BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. TB Paru merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia dengan angka mortalitas dan morbiditas yang terus meningkat. Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kemiskinan, malnutrisi, tempat kumuh, perumahan dibawah standar, dan perawatan kesehatan yang tidak adekuat. Mikobakterium tuberculosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Tuberkulosis penyakit lama yang masih menjadi pembunuh terbanyak di antara penyakit menular. Dunia pun masih belum bebas dari TBC. Berdasarkan laporan WHO 2017 diperkirakan ada 1.020.000 kasus di Indonesia, namun baru terlaporkan
ke
Kementerian
Kesehatan
sebanyak
420.000
kasus.
Mereka yang belum diperiksa dan diobati akan menjadi sumber penularan bagi orang di sekitarnya. Hal ini yang menyebabkan seakan-akan masalah TBC tak kunjung selesai. Dunia ingin mencapai eliminasi TBC pada tahun 2030 dan Indonesia turut berkomitmen mencapainya. Prevalensi jumlah kasus TB di Gorontalo berjumlah 643 (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2018). Pada umunya gejala respiratorik yang ditimbulkan setelah seseorang terkena tuberkulosis adalah batuk lebih dari 3 minggu, berdahak, batuk darah, nyeri dada, serta sesak napas. Sesak napas adalah kondisi ketika kesulitan dalam bernapas atau tidak cukup mendapat asupan udara. Penanganan P enanganan sesak napas tidak selalu sama, tergantung dari penyebabnya. Untuk menurunkan sesak napas kita dapat melakukan latihan pernapasan. Latihan pernapasan merupakan tindakan keperawatan dalam penatalaksanaan pasien dengan masalah gangguan sistem pernapasan. Termasuk di dalamnya adalah latihan pernapasan active cycle of breathing . Latihan pernapasan active cycle of breathing merupakan salah satu latihan pernapasan yang selain berfungsi untuk membersihkan sekret juga dapat
mempertahankan fungsi paru. Latihan pernapasan ini dapat mengkoordinasikan dan dapat melatih pengembangan (compliance) dan pengempisan (elastisitas) paru secara optimal, serta pengaliran udara dari dalam paru menuju keluar saluran pernapasan secara maksimal. Berdasarkan uraian diatas, peneliti mengangkat topik “Pengaruh “Pengaruh Active Cycle of Breathing Technique Technique (ACBT) terhadap Penurunan Sesak Napas pada Pasien TB Paru”
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui Pengaruh Active Pengaruh Active Cycle of Breathing Technique (ACBT) Technique (ACBT) terhadap Penurunan Sesak Napas pada Pasien TB Paru 1.3 Manfaat 1.3.1
Manfaat Praktis
Menambah ilmu pengetahuan perawat tentang Active Cycle of Breathing Technique (ACBT) Technique (ACBT) 1.3.2
Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam pemberian intervensi keperawatan
BAB II METODE DAN TINJAUAN TEORITIS 2.1 Metode Pencarian
Analisis jurnal ini menggunakan 2 (dua) media atau metode pencarian jurnal, yaitu sebagai berikut : 1. Perpustakaan
Nasional
Republik
Indonesia
dengan
alamat
situs
http://www.pnri.go.id 2. Google Cendekia dengan alamat situs : https://scholar.google.co.id 2.2 Konsep tentang Tinjauan Teoritis
2.2.1
TB Paru
1. Anatomi dan Fisiologi Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbon dioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh, penghisapan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi. Jadi di dalam paru-paru terjadi pertukaran zat antara oksigen yang di tarik dari udara masuk ke dalam darah CO2 dikeluarkan dari darah secara osmosis .seterusnya CO2 akan dikeluarkan melalui traktus respiratorus (jalan pernapasan) dan masuk kedalam tubuh melalui kapiler-kapiler vena pulmonalis kemudian masuk ke sarambi kiri jantung (atrium sinistra) ke aorta ke seluruh tubuh (jaringan-jaringan dan sel-sel), disini terjadi oksidasi (pembakaran) . sebagian ampas (sisanya) dari pembakaran adalah CO2 dan zat ini dikeluarkan melalui peredaran darah vena masuk ke jantung (serambi kanan / atrium dextra) ke bilik kanan (ventrikel dextra) dan dari sini keluar melalui arteri pulmonalis ke jaringan paru-paru. Akhirnya dikeluarkan menembus lapisan epitel dari alveoli. Proses pengeluaran CO2 ini adalah sebagian dari sisa metabolisme, sedangkan sisa dari metabolisme lainnya akan dikeluarkan melalui traktus urogenetalis dan kulit.
