BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Osteomielitis adalah infeksi progresif yang mengakibatkan kerusakan inflamasi, nekrosis, dan formasi baru pada tulang, yang dapat berkembang menjadi tahap kronis dan persisten (Smith et al, 2006). Penyakit ini dibedakan menurut etiologi, patogenesis, dan tingkat keterlibatan tulang, serta usia dan kondisi kekebalan tubuh pasien (Pineda et al., 2006). Osteomielitis dapat melibatkan sumsum tulang, korteks, periosteum, dan bagian-bagian sekitarnya jaringan lunak. Jika pria dan wanita dibandingkan, maka pria lebih sering mengalami ostemielitis (Gillespie, 1990), karena pria lebih sering terlibat dalam kecelakaan mobil, yang cenderung menyebabkan patah tulang terbuka dengan tingkat infeksi yang tinggi (Muller, et al., 2003). Bakteri dapat mencapai tulang melalui inokulasi langsung dari luka traumatik, dengan menyebar dari jaringan yang berdekatan yang terkena selulitis atau septic arthritis, atau melalui hematogen. Infeksi tulang dengan inokulasi langsung telah meningkat selama dekade terakhir. Hal ini mungkin akibat kecelakaan dan meningkatnya penggunaan perangkat fiksasi ortopedi dan joint prostheses (Schmidt et al., 2000). Penelitian yang dilakukan oleh Thanni dan Aigoro (2004) di Nigeria menunjukkan bahwa kejadian Surgical Site Infection setelah fiksasi internal tulang panjang 12% hampir sama dengan di negara lain. Di negara-negara berpenghasilan tinggi, osteomielitis akut terjadi pada sekitar 8 dari 100.000 anak per tahun (Riise et al., 2008), tetapi jauh lebih umum di negara-negara berpenghasilan rendah. Anak laki-laki 2 kali lebih sering terjakiti daripada anak perempuan (Riise et al., 2008; GrammaticoGuillon et al., 2013). Jika osteomielitis akut tidak didiagnosis segera dan diobati dengan tepat bisa menjadi fatal, terutama di negara dengan sumber daya rendah,
di mana pasien datang dengan penyakit yang semakin
memburuk dan korban sering memiliki komplikasi yang serius dan tidak bertahan lama(Gillespie dan Mayo, 1981).
1
Staphylococcus aureus adalah agen penyebab paling umum osteomielitis, diikuti oleh patogen pernapasan Streptococcus pyogenes dan S. Pneumoniae (Syrogiannopoulos dan Nelson, 1988; Jaberi et al., 2002; Prado et al., 2008; Jagodzinski et al., 2009; Peltola et al, 2010). Untuk alasan yang tidak diketahui, Haemophilus influenzae tipe b lebih mungkin untuk mempengaruhi sendi dari tulang. Spesies Salmonella adalah penyebab umum dari osteomielitis di negara berkembang dan di antara pasien dengan penyakit infeksi (Atkins et al., 1997). Infeksi akibat Kingella kingae meningkat dan yang paling sering terjadi pada anak berusia kurang dari 4 tahun (Yagupsky et al., 2011). Masalah infeksi tulang atau osteomielitis ini penting untuk diketahui oleh perawat
dalam
melakukan
asuhan
keperawatan
gangguan
sistem
muskulokeletal karena keadaan tersebut sering beriringan dan/atau merupakan suatu komplikasi dari gangguan muskulokeletal itu sendiri. Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan adalah berusaha agar masalah dapat dihindari atau meminimalkan resiko. Perawat juga berupaya agar masalah infeksi dan inflamasi yang dialami klien dapat dikurangi dampaknya. Oleh karena itu, pemahaman terhadap
pengetahuan dasar tentang penyakit
osteomielitis, manifestasi klinis, serta ketrampilan asuhan keperawatan yang komprehensif itu sangat penting. 1.2 Rumusan Masalah A. B. C. D. E. F. G. H. I.
Apakah definisi dari Ostheomielitis? Bagaimana klasifikasi dari Ostheomielitis? Bagaimana etiologi dari Ostheomielitis? Bagaimana patofisiologi dari Ostheomielitis? Bagaimana manifestasi klinis dari Ostheomielitis? Apa saja pemeriksaan diagnostik dari Ostheomielitis? Bagaimana penatalaksanaan dari Ostheomielitis? Apa saja komplikasi dari Ostheomielitis? Apa saja prognosis dari Ostheomielitis?
J.
Bagaimana asuhan keperawatan untuk Ostheomielitis?
1.3 Tujuan A. Tujuan Umum
2
Setelah perkuliahan diharapkan mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan Ostheomielitis. B. Tujuan Khusus 1.
Untuk mengetahui definisi Ostheomielitis
2.
Untuk mengetahui klasifikasi Ostheomielitis
3.
Untuk mengetahui etiologi Ostheomielitis
4.
Untuk mengetahui patofisiologi Ostheomielitis
5.
Untuk mengetahui manifestasi klinis Ostheomielitis
6.
Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik Ostheomielitis
7.
Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Ostheomielitis
8.
Untuk mengetahui komplikasi dari Ostheomielitis
9.
Untuk mengetahui prognosis dari Ostheomielitis
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan untuk Ostheomielitis 1.4 Manfaat Penulisan ini akan bermanfaat bagi mahasiswa yaitu: A. Mahasiswa mampu dan mengerti dan mengetahui tentang konsep teori Ostheomielitis B. Mahasiswa
mampu menerapkan
asuhan keperawatan pada
klien
Ostheomielitis
BAB II TINJAUAN TEORI 3
2.1 ANATOMI FISIOLOGI Sistem musculoskeletal terdiri dari tulang, sendi, otot, dan struktur pendukung lainnya (tendon, ligament, fasia, dan bursae). Pertumbuhan dan perkembangan struktur ini terjadi selama masa kanak-kanak dan remaja. A.
Tulang Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat badan dan otot menyusun kurang lebih 50%. Kesehatan dan fungsi sistem musculoskeletal sangat bergantung pada sistem tubuh yang lain.struktur tulang memberi perlindungan terhadap organ vital gtermasuk otak, jantung, dan paru. Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk menyangga struktur tubuh. Otot yang melekat ke tulang memungkinkan tubuh begerak. Pembagian skeletal, yaitu: 1.
Axial Skeleton, terdiri dari: a. Ttulang kepala dan leher. b. Tengkorak c. Kolumna vertebrae d. Tulang iga e. Tulang hyoid sternum.
2.
Apendikular Skeleton, terdiri dari: a. Tulang lengan dan kaki b. Ektremitas atas (scapula, clavicula, humerus, ulna, radial) dan tangan (karpal, metacarpa, falang). c. Ektremitas bawah (tulang pelvic, femur, patella, tibia, fibula) dan kaki (tarsal, metatarsal, falang)
Jenis tulang 1.
