehamilan, tumor embrional sistem reproduksi, penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu terdapat dua jenis pemeriksaan pencitraan menunjukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma atau terdapat dua petanda hepatoma (DCP, GGT-II, AFU, CA19-9, dll.) positif serta satu pemeriksaan pencitraan menunjukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma. (3) Menunjukkan manifestasi klinis hepatoma dan terdapat kepastian lesi metastatik ekstrahepatik (termasuk asites hemoragis makroskopik atau di dalamnya ditemukan sel ganas) serta dapat meny ing-kirkan hepatoma metastatik 2. Standar klasifikasi stadium klinis hepatoma primer la : tumor tunggal berdiameter < 3 cm, tanpa emboli rumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A. Ib : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan <5cm, di separuh hati, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A. Ha : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan < 10 cm, di separuh hati, atau dua tumor dengan diameter gabungan < 5 cm, di kedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A. lib : tumor tunggal atau multipel dengan diameter gabungan > 10 cm, di separuh hati, atau tumor multipel dengan diameter gabungan > 5 cm, di kedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A. Terdapat emboli tumor di percabangan vena portal, vena hepatik atau saluran empedu dan/atau Child B.
43
Ilia : tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluh utama vena porta atau vena kava inferior, metastasis kelenjar limfe peritoneal atau jauh, salah satu daripadanya; Child A atau B. Illb : tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor, metastasis; Child C.
h) Diagnosis banding 1.
Diagnosis banding hepatoma dengan AFP positif Hepatoma dengan AFP positif harus dibedakan dari kehamilan, tumor embrional kelenjar
reproduktif, metastasis hati dari kanker saluran digestif dan hepatitis serta sirosis hati dengan peninggian AFP. Pada tumor embrional kelenjar reproduktif, terdapat gejala klinis dan tanda fisik tumor bersangkutan, umumnya tidak sulit dibedakan; kanker gaster, kanker pankreas dengan metastasis hati. Kanker gaster, kanker pankreas kadang kala disertai peninggian AFP, tapi konsentrasinya umumnya relatif; rendah, dan tanpa latar belakang penyakit : hati, USG dan CT serta pemeriksaan minum barium dan pencitraan lain sering kali dapat memperjelas diagnosis. Pada hepatitis, sirosis hati, jika disertai peninggian AFP agak sulit dibedakan dari hepatoma, harus dilakukan pemeriksaan pencitraan hati secara cermat, dilihat apakah terdapat 44
lesi penempat ruang dalam hati, selain secara berkala harus diperiksa fungsi hati dan AFP, memonitor perubahan ALT dan AFP. 2.
Diagnosis banding hepatoma dengan AFP negatif Hemangioma hati. Hemangioma kecil paling sulit dibedakan dari hepatoma kecil dengan
AFP negatif, hemangioma umumnya pada wanita, riwayat penyakit yang panjang, progresi lambat, bisa tanpa latar belakang hepatitis dan sirosis hati, zat petanda hepatitis negatif, CT tunda, MRI dapat membantu diagnosis. Pada tumor metastasis hati, sering terdapat riwayat kanker primer, zat petanda hepatitis umumnya negatif pencitraan tampak lesi multipel tersebar dengan ukuran bervariasi. Pada abses hati, terdapat riwayat demam, takut dingin dan tanda radang lain, pencitraan menemukan di dalam lesi terdapat likuidasi atau nekrosis. Pada hidatidosis hati, kista hati, riwayat penyakit panjang, tanpa riwayat penyakit hati, umumnya kondisinya baik, massa besar dan fungsi hati umumnya baik, zat petanda hepatitis negatif, pencitraan menemukan lesi bersifat cair penempat ruang, dinding kista tipis, sering disertai ginjal polikistik. Adenoma hati, umumnya pada wanita, sering dengan riwayat minum pil KB bertahuntahun, tanpa latar belakang hepatitis, sirosis hati, petanda hepatitis negatif, CT tunda dapat membedakan. Hiperplasia nodular fokal, pseudotumor inflamatorik dll. sering cukup sulit dibedakan dari hepatoma primer i)
