BAB I PENDAHULUAN
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut dan pergelangan kaki paling sering terkena. Osteoartritis merupakan penyakit sendi yang paling banyak di jumpai dan prevalensinya semakin meningkat dengan bertambahnya usia. Prevalensi OA lutut radiologis di Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai 15,5% pada pria, dan 12,7% pada wanita. Pasien OA biasanya mengeluh nyeri pada waktu melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan pada sendi s endi yang terkena. te rkena. Pada derajat yang lebih berat nyeri dapat dirasakan terus menerus sehingga sangat mengganggu mobilitas pasien. Karena prevalensi yang cukup tinggi dan dan sifatnya yang kronik-progresif, OA mempunyai dampak sosioekonomik yang besar, baik di negara maju maupun negara berkembang. 1,2 Perlu dipahami penyebab nyeri yang terjadi pada OA bersifat multifaktorial. Nyeri dapat bersumber dari regangan serabut saraf periosteum, hipertensi intra-osseus, regangan kapsul
sendi,
hipertensi
intra-artikular,
regangan
ligament,
mikrofraktur
tulang
subkondral, entesopati, bursitis, dan spasme otot. 2 Terapi OA pada umumnya bersifat simptomatik, misalnya dengan pengendalian faktor-faktor risiko, latihan, intervensi fisioterapi, dan terapi farmakologis, pada OA fase lanjut sering diperlukan pembedahan. Untuk membantu mengurangi keluhan nyeri pada OA, biasanya digunakan analgetik atau obat anti-inflamasi non steroid (OAINS). Karena keluhan nyeri pada OA yang kronik dan progresif, penggunaan OAINS biasanya berlangsung lama, sehingga tidak jarang menimbulkan masalah. Dengan demikian penting dipahami, bahwa walaupun belum ada obat yang menyembuhkan OA saat ini, namun terdapat berbagai cara untuk mengurangi nyeri dengan memperhatikan kemungkinan sumber nyerinya, memperbaiki mobilitas dan kualitas hidup. 1,2
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Osteoartritis Osteoartritis
Osteoarthritis merupakan gangguan pada sendi yang ditandai dengan perubahan patologis pada struktur sendi tersebut yaitu berupa degenerasi tulang rawan/kartilago hialin. Hal tersebut disertai dengan peningkatan ketebalan dan sklerosis dari subchondral yang bisa disebabkan oleh pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, peregangan kapsul artikular, synovitis ringan pada persendian, dan lemahnya otot-otot yang menghubungkan persendian.3,4
2.2 Etiologi
Berdasarkan patogenesisnya OA dibedakan menjadi dua, yaitu OA primer dan OA sekunder. Osteoartritis primer disebut juga OA idiopatik yaitu OA yang kausanya tidak diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi. OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi (reumatoid arthritis, dan atropati psoriasis dan atritis septik), metabolik (acromegali, haemakromatosis, kondrokalsinosis), pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro/trauma (fraktur sendi, osteonekrosis, operasi sendi), anatomi (tergelincir epifisis femoralis, dislokasi kongenital, pinggul, kaki ketidaksetaraan panjang, sindrom hipermobilitas nekrosis, avascular) dan imobilisasi yang terlalu lama. Osteoartritis primer lebih sering ditemukan dibanding OA sekunder. 2 2.3 Epidemiologi
Progresifitas dari OA biasanya berjalan perlahan-lahan, terjadi dalam beberapa tahun atau bahkan dekade. Nyeri yang timbul biasanya menjadi sumber morbiditas awal dan utama pada pasien dengan OA. Pasien dapat secara progresif menjadi semakin tidak aktif beraktivitas, membawa kepada morbiditas karena berkurangnya aktivitas fisik (termasuk penurunan berat yang bermakna). Prevalensi OA berbeda-beda pada berbagai ras. OA lutut lebih banyak terjadi pada wanita Afrika Amerika dibandingan dengan ras yang lainnya. Terdapat kecenderungan bahwa kemungkinan terkena OA akan meningkat seiring dengan pertambahan usia. Penyakit ini biasanya sebanding jumlah kejadiannya pada pria dan wanita pada usia 45-55 tahun. Setelah usia 55 tahun, cenderung lebih
