LAPORAN PENDAHULUAN RETENSI URINE POST PARTUM
A. DEFINISI
Retensio urin postpartum merupakan tidak adanya proses berkemih spontan setelah kateter menetap dilepaskan, atau dapat berkemih spontan dengan urin sisa kurang dari 150 ml . Retensio urin merupakan salah satu komplikasi yang bisa terjadi pada kasus obstetri . Retensi urine post partum dapat terjadi pada pasien yang mengalami kelahiran normal sebagai akibat dari peregangan atau trauma dari dasar kandung kemih dengan edema trigonum. Faktor-faktor predisposisi lainnya dari retensio urine meliputi sectio cesarea , ekstraksi vakum, epidural anestesia, pada gangguan sementara kontrol saraf kandung kemih, dan trauma traktus genital.
B. ETIOLOGI
Berkemih yang normal melibatkan relaksasi uretra yang diikuti dengan kontraksi otot-otot detroser. Pengosongan kandung kemih secara keseluruhan dikontrol didalam pusat miksi yaitu diotak dan sakral. Terjadinya gangguan pengosongan kandung kemih akibat dari adanya gangguan fungsi di susunan saraf pusat dan perifer atau didalam genital dan traktus urinarius bagian bawah. Pada wanita, retensi urine merupakan penyebab terbanyak inkontinensia yang berlebihan. Dalam hal ini terdapat penyebab akut dan dan kronik dari retensi urine. Pada penyebab akut lebih banyak banyak terjadi kerusakan yang permanen khususnya gangguan pada otot detrusor, atau ganglion parasimpatis parasimpatis pada dinding kandung kemih. Pada kasus yang retensi urine kronik, perhatian dikhususkan untuk peningkatan tekanan intravesical yang menyebabkan reflux ureter, penyakit traktus urinarius bagian atas dan penurunan fungsi ginjal.
Post operasi dan post partum merupakan bagian yang terbanyak menyebabkan retensi urine akut. Fenomena ini terjadi akibat dari trauma kandung kemih dan edema sekunder akibat tindakan pembedahan atau obstetri, epidural anestesi, obat-obat narkotik, peregangan atau trauma saraf pelvik, hematoma pelvik, nyeri insisi episiotomi atau abdominal, khususnya pada pasien yang mengosongkan kandung kemihnya dengan
manuver Valsalva .
Retensi urine pos operasi biasanya membaik
sejalan dengan waktu dan drainase kandung kemih yang adekuat.
C. TANDA DAN GEJALA
Retensi urine memberikan gejala gangguan berkemih, termasuk diantaranya:
Kesulitan buang air kecil
Pancaran kencing lemah, lambat, dan terputus-putus;
Keinginan untuk mengedan atau memberikan tekanan pada suprapubik saat berkemih
Rasa tidak puas setelah berkemih
Kandung kemih terasa penuh ( distensi abdomen)
Kencing menetes setelah berkemih
Sering berkemih dengan volume yang kecil
Nokturia lebih dari 2-3 kali yang tidak berhubungan dengan pemberian ASI
Keterlambatan berkemih lebih dari 6 jam setelah persalinan
Kesulitan dalam memulai berkemih setelah persalinan
Letak fundus uteri tinggi atau tidak berpindah dengan kandung kenih yang teraba ( terdeteksi melalui perkusi) dan kemungkinan sakit perut bagian bawah.
