Laporan Kasus
HEPATOMA
Disusun oleh:
Gunung Nasution, S. Ked
04054821719046 04054821719046
Nuari Indiyani, S.Ked
04054821719050 04054821719050
Kms. M. Afif Rahman, S.Ked
04084821719184 04084821719184
Pembimbing: dr. Ayus Astoni, SpPD-KGEH, FINASIM
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA RSUD PALEMBANG BARI 2017
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
Hepatoma ( Hepatocellular Carcinoma/HCC ) adalah tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit (kanker hati primer). Hepatoma juga dikenali dengan nama lain yaitu kanker hati primer, hepatokarsinoma dan kanker hati. Dari seluruh tumor ganas hati yang pernah didiagnosis, 85 % merupakan HCC, 10 % Cholangiocarcinoma/CC dan sisanya adalah jenis lainnya. HCC meliputi 5,6 % dari seluruh kasus kanker pada manusia, menempati peringkat kelima pada lakilaki dan peringkat kesembilan pada perempuan sebagai kanker tersering di dunia. Secara epidemiologis tingkat kekerapannya banyak terjadi di negara berkembang dengan prevalensi tinggi hepatitis virus. Pada tahun 1990, organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan bahwa ada kira-kira 430,000 kasus-kasus baru dari kanker hati diseluruh dunia, dan suatu jumlah yang serupa s erupa dari pasien-pasien yang meninggal sebagai suatu akibat dari penyakit ini. Sekitar tiga per empat kasus-kasus kanker hati ditemukan di Asia Tenggara (China, Hong Kong, Taiwan, Korea, dan Japan). Sekitar 80% dari kasus HCC, didapat pada negara Afrika Sub-Sahara (Mozambique dan Afrika Selatan). HCC jarang ditemukan pada usia muda, kecuali diwilayah endemik infeksi HBV serta banyak terjadi transmisi HBV perinatal. Pada semua populasi, penderita HCC banyak pada laki-laki (sua hingga empat kali) dari pada perempuan. Masih belum jelas apakah ini berhubungan berhubungan dengan rentannya laki-laki terhadap timbulnya tumor, atau karena laki-laki banyak terpajan oleh faktor risiko HCC, seperti virus hepatitis dan alkohol. Selain infeksi hepatitis virus, adanya kelompok jamur aflatoksin, obesitas, diabetes mellitus, alkohol dan penyakit hati metabolik lain diakui sebagai faktor resiko terjadinya proses patologi pada sel hepar yang menyebabkan terbentuknya HCC. Manifestasi klinisnya sangat bervariasi dari asimptomatik sampai gejala yang sangat jelas dan disertai gagal hati. Namun gejala yang paling sering 2
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
Hepatoma ( Hepatocellular Carcinoma/HCC ) adalah tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit (kanker hati primer). Hepatoma juga dikenali dengan nama lain yaitu kanker hati primer, hepatokarsinoma dan kanker hati. Dari seluruh tumor ganas hati yang pernah didiagnosis, 85 % merupakan HCC, 10 % Cholangiocarcinoma/CC dan sisanya adalah jenis lainnya. HCC meliputi 5,6 % dari seluruh kasus kanker pada manusia, menempati peringkat kelima pada lakilaki dan peringkat kesembilan pada perempuan sebagai kanker tersering di dunia. Secara epidemiologis tingkat kekerapannya banyak terjadi di negara berkembang dengan prevalensi tinggi hepatitis virus. Pada tahun 1990, organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan bahwa ada kira-kira 430,000 kasus-kasus baru dari kanker hati diseluruh dunia, dan suatu jumlah yang serupa s erupa dari pasien-pasien yang meninggal sebagai suatu akibat dari penyakit ini. Sekitar tiga per empat kasus-kasus kanker hati ditemukan di Asia Tenggara (China, Hong Kong, Taiwan, Korea, dan Japan). Sekitar 80% dari kasus HCC, didapat pada negara Afrika Sub-Sahara (Mozambique dan Afrika Selatan). HCC jarang ditemukan pada usia muda, kecuali diwilayah endemik infeksi HBV serta banyak terjadi transmisi HBV perinatal. Pada semua populasi, penderita HCC banyak pada laki-laki (sua hingga empat kali) dari pada perempuan. Masih belum jelas apakah ini berhubungan berhubungan dengan rentannya laki-laki terhadap timbulnya tumor, atau karena laki-laki banyak terpajan oleh faktor risiko HCC, seperti virus hepatitis dan alkohol. Selain infeksi hepatitis virus, adanya kelompok jamur aflatoksin, obesitas, diabetes mellitus, alkohol dan penyakit hati metabolik lain diakui sebagai faktor resiko terjadinya proses patologi pada sel hepar yang menyebabkan terbentuknya HCC. Manifestasi klinisnya sangat bervariasi dari asimptomatik sampai gejala yang sangat jelas dan disertai gagal hati. Namun gejala yang paling sering 2
dikeluhkan adalah perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas abdomen disertai dengan adanya keluhan gastrointestinal lain. Ketiadaan ataupun ketidakmampuan penerapan terapi yang bersifat kuratif menyebabkan HCC berprognosis buruk dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
3
BAB II LAPORAN KASUS A. IDENTITAS PASIEN : Tn. Yupridi
Nama
Tanggal lahir/umur : 23 November 1963 / 53 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Status
: Menikah
Pekerjaan
: Petani
Agama
: Islam
Alamat
: Baturaja
Tanggal masuk
: 16 Juli 2017
Bangsal
: Kelas 3 Penyakit Dalam Laki-Laki
Nomor RM
: 54.06.69
B. ANAMNESIS (Auto dan Alloanamnesis 18 Juli 2017)
Keluhan Utama:
Nyeri perut sebelah kanan atas sejak ±5 bulan SMRS
Keluhan Tambahan:
Batuk dengan dahak terdapat sedikit darah
Riwayat Penyakit Sekarang:
±5 bulan SMRS pasien mengeluh nyeri perut sebelah kanan atas. Nyeri bersifat tumpul, terus menerus, dan tidak menjalar. Nyeri tidak dipengaruhi oleh aktifitas maupun makanan berlemak. Pasien juga mengeluh batuk dengan dahak terdapat sedikit darah. Batuk dapat muncul kapan pun tanpa dipengaruhi oleh faktor pencetus. Pasien sering batuk berkali-kali hingga merasa ingin muntah. Mual dan muntah tidak ada, rasa begah di perut tidak ada, nafsu makan masih baik, demam tidak ada. BAK
4
berwarna teh tua, nyeri dan rasa panas saat BAK tidak ada, kencing berdarah tidak ada, kencing keruh tidak ada, kencing berpasir tidak ada. BAB tidak ada keluhan. Pasien belum pergi berobat. ±1 bulan SMRS pasien mengeluh nyeri semakin hebat. Nyeri perut juga disertai dengan keluhan perut yang dirasakan semakin membesar. Perut yang terasa penuh dan membesar membuat pasien kadang merasa sesak yang bersifat hilang timbul dan tidak dipengaruhi aktivitas ataupun cuaca dan debu. Sesak juga tidak disertai adanya nyeri dada ataupun bengkak di kedua kaki. Pasien mengaku bila makan harus sedikit demi sedikit karena perut mudah terasa begah akibatnya nafsu makan berkurang. Pasien juga masih sering batuk berdahak campur sedikit darah. Pasien juga mengeluh mata nya mulai terlihat kekuningan. Mual dan muntah tidak ada, demam tidak ada. BAK masih berwarna teh tua, BAB tidak ada keluhan. Pasien memutuskan berobat ke dukun setempat. ±4 hari SMRS pasien mengatakan nyeri bertambah hebat dan perut semakin membesar. Pasien akhirnya memutuskan untuk berobat ke RSUD Baturaja dan dirawat inap selama 3 hari lalu dirujuk ke RSUD Palembang Bari.
