12
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sindrom cushing adalah kumpulan keadaan klinis yang diakibatkan oleh efek metabolik dari kadar glukokortikoid atau kortisol yang meningkat dalam darah. Nama penyakit ini diambil dari Harvey Cushing seorang ahli bedah yang pertama kali mengidentifikasi penyakit ini pada tahun 1912. Sindrom cushing terjadi akibat kelebihan glukokortikosteroid. Sangat sering terjadi akibat pemberian kortikosteroid terapeutik. (Gleadle, 2003)
Kumpulan gejala klinis yang ditemukan yaitu hipertensi, striae, osteoporosis, hiperglikemia, moon face, buffalo hump (penumpukan lemak di area leher, dan lain sebagainya. Gejala klinis yang ditemukan sangat mudah berpengaruh terhadap perkembangan penyakit selanjutnya atau risiko komplikasinya.
Prevalensi sindroma cushing ini pada laki-laki sebesar 1:30.000 dan pada perempuan 1: 10.000. Angka kematian ibu yang tinggi pada sindrom cushing desebabkan oleh hipertensi berat sebesar 67%, diabetes gestasional sebesar 30%. Kematian ibu telah dilaporkan sebanyak 3 kasus dari 65 kehamilan dengan sindrom cushing. (Hernaningsih dan Soehita, 2005)
Oleh karena itu, untuk mencegah angka kematian khususnya ibu pasca melahirkan dengan sindrom cushing yang semakin bertambah kami mencoba untuk menyusun asuhan keperawatan penyakit sindrom cushing. Kami akan menyusun asuhan keperawatan penyakit sindrom chusing secara umum yang baik.
Rumusan Masalah
Apa definisi dari sindrom cushing?
Apasaja etiologi dari sindrom cushing?
Apa manifestasi klinis dari sindrom cushing?
Bagaimana patofisiologi dari sindrom cushing?
Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan sindrom cushing?
Bagaimana penatalaksanaan klien dengan sindrom cushing?
Komplikasi apa yang dapat terjadi pada sindrom cushing?
Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan sindrom cushing?
Tujuan
Tujuan umum
Mampu menjelaskan konsep patologis penyakit sindrom cushing dan menyusun asuhan keperawatan pada klien yang mengalami sindrom cushing
Tujuan khusus
Dapat mengetahui konsep anatomi dari kelenjar adrenal
Dapat mengetahui proses terjadinya dari sindrom cushing
Mampu mengidentifikasi tanda dan gejala sindrom cushing
Mampu memahami masalah keperawatan yang sedang terjadi pada klien dengan sindrom cushing
Dapat merumuskan asuhan keperawatan dari sindrom cushing
Manfaat
Bagi mahasiswa
Makalah ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan bacaan oleh mahasiswa khususnya keperawatan sebagai informasi mengenai konsep penyakit sindrom cushing dan penyusunan asuhan keperawatan pada klien dengan sindrom cushing yang tepatsehingga dapat meminimalisir angka kejadian cushing sindrom.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi fisiologi Kelenjar adrenal
Sumber:http://m.medicastore.com
Kelenjar adrenal terletak di kutub atas kedua ginjal. Kelenjar adrenal juga disebut sebagai kelenjar suprarenalis karena letaknya yang ada di atas ginjal. Selain itu kelenjar adrenal juga disebut kelenjar anak ginjal karena lokasinya yang menempel pada ginjal.
Kelenjar adrenal tersusun dari dua lapis yaitu korteks dan medulla. Korteks adrenal esensial untuk bertahan hidup. Kehilangan hormon adrenokortikal dapat menyebabkan kematian. Korteks adrenal mensintesis tiga kelas hormon steroid yaitu mineralokortikoid, glukokortikoid, dan androgen. (Hotma, 1999)
Hormon mineralokortikoid pada manusia yang utama adalah aldosteron dibentuk di zona glomerulosa. Hormon ini mengatur keseimbangan elektrolit dengan meningkatkan retensi natrium dan ekskresi kalium. Aktivitas fisiologik ini selanjutnya membantu dan mempertahankan tekanan darah normal dan curah jantung.
Hormon glukokortikoid pada manusia yang utama adalah kortisol dibentuk di zona fasikulata. Kortisol memiliki efek pada tubuh seperti metabolisme glukosa yaitu glukoneogenesis yang meningkatkan kadar glukosa darah, metabolisme protein, keseimbangan cairan dan elektrolit, inflamasi dan imunitas.
Korteks adrenal mensekresi sejumlah kecil steroid seks dari zona retikularis. Adrenal mensekresi sedikit androgen dan esterogen.
Hormon glukokortikoid (kortisol)
Kortisol adalah glukokortikoid utama dihasilkan oleh zona fasikulata (ZF) dan zona reticularis (ZR) bagian dalam yang dirangsang oleh ACTH (adenokortikotropik hormon). Sekresi kortisol memiliki pola tertinggi ketika bangun tidur (pagi) dan terendah pada waktu tidur (malam atau bed time). Sekresi kortisol mencapai puncaknya antara pukul 06.00 sampai 08.00 WIB. Selain itu, produksi kortisol juga meningkat pada waktu latihan fisik karena penting untuk meningkatkan glukosa dan asam lemak bebas sebagai bahan pembentuk energi.
Jumlah kortisol normal pada jam 09.00 WIB sebesar 6-20 µg/dl, pada tengah malam kurang dari 8 µg/dl. Kortisol terikat erat dengan transkortin atau Cortisol-Binding Globulin (CBG) ± 75% dari jumlah kortisol seluruhnya. 15% terikat kurang erat dengan albumin, dan 10% dari jumlah kortisol seluruhnya memiliki efek metabolik.
Berikut beberapa efek metabolik kortisol, yaitu :
Protein : Proses katabolik sehingga meningkatkan glukoneogenesis
Lemak :Proses lipolisis sehingga pelepasan lemak bebas (FFA) meningkat dan menyebabkan deposisi lemak sentripetal (Buffalo Hump)
Karbohidrat :Penyerapan glukosa di otot dan lemak menurun, sekresi glukosa oleh hepar meningkat sehingga sel beta pankreas dapat dilemahkan (DM tersembunyi muncul).
Fungsi kortisol berlawanan dengan insulin yaitu menghambat sekresi insulin dan meningkatkan proses glukoneogenesis di Hepar. Sekresi kortisol juga dirangsang oleh beberapa faktor seperti trauma, infeksi, dan berbagai jenis stres. Kortisol akan menghambat proteksi dan efek dari berbagai mediator dari proses inflamasi dan imunitas seperti interleukin-6 (IL-6), Lymphokines, Prostaglandins, dan histamine
Produksi kortisol dibutuhkan untuk produksi Angiostensin-II yaitu efek unutk vasokontriksi dan vasotonus sehingga dapat membantu mempertahankan tonus pembuluh darah yang adekuat (adequate vascular tone). Tonus pembuluh darah yang adekuat untuk mengatur tonus arteriol dan memlihara tekanan darah. Glukokortikoid juga meningkatan sekresi air (renal free water clearance), ekskresi K+, retensi Na+ dan menekan penyerapan kalsium di tubulus renalis.
Mekanisme sekresi kortisol yaitu ketika kadar kortisol dalam darah menurun maka target cells yaitu kelenjar adrenal menstimulasi hipofisis untuk mensekresi ACTH, agar ACTH tersekresi maka perlu menstimulasi hipotalamus untuk sekresi ACRH.
ACRH Adrenocortico Releasing Hormon berperan mengontrol sintesa sekresi hormon hipofisis. TSH
Definisi Cushing Syndrome
Cushing sindrome adalah hiperaktivitas atau hiperfungsi kelenjar adrenal sehingga mengakibatkan hipersekresi hormon glukokortikoid (kortisol). Bentuk gangguan ini relatif jarang dijumpai.