Tulang panjang Tulang panjang (misalnya femur, humerus) bentuknya silindris dan berukuran panjang seperti batang (diafisis) tersusun atas tulang kompakta dengan kedua ujungnya berbentuk bulat (epifisis) tersusun atas tulang kanselus. Tulang diafisis memiliki
4
lapisan luar berupa tulang kompakta yang mengelilingi sebuah rongga tengah yang disebut canal medulla yang mengandung sumsum kuning. Sumsum kuning terdiri atas lemak dan pembuluh darah, tetapi suplai darah atau eritrositnya tidak begitu banyak. Tulang episfisis terdiri dari tulang spongiosa yang emngandung sumsum merah yang isinya sama seperti sumsum kuning dan dibungkus oleh selapis tipis tulang kompakta. Bagian luar tulang panjang dilapisi jaringan fibrosa kuat yang disebut periosteum. Lapisan ini kaya dengan pembuluh darah yang menembus tulang. Ada tiga kelompok pembuluh darah yang menyuplai tulang panjang yang terdiri atas: a.
Sejumlah arteri kecil menembus tulang kompakta u ntuk menyuplai kanal dan sistem Harvest.
b.
Banyak arteri lebih besar menembus tulang kompakta untuk menyuplai tulai spongiosa dan sumsum merah.
c.
Satu atau dua arteri besar menyuplai canal medulla. Arteri ini dikenal sebagai arteri nutrient yang kemudian masuk melalui lubang besar pada tulang yang disebut foramen nutrient. Periostium member nutirsi tulang dibawahnya melalui
pembuluh-pembuluh
darah.
Jika
peristium
robek,
tulang
dibawahnya akan mati. Periostium berperan untuk pertambahan ketebalan tulang melalui kerja osteoblast. Periostium berfungsi protektif dan merupakan tempat perlekatan tendon. Periostium tidak ditemukan pada permukaan sendi. Disini, periostium digantikan oleh tulang rawan hyaline ( tulang rawan sendi). 2.
Tulang pendek Tulang pendek (misalnya falang dan carpal). Bentuknya hampir sama dengan tulang panjang, tetapi bagial distal lebih kecil daripada bagian proksimal seta berukurran pendek dan kecil.
3.
Tulang pipih Tulang pipih (misalnya sternum, kepala, scapula, panggul). Bentuknya
gepeng
berisi
sel-sel
pembentuk
darah,
dan
5
melindungi organ vital dan lunak dibawahnya. Tulang pipih terdiri atas dua lapisan tulang kompakta dan di bagian tengahnya terdapat lapisan spongiosa. Tulang ini juga dilapisi oleh periostium yang dilewati dua kelompok pembuluh darah menembus tulang untuk menyuplai tulang kompakta dan spongioasa. 4.
Tulang tidak beraturan Tulang tidak beraturan (misalnya vertebra, telinga tengah) mempunyai bentuk yang unik sesuai fungsinya. Tulang tidak beraturan terdiri dari tulang spongiosa yang dibungkus oleh selapus tipis tulang kompakta. Tulang ini diselubungi periostiumkecuali pada permukaan sendinya-seperti tulang pipih. Periostium ini member dua kelopok pembuluh darah untuk menyuplai tulang kompakta dan spongiosa.
5.
Tulang sesamoid Tulang sesamoid (misalnya patella) merupakan tulang kecil yang teletak di sekitar tulang yang berdekatan dengan persendian. Berkembang bersama tendon dan jaringan vasia.
Struktur tulang Tulang tersusun oleh jaringan tulang kompakta (kortikal) dan kanselusm(trabekular atau spongiosa). Tulang kompakta secara makroskopis terlihat padat. Akan tetapi, jika diperiksa dengan mikroskop terdiri dari sistem havers. Sistem Havers terdiri dari kanal Havers. Sebuah kanal Havers mengandung pembuluh darah, saraf, dan pembuluh limfe, lamella (lempengan tulang yang mengelilingi kanal sentral), kaluna (ruang di antara lamella yang mengandung sel-sel tulang atau osteosit dan saluran limfe), dan kanalikuli (saluran kecil yang menghubungkan lacuna dank anal sentral. Asluran ini mengandung pembuluh limfe yang membawa nutrient dan oksigen ke osteosit. Tulang kanselus juga keras seperti tulang kompakta, tetapi secara mikroskopis terlihat berlubang-lubang (spons). Jika dilihat dengan
6
mikroskop kanal Havers, tulang kanselus terlihat lebih besar dang mengandung lebih sedikit lamella. Sel-sel penyusun tulang terdiri dari: 1.
Osteoblas
berfungsi
menghasilkan
jaringan
osteosid
dan
menyekresi sejumlah besar fosfatase alkali yang berperan penting danlam pengendapan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang. 2.
Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang pandat.
3.
Osteoklas adalah sel-sel berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorbsi. Sel-sel ini menghasilkan enzim proteolitik yang memecah matriks dan beberapa asam yang melarutkan tulang, sehingga kalsium dan tulang terlepas ke dalam darah.
B.
Sumsum Tulang Belakang (medulla spinalis)
Sumsum tulang belakang merupakan lanjutan dari medulla oblongata. Sumsum tulang belakang terdapat di dalam rongga tulang belakang yang terletak memanjang, mulai dari ruas-ruas tulang leher sampai ruas tulang pinggang yang kedua. Fungsi sumsum tulang belakang adalah menghantarkan impuls baik dari otak maupun menuju otak. Sumsum tulang balakang juga berfungsi mengatur gerak reflek tubuh. Pada penampang melintang sumsum tulang belakang, tampak bagian luarnya berwarna putih yang
7
terdiri dari serabut-serabut saraf, yaitu akson dan dendrite. Sedangkan bagian dalamnya berwarna abu-abu yang banyak mengandung badan sel saraf. Di bagian dalam ada bagian seperti huruf H atau seperti bentuk sayap kupu-kupu. Di dalam sumsum tulang belakang terdapat neuron sensorik dan neuron motorik. Neuron sensorik berfungsi membawa rangsangan ke pusat susunan saraf, yaitu otak. Sedangkan neuron motorik membawa impuls yang berupa perintah (tanggapan) dari otak ke efektor. Efektor dapat berupa otot atau kelenjar-kelenjar. Sumsum tulang merupakan bagian yang lembut dari tulang, substansi seperti sponge di tengah tulang dimana sel darah diproduksi. Darah dibuat dengan cairan yang disebut plasma dan sel yang padat. Plasma dibuat dengan air dan zat-zat kimia seperti protein, mineral dan vitamin yang menjadi satu dengan air. (canadian cancer society, 2014) C.