2
banyak terjadi pada wanita. Sendi distal interfalangeal dan dan proksimal interfalangeal seringkali terserang sehingga tampak gambaran Heberden dan Bouchard nodes, yang banyak ditemui pada wanita.5
2.4 Patofisiologi
Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari suatu proses penuaan yang tidak dapat dihindari. Para pakar yang meneliti penyakit ini sekarang berpendapat bahwa OA ternyata merupakan penyakit gangguan homeostasis dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum jelas diketahui. Osteoartritis ditandai dengan fase hipertrofi kartilago yang berhubungan dengan suatu peningkatan terbatas dari sintesis matriks makromolekul oleh khondrosit sebagai kompensasi perbaikan (repair (repair ). ). Osteoartritis terjadi sebagai hasil kombinasi antara degradasi rawan sendi, remodelling tulang remodelling tulang dan inflamasi cairan sendi. 1 Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses peningkatan aktivitas fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan terjadinya penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral yang menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan subkondral tersebut. Ini mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi seperti prostaglandin dan interleukin yang selanjutnya menimbulkan bone angina lewat subkondral yang diketahui mengandung ujung saraf sensibel yang dapat menghantarkan rasa sakit. Penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari dilepasnya mediator kimiawi seperti kinin dan prostaglandin yang menyebabkan radang sendi, peregangan tendon atau ligamentum serta spasmus otot-otot ekstraartikuler akibat kerja yang berlebihan. Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena intrameduler akibat stasis vena intrameduler karena proses remodelling pada trabekula dan subkondral. 1 Peran makrofag di dalam cairan sendi juga penting, yaitu apabila dirangsang oleh jejas mekanis, material asing hasil nekrosis jaringan atau CSFs, akan memproduksi sitokin aktivator plasminogen (PA) yang disebut katabolin. Sitokin tersebut adalah IL-1, IL-6, TNF α dan β, dan interferon (IFN) α dan . Interleukin-1 mempunyai efek multiple pada sel cairan sendi, yaitu meningkatkan sintesis enzim yang mendegradasi rawan sendi yaitu stromelisin dan kolagenosa, menghambat proses sintesis dan perbaikan normal khondrosit.1
3
Faktor pertumbuhan dan sitokin mempunyai pengaruh yang berlawanan dengan perkembangan OA. Sitokin cenderung merangsang degradasi komponen matriks rawan sendi, sebaliknya faktor pertumbuhan merangsang sintesis, padahal IGF-1 pasien OA lebih rendah dibandingkan individu normal pada umur yang sama. Percobaan pada kelinci membuktikan bahwa puncak aktivitas sintesis terjadi setelah 10 hari perangsangan dan kembali normal setelah 3-4 minggu.1
2.5 Klasifikasi
Ada lebih dari satu klasifikasi artritis. Dua dari yang umum adalah sistem Kellgren - Lawrence Grading dan Outerbridge. Sistem Kellgren dan Lawrence didasarkan pada xrays dan terdiri dari Normal, Grade I, Grade II, Grade III dan Grade IV. Hal ini berdasarkan dari ada tidaknya ciri khas dari osteoarthritis, yaitu; Joint space narrowing bone terlihat pada rontgen tapi ligamen tulang rawan yang mencakupnya tidak. Persendian normal tampak memiliki ruang antar tulang. Setiap penurunan ruang menandakan menandakan penipisan tulang rawan penutup. penutup. Osteophytes - proyeksi dari tulang kecil yang terbentuk di sekeliling persendian. Dianggap sebagai akibat dari tubuh yang mencoba untuk meningkatkan luas permukaan persendian untuk mengurangi tekanan. Osteophytes inilah yang menyebabkan terbatasnya rentang gerak dan dapat menyebabkan rasa sakit. Sclerosis – yang berarti 'pengerasan' dan merupakan tanda osteoarthritis, yang terlihat sebagai peningkatan daerah putih di tulang pada persendian