Sindrom cushing adalah keadaan glukokortikoid yang tinggi dan mencakup kelebihan glukokortikoid yang disebabkan oleh pemberian terapeutik kortikosteroid.
Sindrom cushing merupakan pola khas obesitas yang disertai dengan hipertensi, akibat dari kadar kortisol darah yang tinggi secara abnormal karena hiperfungsi korteks adrenal. Sindromnya dapat tergantung kortikotropin (ACTH) ataupun tidak tergantung ACTH.
Etiologi Cushing Syndrome
Sindroma Cushing terjadi akibat adanya hormon kortisol yang sangat tinggi di dalam tubuh. Kortisol berperan dalam berbagai fungsi tubuh, misalnya dalam pengaturan tekanan darah, respon tubuh terhadap stress, dan metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak dalam makanan.
Sindroma Cushing dapat diakibatkan oleh penyebab di luar maupun di dalam tubuh. Penyebab sindroma Cushing dari luar tubuh yaitu sindroma chusing latrogenik yaitu akibat konsumsi obat kortikosteroid (seperti prednison) dosis tinggi dalam waktu lama. Obat ini memiliki efek yang sama seperti kortisol pada tubuh.
Penyebab sindroma Cushing dari dalam tubuh yaitu akibat produksi kortisol di dalam tubuh yang berlebihan. Hal ini terjadi akibat produksi yang berlebihan pada salah satu atau kedua kelenjar adrenal, atau produksi hormon ACTH (hormon yang mengatur produksi kortisol) yang berlebihan dari kelenjar hipofise. Hal ini dapat disebabkan oleh :
Hiperplasia adrenal yaitu jumlah sel adrenal yang bertambah. Sekitar 70-80% wanita lebih sering menderita sindroma chusing.
Tumor kelenjar hipofise, yaitu sebuah tumor jinak dari kelenjar hipofise yang menghasilkan ACTH dalam jumlah yang berlebihan, sehingga menstimulasi kelenjar adrenal untuk membuat kortisol lebih banyak.
Tumor ektopik yang menghasilkan hormon ACTH. Tumor ini jarang terjadi, dimana tumor terbentuk pada organ yang tidak memproduksi ACTH, kemudian tumor menghasilkan ACTH dalam jumlah berlebihan. Tumor ini bisa jinak atau ganas, dan biasanya ditemukan pada paru-paru seperti oat cell carcinoma dari paru dan tumor karsinoid dari paru, pankreas (tumor pankreas), kelenjar tiroid (karsinoma moduler tiroid), atau thymus (tumor thymus).
Gangguan primer kelenjar adrenal, dimana kelenjar adrenal memproduksi kortisol secara berlebihan diluar stimulus dari ACTH. Biasanya terjadi akibat adanya tumor jinak pada korteks adrenal (adenoma). Selain itu dapat juga tumor ganas pada kelenjar adrenal (adrenocortical carcinoma).
Sindrom chusing alkoholik yaitu produksi alkohol berlebih, dimana akohol mampu menaikkan kadar kortisol.
Pada bayi, sindrom cushing paling sering disebabkan oleh tumor adrenokorteks yang sedang berfungsi, biasanya karsinoma maligna tetapi kadang-kadang adenoma benigna.
Patofisiologi
Glukokortikoid meningkat karena berbagai faktor baik dari luar maupun dalam tubuh, seperti yang sudah dijelaskan pada poin etiologi chusing syndrome. Fungsi metabolik glukokortikoid atau kortisol yang stabil dipengaruhi oleh jumlah sekresi glukokortikoid atau kortisol. Kelebihan glukokortikoid dapat menyebabkan perubahan berbagai kondisi di dalam tubuh khususnya fungsi metabolik seperti dibawah ini:
Metabolisme protein
Efek katabolik dan antianabolik pada protein yang dimiliki glukokortikoid menyebabkan menurunnya kemampuan sel-sel pembentuk protein untuk mensistesis protein. Kortisol menekan pengangkutan asam amino ke sel otot dan mungkin juga ke sel ekstrahepatika seperti jaringan limfoid menyebabkan konsentrasi asam amino intrasel menurun sehingga sintesis protein juga menurun. Sintesis protein yang menurun memicu peningkatan terjadinya proses katabolisme protein yang sudah ada di dalam sel. Proses katabolisme protein ini dan proses kortisol memobilisasi asam amino dari jaringan ekstrahepatik akan menyebabkan tubuh kehilangan simpanan protein pada jaringan perifer seperti kulit, otot, pembuluh darah, dan tulang atau seluruh sel tubuh kecuali yang ada di hati. Oleh karena itu secara klinis dapat ditemukan kondisi kulit yang mengalami atropi dan mudah rusak, luka-luka sembuh dengan lambat. Ruptura serabut-serabut elastis pada kulit menyebabkan tanda regang pada kulit berwarna ungu (striae). Otot-otot mengalami atropi dan menjadi lemah. Penipisan dinding pembuluh darah dan melemahnya jaringan penyokong pembuluh darah menyebabkan mudah timbul luka memar. Matriks protein tulang menjadi rapuh dan menyebabkan osteoporosis, sehingga dapat dengan mudah terjadi fraktur patologis. Kehilangan asam amino terutama di otot mengakibatkan semakin banyak asam amino tersedia dalam plasma untuk masuk dalam proses glukoneogenesis di hati sehingga pembentukan glukosa meningkat.
Metabolisme karbohidrat
Efek kortisol terhadap metabolisme karbohidrat untuk merangsang glukoneogenesis yaitu pembentukan karbohidrat dari protein dan beberapa zat lain oleh hati. Seringkali kecepatan glukoneogenesis sebesar 6 sampai 10 kali lipat. Salah satu efek glukoneogenesis yang meningkat adalah jumlah penyimpanan glikogen dalam sel-sel hati yang juga meningkat.
Kortisol juga menyebabkan penurunan kecepatan pemakaian glukosa oleh kebanyakan sel tubuh. Glukokortikoid menekan proses oksidasi nikotinamid-adenin-dinukleotida (NADH) untuk membentuk NAD+. Karena NADH harus dioksidasi agar menimbulkan glikolisis, efek ini dapat berperan dalam mengurangi pemakaian glukosa sel.
Peningkatan kecepatan glukoneogenesis dan kecepatan pemakaian glukosa oleh sel berkurang dapat meningkatkan konsentrasi glukosa darah. Glukosa darah yang meningkat merangsang sekresi insulin. Peningkatan kadar plasma insulin ini menjadi tidak efektif dalam menjaga glukosa plasma seperti ketika kondisi normal. Tingginya kadar glukokortikoid menurunkan sensitivitas banyak jaringan, terutama otot rangka dan jaringan lemak, terhadap efek perangsangan insulin pada ambilan dan pemakaian glukosa.
Efek metabolik meningkatnya kortisol dapat menganggu kerja insulin pada sel-sel perifer, sebagai akibatnya penderita dapat mengalami hiperglikemia. Pada seseorang yang mempunyai kapasitas produksi insulin yang normal, maka efek dari glukokortikoid akan dilawan dengan meningkatkan sekresi insulin untuk meningkatkan toleransi glukosa. Sebaliknya penderita dengan kemampuan sekresi insulin yang menurun tidak mampu untuk mengkompensasi keadaan tersebut, dan menimbulkan manifestasi klinik DM.
Metabolisme lemak
α gliserofosfat yang berasal dari glukosa dibutuhkan untuk penyimpanan dan mempertahankan jumlah trigliserida dalam sel lemak. Jika α gliserofosfat tidak ada maka sel lemak akan melepaskan asam lemak. Asam lemak akan dimobilisasi oleh kortisol sehingga konsentrasi asam lemak bebas di plasma meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan pemakaian untuk energi dan penumpukan lemak berlebih sehingga obesitas. Distribusi jaringan adiposa terakumulasi didaerah sentral tubuh menimbulkan obesitas wajah bulan (moon face). Memadatnya fossa supraklavikulare dan tonjolan servikodorsal (punguk bison), Obesitas trunkus dengan ekstremitas atas dan bawah yang kurus akibat atropi otot memberikan penampilan klasik perupa penampilan Chusingoid.