Fisiologi Tulang Fungsi tulang adalah sebagai berikut : (Arif Muttaqin, 2008)
a. Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh. b. Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paruparu) dan jaringan lunak.
c. Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan pergerakan).
d. Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema topoiesis).
e. Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor. Komponen utama jaringan tulang adalah mineral dan jaringan organik (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk suatu kristal garam (hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan. Matriks organik disebut juga osteoid. Sekitar 70% dari osteoid adalah kolagen tipe I yang kaku dan
8
memberi tinggi pada tulang. Materi organ laen yang juga menyusun tulang berupa proteoglikan (Arif Muttaqin, 2008). 2.2 KONSEP TEORI OSTEOMELITIS 2.2.1. Definisi Osteomielitis adalah suatu penyakit infeksi yang terjadi pada
tulang.Infeksi
yang
mengalami
tulang
lebih
sulit
disembuhkan daripada infeksi yang terjadi pada jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respoon jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan, dan pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati atau involukrum. (Brunner& Suddart, 2002) Istilah osteomielitis menandakan peradangan tulang dan rongga sumsum tulang. Meskipun peradangan tulang dapat disebabkan oleh beragam hal, berdasarkan perjanjian pemakaian, kata ini dibatasi untuk lesi yang disebabkan oleh infeksi. Osteomielitis dapat bersifat akut atau kronis dan menyebabkan debilitas (Robbins, 2007). Osteomielitis
merupakan inflamasi
akut atau
kronis pada tulang dan struktur penyerta yang terjadi sebagai akibat sekunder dari infeksi bakteri (Chang, 2009). Osteomyelitis adalah penyakit pada tulang, yang ditandai dengan adanya peradangan sumsum tulang dan tulang yang berdekatan dan sering dikaitkan dengan hancurnya kortikal dan trabekular tulang (Wu, et al. 2007 dalam Nopriantha & Sitanggung. 2013)
9
2.2.2. Etiologi Menurut Davey (2006) Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70-80% yang
sering
Pendapat
osteomielitis. Organisme patogenik lainnya
dijumpai lain
pseudomonas,
mengatakan
dan bahwa
Escheria
coli.
penyebab
osteomielitis diantaranya adalah sebagai berikut (Nasrullah, 2010). A. Staphylococcus aureus
Gambar 2.2 Staphylococcus Aureus (Wikipedia, 2015)
B. Hemophillus influensza
Gambar 2.3Hemophillus influenza (Webster, P. 2014) 10
C. Salmonella typhi
Gambar 2.4 Salmonella typhi(Caswell, et al. 2015)
D. Escherichia coli
Gambar 2.5 Escherichia coli (CDC, 2015)
E. Penyebaran hematogen dari fokus infeksi di tempat lain : tonsil yang terinfeksi, infeksi gigi, infeksi saluran napas bagian atas F. Penyebaran infeksi jaringan lunak : ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskular G. Kontaminasi langsung dengan tulang : fraktur terbuka, cedera traumatik (luka tembak dan pembedahan tulang). Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya buruk, lansia, kegemukan atau penderita diabetes. Selain itu, pasien yang menderita artritis reumatoid, telah dirawat di rumah sakit, mendapat terapi terapi kortikosteroid jangka panjang pernah mengalami pembedahan sendi dan ortopedi 11
sebelumnya serta mengalami infeksi luka mengeluarkan nanah (pus) (Smeltzer & Bare, 2001:2343). 2.2.3. Klasifikasi Secara
sederhana
dibedakan
menjadi
osteomielitis dilakukan
di
osteomielitis
osteomielitis
kronis.Menurut
dapat
akut
dan
penelitian
Amerika,ditemukan
yang
sekitar
25%
osteomielitis akut berlanjut menjadi osteomielitis kronis
(Siregar
2005,
Walenkamp
1997
dalam
Adiwenanto & Sutejo 2005) A. Osteomielitis akut
Gambar 2.6 Osteomeilitis akut (Dartnell, 2012) Fase akut ialah fase sejak terjadinya infeksi sampai 10-15 hari. Osteomielitis hematogen akut pada dasarnya adalah penyakit pada tulang yang sedang tumbuh. Pada anak lelaki tiga kali lebih sering daripada anak perempuan. Tulang yang sering
terkena
adalah
tulang
panjang
dan
tersering femur, diikuti oleh tibia, humerus, radius,
12
ulna dan fibula. Bagian tulang yang terkena adalah bagian metafisis.
B. Osteomielitis kronik
Gambar 2.7 Osteomielitis kronik (Elsivier, 2012) Osteomielitis akut yang tidak diterapi secara adekuat, akan berkembang menjadi osteomielitis kronis. Selain itu Nasurallah (2010) menyebutkan osteomielitis juga diklasifikasikan ke dalam: 1. Osteomielitis hematogen Osteomielitis yang disebabkan oleh penyebaran 13
infeksi dari fokus lain di dalam tubuh 2. Osteomielitis eksogen Osteomielitis yang disebabkan oleh infeksi dari luar tubuh secara langsung. Contohnya trauma tembus atau fraktur terbuka
KlasifikasiCierny-Mader(Cierny dan Mader, 1984; Calhoun et al., 2009) 1. Tahap 1: Medullary osteomyelitis, hanya terbatas pada rongga medulla tulang. 2. Tahap
2:
Superficial
osteomyelitis,
osteomielitis
hanya
melibatkan tulang kortikal dan paling sering berasal dari inokulasi langsung atau infeksi kontak langsung. 3. Tahap
3:
Localized
osteomyelitis,
osteomielitis
biasanya
melibatkan kedua tulang kortikal dan medula. Dalam tahap ini, tulang tetap stabil, dan proses infeksi tidak melibatkan dia meter tulang seluruh. 4. Tahap 4: Diffuse osteomyelitis, osteomielitis melibatkan seluruh ketebalan tulang, dengan hilangnya stabilitas, seperti dalamnonunionyang terinfeksi. Klasifikasi menurut Robbins dan Kumar (1995:463-464) yaitu : 1. Osteomyelitis piogenik hematogen Biasanya terjadi pada anakanak, osteomyelitis piogenik hematogen terutama disebabkan oleh staphylococcus aureus kemudian diikuti oleh bacillus colli. Kecuali
samonela,
osteomyelitis
hematogen
biasanya
bermanisfestasi sebagai suatu penyakit demam sistemik akut yang disertai dengan gejala nyeri setempat, perasaan tak enak, kemerahan dan pembengkakan. 2. Osteomyelitis tuberkulosis Timbulnya secara tersembunyi dan cenderung mengenai rongga sendi. Daerah yang sering kena
14
adalah tulang-tulang panjang dari ekstremitas dan tulang belakang. Osteomyelitis tuberkulosis dapat menyebabkan deformitas yang serius (kifosis, skoliosis) berkaitan dengan destruksi dan perubahan sumbu tulang belakang dari posisi normalnya.