Pada pasien dengan keluhan saluran kemih bagian bawah, maka anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap, pemeriksaan rongga pelvis, pemeriksaan neurologik, jumlah urine yang dikeluarkan spontan dalam 24 jam, pemeriksaan urinalisis dan kultur urine, pengukuran volume residu urine, sangat dibutuhkan. Fungsi berkemih juga harus diperiksa, dalam hal ini dapat digunakan uroflowmetry, pemeriksaan tekanan saat berkemih, atau dengan voiding cystourethrography. Dikatakan normal jika volume residu urine adalah kurang atau sama dengan 50ml, sehingga jika volume residu urine lebih dari 200ml dapat dikatakan abnormal dan biasa disebut retensi urine. Namun volume residu urine antara 50-200ml menjadi pertanyaan, sehingga telah disepakati bahwa volume residu urinenormal adalah 25% dari total volume vesika urinaria. D. KLASIFIKASI
Retensi urin post partum dibagi atas dua yaitu : 1) Retensi urin covert (volume residu urin>150 ml pada hari pertama post partum
tanpa gejala klinis) Retensi urin post partum yang tidak terdeteksi (covert) oleh pemeriksa. Bentuk yang retensi urin covert dapat diidentifikasikan sebagai peningkatkan residu setelah berkemih spontan yang dapat dinilai dengan bantuan USG atau drainase kandung kemih dengan kateterisasi. Wanita dengan volume residu setelah buang air kecil ≥ 150 ml dan tidak terdapat gejala klinis retensi urin, termasuk pada kategori ini. 2) Retensi urin overt (retensi urin akut post partum dengan gejala klinis).
Universitas Sumatera Utara Retensi urin post partum yang tampak secara klinis (overt) adalah ketidak-mampuan berkemih secara spontan setelah proses persalinan. Insidensi retensi urin postpartum tergantung dari terminologi yang digunakan. Penggunaan terminologi tidak dapat berkemih spontan dalam 6 jam
setelah persalinan, telah dilakukan penelitian analisis retrospektif yang menunjukkan insidensi retensi urin jenis yang tampak (overt) secara klinis dibawah 0,14%. Sementara itu, untuk kedua jenis retensi urin, tercatat secara keseluruhan angka insidensinya mencapai 0,7%. E. FAKTOR RESIKO
1. Riwayat kesulitan berkemih 2. Primipara 3. Pasca anestesi blok epidural, spinal, atau pudenda 4. Persalinan yang lama dan/ atau distosia bahu 5. Kala II lama 6. Trauma perineal yang berat seperti sobekan para uretral, klitoris, episiotomy yang besar, rupture grade 2 atau grade 3, oedem yang signifikan 7. Kateterisasi selama atau setelah kelahiran 8. Perubahan sensasi setelah berkemih 9. Pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap F. PATOFISIOLOGI
Pada masa kehamilan terjadi peningkatan elastisitas pada saluran kemih, sebagian disebabkan oleh efek hormon progesteron yang menurunkan tonus otot detrusor. Pada bulan ketiga kehamilan, otot detrusor kehilangan tonusnya dan kapasitas vesika urinaria meningkat perlahan-lahan. Akibatnya, wanita hamil biasanya merasa ingin berkemih ketika vesika urinaria berisi 250-400 ml urin. Ketika wanita hamil berdiri, uterus yang membesar menekan vesika urinaria. Tekanan menjadi dua kali lipat ketika usia kehamilan memasuki 38 minggu. Penekanan ini semakin membesar ketika bayi akan dilahirkan, memungkinkan terjadinya trauma intrapartum pada uretra dan vesika urinaria dan
menimbulkan obstruksi. Tekanan ini menghilang setelah bayi dilahirkan, menyebabkan vesika urinaria tidak lagi dibatasi kapasitasnya oleh uterus. Akibatnya vesika urinaria menjadi hipotonik dan cenderung berlangsung beberapa lama. Retensi urin post partum paling sering terjadi akibat dissinergis dari otot detrusor dan sfingter uretra. Terjadinya relaksasi sfingter uretra yang tidak sempurna menyebabkan nyeri dan edema. Sehingga ibu post partum tidak dapat mengosongkan kandung kemihnya dengan baik.
G. KOMPLIKASI
Karena terjadinya retensi urine yang berkepanjangan, maka kemampuan elastisit as vesica urinaria menurun, dan terjadi peningkatan tekanan intra vesika yang menyebabkan terjadinya reflux, sehingga penting untuk dilakukan pemeriksaan USG pada ginjal dan ureter atau dapat juga dilakukan foto BNO-IVP.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG