BAB I PENDAHULUAN I.1) Latar Belakang
Secara umum tumor hati dibagi menjadi dua, yaitu tumor hati primer dan tumor tumor hati sekunder, sekunder, dan tumor hati primer primer dibedakan dibedakan lagi menjadi menjadi jinak jinak atau ganas. Tumor ganas hati primer yang paling sering ditemukan adalah hepatoma yang berasal dari sel hepatosit, dan kolangiokarsinoma yang merupakan kanker primer dari sel sel epitel bilier. bilier. (1) Hepatoma (carcinoma hepatoselular = HCC) merupakan tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit, hepatosit, demikian demikian pula dengan kasinoma kasinoma fibrolamelar fibrolamelar dan dan
hepa hepattoblas blasttoma. oma.
Tumor
gana anas
hat hati
lain ainnya, nya,
kola olangi ngiokar okarssinom inomaa
(Cholangiocarcinoma =CC) dan sistoadenokarsinoma berasal dari sel epitel bilier, sedangkan angio carcinoma dan leiomiosarkoma berasal dari sel mesenkim. Dari seluruh tumor ganas hati yang pernah didiagnosis, 85% merupakan HCC, HCC, 10% CC, dan 5% adalah jenis lainnya. Dalam dasawarsa terakhir terjadi perkembangan yang cukup berarti menyangkut HCC, antara lain perkembangan pada modalitas terapi yang member memberikan ikan harapan harapan untuk untuk sekuran sekurang-k g-kuran urangnya gnya perbaika perbaikan n pada kualita kualitass hidup pasien (2)
1
I.2) Epidemiologi Frekuensi:
I.2 a)Internasional a)Internasional
HCC meliputi 5,6 % dari seluruh kasus kanker pada manusia serta menempati peringkat peringkat kelima pada laki-laki laki-laki dan kelapan pada perempuan perempuan sebagai sebagai kanker tersering di dunia. HCC termasuk dalam urutan ketiga dari kanker saluran cerna setela setelah h kanker kanker kolore kolorektal ktal dan kanker kanker lambung lambung.Ti .Tingka ngkatt kematia kematian n (rasio (rasio antara antara mortalitas dan insidensi) HCC juga sangat tinggi, di urutan kedua setelah kanker pankreas. pankreas. (2) Sekurang-kurangny Sekurang-kurangnyaa 560,000 kasus baru telah didiagnosa setiap tahun. Insid Insiden enss HCC HCC di selu seluru ruh h dunia dunia terg tergant antung ung taha tahap p preval prevalens ensii terha terhadap dap infeks infeksii hepatitis B dan hepatitis C. (3) I.2 b)Bangsa
Secara geografis, didunia terdapat tiga kelompok wilayah tingkat kekerapan HCC, yaitu tingkat kekerapan rendah (kurang dari tiga kasus), menengah (tiga hingga 10 kasus), kasus), dan tinggi tinggi (lebih (lebih dari sepuluh sepuluh kasus kasus per 100,000 100,000 pendudu penduduk). k). Tingkat Tingkat kekerapan tertinggi tercatat di Asia Timur dan Tenggara, serta di Afrika Tengah, sedangkan yang terendah di Eropah Utara, Amerika Tengah, Australia dan Selandia Baru.
(2)
Dinegara maju dengan tingkat kekerapan HCC rendah atau menengah,
prevalensi prevalensi infeksi HCV berkorelasi berkorelasi baik dengan angka kekerapan kekerapan HCC. Pada penduduk Asia karena kaitannya dengan infeksi HBV sewaktu sewaktu perinatal, perinatal, namun dengan adanya implementasi vaksinasi HBV, insidens kasus telah berkurang. (2) I.2 c)Usia
HCC jarang ditemukan ditemukan pada usia muda, kecuali kecuali di wilayah yang endemik endemik infeksi HBV serta banyak terjadi transmisi transmisi HBV perinat p erinatal.Di al.Di wilayah dengan kekerapan kekerapan HCC tinggi, umur pasien HCC 10-20 tahun lebih muda daripada umur pasien HCC di wilayah dengan angka kekerapan HCC rendah.(2) I.2 e)Jenis Kelamin
2
Pada semua semua populas populasi, i, kasus kasus HCC laki-laki laki-laki lebih lebih banyak banyak daripad daripadaa kasus kasus HCC HCC perempuan. perempuan. dengan kira-kita perbandingan sekitar 2:1 hingga 4:1
(4)
Masih belum
jelas apakah hal ini disebabkan disebabkan oleh lebih rentannya rentannya laki-laki laki-laki terhadap terhadap timbulnya timbulnya tumor atau karena laki-laki lebih banyak terpajan oleh factor risiko HCC seperti virus hepatitis dan alkohol.
Gambar 1: Insidens kasus HCC berhubung umur pada laki-laki per 100 per 100 000 populasi. populasi.
Sumber:
Diunduh
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2731180/
dari (5)
BAB II
3
PEMBAHASAN II.1) Definisi
Menurut National Cancer Institute karsinoma hepatoseluler merupakan tumor primer yang terbentuk dari sel hati. (4) Karsinoma hepatoseluler (HCC) adalah tumor primer yang paling umum pada hepar dan salah satu kanker paling umum di seluruh dunia. HCC merupakan keganasan hepatoseluler asal primer. (1,2) Hati terbentuk dari tipe-tipe sel yang berbeda. Bagaimanapun, sel-sel hati (hepatosit) membentuk sampai 80% dari jaringan hati.(3) Jadi, mayoritas dari kanker hati primer (lebih dari 90 sampai 95%) timbul dari sel-sel hati dan disebut kanker hepatoselular (hepatocellular cancer) atau karsinoma (carcinoma). (4)
II.2) Anatomi dan Histologi Hepar
Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau lebih 25% berat badan orang dewasa dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi sangat kompleks yang menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen. (2) Batas atas hati berada sejajar dengan ruangan interkostal V kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri. Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah transversal sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis. Omentum minor terdapat mulai dari sistem porta yang mengandung arteri hepatica, vena porta dan duktus koledokus.Sistem porta terletak didepan vena kava dan dibalik kandung empedu. Permukaan anterior yang cembung dibagi menjadi 2 lobus oleh adanya perlekatan ligamentum falsiform yaitu lobus kiri dan lobus kanan yang berukuran kira-kira 2 kali lobus kiri. Hati terbagi 8 segmen
4
dengan fungsi yang berbeda. Pada dasarnya, garis cantlie yang terdapat mulai dari vena kava sampai kandung empedu telah membagi hati menjadi 2 lobus fungsional, dan dengan adanya daerah dengan vaskularisasi relative sedikit, kadang-kadang dijadikan batas reseksi.