Setelah udara dari luar diproses, di dalam hidung masih terjadi perjalanan panjang menuju paru-paru (sampai alveoli) pada laring terdapat epiglotis yang berguna untuk menutup laring sewaktu menelan, sehingga makanan tidak masuk ke trakea, sedangkan sewaktu bernapas epiglotis terbuka begitu seterusnya. Jika makanan masuk ke dalam laring maka kita mendapat serangan batuk, untuk mencoba mengeluarkan makanan tersebut dari laring. Selain itu dibantu oleh adanya bulu-bulu getar silia yaitu untuk menyaring debu-debu, kotoran dan benda asing.Adanya benda asing / kotoran tersebut memberikan rangsangan kepada selaput lendir dan bulu-bulu getar sehingga terjadi bersin, kadang terjadi batuk.akibatnya benda asing/kotoran tersebut bisa dikeluarkan melalui hidung dan mulut. Dari kejadian tersebut diatas udara yang masuk ke dalam alat-alat pernapasan benar-benar bersih. Organ-organ pernafasan.Yaitu : a.
Hidung Hidung atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang (kavum
nasi), dipisahkan oleh sekat hidung
(septum
nasi).didalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung. Bagian luar hidung terdiri dari kulit, lapisan tengah terdiri dari otototot dan tulang rawan, lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat-lipat yang dinamakan karang hidung (konka nasalis) yang berjumlah tiga buah yaitu: konka nasalis inferior, konka nasalis media dan konka nasalis superior. Diantara konka ini terdapat tiga buah lekukan meatus yaitu meatus superior (lekukan bagian atas), meatus medialis (lekukan bagian tengah) dan meatus inferior ( lekukan bagian bawah). Meatus-meatus ini lah yang dilewati oleh udara pernapasan, sebelah dalam terdapat lubang yang berhubungan dengan tekak, lubang ini disebut kona. dasar dari rongga
hidung dibentuk oleh tulang rahang atas, ke atas rongga hidung berhubungan dengan beberapa rongga yang di sebut sinus paranasalis, yaitu sinus maksilaris pada rongga rahang atas, sinus frontalis pada rongga tulang dahi, sinus sfenoidalis pada rongga tulang baji dan sinus etmoidalis pada rongga tulang tapis. Pada sinus etmoidalis, keluar ujung-ujung saraf penciuman yang menunjukan nasalis. Pada konka nasalis terdapat sel-sel penciuman sel tersebut terutama terdapat di bagian atas.pada hidung di bagian mukosa terdapat serabut saraf atau reseptor dari saraf penciuman
(nerfus
olfaktorius). b.
Faring Tekak atau faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan, terdapat di dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain: ke atas berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana, kedepan berhubungan dengan rongga mulut tempat hubungan ini bernama istmus fausium, ke bawah terdapat dua lubang, kedepan lubang laring, ke belakang lubang esophagus. Di bawah selaput lendir jaringa ikat, juga di beberapa tempat terdapat folikel
getah
bening.Perkumpulan
getah
bening
ini
dinamakan
adenoid.Disebelahnya terdapat dua buah tonsil kiri dan kanan dari tekak.Di sebelah belakang terdapat epiglotis yang berfungsi menutup laring pada waktu menelan makanan. c.
Laring Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di bagian depan faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea di bawahnya. Pangkal tenggorok itu dapat di tutup oleh sebuah empeng
tenggorok yang di sebut epiglotis yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring. d.
Trakea Trakea atau batang tenggorok merupakan lanjutan dari laring yang di bentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda ( huruf C). Sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak kea rah luar.panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari jaringn ikat yang dilapisi oleh otot polos. Sel-sel bersilia gunanya untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernapasan. Yang meisahkan trakea menjadi bronkus kanan dan kiri disebut karina.
e.
Bronkus Bronkus atau cabang tenggorok merupakan lanjutan dari trakea, ada dua buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari padabronkus kiri, terdiri dari 6 sampai 8 cincin, mempunyai 3 cabang bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus ( bronkioli). Pada bronkiolus tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkiolus terdapat gelembung paru / gelembung hawa atau alveoli.
f.
Paru-paru Paru-paru merupakan sebuah bagian tubuh yang sebagian besar teridiri dari gelembung (gelembung hawa, alveoli).gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaanya lebih kurang 90 m2. Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara, O2masuk ke
dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan). Paru-paru dibagi menjadi dua: Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus, lobus puimo dektra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobules.paru-paru kiri, terdiri dari puimo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang lebih kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen pada inferior. Paru paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segemen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada segmen inferior. Tiap – tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan – belahan yang bernama lobules. Diantara lobules yang satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dalam tiap-tiap lobules
terdapat
sebuah
bronkiolus.Di
dalam
lobules
bronkiolus
bercabang-cabang banyak sekali, cabang-cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap – tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2 – 0,3 mm. Letak paru- paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada atau kavum mediastinum.Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru – paru dibungkus oleh selaput yang disebut pleuara. Pleura dibagi menajadi: Pleura visceral yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-paru dan, pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara keuda pleura ini terdapat rongga (cavum) yang disebut cavum pleura. Pada keadaan normal kavum plura ini vakum (hampa udara) sehingga paru-paru dapat kembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat), yang berguna untuk meminyaki
permukaannya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas. g.