Sistem kekebalan
Ada dua respon utama sistem kekebalan yaitu pembentukan antibodi humoral oleh sel-sel plasma dan limfosit B akibat ransangan antigen yang lainnya tergantung pada reaksi-reaksi yang diperantarai oleh limfosit T yang tersensitasi.
Pemberian dosis besar kortisol akan menyebabakan atrofi yang bermakna pada jaringan limfoid di seluruh tubuh. Hal ini akan mengurangi sekresi sel-sel T dan antibodi dari jaringan limfoid. Akibatnya tingkat kekebalan terhadap sebagian besar benda asing yang memasuki tubuh akan berkurang.
Glukokortikoid mengganggu pembentukan antibodi humoral dan menghambat pusat-pusat germinal limpa dan jaringan limpoid pada respon primer terhadap anti gen. Gangguan respon imunologik dapat terjadi pada setiap tingkatan berikut ini yaitu proses pengenalan antigen awal oleh sel-sel sistem monosit makrofag, Induksi dan proleferasi limfosit imunokompeten, produksi anti bodi, reaksi peradangan,dan menekan reaksi hipersensitifitas lambat.
Elektrolit
Glukokortikoid memiliki efek minimal pada kadar elektrolit serum. Glukokortikoid yang diberikan atau disekresikan secara berlebih akan menyebabkan retensi natrium dan pembuangan kalium sehingga menyebabkan edema, hipokalemia dan alkalosis metabolik.
Sekresi lambung
Sekeresi asam lambung dapat ditingkatkan sekresi asam hidroklorida dan pepsin dapat meningkat. Faktor-faktor protekitif mukosa dirubah oleh steroid dan faktor-faktor ini dapat mempermudah terjadinya tukak.
Fungsi otak
Perubahan psikologik terjadi karena kelebihan kortikosteroid, hal ini ditandai dengan oleh ketidak stabilan emosional, euforia, insomnia, dan episode depresi singkat.
Eritropoesis
Kortisol mengurangi jumlah eosinofil dan limfosit di dalam darah. Involusi jaringan limfosit, menyebabkan rangsangan untuk pelepasan neutrofil dan peningkatan eritropoiesis.
WOC
Faktor di dalam tubuhTumor ektopik Tumor kel. hipofisisGg. Primer kel. AdrenalHiperplasia AdrenalProduksi ACTH berlebihFaktor di luar tubuh
Faktor di dalam tubuh
Tumor ektopik
Tumor kel. hipofisis
Gg. Primer kel. Adrenal
Hiperplasia Adrenal
Produksi ACTH berlebih
Faktor di luar tubuh
Stres Farmakologi seperti kortikosteroidAlkoholik
Stres
Farmakologi seperti kortikosteroid
Alkoholik
Melepas CRH dan ACTH berlebihMenekan kemampuan aksis hipotalamus dan hipofisis
Melepas CRH dan ACTH berlebih
Menekan kemampuan aksis hipotalamus dan hipofisis
Korteks adrenal terus memproduksi glukokortikoidGlukokortikoid atau kortisol meningkat
Korteks adrenal terus memproduksi glukokortikoid
Glukokortikoid atau kortisol meningkat
Retensi natrium dan pembuangan kalium meningkatMetabolisme protein
Retensi natrium dan pembuangan kalium meningkat
Metabolisme protein
Sistem KekebalanMetabolisme LemakMetabolisme KH
Sistem Kekebalan
Metabolisme Lemak
Metabolisme KH
Menghambat respon sistem kekebalan tubuhα gliserofosfat dalam sel meMenekan proses oksidasi nikotinamid-adenin-dinukleotida (NADH)Menekan pengangkutan as.amino ke sel tokstrahepatikaEfek katabolik dan anabolik
Menghambat respon sistem kekebalan tubuh
α gliserofosfat dalam sel me
Menekan proses oksidasi nikotinamid-adenin-dinukleotida (NADH)
Menekan pengangkutan as.amino ke sel tokstrahepatika
Efek katabolik dan anabolik
Glukoneogenesis oleh hati me
Glukoneogenesis oleh hati me
Retensi Na +Penumpukan cairanHipokale-miaOedemaPembuang-an kalium
Retensi Na +
Penumpukan cairan
Hipokale-
mia
Oedema
Pembuang-an kalium
Menghambat pembentukan antibodi humoral, pusat germinal limpa dan jaringan limfoidAsam lemak di sel meKemampuan sel membentuk protein me
Menghambat pembentukan antibodi humoral, pusat germinal limpa dan jaringan limfoid
Asam lemak di sel me
Kemampuan sel membentuk protein me
Mobilisasi asam lemak oleh kortisolKonsentrasi as. Amino intrasel me
Mobilisasi asam lemak oleh kortisol
Konsentrasi as. Amino intrasel me
Asam lemak bebas di plasma meGlikolisis menurun
Asam lemak bebas di plasma me
Glikolisis menurun
Sintesis protein di sel me
Sintesis protein di sel me
Sekresi sel-sel T dan antibodi menurunPemakaian glukosa menurun
Sekresi sel-sel T dan antibodi menurun
Pemakaian glukosa menurun
MK. Kelebihan Volume CairanMK. Risiko tinggi infeksiPenumpukan lemak berlebihPenggunaan energi meGlukosa me
MK. Kelebihan Volume Cairan
MK. Risiko tinggi infeksi
Penumpukan lemak berlebih
Penggunaan energi me
Glukosa me
Katabolisme protein di sel me
Katabolisme protein di sel me
ObesitasSekresi insulin me
Obesitas
Sekresi insulin me
Distribusi jaringan adiposa terakumulasi di sentral tubuhFungsi insulin tidak adekuatKehilangan simpanan protein
Distribusi jaringan adiposa terakumulasi di sentral tubuh
Fungsi insulin tidak adekuat
Kehilangan simpanan protein
Cairan interstisial tertarik ke vaskularHiperglikemiTulang Otot
Cairan interstisial tertarik ke vaskular
Hiperglikemi
Tulang
Otot
Moon faceBufallo humpAtrofi
Moon face
Bufallo hump
Atrofi
Kadar oksigen rendahOsteoporosis, lemah
Kadar oksigen rendah
Osteoporosis, lemah
Lemah
Lemah
MK. Gg Citra tubuh Cairan dalam vaskular me Mudah luka dan rupturMK. Risiko tinggi cedera
MK. Gg Citra tubuh
Cairan dalam vaskular me
Mudah luka dan ruptur
MK. Risiko tinggi cedera
MK. Intoleransi aktivitas
MK. Intoleransi aktivitas
Luka sulit sembuhMK. Gg integritas kulit
Luka sulit sembuh
MK. Gg integritas kulit
Cairan dalam sel me
Cairan dalam sel me
As. Amino di plasma meKulit
As. Amino di plasma me
Kulit
Memicu hipotalamus untuk respon haus
Memicu hipotalamus untuk respon haus
Atrofi
Atrofi
glukoneogenesisStriaeKulit meregang
glukoneogenesis
Striae
Kulit meregang
Glukosa me
Glukosa me
Polydipsia
Polydipsia
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala sindrom cushing bervariasi, akan tetapi kebanyakan orang dengan gangguan tersebut memiliki obesitas tubuh bagian atas, wajah bulat, peningkatan lemak di sekitar leher, dan lengan yang relatif ramping dan kaki. Anak-anak cenderung untuk menjadi gemuk dengan tingkat pertumbuhan menjadi lambat.
