Modul Pembinaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
TENAGA KERJA BANGUNAN TINGGI TINGKAT II
DIREKTORAT PENGAWASAN NORMA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DIREKTORAT JENDERAL PEMBINAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAANPage DAN0 K3 KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI TAHUN 2016
DAFTAR ISI SAMBUTAN PRAKATA
BAB I Peraturan Perundang-Undangan K3 dalam pekerjaan pada ketinggian BAB II Karakteristik Lantai Lantai Kerja Tetap dan Lantai Kerja Kerja Sementara BAB III Alat pencegah dan penahan jatuh jatuh kolektif serta alat alat pembatas gerak BAB IV Prinsip penerapan faktor jatuh BAB V Prosedur kerja kerja aman aman pada ketinggian BAB VI Teknik bekerja aman pada struktur bangunan dan bekerja dengan miring dan struktur miring BAB VII Teknik menaikan dan menurunkan menurunkan barang dengan sistem katrol BAB VIII. Teknik Penyelamatan dalam keadaan darurat
Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
1
DAFTAR ISI SAMBUTAN PRAKATA
BAB I Peraturan Perundang-Undangan K3 dalam pekerjaan pada ketinggian BAB II Karakteristik Lantai Lantai Kerja Tetap dan Lantai Kerja Kerja Sementara BAB III Alat pencegah dan penahan jatuh jatuh kolektif serta alat alat pembatas gerak BAB IV Prinsip penerapan faktor jatuh BAB V Prosedur kerja kerja aman aman pada ketinggian BAB VI Teknik bekerja aman pada struktur bangunan dan bekerja dengan miring dan struktur miring BAB VII Teknik menaikan dan menurunkan menurunkan barang dengan sistem katrol BAB VIII. Teknik Penyelamatan dalam keadaan darurat
Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
1
SAMBUTAN
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat terselesaikan Modul Pembinaan untuk Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II yang menjadi bahan ajar wajib bagi setiap peserta dalam rangka pembinaan sesuai dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.Per.09 Tahun 2016 Tentang Bekerja Di ketinggian, modul ini bertujuan untuk memudahkan bagi pembinaan bekerja di ketinggian, sehingga peserta mampu memahami dan menambah wawasan mengenai bekerja diketinggian dengan aman. serta membentuk karakter kompetensi profesional yang bermanfaat dalam mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja di ketinggian. Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak pihak yang telah membantu hingga dapat selesainya penyusunan modul ini. Semoga modul ini dapat dijadikan pegangan baik bagi Perusahan Jasa K3 bidang Ergonomi,Lingkungan Kerja dan Bahan Berbahaya dalam melaksanakan pembinaan K3 bekerja pada ketinggian, fungsional pengawas ketenagakerjaan, tenaga kerja dan pihak-pihak terkait lainnya dalam menjalankan tugas dan fungsinya di bidang K3.
Jakarta, April 2016 Direktur Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Ir. AMRI AK, MM
Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
2
PRAKATA Tahun 2016 merupakan tonggak sejarah sejarah bagi pekerjaan pekerjaan di ketinggian ketinggian Indonesia. Ini dibuktikan dengan lahirnya Peraturan Menteri No.9 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Dalam Pekerjaan Pada Ketinggian. Sebuah perjalanan panjang sebagai pembuktian dari Asosiasi Rope Acces Indonesia (ARAI) dalam menjadi bagian dari kemajuan bangsa dengan bidang yang di gelutinya. ARAI juga diberikan kepercayaan dalam penyusunan buku modul bagi Tenaga Kerja Bangunan Tinggi (TKBT) dan Tenaga Kerja Pada Ketinggian (TKPT) serta memiliki otonomi dalam penyusunan kurikulum ini. Dimana pada pelaksanaan nya diperlukan rambu-rambu yang dengan kesadaran wajib kita patuhi bersama untuk meminimalisasi meminimalisasi bahkan meniadakan meniadakan kecelakaan kerja pekerjaan pada ketinggian. Pembinaan TKBT
dan
TKPK merupakan pembinaan yang minimal dapat membuka
wacana pengetahuan peserta mengenai seluk seluk beluk pekerjaan pada ketinggian yang aman. Serta membentuk karakter kompetensi profesional sehingga mampu memanfaatkan peluang kerja yang ada. Kami menganggap bahwa peserta pembinaan merupakan insan dewasa yang pastinya memiliki kesadaran dalam mengembangkan potensi diri sebagai praktisi bidang pekerjaan pada ketinggian. Sehubungan dengan itu, maka proses pembelajaran menjadi penting. Hal ini adalah untuk menciptakan iklim kompetensi kerja yang tidak melulu skill , tapi juga maupun softskills. Ini softskills. Ini sesuai dengan tujuan Peraturan Pemerintah No.50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Materi ini dibuat ARAI sebagai sebuah tanggung jawab kami pada bangsa dan negara untuk kemajuan pekerjaan pada ketinggian di Indonesia, sehingga di masa datang Indonesia tidak lagi menjadi tamu tapi dapat menjadi tuan rumah bagi pekerjaan pada ketinggian di Indonesia.. Selamat belajar dan bekerja dengan aman pada ketinggian.
Jakarta, 25 April 2016 Asosiasi Rope Access Indonesia
RivalinnoHandoko KetuaUmum
Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
3
BAB I PERATURAN PERUNDANGAN K3 1.1
Tujuan Pembelajaran 1.1.1
Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari modul ini diharapkan peserta dapat : a.
Memberikan pemahaman kepada pekerja dalam melakukan bekerja di ketinggian sesuai dengan peraturan perundangan.
b.
Mengetahui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang disebabkan bekerja diketinggian.
c.
II.1.
Melaksanakan prosedur kerja aman di ruang terbatas;
UU No. 1 tahun 1970 Pada dasarnya setiap tenaga kerja maupun perusahaan tidak ada yang
menghendaki terjadinya kecelakaan. Hal tersebut merupakan naluri yang wajar dan bersifat universal bagi setiap makhluk hidup di dunia. Namun karena adanya perbedaan status sosial antara tenaga kerja kerja dengan pengusaha sebagai pemberi kerja dalam melakukan hubungan kerja, terutama pada saat melakukan kontrak perikatan dan hal-hal lain selama berlangsungnya hubungan kerja, maka diperlukan intervensi pemerintah untuk memberikan batas minimal yang harus dipenuhi dalam persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja. Batas minimal atau persyaratan minimal tersebut dituangkan dalam Undang-Undang Keselamatan Kerja No. 1 Tahun 1970.
Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
4
KEDUDUKAN HUKUM UU NO. 1 TAHUN 1970
•
UU Uap 1930 (Stbl. No. 225 Th. 1930)
•
UU Petasan (Stbl. No. 143 Th. 1932)
•
UU rel Industri (Stbl. No. 593 Th. 1938)
•
UU Timah Putih Kering (Stbl. No. 509 Th. 1932)
•
MPR 1930
Setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktifitas nasional. Sebagaimana yang tertuang dalam pokok-pokok pertimbangan dikeluarkannya UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, maka upaya K3 bertujuan : a.
Agar tenaga kerja dan setiap orang yang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat.
b.
Agar sumber-sumber produksi dapat dipakai dan digunakan secara efisien.
c.