C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
1. Riwayat darah tinggi, namun tidak pernah berobat 2. Riwayat kencing manis tidak ada 3. Riwayat sakit kuning tidak ada 4. Riwayat batuk lama tidak ada 5. Riwayat asma tidak ada 6. Riwayat transfusi darah tidak ada
D. RIWAYAT KEBIASAAN
1. Riwayat merokok ada sejak 45 tahun lalu, sebanyak 2 bungkus/hari 2. Riwayat minum alkohol tidak ada
5
3. Riwayat minum obat atau jamu dalam jangka panjang tidak ada
E. PEMERIKSAAN FISIK (Dilakukan tanggal 18 Juli 2017)
1. Keadaan Umum
: Tampak sakit sedang
a.
Kesadaran
: Compos mentis
b.
Berat badan
: 50 kg
c.
Tinggi badan
: 163 cm
d.
Indeks massa tubuh
: 19,05 kg/m 2 normoweight
2. Tanda vital
Tekanan darah : 170/80 mmHg Nadi
: 78x/menit, regular
Pernapasan
: 20x/menit
Suhu
: 36,3C (aksilla)
3. Kepala
Mata
: Konjungtiva palpebra anemis (+/+), sklera ikterik (+/+)
Bibir
: Sianosis (-)
Leher
: JVP 5-2 cmH2O
4. Dada
Inspeksi
: Statis dinamis simetris kiri=kanan, normochest, sela iga tidak melebar
Palpasi
: Nyeri tekan (-), massa tumor (-), vokal fremitus kiri=kanan
Perkusi
: Sonor di kedua lapangan paru Batas paru-hepar di ICS V dekstra
Auskultasi
: Vesikuler (+) normal di kedua lapangan paru, ronkhi (-), wheezing (-)
5. Jantung
Inspeksi
: Ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi
: Pekak, batas atas jantung di ICS II linea
6
midclavicularis sinistra, batas kanan jantung di ICS IV linea parasternalis dextra, batas kiri Jantung di ICS V linea aksilaris anterior sinistra
Auskultasi
: Bunyi jantung I/II murni reguler, murmur (-), gallop (-)
6. Abdomen
Inspeksi
: Cembung, venektasi (-), skar (-)
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Palpasi
: Nyeri tekan (+) di kuadran kanan atas, massa tumor (-), hepar teraba 4 jari di bawah arcus costae, permukaan hepar ireguler, tepi tumpul, konsistensi keras. Lien t idak teraba.
Perkusi
: Redup (+)
7. Ekstremitas Ekstremitas superior kanan dan kiri:
Inspeksi
: Warna kulit sama dengan sekitarnya, jejas (-), edema (-)
Palpasi
: Nyeri tekan tidak ada, krepitasi tidak ada, CTR <2 detik
Ekstremitas inferior kanan dan kiri:
Inspeksi
: Warna kulit sama dengan sekitarnya, jejas (-), edema (-)
Palpasi
: Nyeri tekan tidak ada, krepitasi tidak ada. Edema pretibial (-/-), dorsum pedis (-/-), CTR <2 detik
F. PEMERIKSAAN LABORATORIUM TEST
RESULT
NORMAL VALUE
Hb
13,1 g/dL
12 - 14 g/dL
WBC
14.600 / ul
5.000 – 10.000 / ul
Trombosit
182.000 / ul
150.000 – 400.000 / ul
7
Hematokrit
36%
40 – 48 %
Diff. Count
0/1/1/90/5/7 %
0-1/1-3/2-6/50-70/20-40/2-8 %
GDS
90 mg/dl
<180 mg/dl
Ureum
39 mg/dl
20 – 40 mg/dl
Creatinin
0,86 mg/dl
0,9 – 1,3 mg/dl
SGOT
89 U/L
<37 U/L
SGPT
113 U/L
<41 U/L
Uric Acid
4,91 mg/dl
3,4 – 7 mg/dl
Pemeriksaan Alfafetoprotein 2,44 (nilai normal: 0 – 2)
G. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Foto Thoraks PA
8
Corakan bronkovaskular dalam batas normal
Tidak tampak proses spesifik pada kedua paru
CTR <50%, jantung tidak membesar
Diafragma dan sudut kostofrenikus kanan kiri baik
Tulang-tulang dan jaringan lunak baik
Kesan: Cor dan pulmo tidak ada kelainan
H. PEMERIKSAAN USG
Kesan : Suspek hepatoma + sirosis hepatis + ascites + cholelithiasis single ukuran 1,2 cm
9
I. DIAGNOSIS BANDING
Hepatoma
Sirosis hepatis
Hepatitis
Cholelithiasis
J. DIAGNOSIS
Hepatoma K. PENGOBATAN •
Bed rest
•
Diet nasi tim
•
Edukasi
•
Omeprazole 1 x 1 PO
•
Curcuma 3 x 1 PO
•
Pronalges supp 2 x 1 (untuk 3 hari)
•
Hepatosol 2 x 1 sacht.
•
Propanolol 3 x 10 mg
•
Ambroxol syr 3 x 1
L. PROGNOSIS
•
Ad vitam
: dubia ad malam
•
Ad fungsionam
: dubia ad malam
•
Ad sanactionam
: dubia ad malam
10
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Definisi
Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma adalah keganasan pada hepatosit dimana stem sel dari hati berkembang menjadi massa maligna yang dipicu oleh adanya proses fibrotik maupun proses kronik dari hati (sirosis). Massa tumor ini berkembang di dalam hepar, di permukaan hepar maupun ekstrahepatik seperti pada metastase jauh. Tumor dapat muncul sebagai massa tunggal atau sebagai suatu massa yang difus dan sulit dibedakan dengan jaringan hati disekitarnya karena konsistensinya yang tidak dapat dibedakan dengan jaringan hepar biasa. Massa ini dapat mengganggu jalan dari saluran empedu maupun menyebabkan hipertensi portal sehingga gejala klinis baru akan terlihat setelah massa menjadi besar. Tanpa pengobatan yang agresif, hepatoma dapat menyebabkan kematian dalam 6 – 20 bulan.