Pembuluh darah paru Sirkulasi pulmonal berasal dari ventrikel kanan yang tebal dindingnya 1
/3 dari tebal ventrikel kiri.Perbedaan ini menyebabkan kekuatan
kontraksi dan tekanan yang ditimbulkan jauh lebih kecil dibandingkan dengan tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi ventrikel kiri. Selain aliran melalui arteri pulmonal ada darah yang langsung mengalir ke paru paru dan aorta melalui arteri bronkialis. Darah ini adalah darah yang kaya oksigen dibandingkan dengan darah pulmonal yang relative kekurangan oksigen.Darah ini kembali melalui vena pulmonalis ke atrium kiri.Arteri pulmonalis membawa darah yang sedikit mengandung oksigen dari ventrikel kanan ke paru-paru. Cabang-cabang nya menyentuh saluran-saluran bronchial, sampai ke alveoli halus.Alveoli itu membelah dan membentuk jaringan kapiler, dan jaringn kapiler itu menyentuh dinding alveoli (gelembung udara).Jadi darah dan udara hanya dipisahkan oleh dinding kapiler.Dari epitel alveoli, akhirnya kapiler menjadi satu sampai menjadi vena pulmonalis dan sejajar dengan cabang tenggorok yang keluar melalui tampuk paru-paru ke serambi jantung kiri (darah mengandung oksigen), sisa dari vena pulmonalis ditentukan dari setiap paru-paru oleh vena bronkialis dan ada yang mencapai vena cava inferior maka dengan demikian paru-paru mempunyai persediaan darah ganda. Kapasitas
paru-paru
merupakan
kesanggupan
paru-paru
dalam
menampung udara di dalamnya, kapasitas paru-paru dapat dibedakan menjadi dua yaitu : a) Kapasitas total yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru pada inspirasi sedalam-dalamnnya. Dalam hal ini angka yang kita dapat
tergantung pada bebrapa hal: kondisi paru-paru, umur, sikap dan bentuk seseorang. b) Kapasitas vital yaitu, jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi maksimal. Dalam keadaan yang normal kedua paru-paru dapat menampung udara sebanyak kurang lebih 5 liter. Waktu ekspirasi, di dalam paru-paru masih tertinggal 3 liter udara pada waktu kita bernapas bisasa. Udara yang masuk ke dalam paru-paru 2.600 cm3 (2,5 liter). Jumlah pernapasan dalam keadaan normal orang dewasa 16-18 kali/ menit. Dalam keadaan tertentu keadaan tersebut akan berubah, misalnya akibat dari suatu penyakit, pernapasan bisa bertambah cepat dan sebaliknya. h.
Proses terjadinya pernapasan Terdiri dalam dua bagian yaitu inspirasi dan ekspirasi.Bernapas berarti melakukan inspirasi dan ekspirasi secara bergantian, teratur, berirama, dan terus menerus.Bernapas merupakan gerak reflek yang terjadi pada otot-otot pernapasan. Reflex bernapas ini diatur oleh pusat pernapasan yang terletak dalam sumsum penyambung (medulla oblongata). Oleh karena seseorang dapat menahan, memperlambat, atau mempercepat napasnya, ini berarti bahwa reflex bernapas juga dibawah pengaruh korteks serebri. Pusat pernapasan sangat peka terhadap kelebihan kadar CO2 dalam darah dan kekurangan dalam darah. Inspirasi terjadi bila mukulus diafragma telah mendapat rangsangan dari nervus frenikus lalu mengerut datar. Muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah mendapat rangsangan kemudian mengerut dan tulang iga (kosta) menjadi datar. Dengan demikian jarakan antara sternum (tulang dada) dan vertebra semakin luas dan melebar. Rongga dada membesar maka pleura akan tertarik, yang menarik paru-paru sehingga tekanan udara di dalamnya berkurang dan masuklah udara dari luar.
