GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM DI INDONESIA (Studi Historis Terhadap Institusi Sosial Keagamaan: Sarikat Islam, Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama) Qolbi Khoiri Dosen Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah IAIN Bengkulu Email:
[email protected] Abstract; The origin and development of religious social organizations held a renewal movement within Islam in Indonesia, which is engaged in social, educational and political organizations exist that each has its own effect and nature. The influence of leadership and charisma as well as the challenges that are from within and outside the Muslim community itself has always been a determining factor reciprocation of the organization. Sarikat establishment of Islam as one of the initial step movement, especially the political movement reform movement in addition to answering the question of religious people. In general, the presence of the religious social organization engaged in the religious level, education and other social problems such as Sarikat Islam, Muhammadiyah and Nahdlatul Ulama, as well as others Keywords: Islamic Reform Movement, SI, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama Abstrak: Asal usul dan perkembangan organisasi sosial keagamaan yang mengadakan gerakan pembaharuan dalam Islam di Indoneisa baik yang bergerak dalam bidang social, pendidikan dan politik, bahwa tiap-tiap organsiasi mempunyai pengaruh dan sifat tersendiri. Pengaruh dan charisma pimpinannya serta tantangan yang terdapat dari dalam maupun dari luar lingkungan masyarakat Islam sendiri selalu menjadi faktor penentu maju mundurnya organisasi tersebut. Berdirinya Sarikat Islam sebagai salah satu langkah awal adanya gerakan, terutama gerakan politik disamping gerakan pembaharuan yang menjawab persoalam keagamaan umat. Secara umum kehadiran organisai sosial keagamaan tersebut bergerak pada tataran keagamaan, pendidikan dan persoalan kemasyarkatan lainnya seperti Sarikat Islam, Muhammadiyah, dan Nahdhatul Ulama, serta yang lainnya Kata Kunci: Gerakan Pembaharuan Islam, SI, Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama Volume 4 No 1 Januari-Juni 2014● 63
A. Pendahuluan Gerakan pembaharuan Islam -yang lebih dikenal dengan nama Modernisme- di Indonesia merupakan sebuah gerakan atas tradisionalisme Islam yang telah terlebih dahulu mengakar dalam masyarakat, meskipun secara institutional muncul lebih belakang.79 Gerakan Pembaharuan ini mendapat inspirasi dari gerakan purifikasi Muhammad ibn Abdul Wahab di Jazirah Arabia dan panIslamisme Jamaluddin al-Afgani, yang kemudian mendapat kerangka ideologis dan teologis dari muridnya seperti Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha.80 Visi dasar dari gerakan ini adalah usaha untuk melakukan pemurnian Islam dengan memberantas segala yang berbau khurafat dan bid’ah, melepaskan diri dari ikatan mazhab dan membuka kembali pintu ijtihad. Sebagai bentuk implementasi dari pembaharuan tersebut, di Indonesia muncul sederetan organisasi social keagamaan. Perkembangan organisasi tersebut di dorong oleh ajaran Islam dan kesadaran umat Islam itu sendiri untuk membersihkan kehidupan agama dari unsur-unsur lain, memperbaiki kualitas pendidikan, social dan ekonomi sebagai akibat dari penjajahan. Dalam makalah ini akan penulis kemukakan Gerakan Pembaharuan Islam di Indonesia di tinjau dari lembaga sosial keagamaan, seperti Sarikat Islam (SI), Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama dan Persatuan Islam (Persis). B. Sarikat Islam Sarikat Islam (SI) pada mulanya bernama Serikat Dagang Islam (SDI) yang merupakan sebuah organisasi gagang yanG didirikan pada tahun 1911 oleh seoragn pengusaha batik di Solo yaitu Samanhudi. Kemudian pada perkembangan selanjutnya berubah menjadi Sarikat Islam. SDI muncul untuk menghadapi persaingan dagang dengan orang cina yang memonopoli bahan-bahan batik dan sikap superioritas mereka terhadap orang Indonesia yang didukung oleh pemerintah Belanda. Selain itu tujuannya adalah untuk mengatasi tekanan dari kalangan bangsawan, dan membuat front perlawanan menghadapi semua penghinaan terhadap rakyat Bumiputera, serta
79
Ahmad Amir Aziz, Neo-Modenisme Islam di Indonesia; Gagasan Sentral Nurcholis Madjid dan Abdurrahman Wahid, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999)., h. 4 80 Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975)., h. 58 64 ●Volume 4 No 1 Januari-Juni 2014
sebagai media perlawana terhadap kecurangan dan penindasan yang dilakukan pihak pegwai Bumiputera dan Eropa terhadap Rakyat.81 Pada tahun 1913, SI mengadakan kongres pertama di Surabaya, dan berhasil membagi wilayah organisasi menjadi tiga, yaitu Jawa Barat (termasuk Kalimantan), dan Jawa Timur (termasuk Bali, Lombok, Sumbawa, Sulawesi, dan pulau Indonesia Timur Lainnnya).82 Dibawah kepemimpinan Haji Oemar Said (HOS) Cokroaminoto pada tahun 1915, SI memiliki pengurus pusat dan berkembang menjadi sebuah organisasi besar dan berpengaruh, gerakannya tidak hanya sebatas pada bidang perdagangan dan perekonomian, melainkan juga diperluas dalam bidang keagamaan.83 Pada tanggal 18 februari 1914 diadakan pertemuan di Yogyakarta yang mengahsilkan terbentuknya pengurus pusat SI yang terdiri dari H. Samanhudi sebagai Ketua Kehormatan, Cokroaminoto sebagai ketua dan Gunawan sebagai Wakil ketua. Pengurus pusat ini diakui pemeritnah pada tanggal 18 maret 1916. Kemudian berbenah dengan membeirkan perhatian pada berbagai persoalan baik politik maupun agama. Sikap politik keagamaan yang dirumuskan pada kongres nasional ke- 2 tahun 1917 berbunyi “Bahwa agama Islam itu membuka rasa pikiran perihal persamaan derajat kemanusiaan sambil menjunjung tinggi kepada kuasa negeri dan Islam sebaik-baik agama buat mendidik budi pekerti rakyat”.84 Perkembangan berikutnya SI mengalami perubahan, terutama karena SI disusupi oleh orang-orang komunis yang tergabung dalam organisasi Indische Social Democratische Vereniging (ISDV) pimpinan Sneeveliet seorang kader komunis dari Belanda, akhirnya SI tak dapat mengelakkan diri dari perpecahan dan jadilah SI menjadi dua bagian yaitu SI Putih dan SI Merah yang beraliran Komunis. Berdasarkan putusan kongres SI tahun 1921 di Yogyakarta, maka anggota SI merah dikeluarkan dari Serikat Islam. Tahun 1923 SI berganti nama menjadi Partai Sarikat Islam (PSI), dan pada tahun 1930 berganti lagi menjadi Partai Sarikat Islam Indonesia 81
Suhartono, Sejarah Pergerakan Nasional, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994), cet. 1., h. 33 82 Ibid., h. 36 83 paling tidak hal ini bisa dilihat dari dasar perjuangan mereka, yaitu dasar perjuangan Islam, lebih lanjut lihat Korve, APE, Serikat Islam 1912-1926, (Netherland: Amsterdam University, 1989)., h. 40 84 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: Oxford University Press, 1980)., h. 126 Volume 4 No 1 Januari-Juni 2014● 65