Gambar 2: Antomi hepar (atas) tampak anterior, (bawah) tampak posterior (6)
5
Sumber: Netter interactive Atlas of Human Anatomy, 3rd edition Hati terdiri atas bermacam-macam sel, secara mikroskopis didalam hati manusia terdapat 50.000-100.000 lobuli, setiap lobulus berbentuk heksagonal yang terdiri atas sel hati berbentuk kubus yang tersusun radial mengelilingi vena sentralis. Hepatosit meliputi kurang lebih 60% sel hati,sedangkan sisanya terdiri dari sel-sel epithelial system empedu dalam jumlah yang bermakna dan sel-sel parenkimal yang termasuk di dalamnya endotolium, sel kuffer dan sel stellata yang berbentuk seperti bintang. Hepatosit sendiri dipisahkan oleh sinusoid yang tersusun melingkari efferent vena hepatica dan duktus hepatikus. Saat darah memasuki hati melalui arteri hepatica dan vena porta serta menuju vena sentralis maka akan didapatkan pengurangan oksigen secara bertahap. Sebagai konsekuensinya, akan didapatkan variasi penting kerentanan jaringan terhadap kerusakan asinus. Membrane hepatosit berhadapan langsung dengan sinusoid yang mempunyai banyak mikrofili. Mikrofili juga tampak pada sisi lain sel yang membatasi saluran empedu dan merupakan petunjuk tempat permulaan sekresi empedu. Permukaan lateral hepatosit memiliki sambungan penghubung dan desmosom yang saling bertautan dengn sebelahnya. Sinusoid hati memiliki lapisan endothelial endothelial berpori yang dipisahkan dari hepatosit oleh ruang disse (ruang sinusoida). Sel-sel lain yang terdapat dalam dinding inusoid adalah sel fagositik. Sel Kuffer yang merupakan bagian penting sistem retikuloendothellial dan sel stellata disebut sel itu, limposit atau perisit. Yang memiliki aktifitas miofibroblastik yang dapat membantu pengaturan aliran darah. Sinosoidal disamping sebagai faktor penting dalam perbaikan kerusakan hati. (2,7)
6
Gambar 3: Struktur lobulus sel hepar
Sumber: Pathophysiology of Disease: An Introduction to Clinical Medicine(8)
II.3) Fisiologi Hepar
Hepar memiliki beberapa fungsi vital, yaitu : 1. Metabolisme protein - sintesis protein plasma dan faktor koagulasi, juga terlibat dalam pemecahan protein 2. Metabolisme karbohidrat - pengaturan tingkat gula darah melalui pemecahan dan pelepasan glikogen yang disimpan atau sintesis glukosa (glukoneogenesis) • metabolisme lipid 3. Pembentukan empedu - asam empedu dari kolesterol disintesis dalam hati dan bertindak sebagai "deterjen" untuk memulai pemecahan lemak di usus 4. Hormon dan inaktivasi obat - hati adalah situs yang penting untuk pemecahan hormon yang diproduksi oleh tubuh tetapi organ kunci dalam pemecahan alkohol dan obat-obatan 5. Fungsi imunologi - hati memainkan peran penting dalam perlindungan tubuh dari bakteri dan antigen lainnya dari usus. 6. Sekresi bilirubin (pigmen empedu) dari bilirubin unconjugated menjadi conjugated. (2)
7
•
Kantung atau kelenjar empedu merupakan kantung berbentuk buah pir dengan panjang sekitar 7,5 cm dan dapat menampung ± 50 ml cairan empedu. Cairan empedu adalah cairan kental berwarna kuning keemasan atau kehijauan yang dihasilkan terus menerus dalam jumlah 500 – 1000 ml/hari, merupakan zat esensial dalam pencernaan dan penyerapan lemak, suatu media yang dapat mengekskresikan zat-zat tertentu yang tidak dapat diekskresikan oleh ginjal. (2)
•
Metabolisme bilirubin terdiri dari empat tahap :
Produksi . Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat pemecahan
haemoglobin (menjadi globin dan hem) pada sistem retikulo endoteal (RES). Hem dipecah oleh hemeoksigenase menjadi bilverdin, dan oleh bilirubin reduktase diubah menjadi bilirubin. Merupakan bilirubin indirek / tidak terkonjugasi. (1) Transportasi . Bilirubin indirek kemudian ditransportasikan dalam
aliran darah hepatik. Bilirubin diikat oleh protein pada plasma (albumin), selanjutnya secara selektif dan efektif bilirubin diambil oleh sel parenkim hepar atau protein intraseluler (ligandin sitoplasma atau protein Y) pada membran dan ditransfer menuju hepatosit.(1) Konjugasi . Bilirubin indirek dalam hepar diubah atau dikonjugasikan
oleh enzim Uridin Difosfoglukoronal Acid (UDPGA) atau glukoronil transferase menjadi bilirubin direk atau terkonjugasi yang bersifat polar dan larut dalam air. (1) Ekskresi . Bilirubin direk yang terbentuk, secara cepat diekskresikan ke
sistem empedu melalui membran kanalikuler. Selanjutnya dari sistem empedu dikskresikan melalui saluran empedu ke sistem pencernaan (usus) dan diaktifkan dan diabsorpsi oleh bakteri / flora normal pada usus menjadi urobilinogen. Ada sebagian kecil bilirubin direk yang
8
tidak diabsorpsi melainkan dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan direabsorpsi melalui sirkulasi enterohepatik. (1) II.4) Etiologi dan faktor risiko II.4.a) Virus Hepatitis
Baik kasus-kontrol maupun studi kohort menunjukkan hubungan yang kuat antara tingkat carrier hepatitis B kronis dan peningkatan kejadian HCC.. HCC yang disebabkan HBV mungkin timbul dari siklus kerusakan hati dengan proliferasi berikutnya, dan tidak selalu terjadi dari sirosis.