Agar proses produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya hambatan. Untuk tujuan tersebut diatas maka perlu diadakan segala daya upaya untuk
membina norma perlindungan kerja khususnya pada keselamatan dan kesehatan kerja secara nasional. Asas nationalisme yang digunakan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 memberlakukan Undang-Undang Keselamatan Kerja kepada setiap waga negara yang berada di wilayah hukum Indonesia. Asas teritorial memberlakukan Undang-Undang sebagaimana
hukum
pidana
lainnya
kepada
setiap
orang
yang
berada
di
wilayah/teritorial Indonesia, termasuk warga negara asing yang tinggal di Indonesia (kecuali yang mendapatkan kekebalan hukum). Ruang lingkup pemberlakuan Undang-Undang Keselamatan Kerja dibatasi dengan adanya tiga unsur yang harus dipenuhi secara kumulatif terhadap tempat kerja yaitu tempat kerja dimana dilakukan pekerjaan bagi suatu usaha, adanya tenaga kerja yang bekerja disana dan terdapat bahaya kerja di tempat tersebut. Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
5
o
Pasal 2 Ketentuan dalam UU ini berlaku dalam tempat kerja, dimana : l. dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lubang
o
Pasal 3 Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarata keselamatan dan kesehatan kerja untuk : a.
Mencegah & mengurangi kecelakaan
b.
Mencegah & mengurangi bahaya peledakan
c.
Memberikan alat-alat perlindungan diri pada para pekerja
d.
Mencegah & mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, gas, hembusan
e.
Mencegah & mengendalikan timbulnya PAK baik physik maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan
f.
Memperoleh penerangan yg cukup & sesuai
g.
Menyelenggarakan suhu & lembab udara yg baik
h.
Menyelenggarakan penyegaran udara yg cukup
i.
Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban
j.
Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, lingkungan, cara & proses kerjanya
o
Pasal 9 (1)
Pengurus wajib menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang :
(2)
Kondisi dan bahaya yg dpt timbul di tempat kerja
Semua pengamanan dan alat perlindungan yang diharuskan
Alat Pelindung Diri
Cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan, setelah ia yakin TK tersebut telah memahami syarat-syarat K3
Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
6
(3)
Pengurus wajib menyelenggarakan pembinaan K3
(4)
Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat yang
Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
7
BAB II KARAKTERISTIK LANTAI KERJA TETAP DAN LANTAI KERJA SEMENTARA 1.
PENDAHULUAN Kecelakaan kerja diakibatkan jatuh yang menyebabkan cacat, kematian mempunyai persentasi yang tinggi dalam kerugian dari ekonomi. Jatuh tidak harus dari sebuah ketinggian, dampak kecelakaan tetap terjadi ketika disekitar pergerakan adanya bahaya (terbentur pada benda sekitar) sehingga kejadian jatuh, terperosokbisa terjadi di semua lokasi kerja.
1.1. PENGERTIAN Bekerja pada ketinggiansesuai Permen Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2016 adalah kegiatan atau aktifitas pekerjaan yang dilakukan oleh Tenaga Kerja pada Tempat Kerja di permukaan tanah atau perairan, yang terdapat perbedaan ketinggian, dan memiliki potensi jatuh yang menyebabkan Tenaga Kerja atau orang lain yang berada di Tempat Kerja caedera atau meninggal dunia atau menyebabkan kerusakan harta benda. Pencegahan, perlindungan, dan peredaman jatuh(prevention, protection and fall arrest) dalam bekerja pada ketinggian dengan “bangunan” besarnya berfungsi sebagai metode teknikperlindungan jatuh(fall protection method) yang pada akhirnya metode fall protection menjadi salah satu pemahaman yang diterima sebagai metode teknikkerja pada ketinggian. 1.2. RUANG LINGKUP Metode teknik perlindungan jatuh (Fall Protection Method)dilakukan melalui pendekatan pergerakan pekerja dalam mencapai tempat diketinggian dengan adanya fasilitas dan pergerakan untuk mencapai tempat kerja, meliputi : a. Bekerja pada lantai kerja tetap; b. Bekerja pada lantai kerja sementara; 2.
PENGETAHUAN METODA KERJA PADA KETINGGIAN
2.1
Kecelakaan Jatuh
2.1.1
Waktu Yang Dibutuhkan Untuk Jatuh Banyak pekerja yang percaya bahwa mereka mempunyai cukup waktu untuk memulihkan keseimbangan sebelum terjatuh. Tetapi hal tersebut tidak sepenuhnya benar. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan berapa jauh seseorang terjatuh dalam hitungan beberapa detik :
Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
8
Waktu (Detik) 0,5 1 1,5 2 2,5 3 4 6 10
Jarak (Meter) 1,2 5 11 20 31 44 78 175 487
Dari hal tersebut di atas, bisa dikatakan bahwa seseorang mungkin tidak mempunyai cukup waktu untuk menjaga keseimbangan atau memperoleh tumpuan-tumpuan agar dirinya seimbang sebelum jatuh, tetapi kita masih bisa melakukan sesuatu sebelumnya agar tidak terjadi kecelakaan. Kategori kecelakaan karena jatuh disaat bekerja, antara lain: • • • • • • •
2.1.2
Gbr: Terjatuh tanpa pengaman dr atap
Jatuh pada permukaan lokasi kerja (contoh: Terpeleset) Jatuh karena terbenturbenda Jatuh dari peralatan (mesin/kendaraan) yang bergerak Jatuh dari tangga (tangga vertikal atau tangga diagonal) dan pagar pembatas Jatuh dari satu tingkatan (lantai) ke tingkatan lainnya Jatuh dari tepian lantai kerja Jatuh ke atau terperosok pada lubang yang terbuka
FAKTOR PENYEBAB KECELAKAAN KARENA JATUH Faktor-faktor umum penyebab kecelakaan jatuh adalah sebagai berikut, tetapi tidak hanya dibatasi hal tersebut : Salah/gagal dalam mengenali masalah Salah/gagal dalam memilih prosedur praktek kerja yang aman di lokasi kerja Salah/gagal dalam mengikuti praktek kerja yang aman Salah/gagal dalam menyediakan sistem kerja yang aman Kurang informasi, instruksi, pelatihan atau pengawasan yang tersedia
Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
Gbr: Terjatuh sewaktu bekerja di jembatan
9
2.1.3
Salah/gagal dalam menggunakan peralatan yang sesuai Salah/gagal dalam menyediakan peralatan/mesin yang aman
DAMPAK KECELAKAAN KERJA Kerugian seseorang karena faktor-faktor biaya: a. Hilangnya pendapatan/produktifitas; b. Biaya tambahan untuk kesehatan; c. Biaya-biaya administrasi; Biaya-biaya yang harus ditanggung perusahaan akibat: a. Hilangnya keterampilan pekerja selama dalam perawatan atau jika terjadi kecacatan; b. Hilangnya produktifitas untuk menyelesaikan pekerjaan; Perusahaan dapat berhenti beroperasi sementara karena adanya penyelidikan kecelakaan, dan ini tentunya akan merugikan perusahaan dan pekerja lainnya; Dapat mengakibatkan cacat tetap atau bahkan meninggal.