Manifestasi klinis yang sering muncul pada penderita cushing syndrome antara lain :
Rambut tipis
Moon face
Penyembuhan luka buruk
Mudah memar karena adanya penipisan kulit
Petekie
Kuku rusak
Kegemukan dibagian perut
Kurus pada ekstremitas
Striae
Osteoporosis
Diabetes Melitus
Hipertensi
Neuropati perifer
Tanda-tanda umum dan gejala lainnya termasuk
Kelelahan yang sangat parah
Otot-otot yang lemah
Tekanan darah tinggi
Glukosa darah tinggi
Rasa haus dan buang air kecil yang berlebihan
Mudah marah, cemas, bahkan depresi
Punuk lemak (fatty hump) antara dua bahu
(National Endocrine and Metabolic Diseases Information Service, 2008)
Penatalaksanaan Chusing Syndrome
Penatalaksanaan Cushing Syndrome bergantung pada apa penyebab hormon kortisol yang diproduksi secara berlebihan. Penatalaksanaan dapat dilakukan secara pembedahan, radiasi, kemoterapi atau penggunaan obat untuk menghambat kortisol. Jika penyebabnya adalah penggunaan jangka panjang hormon glukokortikoid yang digunakan untuk mengobati gangguan lain, dokter secara bertahap akan mengurangi dosis hingga mencapai dosis terendah namun tetap cukup untuk mengendalikan gangguan itu. Setelah kontrol berhasil dilakukan, dosis harian hormon glukokortikoid dapat ditingkatkan dua kali lipat dan diberikan pada hari lain untuk mengurangi efek samping .
Hipofisis Adenoma
Pengobatan yang tersedia untuk penyakit Adenoma Hipofisis . Cara yang paling banyak digunakan adalah operasi pengangkatan tumor , yang dikenal sebagai transsphenoidal adenomectomy. Cara ini menggunakan mikroskop khusus dan instrumen yang sangat halus, ahli bedah akan mendekati kelenjar pituitari melalui lubang hidung atau pembukaan yang dibuat di bawah bibir atas. Tingkat keberhasilan atau penyembuhan dari prosedur ini lebih dari 80 persen bila dilakukan oleh seorang ahli bedah yang berpengalaman. Setelah operasi hipofisis, tingkat produksi ACTH dua tetes di bawah normal. Hal ini merupakan penurunan yang alami, namun untuk sementara klienakan diberi bentuk sintetis dari kortisol ( seperti hydrocortisone atau prednisone).
Pada klien yang mengalami gagal operasi transsphenoidal , dapat dilakukan metode radioterapi. Radiasi ke kelenjar pituitari diberikan selama 6. Hal ini memerlukan waktu beberapa bulan atau tahun sebelum klien merasa lebih baik. Namun demikian, kombinasi dari radiasi dan obat Mitotane (Lysodren) dapat membantu mempercepat pemulihan . Mitotane dapat menekan produksi kortisol dan menurunkan kadar hormon plasma dan urin. Tingkat keberhasilan dengan menggunakan pengobatan Mitotane mencapai 30 sampai 40 persen. Obat lain yang digunakan tanpa atau dengan kombinasi untuk mengontrol produksi kelebihan kortisol diantaranya aminoglutethimide , metyrapone , trilostane dan ketoconazole.
Ektopik ACTH Syndrome
Kelebihan produksi kortisol yang disebabkan oleh sindrom ACTH ektopik dapat disembuhkan dengan menghilangkan semua jaringan kanker yang mensekresi ACTH. Pilihan pengobatan kanker - operasi, radioterapi, kemoterapi, imunoterapi, atau kombinasi dari perawatan ini tergantung pada jenis kanker dan seberapa jauh tumor tersebut telah menyebar. Karena ACTH, tumor mensekresi ( misalnya, kanker paru-paru sel kecil) mungkin sangat kecil dan bahkan telah menyebar luas pada saat diagnosis, obat penghambat, seperti Mitotane, merupakan bagian penting dari pengobatan. Pada beberapa kasus, jika operasi hipofisis tidak berhasil, operasi pengangkatan kelenjar adrenal ( adrenalektomi bilateral ) dapat menggantikan cara pengobatan.
Tumor Adrenal
Pembedahan adalah pengobatan utama untuk tumor kanker dari kelenjar adrenal. Pada penyakit Primary Pigmented Micronodular Adrenal operasi pengangkatan kelenjar adrenal mungkin diperlukan.
Pemeriksaan diagnostik dan Penunjang
Pada pemeriksaan diagnostik dapat dilakukan dengan uji laboratorium dengan memeriksa hormon metabolik, sel darah dan glukosa.
Pemeriksaan Laboratorium
Variabel
Hasil
Hormon Metabolik
Sel Darah
Glukosa
17-Hidroksikortikoid
(17–OHCS)
17-ketosteroid
(17–KS)
Eosinofil
Neutrofil
Darah
Urin
Naik
Naik
Turun
Naik
Naik
Turun
Positif
Pemeriksaan Diagnostik lain yang dilakukan adalah
Sampel darah, untuk menentukan adanya variasi di urnal yang normal pada kadar kartisol plasma. Variasi ini biasanya tidak terdapat pada gangguan fungsi adrenal.
Test supresi deksametason, untuk menegakkan diagnosis penyebab sindrom cushing apakah dari hipofisis atau adrenal. Deksametason diberikan pada pukul 11 malam dan kadar kortisol plasma diukur pada pukul 8 pagi di hari berikutnya.
Pengukuran kadar kortisol. Bebas dalam urine 24 jam, untuk memeriksabkadar 17-hidroksikortikosteroid serta 17-ketosteroid yang merupakan metabolit kortisol & androgen dalam urine. Pada sindrom cushing kadar metabolit dan kadar kortisol plasma akan meningkat.
Stimulasi CRF ( Corticotropin – Releasing Faktor), untuk membedakan tumor hipofisis dengan tempat-tempat ektopik produksi ACTH.
Pemeriksaan Radioimunoassay ACTH plasma, untuk mengenali penyebab sindrom cushing
Pemindai CT, USG atau MRI Untuk menentukan lokasi jaringan adrenal & mendeteksi tumor pada kelenjar adrenal
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang
Hasil
a. Foto Rontgen tulang
Pielografi
Laminografi
c. Arteriografi
d. Scanning
e. Ultrasonografi
f. Foto Rontgen Kranium
Osteoporosis terutama pelvis, Kranium, kosta, vertebra
Pembesaran adrenal (Karsinoma)
Lokalisasi tumor adrenal
Hiperplasi
Tumor
Hiperplasi
Tumor Hipofisis
Prognosis
Sindrom Chusing yang tidak diobati akan fatal dalam beberapa tahun oleh karena gangguan kardiovaskuler dan sepsis. Setelah pengobatan radikal kelihatan membaik, bergantung kepada apakah gangguan kerusakan kardiovaskuler irreversibel.
Pengobatan sustitusi permanen memberikan risiko pada waktu klienmengalami stres dan dipelrukan perawatan khusus. Karsinoma adrenal atau yang lainnya cepat menjadi fatal oleh karena kakeksia dan atau metastasis. ( )
Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Identitas Klien
Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, tempat/tgl lahir , umur, pendidikan, agama, alamat, tanggal masuk RS. Lebih lazim sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dan mempunyai insiden puncak antara usia 20 dan 30 tahun.
Keluhan Utama
Adanya memar pada kulit, klienmengeluh lemah, terjadi kenaikan berat badan.
Riwayat penyakit dahulu
Kaji apakah klienpernah mengkonsumsi obat-obatan kartekosteroid dalam jangka waktu yang lama.
Riwayat Kesehatan keluarga
Kaji apakah keluarga pernah menderita penyakit cushing sindrom atau kelainan kelenjar adrenal lainnya.