(2)
Karsinogenitas HBV terhadap
hati mungkin terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi sel HBV DNA ke dalam DNA sel penjamu dan aktivitas protein spesifik HBV berinteraksi dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan hepatosit dari kondisi inaktif menjadi sel yang aktif bereplikasi menentukan tingkat karsinogenesis hati. Siklus sel dapat diaktifkan secara tidak langsung oleh kompensasi proliferatif merespon nekroinflamasi sel hati, atau akibat dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu atau beberapa gen yang berubah akibat HBV. (2,3,,7) Hepatitis C virus (HCV) juga telah dikaitkan dengan terjadinya HCC. Antibodi terhadap HCV telah ditemukan sebanyak 76% dari pasien dengan HCC di Jepang, Italia, dan Spanyol dan 36% di Amerika Serikat. Berbeda dengan HCC disebakan oleh HCV, HCC jarang terjadi pada carier HBV sebelum terjadinya perkembangan sirosis. (9) Sebuah interval antara transfusi yang berhubungan dangan virus hepatitis C (HCV) dan terjadinya HCC adalah ~ 30 tahun. HCC yang disebabkan oleh HCV cenderung memiliki sirosis yang lebih sering dan lebih awal, tetapi dalam HCC yang disebabkan dengan HBV, hanya setengahnya yang terjadi sirosis; sisanya menderita hepatitis aktif kronis.
(1)
Selain itu, kejadian HCC pada
9
carier HCV kronis diperkirakan setinggi 5% per tahun, dibandingkan dengan 0,5% per tahun untuk carier HBV. (2,3,5,7) II.4.b) Sirosis Hati
Sirosis hati (SH) merupakan faktor resiko utama HCC di dunia dan melatarbelakangi lebih dari 80% kasus HCC. Setiap tahun tiga sampai lima persen dari pasien SH akan menderita HCC, dan HCC merupakan penyebab kematian pada SH. Otopsi pada pasien SH mendapatkan 290-80% di antaranya telah menderita HCC. Pada 60-80% dari SH makronoduler dan tiga sampai sepuluh persen dari SH mikronuduler dapat ditemukan adanya HCC. Prediktor utama HCC pada SH adalah jenis kelamin laki-laki, peningkatan alfa feto protein (AFP) serum, beratnya penyakit dan tingginya aktivitas proliferasi sel hati. (2,3,,7,9) II.4.c) Karsinogen Kimia
Mungkin karsinogen kimia alami yang paling kuat di mana-mana merupakan produk dari jamur Aspergillus, disebut aflatoksin B1. Produk aflatoksin dapat ditemukan dalam biji-bijian yang disimpan di tempat yang panas, tempattempat lembab, kacang dan nasi disimpan tidak dalam lemari es.(2,10) Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi jamur Aspergillus. Dari percobaan binatang diketahui bahwa AFB1 bersifat karsinogen. Metabolit AFB1 1-2-3- epoksid merupakan karsinogen utama dari kelompok utama aflatoksin yang mampu membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme karsinogenesisnya ialah kemampuan AFB1 menginduksi mutasi pada kodon 249 dari gen supresor tumor p53. (5,7,10)
10
II.4.d) Obesitas
Suatu penelitian kohort prospektif pada lebih dari 900.000 individu di Amerika Serikat dengan masa pengamatan selama 16 tahun mendapatkan terjadinya peningkatan angka mortalitas sebesar lima kali akibat kanker hati pada kelompok individu dengan berat badan tertinggi (Indeks Massa Tubuh (IMT) : 3540 Kg/m2) dibandingkan dengan kelompok individu yang IMT-nya normal. Seperti diketahui, obesitas merupakan faktor resiko utama untuk non-alchoholic fatty liver disease (NAFLD), khususnya non alchoholic steatohepatis (NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian dapat berlanjut menjadi HCC. (5,10) II.4.e) Diabetes Mellitus (DM)
Telah lama ditengarai bahwa DM merupakan faktor resiko baik untuk penyakit hati kronik maupun untuk HCC melalui terjadinya perlemakan hati dan steatohepatis non alkoholik (NASH). Di samping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin dan insulin like growth factors ( IGFs) yang merupakan faktor promotif potensial untuk kanker. DM merupakan faktor resiko HCC tanpa memandang umur, jenis kelamin dan ras, dengan angka resiko 2,16. (5) II.4.f) Alkohol
Meskipun alcohol tidak memiliki kemampuan mutagenic, peminum berat alcohol (>50-70 g/hari dan berlangsung lama) berisiko untuk menderita HCC melalui sirosis hati alkoholik. Hanya sedikit bukti adanya efek karsinogenik langsung dari alkohol. Alkoholisme juga meningkatkan resiko terjadinya sirosis hati dan HCC pada pengidap infeksi HBV atau HCV. Sebaliknya, pada sirosis alkoholik terjadinya HCC juga meningkat bermakna pada pasien dengan HBsAg positif atau anti HCV-positif. Ini menunjukkan adanya peran sinergistik alcohol
11
terhadap infeksi HBV maupun infeksi HCV. Acapkali penyalahgunaan alkohol merupakan prediktor bebas untuk terjadinya HCC pada pasien dengan hepatitis kronik atau sirosis akibat infeksi HBV atau HCV. Efek hepatotoksik alkohol bersifat dose-dependent , sehingga asupan sedikit alkohol tidak meningkatkan resiko terjadinya HCC. (5) II.5) Patofisiologi HCC
Mekanisme karsinogenesis HCC belum sepenuhnya diketahui. Apapun agen penyebabnya, transformasi maligna hepatosit, dapat terjadi melalui peningkatan perputaran (turnover ) sel hati yang diinduksi oleh cedera (injury) dan regenerasi kronik dalam bentuk inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA. Hal ini dapat menimbulkan perubahan genetik seperti perubahan kromosom, aktivas onkogen selular atau inaktivasi gen supresor tumor, yang mungkin bersama dengan kurang baiknya penanganan DNA missmatch, aktivasi telomerase, serta induksi faktorfaktor pertumbuhan dan angiogenik. Hepatitis virus kronis, alkohol dan penyakit metabolik seperti hemokromatosis dan defisiensi antitrypsin-alfa 1, mungkin menjalankan peranannya terutama melalui jalur ini (cedera kronik, regenerasi, dan sirosis) .(2) Hilangnya heterozigositas (LOH = lost of heterozygosity) juga dihubungkan dengan inaktivasi gen supresor tumor. LOH dan delesi alelik adalah hilangnya satu salinan (kopi) dari bagian tertentu suatu genom. Pada manusia, LOH dapat terjadi di banyak bagian kromosom. Infeksi HBV dihubungkan dengan kelainan di kromosom 17 atau pada lokasi di dekat gen p53. Pada kasus HCC, lokasi integrasi HBV DNA di dalam kromosom sangat bervariasi (acak). Oleh karena itu, HBV mungkin berperan sebagai agen mutagenic insersional non selektif. Integrasi acapkali
menyebabkan
terjadinya
beberap
perubahan
dan
selanjutnya
mengakibatkan proses translokasi, duplikasi terbalik, delesi dan rekombinan.
