PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP MADRASAH Diposkan oleh Riwayat Attubani di 15:03
-Pada awal abad ke-20 umat islam Indonesia mengalamai beberapa perubahan dalam Riwayat.net -P bentuk kebangkitan, agama, perubahan dan pencerahan. Di antaranya adalah dorongan untuk mengusir penjajah.[1] penjajah.[1] Meskipun ada dorongan kuat untuk melawan penjajahan, akan tetapi umat islam sadar bahwa tidak mungkin melawan penjajah p enjajah hanya dengan de ngan cara tradisional. Berdasarakan kesadaran uamt Islam menyadari diri, bahwa dibutuhkan perubahan- perubahan. Umat Islam Indonesia menyadari bahwa perlu per lu kembali mengkaji ajaran Islam. Yang pada akhirnya membawa ukmat islam mampu melawan imperialisme Barat.[ Barat.[2] Hala ini dapat dipahami bahwa kesaadaran akan kelemahan dan kembali mengakji ajaran islam terbukti mampu membendung dan mengusir penjajah. Perlawanan
terhadap kolonialisme menjadi motivasi bagi umat Islam mengadakan
pembaruan. Gerakan pembaruan tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya perubahan di bidang pendidikan. Maka langkah yang perlu diambil adalah dengan melakukan pembaraun bidang pendidikan Islam, yang pada akhirnya secara tidak langsung akan membawa perubahan dalam Islam. Langkah perubahan melalui pendidikan pada akhirnya menjadi pilihan bagi umat islam untuk melakukan berbagai pembaruan diberbagai bidang kehidupan dalam Islam. Pilihan untuk melakukan perubahan memalau pendidikan juga dilakukan oleh umat Islam di Indonesia.[3] Indonesia.[3] Dengan pendidikan yang baik akan membawa masyarakat kepada sikap ingin maju dan berkembang secara teratur. Demikian juga dengan bangsa Indonesia yang selama masa penjajahan terpuruk di segala bidang, akan tetapi bangsa Indonesia bangkit kembali akibat proses pendidikan yang mereka terima.
K ebangkitan
tersebut meliputi perkembangan rasa kebangsaan hingga perkembangan
dunia pendidikan di Indonesia, yang termasuk di dalamnya adalah pendidikan Islam. Pendidikan Islam pun mengalami pembaharuan. Hal ini tidak epas dari keinginan para sarjana Indonesia untuk melakukan pembaharuan di dunia pendidikan Islam.
Perkembangan
pendidikan Islam
tidak lepas dari fungsi dakwah dan taklim di masjid dan langgar , yang pada akhirnya melembaga menjadi pesantren.[4]
Perkembangan
pendidikan Islam di Indonesia dipengaruhi
oleh banyaknya para santri yang telah mengecap pendidikan formal yang lebih tinggi dan adanya proses dakwah yang baik di masjid.[5] Dari kutipan tersebut dapat dipahami bahwa proses pembaharuan pendidikan di Indonesia berawal dari kegiatan-kegiatan dakwah dan majlis talim yang ada di masjid. Hal ini memberi kesan bahwa masyarakat secara tidak langsung membentuk sebuah wadah yang pada akhirnya menjadi gerakan untuk melakukan pembaharuan dalam pendidikan Islam. Sebelum membahas lebih lanjut, maka terlebih dahulu akan dikemukakan pengeretian pembaharuan. B. Pembaruan Pendidikan Islam K onsep
pembaharuan sering menggunakan terminologi prufikasi, reformasi, revivalisme dan
modernisme.[6] Secara etimologi purifikasi berasal dari kata purification yang berarti pembersihan atau pencucian. K ata tersebut mempunyai kesamaan dengan puritanisme, yang mempunyai arti orang-orang yang berpegang teguh kepada peraturan- peraturan terhadap tata susila.[7] Hal yang serupa juga dinyatakan oleh Tamrin
K amal,
sebagaimana dikutip dari the
Advanced Learners Dictionary of Current English, bahwa puritan adalah orang yang sangat hatihati tentang moral dan agama, dan memandang canda gurauan hidup sebagai dosa, berkeyakinan bahwa setiap orang harus bekerja keras.[8] Pemahaman
tentang purifikasi dan puritanisme mempunyai makna pembersihan,
penyucian terhadap seuatu atuaran dari hal hal yang mungkin bertentangan dengan aturan itu sendiri.dengan demikian purifikasi mengacu kepada pembaharuan dari aspek pemurnian terhadap keyakinan, dan keteguhan dalam memegang aturan-aturan tata nilai.