4
Grade I : penyempitan ruang sendi, bisa terdapat osteophytes
Grade II: terlihat ada osteophytes oste ophytes yang kecil ,bisa terdapat penyempitan
Grade III: osteophyte berukuran sedang dan multiple, penyempitan ruang sendi, beberapa sclerotic area, bisa terdapat deformasi tulang
Grade IV: osteophyte luas dan multiple, penyempitan ruang sendi yang parah, sclerosis dan terjadi deformitas
Klasifikasi Outerbridge juga menilai dari Grade 0-IV. Namun Namun lebih mengacu pada kondisi yang terlihat melalui athroskopi daripada dari rontgen
Grade 0 : Normal
Grade I : pelunakan dan pembengkakan pembengkakan dari persendian kartilago
Grade II : penebalan dari sebagian fissura sendi
Grade III: penebalan seluruhya dari fissura sendi
Grade IV: erosi keseluruhan kartilago sendi 3
2.6 Faktor-faktor Faktor-faktor risiko
1,5,6
a. Umur Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor ketuaan adalah yang terkuat. Prevalensi, dan beratnya osteoartritis semakin meningkat dengan bertambahnya umur. OA hampir tidak pernah pada anak-anak, jarang pada umur di bawah 40 tahun dan sering pada umur di atas 60 tahun Hal ini i ni disebabkan karena adanya hubungan antara umur dengan penurunan kekuatan kolagen dan proteoglikan pada kartilago sendi. b. Jenis kelamin Pada orang tua yang berumur lebih dari 55 tahun, prevalensi terkenanya osteoartritis pada wanita lebih tinggi dari pria. Usia kurang dari 45 tahun Osteoarthritis lebih sering terjadi pada pria dari wanita. Wanita lebih sering terkena OA lutut dan OA banyak sendi, dan lelaki lebih sering terkena OA paha, pergelangan tangan dan leher.
5
c. Suku bangsa Osteoartritis primer dapat menyerang semua ras meskipun terdapat perbedaan prevalensi pola terkenanya sendi pada osteoartritis. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaaan pada frekuensi pada kelainan kongenital dan pertumbuhan. d. Genetik Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis. Adanya mutasi dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur tulang rawan sendi seperti kolagen, proteoglikan berperan dalam timbulnya kecenderungan familial pada osteoartritis. e. Kegemukan dan penyakit metabolik Berat badan yang berlebih ternyata dapat meningkatkan tekanan mekanik pada sendi penahan beban tubuh, dan lebih sering menyebabkan osteoartritis lutut. Kegemukan ternyata tidak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang menanggung beban, tetapi juga dengan osteoartritis sendi lain, diduga terdapat faktor lain (metabolik) yang berperan pada timbulnya kaitan tersebut antara lain penyakit jantung koroner,diabetes melitus dan hipertensi. hipertensi. f. Cedera sendi (trauma), pekerjaan dan olah raga Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian suatu sendi yang terus-menerus, berkaitan dengan peningkatan resiko osteoartritis tertentu. Demikian juga cedera sendi dan oleh raga yang sering menimbulkan cedera sendi berkaitan resiko osteoartritis yang lebih tinggi. g. Kelainan pertumbuhan Kelainan kongenital dan pertumbuhan pahav(misalnya penyakit Perthex dan dislokasi kongenital paha) telah dikaitkan dengan timbulnya OA paha pada usia muda. h. Faktor-faktor lain Tingginya kepadatan tulang dikaitkan dapat meningkatkan risiko timbulnya OA. Hal ini mungkin timbul karena tulang yang lebih padat (keras) tak membantu mengurangi benturan beban yang diterima oleh tulang rawan sendi. Akibatnya tulang rawan sendi menjadi lebih mudah robek. Faktor ini diduga berperan pada lebih tingginya OA pada orang gemuk dan pelari (karena tulangnya lebih padat) dan kaitannya negatif antara osteoporosis dengan OA.
6
2.7 Sendi-sendi yang terkena
Adanya
predileksi
OA
pada
sendi-sendi
tertentu
(carpometacarpal
I,
metatasophalangeal I, sendi apofiseal tulang belakang, lutut, dan paha). Sebagai perbandingan OA siku, pergelangan tangan, genohumeral atau pergelangan kaki jarang sekali dan terutama terbatas pada orang tua. Salah satu teori mengatakan bahwa sendi-sendi yang sering terkena OA adalah sendi-sendi yang paling akhir mengalami perubahan-perubahan evolusi khususnya dalam kaitan dengan gerakan mencengkeram dan berdiri dua kaki. 1
1
2.8 Manifestasi Klinis
a. Hambatan pergerakan sendi Hambatan pergerakan sendi ini bersifat progresif
lambat, bertambah berat
secara perlahan sejalan dengan bertambahnya nyeri pada sendi.
7
b. Nyeri Sendi Merupakan keluhan utama yang sering kali membawa pasien data ng ke dokter. Nyeri biasanya bertambah bertamba h dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan tertentu menimbulkan rasa sakit yang berlebih dibanding gerakan lain. Nyeri juga dapat menjalar (radikulopati) misalnya pada osteoarthritis servikal dan lumbal. Claudicatio intermitten merupakan nyeri menjalar ke arah betis pada osteoartritis lumbal yang telah mengalami stenosis spinal. c.
Krepitasi Rasa gemeretak (seringkali sampai terdengar) yang terjadi pada sendi yang sakit.
d.
Pembesaran sendi Sendi yang mengalami osteoarthritis biasanya mengalami perubahan berupa perubahan bentuk dan penyempitan penyempitan pada celah sendi
e. Kaku Sendi Merupakan keluhan pada hampir semua penyakit sendi dan osteoartritis yang tidak
berat. Pada beberapa pasien, nyeri dan kaku sendi dapat timbul setelah
istirahat beberapa saat misalnya sehabis duduk lama atau bangun tidur. Berlawanan dengan penyakit inflamasi sendi seperti artritis rheumatoid, dimana pada artritis rheumatoid kekakuan sendi pada pagi hari berlangsung lebih dari 1 jam,maka pada osteoartritis kekakuan sendi jarang melebihi 30 menit. f. Pembengkakan Sendi Merupakan reaksi peradangan karena pengumpulan cairan dalam ruang sendi. Biasanya teraba panas tanpa adanya kemerahan. Pada sendi yang terkena akan terlihat deformitas yang disebabkan terbentuknya osteofit. Tanda-tanda adanya reaksi peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan) mungkin dijumpai pada osteoartritis karena adanya sinovitis. g. Perubahan Gaya Jalan Salah satu gejala yang menyusahkan pada pasien osteoartritis adalah adanya perubahan gaya jalan. Hampir pada semua pasien osteoartritis, pergelangan kaki, tumit, lutut atau panggulnya berkembang menjadi pincang. Gangguan berjalan dan gangguan fungsi sendi yang lain merupakan ancaman besar untuk kemandirian pasien lanjut usia.
8
2.9 Pemeriksaan Diagnosik
Diagnostik OA biasanya didasarkan pada gambaran klinis dan Radiolografis. diagnosis OA, ialah:
a. Gambaran klinis adalah:4 Osteoartritis sendi lutut: 1. Nyeri lutut, dan 2. Salah satu dari criteria berikut a. Usia > 50 tahun b. Kaku sendi < 30 menit c. Krepitasi + osteofit
Osteoartritis sendi tangan: 1. Nyeri tangan atau kaki, dan 2. Tiga dari 4 kriteria berikut: a. Pembesaran jaringan keras dari 2 atau lebih dari 10 sendi tangan tertentu (DIP II dan III kiri dan kanan, CMC I kiri dan kanan) b. Pembesaran jaringan keras dari 2 atau lebih sendi DIP c. Pembengkakan pada < 3 sindi MCP d. Deformitas pada minimal 1 dari 10 sendi tangan tertentu
Osteoartritis sendi pinggul 1. Nyeri pinggul, dan 2. Minimal 2 dari 3 kriteria berikut: a. LED < 20 mm/james b. Radiologi: terdapat osteofit pada femur atau asetabulum c. Radiologi: terdapat penyempitan celah sendi (superior, aksial, dan/atau medial) d. kecuali jika disertai infeksi lain. e. Cairan sendi dapat diambil dari sendi manapun yang bengkak dan tindakan ini dapat mengurangi rasa nyeri penderita. Pada osteoartritis, cairan sendi akan meningkat jumlahnya, berwarna kuning transparan, kental, terdapat gumpalan musin, jumlah leukosit kurang dari 2000/mm 3 dengan proporsi sel normal (25% PMN). Mungkin ditemukan kristal kalsium pirofosfat dan hidroksi-apatit
9
sebagai penyebab reaksi peradangan. Dapat juga ditemukan serpihan tulang rawan pada tingkat lanjut penyakit.