2.1.4
PENGENDALIAN RISIKO 1. ELIMINASI RISIKO Hindari bekerja di ketinggian apabila memungkinkan Contoh : Menggunakan alat bantu, sehingga pekerjaan yang tadinyadikerjakan di ketinggian menjadi dikerjakan di dasar
2. ISOLASI BAHAYA Pastikan pekerja terisolasi dari bahaya Contoh : Guard Rail, Platform Kerja (Perancah, MEWP, Walkways, dsb)
3. MINIMALISASI Pastikan pekerja menggunakan sistem proteksi jatuh untuk meminimalisir konsekuensi , antara lain : a. Sistem Pasung atau pencegahjatuh (Fall Restrain System) b. Sistem Kekang atau penahan jatuh (Fall Arrest System)
2.2
PROSEDUR KERJA AMAN PADA BANGUNAN TINGGI Prosedur kerja sesuai dengan sesuai Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 9 tahun 2016 meliputi : a. Teknik dan cara perlindungan jatuh, b. Cara pengelolaan peralatan, c. Teknik dan cara melakukan pengawasan pekerjaan, d. Pengamanan tempat kerja, dan e. Kesiapsiagaan dan tanggap darurat. Sebelum pekerjaan dimulai, tenaga kerja wajib mengetahui daerah berbahaya agar pekerja dapat mengetahui wilayah yang memiliki potensi bahaya sehingga jika diharuskan memasuki area tersebut, pekerja dapat meminimalisir potensi kecelakaan yang mungkin terjadi.
Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
10
Daerah berbahaya dibagi menjadi 3 (tiga) kategori wilayah berdasarkan tingkat bahaya dan dampak yang mungkin terjadi terhadap keselamatan umum dan tenaga kerja ; a. Wilayah bahaya, merupakan daerah pergerakan tenaga kerja dan barang untuk bergerak vertikal, horizontal, dan titik penambatan, b. Wilayah waspada, merupakan daerah antara wilayah bahaya dan wilayah aman yang luasnya diperhitungkan sedemikian rupa agar benda yang terjatuh tidak masuk ke wilayah aman, dan c. Wilayah aman, merupakan daerah yang terhindar dari kemungkinan kejatuhan benda dan tidak mengganggu aktivitas tenaga kerja. Adapun potensi benda jatuh diatur dalam Perauran Menteri Nomor 9 tahun 2016, bahwa tenaga kerja hanya diperbolehkan membawa barang pada tubuhnya seberat 5 (lima) kilogram, jika barang yang akan dibawa diatas 5 (lima) kilogram, tenaga kerja harus menggunakan sistem katrol (Hauling system) 2.3 LANTAI KERJA adalah semua permukaan yang dibangun atau tersedia yang digunakan untuk bekerja. 2.3.1 Bekerja pada lantai kerja tetap , adalah bekerja pada permukaan yang dibangun atau tersedia untuk digunakan secara berulang kali dalam durasi yang lama. Beberapa contoh lantai kerja tetap adalah ; lorong, tangga, gratting/walkways dan telah dilengkapi dengan collective protection. Ketersediaan fasilitas tersebut memberikan sifat perlindunganjatuh (fall protection).
Gbr:Contoh lantai kerja tetap
2.3.2
Bekerja pada lantai kerja sementara adalah bekerja pada permukaan yang dibangun atau tersedia untuk digunakan dalam durasi yang tidak lama, terbatas pada jenis pekerjaan tertentu atau ada kemungkinan runtuh. Lantai kerja sementara dan struktur pendukungnya tidak boleh menimbulkan risiko runtuh atau terjadi perubahan bentuk atau dapat mempengaruhi keselamatan pengguna. Contoh dari lantai kerja sementara ; scaffolding, tangga lipat/dorong, gondola, MEWP (scissor lift, geny lift). Fasilitas peralatan tersebut sudah mempunyai standar keselamatan dalam pemakaiannya. Penggunaan fall arrest harness menjadi bagian penting guna mengefektivkan fungsi double lanyard w/ absorber bilamana terjadi kegagalan dalam fasilitas tersebut.
Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
11
Gbr:Perancah bergerak
Gbr:Perancah
2.3.3
Gbr:Boom Lift
Gbr:Sciccor Lift
Bekerja dengan bergerak secara miring, vertikal atau horizontal menuju atau meninggalkan lantai kerja adalah bekerja pada permukaan yang dibangun atau tersedia untuk digunakan sebagai akses pergerakan pekerja mencapai tempat kerja pada ketinggian dengan cara merambat naik/turun pada bangunan struktur konstruksi (menara, tiang beam/besi) dimana bangunan tersebut dapat berfungsi ganda sebagai jalan naik/turun dan sebagai tempat melakukan pemasangan alat personal keselamatannya (double lanyard+hook+absorber). Kondisi ini akan mempersyaratkan pemakaian full body harnes dengan tambahan fasilitas pengaman di bagian samping (lateral)/fb harness w/ work positioning yang tidak boleh digunakan untuk posisi pengaman jatuh.
Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
12
Gbr:contoh bekerja pada posisi miring, vertikal dan horizontal
Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
13
BAB III ALAT PENCEGAH DAN PENAHAN JATUH KOLEKTIF 2.4 TEKNIK DAN CARA PERLINDUNGAN JATUH (FALL PROTECTION ) Perlindungan Jatuh(Fall Protection) adalah kombinasi dari beberapa metode/cara dan peralatan yang digunakan untuk mencegah seorang pekerja terjatuh atau mengkontrol efek yang merugikan dari jatuh yang tidak disengaja saat bekerja pada ketinggian. Perlindungan jatuh juga termasuk metode/cara dan peralatan yang digunakan untuk melindungi pekerja dari tertimpa benda yang jatuh. 2.4.1
2.4.2
FILOSOFI DARI PELINDUNG JATUH Mencegah jatuh(prevention) Menangkap/menghentikan/menahan jatuh(arrest) SISTIM PELINDUNG JATUH
Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
14
PEMOSISI KERJA (Work Positioning)
2.4.3
PERANGKAT PELINDUNG JATUH Perangkat pelindung jatuh adalah suatu rangkaian peralatan untuk melindungi tenaga kerja , orang lain yang berada di tempat kerja dan harta benda ketika bekerja pada ketinggian agar terhindar dari kecelakaan dan kerugian finansial. Perangkat pelindung jatuh terdiri atas : 1. Perangkat pencegah jatuh kelompok atau kolektif adalah suatu rangkaian peralatan untuk mencegah tenaga kerja secara kolektif memasuki wilayah berpotensi jatuh agar terhindar dari kecelakaan dan kerugian finansial. Perangkat pencegah jatuh kolektif sesuai Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 9 tahun 2016 harus memenuhi persyaratan : a. Dinding, tembok pembatas, atau pagar pengaman memiliki tinggi minimal 950 (sembilan ratus lima puluh) milimeter. b. Pagar pengaman harus mampu menahan beban minimal 0,9 (nol koma sembilan) kilonewton.
Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
15
c. Celah pagar memiliki jarak vertikal maksimal 470 (empat ratus tujuh puluh) milimeter, dan d. Tersedia pengaman lantai pencegah benda jatuh (toeboard ) cukup dan memadai. Beberapa bentuk dari perangkat pencegah jatuh kelompok antara lain :
Gbr: Handrail (Pegangan tangan), melindungi jatuh karena adanya p enurunan level permukaan areal kerja Gbr: PagarJaring
Gbr: Pagar pembatas sementara (temporary guardrail), terbuat dari kayu dengan adanya 3 bagian: Toprail, Midrail, dan Toeboard
Gbr: MEWP (Mobile Elevator Working Platform)
Gbr: Garis / Pita pembatas (Warning Lines)
2.