Pembaharuan
terkadang dikatakan juga sebagai modernisasi dan modernisme. Harun
Nasution menyatakan dalam bukunya P embaharuan Dalam Islam, bahwa modernisme dalam masyarakat Barat mengandung arti sebagai pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk mengubah paham- paham, adat istiadat, institusi-institusi lama, dan sebagainya, untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.[9] Dapat dipahami bahwa arti modernisasi adalah usaha untuk mengubah sesuatu yang dianggap lama, usang dan diganti dengan sesuatu yang dianggap baru. Baru dalam arti sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi terbaru. Modern berarti suatu yang baru, sesuatu yang mutakhir. Atau dapat juga dikatakan sebagai sesuatu yang sesuai dengan waktu sekarang, atau waktu saat ini. Hal sesuai dengan pendapat Sidi Gazalba, As Hornby dan Tasman Yacub, Bahwa modernisasi berarti berhubungan dengan sesuatu yang baru, terkini. Hal ini diperjelas oleh pendapat Tasman Yaqub bahwa sesuatu dikatakan modern jika ada sesuatu itu merefleksi sesuatu yang baru, atau keberadaannya lebih baik, lebih maju dari keadaan sebelumnya.[10] Dapat dipahami bahwa modernisasi berimplikasi kepada pola pikir, pemahaman, penafsiran, pengkajian, penelitian, pemecahan dan lain sebagainya. Sehingga menghasilkan kemajuan baru yang sesuai, tepat guna dan berasil guna. Dari istilah modern, muncul istilah- istilah lain, seperti modernisme, modernitas dan modernisasi, meskipun pengertiannya berbeda, tetapi karena masih dalam akar yang sama, maka pengertiannya yang dikansungnya tidak terlepas dari akar kata yang dikandungnya.[11] Meskipun modernisasi berawal dari dunia Barat, tetapi modernisasi bukan hak mutlak dunia Barat. Modernisasi milik semua bangsa yang ingin kemajuan, ingin perubahan ke arah lebaih baik. Termasuk dunia islam. islam tidak menolak modernisasi, bahkan ajaran Islam memberi peluang kepada umatnya untuk selalu melakukan pembaharuan. Menurut Deliar Noor, modernisasi menuntut bangsa Indonesia untuk, pertama; memandang ke depan dan bukan menandang ke belakang. K edua, memiliki sikap dinamis dan aktif, bukan sikap menunggu.
K etiga,
memperhatikan waktu.
K eempat,
memberikan penekanan
pada rasionalitas dan bukan pada perasaan atau perkiraan. K elima, mengembangkan sikap terbuka terhadap berbagai pemikiran dan produk yang memiliki signifikansi ilmiah.
K eenam,
memberikan prioritas terhadap prestasi personal, dan bukan status yang diperoleh.
K etujuh,
memberikan perhatian yang lebih besar terhadap permasalahan yang dihadapi saat ini, yang bersifat konkrit dan lebih bersifat duniawi. K edelapan, melibatkan diri dalam pengejaran tujuan yang lebih penting dari tujuan kelompok.[12] Persoalan
modernisasi identik dengan rasionalisasi. Hal ini mengandung arti sebauh
proses perubahan atau perombakan pola pikir tata kerja yang tidak rasional.[13] Dari pendapat Nurcholish Madjid tersebut dapat dipahami bahwa modernisasi terkait erat dengan rasionalitas. Melibatkan sebuah proses peralihan dari pola pikir yang tidak rasional menuju pola pikir rasional. Dapat diartikan sebagai sebuah proses peralihan pola pikir lama yang usang menuju pola pikir baru yang terkini dan sesuai dengan jamannya. Nurcholish Madjid mengungkap dalam bukunya Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, bahwa modernisasi adalah suatu keharusan, bahkan suatu kewajiban mutlak. Modernisasi merupakan pelaksanaan perintah dan ajaran Allah. Hal ini didukung oleh Argumen berikut: Pertama,
Allah menciptakan seluruh alam ini dengan benar bukan palsu.
K edua,
Dia mengatur
dengan peraturan Ilahi/sunatullah yang menguasai dan pasti. K etiga, sebagai buatan Tuhan Maha Pencipta,
alam ini adalah baik, menyenangkan(mendatangkan kebahagiaan duniawi) dan
harmonis.
K eempat,
manusia diperintah oleh Allah untuk mengamati dan menelaah hukum-
hukum yang ada dalam ciptaan- Nya.