2.2.4. Patofisiologi Infeksi terjadi ketika mikroorganisme masuk melalui darah, secara langsung dari benda– benda yang terinfeksi atau luka tembus. Trauma, iskemia dan benda asing dapat meningkatkan risiko invasi mikroorganisme
ke
tulang
melalui
bagian
yang
terpapar sehingga organisme tersebut lebih mudah menempel.
Pada
daerah
infeksi
fagosit
dating
mengatasi infeksi dari bakteri tersebut, namun dalam waktu yang bersamaan fagosit juga mengeluarkan enzim yang dapat mengakibatkan tulang menjadi lisis. Bakteri dapat lolos dari proses tersebut dan akhirnya menempel pada bagian tulang yang lisis dengan cara masuk dan menetap pada osteoblas dan membungkus diri dengan protective polysacchariderich biofilm (Parsonnet J and Maguire JH, 2005). Jika tidak dirawat tekanan intra medular akan meningkat dan eksudat menyebar sepanjang korteks metafisis yang
tipis
mengakibatkan
timbulnya
abses
subperiosteal. Abses subperiosteal dapat meningkat dan menyebar pada bagian tulang yang lain (Spiegel & Penny, 2005) Pus dapat menyebar melalui pembuluh darah, mengakibatkan peningkatan tekanan intraosseus dan gangguan pada aliran darah (Parsonnet J and Maguire JH,
2005).
Hal
ini
mengakibatkan
timbulnya 15
thrombosis (Zuluaga, et al., 2006). Nekrosis tulang mengakibatkan hilangnya peredaran darah periosteal (Spiegel & Penny, 2005). Nekrosis pada segmen besar tulang mengakibatkan timbulnya sequestrum. Sequestra
ini
mengelilingi
memuat
bagian
bagian
tulang
infeksius
yang
sklerotik
yang
yang
biasanya tidak mengandung pembuluh darah.Kanal haversian diblok oleh jaringan parut dan tulang dikelilingi oleh bagian periosteum yang menebal dan jaringan parutotot (Zuluaga,et al.,2006). Sequestra merupakan muara mikroorganisme
dan
mengakibatkan
dari
timbulnya
gejala infeksi. Abses juga dapat keluar dari kulit membentuk sinus (Spiegel & Penny, 2005). Sinus kemungkinan tertutup selama beberapa minggu atau bulan memberikan gambaran penyembuhan,dapat terbuka (atau muncul di tempat lain) ketika tekanan jaringan meningkat (Apley, et al., 1993 dalam Nopriantha & Sitanggung 2013). Antibiotik tidak dapat menembus bagian yang avaskular dan tidak efektif
dalam
mengatasi
infeksi.
Terbentuknya
formasi tulang baru (involucrum) secara bersamaan karena
periosteum
berusaha
untuk
dinding atau menyerap fragmen membentuk
stabilitas
al.,2006).Involucrum
tulang memiliki
membentuk
sequestra dan
baru
(Zuluaga,et
morfologi
yang
bervariasi dan memiliki reaksi periosteal yang agresif yang dapat mengakibatkan timbulnya keganasan (Spiegel & Penny, 2005). Jika respon periosteal minimal, hilangnya segmen tulang secara fokal maupun
segmental
tidak
dapat
dihindarkan.
Sequestra secara dapat diserap sebagian maupun
16
penuh
sebagai
akibat
dari
respon
inang
atau
tergabung dalam involucrum (Spiegel & Penny, 2005). Gambaran morfologis dari osteomyelitis kronis adalah adanya bagian tulang yang nekrosis ditandai dengan
tidak
adanya
osteosit
yang
hidup.
Kebanyakan mengandung sel mononuklear, granula dan jaringan fibrosa menggantikan tulang yang diserap
oleh
osteoklas.
Jika
diwarnai
macam organisme dapat ditemukan
beberapa (Spiegel &
Penny, 2005).Terdapat risiko munculnya artritis septik pada daerah dimana metafisis terdapat pada bagian intrartikular
(proksimal
femur,
proksimal
radius,
proksimal humerus, distalfibula). Risiko meningkat pada anak – anak berusia kurang dari 2 tahun sebagai akibat dari uniknya aspek pembuluh darah pada
anak
–
anak.
Pembuluh
darah
metafisis
danepifisis berhubungan sampai sekitar umur 12 -18 tahun dimana fisis berperan sebagai perisai mekanik terhadap
penyebaran
infeksi
(Spiegel
&
Penny,
2005). Cierny dan Mader (1990) dalam Nopriantha dan Sitanggung (2013) membagi osteomyelitis kronis menjadi empat tipepenyakit anatomik (1-4) dan tiga kategori fisiologis (A,B, dan C). Pembagian ini dibuat berdasarkan
keadaan
inang,
keadaan
anatomi
tulang, faktor terapi dan faktor prognosis.Inang dibagi menjadi A, B dan C. Inang kelas A adalah pasien dengan karakteristik fisiologis, metabolik dan imunologis normal. Inang B adalah terganggu secara lokal, sistematis ataupun keduanya. Tujuan utama terapi pada inang B adalah untuk menghilangkan 17
faktor pengganggu yang membedakannya dari inang A. Akhirnya inang C adalah pasien dengan terapi infeksi tulang lebih parah dari infeksi itu sendiri atau seseorang
yang
sangat
sakit
sehingga
dengan
tindakan operatif pun tidak memungkinkan (Reddy, et al., 2008) 2.2.5. Manifestasi klinis Osteomielitis merupakan infeksi lokal yang memiliki efek sistemik, pasien dapat mengalami gejala klasik infeksi dan reaksi infeksi local [CITATION Kneta \l 1033 ]. A. Gejala lokal 1) Nyeri pada area infeksi 2) Panas 3) Kemerahan pada area yang terinfeksi 4) Efusi sendi B. Gejala sistemik 1) Peningkatan suhu tubuh 2) Sakit kepala 3) Sakit tenggorokan 4) Mual 5) Berkeringat 6) Malaise
2.2.6. Pemeriksaan diagnostic A.
Analisis
darah
dapat
memperlihatkan
peningkatan hitung darah lengkap dan laju endap darah yang mengisyaratkan adanya infeksi yang sedang berlangsung
18
1) Neutrofil meningkat (N: 2,2 - 7,5 109/L) 2) LED meningkat(N: 1-10 mm/jam) 3) Peningkatan laju endap eritrosit- Lukosit 4) Pemeriksaan kultur darah dan abses untuk menentukan jenis antibiotik B.