(PSII), tokoh-tokoh yang terkenal adalah Abdul Muis, Wignyodisastro, Suwardi Suryanigrat (KI Hajar Dewantara), H. Agus Salim, dan Abikusno Cokrosuyoso.85 Gerakan pembaharuan SI dari perjalanan sejarahnya banyak melakukan pembaharaun dalam bidang politik keagamaan, hal ini sesungguhnya berdasarkan keadaan dimana SI berhadapan di antara perjuangan Rakyat dalam menghadapi Belanda, dan hegemoni Ekonomi yang dilakukan oleh Cina. C. Muhammadiyah Muhammadiyah secara etimologis berasal dari kata “Muhammad” yaitu Nabi dan Rasul Allah yang terakhir, kemudian ditambah dengan “ya” nisbah, yang berarti pengikut Muhammad. Sedangkan secara terminologis Muhammadiyah adalah gerkaan Islam, dakwah amar makruf nahi munkar, berasaskan Islam dan bersumber pada al-Quran dan Sunnah. Muhammadiyah di dirikan oleh KH. A. Dahlan86 pada tanggal 8 Zulhijjah 1330 H atau tanggal 18 November 1912 di Yogyakarta.87 Organisasi ini didirikan mempunyai maksud untuk mencontoh dan meneladani jejak perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam semata-mata demi terwujudnya Izzatul Islam wa al-Muslim. Faktor yang mendorong KH. A. Dahlan adalah karena: 1. Ketidakbersihan dan campur aduknya kehidupan agama Islam di Indonesia 2. Ketidakefesiennya lembaga-lembaga pendidikan agama dalam melakukan pendidikannya. 3. Aktifitas misi-misi agama lailn (Katholik dan Protestan) semakin meningkat. 4. Sikap acuh tak acuh, malah terkadang merendahkan dari golongan intelegensia terhadap Islam.88 Kalau dilihat dari segi tahun kelahirannya, maka organisasi Muhammadiyah sudah hampir memasuki usia stau aad, paling tidak usianya sekarang mencapai 93 tahun. Perserikatan Muhammadiyah 85
Ibid nama ini di peroleh saat beliau menunaikan ibadah haji di makkah, setelah usianya dewasa. Nama aslinya adalah Muhammad Darwis yang diberikan oleh kedua orang tuanya. Lebih lanjut lihat, Firdaus Syam, Amien Rais; Politisi Yang Merakyat Dan Intelektual Yang Shaleh, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2003)., h. 63 87 Mustafa Kalam Pasha dan Ahmad Adaby Darabar, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, (Yogyakarta: LPPI, 2000), cet-1., h. 7071 88 Ali Mukti, Interpretasi Amalan Muhammadiyah, (Yogyakarta: Harapan Melati, 1985., h. 23 86
66 ●Volume 4 No 1 Januari-Juni 2014
dari tahun 1912 hingga 2006 telah dipimpin putra-putra terbaik bangsa, sebanyak 15 orang.89 Sebagai organisasi Islam yang tertua di Indoensai sejak awal berdirinya mengkonsentrasikan gerakannya secar substansial adalah gerakan Islam dan Dakwah dalam arti luas, yakni mengajak manusia untuk beragama Islam, meluruskan keIslaman kaum muslimin serta meningkatkan kualitas kehidupan mereka baik secara intelektual, social, ekonomi maupun politik.90 Guna pencapaian dari tujuannya, persyarikatan Muhammadiyah membentuk lembaga-lembaga seperti; Majlis Tarjih, Majlis Hikmah, Aisyiah, Hizbul Wathan, Majlis Wakaf, Majlis Pengajaran, Majlis Tabligh, Majlis Ekonomi, Majlis Dakwah, PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem) bidang kesehatan dan panti asuhan, kemudian muncul IPPM, IRM (ikatan Remaja Muhammadiyah), Pemuda Muhammadiyah, IMM dan lembaga-lembaga lainnya yang bertujuan untuk menjunjung tinggi nilai-nilai Islam. Muhammadiyah sebagai organisasi yang berusaha untuk memurnikan pengamalan ajaran Islam (purifikasi) sekaligus mengangkat kehidupan umat, 91 lebih berani menerapkan sistem modern, meskipun dalam hal ini Muhammadiyah tidak jarang hanya melakukan adopsi saja atau lebih mendasar pada nilai pragmatis, dari sinilah para cendikiawan menyebut Muhammadiyah