Perangkat pencegah jatuh perorangan adalah suatu rangkaian peralatan untuk mencegah tenaga kerja secara perorangan memasuki wilayah berpotensi jatuh agar terhindar dari kecelakaan dan kerugian finansial. Perangkat pencegah jatuh sesuai Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 9 tahun 2016, tenaga kerja wajib menggunakan perangkat pencegah jatuh perorangan yang paling sedikit terdiri atas : a. Sabuk tubuh (Full Body Harness), dan b. Tali pembatas gerak (work restraint ).
3.
Perangkat penahan jatuh kelompok atau kolektif adalah suatu rangkaian peralatan untuk mengurangi dampak jatuh tenaga kerja secara kolektif, agar tidak cidera atau meninggal dunia. Perangkat penahan jatuh kolektif sesuai Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 9 tahun 2016 pasal 23 huruf b berupa jala atau bantalan yang dipasang pada arah jatuhan, serta harus memenuhi persyaratan :
Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
16
a. Dipasang secara aman ke semua angkur yang diperlukan, dan b. Mampu menahan beban minimal 15 (lima belas) kilonewton, dan tidak mencederai tenaga kerja yang jatuh.
Gbr: Soft Landing system (Bean Bags) Sistem pendaratan empuk (Bantal empuk)
4.
2.4.4
Gbr: Safety Net (Jaring pengaman)
Perangkat penahan jatuh perorangan adalah suatu rangkaian peralatan untuk mengurangi dampak jatuh tenaga kerja secara perorangan, agar tidak cidera atau meninggal dunia. Sistem ini untuk menahan pekerja saat terjatuh dan tergantung pada tali pengaman yang digunakan. Perangkat penahan jatuh perorangan sesuai Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 9 tahun 2016 pasal 23 huruf b terdiri atas : a. Bergerak vertikal b. Bergerak horizontal c. Tali ganda dengan pengait dan peredam kejut; d. Terpandu;dan e. Ulur tarik otomatis harus mampu menahan beban jatuh minimal 15 (lima belas) kilonewton.
FALL FACTOR DAN FALL CLEARENCE
Jika terjatuh di ketinggian, peralatan yang paling banyak membantu untuk menyerap energi jatuh tersebut adalah Tali pengait (Lanyard ). Akan tetapi penempatan posisi dari Angkur pengaman yang terhubung dengan orang yang jatuh akan berpengaruh terhadap amantidaknya akibat yang didapat dari jatuh tersebut. Fall Factor dapat menjadi cara yang berguna untuk Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
17
menjelaskan tingkat keseriusan yang proporsional dari jatuh. Fall Factor bisa diartikan sebagai jarak maksimum dari teknisi yang terjatuh dibagi dengan panjang tali (atau Lanyard ) antara teknisi yang terjatuh dengan titik Anchor penahannya.
Fall Factor =
Panjang jarak posisi awal orang jatuh sampai posisi terakhir jatuh Panjang tali (atau Lanyard ) yang menghubungkan orang jatuh dengan Anchor
Hal yang penting untuk dipastikan adalah bahwa Fall Factor harus dijaga serendah mungkin nilainya setiap saat, sehingga jika harus terjadi jatuh tenaga hentakan yang dialami dapat diminimalkan. Harus diingat bahwa tenaga hentakan yang dialami dari jatuh tidak hanya tergantung pada Fall Factor dan panjangnya jatuh, tetapi juga pada karakteristik dari unsur penghubung tali pengait (Lanyard s) untuk menyerap energi. Kemampuan menyerap energi adalah hal penting, terutama dalam situasi Fall Factor yang tinggi, dan sementara itu dampak yang akan terjadi harus dalam tingkatan yang masih bisa diterima tubuh.
JARAK JATUH BEBAS(FALL CLEREANCE) Disaat menggunakantali pengait (Lanyard ) sebagai pengaman Fall Arest (menggunakan Lanyard dengan Energy Absorber ), pertambahan panjang tali pengait (Lanyard ) yang terjadi akibat terbukanya Peredam kejut (Energy Absorber ) harus diperhitungkan dengan baik. Karena ada berbagai jenis Peredam kejut (Energy Absorber ) di pasaran, untuk menggunakannya dengan aman diharapkan membaca dan memahami dengan baik lembaran instruksi penggunaannya, agar dapat diketahui berapa perpanjangan maksimal dari Peredam kejut ( Energy Absorber )tersebut disaat terbuka. Jika perhitungan yang dilakukan masih belum dalam jarak aman jatuh. Maka yang dilakukan antara lain adalah memperkecil Fall Factor sehingga menjadi 0. Memindahkan pengait pada struktur yang lebih tinggi meupakan solusi terbaik agar terhindar dari faktor jatuh 2.
Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
18
Gbr: Sistem kerja Energy Absorber
Selain faktor jatuh dan jarak jatuh, perlu diperhatikan juga arah jatuh, bisa terhempas ke dinding, atau terhempas ke lantai.
2.4.5
KETERAMPILAN DASAR PERLINDUNGAN JATUH PERORANGAN ( PERSONAL FALL PROTECTION ) Sistem keselamatan keselamatan yang mengikuti bentukan struktur atau bangunan yang sudah dibangun lebih dahulu menjadikan sebuah keterampilan tersendiri yang harus dikuasai oleh pekerja di ketinggian.
Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
19
Ada 2 teknik dasar dalam sistem Perlindungan Jatuh Perorangan. Yaitu:
2.4.5.1 SISTEM KERJA DENGAN PEMASUNGAN(WORK RESTRAINT SYSTEMS ) Untuk menghindari kecelakaan dengan mencegah pekerja terjatuh melewati tepian bangunan saat bekerja sekitar sampai 2 meter dari area yang terbuka tersebut. Pencegahan jatuh dapat dilakukan dengan menggunakan sistem pemasungan atau Work Restraint System yang mencegah pekerja masuk ke area yang memiliki potensi untuk terjatuh. Dilakukan dengan menggunakan Full Gbr: Bekerja dengan pemasungan Body Harness yang terhubungkan dengan aman menggunakan tali pengait (Lanyard ) ke titik angkur atau Lifeline (Tali keselamatan). Tali pengait (Lanyard ) yang digunakan bisa yang merupakan tali pengait (Lanyard ) tetap (Fix Lanyard ) atau tali pengait (Lanyard ) yang bisa disesuaikan ( Adjustable Lanyard ). Angkur yang digunakan harus berada di atas titik ikat dorsal atau sternal sistem yang digunakan harus dirancang benar-benar menahan untuk tidak jatuh dan tidak kemungkinan untuk jatuh sama sekali.
Gbr: Pembatasan area kerja karena pemasungan
Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
Work Restraint System digunakan untuk pekerja bergerak hanya pada sejauh sisi dan dan ujung/tepian lokasi kerja. Jadi pekerja yang bersangkutan harus memastikan bahwa panjang Lanyard tidak dapat diperpanjang mencapai area yang memungkinkan untuk jatuh. Karena Work Restraint System pada intinya adalah pencegahan jatuh, maka dapat mencegah cidera atau dampak kecelakaan yang lebih besar.