Aspirasi, untuk memperoleh pus dari subkutis, subperiost atau fokus radang di metafisis
C.
Rontgen
(X-Ray):
Menunjukkan
pembengkakan
jaringan lunak sampai dua minggu kemudian tampak bintik-bintik dekalsifikasi pada batang tulang, yang kemudian dapat meluas dan diikuti oleh tanda-tanda pembentukan tulang baru.
Gambar 2.8 X-Ray Osteomielitis Akut (Nemattalla, 2010)
19
Gambar 2.9 X-Ray Osteomielitis Kronik (Goldberg, C. 2015) D. Bone Scan: biasanya sebelum rontgen untuk me nentukan area infeksi.
20
E. Biopsi tulang : mengidentifikasi organisme penyebab. F. MRI : Berguna dalam mendeteksi penyebaran infeksi ke jaringan lunak dan sumsum tulang belakang G. CT-Scan (Computed Tomography) CT-Scan dapat mengidentifikasi abnormalitas korteks, abses, saluran sinus, dan sekuestrum
2.2.7. Penatalaksanaan Masalah keperawatan
yang
utama
berkaitan
dengan
penatalaksanaan nyeri, terapi antibiotic, dan pemahaman tentang pilihan penatalaksanaan bedah [ CITATION Kneta \l 1033 ] A. Penatalaksanaan nyeri (penggunaan fiksasi) Elevasi dan sokongan pada tulang yang terinfeksi akan mengurangi rasa tidak nyaman dan nyeri yang dialami. Penggunaan traksi, bidai, dan gips perlu dipertimbangkan, terutama jika ekstremitas terinfeksi. Penggunaan analgesia inhalasi dan analgesia preemptif sebelum perawatan luka akan memberikan kenyamanan tambahan pada pasien. Penggunaan skor pengukur nyeri yang divalidasi untuk menggambarkan perubahan tingkat nyeri pasien secara akurat setelah penatalaksanaan sangat penting. Pilihan analgesia akan 21
bergantung pada hasil pengkajian nyeri pasien. Aspirin dan parasetamol sangat bermanfaat karena memiliki efek analgesic dan antipiretik. Jika nyeri lebih hebat, penggunaan analgesia opiate lebih berguna, baik per oral atau melalui sistem analgesia dikontrol-pasien B. Terapi antibiotik Antibiotik yang paling sering digunakan untuk infeksi Staphylococcus aureus adalah kloksasilin, sefazolin, dan klindomisin.Benzilpenisilin
digunakan
untuk
infeksi
streptokokus. Terapi antibiotik jangka panjang umumnya diganti menjadi pemberian oral, setelah infeksi dapat dikendalikan. Terapi antibiotik intravena dilanjutkan di komunitas dengan keterlibatan dan dukungan tim keperawatan komunitas atau oleh pasien yang diajari untuk memberikan antibiotiknya sendiri. C. Antibiotic Beads
Antibiotic beads adalah langsung
di
Sebelumnya
daerah dilakukan
tulang
antibiotik yang ditanam yang
pemeriksaan
mengalami Bone
Scan
infeksi. untuk
mengetahui letak tulang yang terinfeksi. Perlu dilakukan debridemen
yaitu membuang jaringan yang non vital.
Seringkali antibiotik yang diberikan secara oral maupun parenteral tidak dapat mencapai lokasi infeksi dengan baik.
22
Antibiotic beads akan dicampur dengan semen tulang. Semen
tulang
yang
umum
digunakan
adalah
polymethylmethacrylate (PMMA), yang terdiri dari sebuah polimer bubuk dicampur dengan cairan monomer untuk membentuk sebuah struktur yang padat.Bone cementakan berperan sebagai “kendaraan” untuk mengirim antibiotik (drug delivery system) ke tempat infeksi dengan konsentrasi tinggi yaitu 200 kali dibanding dengan pemberian parenteral. Sementara
konsentrasi
serum
tetap
rendah
dan
tidak
menimbulkan efek samping sistemik. PMMA ini merupakan polimer
dari
kelompok
biodegradablepolymethylmethacrylate.Campuran
nonantibiotik
dengan PMMA akan dibentuk menyerupai untaian beads, untuk selanjutnya akan ditanam dalam defek tulang melalui tindakan operasi dalam jangka waktu dua sampai empat minggu. Adapun hasil dari tindakan bedah ini secara empiris menunjukkan hasil yang memuaskan. Antibiotik yang sering digunakan
adalah
gentamisis,
tobramisin,
dan
vankomisin[CITATION Har \l 1033 ]. D. Penatalaksanaan bedah Intervensi bedah diindikasikan jika terapi antibiotik tidak efektif atau tekanan materi terinfeksi memerlukan dekompresi untuk melepaskannya dari abses medula atau subperiosteal. Penatalaksanaan bedah pada tulang atau sendi yang terinfeksi umumnya meliputi pengeluaran materi terinfeksi dan nekrotik yang diikuti dengan peningkatan penyembuhan normal jaringan lunak dan tulang.Sampel jaringan dan eksudat diambil untuk mengetahui organisme penyebab dan sensitivitas antibiotik.Pembedahan dapat meliputi debridemen ekstensif untuk mengendalikan infeksi, irigasi, area, fiksasi skeletal, tandur tulang, atau penyelamatanekstremitas yang meliputi fiksasi eksternal dan transpotasi tulang.
23
Pengulangan
debridemen
diperlukan
jika
infeksi
luas.Luka dibiarkan terbuka untuk memfasilitasi pengeluaran eksudat, darinase luka, dan penggantian balutan secara teratur.Penutupan luka dilakukan saat area luka bersih dan sehat serta terlihat jaringan granulasi. Peningkatan konsentrasi antibiotic di area luka sangat berguna, tetapi sirkulasi jaringan yang buruk akan mengurangi konsentrasi antibiotic. Acrylic-beat atau semen tulang yang diisi dengan anti biotik, umumnya gentamisin, merupakan metode utama yang digunakan untuk mengatasi hal ini. Jika sendi terinfeksi, eksplorasi terbuka atau atroskopik, disertai debridemen dan irigasi sendi diperlukan. Sampel eksudat ambil untuk kultur sebelum pemberian antibiotik dimulai. Pada kondisi terburuk, suatu kondisi terburuk, suatu infeksi dapat menyebabkan kerusakan tulang yang luas, fraktur non-union, dan osteomyelitis kronis. Eksisi atau amputasi mungkin satu-satunya cara untuk mencegah penyebaran infeksi yang mengakibatkan septicemia E. Penatalaksanaan Perawat Peran perawat dalam menangani pasien dengan osteomielitis adalah: 1) Pemasangan fiksasi untuk memberikan sokongan pada tulang yang terinfeksi akan mengurangi rasa tidak nyaman dan nyeri yang dialami. 2) Penangan nyeri pada osteomielitis akut tujuan perawatan untuk meliriskan nyeri pasien (pemrian antibiotik) sedangkan
osteomielitis
kronis
agar
pasien
bisa
beradaptasi dengan rasa nyerinya. 3) Menggunakan terapi kipas angin dan kompres hangat, memakai baju dan seprai yang tipis pada kondisi pasien yang mengalami pireksia.