Penatalaksanaan Tiga prinsip penting dalam terapi hepatoma adalah terapi dini efektif, terapi gabungan,
dan terapi berulang. Terapi dini efektif. Semakin dini diterapi, semakin baik hasil terapi terhadap rumor. Untuk hepatoma kecil pasca reseksi 5 tahun survivalnya adalah 50-60%, sedangkan hepatoma besar hanya sekitar 20%. Terapi operasi Indikasi operasi eksploratif: tumor mungkin resektabel atau masih ada kemung-kinan tindakan operasi paliatif selain reseksi; fungsi hati baik, diperkirakan tahan operasi; tanpa kontraindikasi operasi. Kontraindikasi operasi eksploratif: umumnya pasien dengan sirosis hati berat, insufisiensi hati disertai ikterus, asites; pembuluh utama vena porta mengandung trombus 45
kanker; rudapaksa serius jantung, paru, ginjal dan organ vital lain, diperkirakan tak tahan operasi. 1. Metode hepatektomi. Hepatektomi merupakan cara terapi dengan hasil terbaik dewasa ini. Survival 5 tahun pasca operasi sekitar 30-40%, pada mikrokarsinoma hati (< 5 cm) dapat mencapai 50-60%. Hepatektomi beraruran adalah sebelum insisi hati dilakukan diseksi, me-mutus aliran darah ke lobus hati (segmen, subsegmen) terkait, kemudian menurut lingkup anatomis lobus hati (segmen, subsegmen) tersebut dilakukan reseksi jaringan hati. Hepatektomi tak beraruran tidak perlu mengikuti secara ketat distribusi anatomis pembuluh dalam hati, tapi hanya perlu ber-jarak 23cm dari tepi tumor, mereseksi jaringan hati dan percabangan pembuluh darah dan saluran empedu yang menuju lesi, lingkup reseksi hanya mencakup tumor dan jaringan hati sekitarnya. Pada kasus dengan sirosis hati, obstruksi porta hati setiap kali tidak boleh lebih dari 10-15 menit, bila perlu dapat diobstruksi berulang kali. Hepatektomi 2 fase: pasien hepatoma setelah dilakukan eksplorasi bedah ternyata tumor tak dapat direseksi. sesudah diberikan terapi gabungan. tumor mengecil, dilakukan laparotomi lagi dan dapat dilakukan reseksi 2.
Transplantasi hati
Dewasa ini, teknik transplantasi hati sudah sangat matang, namun biayanya tinggi,donornya sulit. Pasca operasi pasien menggunakan obat imunosupresan anti rejeksi membuat kanker residif tumbuh lebih cepat dan bermetastasis. hasil terapi kurang baik untuk hepatoma stadium sedang dan lanjut. Umumnya berpendapat mikrohepatoma stadium dini dengan sirosis berat merupakan indikasi lebih baik untuk transplantasi hati. 3.
Terapi operatif nonreseksi Misalnya, pasca laparotomi, karena tumor menyebar atau alasan lain tidak dapat
dilakukan reseksi, dapat dipertimbangkan terapi operatif nonreseksi, mencakup: injeksi obat melalui kateter transarteri hepatik atau kemoterapi embolisasi saat operasi; kemoterapi melalui kateter vena porta saat operasi; ligasi arteri hepatika; koagulasi tumor hati dengan gelombang 46
mikro, ablasi radiofrekuensi, krioterapi dengan nitrogen cair, evaporisasi dengan laser energi tinggi saat operasi; injeksi alkohol absolut intratumor saat operasi Terapi lokal Terapi lokal terdiri atas dua jenis terapi, yaitu terapi ablatif lokal dan injeksi obat intratumor. 1. Ablasi radiofrekuensi (RFA) Ini adalah metode ablasi
lokal yang [paling sering dipakai dan efektif dewasa ini.