3.2. Epidemiologi
Kanker hati adalah merupakan kanker kelima yang paling umum di dunia. Suatu kanker yang mematikan, kanker hati akan membunuh hampir semua pasien pasien yang menderitanya dalam waktu satu tahun. Pada tahun 1990, organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan bahwa ada kira-kira 430,000 kasus-kasus baru dari kanker hati diseluruh dunia, dan suatu jumlah yang serupa dari pasien pasien yang meninggal sebagai suatu akibat dari penyakit ini. Sekitar tiga per empat kasus-kasus kanker hati ditemukan di Asia Tenggara (China, Hong Kong, Taiwan, Korea, dan Japan). Sekitar 80% dari kasus HCC, didapat pada negara Afrika Sub-Sahara (Mozambique dan Afrika Selatan). HCC jarang ditemukan pada usia muda, kecuali diwilayah endemik infeksi HBV serta banyak terjadi transmisi HBV perinatal. Pada semua populasi, penderita HCC banyak pada laki-laki (dua hingga empat kali) dari pada
11
perempuan. Masih belum jelas apakah ini berhubungan dengan rentannya laki-laki terhadap timbulnya tumor, atau karena laki-laki banyak terpajan oleh faktor risiko HCC, seperti virus hepatitis dan alkohol.
3.3. Etiologi
Infeksi Hepatitis B Beberapa bukti menunjukan adanya peran infeksi virus hepatitis B
(HBV) dalam menyebabkan kanker hati, baik secara epidemiologis, klinis maupun eksperimental. Pasien-pasien dengan virus hepatitis B yang berada pada risiko yang paling tinggi untuk kanker hati adalah pria-pria dengan sirosis, virus hepatitis B dan riwayat kanker hati keluarga. Mungkin bukti yang paling meyakinkan, bagaimanapun, datang dari suatu studi prospektif yang dilakukan pada tahun 1970 di Taiwan yang melibatkan pegawai pegawai pemerintah pria yang berumur lebih dari 40 tahun. Pada studi-studi ini, penyelidik-penyelidik menemukan bahwa risiko mengembangkan kanker hati adalah 200 kali lebih tinggi diantara pegawai-pegawai yang mempunyai virus hepatitis B kronis dibandingkan dengan pegawai-pegawai tanpa virus hepatitis B kronis. Pada pasien-pasien dengan keduanya virus hepatitis B kronis dan kanker hati, material genetik dari virus hepatitis B seringkali ditemukan menjadi bagian dari material genetik sel-sel kanker. Diperkirakan, oleh karenanya, bahwa daerah-daerah tertentu dari genom virus hepatitis B (kode genetik) masuk ke material genetik dari sel-sel hati. Material genetik virus hepatitis B ini mungkin kemudian mengacaukan/mengganggu material genetik yang normal dalam sel-sel hati, dengan demikian menyebabkan sel-sel hati menjadi bersifat kanker.
Infeksi Hepatitis C Infeksi virus hepatitis C (HCV) juga dihubungkan dengan perkembangan
kanker hati. Di Jepang, virus hepatitis C hadir pada sampai dengan 75% dari kasus-kasus kanker hati. Seperti dengan virus hepatitis B, kebanyakan dari
12
pasien-pasien virus hepatitis C dengan kanker hati mempunyai sirosis yang berkaitan dengannya. Pada beberapa studi-studi retrospektif-retrospektif (melihat kebelakang dan kedepan dalam waktu) dari sejarah alami hepatitis C, waktu rata-rata untuk mengembangkan kanker hati setelah paparan pada virus hepatitis C adalah kira-kira 28 tahun. Kanker hati terjadi kira-kira 8 sampai 10 tahun setelah perkembangan sirosis pada pasien-pasien ini dengan hepatitis C. Beberapa studi-studi prospektif Eropa melaporkan bahwa kejadian tahunan kanker hati pada pasien-pasien virus hepatitis C yang menjadi sirosis berkisar dari 1.4 sampai 2.5% per tahun. Pada
pasien-pasien
virus
hepatitis
C,
faktor-faktor
risiko
mengembangkan kanker hati termasuk kehadiran sirosis, umur yang lebih tua, jenis kelamin laki, kenaikkan tingkat dasar alpha-fetoprotein (suatu penanda tumor darah), penggunaan alkohol, dan infeksi berbarengan dengan virus hepatitis B. Beberapa studi-studi yang lebih awal menyarankan bahwa genotype 1b (suatu genotype yang umum di Amerika) virus hepatitis C mungkin adalah suatu faktor risiko, namun studi-studi yang lebih akhir ini tidak mendukung penemuan ini. Caranya virus hepatitis C menyebabkan kanker hati tidak dimengerti dengan baik. Tidak seperti virus hepatitis B, material genetik virus hepatitis C tidak dimasukkan secara langsung kedalam material genetik sel-sel hati. Diketahui, bagaimanapun, bahwa sirosis dari segala penyebab adalah suatu faktor risiko mengembangkan kanker hati. Telah diargumentasikan, oleh karenanya, bahwa virus hepatitis C, yang menyebabkan sirosis hati, adalah suatu penyebab yang tidak langsung dari kanker hati. Pada sisi lain, ada beberapa individu-individu yang terinfeksi virus hepatitis C kronis yang menderita kanker hati tanpa sirosis. Jadi, telah disarankan bahwa protein inti (pusat) dari virus hepatitis C adalah tertuduh pada pengembangan kanker hati. Protein inti sendiri (suatu bagian dari virus hepatitis C) diperkirakan menghalangi proses alami kematian sel atau mengganggu fungsi dari suatu gen (gen p53) penekan tumor yang normal. Akibat dari aksi-aksi ini adalah bahwa sel-sel hati terus berlanjut hidup dan
13
reproduksi tanpa pengendalian-pengendalian normal, yang adalah apa yang terjadi pada kanker.
Sirosis Individu-individu dengan kebanyakan tipe-tipe sirosis hati berada pada
risiko yang meningkat mengembangkan kanker hati. Sebagai tambahan pada kondisi-kondisi yang digambarkan diatas (hepatitis B, hepatitis C, alkohol, dan hemochromatosis), kekurangan alpha 1 anti-trypsin, suatu kondisi yang diturunkan/diwariskan yang dapat menyebabkan emphysema dan sirosis, mungkin menjurus pada kanker hati. Kanker hati juga dihubungkan sangat erat dengan tyrosinemia keturunan, suatu kelainan biokimia pada masa kanak-kanak yang berakibat pada sirosis dini. Penyebab-penyebab tertentu dari sirosis lebih jarang dikaitkan dengan kanker hati daripada penyebab-penyebab lainnya. Contohnya, kanker hati jarang terlihat dengan sirosis pada penyakit Wilson (metabolisme tembaga yang abnormal) atau primary sclerosing cholangitis (luka parut dan penyempitan pembuluh-pembuluh empedu yang kronis). Begitu juga biasanya diperkirakan bahwa kanker hati adalah jarang ditemukan pada primary biliary cirrhosis (PBC). Studi-studi akhir ini, bagaimanapun, menunjukan bahwa frekwensi kanker hati pada PBC adalah sebanding dengan yang pada bentuk-bentuk lain sirosis.
Alkohol Sirosis yang disebabkan oleh konsumsi alcohol (>50-70gr/hari dan
berlangsung lama) yang kronis adalah hubungan yang paling umum dari kanker hati di dunia (negara-negara) yang telah berkembang. Adalah selama regenerasi yang aktif ini bahwa suatu perubahan genetik (mutasi) yang menghasilkan kanker dapat terjadi, yang menerangkan kejadian kanker hati setelah minum alkohol dihentikan. Alkohol menambah pada risiko mengembangkan kanker hati pada pasien-pasien dengan infeksi-infeksi virus hepatitis C atau virus hepatitis B yang kronis.
14
Aflatoxin B1 Aflatoxin B1 adalah kimia yang diketahui paling berpotensi membentuk
kanker hati. Ia adalah suatu produk dari suatu jamur yang disebut Aspergillus flavus, yang ditemukan dalam makanan yang telah tersimpan dalam suatu lingkungan yang panas dan lembab. Jamur ini ditemukan pada makanan seperti kacang-kacang tanah, beras, kacang-kacang kedelai, jagung, dan gandum. Aflatoxin B1 telah dilibatkan pada perkembangan kanker hati di China Selatan dan Afrika Sub-Sahara. Ia diperkirakan menyebabkan kanker dengan menghasilkan perubahan-perubahan (mutasimutasi) pada gen p53. Mutasi-mutasi ini bekerja dengan mengganggu fungsi-fungsi penekan tumor yang penting dari gen.
Obat-Obat Terlarang, Obat-Obatan, dan Kimia-Kimia Tidak ada obat-obat yang menyebabkan kanker hati, namun hormon-
hormon wanita (estrogens) dan steroid-steroid pembentuk protein (anabolic) dihubungkan dengan pengembangan hepatic adenomas. Ini adalah tumortumor hati yang ramah/jinak yang mungkin mempunyai potensi untuk menjadi ganas (bersifat kanker). Jadi, pada beberapa individu-individu, hepatic adenoma dapat berkembang menjadi kanker. Kimia-kimia tertentu dikaitkan dengan tipe-tipe lain dari kanker yang ditemukan pada hati. Contohnya, thorotrast , suatu agen kontras yang dahulu digunakan untuk pencitraan (imaging ), menyebabkan suatu kanker dari pembuluh-pembuluh darah dalam hati yang disebut hepatic angiosarcoma. Juga, vinyl chloride, suatu senyawa yang digunakan dalam industri plastik, dapat menyebabkan hepatic angiosarcomas yang tampak beberapa tahun setelah paparan.
15
4.
Faktor resiko
Sirosis Hati Sirosis hati (SH) merupakan faktor risiko utama hepatoma di dunia dan
melatarbelakangi lebih dari 80% kasus hepatoma. Otopsi pada pasien SH mendapatkan 20-80% diantaranya telah menderita HCC. Prediktor
utama
hepatoma pada SH adalah jenis kelamin laki-laki, peningkatan kadar alfa feto protein (AFP) serum, beratnya penyakit dan tingginya aktifitas proliferasi sel hati.
Obesitas Seperti diketahui, obesitas merupakan faktor risiko utama untuk non-
alcoholic fatty liver disease (NAFLD), khususnya nonalcoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian dapat berlanjut menjadi HCC.
Diabetes Melitus (DM) DM merupakan faktor risiko baik untuk penyakit hati kronik maupun
untuk HCC melalui terjadinya perlemakan hati dan steatohepatitis non-alkoholik (NASH). Di samping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin dan insulin-like growth factors (IGFs) yang merupakan faktor promotif potensial untuk kanker.
Alkohol Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat
alkohol (>50-70 g/hari dan berlangsung lama) berisiko untuk menderita HCC melalui sirosis hati alkoholik. Efek hepatotoksik alkohol bersifat dose-dependent, sehingga asupan sedikit alkohol tidak meningkatkan risiko terjadinya HCC.
Selain yang telah disebutkan di atas, bahan atau kondisi lain yang
merupakan faktor risiko HCC namun lebih jarang dibicarakan/ditemukan, antara lain : penyakit hati autoimun( hepatitis autoimun, sirosis bilier primer), penyakit hati metabolik(hemokromatosis genetik, defisiensi antitripsin-alfa 1, penyakit Wilson), kotrasepsi oral, senyawa kimia( thorotrast, vinil klorida, nitrosamin, insektisida organoklorin, asam tanik), tembakau.
16
5.
Patologi
Secara makroskopis biasanya tumor
berwarna putih, padat kadang
nekrotik kehijauan atau hemoragik. Acap kali ditemukan trombus tumor di dalam vena hepatika atau porta intrahepatik. Pembagian atas tipe morfologisnya adalah: 1. ekspansif, dengan batas yang jelas, 2. infilt menyebar/menjalar; 3. multifokal. Menurut histologik HCC dapat
WHO secara
diklasifikasikan berdasa organisasi struktural sel tumor
sebagai berikut: 1). Trabekuli (sinusoidal), 2). Pseudoglandular (asiner), 3). Kompak (padat), 4. Sirous Karakteristik terpenting untuk memastikan HCC pada tumor; diameternya lebih kecil dari 1,5 cm adalah bahwa sebagian besar tumor terdiri semata-mata dari karsinoma yang berdiferensiasi baik, deng sedikit atipia selular atau struktural. Bila tumor ini berproliferasi, berbagai variasi histologik beserta dediferensiasinya dapat terlihat di dalam nodul yang sama. Nodul kanker yang berdiameter kurang dari
satu cm seluruhnya terdiri dari jaringan kanker yang
berdiferensiasi baik. Bila diameter tumor antara 1 dan 3 cm, 40% dari nodulnya terdiri atas lebih;| dari 2 jaringan kanker dengan derajat diferensiasi yang berbeda beda.
Photomicrograph of a liver demonstrating hepatocellular carcinoma.
17
6.
Patogenesis
Inflamasi, nekrosis, fibrosis, dan regenerasi dari sel hati yang terus berlanjut merupaka proses khas dari cirrhosis hepat ic yang juga merupakan proses dari pembentukan hepatoma walaupun pada pasien – pasien dengan hepatoma, kelainan cirrhosis tidak selalu ada. Hal ini mungkin berhubungan dengan proses replikasi DNA virus dari virus hepatitis yang juga memproduksi HBV X protein yang tidak dapat bergabung dengan DNA sel hati, yang merupakan host dari infeksi Virus hepatitis, dikarenakan protein tersebut merupakan suatu RNA. RNA ini akan berkembang dan mereplikasi diri di sitoplasma dari sel hati dan menyebabkan suatu perkembangan dari keganasan yang nantinya akan mengahambat apoptosis dan meningkatkan proliferasi sel hati. Para ahli genetika mencari gen – gen yang berubah dalam perkembangan sel hepatoma ini dan didapatkan adanya mutasi dari gen p53, PIKCA, dan β-Catenin. Sementara pada proses cirrhosis terjadi pembentukan nodul – nodul di hepar, baik nodul regeneratif maupun nodul diplastik. Penelitian prospektif menunjukan bahwa tidak ada progresi yang khusus dari nodul – nodul diatas yang menuju kearah hepatoma tetapi, pada nodul displastik didapatkan bahwa nodul yang terbentuk dari sel – sel yang kecil meningkatkan proses pembentukan hepatoma. Sel sel kecil ini disebut sebagai stem cel dari hati. Sel – sel ini meregenrasi sel – sel hati yang rusak tetapi sel – sel ini juga berkembang sendiri
menjadi nodul – nodul yang ganas sebagai respons dari
adanya penyakit yang kronik yang disebabkan oleh infeksi virus.nodul – nodul inilah yang pada perkembangan lebih lanjut akan menjadi hepatoma.