20
2.4.5.2
SISTEM PENAHAN JATUH( FALL ARREST SYSTEMS) Sistem penahan jatuh (Fall Arrest System)adalah sistem yang dapat menghentikan/ menahan pekerja saat terjatuh. Sistem penahan jatuh (Fall Arrest System)harus selalu menyertakan adanya Full Body Harness yang terhubungkan ke titik Angkur. Penghubung antara kedua hal tersebut dapat berupa Tali pengait (Lanyard ), peralatan Fall Arrest baik yang mekanik maupun penahan jatuh berjalan , atau kombinasi yang cocok dari hal-hal tersebut di atas. Sistem penahan jatuh (Fall Arrest System)tidak akan mencegah terjadinya jatuh tetapi akan menghentikan/menahan/menangkappekerja yang terjatuh sebelum pekerja menghantam permukaan dasar, dan dapat meminimalkan jarak jatuh serta tingkat keparahan akibat dari jatuh. Karena kemungkinannya yang tinggi mendapatkan cidera, Sistem penahan jatuh (Fall Arrest System)harus dipilih sebagai sistem perlindungan jatuh setelah semua cara lain telah dipertimbangkan dan ditemukan tidak praktis. Prosedur penyelamatan darurat diperlukan untuk pekerja yang menggunakan Sistem penahan jatuh (Fall Arrest System) sebagai sistem perlindungan jatuhnya.
Berikut beberapa sistem penahan jatuh : 2.4.5.2.1 Menggunakan tali pengait (Lanyard ), Untuk menghindari dampak kekuatan jatuh, maka penggunaan Energy Absorber yang terpasang pada Lanyard merupakan sebuah tindakan yang harus dilakukan. Walaupun dengan adanya penggunaan Lanyard dengan Energy Absorber tetap harus memperhitungkan faktor jatuh serta jarak aman, setelah Energy Absorber tersebut bekerja.
Gbr: Fall Arrest System menggunakan lanyard
Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
21
Penggunaan lanyard juga dapat diaplikasikan pada akses yang sulit (Difficult Access), dimana pekerja diharuskan melewati lintasan yang tidak memiliki pijakan atau dalam posisi menggantung. Pada kondisi ini tali pengait berpengatur ( Adjustable Lanyard ), dan tangga gantung akan sangat memudahkan pergerakan sehingga pekerja dapat meminimalisir tenaga yang dikeluarkan.
Gbr: Fall Arrest System menggunakan lanyard dengan teknik difficult access
Teknik bergerak dengan menggunakan alat penahan jatuh perorangan dengan tali ganda pengait dan peredam kejut : 1. Pengait harus ditambatkan lebih tinggi dari kepala atau ditambatkan pada ketinggian sejajar titik jatuh pada sabuk pengaman tubuh. 2. Kedua tali pengait tidak ditambatkan pada struktur yang sama. 3. Pengait tidak ditambatkan pada struktur yang dapat menambah jar ak jatuh. 4. Pengait ditambatkan secara bergantian ketika bergerak, dan 5. Sling angkur dapat dipergunakan apabila pengait tid ak cukup lebar untuk dikaitkan langsung ke struktur.
2.4.5.2.2 Menggunakan Penahan jatuh berjalan (Mobile Fall Arrester ), Untuk aktifitas naik dan turun, atau pergerakan miring dapat menggunakan pengamanan berupa penahan jatuh berjalan terhubung pada tali keselamatan yang telah tersedia dengan standar. Teknik bergerak dengan menggunakan perangkat penahan jatuhberjalan : a. Pastikan angkur terpasang dengan standar. b. Pastikan alat penahan jatuh berjalan berfungsi dengan baik. c. Lintasan (tali nylon maupun wire rope) terpasang sesuai standar. d. Pastikan alat penahan jatuh berjalan terpasang pada titik jatuh dari sabuk pengaman. e. Sudut deviasi maksimum dari garis lurus vertikal tidak boleh lebih dari 15 (lima belas) derajat atau disesuaikan dengan produk dari alat tersebut.
Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
22
f.
Setiap perangkat hanya digunakan oleh seorang tenaga kerja.
Gbr: Fall Arrest System menggunakan Penahan Jatuh Berjalan
2.4.5.2.3 Mengunakan Penahan Jatuh perorangan dengan tali ulur tarik otomatis (Self Retracting Climbing/Mechanical Fall Arrester), pemanjatan dengan alat mekanik yang memanfaatkan daya inersia. Alat akan mengunci ketika proses jatuh terjadi percepatan mendadak dan guncangan (lock by speed and shock) sehingga pemanjatakan terhenti tergantung pada ketinggian tersebut. Persyaratan letak alat tersebut berfungsi baik sampai batas titik point jatuh (attachment point) pada full body harness yang diizinkan.
Gbr: Fall Arrest System menggunakan Penahan Jatuh perorangan dengan tali ulur tarik otomatis
Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
23
Teknik bergerak dengan menggunakan perangkat penahan jatuh dengan tali ulur tarik otomatis : a. Pastikan alat terpasang pada angkur yang terpasang dengan standar. b. Pastikan alat penahan jatuh berjalan berfungsi dengan baik. c. Pastikan alat penahan jatuh berjalan terpasang pada titik jatuh dari sabuk pengaman. d. Sudut deviasi maksimum dari garis lurus vertikal tidak boleh lebih dari 15 (lima belas) derajat atau disesuaikan dengan produk dari alat tersebut. e. Setiap perangkat hanya digunakan oleh seorang tenaga kerja. f. Harus mempunyai sistem pengunci otomatis yang membatasi jarak jatuh maksimal 0,6 (nol koma enam) meter. 2.4.5.2.4 Menggunakan teknik pandu/tambat (belay), teknik ini murni diadopsi dari cara memanjat tebing alam (rock climbing). Teknik ini melibatkan 2 (dua) orang sebagai pemanjat (leader) dan penambat tali pengaman(belayer). Pada teknik ini terdapat 2 (dua) cara mengamankan seseorang : 1. Pemanjatan terpandu (Lead Climbing Access),Pencapaian pergerakan ke ketinggian dimulai daribawah(base surface), ketika pemanjat bergerak penambat mengulurkan tali dan segera melakukan pengereman saat terjatuh; tali akan terkait pada angkur terakhir . Pemanfaatan struktur konstruksi bangunan digunakan untuk tumpuan pijakan dan pegangan dalam menambah ketinggian, penggunaan tali yang bersifat dinamis selain sebagai lintasan pengaman (safety line) juga berfungsi sebagai peredam jatuh (absorber).
Gbr: Fall Arrest System menggunakan Penahan Jatuh perorangan dengan cara rintisan pemanjatan (Lead Climbing)
Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
24
Teknik bergerak dengan menggunakan Perangkat Penahan Jatuh perorangan dengan pemanjatan terpadu rintisan (Lead Climbing) : a. Sling angkur harus cukup kuat menahan beban jatuh. b. Posisi sling angkur pertama harus dipasangkan lebih ti nggi dari pemanjat. c. Jarak angkur berikutnya dipasangkan tidak lebih dari 2 (dua) meter. d. Posisi sling angkur terakhir harus diusahakan dipasangkan pada posisi lebih tinggi dari kepala atau sejajar dengan titik jatuh pada sabuk pengaman tubuh. e. Tali keselamatan harus memiliki daya lentur tinggi (dynamic rope). f. Tali keselamatan terhubung dengan alat pemegang tali yang dapat mencengkram secara otomatis apabila terbebani. g. Alat pemegang tali keselamatan terhubung langsung ke angkur atau pemandu yang mampu menahan beban jatuh. h. Alat pemegang tali keselamatan dioperasikan oleh pemandu (belayer ) yang mengatur jarak jatuh seminimal mungkin tetapi masih cukup nyaman untuk bergerak , dan i. Komunikasi antara pemanjat dan pemandu harus terus terjalin. 2. Pemanjatan dengan teknik Tali Terpasang (Top rope)adalah cara mengamankan seseorang seperti orang menimba. Dimana tali yang kedua ujung-ujungnya terhubung pada 2 orang (Yang satu terhubung ke Pemanjat dan satunya lagi ke pemandu atau Belayer ) tertumpu pada angkur yang sudah terpasang di atas. Jika pemanjat jatuh, Belayer cukup menahan talinya yang terhubung ke alat pemegang tali (belay device) agar si pemanjat tidak terjatuh dan terhempas ke tanah. Apabila pemanjat menambah ketinggian, Belayer cukup menarik pegangan pada tali, begitu juga sebaliknya, ketika pemanjat akan turun, maka penambat cukup mengulur tali.