Elektroda RFA ditusukkan ke dalam tumor melepaskan energi radiofrekuensi, hingga jaringan tumor mengalami nekrosis koagulatif panas, denaturasi, jadi secara selektif mem-bunuh jaringan tumor. Satu kali RFA meng-hasilkan nekrosis seukuran bola berdiameter 3-5 cm, sehingga dapat membasmi tuntas mikrohepatoma, dengan hasil kuratif. RFA perkutan memiliki keunggulan mikroinvasif, aman, efektif, sedikit komplikasi. mudah di-ulangi dll. sehingga mendapat perhatian luas untuk terapi hepatoma. 2. Injeksi alkohol absolut intratumor perkutan Di bawah panduan teknik pencitraan, dilakukan pungsi tumor hati perkutan, ke dalam tumor disuntikkan alkohol absolut. Sehubungan dengan pengaruh dari luas pe-nyebaran alkohol absolut dalam tumor hati dan dosis toleransi tubuh manusia, maka sulit mencapai efek terapi ideal terhadap hepatoma besar, penggunaannya umumnya untuk hepatoma kecil yang tak sesuai direseksi atau terapi adjuvan pasca kemoembolisasi arteri hepatik. Meskipun hepatoma kecil tapi suntikan hams berulang kali di banyak titik barulah dapat membuat kanker nekrosis memadai. Kemoembolisasi arteri hepatik perkutan Kemoembolisasi arteri hepatik transkateter (TAE, TACE) merupakan cara terapi yang sering digunakan untuk hepatoma stadium sedang dan lanjut yang tidak sesuai dioperasi reseksi. Sesuai digunakan untuk tumor sangat besar yang tak dapat direseksi; tumor dapat direseksi tapi diperkirakan tak tahan operasi; hepatoma rekuren yang tak dapat direseksi; pasca reseksi hepatoma, suspek terdapat residif, dll. Sedangkan bila volume tumor lebih dari 70% parenkim 47
hati, fungsi hati terganggu berat, kondisi umum buruk, diperkirakan tak tahan terapi, semua iru merupakan kontraindikasi kemoembolisasi arteri hepatik. Hepatoma terutama mendapat pasokan darah dari arteri hepatik, setelah embolisasi arteri hepatik, nodul kanker menjadi iskemik, nekrosis, sedangkan jaringan hati normal mendapat pasokan darah terutama dari vena porta sehingga efek terhadap fungsi hati secara keseluruhan relatif kecil. Pasca kemoembolisasi arteri hepatik survival 1 tahun pasien hepatoma adalah 4466,9%, lama ketahanan hidup rata-rata 8-10 bulan. Tapi terapi itu bersifat paliatif, terapi intervensi berulang kali pun sulit secara total membasmi semua sel kanker, efek terapi jangka panjang belum memuaskan, selain juga mencederai rungsi hati. Oleh karena itu setelah dengan terapi intervensi hepatoma mengecil hingga batas tertentu, harus diupayakan memanfaatkan peluang reseksi bedah 2 tahap untuk mencapai terapi kuratif. Pasca reseksi hepatoma 3-4 minggu, bila ditunjang dengan kemoembolisasi arteri hepatik dapat membasmi lesi yang mungkin residif dalam hati, menurunkan rekurensi pasca operasi, meningkatkan survival. Terapi Paliatif Sebagian besar pasien HCC didiagnosis pada stadium menengah-lanjut (intermediateadvanced stage) yang tidak ada terapi standarnya. TAE/ TACE dengan frekuensi 3 hingga 4 kali setahun dianjurkan pada pasien yang fungsi hatinya cukup baik (Child-Pugh A) serta tumor multinodular asimtomatik tanpa invasi vaskular atau penyebaran ekstrahepatik, yang tidak dapat diterapi secara radikal. Sebaliknya bagi pasien yang dalam keadaan gagal hati (Child-Pugh B-C), serangan iskemik akibat terapi ini dapat mengakibatkan efek samping yang berat. Adapun beberapa jenis terapi lain untuk HCC yang tidak resektabel seperti imunoterapi dengan interferon, terapi antiestrogen, antiandrogen, oktreotid, radiasi internal, kemoterapi arterial atau sistemik masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan penilaian yang meyakinkan. Prognosis dari hepatoma lebih dipengaruhi oleh stadium tumor pada saat diagnosis, status kesehatan pasien, fungsi sintesis hati dan manfaat terapi .
Studi oleh Ramacciato dkk. mendapatkan angka harapan hidup 5 - tahun pada stadium I
berdasarkan sistem TNM yang baru dengan 3 subkategori ukuran tumor : 48
2-
BAB III KESIMPULAN
Sebagian besar HCC terjadi pada sirosis hati yang disebabkan oleh faktor risiko yang sudah dikenal dan dapat dicegah (HBV, HCV, alkohol, dan NASH). Infeksi HBV dan HCV adalah penyebab terpenting HCC. Faktor lingkungan seperti aflatoksin ikut berperan dalam proses transformasi pada patogenesis molekular HCC. Semakin banyak bukti bahwa obesitas dan diabetes melitus adalah faktor risiko untuk HCC. Sebagian besar kasus HCC berprognosis buruk karena tumor yang besar/ganda dan penyakit hati yang lanjut serta ketiadaan atau ketidakmampuan penerapan terapi yang berpotensi kuratif (reseksi, transplantasi dan PEI). USG abdomen secara periodik merupakan cara terbaik untuk surveilans HCC, namun belum jelas pengaruh surveillance terhadap mortalitas spesifikpenyakit. Stadium tumor, kondisi umum kesehatan, fungsi hati dan intervensi spesifik mempengaruhi prognosis. Diagnosis dini merupakan masalah yang besar, umumnya penderita datang ter-lambat sehingga alternatif pengobatan men-jadi sangat sedikit dan kurang bermanfaat.
49