sebagai organisasi yang moderen. Lahirnya pemikiran Moderen di awal abad ke-20 melalui organisai Muhammadiyah ini tidak dapat dilepaskan dengan situasi dan kondisi social poltiik yang dihadapi umat Islam saat itu. Dimana ummat Islam berada dalam cengkraman kolonial Belanda merupakan faktor eksternal munculnya organsiasi ini.92 Sejak awal berdirinya, Muhammadiyah sudah mengambil peran dan posisi strategis yaitu Amar Ma’ruf Nahi Munkar, hal itu membuktikan bahwa Muhammadiyah murni memperjuangkan kebenaran dan memberantas kemungkaran. Setidaknya berupaya 89
Marthias Duski Pandoe, Lintasan Sejarah Muhammadiyah di Minangkabau, dalam Zaili Asril, dkk (ed), Menyemangati Kembali Peran Muhammadiyah di Minangkabau, (Padang: Yayasan Alam Takambang Jadikan Guru, 2000)., h. 29-30 90 Abuddin Nata, et.al, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan LembagaLembaga Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Grasindo, 2001)., h. 252 91 Lihat, Muqaddimah AD-ART Muhammadiyah, (Yogyakarta: PP Muhammadiyah, 1990)., h. 7 92 Arbiyah Lubis, Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh: Suatu Studi Perbandingan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987)., h. 13 Volume 4 No 1 Januari-Juni 2014● 67
melindungi masyarakat muslim dari pengaruh ajaran non Islam yang dapat membawa umat menyimpang dari ketentuan ajaran yang digarskan oleh Islam dlam sega hal yang menyangkut kehidupan umat Islam. Perjuangan dan pergerakan Muahmmadiyah secara aplikatif telah dirintis melalui berbagai terobosan dan gerakan seperti : 1. Membersihkan sikap dan prilaku kehidupan umat yang berbau syirik, khurafat dan Tahayul kemudian mengembalikan aqidahnya kepada ajaran Islam yang murni berdasarkan alQuran dan as-Sunnah. 2. Menggembirakan suasana kehidupan yang Islami dengan menumbuh kembagnkan semangat ukhuwah Islamiyah, saling membantu dan menolong terutama terhadap kaum dhu’afa di lapisan bawah. 3. Menggerakkan dan menggembirakan perbaikan potensi ekonomi ummat sehingga hartawan muslim (shahibul maal) bergairah megneluarkan zakat, infak, dan sadaqah unutk membangun tempat-tempat ibadah, panti asuhan, rumah sakit, pusat-pusat pendidikan dan fasilitas umum lainnya. 4. Mendirikan lembaga-lembaga pendidikan dari berbagai tingkat dan disiplin Ilmu untuk menciptakan kader-kader ulama, kaderkader umat, kader-kader bangsa dan kader-kader persyarikatan yang cerdas dan berkualitas. 5. Menumbuh kembangkan perkumpulan-perkumpulan kaum wanita, remaja pemuda, pandu, sebagai wadah pembinaan sikap mental dan keterampilan yang kreatif untuk memperdalam penghayatan ajaran Islam yang komprehensip dan universal. 6. Menggelorakan semangat jihad dalam merebut kemerdekaan dengan mendirikanwadah persatuan umat Islam sebagi mayoritas penduduk bangsa 7. Konsisten dan Istiqamah dalam pendirian untuk memperjuangkan tegaknya ajaran Islam melalui dakwah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.93 Meskipun Muhammadiyah berperan sebagai organsasi Islam yang mengkonsentrasikan dirinya pada gerakan purifikasi dan perjuangan keumatan, namun dalam catatan sejarah Muhammadiyah juga ikut terlibat langsung dengan kegiatan politik, sejak partai Islam berdiri yaitu Serikat Islam Indonesia pada tahun
93
HRB. Khatib Pahlawan Kayo, Muhammadiyah Sumatera Barat Pasca Muktamar ke-44, dalam St. Zaili Asril, dkk (ed), op.cit., h. 23-24 68 ●Volume 4 No 1 Januari-Juni 2014