Ekspirasi, pada suatu saat otot-otot akan kendor lagi (diafragma akan menjadi cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara didorong keluar. Jadi proses respirasi atau pernapasan ini terjadi karena adanya perbedaaan tekanan antara rongga pleura dan paru-paru. Pernapasan dada, pada waktu orang bernapas, rangka dada terbesar bergerak, pernapasan ini dinamakan pernapasan dada.Ini terdapat pada rangka dada yang lunak, yaitu pada orang-orang muda dan pada perempuan.Pernapasan perut.Jika pada waktu bernapas diafragma turun naik, maka ini dinamakan pernapasan perut.Jika pada waktu bernapas diafragma turun naik, maka ini dinamakan pernapasan perut.Kebanyakan pada orang tua, karena tulang rawannya tidak begitu lembek dan bingkas lagi yang disebabkan oleh banyak zat kapur mengendap di dalamnya dan ini banyak ditemukan pada pria.(Syaifuddin, 2006: hal 192). 2. Pengertian TB Paru Tuberkulosis (TB) merupakan contoh lain infeksi saluran napas bawah. Penyakit ini disebabkan oleh mikroorganisme Mycobacterium tuberculosis yang biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah (droplet), dari satu individu ke individu lainya, dan membentuk kolonisasi di bronkioulus atau alveolus. Kuman juga dapat masuk ke tubuh melalui saluran cerna, melalui ingesti susu tercemar yang tidak dipasteurisasi, atau kadang – kadang melalui lesi kulit. Apabila bakteri tuberkulin dalam jumlah yang bermakna berhasil menembus mekanisme pertahanan sistem pernapasan dan berhasil menempati saluran napas bawah, pejamu akan melakukan respons imun dan inflamasi yang kuat. Karena respons yang hebat ini, terutama yang diperantarai sel-T hanya sekitar 5% orang yang terpajan basil tersebut akan menderita tuberkulosis aktif. Hanya individu yang mengidap infeksi tuberkulosis aktif yang menularkan penyakit ke individu lain dan hanya selama masa infeksi aktif (Corwin, 2009).
3. Etiologi TB Paru Penyebab penyakit tuberkulosis adalah bakteri Mycobacterium Tuberculosis dan Mycobacterium Bovis. Kuman tersebut mempunyai ukuran 0,5 – 4 mikron x 0,3 – 0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranular atau tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). Bakteri ini mempunyai sifat istimewa yaitu dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga sering disebut basil tahan asam (BTA), serta tahan terhadap zat kimia dan fisik.Kuman tuberculosis juga tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman dan anaerob (Widoyono, 2011) Bakteri tuberculosis ini mati pada pemanasan 100 0C selama 5 – 10 menit atau pada pemanasan 60 oC selama 30 menit, dan dengan 70 – 95 % selama 15- 30 detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara terutama di tempat yang lembab dan gelap (bisa berbulan-bulan), dapaat hidup bertahuntahun di dalam lemari es, hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dorman. Dari sifat dorman ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberculosis aktif lagi, namun tidak tahan terhadap sinar atau aliran udara. Data pada tahun 1993 melaporkan bahwa untuk mendapatkan 90 % udara bersih dari kontaminasi bakteri memerlukan 40 kali partukaran udara (Widoyono, 2011) Di dalam jaringan kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni di dalam sitoplasma makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apical paru – paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apical ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberculosis (Widoyono, 2011).
4. Patofisiologi TB Paru Menurut Sudoyo, dkk (2009), proses perjalanan penyakit tuberculosis Paru, yaitu : i.
Tuberkulosis primer Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibatukan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana yang lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari - hari sampai berbulan – bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel
< 5
mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofi, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama dengan gerakan silia bersama sekretnya. Bila kuman menetap di jaringn paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberculosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau efek primer atau sarang (focus) ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka akan terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulait, terjadi limfedenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, tulang.Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluaruh bagian paru menjadi TB milier. Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar
getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal + limfadenitis regional = kompleks primer (ranke). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya menjadi : 1)
Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak terjadi.
2)
Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, klasifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pnemunia yang luasnya > 5 mm dan ± 10 % diantaranya dapat terjadi reaktivitas lagi karena kuman yang dormant.
3)
Berkomplikasi dan menyebar secara: perkontinuitatum, yakini menyebar ke sekitarnya. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya, kuman dapat juga dapat tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus. Secara limfogen ke organ tubuh lain- lainya. Secara hematogen ke organ tubuh lainnya. Semua kejadian di atas tergolong dalam perjalanan tuberculosis primer.
j.
Tuberculosis pasca primer (sekunder) Kuman yang dormant pada tuberculosis primer akan mucul bertahun – tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberculosis dewasa. Mayoritas reinfeksi mencapai 90%.Tuberculosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alcohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal.Tuberculosis pasca primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di region atas paru (bagian apical posterior lobus superior atau inferior).Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru. Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakini suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel datia-langerhans (sel besar
dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat. TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi TB usia tua tergantung dari jumlah kuman, virulensi nya dan imunitas pasie, sarang dini ini dapat menjadi : 1) Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat. 2) Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjdai keras, menimbulakan perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukan keluar maka akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya perkijuan dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag, dan proses yang berlebihan sitokin dengan TNF nya. Bentuk perkijuan lain yang jarang adalah cryptic dissesminaate TB yang terjadi pada immunodifisiensi dan usia lanjut. Disini lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri sangat banyak aktivitas ini dapat berimbas : 1) meluas kembali dan menimbulakan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas ini masuk ke dalam peredaran darah arteri, maka akan teradi TB Milier. Dapat juga masuk ke paru sebelahnya atau tertelan masuk ke lambung dan selanjutnya ke usus jadi TB usus. Sarang ini selanjutnya mengikuti perjalanan seperti yang disebutkan terdahulu. Bisa juga terjadi TB endobronkial dan TB endotrakeal atau empiema bila rupture ke pleura .
2) Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma ini dapat mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi. Komplikasi kronik kavitas adalah kolonisasi oleh fungus seperti aspergillus dan kemudian menjadi mycetoma . 3) Bersih dan menyembuh disebut open healed cavity. Dapat juga menyembuh dengan membungkus diri menjadi kecil. kadang-kadang berkahir sebagai kavitas yang terbungkus, menciut dan berbentuk seperti bintang disebut stellate shaped.Secara keseluruhan akan terdapat tiga macam sarang yakini : a) Sarang yang sudah sembuh, sarang bentuk ini tidak perlu pengobatan lagi. b) Sarang aktif eksudatif. Sarang bentuk ini perlu pengobatan yang lengkap dan sempurna. c) Sarang yang berada diantara aktif dan sembuh , sarang bentuk ini dapat sembuh spontan tetapi mengingat kemungkinan eksaserbasi kembali, sebaiknya di berikan pengobatan yang sempurna juga. 5. Manifestasi TB Paru Menurut Sudoyo, dkk (2009), Tanda dan gejala tuberculosis Paru, yaitu : a. Demam Biasanya subfebril menyerupai demam influenza tetapi panas badan kadang-kadang dapat mencapai 40-41 oC.serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influsnza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza.Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk. b. Batuk atau batuk darah Gejala ini banyak di temukan.Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus.Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-prosuk radang
keluar. Karena terlibatnya bronkus di setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah batuk berkembang dalam jaringan paru yakini setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non Produktif) kemudian setelah
timbul
peradangan
menjadi
produktif
(menghasilkan
sputum).Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus. k.
Sesak napas Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
l.
Nyeri dada Gejala ini agak jarang ditemukan, nyeri dada tibul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik atau melepaskan napasnya.
m. Malaise Penyakit tuberculosis bersifat randang yang menahun.Gejala malaise sering ditemukan berupa aneroksia, tidak ada nafsu maka, badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dan lain-lain.Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur. 6. Komplikasi Penyakit yang parah dapat menyebabkan sepsis yang hebat, gagal napas, dan kematian. TB yang resisten terhadap obat dapat terjadi. Kemungkinan galur lain yang resisten obat dapat terjadi (Corwin, 2009) Penyakit TBC bisa menimbulkan komplikasi, yaitu menyerang beberapa organ vital tubuh, di antaranya:
1)
Tulang TBC tulang ini bisa disebabkan oleh bakteri TBC yang mengendap di paru-paru, lalu terjadi komplikasi dan masuk ke tulang. Atau bisa juga bakteri TBC langsung masuk ke tulang lewat aliran darah dari paru-paru. Waktu yang dibutuhkan bakteri untuk masuk dan merusak tulang bervariasi. Ada yang singkat, tapi ada pula yang lama hingga bertahuntahun. Bakteri TBC biasanya akan berkembang biak dengan pesat saat kondisi tubuh sedang lemah, misalnya selagi anak terkena penyakit berat. Saat itu kekebalan tubuhnya menurun, sehingga bakteri pun leluasa menjalankan aksinya. Bagian tulang yang biasa diserang bakteri TBC adalah sendi panggul, panggul dan tulang belakang. Gangguan tulang belakang bisa terlihat dari bentuk tulang belakang penderita. Biasanya tidak bisa tegak, bisa miring ke kiri, ke kanan, atau ke depan. Sendi panggul yang rusak pun membuat penderita tidak bisa berjalan dengan normal. Sedangkan pada ibu hamil, kelainan panggul membuatnya tidak bisa melahirkan secara normal. Jika kelainannya masih ringan, upaya pemberian obat-obatan dan operasi bisa dilakukan. Lain halnya jika berat, tindakan operasi tidak bisa menolong karena sendi atau tulang sudah hancur. Penderita bisa cacat seumur hidup.
2)
Usus Selain karena komplikasi, TBC usus ini bisa timbul karena penderita mengonsumsi makanan/minuman yang tercemar bakteri TBC. Bakteri ini bisa menyebabkan gangguan seperti penyumbatan, penyempitan, bahkan membusuknya usus. Ciri penderita TBC usus antara lain anak sering muntah akibat penyempitan usus hingga menyumbat saluran cerna. Mendiagnosis TBC usus tidaklah mudah karena gejalanya hampir sama dengan penyakit lain. Ciri lainnya tergantung bagian mana dan seberapa luas bakteri itu merusak usus. Demikian juga dengan pengobatannya. Jika
ada bagian usus yang membusuk, dokter akan membuang bagian usus itu lalu menyambungnya dengan bagian usus lain. 3)
Otak Bakteri TBC juga bisa menyerang otak. Gejalanya hampir sama dengan orang yang terkena radang selaput otak, seperti panas tinggi, gangguan kesadaran, kejang-kejang, juga penyempitan sel-sel saraf di otak. Kalau sampai menyerang selaput otak, penderita harus menjalani perawatan yang lama. Sayangnya, gara-gara sel-sel sarafnya rusak, penderita tidak bisa kembali ke kondisi normal.
4)
Ginjal Bakteri TBC pun bisa merusak fungsi ginjal. Akibatnya, proses pembuangan racun tubuh akan terganggu. Selanjutnya bukan tidak mungkin bakal mengalami gagal ginjal. Gejala yang biasa terjadi antara lain mual-muntah, nafsu makan menurun, sakit kepala, lemah, dan sejenisnya. Gagal ginjal akut bisa sembuh sempurna dengan perawatan dan pengobatan yang tepat. Sedangkan gagal ginjal kronik sudah tidak dapat disembuhkan. Beberapa di antaranya harus menjalani cangkok ginjal.
7. Pemeriksaan Diagnostik Menurut Sudoyo, dkk (2009), pemeriksaan diagnostic yangdapat dilakukan pada klien dengan tuberculosis Paru, yaitu : a. Pemeriksaan radiologis (Photo Thorax) Lokasi lesi tuberculin umumnya di daerah apex paru (segmen apical lobus atas atau segmen apical lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberculosis endobronkial). Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas.Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat
maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal dengan tuberkuloma . Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis.lama-lama dinding menjadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat bayangan yang bergaris-garis.Pada klasifikasi bayangannya tambak sebagai bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru. Gambaran tuberculosis millier terlihat berupa bercak-bercak halus yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapang paru.Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberculosis paru adalah penebalan pleura
(pleuritis),
massa
cairan
dibagian
bawah
paru
(efusi
pleura/empiema), bayangan hitam radioulsen di pinggir paru/pleura (pnemothorax) Pada satu foto dada sering di dapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus (pada tuberculosis yang sudah lanjut) seperti infiltrate, garisgaris fibrotik, klasivikasi kavitas (non sklerotik/sklerotik) maupun atelektasis dan emfisema. b. Computed Tomography Scanning (CT-Scan) Pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih dan saat ini sudah banyak dipakai di rumah sakit rujukan adalah Computed Tomography Scanning (CT-Scan). Pemeriksaan ini lebih superior dibandingkan dengan radiologis biasa.Perbedaan densitas jaringan terlihat lebih jelas dan sayatan dapat dibuat transversal. c. Magnetic Resonsnce Imaging ( MRI ) Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT-Scan, tetapi dapat mengevalusai proses-proses dekat apek paru, tulang belakang, perbatasan dada perut.Sayatan dapat dibuat transversal, segital dan koronal.
d. Darah Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadangkadang meragukan, hasilnya tidak sensitive dan tidak spesifik. Pada saat tuberculosis baru mulai aktif akan didapatkan jumlah leukosit sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal.Laju endap darah mulai meningkat.Bila penyakit mulai sembuh jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi, laju endap darah mulai turun kearah normal lagi. e. Sputum (BTA) Kriteria
sputum
BTA
positif
adalah
bila
sekurang-kurangnya
ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 ml sputum. f. Tes tuberculin/ tes mantoux Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakan diagnosis tuberculosis terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai tes mantoux yakini dengan menyuntikan 0,1 cc tuberculin P.P.D (purified protein derivative). Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5 T.U dapat diberikan dulu 1 atau 2 T.U ( first strength). kadang-kadang bila dengan 5 T.U masih memberikan hasil negative, berarti tuberculosis dapat disingkirkan , umumnya tes mantoux dengan 5 T.U. Sudah cukup berarti. Tes tuberculin hanya menyatakan apakah seorang individu sedang atau pernah terserang Mycobacterium tuberculosis, mycobacterium bovis. Tes mantoux ini dapat dibagi kedalam beberapa kategori yaitu : 1) Indurasi 0-5 mm (diameternya ) mantoux negative = golongan non sensitivity.
