������� ��������� �����������
�������� ������ �����������
(����� ������������������)
����
� � �.� �� �� �� �� �� �� �.� � �� � �� �� .� � �
Definisi
Hiperlirubin adalah akumulasi berlebihan dari bilirubin didalam darah ( Wong, hal. 432). Hiperbilirubinemia / Ikterus neonatorum) adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir yaitu meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning ( Ngastiyah, 1997). Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001).
Klasifikasi
Menurut Kamus Kedokteran, hiperbilirubin diklasisfikasikan kedalam tiga jenis hiperbilirubinemia, diantaranya adalah : 1. Hiperbilirubinemia Terkonjugasi (Conjugated Hyperbilirubinemia) Hiperbilirubin terkonjugasi adalah hiperbilirubinemia yang disebabkan oleh gangguan ekskresi bilirubin terkonjugasi oleh sel hepar atau obstruksi anatomik aliran empedu di dalam sistem saluran empedu intrahepatik atau ekstrahepatik. Hiperbilirubinemia terkinjugasi meliputi Sindrom Dubin-Jhonson atau Sindrom Rotor. 2. Hiperbilirubinemia Neonatal (Neonatal Hyperbilirubinemia) Hiperbilirubinemia neonatal merupakan hiperbilirubinemia tipe tak terkonjugasi yang ringan dan sementara timbul pada neonatus normal; bentuk familial transien juga ditemukan, dengan onset ikterus dalam dua sampai lima hari setelah lahir yang dapat menyebabkan kern ikterus. 3. Hiperbilirubin Tak Terkonjugasi (Unconjugated Hyperbilirubinemia) Hiperbilirubin tak terkonjugasi yang disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan (hemolisis), rusaknya pengeluaran bilirubin dari heme oleh hepar, atau ganggaun konjugasi oleh hepar, ini mencakup keadaan hemolitik, sindrom crigler-najjar, sindrom gilbert, dan hiperbilirubinemia neonatal. Pada orang dewasa, pembentukan bilirubin berlebihan yang berlangsung kronis dapat menyebabkan terbentuknya batu empedu yang mengandung sejumlah besar bilirubin, di luar itu hiperbilirubinemia ringan umumnya tidak membahayakan. Pengobatan langsung ditujukan untuk memperbaiki penyakit hemolitik. Akan tetapi, kadar bilirubin tak terkonjugasi yang melebihi 20 mg/dl pada bayi dapat menyebabkan terjadinya ikterus.
Etiologi ���.������ ��������.� �������� .���
���� 4
1. Peningkatan produksi : 1) Hemolisis,
misalnya
pada
inkompatibilitas
yang
terjadi
bila
terdapat
ketidaksesuaian golongan darah ibu dan anak pada penggolongan rhesus dan ABO. 2) Perdarahan tertutup biasanya pada trauma kelahiran. 3) Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang terjadi pada bayi hipoksia dan asidosis. 4) Defisiensi G6PD (Glukosa 6 Phospat Dehidrogense) 5) Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannnya pregnan 3 (alfa), 20 (beta), dan diol (steroid). 6) Kurangnya enzim glukoronil transferase pada keadaan berat badan lahir rendah. Sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin. 7) Kelainan kongenital (rotor syndrom) dan dubin hiperbilirubinemia. 2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan, misalnya pada hipoalbuminemia atau akibat pengaruh obat-obatan tertentu seperti sulfadiasine 3. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang secara langsung dapat merusak sel hati dan darah merah seperti toksoplasmosis dan shipilis. 4. Gangguan ekskresi yang terjadi di ekstar atau intra hepatik 5. Peningkatan sirkulasi enterohepatik, misalnya ileus obstruktif.
Manifestasi Klinis
1. Kulit berwarna kuning sampe jingga 2. Pasien tampak lemah 3. Nafsu makan berkurang 4. Reflek hisap kurang 5. Urine pekat 6. Perut buncit 7. Pembesaran lien dan hati 8. Gangguan neurologik 9. Feses seperti dempul 10. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl. 11. Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa. 12. Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetik atau infeksi. ���.������ ��������.� �������� .���
���� �
13. Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada hari ke 3-4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan jaundice fisiologi.
Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat beberapa peningkatan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan.hal ini dapat di temukan bila terdapat peningkatan hancurnya eritrosit, polistemia. gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi jika kadar protein Y dan Z berkurang, bayi hipoksia, dan asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan bilirubin adalah apabila di temukan gangguan pada konjugasi hepar, atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu, bilirubin bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama di temukan pada bilirubin indirek yang sulit larut dalam air, tapi mudah larut dalam lemak.sifat inilah yang menjadikan efek patologis pada sel otak jika sampai menembus sawar darah otak. Kelainan ini di sebut kernikterus. Pada umumnya di anggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek telah mencapai lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin dapat menembus sawar otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatal. Bilirubin lebih mudah untuk menembus sawar otak jika bayi lahir dalam keadaan berat bayi lahir rendah (BBLR), hipoksia dan hipoglikemia. (Markum, 1991)
Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan bilirubin serum a. Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis. b. Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis. 2. Pemeriksaan radiology Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma 3. Ultrasonografi Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra hepatic. ���.������ ��������.� �������� .���
���� �
4. Biopsy hati Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma. 5. Peritoneoskopi Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini. 6. Laparatomi Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
Penatalaksanaan
Tujuan setiap terapi hiperbilirubin adalah mengurangi kadar bilirubin dalam aliran darah sehingga mencegah timbulnya ensepalopati akut dan resiko kerusakan saraf jangka panjang. Metode terapi pada hiperbilirubinemia meliputi : fototerapi, tranfusi sulih, dan terapi obat. a)
Fototherapi Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a boun of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine. Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia. Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan ���.������ ��������.� �������� .���
���� �
Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah. b) Tranfusi Sulih Transfusi sulih berarti mengeluarkan sedikit darah bayi dan menggantinya dengan darah yang cocok, sehingga mengurangi kadar bilirubin dalam aliran darah. Tindakan ini hanya di kerjakan ketika kadar bilirubin serum mrningkat sedemikian tingginya sehingga mencapai taksiran ketika bayi sangat beresiko menderita kerusakan saraf meski sudah mendpat terapi cahaya intensif (AAP,2004). c) Terapi Obat Ada beberapa obat yang mungkin digunakan dan beberapa yang lebih lazim digunakan dalam terapi hiperbilirubin. 1. Obat yang menghabat degradasi hame sehingga mengurangi kadar bilirubin antara lain metaloporfirin, D- penisilamin, dan inhibitor peptida (suresh et al., 2003). 2. Obat yang meningkatkan konjugsi bilirubin antara lain fenobarbital, klofibrat, dan ramuan herbal Cina (World Health Organization,2004). 3. Peningkatan asupan oral bayi. 4. Infus Albumin memperbanyak lokasi peningkatan, mengurangi resiko bilirubin bebas melewati sawar darah-otak dan dapat digunakan bila orang tua menolak transfusi darah atau ketika tidak ada produk darah yang cocok (Alcock & Liley, 2002. Dennery, 2002, AAP, 2004, Kappas 2004). Komplikasi
1. Bilirubin Encephalopathy ( komplikasi serius ) 2. Retardasi mental - Kerusakan neurologis 3. Gangguan pendengaran dan penglihatan 4. Kematian. 5. Kernikterus.
���.������ ��������.� �������� .���
���� �
ASUHAN KEPERAWATAN Contoh Kasus
Bayi M lahir pada tanggal 25 Maret 2010. cara operasi sectio caesaria atas indikasi partus lama. Berat lahir pasien 2200 gram dengan panjang badan 46 cm. Pada tanggal 30 Maret 2010 yaitu pada usia 6 hari, pasien mengalami ikterik di seluruh tubuh. Perdarahan (-), pucat (-), muntah (-), kejang (-), demam (-), refleks hisap baik, minum habis 7 x 4 cc, tonus otot baik, BAB dan BAK normal.
Pengkajian I.
IDENTITAS
A. Pasien Nama
: Bayi M
Tempat / Tanggal Lahir
: Jakarta / 25 Maret 2010
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Suku Bangsa
: Betawi
Alamat
: Jl. Kertamukti RT 01/08 Pisangan,Ciputat
B. Orang Tua Pasien Ayah
II.
Ibu
Nama
: Tn. Sj
Ny. Sc
Umur
: 35 tahun
34 tahun
Agama
: Islam
Islam
Perkawinan
: Pertama
Pertama
Pendidikan
: SMA
SMA
Pekerjaan
: Karyawan swasta
Ibu rumah tangga
Penghasilan
: Rp. 2.000.000,- / bulan
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada tanggal 1 April 2010 pukul 16.00 WIB secara alloanamnesis dengan ibu pasien.