18
7. Manifestasi Klinis
Hepatoma fase subklinis
Yang dimaksud hepatoma fase subklinis atau stadium dini adalah pasien yang tanpa gejala dan tanda fisik hepatoma yang jelas, biasanya ditemukan melalui pemeriksaan AFP dan teknik pencitraan. Caranya adalah dengan gabungan pemeriksaan AFP dan pencitraan, teknik pencitraan terutama dengan USG lebih dahulu, bila perlu dapat digunakan CT atau MRI. Yang dimaksud kelompok risiko tinggi hepatoma umumnya adalah: masyarakat di daerah insiden tinggi hepatoma; pasien dengan riwayat hepatitis atau HBsAg positif; pasien dengan riwayat keluarga hepatoma; pasien pasca reseksi hepatoma primer.
Hepatoma fase klinis
Hepatoma fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang, lanjut, manifestasi utama yang sering ditemukan adalah: (1) Nyeri abdomen kanan atas: hepatoma stadium sedang dan lanjut se ring dating berobat karena kembung dan tak nyaman atau nyeri samar di abdomen kanan atas. Nyeri umumnya bersifat tumpul( dullache)
atau menusuk intermiten atau
kontinu, sebagian merasa area hati terbebat kencang, disebabkan tumor
19
tumbuh dengan cepat hingga menambah regangan pada kapsul hati. Ji ka nyeri abdomen bertambah hebat atau timbul akut abdomen harus pikirkan ruptur hepatoma. (2) Massa abdomen atas: hepatoma lobus kanan dapat menyebabkan batas atas hati bergeser ke atas, pemeriksaan fisik menemukan bawah arkus kostae berbenjol benjol; hepatoma segmen kanan
hepatomegali inferior
di lobus
sering dapat langsung teraba massa di bawah arkus kostae kanan;
hepatoma lobus kiri tampil sebagai massa di bawah prosesus xifoideus atau massa di bawah arkus kostae kiri. (3) Perut kembung: timbul karena massa tumor sangat besar, asites dan gangguan fungsi hati. (4) Anoreksia: timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak saluran gastrointestinal, perut tidak bisa menerma makanan dalam jumlah banyak karena terasa begah. (5) Letih, mengurus: dapat
disebabkan metabolit dari tumor ganas dan
berkurangnya masukan makanan dll, yang parah dapat sampai kakeksia. (6) Demam: timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi dan metabolit tumor, jika tanpa bukti infeksi disebut demam kanker, umumnya tidak disertai menggigil. (7) Ikterus: tampil sebagai kuningnya sclera dan kulit, umumnya karena gangguan fungsi hati, biasanya sudah stadium lanjut, juga dapat karena sumbat kanker di saluran empedu atau tumor mendesak saluran empedu hingga timbul ikterus obstruktif. (8) Asites: juga merupakan tanda stadium lanjut. Secara klinis ditemukan perut membuncit dan pekak bergeser, sering disertai udem kedua tungkai. (9) Lainnya: selain itu terdapat kecenderungan perdarahan, diare, nyeri bahu belakang kanan, udem kedua tungkai bawah, kulit gatal dan lainnya, juga manifestasi sirosis hati seperti splenomegali, palmar eritema, lingua hepatik, spider nevi, venodilatasi
20
dinding abdomen dll. Pada stadium akhir hepatoma sering timbul metastasis paru, tulang dan banyak organ lain
8. Diagnosis I. Pemeriksaan laboratorium
1. Alfa-fetoprotein (AFP) AFP adalah sejenis glikoprotein, disin-tesis oleh hepatosit dan sakus vitelinus, terdapat dalam serum darah janin. Pasca partus 2 minggu, AFP dalam serum hampir lenyap, dalam serum orang normal hanya terdapat sedikit sekali (< 25 ng/L). Ketika hepatosit berubah ganas, AFP kembali muncul. Selain itu teratoma testes atau ovarium serta beberapa tumor lain (seperti karsinoma gaster, paru dll.) dalam serum pasien juga dapat ditemukan AFP; wanita hamil dan sebagian pasien hepatitis akut kandungan AFP dalam serum mereka juga dapat meningkat. AFP memiliki spesifisitas tinggi dalam diagnosis karsinoma hepatoselular. Jika AFP > 500 ng/L bertahan 1 bulan atau > 200 ng/ L bertahan 2 bulan, tanpa bukti penyakit hati aktif, dapat disingkirkan kehamilan dan kanker embrional kelenjar reproduksi, maka dapat dibuat diagnosis hepatoma, diagnosis ini dapat lebih awal 6-12 bulan dari timbulnya gejala hepatoma. AFP sering dapat dipakai untuk menilai hasil terapi. Pasca reseksi hepatoma, kadar AFP darah terus menurun dengan waktu paruh 3-9,5 hari, umumnya pasca operasi dalam 2 bulan kadarnya turun hingga normal, jika belum dapat turun hingga normal, atau setelah turun lalu naik lagi, maka pertanda terjadi residif atau rekurensi tumor.
2.
Petanda tumor lainnya Zat petanda hepatoma sangat banyak, tapi semuanya tidak spesifik untuk
diagnosis sifat hepatoma primer. Penggunaan gabungan untuk diagnosis kasus dengan AFP negatif memiliki nilai rujukan tertemu, yang relatif umum digunakan adalah: des-gama karboksi protrombin (DCP), alfa-L-fukosidase (AFU), gamaglutamil transpeptidase (GGT-II), CA19-9, antitripsin, feritin, CEA, dll.
21
3. Fungsi hati dan sistem antigen antibodi hepatitis B Karena lebih dari 90% hepatoma disertai sirosis hati, hepatitis dan latar belakang penyakit hati lain, maka jika ditemukan kelainan fungsi hati, petanda hepatitis B atau hepatitis C positif, artinya terdapat dasar penyakit hati untuk hepatoma, itu dapat membantu dalam diagnosis.
II. Pemeriksaan pencitraan
l. Ultrasonografi (USG) USG merupakan metode paling sering digunakan dalam diagnosis hepatoma. Kegunaan dari USG dapat dirangkum sebagai berikut: memastikan ada tidaknya lesi pe-nempat ruang dalam hati; dapat dilakukan penapisan gabungan dengan USG dan AFP sebagai metode diagnosis penapisan awal untuk hepatoma; mengindikasikan sifat lesi penempat ruang, membedakan lesi berisi cairan dari yang padat; membantu memahami hubungan kanker dengan pembuluh darah penting dalam hati, berguna dalam meng-arahkan prosedur operasi; membantu memahami penyebaran dan infiltrasi hepatoma dalam hati dan jaringan organ sekitarnya, memperlihatkan ada tidaknya trombus tumor dalam percabangan vena porta intrahepatik; di bawah panduan USG dapat dilakukan biopsi
2. CT CT telah menjadi parameter pemeriksaan rutin terpenting untuk diagnosis lokasi dan sifat hepatoma. CT dapat membantu memperjelas diagnosis, menunjukkan lokasi tepat, jumlah dan ukuran tumor dalam hati hubungannya
22
dengan pembuluh darah penting, dalam penentuan modalitas terapi sangatlah penting. Terhadap lesi mikro dalam hati yang sulit ditentukan CT rutin dapat dilakukan CT dipadukan dengan angiongrafi (CTA), atau ke dalam arteri hepatika disuntikkan lipiodol, sesudah 1-3 minggu dilakukan lagi pemeriksaan CT, pada waktu ini CT-lipiodol dapat menemukan hepatoma sekecil 0,5 cm.
3.
MRI MRI merupakan teknik pemeriksaan nonradiasi, tidak memakai zat kontras
berisi iodium, dapat secara jelas menunjukkan struktur pembuluh darah dan saluran empedu dalam hati, juga cukup baik memperlihatkan struktur internal jaringan hati dan hepatoma, sangat membantu dalam menilai efektivitas aneka terapi. Dengan zat kontras spesifik hepatosit dapat menemukan hepatoma kecil kurang dari 1cm dengan angka keberhasilan 55%
.
23
4.
Angiografi arteri hepatika Sejak tahun 1953 Seldinger merintis penggunaan metode kateterisasi arteri
femoralis perkutan untuk membuat angiografi organ dalam, kini angiografi arteri hepatika selektif atau supraselektif sudah menjadi salah satu metode penting dalam diagnosis hepatoma. Namun karena metode ini tergolong invasif, penampilan untuk hati kiri dan hepatoma tipe avaskular agak kurang baik, dewasa ini indikasinya adalah: klinis suspek hepatoma atau AFP positif tapi hasil pencitraan lain negatif hasilnya; berbagai teknik pencitraan noninvasif sulit menentukan sifat lesi penempat ruang tersebut.
5.
Tomografi emisi positron (PET) Dewasa ini diagnosis terhadap hepatoma masih kurang ideal, namun
karsinoma kolangioselular dan karsinoma hepatoselular berdiferensiasi buruk memiliki daya ambil terhadap 18F-FDG yang relatif kuat, maka pada pencitraan PET tampak sebagai lesi metabolisme tinggi.
III. Pemeriksaan lainnya
Pungsi hati mengambil jaringan tumor untuk pemeriksaan patologi, biopsi kelenjar limfe supraklavikular, biopsi nodul sub-kutis, mencari sel ganas dalam asites, perito-neoskopi dll. juga mempunyai nilai tertentu pada diagnosis hepatoma primer.
9. Prinsip diagnosis hepatoma
Untuk pasien yang dicurigai hepatoma atau lesi penempat ruang dalam hati yang tak dapat menyingkirkan hepatoma, semua harus diupayakan kejelasan diagnosisnya dalam waktu sesingkat mungkin. Teknik pemeriksaan pencitraan modern tidak dapat dilewatkan, biasanya dimulai dengan pemeriksaan noninvasif, bila perlu barulah dilakukan pemeriksaan invasif. Untuk kasus yang dengan berbagai
pemeriksaan
masih
belum
jelas
diagnosisnya,
harus
dipantau
ditindaklanjuti secaraketat, bila perlu pertim-bangkan laparotomi eksploratif.
24
SISTEM STA GI NG
Dalam staging klinis HCC terdapat pemilahan pasien atas kelompokkelompok yang prognosisnya berbeda, berdasarkan parameter klinis, biokimiawi dan radiologis pilihan yang tersedia. Sistem staging yang ideal seharusnya juga mencantumkan penilaian ekstensi tumor, derajat gangguan fungsi hati, keadaan umum pasien serta keefektifan terapi. Sebagian besar pasien HCC adalah pasien sirosis yang juga mengurangi harapan hidup. Sistem yang banyak digunakan untuk menilai status fungsional hati dan prediksi prognosis pasien sirosis adalah sistem klasifikasi Child-ltorcotte-Pugh, tetapi sistem ini tidak ditujukan untuk penilaian staging HCC. Beberapa sistem yang dapat dipakai untuk staging HCC adalah: • Tumor-Node-Metastases (TNM) Staging System • Okuda Staging System • Cancer of the Liver Italian Program (CLIP) Scoring System • Chinese University Prognostic Index (CUPI) • Barcelona Clinic Liver Cancer (BCLC) Staging System
25
Standar diagnosis
Pada tahun 2001 Komite Khusus Hepatoma Asosiasi Antitumor China telah menetapkan standar diagnosis dan klasifikasi stadium klinis hepatoma primer. 1. Standar diagnosis klinis hepatoma primer. a.
AFP > 400 ug/L, dapat menyingkirkan kehamilan, tumor embrional sistem repro-duksi, penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu teraba hati mem-besar, keras dan bermassa nodular besar atau pemeriksaan pencitraan menun-jukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma.
b.
AFP < 400 ug/L, dapat menyingldrkan kehamilan, tumor embrional sistem reproduksi, penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu terdapat dua jenis pemeriksaan
pencitraan
menunjukkan lesi penempat ruang
karakteristik hepatoma atau terdapat dua petanda hepatoma (DCP, GGTII,
AFU,
CA19-9,
dll.) positif serta satu pemeriksaan pencitraan
menunjukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma. 26
c.
Menunjukkan manifestasi klinis hepatoma dan terdapat kepastian lesi metastatik
ekstrahepatik (termasuk asites hemoragis makroskopik atau
di dalamnya ditemukan sel ganas) serta dapat meny ing-kirkan hepatoma metastatik 2. Standar klasifikasi stadium klinis hepatoma primer la : tumor tunggal berdiameter < 3 cm, tanpa emboli rumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A. Ib : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan <5cm, di separuh hati, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A. Ha : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan < 10 cm, di separuh hati, atau dua tumor dengan diameter gabungan < 5 cm, di kedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A. lib : tumor tunggal atau multipel dengan diameter gabungan > 10 cm, di separuh hati, atau tumor multipel dengan diameter gabungan > 5 cm, di kedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A. Terdapat emboli tumor di percabangan vena portal, vena hepatik atau saluran empedu dan/atau Child B. Ilia : tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluh utama vena porta atau vena kava inferior, metastasis kelenjar limfe peritoneal atau jauh, salah satu daripadanya; Child A atau B. Illb : tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor, metastasis; Child C.