2) Indurasi 6-9 mm: hasil meragukan = golongan low grade sensitivity. Disini peran antibody normal masih menonjol. 3) Indurasi 10-15 mm: mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity disini peran antibody selular paling menonjol. 8. Terapi Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan. Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH. Cara kerja, potensi dan dosis OAT utama dapat dilihat pada tabel berikut: Rekomendasi Dosis (mg/kg Obat Anti TB Esensial
Aksi
Potensi
BB) Per
Per Minggu
Hari
3x
2x
Isoniazid (H)
Bakterisidal
Tinggi
5
10
15
Rifampisin (R)
Bakterisidal
Tinggi
10
10
10
Pirasinamid (Z)
Bakterisidal
Rendah
25
35
50
Streptomisin (S)
Bakterisidal
Rendah
15
15
15
Etambutol (E)
Bakteriostatik
Rendah
15
30
45
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai
Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu: 1) Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam penanggulangan TB. 2) Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut. 3) Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari. 4) Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup. 5) Pencatatan dan pelaporan yang baku. 2.2.2 Active Cycle of Breathing Technique (ACBT) Active Cycle of Breathing Technique (ACBT) adalah salah satu tehnik untuk membersihkan saluran pernapasan akibat sputum sehingga saluran napas akan bersih dan pasien dapat bernapas lebih nyaman. Indikasi untuk dilakukan tehnik ini yaitu pasien tirah baring lama, penyakit paru akut atau kronis, nyeri pada area thorax dan abdomen post pembedahan atau trauma, obstruksi jalan napas akibat bronkospasme, penyakit CNS yang mengarah pada kelemahan otot, dan abnormalitas orthopedic yang mempengaruhi fungsi respirasi seperti skoliosis dan kifosis. Prosedur Pelaksanaan Active Cycle of Breathing Technique (ACBT) adalah : 1. Tahap pra interaksi a. Mengecek program terapi b. Mencuci tangan 2. Tahap Orientasi a. Memberikan salam dan menyapa nama pasien b. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan c. Menyanyakan persetujuan dan kesiapan pasien 3. Tahapan Siklus
a. Breathing control Pasien diposisikan duduk rileks diatas tempat tidur atau di kursi, kemudian dibimbing untuk melakukan inspirasi dan ekspirasi secara teratur dan tenang, yang diulang sebanyak 3-5 kali oleh pasien. Tangan Terapis diletakkan pada bagian belakang toraks pasien untuk merasakan pergerakan yang naik turun selama pasien bernapas. b. Thoracic Expansion Exercise Masih dalam posisi duduk yang sama, pasien kemudian dibimbing untuk menarik napas dalam secara perlahan lalu menghembuskannya secara perlahan hingga udara dalam paru-paru terasa kosong. Langkah ini diulangi sebanyak 3-5 kali oleh pasien, jika pasien merasa napasnya lebih ringan, pasien dibimbing untuk mengulangi kembali dari kontrol pernapasan awal. c. Forced Expiration Technique Setelah melakukan dua langkah diatas, selanjutnya pasien diminta untuk mengambil napas dalam secukupnya lalu mengkontraksikan otot perutnya untuk menekan napas saat ekspirasi dan menjaga agar mulut serta tenggorokan tetap terbuka. Huffing dilakukan sebanyak 2-3 kali dengan cara yang sama, lalu ditutup dengan batuk efektif untuk mengeluarkan sputum. Bila ketiga langkah diatas telah dilakukan oleh pasien, selanjutnya terapis membimbing pasien untuk merilekskan otot-otot pernapasannya dengan tetap melakukan kontrol pernapasan dan kemudian mengulangi siklus tersebut 3 hingga 5 siklus atau sampai pasien merasa dadanya telah bersih dari sputum.
Gambar 2.1 The cycle (Association of Chartered Physiotherapists in Respiratory Care, 2011) 4. Tahapan Terminasi a.
Melakukan evaluasi tindakan
b. Berpamitan dengan pasien c. Mencuci tangan d. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan perkembangan
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil
Author /Penulis
Judul
Metode
Hasil
Source
Titih Huriah; Pengaruh Dwi Wulandari Active Cycle Ningtias, 2017 of Breathing terhadap Peningkatan nilai VEP1, Jumlah Sputum, dan Mobilisasi Sangkar Thoraks Pasien PPOK
Quasi experiment dengan rancangan pre-post test with control group design
Google Cendekia http://journal.u my.ac.id/index .php/ijnp/articl e/view/3437
Charity et al, Pulmonary 2015 Function Responses to Active Cycle Breathing Techniques in Heart Failure Patients at the University Teaching
This reasearch used prospective cohort study
ACBT memberikan pengaruh yang bermakna terhadap jumlah sputum dan ekspansi toraks pada kelompok intervensi dari pada kelompok kontrol dengan nilai p = 0,026 untuk jumlah sputum dan p = 0,004 untuk ekspansi toraks, sedangkan pada nilai VEP1, ACBT tidak memberikan pengaruh yang bermakna dengan nilai p = 0,058. Active Cycle of Breathing Technique (ACBT) efektif dalam membantu pengeluaran sputum dan meningkatkan ekspansi toraks pasien PPOK, tetapi kurang efektif dalam meningkatkan nilai VEP1. ACBT exercise facilitate modest increases in ventilatory function but significantly improve HF related symptoms, greatly improving the quality of life in heart failure patients