A. Keluhan Utama ���.������ ��������.� �������� .���
���� �
Dirawat karena merintih dan sesak nafas. B. Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien lahir pada tanggal 25 Maret 2010 pukul 17.15 WIB dengan cara operasi sectio caesaria atas indikasi partus lama. Berat lahir pasien 2200 gram dengan panjang badan 46 cm. Pasien tidak memiliki kelainan bawaan, anus (+). Tindakan resusitasi yang dilakukan pada pasien adalah penghisapan lendir dan pemberian oksigen. APGAR Score 8/9. Minum ASI habis 70 cc. Mekoneum (+), BAK (+). Pada 26 Maret 2010 pukul 11.15 WIB pasien terlihat sesak nafas, merintih, nafas cuping hidung (+), sianosis (+). Oleh karena itu pasien dipindahkan ke ruang rawat perinatologi RSUP Fatmawati. Pasien mengalami sesak nafas selama 3 hari. Pada tanggal 29 Maret 2010 sesak (-). Pada tanggal 30 Maret 2010 yaitu pada usia 6 hari, pasien mengalami ikterik di seluruh tubuh. Perdarahan (-), pucat (-), muntah (-), kejang (-), demam (-), refleks hisap baik, minum habis 7 x 4 cc, tonus otot baik, BAB dan BAK normal. C. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Pasien dikandung selama 36 minggu. Selama hamil ibu pasien rutin kontrol setiap bulan ke bidan. Selama hamil ibu pasien mengeluh tidak nafsu makan, sakit gigi, muntah sesudah minum susu, dan berat badan ibu hanya naik 5 kg. Ibu pasien tidak pernah sakit selama hamil, tekanan darah selalu dalam batas normal, riwayat kencing manis disangkal, dan tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan dan jamu. Golongan darah ibu adalah A, tidak tahu rhesus (+) atau (-). Pada kehamilan 36 minggu ketuban pecah, lalu ibu dibawa ke RSUP Fatmawati. Karena pembukaan tidak juga lengkap, dokter kandungan memutuskan untuk melakukan operasi caesar pada 15,5 jam setelah ketuban pecah, warna ketuban jernih.
D. Susunan Keluarga
Pasien adalah anak ke-3 dari 3 bersaudara. Anak pertama laki-laki berumur 7 tahun, kedua laki-laki berumur 4 tahun, dan yang terakhir adalah pasien. Kedua saudara kandung pasien juga mengalami kuning saat berusia 2 hari, berlangsung sampai usia 7 hari, tidak pernah mendapat terapi sinar sebelumnya, hanya dijemur di bawah sinar matahari. Di keluarga pasien tidak
���.������ ��������.� �������� .���
���� 10
ada yang menderita penyakit hemolitik, pembesaran hati dan limpa, dan anemia. E. Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah pasien bekerja sebagai karyawan swasta dengan penghasilan Rp. 2.000.000,- / bulan. Ibu pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang tidak berpenghasilan. F. Riwayat Perumahan dan Sanitasi Lingkungan
Keluarga pasien tinggal di sebuah rumah kontrakan dengan 1 ruang tamu, 1 ruang tidur, 1 kamar mandi, dan 1 dapur. Masing-masing ruangan dibatasi tembok dan berlantai keramik. Menurut ibu pasien jendela kamar mendapat cukup sinar matahari, ventilasi cukup baik, jauh dari selokan dan tidak ada tumpukan sampah di sekitar rumah. Review of System
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 1 April 2010 pukul 16.00 WIB. Pasien dalam keadaan bangun dan tenang. Keadaan umum
: menangis kuat, gerak aktif.
Kesadaran
: compos mentis
Berat badan
: 2200 gram
Panjang badan
: 46 cm
Lingkar kepala
: 33 cm
Lingkar dada
: 31 cm
Lingkar perut
: 30 cm
Lingkar lengan atas : 9,5 cm
Tanda vital •
HR
: 120 x / menit
•
RR
: 43 x / menit
•
Suhu
: 36 °C diukur di aksila
Kulit
: ikterik (+) di seluruh tubuh, pucat (-), plethora (-), ptekie (), hematom (-), sianosis (-).
���.������ ��������.� �������� .���
���� 11
Kepala
: normocephali, caput (-), cephal hematom (-), rambut halus, UUB datar.
Mata
: CA -/-, SI +/+, katarak (-), perdarahan subkonjungtiva (-), pupil bulat isokor, refleks cahaya +/+.