Pengumpulan riwayat dan pemeriksaan kesehatan difokuskan pada efek pada tubuh dari hormon korteks adrenal yang konsentrasinya tinggi dan pada kemampuan korteks adrenal untuk berespons terhadap perubahan kadar kortisol dan aldosteron. Riawayat kesehatan mencakup informasi tentang tingkat aktivitas klien dan kemampuan untuik melakukan aktivitas rutin dan perawatan diri. Detailnya pengkajian keperawatan untuk klien ini mencakup:
Kaji kulit klien terhadap trauma, infeksi, lecet-lecet, memar, dan edema.
Amati adanya perubahan fisik dan dapatkan respons klien tentang perubahan ini.
Lakukan pengkajian fungsi mental klien, termasuk suasana hati, respons terhadap pertanyaan, kewaspadaan terhadap lingkungan, dan tingkat depresi. Keluarga klien merupakan sumber terbaik untuk mendapatkan informasi tentang perubahan ini.
Pemeriksaan Fisik
B1 (Breath)
Inspeksi : Pernapasan cuping hidung kadang terlihat, pergerakan dada simetris
Palpasi : Vocal premitus teraba, tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : Suara sonor
Auskultasi : Terdengar bunyi nafas normal, tidak terdengar bunyi nafas tambahan.
B2 (Blood)
Perkusi pekak , S1 S2 Terdengar tunggal , hipertensi, TD meningkat.
B3 (Brain)
Composmentis dengan GCS 456, kelabilan alam perasaan depresi sampai insomnia
B4 (Bladder)
Poliuri, kadang terbentuk batu ginjal, retensi natrium.
B5 (Bowel)
Terdapat peningkatan berat badan, nyeri pada daerah lambung, terdapat striae di daerah abdomen, mukosa bibir kering, suara redup.
B6 (muskuloskeletal dan integumen)
Kulit tipis, peningkatan pigmentasi, mudah memar, atropi otot, ekimosis, penyembuhan luka lambat, kelemahan otot, osteoporosis, moon face, punguk bison, obesitas tunkus.
Analisa Data
Data Pendukung
Etiologi
Masalah
DS :
Merasa seluruh badannya lemah
DO :
Kemampuan berdiri dari posisi duduk terbatas
aktivitas dibantu keluarga dan perawat
tirah baring /imobilisasi
Kadar kortisol dalam darah meningkat
Sintesis protein menurun
Produk protein di otot dan tulang menurun
Pembentukan energy meningkat
Intoleransi aktivitas
Intoleransi Aktivitas
DS :
Klien mengatakan ada memar dan lukanya sulit sembuh
DO :
Ada memar dan luka yang belum sembuh
Kelembapan kulit menurun
Perubahan pigmentasi
Perubahan turgor
Sekresi kortisol meningkat
Kadar kortisol dalam darah meningkat
Sintesis protein menurun
Protein di kulit hilang
Mudah memar dan tipis
Kerusakan integritas kulit
Kerusakan integritas kulit
DS :
Penolakan terhadap berbagai perubahan aktual
Perasaan negatif mengenai bagian tubuh (perasaan tidak berdaya)
Keputusasaan atau tidak ada kekuatan
DO :
Ada moon face, buffalo hump, obesitas
perubahan struktur dan atau fungsi secara aktual
Kadar kortisol dalam darah meningkat
Mobilisasi asam lemak
Asam lemak dalam plasma meningkat
Distribusi jaringan adipose menumpuk di sentral
Moon face, buffalo hump
Gangguan citra tubuh
Gangguan citra tubuh
DS :
Perubahan haluaran urine
DO :
Haluaran urine dan adanya glukosuria
Kadar kortisol dalam darah meningkat
Retensi natrium
Penumpukan cairan
Gangguan keseimbangan cairan
Kelebihan volume cairan
DS :
Melaporkan nyeri baik secara verbal maupun nonverbal
DO :
Posisi untuk mengurangi nyeri
tingkah laku ekspresif (gelisah, meringis, dan mengeluh)
Perubahan dalam nafsu makan
Pemakaian obat glukokortikoid dalam jangka panjang
Kadar kortisol dalam darah
Sekresi asam lambung meningkat
Ulkus mukosa lambung
Nyeri
Nyeri
DS :
Keterbatasan kemampuan untuk melakukan ketramppilan motorik halus
DO:
Keterbatasan ROM
Kadar kortisol dalam darah
Produksi protein
Protein di tulang hilang
Atropi otot
Resiko tinggi cedera
Resiko tinggi Cedera
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama yang dapat dijumpai pada klien dengan sindrom cushing adalah sebagai berikut:
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium akibat kortisol dalam darah meningkat
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan atrofi otot akibat sintesis protein di otot menurun
Risiko tinggi cedera berhubungan dengan atrofi otot sehingga terlihat kelemahan dan perubahan metabolisme protein
Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan edema, kerusakan proses penyembuhan, dan penipisan dan kerapuhan kulit
Perubahan proses pikir yang berhubungan dengan perubahan suasana hati, insomnia mudah terangsang, dan depresi.
Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan penampilan fisik, kerusakan fungsi seksual, dan penurunan tingkat aktivitas
Risiko infeksi berhubungan dengan respons inflamatori
Intervensi dan Implementasi Keperawatan
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium akibat kortisol dalam darah meningkat
Tujuan: Perawatan diberikan dalam 3x24 jam volume cairan dalam batas normal
Kriteria hasil : volume cairan stabil, pemasukan dan pengeluaran seimbang, berat badan stabil, TTV rentang normal
Intervensi
Rasional
Observasi masukan dan haluaran, catat keseimbangannya.
Timbang berat badan tiap hari
Menunjukan status volume sirkulasi, terjadinya perbaikan atau perpindahan cairan, peningkatan BB sering menunjukkan retensi cairan lanjut
Pantau tekanan darah
Peningkatan tekanan darah biasanya berhubungan dengan kelebihan volume cairan tetapi mungkin tidak terjadi karena perpindahan cairan keluar area vaskuler
Observasi derajat perifer atau sentral yang mengalami edema dependen
Perpindahan cairan pada jaringan sebagai akibat retensi natrium dan air, penurunan albumin dan penurunan ADH.
Menentukan derajat edema yang sedang dialami agar intervensi dapat dilakukan dengan tepat
Pantau albumin serum dan elektrolit (khususnya kalium dan natrium)
Penurunan albumin serum memperngaruhi tekanan osmotic koloid plasma, mengakibatkan pembentukan edema
Batasi natrium dan cairan sesuai indikasi
Natrium mungkin dibatasi untuk meminimalkan retensi cairan dalam area ekstravaskuler
Tindakan kolaboratif pemberian obat
Menekan produksi kortisol sehingga sintesis protein dapat ditingkatkan, mengurangi retensi natrium, edema dapat diminimalisir
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan atrofi otot akibat sintesis protein di otot menurun
Tujuan: Perawatan diberikan dalam 2x24 jam klien mampu beraktivitas sedikit (mobilisasi)
Kriteria hasil : klien mampu untuk bergerak dari tidur hingga duduk sampai berjalan secara bertahap
Intervensi
Rasional
Batasi aktivitas klien
Menurunkan permintaan untuk metabolisme pembentukan energi oleh tubuh saat beraktivitas
Observasi kadar kortisol klien dengan pemeriksaan laboratorium darah
Menilai kadar kortisol yang ada di dalam darah, sehingga mempunyai acuan untuk menurunkan kadar kortisol
Tindakan kolaboratif pemberian obat
Menekan produksi kortisol sehingga sintesis protein dapat ditingkatkan, mengurangi retensi natrium, edema dapat diminimalisir
Latih klien untuk bergerak secara bertahap dari posisi berbaring, miring ke kanan dan ke kiri dilanjutkan posisi duduk, berdiri dan berjalan
Perlu dilatih untuk meningkatkan kekuatan otot klien dan menilai sejauh mana gerakan yang dapat dilakukan
Risiko tinggi cedera berhubungan dengan atrofi otot ditandai dengan kelemahan dan perubahan metabolisme protein
Tujuan: Perawatan diberikan dalam 2x24 jam sintesis protein, distribusi protein ke tulang dan kelemahan dapat diatasi
Kriteria hasil : Cedera tidak terjadi sehingga klien bebas dari cedera jaringan lunak atau fraktur, klien tidak mengalami suhu tubuh yang naik, kemerahan, nyeri atau tanda infeksi dan inflamasi.