12
Semua perubahan ini dapat berakibat hilangnya gen-gen supresi tumor maupun gen-gen seluler penting lain. Dengan analisis Southern Blot , potongan (sekuen) HBV yang telah terintegrasi ditemukan di dalam jaringan tumor/HCC, tidak ditemukan di luar jaringan tumor. Produk gen X, lazim disebut HBx, dapat berfungsi sebagai transaktivator transkripsional dari berbagai gen seluler yang berhubungan dengan kontrol pertumbuhan. Ini menimbulkan hipotesis bahwa HBx mungkin terlibat pada hepatokarsinogenesis oleh HBV.(2) Di wilayah endemik HBV ditemukan hubungan yang bersifat dosedependent antara pajanan AFB1 dalam diet dengan mutasi pada kodon 249 dari p53. Mutasi ini spesifik untuk HCC dan tidak memerlukan integrasi HBV ke dalam DNA tumor. Mutasi gen p53 terjadi pada sekitar 30% kasus HCC di dunia, dengan frekuensi dan tipe mutasi yang berbeda menurut wilayah geografik dan etiologi tumornya .(2) Infeksi kronik HCV dapat berujung pada HCC setelah berlangsung puluhan tahun dan umumnya didahuluioleh terjadinya sirosis. Ini menunjukkan peranan penting dari proses cedera hati kronik diikuti oleh regenerasi dan sirosis pada proses hepatokarsinogenesis oleh HCV.(2) II.6) Gejala Klinis
Seseorang mungkin tidak sadar bahwa dirinya mempunyai HCC sampai saat terjadinya penurunan kondisi pasien sirosis yang sebelumnya stabil.
(2)
Gejala
pada pasien HCC termasuk cachexia, nyeri pada perut, penurunan berat badan, kelemahan, abdominal fullness dan bengkak, penyakit kuning, dan mual yang berhubungan dengan gejala. (1,3,5,6)
13
Kemunculan asites, kemungkinan perdarahan, yang menunjukkan trombosis vena portal atau hati dengan tumor atau pendarahan dari tumor nekrotik. Perut bengkak terjadi sebagai akibat dari asites karena penyakit hati kronis yang mendasarinya atau mungkin karena tumor yang berkembang dengan pesat. Kadangkadang, nekrosis pusat atau perdarahan akut ke dalam rongga peritoneum menyebabkan kematian. Di negara-negara dengan program surveilans aktif, HCC cenderung diidentifikasi pada tahap awal. Penyakit kuning biasanya karena gangguan pada saluran intrahepatic oleh penyakit hati yang mendasarinya. Hematemesis terjadi mungkin disebabkan karena adanya varises oesophagus akibat hipertensi portal. Nyeri tulang terlihat pada 3-12% pasien. Pasien mungkin dapat tidak menunjukkan gejala. (1,3,5,6)) II.7) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan pembesaran hati yang lembut, kadang-kadang dengan massa yang dapat di palpasi. Di Afrika, presentasi khas pada pasien muda adalah massa yang berkembang pesat pada perut.(4) Hepatomegali adalah tanda dari fisik yang paling umum, terjadi pada 50-90% pasien. Bruit perut dicatat dalam 6-25%, dan asites terjadi pada 30-60% pasien.(1) Auskultasi mungkin mengungkapkan bruit pada tumor atau friction rub ketika prosesnya telah meluas ke permukaan hati.(4) Ascites harus diperiksa oleh bagian sitologi. Splenomegali terutama karena hipertensi portal. Berat badan dan wasting otot yang umum, terutama dengan tumor yang tumbuh dengan cepat atau besar. Demam ditemukan pada 10-50% pasien, dari penyebab yang tidak jelas. Tanda-tanda penyakit hati kronis dapat hadir, termasuk sakit kuning, dilatasi vena abdomen, eritema palmar, ginekomastia, atrofi testis, dan edema perifer. (2)
14
II.8) Pemeriksaan Penunjang II.8.1 Penanda Tumor
Alfa-fetoprotein (AFP) adalah protein serum normal yang disintesis oleh sel hati fetal, sel yolk sac dan sedikit sekali oleh saluran gastrointestinal fetal. Rentang normal AFP serum adalah 0-20 ng/ml. Kadar AFP meningkat pada 60% -70% dari pasien HCC, dan kadar lebih dari 400 ng/ml adalah diagnostik atau sangat sugestif untuk HCC. Nilai normal juga dapat ditemukan juga pada kehamilan. Penanda tumor lain untuk HCC adalah des-gamma carboxy prothrombin (DCP) atau PIVKA-2, yang kadarnya meningkat pada hingga 91% dari pasien HCC, namun juga dapat meningkat pada defisiensi vitamin K, hepatitis kronis aktif atau metastasis karsinoma. Ada beberapa lagi penanda HCC, seperti AFP-L3 (suatu subfraksi AFP), alfa-L-fucosidase serum, dll, tetapi tidak ada yang memiliki agregat sensitivitas dan spesifitas melebihi AFP, AFP-L3 dan PIVKA-2. (9) II.8.2 Pemeriksaan Biokimia Hati
Beberapa parameter biokimia hati yang dapat menilai fungsi hati antara lain: 1.
Aminotransferase (transaminase)
Ada dua parameter berupa enzim yang dapat dijadikan sebagai indikator terhadap adanya kerusakan sel hati. Keduanya sangat membantu dalam mengenali adanya penyakit pada hati. Enzim-enzim tersebut adalah aspartat aminotransferase (AST/SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT/SGPT). Peningkatan kadar enzimenzim tersebut mencerminkan adanya kerusakan sel-sel hati. Namun demikian derajat ALT lebih dipercaya dalam menentukan adanya kerusakan sel hati dibanding AST. (4,9)
15
ALT ditemukan terutama di hati, sedangkan AST selain dapat ditemukan di hati juga dapat ditemukan di otot jantung, otot rangka, ginjal, pankreas, otak, paru, sel darah putih dan sel darah merah. Jika terjadi peningkatan kadar AST bisa jadi yang mengalami kerusakan adalah sel-sel organ lain yang mengandung AST. Pada penyakit hati akut, kadar ALT lebih tinggi atau sama dengan kadar AST.(4,9) 2.
Alkalin fosfate (ALP)
Enzim ALP ditemukan pada sel-sel hati yang berada di dekat saluran empedu. Peningkatan kadar ALP menunjukkan adanya penyumbatan atau pada saluran empedu. Peningkatan kadar ALP biasanya disertai dengan gejala fisik yaitu warna kuning pada kulit, kuku ataupun bagian putih bola mata(4,9) 3.