Gbr: Fall Arrest System menggunakan Penahan Jatuh perorangan dengan cara top rope
Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
25
Teknik keselamatan bergerak dengan menggunakan Perangkat Penahan Jatuh perorangan dengan Top rope : a. Sling angkur harus cukup kuat menahan beban jatuh. b. Jarak angkur berikutnya dipasangkan tidak lebih dari 2 (dua) meter. c. Pastikan ikatan pada pamanjat terpasang pada titik jatuh dari sabuk pengaman. d. Tali keselamatan terhubung dengan alat pemegang tali yang dapat mencengkram secara otomatis apabila terbebani. e. Alat pemegang tali keselamatan terhubung langsung ke angkur atau pemandu yang mampu menahan beban jatuh. f. Alat pemegang tali keselamatan dioperasikan oleh pemandu (belayer ) yang mengatur jarak jatuh seminimal mungkin tetapi masih cukup nyaman untuk bergerak , dan g. Komunikasi antara pemanjat dan pemandu harus terus terjalin.
2.4.6
SISTEM PEMOSISI KERJA(WORK POSITIONING SYSTEMS) Tali Pemosisi Kerja (Work Positioning Lanyard ) dirancang untuk menahan pekerja di lokasi kerjanya Tali Pemosisi Kerja (Work Positioning Lanyard ) berfungsi bukan sebagai pengaman, tapi merupakan alat tambahan disaat bekerja, sementara tali pengaman (Fall Arrest ) pekerja terpasang, dengan memanfaatkan Tali Pemosisi Kerja (Work Positioning Lanyard ) kedua tangannya terbebas dari berpegangan dan dapat digunakan untuk melakukan pekerjaan. Gbr: Bekerja dengan sistem Work P ositioning harus di abun d n en aman Fall Arrest tambahan
2.4.7 ANGKUR DAN JALUR LINTASAN KESELAMATAN (LIFE LINE) 2.4.7.1 ANGKUR Angkuradalah tempat menambatkan Perangkat Pelindung Jatuh, yang terdiri atas satu titik tambat atau lebih yang ada di alam,struktur bangunan, atau sengaja dibuat dengan rekayasa teknik pada waktu atau pasca pembangunan. Angkur terdiri atas : 1. Angkur Permanen adalah angkur yang dipasangkan secara permanen yang disiapkan untuk kebutuhan titik pengaman pekerjaan yang diharuskan terhubung kepada pekerja, adapun syarat angkur permanen diantaranya : a. Angkur harus mampu menahan beban minimal 15 (limabelas) kilonewton. b. Dilakukan pemeriksaan dan pengujian pertama c. Memiliki akte pemeriksaan dan pengujian
Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
26
d. D i l a k u k a n p e m e riksaan secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 2 (dua) tahun. e.
15 KILONEWTON Gbr: Angkur permanen
2. Angkur tidak permanen adalah angkur yang dipasangkan disaat angkur permanen tidak tersedia dan harus diperiksa serta dipastikan kekuatannya, adapun syarat angkur tidak permanen diantaranya : a. Angkur harus mampu menahan beban minimal 15 (limabelas) kilonewton. b. Dipasangkan dengan menghindari sudut tajam. c. Dalam hal angkur lebih dari 1 (satu) titik harus mampu membagi beban yang timbul, dengan cara angkur tepasang pada sudut pemasangan yang tidak lebar.
Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
27
Gbr:pemasangan angkur (beam anchor )tidak permanen
Gbr:pemasangan angkur tidak permanen
Gbr:Sudut tajam
Gbr:pemasangan angkur tidak permanen Dalam hal angkur lebih dari 1 (satu) titik harus mampu membagi beban yang timbul, dengan cara angkur tepasang pada sudut pemasangan yang tidak lebar.
Pada kondisi tertentu terkadang tidak mendapatkan tempat yang memadai untuk dipasangkan angkur, penambat pemberat (deadweight ) menjadi salah satu solusi untuk dijadikan titik angkur. Perhitungan terhadap sistem penambat pemberat harus dilakukan terhadap penyangganya atau efek gesekan dari penambat tersebut, daya tahan gesekan dari setiap penambat pemberat harus dipastikan dengan pemerikasaan bahwa penambat tidak akan bergarak ketika mendapatkan beban sebesar 4 (empat) kali dari yang akan didapatkan dalam posisi situasi pemosisi kerja. Kekuatan menahan beban yang lebih besar lagi diperlukan jika dipertimbangkan akan adanya situasi penahan jatuh, selain itu, pertimbangan juga akan diperkirakan kemungkinan untuk melakukan penyelamatan, yang mana akan melibatkan berat 2(dua) orang yang akan ditahan oleh penambat pemberat tersebut, selain itu, penggunaan alat ini wajib merujuk pada petunjuk instruksi pabrikan pembuatannya. 2.4.7.2 JALUR LINTASAN KESELAMATAN (LIFE LINE) Jalur lintasan keselamatan merupakan instalasi sistem keselamatan yang dirancang untuk pekerjaan dengan memanfaatkan jalur tersebut sebagai jalur pengaman saat bekerja. Instalasi jalur lintasan keselamatan dapat didesain pada posisi miring (diagonal), vertikal dan horizontal. Pada jalur lintasan keselamatan harus mampu menahan beban jatuh sejumlah pekerja yang terhubung, dan jarak bentangan antara titik angkur tidak boleh lebih dari 30 (tigapuluh) meter. Titik angkur yang berada di ujung berfungsi sebagai angkur utama, dan angkur yang berada pada lintasan adalah angkur antara berfungsi sebagai meredam atau Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
28
memperpendek jarak jatuh. Angkur antara tidak boleh berfungsi sebagai angkur utama.
Gbr:Instalasi bentangan perangkat penahan jatuh permanen perorangan horizontal ( horizontal life line)
Gbr:lendutan atau defleksi
Jalur lintasan keselamatan terdiri atas : 1. Jalur lintasan keselamatan permanen adalah jalur lintasan yang dipasangkan serta disiapkan untuk kebutuhan pekerjaan berulang dengan jangka waktu lama, sehingga jalur maupun angkur pun memiliki kekuatan yang mampu bertahan pada beragam kondisi, baik berhubungan dengan cuaca maupun yang lainnya. Biasanya bahan yang digunakan baik jalurnya maupun angkur berbahan logam.
Gbr:Instalasi perangkat penahan jatuh permanen perorangan horizontal ( permanen horizontal life line)
Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
29
Gbr:Instalasi perangkat penahan jatuh permanen perorangan vertikal ( permanent vertikal life line)
Untuk perangkat jatuh permanen perorangan yang dipasang diagonal, maka angkur yang berada paling atas berfungsi sebagai angkur utama, bukan sebagai angkur antara.