Intervensi
Rasional
Observasi tanda-tanda ringan infeksi
Efek antiinflamasi kortikosteroid dapat mengaburkan tanda-tanda umum inflamasi dan infeksi
Menciptakan lingkungan yang protektif, dengan cara media yang membahayakan dapat diminimalisir
Mencegah jatuh, fraktur dan cedera lainnya pada tulang dan jaringan lunak
Membantu klien saat ambulasi (yaitu bergerak dari satu tempat ke tempat lain tanpa tongkat atau kruk
Mencegah terjatuh atau terbentur pada sudut furniture yang tajam.
Berikan diet tinggi protein, kalsium, dan vitamin D
Meminimalkan penipisan massa otot dan osteoporosis
Tindakan kolaboratif pemberian obat
Menekan produksi kortisol sehingga sintesis protein dapat ditingkatkan
Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan edema, kerusakan proses penyembuhan, dan penipisan dan kerapuhan kulit
Tujuan: Perawatan diberikan dalam 2x24 jam kondisi kulit klien dapat membaik
Kriteria hasil : Memar hilang, luka dapat sembuh, turgor kulit lebih baik, pigmentasi kulit normal
Intervensi
Rasional
Observasi dengan inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vascular
Menandakan area sirkulasi buruk/kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan infeksi
Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
Mendeteksi adanya dehidrasi/hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan pada tingkat seluler
Observasi area yang juga mengalami edema
Jaringan edema lebih cenderung rusak/robek akibat elastisitas jaringan menurun karena tekanan oleh cairan
Berikan perawatan kulit. Berikan salep atau krim
Lotion dan salep mungkin diinginkan untuk menghilangkan kering, robekan kulit
Kolaborasi dalam pemberian matras busa.
Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit.
Menurunkan tekanan lama pada jaringan.
Tindakan kolaboratif pemberian obat
Menekan produksi kortisol sehingga sintesis protein dapat ditingkatkan, mengurangi retensi natrium, edema dapat diminimalisir
Evaluasi
Setelah melaksanakan tindakan keperawatan, kita sebagai perawat perlu untuk menilai kembali hasil dari tindakan yang telah dilaksanakan, seperti menilai:
Kemampuan klien dalam mobilisasi diri
Ukur derajat edema, apakah sudah ada volume cairan sudah dalam batas normal
Kondisi kulit yang menjadi lebih baik, tidak mengalami iritasi, infeksi, dan turgor kembali baik
Kemampuan klien dalam melakukan perawatan diri
Skala nyeri
Kita juga dapat melaporkan hasil evaluasi keperawatan dalam susunan sebagai berikut:
S (data subjektif)
Informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah tindakan diberikan
O (data objektif)
Informasi yang didapatkan berupa hasil pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan
A (Analisis)
Kesimpulan yang dibuat perawat dari hasil membandingkan antara informasi subjektif dan objektif dengan tujuan dan kriteria hasil. Kesimpulan berupa masalah teratasi, teratasi sebagian, dan tidak teratasi.
P (Planning)
Rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisa.
BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN
Ny. Ani, 36 tahun datang ke poliklinik tempat saudara bekerja dengan keluhan tubuhnya semakin gemuk. Tadinya ia mengira mungkin sedang hamil karena perutnya besar dan sudah 2 bulan ia tidak mendapat haid. Ia sudah melakukan tes urin untuk kehamilan tetapi ternyata hasilnya negative. Ia pun mengeluh pusing dan wajahnya yang akhir-akhir ini banyak timbul jerawat. Ia pun mengeluh otot-ototnya sangat lemah dan ia cepat merasa lelah. Sejak seminggu yang lalu tulang punggungnya terasa nyeri. Pada pemeriksaan awal didapatkan : TB = 160 cm, BB= 76 kg, Suhu = 37o C, TD = 150/90 mmHg, Nadi = 100x/m, voleme sedang, regular, Pernapasan = 20x/menit, regular.
Ny. Ani berwajah bundar dengan banyak jerawat dan kulitnya berminyak. Tubuhnya gemuk dengan lengan, tangan, dan jari-jari relative kecil atau kurus. Pada pemeriksaan lebih lanjut terhadap Ny. Ani diketahui bahwa Ny. Ani adalah penderita asma yang sering kambuh. Bila kambuh, Ny. Ani meminum obat racikan yang diberikan dokter sejak beberapa tahun terakhir. Karena merasa obat itu cocok, Ny. Ani selalu membawa obat racikan itu (dalam kapsul) kemana-mana dan meminumnya setiap sesak nafasnya timbul tanpa lebih dulu berkonsultasi dengan dokternya. Akhir –akhir ini asmanya memang sering kambuh entah apa sebabnya. Selama ini, kecuali asma, Ny.Ani tidak merasa menderita penyakit apapun. Sebulan yang lalu ia jatuh dan tulang punggungnya terasa nyeri hingga sekarang terutama bila ia membungkuk atau berdiri terlalu lama. Ny.Ani tidak mempunyai keturunan darah tinggi dan diabetes mellitus.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan :
Kalium : 3,0 mg/dl
Na : 150 mg/dl
Hb : 11,9 g%
Leukosit : 7800/mm²
Gula darah sewaktu : 225 mg/dl
Trombosit : 172.000/mm²
Kulit Ny.Ani terutama diwajah dan punggungnya banyak terdapat bercak-bercak kehitaman. Punggung Ny.Ani tampak agak membungkuk, lingkar perut 90cm. dinding perut tampak / beberapa striae berwarna biru keunguan.
Shifting dullness (-),hepar dan lien tidak teraba.