1011-1912, Muhammadiyah menjadi pendukung partai tersebut, bahkan beberapa anggota menjadi pimpinan partai tersebut.94 Ahmad Syafi’I Maarif menyatakan meskipun Muhammadiyah telah menajdi sebuah organisasi yang besar dan diperhitungan dalam dunia international, namun pada abad 21 ini mempunyai tantangan yang semakin besar, mengingat krisi bangsa yang multi dimensi, dan membuthkan energi yang ekstras, baik dari segi moral maupun akhlak ummat yang semakin pudar akibat budaya westernisasi. 95 Salah satu point yang sangat berpengaruh terhadap eksistensi Muhammadiyah kedepan menurut Amien Rais adalah memaksimalkan dan pemperbaharui sistem pendidikan Islam dan kurikulum pendidikan Muahmmadiyah, sehingga kelak dapat menghambat dan menanggulangi hal-hal yang negative yang menimpa generasi Muda.96 D. Nahdhatul Ulama Nahdhatul Ulama didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 di Surabaya, salah seorang ulama yang turut membangun perkumpulan Nahdhatul Ulama iala KH. Hasyim Asyari (18751947). Menurut Hanun Asrohah, Nahdhatul Ulama didirikan di Surabaya tahun 1926 sebagai perluasan dari Komite Hijaz, yang dibangun untuk dua maksud; pertama, untuk mengimbangi komite khilafat yang secara berangsur-angsur jatuh ke tangan golongan pembaharu; kedua untuk berseru Ibnu saud, penguasa baru di tanah arab, agar kebiasaan beragama secara tradisi dapat diteruskan.97 Lebih lanjut Badri yatim mengemukakan, Nahdhatul Ulama sebagai Jam’iyah Diniyah didirikan pada tahun 1926 di Surabaya. Faktor yang menduklung didirkannya organisasi ini adlah adanya faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internalnya yaitu Nahdhatul Ulama merupakan reaksi dari gerakan modernis saat itu, pertama reaksi terhadap politisi agama yang dilakukan oleh Syarikat Islam dan kedua merupakan reraksi terhadap gerakan pembaharuan Muhammadiyah. Sedang faktor eksternalnya adalah perluasan dari Komite Hijaz serta seruan kepada Ibnu Sa’ud, agar kebiasaan beragama secara tradisi diteruskan. 98 Jadi terdapat dua 94
M. Fachry, Partai-Partai Islam, (Jakarta: Taghyir Press, 2000)., h. 60 Ahmad Syafi’I Maarif, Muhammadyah di Minangkabau: Menapak Kejayaan Masa Depan, dalam St. Zaili Asril, dkk (ed), loc.cit., h. 145-146 96 Tary Ng, dkk (ed), Putra Nusantara Mohammad Amien Rais, (Singapura: Stamford Press, [t.th])., h. 62-63 97 Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992)., h. 169 98 Badri Yatim, ., h. 178 95
Volume 4 No 1 Januari-Juni 2014● 69
alasan pokok yang melatar belakangi berdirinya Nahdhatul Ulama, yaitu timbulnya keperluan mendesak bagi kaum penganut mazhab untuk melakukan persatuan diantara mereka guna menghadapi pesatnya perkembangan gerakan pembaruan Islam di Indonesia. Timbulnya keperluan guna Nahdhatul Ulama menyampaikan resolusi dari golongan tradisi di Indoneesia kepada Dinasti Sandi dari kaum Wahabi. Resolusi itu meminta agar pemerintah baru tersebut tidak menghapuskan tradisi-tradisi yang mereka pandang sebagai ibadah. S. Sinansari menyebutkan, bahwa selama ini para penganut lebih terkonsentrasi pada aspek organisasi (politis) dalam memahami Nahdhatul Ulama. Padahal, ada apek lain yang lebih penting, aspek sosio-kultural. Secara organisatoris-politis, Nahdhatul Ulama baru muncul tahun 1926, ketika para ulama mendirikannya. Tetapi secara sosio-kulutral, eksistensi Nahdhatul Ulama sebenarnya sudah lama ada, yakni ketika pemikiranpemikiran Sunni (Ahlussunah Waljamaah) memperoleh tempat dikalangan umat. Sedangkan munculnya organsiasi Nahdhatul Ulama pada tahun 1926 boleh dikata hanya pelembagaan dari pada penganut Aswaja. Tentu