24
4) Memotivasi
pasien
untuk
berpartisipasi
dalam
pengambilan keputusan tentang asuhan mereka yang akan membantu tingkat kecemasan pasien. 5) Memberikan dukungan dan informasi yang tepat, pasien dapat memahami proses penyakit, pilihan dan tujuan pengobatan, sehingga kepatuhan terhadap asuhan mereka meningkat 6) Pada pasien dengan diabetes melitus, regulasi gula darah tetap dilakukan.Kolaborasi nutrisi yang adekuat pada pasien
dengan
osteomielitis
untuk
mempercepat
penyembuhan 2.2.8. Komplikasi Secara umum komplikasi osteomyelitis adalah sebagai berikut: a. Abses Tulang b. Bakteremia c. Fraktur Patologis d. Meregangnya implan prosthetik (jika terdapat implan prosthetic) e. Sellulitis pada jaringan lunak sekitar. f. Abses otak pada osteomyelitis di daerah kranium. 2.2.9. WOC (Terlampir)
25
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian A. Anamnesa 1. Data demografi :jenis kelamin laki laki lebih sering mengalami ostemielitis kontak karena pria lebih sering terlibat dalam kecelakaan mobil, yang cenderung menyebabkan patah tulang terbuka dengan tingkat infeksi yang tinggi. 2. Riwayat sosial : Data ini meliputi pendidikan dan pekerjaan. Seseorang yang terpapar terus-menerus dengan agens tertentu dalam pekerjaannya, status kesehatannya dapat dipengaruhi. 3. Riwayat
penyakit
keturunan
:
Riwayat
penyakit
keluarga perlu diketahui untuk menentukan hubungan genetik yang perlu diidentifikasi misalnya (penyakit diabetes
melitus
yang
merupakan
predisposisi
penyakit sendi degeneratif, TBC, artritis, riketsia, osteomielitis, dll) 4. Riwayat diet : Klien osteomielitis harus mengonsumsi nutirisi melebihi kebutuhan sehari – hari, seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C, dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan infeksi tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien dapat membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat, terutama kalsium dan protein.Masalah nyeri pada osteomielitis kadang menyebabkan klien merasa mual dan muntah sehingga pemenuhan nutrisi kurang. 5. Aktivitas kegiatan sehari-hari
Pengkajian juga meliputi
kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, konsumsi alkohol yang dapat 26
mengganggu keseimbangan, dan apakah klien melakukan olahraga, perubahan pola tidurnya akibat nyeri. 6. Riwayat kesehatan masa lalu : Ada riwayat infeksi tulang, biasanya pada daerah vertebra torako-lumbal yang terjadi akibat torakosentesis atau prosedur urologis.Dapat ditemukan adanya riwayat Diabetes Melitus, malnutrisi, adiksi obat-obatan, atau pengobatan imunosupresif.Kaji riwayat pernah tidaknya mengalami trauma, luka bakar, tindakan operasi khusunya operasi tulang, terapi radiasi. 7. Riwayat kesehatan sekarang ;keluhan utama pasien dan gangguan muskuloskeletal meliputi : a) Nyeri : Provoking Incident; hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri adalah proses supurasi pada bagian tulang. Trauma, hematoma akibat trauma, pada daerah metafisis, merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya osteomielitis hematogen akut. Quality of Pain; rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien bersifat menusuk. Region, Radiation, Relief; Nyeri dapat reda dengan imobilisasi atau istirahat, nyeri tidak menjalar atau menyebar. Severity (Scale of Pain); nyeri yang dirasakan klien secara subjektif antara 2-3 pada rentang skala pengukuran 0-4. Time; berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.identifikasi lokasi nyeri. Nyeri biasanya berkaitan dengan pembuluh darah, sendi, fasia atau periosteum. Tentukan kualitas nyeri apakah sakit yang menusuk atau berdenyut. terjadi
Bengkak
:
pembengkakan,
tanyakan apakah
berapa juga
lama
disertai
dengan nyeri. Identifikasi apakah ada panas atau kemerahan karena tanda tersebut menunjukkan adanya inflamasi, infeksi atau cedera.
27
b) Perubahan penurunan
sensori rasa
:
pada
tanyakan bagian
apakah
tubuh
ada
tertentu.
Apakah menurunnya rasa atau sensasi tersebut berkaitan dengan nyeri. Penekanan pada syaraf dan pembuluh darah akibat bengkak, tumor atau fraktur dapat menyebabkan menurunnya sensasi. B. Pemeriksaan fisik 1. Keadaan Umum a) Tingkat kesadaran: (apatis, sopor, koma, gelisah, kompos mentis yang bergantung pada keadaan klien). b) Kesakitan atau keadaan penyakit (akut, kronis, ringan, sedang, dan parah, kasus osteomielitis biasanya akut). c) Tanda-tanda vital tidak normal, trutama pada osteomielitis dengan komplikasi. 2. Sistem Pernafasan (Breathing/B1) Pada inspeksi, didapatkan bahwa klien osteomielitis tidak mengalami kelainan pernafasan.Pada palpasi toraks, ditemukan taktil fremitus seimbang kanan dan kiri.Pada auskultasi, tidak didapatkan suara nafas tambahan. 3. Sistem Kardiovaskuler (Blood/B2) Pada inspeksi, tidak tampak iktus jantung.Palpasi menunjukkan nadi meningkat, iktus tidak teraba.Pada auskultasi, didapatkan suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada murmur. 4. Sistem Persyarafan (Brain/B3) a) Tingkat kesadaran kompos mentis. b) Status mental: Observasi penampilan dan tingkah laku klien. Biasanya status mental tidak mengalami perubahan c) Pemeriksaan refleks: Biasanya tidak terdapat refleks patologis 5. Sistem perkemihan (Bladder/B4)
28
Pengkajian keadaan urine meliputi warna, jumlah, karakteristik, dan berat jenis.Biasanya klien osteomielitis tidak mengalami kelainan pada sistem ini. 6. Sistem Pencernaan (Bowel/B5) a) Inspeksi abdomen; bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. b) Palpasi; turgor baik, hepar tidak teraba c) Perkusi; suara timpani ada pantulan gelombang cairan. d) Auskultasi; peristaltik usus normal (20 kali/menit) e) Inguinal-genital-anus; tidak ada hernia, tidak ada pembesaran limfe, tidak kesulitan defekasi. f) Pola eliminasi; tidak ada gangguan 7. Sistem Muskuloskeletal Adanya osteomielitis kronis dengan proses supurasi di tulang dan osteomielitis yang menginfeksi sendi akan mengganggu fungsi motorik klien. Kerusakan integritas jaringan pada kulit karena adanya luka disertai dengan pengeluaran pus atau cairan bening berbau khas. Look. Pada osteomielitis hematogen akut akan ditemukan gangguan pergerakan sendi karena pembengkakan sendi dan gangguan sendi juga dapat disebabkan oleh efusi sendi atau infeksi sendi (artritis septik). Secara umum, klien osteomielitis kronis menunjukkan adanya luka khas yang disertai dengan pengeluara pus atau cairan bening yang berasal dari tulang yang mengalami infeksi dan proses supurasi. Manifestasi klinis osteomielitis akibat fraktur terbuka biasanya berupa demam, nyeri, pembengkakan, pada fraktur, dan sekresi pus pada luka. Feel. Kaji adanya nyeri tekan. Move. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak.Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.Pemeriksaan yang didapat adalah adanya gangguan /keterbatasan gerak sendi pada osteomielitis akut c.2 Analisa data
29
No 1.