Pembahasan kasus
Identitas:
Nama : Ny.Ani
Umur : 36 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Alamat : Mulyorejo, surabaya
Keluhan utama : Merasa tubuhnya semakin gemuk
Riwayat Penyakit Sekarang :
Ny. Ani usia 36 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan merasa tubuhnya semakin gemuk, akhir-akhir ini wajah timbul jerawat, otot-ototnya sangat lemah dan cepat lelah. Satu minggu lalu tulang punggungnya terasa nyeri bila membungkuk dan berdiri terlalu lama, asmanya juga sering kambuh akhir-akhir ini
Riwayat Penyakit Dahulu :
Penderita asma
Sebulan yang lalu pernah jatuh dan tulang punggungnya terasa nyeri
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak mempunyai keturunan darah tinggi dan diabetes mellitus
Riwayat Pengobatan :
Obat racikan dari dokter dalam bentuk kapsul bebrapa tahun lalu (curiga pemakaian steroid) untuk mengobati asma
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan Umum : tampak lemah
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital :
Suhu : 370C
TD : 150/90 mmHg hipertensi grade 1
N : 100/menit, reguler
RR : 20x/menit
76 kg/(1,6)m^2 = 29,6875overweightTB : 160 cm
76 kg/(1,6)m^2 = 29,6875
overweight
BB : 76 kg
Wajah : Bundar, banyak jerawat dan kulit berminyak
Kulit : Wajah dan punggungnya terdapat bercak-bercak kehitaman
Abdomen : Lingkar perut = 90 cm
Dinding perut terdapat striae berwarna biru keunguan
Shifting dullness tidak ada
Hepar, Lien : Tidak teraba
Pinggang : Agak kaku
Ekstremitas : Lengan, tangan, dan jari-jari relatif kecil/kurus
Pemeriksaan laboratorium:
Pemeriksaan
Hasil
Nilai Normal
Interpretasi
Hb
11,9 mg/dl
12-15 mg/dl
Menurun
Leukosit
7.800/mm3
5.000-10.000/mm3
Normal
Trombosit
172.000/mm3
150.000-400.000/mm3
Normal
GDS
225 mg/dl
< 200 mg/dl
Meningkat(hiperglikemi)
Kalium
3,0 mg/dl
3,5-5,2 mg/dl
Menurun(hipokalemi)
Natrium
150 md/dl
135-145 mg/dl
Meningkat (hipernatrium)
Pemeriksaan laboratorium tambahan :
Darah lengkap
Elektrolit darah seperti Na, K
Kadar gula darah sewaktu, puasa, post prandial, HbA1c untuk mengetahui adanya DM
Kadar kortisol plasma dan urine 24 jam
Test Supresi Dexametason
Urin lengkap untuk tahu fungsi ginjal
Pemeriksaan penunjang tambahan :
Foto X-ray pada tulang vertebra untuk mengetahui adanya fraktur tulang
Bone Mass Densitometry (BMD) untuk mengetahui adanya osteoporosis
CT-scan untuk memastikan diagnosis tumor
Analisa Data
Data penunjang
Etiologi
Masalah
DS:
Merasa tubuh semakin gemuk
DO:
IMT 29,6875 dari TB 160 cm, BB 76 kg
Kadar kortisol dalam darah meningkat
Mobilisasi asam lemak
Asam lemak dalam plasma meningkat
Distribusi jaringan adipose menumpuk di sentral
Moon face, buffalo hump
Gangguan citra tubuh
Gangguan citra tubuh
DS:
Merasa pusing
DO:
150/90 mmHg
Ketidakseimbangan hormon mineralokortikoid
Kadar kortisol dalam darah meningkat
Retensi natrium
Penumpukan cairan
Kelebihan volume cairan
Kelebihan volume cairan
DS:
Tulang punggungnya terasa nyeri
DO:
Hasil Bone Mass Densitometry (BMD)
Ketidakseimbangan hormon
Kadar kortisol dalam darah meningkat
Pengambilan ion kalsium dalam tulang masuk ke dalam darah
Densitas tulang berkurang
Osteoporosis
DS:
Sudah 2 tidak menstruasi
DO:
Tes urin untuk kehamilan (-)
Penggunaan steroid yang berlebihan
Ketidakseimbangan hormon
Kortisol meningkat
Sintesis protein di sel rahamin menurun
pembelahan sel dinding rahim tidak dapat terjadi
Amenorrhea
Amenorrhea
DS:
Asma sering kambuh
DO:
Riwayat pengobatan asma
Atopik
Aktivitas yang berlebih dan terpajan dengan allergen
Masuk sistem pernapasan
Asma
Asma
Produksi kortisol AsmaWOC Ny.Ani
Produksi kortisol
Asma
Penggunaan steroid jangka panjang
Penggunaan steroid jangka panjang
Hiperadrenokortikoid
Hiperadrenokortikoid
Ketidakseimbangan elektrolitMenekan pengangkutan as.amino edemaRetensi NatriumGluksoa α gliserol Asam lemak Distribusi lemak sentralPenumpukan lemakAs.lemak di plasmaObesitas trunkusMK. Ggn Citra DiriSentesis protein
Ketidakseimbangan elektrolit
Menekan pengangkutan as.amino
edema
Retensi Natrium
Gluksoa
α gliserol
Asam lemak
Distribusi lemak sentral
Penumpukan lemak
As.lemak di plasma
Obesitas trunkus
MK. Ggn Citra Diri
Sentesis protein
Konsentrasi as.amino intrasel Insulin tidak efektif
Konsentrasi as.amino intrasel
Insulin tidak efektif
MK. Kelebihan Volume cairanMetabolisme protein
MK. Kelebihan Volume cairan
Metabolisme protein
Tubuh kekurangan proteinkortisol memobilisasi as.lemak
Tubuh kekurangan protein
kortisol memobilisasi as.lemak
Atropi tulanglemahAtropi OtotAtropi kulitStriae
Atropi tulang
lemah
Atropi Otot
Atropi kulit
Striae
Osteoporosis
Osteoporosis
MK. Intoleransi AktivitasTrauma jatuh
MK. Intoleransi
Aktivitas
Trauma jatuh
MK. Nyeri
MK. Nyeri
Diagnosa Keperawatan
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium dan air akibat kortisol meningkat
Gangguan rasa nyaman nyeri punggung berhubungan dengan cedera akibat jatuh
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan atrofi otot akibat sintesis protein di otot menurun
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan obesitas, jerawat dan moon face
Intervensi, Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium akibat kortisol dalam darah meningkat
Tujuan: Perawatan diberikan dalam 3x24 jam volume cairan dalam batas normal
Kriteria hasil : volume cairan stabil, pemasukan dan pengeluaran seimbang, berat badan stabil, TTV rentang normal
Intervensi
Rasional
Observasi masukan dan haluaran, catat keseimbangannya.
Timbang berat badan tiap hari
Menunjukan status volume sirkulasi, terjadinya perbaikan atau perpindahan cairan, peningkatan BB sering menunjukkan retensi cairan lanjut
Pantau tekanan darah
Peningkatan tekanan darah biasanya berhubungan dengan kelebihan volume cairan tetapi mungkin tidak terjadi karena perpindahan cairan keluar area vaskuler
Observasi derajat perifer atau sentral yang mengalami edema dependen
Perpindahan cairan pada jaringan sebagai akibat retensi natrium dan air, penurunan albumin dan penurunan ADH.