Serum protein
Ada beberapa serum protein yang dihasilkan oleh hati. Serum-serum tersebut antara lain albumin, globulin dan faktor pembekuan darah. Pemeriksaan serum-serum protein tersebut dilakukan untuk mengetahui fungsi biosistesis hati. (4,9) Adanya gangguan fungsi sintesis hati ditunjukkan dengan menurunnya kadar albumin. Namun karena usia albumin cukup panjang (15-20 hari), serum protein ini kurang sensitif untuk digunakan sebagai indikator kerusakan hati. (4,9) Globulin adalah protein yang membentuk gammaglobulin. Kadar gammaglobulin meningkat pada pasien penyakit hati kronis ataupun sirosis. Gammaglobulin mempunyai beberapa tipe, yaitu Ig G, Ig M dan Ig A. Masing-masing tipe sangat membantu pendeteksian penyakit hati kronis tertentu. (4,9) Sebagian besar faktor-faktor pembekuan darah disintesis di hati. Umur faktor-faktor pembekuan darah lebih singkat dibanding albumin, yaitu 5 hingga 6 hari.
16
Pengukuran faktor-faktor pembekuan darah lebih efektif untuk menilai fungsi sintesis hati. Ada lebih dari 13 jenis protein yang terlibat dalam pembekuan darah, salah satunya adalah protrombin. Adanya kelainan pada protein-protein pembekuan darah dapat dideteksi dengan menilai waktu protrombin. Waktu protrombin adalah ukuran kecepatan perubahan protrombin menjadi trombin. Lamanya waktu protrombin ini tergantung pada fungsi sintesis hati serta asupan vitamin K. Adanya kerusakan sel-sel hati akan memperpanjang waktu protrombin. Hal ini dikarenakan adanya gangguan pada sintesis protein-protein pembekuan darah. Dengan demikian, pada kasus hepatitis kronis dan sirosis waktu protrombin menjadi lebih panjang. (4,9) 4. Bilirubin Adanya peningkatan kadar bilirubin direk menunjukkan adanya penyakit pada hati (liver ) atau saluran empedu. Sedangkan peningkatan bilirubin indirek jarang terjadi pada penyakit hati (liver ). (4,8) Tes-tes ini dapat dikelompokkan dalam 3 kelompok utama yaitu :
a. Peningkatan enzim aminotransferase, SGPT dan SGOT, biasanya mengarah pada perlukaan hepatoseluler atau inflamasi. b. Keadaan patologis yang mempengaruhi system empedu intra dan ekstrahepatis dapat menyebabkan peningkatan fosfatase alkali dan gamma GT. c. Kelompok ketiga merupakan kelompok yang mewakili fungsi sintesis hati, seperti produksi albumin, urea dan factor pembekuan.
17
Tabel 2 Tes fungsi biokimia hati. (4,,9) Petanda. Bilirubin.
Interpretasi. Tidak spesifik untuk penyakit hati, meningkat juga pada
hemolisis dan obstruksi bilier. Jika berdiri sendiri, pertimbangkan SGOT/AST.
hiperbilirubinemia herediter. Meningkat sesuai inflamasi atau nekrosis hepatosit. Rasio AST:ALT > 2 cenderung ke penyakit hepatitis alkoholik.
SGPT/ALT. Fosfatase
Biasanya meningkat bersamaan kolestasis, obstruksi bilier atau
alkali.
infiltrasi hepatic. Fosfatase alkali juga diproduksi oleh tulang, usus dan plasenta.
Gamma GT. Albumin.
Menunjukkan fungsi sintesis hati. Konsentrasi dapat menurun pada malabsorpsi, protein-losing enteropathy, penyakit kritis,
LDH.
luka bakar dan sindroma nefrotik. Sensitifitas dan spesifisitasnya rendah pada penyakit hati. Mungkin meningkat pada hepatitis iskemik, kerusakan tulang dan hemolisis.
II.8.3 Gambaran Radiologis A. Gambaran Ultrasonografi (USG)
18
Pemeriksaan USG hati merupakan alat skrining yang sangat baik. Dua karakteristik
kelainan
vaskular
berupa
hipervaskularisasi
(neovaskularisasi) dan trombosis oleh invasi tumor.
(1)
massa
tumor
Perkembangan yang cepat
dari gray-scale ultrasonografi menjadikan gambaran parenkim hati lebih jelas. Keuntungan hal ini menyebabkan kualitas struktur eko jaringan hati lebih mudah dipelajari sehingga identifikasi lesi-lesi lebih jelas, baik merupakan lesi lokal maupun kelainan parenkim difus. (8,10,11) Pada hepatoma/karsinoma hepatoselular sering diketemukan adanya hepar yang membesar, permukaan yang bergelombang dan lesi-lesi fokal intrahepatik dengan struktur eko yang berbeda dengan parenkim hati normal. (2) Di samping USG diperlukan CT scan sebagai pelengkap yang dapat menilai seluruh segmen hati dalam satu potongan gambar yang dengan USG gambar hati itu hanya bisa dibuat sebagian-sebagian saja. CT scan yang saat ini teknologinya berkembang pesat telah pula menunjukkan akurasi yang tinggi apalagi dengan menggunakan teknik hellical CT scan, multislice yang sanggup membuat irisanirisan yang sangat halus sehingga kanker yang paling kecil pun tidak terlewatkan. (8,10,11)
Untuk menentukan ukuran dan besar tumor, dan adanya invasi vena portal secara akurat, CT / heliks trifasik scan perut dan panggul dengan teknik bolus kontras secara cepat harus dilakukan untuk mendeteksi lesi vaskular khas pada HCC. Invasi vena portal biasanya terdeteksi sebagai hambatan dan ekspansi dari pembuluh darah. CT scan dada digunakan untuk menghilangkan diagnosis adanya metastasis. (2,10,11)
Gambar 2: HCC primer denagn multifocal yang besar pada penderita laki-laki usia 80 tahun tanpa sirosis hati.