Google Cendekia
Senthil 2015
et
Tintin dkk
Hospital (UTH), Lusaka, Zambia al, Effectiveness of active cycle of breathing techniques (ACBT) versus ACBT with Acapella on airway clearance in Bronchiectasis Active Cycle of Breathing menurunkan keluhan Sesak Napas Penderita Tuberkulosis Paru
A pre post Acapella can be used as Google xperimental an adjunctive exercise Cendekia study design program along with ACBT to improve airway clearance and breathing
Quasy experimental purposive sampling pre post test design
Teknik pernapasan active cycle of breathing mampu menurunkan respiratory rate (RR)
Google Cendekia https://e journal.unair.a c.id/JNERS/art icle/view/4954
3.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian menurut Titih Huriah & Dwi Wulandari Ningtias, 2017 bahwa hasil analisa data yang diperoleh dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Active Cycle of Breathing Technique (ACBT) mampu membantu meningkatkan nilai ekspansi toraks dan mengatasi masalah kesulitan untuk mengeluarkan sputum pada pasien PPOK di Rumah Sakit Paru Respira Yogyakarta. Breathing exercise yang menjadi salah satu bagian dari ACBT ini didesain untuk melatih otot-otot pernapasan dan mengembalikan destribusi ventilasi, membantu mengurangi kerja otot pernapasan dan membetulkan pertukaran gas serta oksigen yang menurun. Breathing exercisa dan thoracic expansion bertujuan untuk meningkatkan fungsi paru dan menambah jumlah udara yang dapat dipompakan oleh paru sehingga dapat menjaga kinerja otot-otot
bantu pernapasan dan dapat menjaga serta meningkatkan ekspansi sangkar thoraks. Berdasarkan hasil penelitian menurut Tintin Sukartin, Sriyono, dan Iwan Widia Sasmita bahwa terdapat perbedaan hasil post respiratory rate (RR) yang signifikan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan hasil uji statistik Independent t-test (p=0,008). Pada kelompok perlakuan terjadi penurunan nilai rata-rata RR dari 28,86 menjadi 24,86. Dengan menggunakan uji paired t-test diperoleh hasil dengan nilai signifikansi p=0,002 yang berarti terdapat perbedaan antara pre dan post. Pada kelompok kontrol nilai rata-rata tidak menunjukkan perbedaan yang besar yaitu dari 27,43 menjadi 27,14 dengan hasil uji statistik paired t-test (p=0,356) yang berarti tidak terdapat perbedaan pre dan post terhadap RR kelompok kontrol. Teknik pernapasan active cycle of breathing mampu menurunkan respiratory rate (RR) karena terjadi peningkatan elastisitas dan compliance paru yang pada akhirnya meningkatkan ventilasi paru, dimana pengeluaran CO2 dan O2 meningkat. Penurunan keluhan sesak dicapai dengan latihan nafas active cycle of breathing . Hal ini terjadi pengeluaran mukus dari saluran pernapasan serta peningkatan O2. 3.3 Implikasi Keperawatan
Temuan dalam peelitian ini memiliki beberapa implikasi bagi Perawat dan Pasien 3.3.1
Bagi Perawat ACBT
dapat
profesionalisme mengembangkan
diterapkan pemberi bentuk
sebagai
asuhan pelayanan
evidance
keperawatan
based bagi
nonfarmakologis
practice
dalam
masyarakat,
untuk
sebagai
salah
satu
intervensi keperawatan dalam mengatasi masalah pada pasien TB Paru. 3.3.2
Bagi Pasien ACBT ini bisa dijadikan pola hidup pasien, untuk mengurangi akumulasi
sputum dalam saluran pernapasan, mengurangi sesak napas, dan meningkatkan mobilisasi sangkar thoraks sehingga kebutuhan oksigen terpenuhi.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari 4 jurnal yang diambil untuk analisis didapatkan bahwa ada Pengaruh Active Cycle of Breathing Technique (ACBT) terhadap Penurunan Sesak Napas pada Pasien TB Paru 4.2 Saran 4.2.1
Bagi Perawat
Diharapkan literatur review ini khususnya bagi perawat dapat diterapkan sebagai slah satu intervensi dalam menangangi masalah sesak napas pada pasien TB Paru 4.2.2
Bagi Pasien
Diharapkan literatur review ini dapat dijadikan pola hidup pasien untuk mengurangi sputum pada saluran pernapasan agar pasien tidak merasakan sesak napas
DAFTAR PUSTAKA
Amin, & Zulkifli. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: FKUI. Aru, S., Setyohadi, Alwi, Simadibrata, & Setiati. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Interna Publishing. Association of Chartered Physiotherapists in Respiratory Care. (2011). Retrieved from www.acprc.org.uk: www.acprc.org.uk Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Jakarta . Syaifuddin. (2011). Anatomi Fisiologi : Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk Keperawatan & Kebidanan, Edisi 4. Jakarta: EGC. Widoyono. (2011). Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya Edisi 2. Jakarta: Erlangga.