Telinga
: telinga cepat kembali setelah dilipat.
Hidung
: septum deviasi (-), sekret (-),napas cuping hidung(-).
Mulut
: bibir kering (-), pucat (-).
Tenggorok
: sulit dinilai.
Leher
: KGB tidak teraba.
Toraks
: bentuk dan gerak dada simetris saat statis dan dinamis, retraksi sela iga (-).
Jantung Inspeksi
: ictus cordis terlihat di ICS IV linea midclavicularis sinistra.
Palpasi
: ictus cordis teraba di ICS IV linea midclavicularis sinistra.
Perkusi
: tidak dilakukan.
Auskultasi
: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-).
Paru Inspeksi
: simetris saat statis dan dinamis.
Palpasi
: tidak dilakukan.
Perkusi
: tidak dilakukan.
Auskultasi
: Suara nafas vesikuler, Ronchi -/-, Wheezing -/-.
Abdomen Inspeksi
: cembung
Palpasi
: supel, turgor baik, hepar teraba ¼ - 0, lien tidak teraba.
Perkusi
: timpani.
Auskultasi
: bising usus (+) normal.
Ekstremitas
: gerak aktif, akral hangat, perfusi baik, telapak ikterik, plantar creases ⅔ anterior.
Genitalia
: perempuan, labia mayora hampir tertutup
Refleks rooting
: (+)
Refleks sucking
: (+)
Refleks Moro
: (+) ���.������ ��������.� �������� .���
���� 12
Refleks tonic neck : (+) Refleks grasp III.
: plantar +/+, palmar +/+
PEMERIKSAAN PENUNJANG
25 Maret 2010
26 Maret 2010
Hb
11,9 gr/dL
Ht
36 vol %
Leukosit
8.300/ul
Trombosit
201.000/ul
Hb
15,8 gr/dL
Ht
50 vol%
Leukosit
20.000/ul
Trombosit
334.000/ul
Gol.darah
A/+
GDS
56 mg/dL
Na
137 mEq/L
K
6,1 mEq/L
Cl
104 mEq/L
Ureum darah
34 mg/dL
Creatinine darah
1,14 mg/dL
CRP
(-)
Foto toraks
Kesan : Pulmo: DD/TTN Awal HMD Cor : besar dan bentuk dalam batas normal
30 Maret 2010
IV.
Bilirubin total
24,7 mg/dL
Bilirubin indirek
23,9 mg/dL
Bilirubin direk
0,8 mg/dL
RESUME
Pasien lahir pada tanggal 25 Maret 2010 pukul 17.15 WIB dengan cara sectio caesaria atas indikasi partus lama. BB 2200 gr, PB 46 cm, H-36 minggu,
���.������ ��������.� �������� .���
���� 13
ketuban pecah dini 15,5 jam, warna jernih. Pasien tidak memiliki kelainan bawaan, anus (+). APGAR Score 8/9. Minum ASI habis 70 cc. Mekoneum (+), BAK (+). Pada 26 Maret 2010 pukul 11.15 WIB pasien terlihat sesak nafas, merintih, nafas cuping hidung (+), sianosis (+). Oleh karena itu pasien dipindahkan ke ruang rawat perinatologi RSUP Fatmawati. Pasien mengalami sesak nafas selama 3 hari. Pada tanggal 29 Maret 2010 sesak (-). Pada tanggal 30 Maret 2010 yaitu pada usia 5 hari, pasien mengalami ikterik di seluruh tubuh. Perdarahan (-), pucat (-), muntah (-), kejang (-), demam (-), refleks hisap baik, minum habis 7 x 4 cc, tonus otot baik, BAB dan BAK normal. Selama hamil ibu pasien mengeluh tidak nafsu makan, berat badan hanya naik 5 kg. Riwayat sakit, minum obat dan jamu selama hamil disangkal ibu. Golongan darah ibu adalah A, tidak tahu rhesus (+) atau (-). Kedua saudara kandung pasien juga mengalami kuning saat berusia 2 hari, berlangsung sampai usia 7 hari, tidak pernah mendapat terapi sinar sebelumnya, hanya dijemur di bawah sinar matahari. Di keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit hemolitik, pembesaran hati dan limpa, dan anemia.
Pada pemeriksaan fisik tanggal 1 April 2010 ditemukan : Tanda vital •
HR
: 120 x / menit
•
RR
: 43 x / menit
•
Suhu
: 36 °C diukur di aksila
Kulit
: ikterik (+) di seluruh tubuh, pucat (-), plethora (-), ptekie (), hematom (-), sianosis (-).