19
Sumber: Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/282814-overview
(10)
C. Angiografi
Pada setiap pasien yang akan menjalani operasi reseksi hati harus dilakukan pemeriksaan angiografi. Dengan angiografi ini dapat dilihat berapa luas kanker yang sebenarnya. Kanker yang kita lihat dengan USG yang diperkirakan kecil sesuai dengan ukuran pada USG bisa saja ukuran sebenarnya dua atau tiga kali lebih besar. Angiografi bisa memperlihatkan ukuran kanker yang sebenarnya. (10,11)
Gambar 3: Teknik angiografi
20
Sumber: Sumber: Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/282814overview (10)
D. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pemeriksaan dengan MRI ini langsung dipilih sebagai alternatif bila ada gambaran CT scan yang meragukan atau pada penderita yang ada risiko bahaya radiasi sinar X dan pada penderita yang ada kontraindikasi (risiko bahaya) pemberian zat contrast sehingga pemeriksaan CT angiography tak memungkinkan padahal diperlukan gambar peta pembuluh darah.(10,11)
II.9) Diagnosis
21
Dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih dan majupesat, maka berkembang pula cara-cara diagnosis dan terapi yang lebih menjanjikan dewasa ini. Kanker hati selular yang kecil pun sudah bisa dideteksi lebih awal terutamanya dengan pendekatan radiologi yang akurasinya 70 – 95%1,4,8 dan pendekatan laboratorium alphafetoprotein yang akurasinya 60 – 70%. (10) Kriteria diagnosa HCC menurut European Association for the Study of the Liver (EASL) yang meliputi kriteria invasive dan non invasiy yaitu: i)Kriteria sito-histologis ii)Kriteria noninvasif (khusus untuk pasien sirosis hati): Kriteria
radilogis:
Koinsidensi
dua
teknik
pencitraan
(USG/CT-
spiral/MRI/Angiografi): Lesi fokal dengan diameter >2 cm dan mempunyai ciri hipervaskularisasi arterial atau
Kriteria kombinasi: Lesi fokal dengan diameter >2 cm dan mempunyai ciri hipervaskularisasi arterial ditambah dengan kadar serum AFP >400 ng/ml (2,12)
II.10) Diagnosis Banding
22
II.10.a) Hepatocellular Adenoma
Adenoma hepatoseluler (HAS) juga dikenal sebagai adenoma hati atau adenoma sel hati. Penyakit ini merupakan kasus yang cukup langka, tumor jinak yang berasal dari epite dan terjadi kurang dari 0,004% dari populasi berisiko. Adenoma hepatoseluler sering ditemukan pada wanita usia subur dan sanga terkait dengan penggunaan pil kontrasepsi oral (OCP) dan estrogen lainnya. Hal ini tercermin dari peningkatan dramatis dalam insiden penyakit ini sejak OCP diperkenalkan pada tahun 1960. Adenoma hepatoseluler dapat ditemukan tunggal atau ganda, ukurannya dapat mencapai ukuran lebih besar dari 20 cm. Selain OCP, kondisi lain yang terkait dengan adenoma adalah anabolic steroid, steroid androgenik, beta-Thalassemia, tyrosinemia, tipe 1diabetes mellitus, dan penyakit penyimpanan glikogen (tipe 1 dan 3). Namun, beberapa adenoma hati lebih sering terjadi pada penyakit penyimpanan glikogen. Selain multiplisitas adenoma, adenoma hati yang terkait dengan penyakit penyimpanan glikogen (GSD) cenderung lebih banyak, terjadi lebih sering pada pria daripada wanita (rasio 2:1) dan sering mengembangkan sebelum usia 20 tahun. (10) II.10.a.i) Patofisiologi Adenoma hepatoseluler terdiri dari lembaran hepatosit tanpa saluran empedu atau daerah portal. Kupffer sel, jika ditemukan akan berkurang jumlahnya dan tidak berfungsi. Adenoma hepatoseluler ini berwarna cokelat, halus, berbatas, dan bervariasi dari 1 sampai 30 cm dalam ukuran. Memiliki pembuluh darah besar di permukaan, dan lesi dapat menutup pasokan darah arteri mereka, menyebabkan nekrosis dalam luka. Sebuah kapsul berserat dapat ditemukan ataupun tidak, jika tidak ada, ini mungkin predisposisi perdarahan ekstrahepatic atau intrahepatik. Kebanyakan hadir sebagai lesi soliter dalam lobus hati, namun, tumor memang
23
terjadi di kedua lobus kanan dan lobus kiri, dan 20% kasus melibatkan beberapa lesi. (10) Patogenesis ini diperkirakan terkait dengan ektasia vaskular umum yang berkembang karena eksposur dari vaskular hati untuk kontrasepsi oral dan steroid sintetik terkait. Dapat memberikan pengaruh estrogen melalui reseptor estrogen yang di sitoplasma atau inti hepatosit. Namun, ini tetap kontroversial sebagai adenoma dapat terjadi pada laki-laki dan anak-anak tanpa predisposisi faktor risiko, dan reseptor ini belum teridentifikasi bahkan dengan menggunakan monoklonal antibodies. (10) Adenoma
juga
telah
dikaitkan
dengan diabetes mellitus dan
GSD,
menyebabkan spekulasi, apakah ketidakseimbangan antara insulin dan glukagon juga memainkan peran. Pasien dengan GSD lebih mungkin untuk hadir dengan beberapa lesi. Lesi yang berkaitan dengan GSD sering muncul pada pasien yang lebih muda (awal dekade ketiga kehidupan) dan memiliki rasio pria-wanita 2:1. Dalam kasus ini, jumlah abnormal glikogen yang tersimpan mungkin berakibat langsung, ataupun dapat terjadi karena stimulasi onkogen. Insulin dan glukagon tampaknya memainkan peranan yang lebih besar, karena adenoma GSD-istimewa telah dilaporkan dapat berkurang dengan manipulasi pola makanan. Sebuah mutasi germline faktor nuklir hepatosit (HNF-1 alpha) dalam 2 keluarga yang memiliki diabetes mellitus dan tumor adenomatosis. Analisisnya menunjukkan inaktivasi sel biallelic dari HNF-1 alfa. (10)
II.11)Sistem Staging
24
Meskipun TNM (tumor primer, kelenjar regional, metastasis) yang merupakan sistem staging yang dibentuk oleh the American Joint Commission for Cancers (AJCC) kadang-kadang masih digunakan, saat ini sistem the Cancer of the Liver Italian Program (CLIP) yang lebih lebih populer digunakan karena memasukan sirosis dalam salah satu hal penilaiannya, seperti halnya sistem Okuda. Tabel 3: Klasifikasi Cancer of the Liver Italian Program (CLIP) (13) Points Variables i. Jumlah Tumor Ukuran tumor pada Hepar yang
0 Single <50
1 2 Multiple — <50 >50
menggantikan hepar normal (%)a ii. Nilai Child-Pugh iii. α-Fetoprotein level (ng/mL) iv. Trombosis Vena Porta (CT)
A <400 No
B 400 Yes
C — —
a = Luas tumor pada hati Stadium CLIP : CLIP 0, 0 points; CLIP 1, 1 point; CLIP 2, 2 points; CLIP 3, 3 points. Sumber: Diunduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1773247/
Tabel 4 Klasifikasi Okuda (13) Ukuran Tumor a Ascites
50%
<50
+
–
Albumin (g/L)
Bilirubin (mg/dL)
3
3
>3
<3
25
(+)
(–)
(+)
(–)
(+)
(–)
(+)
(–)
Stadium Okuda: Stadium 1= semua (-), Stadium 2= 1 atau 2 (+), Stadium 3 = 3 atau 4 (+). a = Luas tumor pada hati Sumber: Diunduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1773247/ II.12 Penatalaksanaan
Sebagian besar pasien HCC mempunyai dua penyakit hati yaitu sirosis dan HCC, masing-masing
yang merupakan
penyebab
kematian
independen(2).