Data DS: Klien mengeluh pada tulangnya
Etiologi Infeksi nyeri ↓ Peningkatan vaskularisasi ↓ DO: pembengkakan jaringan/edema - Posisi untuk menahan nyeri ↓ - Tingkah laku berhatimenekan jaringan lain hati ↓ - Gangguan tidur (mata Nyeri Akut sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai) - Terfokus pada diri sendiri - Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan) - Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil) - Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku) - Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah) - Perubahan dalam nafsu
Masalah keperawatan Nyeri akut
makan dan minum
2.
DS: Klien mengeluh kesulitan
Nekrosis jar.tulang ↓
Gangguan mobilitas fisik
30
dalam bergerak, tidak nyaman, dan lemas. DO: -
-
Penurunan waktu reaksi Kesulitan merubah posisi Perubahan gerakan (penurunan untuk berjalan, kecepatan, kesulitan memulai langkah pendek) Keterbatasan motorik kasar dan halus Keterbatasan ROM Gerakan disertai nafas pendek atau tremor Ketidak stabilan posisi selama melakukan ADL Gerakan sangat lambat dan tidak terkoordinasi
Penurunan kekuatan tulang ↓ Tulang rapuh ↓ Penurunan kemampuan bergerak ↓ Gangguan mobilitas fisik
3.
DS: Klien tampak gelisah DO: ketidakakuratan mengikuti instruksi, perilaku tidak sesuai Klien sering bertanya tentang keadaan penyakitnya Klien mengeluh bahwa nyeri tidak hilang – hilang
Kurangnya informasi terkait pengobatan
4.
DS /DO : ● kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal ● serangan atau konvulsi (kejang) ● kulit kemerahan ● pertambahan RR ● takikardi ● Kulit teraba panas/ hangat
Proses inflamasi ↓ Demam, menggigil ↓ Hipertermi
Kurang pengetahuan
hipertermi
31
5.
DO: ketidakmampuan untuk mandi, ketidakmampuan untuk berpakaian, ketidakmampuan untuk makan, ketidakmampuan untuk toileting
Nekrosis jaringan tulang ↓ Penurunan kekuatan tulang ↓ Tulang rapuh ↓ Penurunan kemampuan bergerak ↓ Defisit perawatan diri
Defisit perawatan diri
6.
DS: DO: KU klien melemah
Nekrosis jaringan tulang ↓ Penurunan kekuatan tulang ↓ Tulang rapuh ↓ resiko cidera
Resiko cedera
c.3 Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen injury ; biologis 2. Hipertermi berhubungan dengan (penyakit / trauma) 3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kemampuan otot 4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal 5. Resiko cidera berhubungan dengan tulang yang rapuh 6. Kurang
pengetahuan
berhubungan
dengan
kurangnya
informasi
mengenai proses penyakit dan program pengobatan. c.4 Intervensi Keperawatan Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
32
Nyeri akut berhubungan dengan Agen injuri ;biologi DS: - Laporan secara verbal DO: - Posisi untuk menahan nyeri - Tingkah laku berhati-hati - Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai) - Terfokus pada diri sendiri - Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan) - Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang) - Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil) - Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku) - Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah) - Perubahan dalam nafsu makan dan minum
NOC : ❖ Pain Level, ❖ pain control, ❖ comfort level Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama …. Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil: ●Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) ●Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri ●Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) ●Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang ●Tanda vital dalam rentang normal ●Tidak mengalami gangguan tidur
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil
NIC : ▪ Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi ▪ Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan ▪ Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan ▪ Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan ▪ Kurangi faktor presipitasi nyeri ▪ Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi ▪ Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin ▪ Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……... ▪ Tingkatkan istirahat ▪ Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur ▪ Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
Intervensi
33
Hipertermia Berhubungan dengan penyakit/ trauma DO/DS: ● kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal ● serangan atau konvulsi (kejang) ● kulit kemerahan ● pertambahan RR ● takikardi ● Kulit teraba panas/ hangat
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
NOC: Thermoregulasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama………..pasien menunjukkan : Suhu tubuh dalam batas normal dengan kreiteria hasil: ❖ Suhu 36 – 37C ❖ Nadi dan RR dalam rentang normal ❖ Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman
Rencana keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil
Gangguan mobilitas fisik Berhubungan dengan : Penurunan kekuatan otot, kontrol dan atau masa DO: - Penurunan waktu reaksi - Kesulitan merubah posisi - Perubahan gerakan (penurunan untuk berjalan, kecepatan, kesulitan memulai langkah pendek) - Keterbatasan motorik kasar dan halus - Keterbatasan ROM - Gerakan disertai nafas pendek atau tremor - Ketidak stabilan posisi
NIC : ▪ Monitor suhu sesering mungkin ▪ Monitor warna dan suhu kulit ▪ Monitor tekanan darah, nadi dan RR ▪ Monitor penurunan tingkat kesadaran ▪ Monitor WBC, Hb, dan Hct ▪ Monitor intake dan output ▪ Berikan anti piretik: ▪ Kelola Antibiotik: ……………………….. ▪ Selimuti pasien ▪ Berikan cairan intravena ▪ Kompres pasien pada lipat paha dan aksila ▪ Tingkatkan sirkulasi udara ▪ Tingkatkan intake cairan dan nutrisi ▪ Monitor TD, nadi, suhu, dan RR ▪ Catat adanya fluktuasi tekanan darah ▪ Monitor hidrasi seperti turgor kulit, kelembaban membran mukosa)
NOC : ❖ Joint Movement : Active ❖ Mobility Level ❖ Self care : ADLs ❖ Transfer performance Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….gangguan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil: ❖ Klien meningkat dalam aktivitas fisik ❖ Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas ❖ Memverbalisasikan perasaan dalam
Intervensi NIC : Exercise therapy : ambulation ▪ Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan ▪ Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan ▪ Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera ▪ Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi ▪ Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi ▪ Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan 34
selama melakukan ADL - Gerakan sangat lambat dan tidak terkoordinasi
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Defisit perawatan diri Berhubungan dengan : kerusakan muskuloskeletal DO : ketidakmampuan untuk mandi, ketidakmampuan untuk berpakaian, ketidakmampuan untuk makan, ketidakmampuan untuk toileting
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah ❖ Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)
▪ ▪ ▪
Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
Rencana keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
NOC : ❖ Self care : Activity of Daily Living (ADLs) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. Defisit perawatan diri teratas dengan kriteria hasil: ❖ Klien terbebas dari bau badan ❖ Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs ❖ Dapat melakukan ADLS dengan bantuan
NIC : Self Care assistane : ADLs ▪ Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri. ▪ Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan. ▪ Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care. ▪ Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki. ▪ Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya. ▪ Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya. ▪ Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan. ▪ Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas seharihari.