saja tak sekedar melembagakan aswaja yang merangsang berdirinya Nahdhatul Ulama. Ada proses-proses lain yang menyertainya.99 Terlepas dari latar belakang berdirinya Nahdhatul Ulama di pentas lembaga-lembaga social keagamaan di Indonesia, penulis melihat bahwa Nahdhatul Ulama merupakan salah satu organsiasi social keagamaan Islam yang besar, dalam waktu terakhir (mejelang akhir abad 20 dan awal abad 21) secara langsung ikut membentuk paradigma keagamaan umat dengan gerakan-gerakan pembaharuan Islam di Indonesia melalui para tokoh ulamanya. 100 Usaha-usaha yang dilakukan dalam membangun pemahaman keagamaan Nahdhatul Ulama adalah melalui pendirian lembaga pendidikan seperti pesantren-pesantren dan madrasahmadrasah serta mengadakan tabligh-tabligh serta pengajianpengajian disamping usaha-usaha lainnya.101 99
S. Sinansari Ecip, NU: Khittah dan Godaan Politik, (Bandung: Mizan, 1994)., h. 17 100 di antara tokoh tersebut adalah Abdurrahman Wahid dan Nurcholis Madjid serta Gerakan kaum Muda Nahdhatul Ulama dengan gerakan neoModernisnya, lebih lanjut lihat, Greg Barton, Neo-Modernism: A Vital Synthesis of Traditionalist and Modernist Islamic Thought in Indonesia” in Studi Islamica, Vol 2. no.3 tahun 1995., h. 1 101 Abu Ahmadi, Pendidikan Dari Masa ke Masa, (Bandung : Amrico, 1987)., h. 63 70 ●Volume 4 No 1 Januari-Juni 2014
Hal ini diperkuat oleh pernyataan Mahmud Yunus, ia mengemukakan bahwa Nahdhatul Ulama memberikan perhatian yang besar bagi pendidikan, khususnya pendidikan tradisional yang harus dipertahankan keberadaanya. Pada awal berdiriya Nahdhatul Ulama tidak membicarakan secara tegas tentang pembaharuan pendidikan, namun begitu Nahdhatul Ulama juga terjun dalam kegiatan pembaharuan pendidikan, meski terbatas pada lingkungan perkotaan, Nahdhatul Ulama mendirikan madrasah-madrasah dengan model barat. Sampai akhir tahun 1956 Komisi perguruan tinggi Nahdhatul Ulama mengeluarkan reglement tentagn susunan madrasah Nahdhatul Ulama, yang terdiri dari; madrasah aliyah lama belajar 2 tahun dan madrasah ibdtidiyah lama belajar 3 tahun, Madrasah Tsanawiyyah, lama belajar 3 tahun, Madrsah Mu’alliin Wusta, lama belajar 2 tahun, dan Madrasah Mu’allimin ‘Ulya, lama belajar 3 tahun.102 Berbeda dengan syarikat Islam dan Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama sebenarnya bertujuan untuk melestarikan lembaga-lembaga dan tradisi Islam agraris dengan solidaritas mekanis komunalnya.nampaknya konsen terbesar Nahdhatul Ulama adalah pada upaya-upaya yang lebih utilitarian dalam pengertian peribadatan semata.103 Pada periode 1926-1952, Nahdhatul Ulama lebih menekankan pada aspke keyakinan. Concern Nahdhatul Ulama pertama pada masalah agama yaitu mengembangkan ajaran agama yang dapat mempertahankan otoritas ulama, dan kedua concern pada masalah politik, artinya pluralitas partai politik. Nahdhatul Ulama terjun ke dunia politik pada masa revolusi kemerdekaan yang bergabung dalam partai masyumi. Pada partai ini pula Nahdhatul Ulama mengalami kekecewaan, karena Majlis Syuro tempat ulama-ulama Nahdhatul Ulama diubah statusnya dari badan legislatif menjadi hanya sebagai badan penasehat saja. Oleh karena pada tahun 1952 Nahdhatul Ulama sah menjadi partai politik sendiri dan memenangkan pemilu pada awal orde baru. Setelah memenangkan Pemilu, Nahdhatul Ulama menambah agenda program, pada awalnya concern pada pluralitas politik bergeser menjad potensi otentik bagi pembangunan dan melakukan sentralisasi pada kegiatan kemahasiswaan.
102
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Sumber Widya, 1995)., h. 241 103 HD. Sirojuddin AR, Nahdhatul Ulama; Awal Perjuangannya, (Jakarta: Amrico, 1996)., h. 456 Volume 4 No 1 Januari-Juni 2014● 71
Perkembangan selanjutnya pada tahun 1983-1994, Nahdhatul Ulama dipimpin oleh cucu pendirinya yaitu Abdurrahman Wahid (Gus Dur), pada masa kepemimpinannya Nahdhatul Ulama terjadi perubahan yang cukup signifikan, tematema yang dibawa oleh Gus Dur lebih mengarah kepada pembaharuan pemikiran Nahdhatul Ulama yang sejak semula memfokuskan diri pada tradisional. 104 Walau pada kenyataanya kekuatan Gus Dur lebih dominan menjadi kekuatan politik, dengan mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa pada Pemilu 1998. Melihat perjalanan Nahdhatul Ulama dari awal berdiri sampai sekarang, maka terlihat bahwa Nahdhatul Ulama tidak komit dengan pendiriannya (Khittah) karena keluar masuk politik,kendatipun tujuannya adalah untuk aspiratif partai yang memungkinkan bermanfaat bagi partai sendiri. Hal ini agaknya memang sulit untuk dihindari bagi Nahdhatul Ulama dalam menghadapi godaan politik untuk mempertahankan khittah, karena ibarat orang menyembelih sapi dihalaman rumah sendiri, tidak mungkin tidak mendapat daging paling tidak dapat darah sembelihan.105 Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, Nahdhatul Ulama sebagai organisasi massa Islam yang besar juga mengkonsentrasikan dirinya pada aspek pendidikan. Berbicara tentang pendidikan maka terlihat bahwa Nahdhatul Ulama ternyata mengalami kesulitan untuk memprakarsai pembaharuan pendidikan di lingkungan pesantren di pedesaan. Dalam hal ini menurut Stenbrink, Nahdhatul Ulama tidak pernah mengambil keputusan revolusioner. Semua ini dikhawatirkan akan menimbulkan reaksi keras dari kiyai dan masyarakat muslim. Namun, Malik Fadjar menjelaskan pemahaman sosok Nahdhatul Ulama, terlebih dahulu harus melihat keberadaan dan konteks kehadirannya ditengahtengah umat Islam dan bangsa Indonesia, dan posisi social yang diraihnya. Karena, seperti yang diungkapkan Mannheim bahwa unutk memahami pendidikan, perlu dipahami pula ‘siapa mendidik siapa, di masyarakat apa, bilamana, serta untuk posisi social apa peserta didik/subjek didik itu dididik?.106 Agaknya hal inilah yang membuat Nahdhatul Ulama ‘tidak berani’ mengambil tindakan
104
untuk kasus perubahan paradigma Gus Dur ini bisa dibaca, Abdurrahman Wahid, Muslim di Tengah Pergumulan, (Jakarta: Leppenas, 1981)., h. 43 105 S. Sinansari Ecip, op.cit., h. 25 106 A. Malik Fadjar, Visi Pembaharuan Pendidikan Islam, (Jakarta: LP3NI, 1998)., h.16 72 ●Volume 4 No 1 Januari-Juni 2014
revolusioner dalam kebijakan pendidikan seperti yang diharapkan Stenbrink. Lebih lanjut Malik Fajar menjelaskan, harus diakui bahwa Nahdhatul Ulama sebenarnya telah terlambat memulai tradisi kualitatif dalam penyelenggaraan pendidikannya. Ini berbeda dengan sekolah-sekolah Kristen, yang memulai tradisi kualiltatif sejak zaman Kolonial, yang secara politis mereka memang mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah colonial melalui politik diskriminasinya.107 Mengingat begitu umum dan luasnya perumusan tujuan organisasi Islam ini, maka bisa dibayangkan betapa banyak dimensi yang akan dijangkaunya, termasuk sector pendidikan. Meskipun demikian, harus diakui pula bahwa Nahdhatul Ulama dnegan kekuatan politis dan pendidikannya telah membawa perubahan yang besar dalam kehidupan keberagamaan bangsa Indonesia, paling tidak hal ini