Kehadiran sirosis biasanya menjadi kendala pada operasi reseksi, terapi ablatif, dan kemoterapi. Jadi penilaian dan perencanaan perawatan pasien harus mengambil keparahan dari penyakit hati tidak ganas ke dalam penilaian. Pilihan manajemen secara klinis pada HCC bisa menjadi kompleks. Pasien dengan tumor lanjut (invasi vaskular, gejala, menyebar extrahepatic) memiliki hidup rata-rata ~ 4 bulan, dengan atau tanpa pengobatan. Hasil perawatan dari literatur-literatur sulit untuk ditafsirkan. Kelangsungan hidup tidak selalu merupakan ukuran keberhasilan terapi karena efek negatif pada kelangsungan hidup dari penyakit hati yang mendasarinya. (1)
II.12.1 Karsinoma Hepatoseluler Stadium I dan II
Tumor tahap awal dapat berhasil diobati dengan menggunakan berbagai teknik, termasuk reseksi bedah, ablasi lokal (thermal atau radiofrekuensi), dan
26
terapi injeksi lokal (etanol atau asam asetat)
(2)
. Prinsip penting dalam perawatan
tahap awal HCC adalah dengan menggunakan perawatan hati-hemat dan berfokus pada pengobatan baik tumor maupun sirosis. (7) II.12.1.a) Eksisi Bedah
Risiko hepatektomi utama adalah tinggi (mortalitas 5-10%) diakibatkan oleh penyakit hati yang mendasari dan potensi untuk menjadi gagal hati. Oklusi vena portal preoperatif kadang-kadang dapat dilakukan untuk menyebabkan atrofi lobus HCC yang terlibat dan hipertrofi kompensasi dari hati yang masih normal.Pada pasien sirosis, operasi hati besar dapat mengakibatkan kegagalan hati. Klasifikasi Child-Pugh dari gagal hati dapat menentukan prognosis untuk toleransi operasi hati yang dapat diandalkan, dan hanya Child A yang dapat dipertimbangkan untuk reseksi bedah. Pasien dengan Child B dan C dengan tahap I dan II HCC harus dirujuk untuk transplantasi hati (orthotopic liver transplant = OLTX) OLTX jika sesuai, seperti pada pasien dengan asites atau riwayat pendarahan varises. Meskipun terapi bedah eksisi terbuka merupakan terapi yang paling dapat diandalkan, namun pasien mungkin lebih baik ditawarkan dengan pendekatan secara laparoskopi untuk reseksi, menggunakan ablasi radiofrekuensi atau injeksi etanol perkutan (percutaneous ethanol injection=PEI).(2,7)
II.12.1.b) Strategi Ablasi Lokal
27
Ablasi radiofrekuensi ( Radiofrequency ablation=RFA) menggunakan panas untuk ablasi tumor. Ukuran maksimum dari array probe dapat dilakukan untuk zona nekrosis 7-cm, yang akan cukup untuk tumor berukuran 3-4 cm.(2) Pengobatan tumor yang dekat dengan pedikel portal utama dapat menyebabkan cedera duktus empedu dan obstruksi. Hal ini membatasi terapi tumor yang secara anatomi cocok untuk teknik ini. RFA dapat dilakukan secara perkutan dengan panduan CT atau USG, atau dengan laparoskopi dengan panduan USG.(2,7) II.12.1.c) Terapi Injeksi Lokal
Sejumlah agen telah digunakan untuk dilakukannya injeksi lokal ke dalam tumor, yang paling sering, ethanol (PEI). HCC lunak relatif dengan riwayat sirosis hati keras memungkinkan untuk dilakukan injeksi etanol volume besar ke dalam tumor tanpa terjadi difusi ke dalam parenkim hati atau kebocoran keluar dari hati. PEI menyebabkan kerusakan langsung dari sel-sel kanker, tetapi juga akan menghancurkan sel-sel normal di sekitarnya. Hal ini biasanya memerlukan beberapa suntikan (rata-rata tiga), berbeda dengan satu untuk RFA. Ukuran maksimum tumor terpercaya diperlakukan adalah 3 cm, bahkan dengan beberapa suntikan. (2,7) II.12.1.d) Transplantasi Hepar
Sebuah pilihan yang layak untuk HCC Stadium I dan II pada tumor dengan sirosis adalah OLTX, dengan kelangsungan hidup mendekati pada kasus-kasus nonkanker. OLTX dapat digunakan pada pasien dengan lesi tunggal 5 cm atau 3 nodul atau kurang, setiap 3 cm, menghasilkan kelangsungan hidup yang bagus tanpa tumor (70% selama 5 tahun). Untuk HCC lanjut, OLTX telah ditinggalkan karena adanya tingkat kekambuhan tumor yang tinggi. Prioritas skoring untuk
28
OLTX sebelumnya menyebabkan pasien HCC menunggu terlalu lama untuk dilakukan OLTX, sehingga beberapa tumor menjadi lebih parah selama pasien menunggu hati yang disumbangkan. Berbagai terapi yang digunakan sebagai "jembatan" untuk OLTX, ialah RFA, PEI, dan chemoembolization transarterial (TACE). (2,7,10) II.12.2) Karsinoma Hepatoseluler Stadium III dan IV
Pilihan bedah tumor menjadi lebih sedikit pada HCC stadium III. Pada pasien tanpa sirosis, hepatektomi adalah layak, meskipun mempunyai prognosis yang buruk. Pasien dengan sirosis Child A dapat direseksi, tetapi lobektomi berhubungan dengan morbiditas yang signifikan dan kematian, dan prognosis jangka panjangnya adalah kurang. Namun demikian, sebagian kecil pasien akan mencapai kelangsungan hidup jangka panjang. Karena sifat dari tumor ini, setelah reseksi berhasil dapat diikuti oleh kekambuhan yang cepat. Pasien-pasien pada stadium ini bukan kandidat untuk dilakukannya transplantasi karena adanya tingkat kekambuhan tumor tinggi, kecuali tumor mereka bisa turun-bertahap terlebih dahulu dengan terapi neoadjuvant. Mengurangi ukuran tumor primer dapat dilakukan untuk menguragi operasi, dan penundaan operasi dilakukan untuk penyakit yang extrahepatic dengan menggunakan studi imaging dan menghindari OLTX karena tidak akan membantu. Stadium IV memiliki prognosis yang buruk, dan tidak ada pengobatan bedah yang dianjurkan. (2,7,10) II.12.2.a) Kemoterapi sistemik