K elima,
Allah menciptakan seluruh alam raya untuk
kepentingan manusia, kesejahteraan hidup dan kebahagiaannya, sebagai rahmat dari- Nya. K eenam,
karena adanya perintah untuk mempergunakan akal pikiran/rasio itu, maka Allah
melarang segala sesuatu yang menghambat perkembangan pemikiran, terutama pewarisan membuta terhadap tradisi-tradisi lama, yang merupakan cara berfikir dan kerja generasi sebelumnya.[14] Modernisasi adalah suatau proses aktivitas yang membawa kemajuan atau perobahan dan perombakan secara asasi atas susunan dan corak suatu masyarakat. Seperti dari statis menuju dinamis, dari tradisional ke rasional dari feodal ke kerakyatan, dan lain sebagainya. K esemua itu dilakukan dengan jalan mengubah cara berfikir masyarakat sehingga dapat meningkatkan efektifitas dan efesiensi segala aparat dan atat cara semaksimal mungkin.[15]
Dapat dipahami bahwa modernisasi selalu terkait dengan sikap rsional, sikap ingin maju dan bersifat positif, terutama dalam meningkatkan kualitas kehidupan dan pencapaian tujuan manusia. Modernisasi terkait dengan perubahan- perubahan pemikiran, sikap dan watak tradisional menuju modern. hal ini senada diungkapkan oleh Rohadi Abdul fattah dan Sudarsono, bahwa modernisasi adalah suatu perubahan- perubahan pemikiran, sikap dan watak yang tadinya bersifat tradisional, ke arah pemikiran, sikap dan watak yang bersifat maju.[16] K emajuan
terkait
dengan
perkembangan
ilmu
pengetahuan.
Ilmu
pengetahuan
berkembang karena adanya pemikiran rasional. Pemikiran rasional berkembang akibat adanya keinginan untuk maju. Dan maju itu sendiri adalah buah dari sikap, watak rasional dari pemikiran manusia. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat, tidak hanay di dunia barat, tetapi dunia islam pun merasakan bahwa kemajuan ilmu dan teknologi. Untuk menyikapi kemajuan tersebut, dunia Islam tergerak untuk melakukan gerakan dan penyesuaian paham- paham keagamaan dengan perkembangan baru yang timbul akibat kemajuan ilmu dan teknologi modern. K aum
terpelajar Islam kata modernisasi diterjemahkan ke dalam bahasa yang dipakai
dalam Islam seperti at-tajdid dalam bahasa Arab, dan pembaharuan dalam bahasa Indonesia. Bagi sebagian kalangan ilmuan Islam kata modernisasi dianggap mengandung arti negatif, sehingga untuk menjauhkan arti tersebut, maka dipakailah terjemahan Indonesianya dengan pembaharuan.[17]
C. Madrasah Dalam Lintasan Sejarah Madrasah dalam lintasan sejarah lahir untuk merespon atas dinamika system pendidikan umat yang berada dalam persimpangan jalan antara pendidikan umum yang bercorak kolonial dan lembaga pendidikan pesantren yang bercorak tradisional.[18] Madrasan sebagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia dianggap masih baru jika dibandingkan dengan Pesantren. Madrasah lahir pada awal abad
20,
yaitu dengn adanya Madrasah manba¶ul Ulum
K erajaan
Surakarta tahun 1905.[19] Abdul Yunus menyatakan bahwa ada dua factor yang melatarbelakangi pendirian madarasah, pertama, adanya pandangan yang menyatakan bahwa sistem pendidikan Islam
tradisional dirasakan kurang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat.
K edua,
adanya
kekhawatiran atas kecepatan perkembangan sekolah-sekolah Belanda yang akan menumbuhkan benih sekulerisme di masyarakat.[20] Dua factor tersebut yang menjadikan madrasarah sebagai penghambat laju sekulerisme dalam pendidikan. Disisi lain, pemerintah colonial Belanda khawatir madrasah akan melahirkan generasi penentang kekuasaan. Bukti kekhawatiran ini diwujudkan dengan usaha pemerintah kolonial mengkooptasi madrasah.[21] Pada
era Orde Lama pengaturan dua system pendidikan berusaha dihapuskan oleh pemerintah.
Hal ini dapat dipahami dari usaha pemerintah Orde Lama sebagai berikut, pertama, memasukkan Pendidikan
Islam ke dalam kurikulum pendidikan umum di sekolah negeri maupun swasta
melalui pelajaran agama.