Kepala
: normocephali, cephal hematom (-), rambut halus.
Mata
: SI +/+, katarak (-).
Hidung
: napas cuping hidung (-).
Mulut
: pucat (-).
Ekstremitas
: pucat (-), ikterik, plantar creases ⅔ anterior.
Genitalia
: perempuan, labia mayora hampir tertutup
���.������ ��������.� �������� .���
���� 14
Pemeriksaan penunjang foto toraks pada 26 Maret 2010 menunjukkan gambaran corakan bronkovaskuler kasar, tampak streaky line minimal. Pemeriksaan laboratorium 30 Maret 2010 :
V.
Bilirubin total
24,7 mg/dL
Bilirubin indirek
23,9 mg/dL
Bilirubin direk
0,8 mg/dL
PENATALAKSANAAN
ASI/PASI 8x20cc IVFD N5 + KCl + Ca Glukonas 8,6cc/jam Cefotaxim 2 x 100 mg Aminosteril 35 cc Terapi sinar Cek albumin, UL Cek ulang bilirubin serum Analisa Data DATA DS: ibu bayi M mengatakan bahwa kulit bayinya terus berwarna kulit, meskipun sudah dijemur di bawah sinar matahari
ETIOLOGI
MASALAH
HIPERBILIRUBIN
Gangguan integritas kulit
Peningkatan bilirubin yang tidak terkonjugasi dalam darah Hepar tidak mampu melakukan konjungasi Sebagian masuk kembali ke siklus enterohepatik
DO: Ikterik pada seluruh tubuh, Bilirubin total :24,7 mg/dL Bilirubin indirek: 23,9 mg/dL Bilirubin direk: 0,8 mg/dL
Peningkatan bilirubin yang tidak terkonjugasi dalam darah Ikterus Gangguan integritas kulit HIPERBILIRUBIN
DS: Ibu bayi M mengatakan bahwa bayinya sesak napas
Peningkatan bilirubin yang tidak terkonjugasi dalam darah
DO:
Hepar tidak mampu melakukan
Gangguan pertukaran gas
���.������ ��������.� �������� .���
���� 1�
konjungasi
pasien terlihat sesak nafas, merintih, nafas cuping hidung (+).
Sebagian masuk kembali ke siklus enterohepatik Peningkatan bilirubin yang tidak terkonjugasi dalam darah Masuk ke sawar darah otak Hipoksia & hipoksemia Gangguan pertukaran gas HIPERBILIRUBIN
DS: Ibu bayi M mengungkapkan bayinya memiliki kelainan dengan BAB berwarna putih DO: Feses pucat Bilirubin total :24,7 mg/dL Bilirubin indirek: 23,9 mg/dL Bilirubin direk: 0,8 mg/dL
Ansietas
Peningkatan bilirubin yang tidak terkonjugasi dalam darah Hepar tidak mampu melakukan konjungasi Sebagian masuk kembali ke siklus enterohepatik Peningkatan bilirubin yang tidak terkonjugasi dalam darah Bilirubin tidak masuk saluran pecernaan
Perubahan warna mekonium Tinja pucat ansietas
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ikterus 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan hipoksia dan peningkatan bilirubin di sawar darah otak 3. Ansietas berhubungan dengan feses pucat
���.������ ��������.� �������� .���
���� 1�
Intervensi Keperawatan
1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ikterus Tujuan : integritas kulit bayi normal Kriteria hasil : dalam waktu 1x24 jam kadar bilirubin direk dan indirek normal, warna kulit normal Intervensi
Rasional
Mandiri - Observasi
1.
Monitor tanda-tanda vital
1.
Mengetahui status kesehatan klien
2.
Monitor warna kulit setiap 8 jam
2.
Mengetahui derajat kuning dan sebagai indicator peningkatan bilirubin
3.
Monitor kadar bilirubin direk dan
3.
indirek. 4.
Mencegah komplikasi lebih lanjut akibat peningkatan bilirubin
Masase daerah kulit yang menonjol
4.
Mencegah terjadinya lecet luka pada permukaan kulit
5.
Jaga kelembapan dan kebersihan
5.
Menghindari terjadinya iritasi
6.
Mempercepat pemulihan ikterik da
kulit Kolaborasi dan Health education
6.