Rencana keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
35
Risiko trauma Faktor-faktor risiko Internal: Kelemahan, penglihatan menurun, penurunan sensasi taktil, penurunan koordinasi otot, tangan-mata, kurangnya edukasi keamanan, keterbelakangan mental Eksternal: Lingkungan
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Kurang Pengetahuan Berhubungan dengan : keterbatasan kognitif, interpretasi terhadap informasi yang salah, kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak mengetahui sumber-sumber informasi. DS: Menyatakan secara verbal adanya masalah DO: ketidakakuratan mengikuti instruksi, perilaku tidak sesuai
NOC : ● Knowledge : Personal Safety ● Safety Behavior : Fall Prevention ● Safety Behavior : Fall occurance ● Safety Behavior : Physical Injury ● Tissue Integrity: Skin and Mucous Membran Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….klien tidak mengalami trauma dengan kriteria hasil: - pasien terbebas dari trauma fisik
NIC : Environmental Management safety ▪ Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien ▪ Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien ▪ Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan) ▪ Memasang side rail tempat tidur ▪ Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih ▪ Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau pasien. ▪ Membatasi pengunjung ▪ Memberikan penerangan yang cukup ▪ Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien. ▪ Mengontrol lingkungan dari kebisingan ▪ Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan ▪ Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.
Rencana keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
NOC: ❖ Kowlwdge : disease process ❖ Kowledge : health Behavior Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. pasien menunjukkan pengetahuan tentang proses penyakit dengan kriteria hasil: ❖ Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan
NIC : ● Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga ● Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat. ● Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat ● Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat ● Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat ● Sediakan informasi pada pasien tentang
36
program pengobatan ❖ Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar ❖ Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya
● ● ● ●
kondisi, dengan cara yang tepat Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat Diskusikan pilihan terapi atau penanganan Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat
BAB IV PENUTUP
1.1 Kesimpulan Osteomielitis merupakan inflamasi akut atau kronis pada tulang dan struktur penyerta yang terjadi sebagai akibat sekunder dari infeksi bakteri (Chang, 2009). Secara sederhana osteomielitis dapat dibedakan menjadi osteomielitis akut dan osteomielitis kronis. Osteomielitis merupakan infeksi lokal yang memiliki efek sistemik, pasien dapat mengalami gejala klasik infeksi dan reaksi infeksi local. Masalah keperawatan yang utama berkaitan
37
dengan penatalaksanaan nyeri, terapi antibiotic, dan pemahaman tentang pilihan penatalaksanaan bedah. Masalah keperawatan yang muncul pada osteomielitis adalah nyeri, gangguan mobilitas fisik, kurang pengetahuan, hipertermi, dan defisit perawatan diri dan resiko cidera. 1.2 Saran Setelah penulisan makalah ini, kami mengharapkan masyarakat pada umumnya dan mahasiswa keperawatan pada khususnya mengetahui lebih dalam tentang penyakit osteomielitis. Kepada para perawat, kami sarankan untuk lebih aktif dalam memberikan penyuluhan untuk mengurangi angka kesakitan penyakit osteomielitis. Dengan tindakan preventif yang dapat dilakukan bersama oleh semua pihak, maka komplikasi dari osteomielitis akan berkurang.
DAFTAR PUSTAKA Adiwenanto, A. & Sutejo, B. 2005. Management of Osteomielitic Chronic Medical Patient at Dr.Kariadi Hospital Semarang in 2001-2005 Periods. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro CDC. 2015. Esccherechia coli. (http://www.cdc.gov/ecoli/, diakses pada tanggal 24 september 2016 Coswell, T., et al. 2015. Salmonella enterica serovar Typhi (https://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Salmonella_enterica_ serovar_Typhidiakses pada tanggal 24 september 2016 Chang, Ester. Daly, John. Elliott, Daug. 2009. Patofisiologi ;Aplikasi pada PraktikKeperawatan. Jakarta : EGC 38
Davey, Patrick. 2006. At a Glance Medicine. Blackwell Science Ltd Goldberg, C. 2015. Catalog of Clinical Images. (https://meded.ucsd.edu/clinicalimg/extremities_osteomyel itis.htm diakses pada tanggal 24 september 2016 Nopriantha M, & Sitanggung, F.P. 2013. Temuan Radiologis Pada Osteomyelitis Kronik. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Robbins, Stanley E. 2007. Buku Ajar Patologi. Jakarta : EGC Spiegel DA and Penny JN. Chronic Osteomyelitis Children.Techniques inorthopaedic. 2005; 20. 2
in
Smeltzer, Suzanne C. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC. Webster, P. 2014. Scientists Find Link Between Antibiotics and Bacterial Biofilm Formation That Cause Chronic Ear Infections. (http://www.hearingreview.com/2014/07/scientist-finds-linkantibiotics-bacterial-biofilm-formation-cause-chronic-earsinus-lung-infections/#sthash.2i32n1xK.dpuf, diakses pada tanggal 24 september 2016 Wikipedia. 2015. Staphylococcus aureus https://en.wikipedia.org/wiki/Staphylococcus_aureus diakses pada tgl 24 september 2016 Zuluaga AF, Galvis W, Saldarriaga JG, Agudelo M, Salahazar BE, Vesga O.Etiologic Diagnosis of Chronic Osteomyelitis. Arch Intern Med. 2006. 166:95 100.
39