Gbr:Instalasi perangkat penahan jatuh permanen perorangan diagonal
Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
30
Gbr:Instalasi perangkat penahan jatuh permanen perorangan kaku/rigid
2. Jalur lintasan keselamatan tidak permanen adalah jalur lintasan yang dipasangkan serta disiapkan untuk kebutuhan pekerjaan dengan jangka waktu tidak lama dengan sistem bongkar pasang. Biasanya bahan yang digunakan untuk jalurnya berbahan textile dan logam.
Gbr:Instalasi perangkat penahan jatuh tidak permanen perorangan horizontal ( temporary horizontal life line)
Gbr:Instalasi perangkat penahan jatuh tidak permanen perorangan vertikal dan diagonal
Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
31
2.4.8 SUSPENSION TRAUMA / SUSPENSION INTOLERANCE Suspension trauma atau Harnes Hang Syndrome (HHS) merupakan akibat dari jatuhnya seseorang yang menggunakan Sabuk tubuh Full Body Harness dengan posisi tergantung pada titik jatuh bagian punggung, sehingga tersumbatnya darah pada pembuluh darah terbesar karena terjepit Sabuk tubuh Full Body Harness, akibatnya otak tidak dapat menerima oksigen yang di butuhkan. Untuk mengatasi suspension trauma maka harus melepaskan tersumbatnya pembuluh darah secara perlahan, dengan cara mencari atau membuat pijakan agar sabuk tubuh mengendur.
2.4.9
PERANGKAT PELINDUNG JATUH Peralatan pelindung jatuh yang digunakan harus memenuhi ketentuan persyaratan dari regulasi yang berlaku dimana lokasi pekerjaan/peralatan tersebut digunakan. Menurut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 9 tahun 2016 Perangkat Pelindung Jatuh wajib memenuhi persyaratan K3.
2.4.9.1 STANDAR PERALATAN Peralatan keselamatan yang digunakan dalam Bekerja pada Bangunan Tinggi harus memenuhi ketentuan persyaratan dari regulasi yang berlaku dimana lokasi pekerjaan/peralatan tersebut digunakan. Idealnya, standar yang mengatur peralatan Bekerja pada Bangunan Tinggi di Indonesia adalah yang telah lulus uji SNI (Standar Nasional Indonesia). Namun, melihat realitas yang ada sampai saat ini, belum ada SNI yang mengatur tentang peralatan Bekerja pada Bangunan Tinggi. Maka untuk memudahkan, kita bisa menggunakan peralatan-peralatan yang telah lulus uji standar lain yang berlaku di dunia, selama peralatan tersebut memang sesuai penggunaannya untuk aplikasi Bekerja pada Bangunan Tinggi.
Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
32
SERTIFIKAT PERALATAN ‘Sertifikat Kesesuaian’ (Certificate of conformity)dari setiap alat harus diperoleh. Sertifikat Kesesuaian merupakan dokumen yang menyatakan bahwa peralatan tersebut benar-benar telah memenuhi persyaratan dari semua regulasi dan ketentuan yang berlaku atas peralatan tersebut, baik itu persyaratan keamanan, keselamatan, kesehatan, dan perlindungan lingkungan. Sertifikat Kesesuaian didapat melalui proses pengujian terlebih dahulu lewatpenilaian kesesuaian atas spesifikasi dan hasil produk yang dibandingkan dengan regulasi yang berlaku. Oleh karena itu untuk mendapatkan Sertifikat kesesuaian diperlukan adanya beberapa hal berikut ini: • Produk peralatan tersebut harus menjalani tipe pengujian yang independen agar sesuai dengan standar tertentu. • Produsen peralatan harus menggunakan sistem manajemen mutu dan standar jaminan, seperti ISO 9000, atau • Produsen peralatan harus memastikan bahwa produk peralatan telah melalui sejumlah pengujian pada badan uji yang resmi. Adanya Sertifikat kesesuaian yang dikeluarkan oleh produsen atau representatif resminya (Cabang, Distributor, Agen), dapat dijadikan sebagai pelengkap pembuktian dari tanda CE yang terkadang disalahgunakan oleh ‘oknum produsen’ peralatan. Sehingga dapat dikatakan, adanya Sertifikat kesesuaian dapat menunjukkan bahwa peralatan tersebut adalah asli sesuai aturan dan bukan bajakan. Selain itu, jika terjadi kerusakan pada alat yang bukan dikarenakan kecerobohan pemakainya atau kerusakan yang tidak sesuai dengan informasi yang diberikan dapat digunakan dalam proses tuntutan/klaim. Jika terdapat produk yang tidak termasuk sebagai Alat Pelindung Diri, namun dianggap dapat digunakan sebagai peralatan keselamatan, maka harus diperoleh pula sertifikat yang sesuai dari produk tersebut untuk memberikan keyakinan terhadap kualitas dan kesesuaiannya dengan pekerjaan, misalnya: Sertifikat Pengetesan (Certificate of Testing). Ada 2 komponen peralatan keselamatan yang digunakan dalam melakukan pekerjaan di ketinggian, yaitu:
2.4.9.2 ALAT PELINDUNG DIRI PERSONAL ( PERSONAL PROTECTIVE EQUIPMENT) Alat Pelindung Diri yang selanjutnya disingkat APD adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja. Alat Pelindung Diri diantaranya :
Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
33
1.
PAKAIAN KERJA Penggunaan pakaian yang layak harus dianggap sebagai bagian yang menyatu dari peralatan pelindung. Pakaian harus memberikan perlindungan yang memadai dari potensi bahaya yang berasal dari lingkungan sekitar (sinar matahari, cuaca, bagian benda yang tajam, dsb) sembari j uga memenuhi adanya ventilasi. Pakaian harus cukup (tidak longgar dan tidak sempit) memungkinkan untuk melakukan banyak pergerakan, tetapi tidak menyebabkan timbulnya potensi bahaya dari karena tersangkut.
Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
34
BAB III PRINSIP PENERAPAN FAKTOR JATUH Prinsip Penerapan Faktor Jatuh A. B.
Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
35
BAB V PROSEDUR KERJA AMAN PADA KETINGGIAN PROSEDUR KERJA AMAN A. Prosedur bekerja di keetinggian
Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
36
BAB VI BERGERAK HORIZONTAL ATAU VERTIKAL DI STRUKTUR BANGUNAN Bergerak Horizontal atau Vertikal pada struktur: A. Bergerak Horizontal B. Bergerak Vertikal
Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
37
BAB VII TEKNIK MENAIKAN DAN MENURUNKAN BARANG 2.4.10
DASAR MENURUNKAN DAN MENAIKKAN (BASIC LOWERING AND HAULING ) Menurunkan (lowering), dan menaikan (Hauling) adalah teknik mekanik (Mechanical Advantage ) untuk menurunkan dan menaikan beban secara manual, memanfaatkan peralatan yang mudah dan ringan akan membantu tenaga kerja dalam proses untuk menaikkan orang, barang, ataupun peralatan. Konsep dasar dari teknik ini adalah memanfaatkan gesekan yang terjadi pada tali, untuk menurunkan akan lebih ringan jika tali memiliki gesekan sesuai dengan kebutuhan, sebaliknya untuk menaikan beban harus meminimalisir gesekan yang terjadi pada sistem tali.