Kolaborasi pemberian terapi sinar
peningkatan integritas kulit 7.
Berikan health education pemberian:
7.
Meningkatkan asupan gizi optimal dan pemenuhan cairan tubuh
ASI/PASI 8x20cc
IVFD N5 + KCl + Ca
(menghindari resiko hipovolemik)
Glukonas 8,6cc/jam
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan hipoksia dan peningkatan bilirubin di sawar darah otak Tujuan : asupan oksigen bayi adekuat Kriteria hasil : dalam waktu 1x24 jam, napas normal 20-25x/menit
���.������ ��������.� �������� .���
���� 1�
Intervensi
Rasional
Mandiri - Observasi
1.
Monitor bunyi paru; frekuensi
1.
napas, kedalaman, dengan indikator
Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan
dari penggunaan alat penunjang yang efektif. 2.
Awasi tingkat kesadaran atau status
2.
mental. Selidiki adanya perubahan.
Bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau konsolidasi
Mandiri - health education
3.
Jelaskan prosedur pengobatan
3.
kepada keluarga
Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia. GDA memburuk disertai bingung/somnolen menunjukkan disfungsi serebral yang berhubungan dengan hipoksemia.
4.
Jelaskan penggunaan alat bantu
4.
pernafasan.
Menurunkan kecemasan klien terhadap prosedur tindakan yang dilakukan.
Kolaborasi
5.
Konsultasikan dengan dokter
5.
Takikardi, disritmia, dan perubahan
tentang kebutuhan akan
tekanan darah dapat menunjukkan
pemeriksaan gas darah arteri (GDA)
efek hipoksemia sistemik pada
dan penggunaan alat bantu yang
fungsi jantung
dianjurkan. 6.
Siapkan klien untuk ventilasi atau oksigenasi mekanis bila perlu.
6.
Dapat memperbaiki atau mencegah memburuknya hipoksia.
���.������ ��������.� �������� .���
���� 1�
3. Ansietas berhubungan dengan feses pucat Tujuan : meningkatkan pengetahuan keluarga tentang proses penyakit Kriteria hasil : keluarga bisa menerima kondisi klien, kecemasan keluarga menurun Intervensi
Rasional
Mandiri – Health education
1.
Memberikan pengetahuan tentang
1.
proses penyakit 2.
Memberikan pemahaman pada keluarga tentang penyakit klien
Berikan kesempatan pada keluarga
2.
untuk engungakapkan perasaan
Meningkatkan upaya bina hubungan saling percaya antara perawat dan keluarga
3.
Bersama keluarga memberikan perawatan personal hygiene
3.
Memberikan pemahaman dan praktik perawatan kebersihan pada bayi/klien dengan hiperbilirubin
���.������ ��������.� �������� .���
���� 1�
KESIMPULAN
Hiperlirubin adalah akumulasi berlebihan dari bilirubin didalam darah. Hiperbilirubin terdiri
atas
tiga
hyperbilirubinemia),
macam
yaitu
hiperbilirubinemia
hiperbilirubinemia neonatal
(neonatal
terkonjugasi
(conjugated
hyperbilirubinemia),
dan
hiperbilirubin tak terkonjugasi (unconjugated hyperbilirubinemia). Pada bayi, dinyatakan Hiperbilirubin apabila kadar bilirubin total berada di atas Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl. Manifestasi klinis yang utama yaitu ikterus seluruh tubuh, ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa. Untuk pemeriksaan diagnostik pada bayi dengan hiperbilirubin
terdiri
atas
pemeriksaan
bilirubin
serum,
pemeriksaan
radiology,
ultrasonografi, biopsy hati, peritoneoskopi, dan laparatomi, sedangkan penatalaksanaannya diarahkan dengan pencegahan ke kondisi anemia dan membatasi efek dari hiperbilirubinemia. Metode terapi pada hiperbilirubinemia meliputi fototerapi, tranfusi pengganti, infus albumin, dan terapi obat. Terapi tersebut penting untuk encegah komplikasi lebih lanjut serta mempercepat pemulihan.
���.������ ��������.� �������� .���
���� 20
DAFTAR PUSTAKA
Sudoyo, A.W., Dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I ed. IV . Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta Carpenito Lynda Jual, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta. Brunner & Suddarth.2000. Keperawatan Medikal-Bedah.Jakarta:EGC Misnadiarly.2007.Penyakit Hati(Liver).Jakarta:Pustaka Obor Populer
���.������ ��������.� �������� .���
���� 21