Menentukan derajat edema yang sedang dialami agar intervensi dapat dilakukan dengan tepat
Pantau albumin serum dan elektrolit (khususnya kalium dan natrium)
Penurunan albumin serum memperngaruhi tekanan osmotic koloid plasma, mengakibatkan pembentukan edema
Batasi natrium dan cairan sesuai indikasi
Natrium mungkin dibatasi untuk meminimalkan retensi cairan dalam area ekstravaskuler
Tindakan kolaboratif pemberian obat
Menekan produksi kortisol sehingga sintesis protein dapat ditingkatkan, mengurangi retensi natrium, edema dapat diminimalisir
Gangguan rasa nyaman nyeri punggung berhubungan dengan cedera akibat jatuh
Tujuan: Perawatan diberikan dalam 1x24 jam nyeri yang dirasakan bisa berkurang bahkan hilang
Kriteria hasil : TTV stabil, klien mampu mengeskpresikan rasa nyeri telah berkurang
Intervensi
Rasional
Observasi tekanan darah klien
Homeostasis tubuh sangat dipengaruhi oleh kondisi stres akibat nyeri yang dirasakan. Tekanan darah biasanya meningkat pada kondisi tersebut
Observasi klien agar mampu menggambarkan PQRS, hal apa yang memicu nyeri, di daerah mana nyeri itu dirasakan, seberapa nyeri (kita bisa memberi skala nilai nyeri kepada klien )
Tindakan yang akan dilakukan bisa tepat sesuai target
Hindari gerakan berlebih yang mampu memicu rasa nyeri
Meminimalisir rasa nyeri yang dirasakan sehingga homeostasis tetap stabil
Ajarkan klien untuk distraksi, pengalihan rasa nyeri dengan istirahat atau berkomunikasi dengan klien
Meminimalisir rasa nyeri yang dirasakan dengan tidak fokus pada rasa nyeri melainkan pada kegiatan lain
Tindakan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik
Menekan rasa nyeri dengan obat analgetik seperti asam mefenamat
Tindakan kolaboratif untuk foto rontgen apabila nyeri masih dirasakan mungkin ada perubahan posisi tulang akibat jatuh dan butuh tindakan lanjut
Mengantisipasi tindakan tepat selanjutnya untuk mengurangi nyeri dengan melihat area yang terasa nyeri
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan atrofi otot akibat sintesis protein di otot menurun
Tujuan: Perawatan diberikan dalam 2x24 jam klien mampu beraktivitas sedikit (mobilisasi)
Kriteria hasil : klien mampu untuk bergerak dari tidur hingga duduk sampai berjalan secara bertahap
Intervensi
Rasional
Batasi aktivitas klien
Menurunkan permintaan untuk metabolisme pembentukan energi oleh tubuh saat beraktivitas
Observasi kadar kortisol klien dengan pemeriksaan laboratorium darah
Menilai kadar kortisol yang ada di dalam darah, sehingga mempunyai acuan untuk menurunkan kadar kortisol
Tindakan kolaboratif pemberian obat
Menekan produksi kortisol sehingga sintesis protein dapat ditingkatkan, mengurangi retensi natrium, edema dapat diminimalisir
Latih klien untuk bergerak secara bertahap dari posisi berbaring, miring ke kanan dan ke kiri dilanjutkan posisi duduk, berdiri dan berjalan
Perlu dilatih untuk meningkatkan kekuatan otot klien dan menilai sejauh mana gerakan yang dapat dilakukan
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan obesitas, jerawat dan moon face
Tujuan: Perawatan diberikan dalam 2x24 jam klien mampu mengeskpresikan diri dan mampu menerima kondisi
Kriteria hasil : Klien tidak mengeluh, klien mampu berkoordinasi atau bekerjasama dengan perawat dalam tindakan keperawatan, klien dapat membicarakan diri sendiri secara positif
Intervensi
Rasional
Bina hubungan saling percaya
Dengan hubungan saling percaya, klien akan dapat mengungkapkan perasaannya dan masalahnya
Observasi tingkat pengetahuan pasien tentang kondisi dan pengobatan
Mengidentifikasi luas masalah dan perlunya intervensi
Diskusikan arti perubahan pada pasien
Beberapa pasien memandang situasi sebagai tantangan, beberapa sulit menerima perubahan hidup/penampilan peran dan kehilangan kemampuan control tubuh sendiri
Anjurkan orang terdekat memperlakukan pasien secara normal dan memberi dukungan suportif (tidak merendahkan)
Menyampaikan harapan bahwa klien mampu untuk menjalani situasi, tidak akan ada yang berubah perhatiannya kepada klien dan membantu untuk mempertahankan perasaan harga diri dan tujuan hidup
Jelaskan apa yang menyebabkan pertambahan berat badan, jerawat dan moon face yang sedang dialami
Penting sebagai edukasi agar klien mampu mengubah pola pikirnya
Hindari faktor risiko pemicu kenaikan kortisol
Kenaikan kortisol semakin membuat kondisi klien menurun
Penatalaksanaan pada pasien
Medikamentosa :
Hentikan obat kortikosteroid secara tapering off sambil mengkontrol keadaan klien
Untuk hipertensi diberikan ACE-inhibitor dan ARB
Untuk osteoporosis diberikan kalsium, vitamin D, dan bifosfonat untuk meningkatkan matriks tulang
Untuk asthma diberikan bronkodilator non steroid
Non medikamentosa :
Hindari pemicu terjadinya asma (alergen)
Jangan minum obat sembarangan bahaya efek samping
Diet (rendah garam,rendah kalori,tinggi protein dan tinggi kalium)
Konsultasi ke ahli penyakit dalam,orthopedik dan rehabilitasi medik
Evaluasi
Setelah melaksanakan tindakan keperawatan, kita sebagai perawat perlu untuk menilai kembali hasil dari tindalan yang telah dilaksanakan, seperti menilai:
Kemampuan klien dalam mobilisasi diri
Ukur derajat edema, apakah sudah ada volume cairan sudah dalam batas normal
Kondisi kulit yang menjadi lebih baik, tidak mengalami iritasi, infeksi, dan turgor kembali baik
Kemampuan klien dalam melakukan perawatan diri
Skala nyeri
Evaluasi menggunakan sistematika sebagai berikut:
S :Klien tidak merasakan nyeri, mampu terbuka dan menerima kondisi dirinya saat ini, klien menyatakan mampu memahami proses penyakitnya, klien menyatakan sudah lebih baik dan otot tidak terasa lemah, dan klien merasa senang karena dapat beraktivitas kembali secara bertahap
O :Klien menunjukkan skala nyeri PQRST yang menandakan nyeri berkurang bahkan hilang, seperti tidak ada yang memprovokasi timbul nyeri. Selain itu klien dapat menunjukkan kemampuan untuk mobilisasi atau beraktivitas. Tekanan darah klien dalam kondisi stabil, klien mampu berinteraksi terbuka dengan orang lain.
A :Masalah teratasi sebagian, karena sebagian masalah keperawatan yang dialami klien hanya mampu mencegah pemicu alergi sehingga asma tidak mudah kambuh dan mengoptimalkan bagian tubuh yang mengalami penurunan fungsi seperti osteoporosis
P :Tindakan bisa dilanjutkan kembali
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Cushing sindrom adalah kelainan hiperfungsi kelenjar adrenal yang bertugas memproduksi glukokortikoid atau kortisol. Pada penyakit ini kadar kortisol dalam darah meningkat. Faktor pemicu keadaan tersebut ada dua yaitu faktor luar dan dalam tubuh. Secara umum yang paling sering terjadi yaitu pengobatan kortikosteroid dan keganasan dalam tubuh yang memicu peningkatan CRH oleh hipotalamus dan ACTH dari hipofisis sebagai respon umpan balik saat sel target akan hormon kortisol. Hormon kortisol yang meningkat memberikan dampak pada beberapa fungsi tubuh seperti penumpukan lemak pada daerah sentral yang disebut moon face, tubuh semakin gemuk baik akibat kelebihan volume cairan maupun penumpukan lemak, dan lain sebagainya.
4.2 Saran
Setelah mengetahui dan memahami bagaimana proses penyakit cushing sindrom dan asuhan keperawatan kepada klien dengan cushing sindrom, mahasiswa keperawatan sebaiknya mampu menerapkannya dalam praktik lapangan. Hasil diskusi kelompok kami ini tentunya masih memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu kami memohon kritik dan sran sehingga dapat membangun kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
__.2013.Cushing's Syndrome. www.medicinenet.com/cushings_syndrome/article.htm. Diakses tanggal 7 Maret 2014
Behrman, Kliegman, & Arvin. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak edisi 15 vol. 3. Jakarta : EGC
Guyton, Arthur C. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran , Edisi 11. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Halaman 999-1003
http://medicastore.com/penyakit/3052/Cushing's_Syndrome.html
J. Corwin, Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi edisi 3. Jakarta : EGC
Pierce A. Grace and Neil R. Borley. 2007. At a Glance Ilmu Bedah edisi 3. Jakarta : EMS
Rumahorbo, Hotma. 1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Hal 16, 87-90
Rumahorbo, Hotma. 2003. Asuhan Keperawatan Klien denga Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta:EGC.
Sumber : http://endocrine.niddk.nih.gov
Sylvia A. Price; Patofisiologi, halaman 1090-1091
Tjokroprawiro, Askandar.2000. Garis besar kuliah ADRENAL: PATOGENESIS, DIAGNOSIS, DAN TERAPI. Surabaya: Lab.-SMF Penyakit Dalam FK.UNAIR-RSUD Dr. Soetomo. Halaman 2
Wilkinson, Judith M. Ahern, Nancy R. 2013. Buku Saku Diagnosa Keperawatan: diagnosis NANDA, INTERVENSI NIC, KRITERIA HASIL NOC. Ed.9. Jakarta: Buku Kedokteran EGC