2.4.10.1 SISTEM MENURUNKAN (LOWERINGSYSTEM ) Karena sistem Lowering menggunakan bantuan memanfaatkan gesekan pada tali, maka bisa dikatakan Lowering adalah cara yang paling simpel dalam memindahkan beban. Teknik yang digunakan adalah penambat tetap ( Attended Belay ) yang melibatkan adanya minimal satu orang yang berada dekat dengan Angkur utama. Sistem penambatan (Belay ) yang terpisah bisa digunakan apabila ingin berhati-hati dalam menurunkan beban. Beban dapat diturunkan dengan menggunakan alat tambat (belaydevice) yang terhubung dengan Angkur (titik penjangkaran). Ditambah penggunaan teknik yang baik dalam mengawasi dan menghentikan beban.
gravitasi,
dan
Hal-hal lain yang harus diperhatikan adalah: 1. Untuk beban yang melebihi 50 kilogram tetapi kurang dari 250 kilogram dapat diturunkan dengan menggunakan beberapa jenis (lebih dari satu) Belay Device agar lebih aman. 2. Sebelum memulai menurunkan beban harus diperiksa dengan baik terlebih beberapa hal penting, seperti : Apakah sistem menurunkan sudah tepat dan siap Gbr:Lowering dengan digunakan; beban sudah stabil dan terhubung serta tambahan Bela dapat dimonitor dengan baik; Tali untuk pengaman sudah terhubung dengan beban; Pastikan Angkur utama dan Angkurtambahan (jika ada) sudah terpasang dengan baik; Alat tambat
Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
38
(Belay device) sudah dipasang baik dan benar; Setiap orang yang terlibat harus sudah siap menurunkan beban dan mengontrol gerakan beban.
2.4.10.2 SISTEM MENAIKKAN(HAULING SYSTEM) Hauling dapat diartikan sebagai sebuah proses menarik beban (biasanya ke atas), dibawah kondisi pengawasan, serta menggunakan tali dan peralatan lainnya, tenaga manusia, atau mesin pengerek otomatis (winches). Pada dasarnya, Hauling System dapat digunakan pada beberapa arah (vertikal, diagonal, ataupun horisontal) sesuai d engan kebutuhannya.Biasanya menggunakan keuntungan mekanis 2 : 1, 3 : 1, 6 : 1, dan 9 : 1 (secara teori), Teknik-teknik ini sering dirujuk sebagai pemasangan sistem Pulley atau keuntungan mekanis. Ini adalah sebuah cara dimana tali y ang terhubung ke beban akan menentukan keuntungan mekanis yang dibuat oleh sistem. Pulley digunakan dalam sistem ini berfungsi untuk mengurangi gesekan hingga beban yang ditarik akan lebih ringan.
Keuntungan mekanis dinyatakan sebagai rasio/perbandingan. Rasio tersebut merupakan : BEBAN : TARIKAN
Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
39
Misal: Dengan keuntungan mekanis 4 : 1 (empat banding satu) pada beban 4 kg, maka hanya perlu tenaga untuk menarik sebesar 1 kg. Jika berat beban 400 kg, maka yang ditarik hanya 100 kg saja. Selain itu, ini juga berarti bahwa dengan 4 : 1 kita akan menarik tali hingga 4 meter untuk memindahkan beban sebanyak 1 meter (panjang tali yang ditarik tergantung pada susunan Pulley, tetapi akan selalu lebih besar dari dari jarak beban yang dipindahkan). Mudahnya makin banyak katrol (Pulley ) yang digunakan akan makin ringan beban yang ditarik, dan makin sedikit lama beban itu naik sampai ke posisi yang diinginkan.
Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
40
BAB VIII TEKNIK PENYELAMATAN DALAM KEADAAN DARURAT 2.4.11 PENYELAMATAN DARI PERALATAN PENAHAN JATUH( RESCUE FROM FALL ARREST EQUIPMENT ) Teknik penyelamatan korban yang jatuh dan tergantung pada alat penahan jatuh dapat menggunakan teknik menurunkan dan menaikan beban (korban), yang paling mudah dan cepat adalah dengan cara menurunkan, karena dengan menurunkan tidak diperlukan tenaga yang besar untuk mengoperasikannya. Jika kondisi yang terjadi harus dinaikan, maka teknik menaikan beban akan cukup membantu dalam proses evakuasi. Tahapan teknik yang dilakukan jika korban harus diturunkan adalah : a. Siapkan instalasi teknik menurunkan (Lowering); pasangkan angkur yang baik dan benar pada titik diatas alat penahan jatuh korban, pasangkan instalasi teknik menurunkan menggunakan alat pandu (Belay device), hubungkan tali untuk beban (korban) ke titik jatuh sabuk pengaman korban (dada atau punggung) jika posisi korban terjangkau bisa langsung pasangkan, jika tidak terjangkau bisa menggunakan tongkat pemanjang (didesain sedemikian rupa, dapat menjepit konektor dan tali untuk menghubungkan ke titik yang dituju). b. Turunkan korban ; setelah instalasi terpasang, dan tali untuk menurunkan terhubung ke korban, maka lepaskan alat penahan jatuh korban dengan memotong menggunakan pisau rescue atau sejenisnya agar beban korban pindah ke alat turun, kemudian operasikan alat pandu untuk menurunkan korban. Catatan : - Jika situasi memungkinkan untuk memasangkan 2 (dua) lintasan sistem menurunkan, maka dianjurkan untuk dipasangkan. - Jika situasi membutuhkan korban untuk didampingi saat menurunkan, pendamping dapat dihubungkan ke titik yang sama pada korban (sebaiknya terhubung pada 2 (dua) jalur sistem menurunkan). Adapun tahapan teknik yang dilakukan jika korban harus dinaikkan adalah : Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
41
a.
Siapkan instalasi teknik menaikkan (Hauling); pasangkan angkur yang baik dan benar pada titik yang diinginkan atau disiapkan, pasangkan instalasi teknik menaikkan dengan rasio sesuai kebutuhan, hubungkan tali untuk beban (korban) ke titik jatuh sabuk pengaman korban (dada atau punggung) jika posisi korban terjangkau bisa langsung pasangkan, jika tidak terjangkau bisa menggunakan tongkat pemanjang (didesain sedemikian rupa, dapat menjepit konektor dan tali untuk menghubungkan ke titik yang dituju). b. Naikkan korban ; setelah instalasi terpasang, dan tali untuk menaikkan terhubung ke korban, maka tarik dan lepaskan alat penahan jatuh korban, kemudian operasikan sistem menaikkan korban sampai titik yang diinginkan. Catatan : - Jika situasi memungkinkan untuk memasangkan 2 (dua) lintasan sistem menaikkan, maka dianjurkan untuk dipasangkan (bisa yang satu sistem pandu berfungsi sebagai pengaman cadangan (Back up). - Jika situasi membutuhkan korban untuk didampingi saat menaikkan, pendamping dapat dihubungkan ke titik yang sama pada korban (sebaiknya terhubung pada 2 (dua) jalur sistem yang dipasangkan).
Referensi : U.S Departement of the Interior 2004 Reclamation Managing Water in the West. Technical Service Center Denver, Colorado OSHA 3146 1998 (Revised) Fall Protection in Construction University of Calgary 2009 (Revised) Code of Practice for Fall Protection/Work at Height Oregon OSHA’s Fall Protection for the Contruction Industry
Modul Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat II
42