27
10.
Diagnosis banding
1.
Diagnosis banding hepatoma dengan AFP positif Hepatoma dengan AFP positif harus dibedakan dari kehamilan, tumor
embrional kelenjar reproduktif, metastasis hati dari kanker saluran digestif dan hepatitis serta sirosis hati dengan peninggian AFP. Pada tumor embrional kelenjar reproduktif, terdapat gejala klinis dan tanda fisik tumor bersangkutan, umumnya tidak sulit dibedakan; kanker gaster, kanker pankreas dengan metastasis hati. Kanker gaster, kanker pankreas kadang kala disertai peninggian AFP, tapi konsentrasinya umumnya relatif; rendah, dan tanpa latar belakang penyakit : hati, USG dan CT serta pemeriksaan minum barium dan pencitraan lain sering kali dapat memperjelas diagnosis. Pada hepatitis, sirosis hati, jika disertai peninggian AFP agak sulit dibedakan dari hepatoma, harus dilakukan pemeriksaan pencitraan hati secara cermat, dilihat apakah terdapat lesi penempat ruang dalam hati, selain secara berkala harus diperiksa fungsi hati dan AFP, memonitor perubahan ALT dan AFP. 2.
Diagnosis banding hepatoma dengan AFP negatif
28
Hemangioma hati. Hemangioma kecil paling sulit dibedakan dari hepatoma kecil dengan AFP negatif, hemangioma umumnya pada wanita, riwayat penyakit yang panjang, progresi lambat, bisa tanpa latar belakang hepatitis dan sirosis hati, zat petanda hepatitis negatif, CT tunda, MRI dapat membantu diagnosis. Pada tumor metastasis hati, sering terdapat riwayat kanker primer, zat petanda hepatitis umumnya negatif pencitraan tampak lesi multipel tersebar dengan ukuran bervariasi. Pada abses hati, terdapat riwayat demam, takut dingin dan tanda radang lain, pencitraan menemukan di dalam lesi terdapat likuidasi atau nekrosis. Pada hidatidosis hati, kista hati, riwayat penyakit panjang, tanpa riwayat penyakit hati, umumnya kondisinya baik, massa besar dan fungsi hati umumnya baik, zat petanda hepatitis negatif, pencitraan menemukan lesi bersifat cair penempat ruang, dinding kista tipis, sering disertai ginjal polikistik. Adenoma hati, umumnya pada wanita, sering dengan riwayat minum pil KB bertahun-tahun, tanpa latar belakang hepatitis, sirosis hati, petanda hepatitis negatif, CT tunda dapat membedakan. Hiperplasia nodular fokal, pseudotumor inflamatorik dll. sering cukup sulit dibedakan dari hepatoma primer.
11. Penatalaksanaan
Tiga prinsip penting dalam terapi hepatoma adalah terapi dini efektif, terapi gabungan, dan terapi berulang. Terapi dini efektif. Semakin dini diterapi, semakin baik hasil terapi terhadap rumor. Untuk hepatoma kecil pasca reseksi 5 tahun survivalnya adalah 50-60%, sedangkan hepatoma besar hanya sekitar 20%.
a.
Terapi operasi Indikasi operasi eksploratif: tumor mungkin resektabel atau masih ada
kemung-kinan tindakan operasi paliatif selain reseksi; fungsi hati baik, diperkirakan tahan operasi; tanpa kontraindikasi operasi. Kontraindikasi operasi eksploratif: umumnya pasien dengan sirosis hati berat, insufisiensi hati disertai ikterus, asites; pembuluh utama vena porta mengandung trombus kanker;
29
rudapaksa serius jantung, paru, ginjal dan organ vital lain, diperkirakan tak tahan operasi.
1. Metode hepatektomi. Hepatektomi merupakan cara terapi dengan hasil terbaik dewasa ini. Survival 5 tahun pasca operasi sekitar 30-40%, pada mikrokarsinoma hati (< 5 cm) dapat mencapai 50-60%. Hepatektomi beraruran adalah sebelum insisi hati dilakukan diseksi, me-mutus aliran darah ke lobus hati (segmen, subsegmen) terkait, kemudian menurut lingkup anatomis lobus hati (segmen, subsegmen) tersebut dilakukan reseksi jaringan hati. Hepatektomi tak beraruran tidak perlu mengikuti secara ketat distribusi anatomis pembuluh dalam hati, tapi hanya perlu ber-jarak 2-3cm dari tepi tumor, mereseksi jaringan hati dan percabangan pembuluh darah dan saluran empedu yang menuju lesi, lingkup reseksi hanya mencakup tumor dan jaringan hati sekitarnya. Pada kasus dengan sirosis hati, obstruksi porta hati setiap kali tidak boleh lebih dari 10-15 menit, bila perlu dapat diobstruksi berulang kali. Hepatektomi 2 fase: pasien hepatoma setelah dilakukan eksplorasi bedah ternyata tumor tak dapat direseksi. sesudah diberikan terapi gabungan. tumor mengecil, dilakukan laparotomi lagi dan dapat dilakukan reseksi.
2.
Transplantasi hati
Dewasa ini, teknik transplantasi hati sudah sangat matang, namun biayanya tinggi,donornya sulit. Pasca operasi pasien menggunakan obat imunosupresan anti rejeksi membuat kanker residif tumbuh lebih cepat dan bermetastasis. hasil terapi kurang baik untuk hepatoma stadium sedang dan lanjut. Umumnya berpendapat mikrohepatoma stadium dini dengan sirosis berat merupakan indikasi lebih baik untuk transplantasi hati.
3.
Terapi operatif nonreseksi Misalnya, pasca laparotomi, karena tumor menyebar atau alasan lain tidak
dapat dilakukan reseksi, dapat dipertimbangkan terapi operatif nonreseksi,
30
mencakup: injeksi obat melalui kateter transarteri hepatik atau kemoterapi embolisasi saat operasi; kemoterapi melalui kateter vena porta saat operasi; ligasi arteri hepatika; koagulasi tumor hati dengan gelombang mikro, ablasi radiofrekuensi, krioterapi dengan nitrogen cair, evaporisasi dengan laser energi tinggi saat operasi; injeksi alkohol absolut intratumor saat operasi.
b.
Terapi lokal Terapi lokal terdiri atas dua jenis terapi, yaitu terapi ablatif lokal dan injeksi
obat intratumor.
1. Ablasi radiofrekuensi (RFA) Ini adalah metode ablasi lokal yang [paling sering dipakai dan efektif dewasa ini. Elektroda RFA ditusukkan ke dalam tumor melepaskan
energi
radiofrekuensi, hingga jaringan tumor mengalami nekrosis koagulatif panas, denaturasi, jadi secara selektif mem-bunuh jaringan tumor. Satu kali RFA menghasilkan nekrosis seukuran bola berdiameter 3-5 cm, sehingga dapat membasmi tuntas mikrohepatoma, dengan hasil kuratif. RFA perkutan memiliki keunggulan mikroinvasif, aman, efektif, sedikit komplikasi. mudah di-ulangi dll. sehingga mendapat perhatian luas untuk terapi hepatoma.