b. Pemeriksaan Laboratorium Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA, biasanya tidak banyak berguna. Pemeriksaan laboratorium akan membantu dalam mengidentifikasi penyebab pokok pada OA sekunder. Darah tepi (hemoglobin, leukosit, laju endap darah) dalam batas normal kecuali OA generalisata yang harus dibedakan dengan arthritis
10
peradangan. Pemeriksaan imunologi (ANA, faktor rhematoid dan komplemen) juga normal. Pada OA yang disertai peradangan, mungkin didapatkan penurunan viskositas, pleositosis ringan sampai sedang, peningkatan ringan sel peradangan (<8000/m) dan peningkatan protein. 1
c. Gambaran Radiologis Pada osteoarthritis gambaran radiologis ditemukan adanya:
Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada daerah yang menanggung beban)
Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral
Kista tulang
Osteofit pada pinggir sendi
Perubahan struktur anatomi sendi. 1
11
Keterangan : Gambar atas kiri : pandangan anteroposterior menunjukkan menyempitnya celah sendi (tanda panah). Gambar bawah kiri : pandangan lateral menunjukkan sklerosis yang ditandai terbentuknya osteofit (tanda panah) . Gambar atas kanan : menyempitnya celah sendi (tanda panah putih) menyebabkan destruksi padapada kartilago dan sunchondral (tanda panah terbuka) . Gambar bawah kanan : ditemukan kista subchondral (tanda panah)
Keterangan : Gambaran anteroposterior dari foto sinar-x di atas menunjukkan menyempitnya celah sendi dan sklerosis subchondral pada sendi metacarpal pertama (tanda panah putih). Pembentukan osteofit dengan pembengkakan jaringan lunak dan sklerosis subchondral dijumpai pada sendi interphalangeal distal kedua dan ketiga (tanda panah transparan)
12
Keterangan : Gambar atas : gambar pertama menunjukkan penyempitan celah sendi pada panggul (tanda panah putih), sklerosis subchondral (kepala panah putih), dan terbentuknya kista (kepala panah transparan). Gambar bawah : gambar kedua diambil 2 tahun setelah gambar pertama yang menunjukkan semakin menyempitnya celah sendi (tanda panah putih) dan sklerosis (kepala panah putih).
13
Keterangan : gambaran radiologis posteroanterior menunjukkan penyempitan ruang sendi interphalangeal, sklerosis subchondral, dan pembentukan osteofit (panah)
14
Keterangan : gambaran radiologis anteroposterior kaki menunjukkan menyempitnya celah sendi metatarsophalangeal pertama, sklerosis, dan pembentukan osteofit (panah).
Keterangan : gambaran radiologis anteroposterior lutut menunjukkan penyempitan ruang sendi, sklerosis, dan pembentukan osteofit (panah).
15
Sumber : Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis : Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology Variation. Radiology.. 248(3) : 737-747. Keterangan : (a) anteroposterior dan (b) kaki katak pinggul. Kedua gambar di atas menunjukkan penyempitan ruang superolateral sendi, sklerosis, kista subkondral, dan pembentukan osteofit (panah).
16
Keterangan : Rheumatoid arthritis dengan osteoartritis sekunder. Gambaran radiologis panggul anteroposterior menunjukkan penyempitan ruang sendi setiap sendi panggul. Perhatikan erosi (anak panah) dan osteofit (panah).
2.10 Diagnosa banding
4
-
Artritis rematoid
-
Arthritis gout
-
Artritis septic
-
Spondilitis ankilosa
2.11 Penatalaksanaan pada pasien dengan osteoarthritis
1,5,9
2.11.1 Nonfarmakologis: Nonfarmakologis:
Modifikasi pola hidup
Edukasi
Istirahat teratur yang bertujuan mengurangi penggunaan penggunaan beban pada sendi
Modifikasi aktivitas
17
Menurunkan berat badan
Rehabilitasi medik/ fisioterapi o
Latihan statis dan memperkuat otot-otot
o
Fisioterapi, yang berguna untuk mengurangi nyeri, menguatkan otot, dan menambah luas pergerakan sendi
Penggunaan alat bantu
2.11.2 Farmakologis: A. Sistemik
1. Analgetik - Non narkotik: parasetamol - Opioid (kodein, tramadol)
2. Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs) - Oral - injeksi - suppositoria
3. DMOADs (disease modifying OA drugs) Pada sebuah studi, telah ditetapkan bahwa sekelompok zat yang sebelumnya dikenal sebagai food supplement, berdasarkan berbagai penelitian yang telah dilakukan diakui sebagai nutraceutical atau disease modifying osteorthritis drugs. Bahan yang tergolong nutraceutical ini berfungsi memperbaiki metabolisme kartilago sendi apabila dipergunakan dalam jangka panjang ( 2-3 tahun). Disamping itu beberapa penelitian juga membuktikan bahwa obat ini bersifat anti inflamasi ringan dengan memperbaiki konstituen cairan sinovial. Diantara nutraceutical yang saat ini tersedia di Indonesia adalah Glucosamine sulfate dan Chondroitine sulfate. Karena tersedia dalam berbagai dosis dan kombinasi dengan vitamin C atau mineral, maka dianjurkan untuk mempelajari konstituen masing-masing sediaan.
B. Topikal
1. Krim rubefacients dan capsaicin.
18
Beberapa sediaan telah tersedia di Indonesia dengan cara kerja pada umumnya bersifat counter irritant.
2. Krim NSAIDs Selain zat berkhasiat yang terkandung didalamnya, perlu diperhatikan campuran yang dipergunakan untuk penetrasi kulit. Salah satu yang dapat digunakan adalah gel piroxicam, dan sodium diclofenac.
C. Injeksi intraartikula i ntraartikular/intra r/intra lesi
Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan pilihan utama dalam penanganan osteoartritis. Diperlukan kehati-hatian dan selektifitas dalam penggunaan modalitas terapi ini, mengingat efek merugikan baik yang bersifat lokal maupun sistemik. Pada dasarnya ada 2 indikasi suntikan intra artikular yakni penanganan simtomatik dengan steroid, dan viskosuplementasi dengan hyaluronan untuk modifikasi perjalanan penyakit. Dengan pertimbangan ini yang sebaiknya melakukan tindakan, adalah dokter yang telah melalui pendidikan tambahan dalam bidang reumatologi. 1. Steroid: ( triamsinolone hexacetonide dan methyl prednisolone ) Hanya diberikan jika ada satu atau dua sendi yang mengalami nyeri dan inflamasi yang kurang responsif terhadap pemberian NSAIDs, tak dapat mentolerir NSAIDs atau ada komorbiditas yang merupakan kontra indikasi terhadap pemberian NSAIDs. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar untuk menghindari penyulit yang timbul. Sebagian besar literatur tidak menganjurkan dilakukan penyuntikan lebih dari sekali dalam kurun 3 bulan atau setahun 3 kali terutama untuk sendi besar penyangga tubuh. Dosis untuk sendi besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi, sedangkan untuk sendisendi kecil biasanya digunakan dosis 10 mg.
2. Hyaluronan: high molecular weight dan low m olecular weight Di Indonesia terdapat 3 sediaan injeksi Hyaluronan. Penyuntikan intra artikular biasanya untuk sendi lutut l utut (paling sering), sendi bahu dan koksa. Diberikan berturut-turut 5 sampai 6 kali dengan interval satu minggu masing-masing 2 sampai 2,5 ml Hyaluronan. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar. Kalau tidak dapat timbul berbagai penyulit seperti artritis septik, nekrosis jaringan dan abses steril. steri l. Perlu diperhatikan faktor
19
alergi terhadap unsur/bahan dasar hyaluronan misalnya harus dicari riwayat alergi terhadap telur. (ada 3 sediaan di Indonesia diantaran ya adalah Hyalgan adalah Hyalgan,, dan Osflex.) Osflex.)
