Retensi urin merupakan ketidakmampuan untuk melakukan urinasi meskipun terdapat keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut. Brunner & Suddarth. (2002). III.
Etiologi
Retensi urin dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran prostat, kelainan patologi uretra, trauma, disfungsi neurogenik kandung kemih, dan beberapa keadaan lain. Tanda-tanda klinis retensi:
IV.
Ketidaknyamanan daerah pubis.
Distensi VU
Ketidak sanggupan unutk berkemih.
Sering berkeih dalam VU yang sedikit (25 – 50 50 ml)
Ketidak seimbangan jumlah urine yang dikelurakan dengan intakenya.
Meningkatnya keresahan dan keinginan berkemih.
Pemeriksaan Fisik
1. Kaji kapan klien terakhir kali buang air kecil dan berapa banyak urin yang keluar. 2. Kaji adanya nyeri. 3. Perkusi pada area supra pubik, apakah menghasilkan bunyi pekak yang menunjukkan distensi kandung kemih. V.
Diagnosa Keperawatan
1. Retensi urin b.d ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi dengan adekuat. 2. Gangguan rasa nyaman: nyeri 3. Intoleransi aktivitas 4. Ansietas b.d krisis situasi
VI.
Intervensi Keperawatan
1. Retensi urin b.d ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi dengan adekuat.
Kriteria evaluasi
: - Berkemih dengan jumlah yang cukup - Tidak teraba distensi kandung kemih
Intervensi
Rasional
Dorong pasien utnuk berkemih tiap 2-4 jam
Meminimalkan retensi urin distensi
dan bila tiba-tiba dirasakan.
berlebihan pada kandung kemih.
Tanyakan pasien tentang inkontinensia
Tekanan ureteral tinggi menghambat
stres.
pengosongan kandung kemih.
Observasi aliran urin, perhatikan ukuran
Berguna untuk mengevaluasi obsrtuksi dan
dan ketakutan.
pilihan intervensi.
Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap
Retensi urin meningkatkan tekanan dalam
berkemih..
saluran perkemihan atas.
Perkusi/palpasi area suprapubik
Distensi kandung kemih dapat dirasakan diarea suprapubik.
2. Gangguan rasa nyaman: nyeri Kriteria
evaluasi : - Menyatakan nyeri hilang/ terkontrol
- Menunjukkan rileks, istirahat dan peningkatan aktivitas Intervensi
dengan tepat Rasional
Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas
Memberikan informasi untuk membantu
nyeri.
dalam menetukan intervensi.
Plester selang drainase pada paha dan
Mencegah penarikan kandung kemih dan
kateter pada abdomen.
erosi pertemuan penis-skrotal.
Pertahankan tirah baring bila diindikasikan.
Tirah baring mungkin diperlukan pada awal
Berikan tindakan kenyamanan
selama fase retensi akut. Meningktakan relaksasi dan mekanisme
Dorong menggunakan rendam duduk, sabun koping. hangat untuk perineum.
Meningkatkan relaksasi otot.
3. Intoleransi aktivitas Kriteria
evaluasi : - Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur
dengan tidak adanya dispnea, kelemahan, tanda vital dalam rentang normal. Intervensi
Evaluasi respon klien terhadap aktivitas.
Rasional
Menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
Berikan lingkungan tenang dan batasi
Menurunkan stres dan rangsangan
pengunjung selama fase akut sesuai
berlebihan, meningkatkan istirahat.
indikasi. Jelaskna pentingnya istirahat dalam rencana
Tirah baring dapat menurunkan kebutuhan
pengobatan dan perlunya keseimbangan
metabolik, menghemat energi untuk
aktivitas dan istirahat.
penyembuhan. Pembatasan aktivitas ditentukan dengan respons individual pasien terhadap aktivitas dan perbaikan kegagalan pernapasan. Meminimalkan kelelahan dan membantu
- Menunjukkan rentang perasaan yang tepat dan penampilan wajah tampak rileks/istirahat
Intervensi
Rasional
Identifikasi persepsi pasien tentang
Mendefinisikan lingkup masalah individu
ancaman yang ada dari situasi.
dan mempengaruhi pilihan intervensi. Berguna dalam evaluasi derajat masalah
Observasi respon fisik,seperti gelisah, tanda
khususnya bila dibandingkan dengan
vital, gerakan berulang.
pernyataan verbal. Memberikan kesempatan untuk menerima
Dorong pasien/orang terdekat untuk
masalah, memperjelas kenyataan takut dan
mengakui dan menyatakan rasa takut.
menurunkan ansietas. Memberikan kayakinan untuk membantu ansietas yang tak perlu.
Identifikasi pencegahan keamanan yang diambil, seperti marah dan suplai oksigen. Diskusikan. VII. Daftar Pustaka
Brunner & Suddarth. (2002). Keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC. Doenges. M. E. (2000). Rencana asuhan keperawatan. Jakarta: EGC. Hudak, C. M & Barbara, M. G. (1997). Keperawatan kritis: pendekatan holistik. Jakarta: EGC. Perry & potter. (2006). Fundamental keperawatan. Jakarta: EGC.