2. Injeksi alkohol absolut intratumor perkutan Di bawah panduan teknik pencitraan, dilakukan pungsi tumor hati perkutan, ke dalam tumor disuntikkan alkohol absolut. Sehubungan dengan pengaruh dari luas pe-nyebaran alkohol absolut dalam tumor hati dan dosis toleransi tubuh manusia, maka sulit mencapai efek terapi ideal terhadap hepatoma besar, penggunaannya umumnya untuk hepatoma kecil yang tak sesuai direseksi atau terapi adjuvan pasca kemoembolisasi arteri hepatik. Meskipun hepatoma kecil tapi suntikan hams berulang kali di banyak titik barulah dapat membuat kanker nekrosis memadai.
31
c.
Terapi Paliatif Sebagian besar pasien HCC didiagnosis pada stadium menengah-lanjut
(intermediate-advanced stage) yang tidak ada terapi standarnya. TAE/ TACE dengan frekuensi 3 hingga 4 kali setahun dianjurkan pada pasien yang fungsi hatinya cukup baik (Child-Pugh A) serta tumor multinodular asimtomatik tanpa invasi vaskular atau penyebaran ekstrahepatik, yang tidak dapat diterapi secara radikal. Sebaliknya bagi pasien yang dalam keadaan gagal hati (Child-Pugh B-C), serangan iskemik akibat terapi ini dapat mengakibatkan efek samping yang berat. Adapun beberapa jenis terapi lain untuk HCC yang tidak resektabel seperti imunoterapi dengan interferon, terapi antiestrogen, antiandrogen, oktreotid, radiasi internal, kemoterapi arterial atau sistemik masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan penilaian yang meyakinkan. Prognosis dari hepatoma lebih dipengaruhi oleh stadium tumor pada saat diagnosis, status kesehatan pasien, fungsi sintesis hati dan manfaat terapi .
Studi oleh Ramacciato dkk. mendapatkan angka harapan hidup 5 - tahun
pada stadium I berdasarkan sistem TNM yang baru dengan 3 subkategori ukuran tumor : < 2 cm 68.2 % 2-5 cm 70.7% > 5 cm 75.8%
32
BAB IV ANALISA KASUS
1)
Observasi ascites dan massa hepar dengan suspek hepatoma Gejala subjektif
-
Nyeri perut kuadran kanan atas (tumpul, terus menerus dan tidak menjalar), disertai perasaan penuh di perut dan perut terasa membesar.
Nyeri
dapat
diaki
batkan tumor tumbuh dengan cepat yang menyebabkan penambahan regangan pada kapsul hati. -
BAK seperti teh, adanya proses kerusakan sel hepar oleh hepatoma menyebabkan
penurunan
fungsi
hepatosit
yang
berperan
mengkonjugasi bilirubin indirek menjadi bilirubin direk akibatnya terjadi peningkatan bilirubin 1 yang menyebabkan warna kulit dan sclera menjadi ikterik serta urin menjadi seperti teh -
Batuk berdahak campur darah, kemungkinan metastase paru
-
Adanya faktor resiko antara lain laki-laki, merokok, paparan insektisida
Gejala objektif
-
Sclera ikterik akibat penumpukan bilirubin 1 dalam darah, ikterik tidak nampak bila kadar bilirubin < 2-3 mg/dl.
- Perut membuncit, tidak simetris (kanan atas tampak lebih menonjol), dapat diakibatkan karena adanya distensi pembuluh darah V. kolateral di abdomen. - Massa di KKA konsistensi keras, permukaan bernodul/berbenjol dan nyeri tekan (+) Teraba pembesaran hepar , dengan tepi tumpul, permukaan licin, konsistensi keras, nyeri tekan (+). - Ascites dengan shifting dullness (+) dan undulasi (+). Akibat dari obstruksi di V. porta menyebabkan distensi V. mesentrika sehingga tekanan
osmotic
meningkat
dan
terjadi
perpindahan
cairan
menyebabkan ascites
33
-
Tekanan darah tinggi, sebelumnya pasien mempunyai riwayat darah tinggi yang tidak terkontrol, ditambah dengan adanya hepatoma yang memperburuk keadaan.
Penatalaksanaan
Medikamentosa berupa terapi simptomatik antara lain: -
Omeprazole 1 x 1 PO
-
Pronalges supp 2 x 1
-
Hepatosol 2 x 1 sacht.
-
Ambroxol syr 3 x 1
-
Propanolol 3 x 10 mg
-
Curcuma 3 x 1 PO
Non medikamentosa: -
Tirah baring, diet nasi tim
-
IVFD KAEN 3B gtt xx/menit
-
Pemeriksaan penyaring untuk memastikan diagnosis sebagai tumor primer hepar. Berupa : AFP/ alfa fetoprotein merupakan sejenis glikoprotein, disin-
tesis oleh hepatosit dan sakus vitelinus, terdapat dalam serum darah janin. Normal 0-2 ng/ml. kadar lebih dari 400 ng/ml adalah diagnostic untuk hepatoma. Kriteria radiologis dengan koinsidensi 2 cara imaging
(USG/CT SCAN/MRI/ANGIOGRAFI) lesi fokal > 2 cm
dengan hipervaskularisasi arterial. Gambaran mosaic, formasi septum, bagian perifer sonolusen, bayangan kapsul yang dibentuk
pseudokapsul
fibrotic
serta
penyengatan
eko
posterior. Pemeriksaan status hepatitis HbSAg, HbeAg, VHB DNA
ALT dan anti HCV atau RNA HCV
34
-
Dapat pula dilakukan terapi lain untuk menurunkan pertumbuhan tumor seperti ablasi tumor perkutan (penggunaan asam poliprenoik selama 12 bulan), TACE/ Trans arterial embolization atau chemo embolization), dan imunoterapi
2)
Sludge vesica fellea dengan suspek cholesistitis Gejala subjektif
Nyeri perut kanan atas Gejala objektif
Sklera dan kulit ikterik, suhu subfebris dan leukositosis. Gambaran USG tampak sludge dan penebalan vesica fellea. Kantung empedu yang berfungsi menampung dan memekatkan empedu yang berfungsi untuk melarutkan kolesterol. Kolesterol yang tidak terdispersi akibat jumlahnya yang terlalu banyak akan mudah menggumpal membentuk kristal kolesterol monohidrat padat berupa endapan yang bila menyatu akan membentuk batu empedu. Batu tersebut menyebabkan distensi kandung empedu dan gangguan aliran darah dari limfe sehingga bakteri komensal berkembangbiak menimbulkan inflamasi yang akan memicu peningkatan leukosit. Penatalaksanaan
Diet rendah kolesterol Ceftriaxon 2 x 1 gr
KESIMPULAN
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjag, Tn. Yupridi lakilaki usia 53 tahun di diagnosis sebagai Hepatoma dan cholesistitis.
35