dibuktikan dengan menjamurnya lembaga pendidikan yagn bernaung di bawahnya dan semakin banyaknya ulama-ulama yang lahir dari gerakan Ini. E. Penutup Menelaah kembali asal usul dan perkembangan organisasi sosial keagamaan yang mengadakan gerakan pembaharuan dalam Islam di Indoneisa baik yang bergerak dalam bidang social, pendidikan dan politik, bahwa tiap-tiap organsiasi mempunyai pengaruh dan sifat tersendiri. Pengaruh dan charisma pimpinannya serta tantangan yang terdapat dari dalam maupun dari luar lingkungan masyarakat Islam sendiri selalu menjadi faktor penentu maju mundurnya organisasi tersebut. Berdirinya Sarikat Islam sebagai salah satu langkah awal adanya gerakan, terutama gerakan politik disamping gerakan pembaharuan yang menjawab persoalam keagamaan umat. Secara umum kehadiran organisai sosial keagamaan tersebut bergerak pada tataran keagamaan, pendidikan dan persoalan kemasyarkatan lainnya seperti Sarikat Islam, Muhammadiyah, dan Nahdhatul Ulama, serta yang lainnya. Pada awal gerakan organaisasi-organisasi tersebut murni berdiri untuk kegiatan social dan keagamaan, namun perkembangan selanjutnya sebahagian terseret ke dalam lapangan politik, sehingga akhirnya ada yang tetap eksis dalam lapangan politik dan ada yang menarik diri dan kembali ke khittahnya. 107
Ibid Volume 4 No 1 Januari-Juni 2014● 73
Daftar Pustaka A. Malik Fadjar, Visi Pembaharuan Pendidikan Islam, Jakarta: LP3NI, 1998 Abdurrahman Wahid, Muslim di Tengah Pergumulan, Jakarta: Leppenas, 1981 Abu Ahmadi, Pendidikan Dari Masa ke Masa, Bandung : Amrico, 1987 Abuddin Nata, et.al, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Grasindo, 2001 Ahmad Amir Aziz, Neo-Modenisme Islam di Indonesia; Gagasan Sentral Nurcholis Madjid dan Abdurrahman Wahid, Jakarta: Rineka Cipta, 1999 Ali Mukti, Interpretasi Amalan Muhammadiyah, Yogyakarta: Harapan Melati, 1985 Arbiyah Lubis, Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh: Suatu Studi Perbandingan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: Oxford University Press, 1980 Firdaus Syam, Amien Rais; Politisi Yang Merakyat Dan Intelektual Yang Shaleh, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2003 Greg Barton, Neo-Modernism: A Vital Synthesis of Traditionalist and Modernist Islamic Thought in Indonesia” in Studi Islamica, Vol 2. no.3 tahun 1995 Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1992 Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1975 HD. Sirojuddin AR, Nahdhatul Ulama; Awal Perjuangannya, Jakarta: Amrico, 1996 Korve, APE, Serikat Islam 1912-1926, (Netherland: Amsterdam University, 1989)., h. 40 M. Fachry, Partai-Partai Islam, Jakarta: Taghyir Press, 2000 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Sumber Widya, 1995 Marthias Duski Pandoe, Lintasan Sejarah Muhammadiyah di Minangkabau, dalam Zaili Asril, dkk (ed), Menyemangati Kembali Peran Muhammadiyah di Minangkabau, Padang: Yayasan Alam Takambang Jadikan Guru, 2000 Muqaddimah AD-ART Muhammadiyah, Yogyakarta: PP Muhammadiyah, 1990 74 ●Volume 4 No 1 Januari-Juni 2014
Mustafa Kalam Pasha dan Ahmad Adaby Darabar, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, Yogyakarta: LPPI, 2000), cet-1 S. Sinansari Ecip, NU: Khittah dan Godaan Politik, Bandung: Mizan, 1994 Suhartono, Sejarah Pergerakan Nasional, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994, cet. 1., h. 33 Tary Ng, dkk (ed), Putra Nusantara Mohammad Amien Rais, Singapura: Stamford Press, [t.th
Volume 4 No 1 Januari-Juni 2014● 75