Sejumlah besar studi klinis terkendali dan tidak terkendali telah dilakukan pada sebagian besar kelompok utama kemoterapi kanker. Tidak ada obat tunggal atau obat kombinasi yang diberikan secara sistemik berpengaruh baik, bahkan
29
hanya mengarah ke tingkat respons sebesar 25% atau hanya sedikit berpengaruh kepada kelangsungan hidup.(7,10) II.12.2 b)Kemoterapi Regional
Berbeda dengan hasil buruk pada kemoterapi sistemik, berbagai agen yang diberikan melalui arteri hepatik memiliki aktivitas yang terbatas pada HCC .Terlepas dari kenyataan bahwa terjadi peningkatan ekstraksi hepatik dari kemoterapi untuk obat sangat sedikit, beberapa obat seperti cisplatin, doxorubicin, C mitomycin, dan mungkin neocarzinostatin menghasilkan respon yang cukup besar bila diberikan secara regional. Hanya sedikit data yang tersedia pemberiannya melalui infus arteri secara terus-menerus untuk HCC, meskipun studi utama dengan cisplatin telah menunjukkan respon yang baik. (7,10) Karena laporan kelangsungan hidup tidak dibuat berdasarkan berdasarkan stadium TNM, sulit untuk mengetahui prognosis jangka panjang dalam hubungannya dengan batas tumor. Penggunaan secara luas dari beberapa bentuk embolisasi di samping kemoterapi telah menambah efek toksisitas. Hal ini meliputi demam yang sering terjadi tetapi transient, sakit perut, dan anoreksia (semua dalam> 60% pasien). Selain itu, pada > 20% pasien terjadi peningkatan asites atau elevasi transien enzim transaminase. Toksisitas hati yang disebabkan oleh embolisasi dapat dibantu dengan penggunaan mikrosfer pati yang dapat didegradasi, dengan tingkat respon 50-60%. Sebuah masalah besar dalam menunjukkan keunggulan harapan hidup pada pasien menanggapi TACE adalah bahwa banyak pasien meninggal akibat sirosis yang mendasari mereka, bukan tumor. Namun, meningkatkan kualitas hidup pasien adalah tujuan utama dari terapi regional. (2,7,10) II.13) Prognosis
30
Secara keseluruhan, prognosis HCC tergantung dari adanya sirosis hati dan stadium tumor yang mana juga dipengaruhi dengan penatalaksanaan yang tepat. Pasien dengan terapi kuratif mempunyai tingkat kesembuhan selama 4 tahun. Pasien dengan stadium berat yang tidak membaik dengan terapi hanya mampu hidup selama 3 bulan(10)
BAB III PENUTUP
31
III.1 Kesimpulan
HCC merupakan tumor ganas hepar yang mana berhubungan erat dengan adanya penyakit sirosis hepatis. Sebagian besar HCC yang terjadi pada sirosis hati yang disebabkan factor risiko yang sudah dikenal dapat dicegah. Infeksi HBV dan HBC menyumbang kepada penyebab terpenting HCC. Faktor lingkungan dan gaya hidup yang tidak sehat juga telah menyumbang kepada kejadian HCC. Pemeriksaan Alfa Feto Protein (AFP) sangat berguna untuk menegakkan diagnosis penyakit hepatoma ini. Penggunaan ultrasonografi (USG), Computed Tomographic Scanning (CT Scan), Magnetic Resonance Imaging ( MRI ) penting untuk menegakkan diagnosis dan mengetahui ukuran tumor. Stadium tumor, kondisi umum kesehatan, fungsi hati, dan intervensi spesifik mempengaruhi prognosis pasien HCC. Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis adalah asites, perdarahan saluran cerna bagian atas, ensefalopati hepatika, dan sindrom hepatorenal. Sindrom hepatorenal adalah suatu keadaan pada pasien dengan hepatitis kronik, kegagalan fungsi hati, hipertensi portal, yang ditandai dengan gangguan fungsi ginjal dan sirkulasi darah. Sindrom ini mempunyai risiko kematian yang tinggi. Sebagian besar dari kasus HCC berprognosis buruk karena tumor yang besar atau ganda dan penyakit hati yang lanjut serta ketiadaan penerapan terapi yang maksimal.
BAB IV DAFTAR PUSTAKA
32
1. Porth CM. Pathophysiology: Concepts of Altered Health States. 7th ed. Lippincott Williams & Wilkins;United States America; 2004.p.916-41 2. Sudoyo AW. Setiyohadi B, Alwi I, et all.Karsinoma hati. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II edisi V. Interna Publishing; Jakarta; 2010.p.685-91 Hepatocellular carcinoma. [online]. 2009. [diakses pada 25 Agustus 2011]. Diunduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001325/
3. Liver Cancer.[online] 2011. [diakses pada 26 Agustus 2011]. Diunduh dari http://www.cancer.gov/cancertopics/types/liver Gomaa AI, Khan SA, Toledano MB , et all. Hepatocellular carcinoma: Epidemiology, risk factors and pathogenesis, World J Gastroenterol; [online]. 2008 [Diakses pada 27 Agustus
2011].
Diunduh
dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2731180/
4. Netter FH. Netter interactive Atlas of Human Anatomy, 3rd edition, Elsevier , United states America 1998 5. Bruix J, Branco FS, Ayuso C. Hepatocellular Carcinoma in Schiff's Diseases of the Liver. 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins; United States of America; 2007.p.1253-62 6. McPhee SJ, Ganong, WF. Pathophysiology of Disease: An Introduction to Clinical Medicine; Chapter 14: liver Disease. 5th
Edition. The
McGraw-Hill Companies, Inc. United States of America;2006. 7. Fischbach FT, Dunning MB. A Manual of Laboratory and Diagnostic Tests. 8th Edition. Lippincott Williams & Wilkins; United states.p. 41220, 438-9 Hepatic Carcinoma, Primary , [online]. 2009, . [diakses pada 25 Agustus 2011]. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/282814-overview
8. Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS. Harrisons manual of medicine. 16th ed. The McGraw-Hill Companies. United states America; 2005
33