D. Pembedahan
Sebelum diputuskan untuk terapi pembedahan, harus dipertimbangkan terlebih dahulu risiko dan keuntungannya. Pertimbangan dilakukan tindakan operatif bila : 1. Deformitas menimbulkan gangguan mobilisasi 2. Nyeri yang tidak dapat teratasi dengan penganan medikamentosa dan rehabilitatif
Ada 2 tipe terapi pembedahan : Realignment osteotomi dan replacement joint 1. Realignment osteotomi Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong tulang dan merubah sudut dari weightbearing. Tujuan : Membuat karilago sendi yang sehat menopang sebagian besar berat tubuh. Dapat pula dikombinasikan dengan ligamen atau meniscus repair.
2. Arthroplasty Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan permukaan sendi yang baru ditanam. Permukaan penunjang biasanya terbuat dari logam yang berada dalam highdensity polyethylene.
Macam-macam operasi sendi lutut untuk osteoarthritis : a) Partial replacement/unicompartemental b) High tibial osteotmy : orang muda muda c) Patella &condyle resurfacing d) Minimally constrained total replacement : stabilitas sendi dilakukan sebagian oleh ligament asli dan sebagian oleh sendi buatan. e) Cinstrained joint : fixed hinges : dipakai bila ada tulang hilang&severe instability. 7
Indikasi dilakukan total knee replacement apabila didapatkan nyeri, deformitas, instability akibat dari Rheumatoid atau osteoarthritis. Sedangankan kontraindikasi meliputi non fungsi otot ektensor, adanya neuromuscular dysfunction, Infeksi, Neuropathic Infeksi, Neuropathic Joint, Prior Surgical fusion. fusion.
20
21
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN 3.1
Kesimpulan
Osteoartritis adalah sekelompok penyakit dengan etiologi yang berbeda beda, namun mengakibatkan kelainan biologis, morfologis dan gambaran klinis yang sama. Proses penyakitnya tidak hanya mengenai rawan sendi namun juga mengenai seluruh sendi, termasuk tulang subkondral, ligamentum, kapsul dan jaringan synovial serta jaringan ikat particular.
Berdasarkan patogenesisnya osteoartritis dibedakan menjadi dua bagian: o
Osteoartritis primer.
o
Osteoartritis sekunder
Ketepatan diagnosis akan mempengaruhi pilihan obat guna keberhasilan terapi dalam mengurangi nyeri osteoarthritis dan komplikasi yang ditimbulkan.
Tujuan
penatalaksanaan
pasien
dengan
osteoarthritis
adalah
mengoptimalkan fungsi sendi, mengurangi ketergantungan kepada orang lain dan dan meningkatkan kualitas hidup hidup dan
menghambat progresivitas
penyakit
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. Osteoartritis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia; 2007. p.1195-1202. 2. Nasution AR, Sumariyono. Introduction Reumatologi In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia; 2007. p.1071-1081. 3. Fauci, Anthony S, et al. 2012. Osteoarthritis. In: In : Harrison’s Principles Of Internal Medicine Eighteenth Edition. The McGraw-Hill Companies 4. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Osteoartritis. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2009. hal 131-132 5. Lozada, Carlos J. 2009. Osteoarthritis. Diakses 8 Februari 2013. URL: http://emedicine.medscape.com. 6.
Clinical Practice Guidelines On The Management Of Osteoarthritis. 2002. Diakses 8 Februari 2013. URL: http://www.acadmed.org
7. Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis : Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology Variation. Radiology.. 248(3) : 737-747. 8. LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic Assessment of Osteoarthritis. American Osteoarthritis. American Family Physician. Physician. 64 (2) : 279-286 9. Hoaglund, FT. 2001. Primary Osteoarthritis of the Hip: Etiology and Epidemiology. Epidemiology. Journal of The American Academy of Orthopedic Surgeon 9:320-327.
23