K edua,
memasukkan ilmu pengetahuan umum ke dalam kurikulum
pendidikan di madrasah. K etiga, mendirikan sekolah
Pendidikan
Guru Agama(PGA) untuk
menyiapkan guru agama untuk sekolah umum maupun madrasah.[22] Pada
pertengahan tahun 1960-an, terdapat 13.057 Madrasah Ibtidaiyah (MI), dengan
murid 1.927.777 siswa. Tingkat Madrasaah Tsanawiyah (MTS) terdapat 776 madrasah dengan murid 87.932 siswa. Sedangkan untuk tingkat Madrasah Aliyah(MA) terdapat 16 madrasah dengan jumlah murid 1.881 siswa.[23]
[1] Hanun Asrohah, S ejarah P endidikan Islam, ( Jakarta: K alimah,1999), [2] Ibid. [3] Islam lebih diidentikkan dengan Timur Tengah, hal ini karena agama Islam bermula dari daerah tersebut. Pandangan tersebut berakibat adanya pengabaian secara tidak langsung terhadap perkembangan Islam di luar Timur Tengah. Sebagai misal daerah di luar Timur Tengah adalah Indonesia. Indonesia merupakan negara yang mempunyai pemeluk Islam terbanyak di dunia. Pengabaian dalam hal Akan tetapi hal itu berubah seiring adanya transformasi budaya dan sosial yang ada di tengah masyarakat Islam, terutama melalui jalur pendidikan. Lihat Abuddin Nata, Kapita S elekta P endidikan Islam, (Bandung: Angkasa Bandung,2003), h. 96 [4] Ibid. h.97. Istilah pesantren berasal dari kata pe- santri-an, dimana kata "santri" berarti murid dalam Bahasa Jawa. Istilah pondok berasal dari Bahasa Arab funduuq ( ) yang berarti
penginapan. K husus di Aceh, pesantren disebut juga dengan nama dayah. Biasanya pesantren dipimpin oleh seorang K yai. Untuk mengatur kehidupan pondok pesantren, kyai menunjuk seorang santri senior untuk mengatur adik -adik kelasnya, mereka biasanya disebut lurah pondok . Tujuan para santri dipisahkan dari orang tua dan keluarga mereka adalah agar mereka belajar hidup mandiri dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan dengan kyai dan juga Tuhan. Pendapat lainnya, pesantren berasal dari kata santri yang dapat diartikan tempat santri. K ata santri berasal dari kata Cantrik (bahasa Sansakerta, at au mungkin Jawa) yang berarti orang yang selalu mengikuti guru, yang kemudian dikembangkan oleh Perguruan Taman Siswa dalam sistem asrama yang disebut Pawiyatan. Istilah santri juga dalam ada dalam bahasa Ta mil, yang berarti guru mengaji, sedang C. C Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah shastri, yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku- buku suci agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu. Terkadang juga dianggap sebagai gabungan kata saint (manusia baik) dengan suku kata tra (suka menolong), sehingga kata pesantren dapat berarti tempat pendidikan manusia baik - baik. Lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Pesantren. diakses tanggal 26 Oktober 2010 jam 8:30 PM [5] K ata masjid berasal dari bahasa Arab, sajada ( fiil madhi) yusajidu (mudhari¶) masaajid (masdar), yang mempunyai arti tempat sujud. Masjid da lam pengertian lebih luas adalah suatau tempat untuk bermunajat kepada Allah. Sejarah Pendidikan Islam tidak lepasa dengan masjid, hal ini dikarenakan masjid menjadi pusat penyiaran pengethauandan kebudayaan Islam. Menurut Samsul Nizar proses yang mengant ar masjid menjadi pusat pengetahuan diakibatkan masjis menjadi tempat pertama dalam mempelajari agama. Lihat Samsul Nizar(editor), S ejarah P endidikan Islam,( Jakarta: Prenada Media, 2007), [6] Tamrin kamal, P urifikasi Ajaran Islam P ada masyarakat Minangkabau,(Padang: Angkasa raya, 2006), [7] Jhon M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia,(Jakarta: Gramedia, 2002),
[8] Tamrin
K amal,
[9] Harun Nasution, P embaharuan dalam Islam, (Jakarta: bulan Bintang,2003), h. [10] Tasman Ya¶qub, Modernisasi pemikiran Islam,(Jakarta: The Minangkabau Foundation,2000), h. [11] Sholihan, Modernistas P osmodernitas dan Agama, (Semarang: Walisongo Press: 2008), [12] Ibid., [13] Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan,(Bandung: Mizan,1998), [14] Ibid.,
[15]Endang Saifuddin Ansari, W awasan Islam,( Jakarta: Raja Wali, 1986), h. [16]Rohadi Abdul fatah dan Sudarsono, Ilmu, Iman dan Teknologi,(Jakarta: kalam Mulia,1987), [17] Harun Nasuiton, [18] Abdul Yunus, ³ Menggugat peran Madrasah Dalam P endidikan Agama´(Jurnal lektur, Vol. 13 No.2 Desember 2007), h. 203 S TAIN Cirebon P ress. [19] Ibid. [20] Ibid. [21] Ibid. sebagai contoh guru madrasah wajib mempunya i izin dari penguasa, dibidang kurikulum pelajaran harus dilaporkan kepada penguasa. Dengan adanya kooptasi dari pemerintah colonial menimbulkan reaksi keras dari umat Islam. Seperti bersikap bertahan, menolak dan progresif. [22] Ibid., h [23] Ibid.
Label: Artikel, PENDIDIK AN