BPJS lebih buruk dari Askes, banyak obat tak lagi ditanggung
Merdeka.com - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai kinerja Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan selama enam bulan pertama beroperasi tidak maksimal. Terutama justru soal pelayanan terhadap pasien di mana sebelumnya peserta layanan PT Asuransi Kesehatan (Askes) sebelum melebur dalam sistem jaminan sosial baru ini.
Ketua BPK Rizal Djalil mencontohkan penemuan kasus beberapa waktu lalu. Ada seorang penderita hemofilia A ketika masih anggota Askes, dia bebas dari biaya obat. Ketika beralih menjadi peserta BPJS, nasib pasien ini malah merana.
"Setelah diganti menjadi BPJS, obat tersebut tidak masuk daftar yang dapat diklaim," kata Rizal di hadapan Sidang Paripurna DPR RI, Jakarta, Selasa (10/6).
Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan disarankan BPK segera mengatasi kendala-kendala tersebut. "Ini akibat di BPJS belum dilengkapi peraturan pendamping, selain dari Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011," imbuh ketua BPK.
Peraturan pendamping itu, salah satu mendesak dibuat, adalah penetapan formularium obat nasional. Bila merujuk Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor 31 dan 32, seharusnya tidak boleh ada peserta BPJS dibebani biaya obat oleh rumah sakit. Terutama penderita penyakit kronis karena butuh asupan obat tepat waktu.
Masalahnya, masih banyak rumah sakit tipe B dan C tidak bersedia memberi pelayanan optimal bagi peserta BPJS dengan alasan obat dan penanganan seperti kemoterapi tidak masuk formularium nasional.
BPK juga menyoroti soal larangan pasien BPJS langsung mendatangi rumah sakit, sebelum mendatangi Puskesmas. Padahal, sebagian orang sudah memiliki laporan medis dari klinik.
"Itu sangat menyulitkan, ada medical report yang bisa digunakan, kenapa harus datang ke Puskesmas," kata Rizal.
Selain itu Buruknya pelayanan BPJS di rumah sakit membuat sejumlah pasien mengamuk di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) M Jamil Padang, Sumatera Barat.
Para pasien ini kesal karena sistem pelayanan BPJS di daerah dianggap amburadul dan pihak rumah sakit beralasan kurangnya tenaga pelayanan sehingga tidak memadai dalam menangani pasien yang membludak.
Seperti yang dilakukan pasien BPJS yang bernama Erison Awal ini. Dia kesal dan mengamuk saat menunggu antrean BPJS di RSUP Muhammad Jamil Kota Padang.
Dengan menahan rasa sakit luka di wajahnya akibat kecelakaan sepeda motor yang dia alami satu hari yang lalu, Erison berniat untuk berobat di rumah sakit ini dengan tanggungan biaya BPJS.
Namun sudah 3 jam lamanya dia mengantre pihak rumah sakit masih saja belum melayaninya. Tidak terima dengan sistem pelayanan yang dianggap amburadul ini Erison mengamuk di rumah sakit tersebut hingga akhirnya nomor urutnya dipanggil.
Hal yang sama juga dialami pasien lainnya, lambatnya penanganan pasien BPJS di rumah sakit ini membuat sejumlah pasien kesal. Bahkan nyaris terjadi kericuhan antar pasien karena tak sabar untuk mengantre.
Menurut pihak rumah sakit lambatnya penanganan dan pelayanan pasien BPJS di rumah sakit ini disebabkan oleh kurangnya tenaga medis. Sehingga tidak memadai untuk melayani pasien yang jumlahnya semakin hari semakin membludak.
Pembahasan :
Menurut Pendapat saya melihat kasus yang terjadi diatas yaitu tentang masih sulitnya mendapat fasilitas pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS. Dilihat dari 10 aspek ServQual (Service Quality) Terdapat beberapa aspek yaitu :
Tangible yaitu Mudah Dipegang , Dijamah seperti fasilitas fisik dalam kasus ini aspek Tangiblenya yaitu Rumah Sakit dan Perpustakaan.
Responsivenees yaitu Tanggapan / Menanggapi segala sesuatu yang diperlukan oleh konsumen (Tanggung Jawab Penyelenggara Pelayanan). kesediaan dan kesiapan para penyelenggara layanan untuk membantu para pelanggan dan menyampaikan jasa secara cepat. Beberapa contoh diantaranya : ketepatan waktu pelayanan, pengiriman slip transaksi secepatnya, kecepatan menghubungi kembali pelanggan, dan penyampaian layanan secara cepat. Ternyata responsivenes terbukti sangat berpengaruh terhadap kualitas layanan suatu barang atau jasa. Layanan yang lambat merupakan mimpi buruk dari seorang penyelenggara layanan. Begitu juga dengan daya tanggap dalam mengenali kebutuhan atau permintaan konsumen. Satu kesalahan kecil bisa merusak kepercayaan konsumen terhadap perusahaan. Dan pastilah hal ini tidak diinginkan. Usahakan setiap permintaan konsumen bisa terdelivery dengan cepat dan benar sesuai dengan permintaan konsumen.
Dalam Kasus ini masih terlihat kurangnya tanggung jawab dan tanggapan penyelenggara pelayanan terhadap peserta BPJS dalam hal ini sebagai konsumen. Hal ini bisa dilihat dari masih kurangnya perhatian dari pemerintah kepada pasien BPJS, masih banyak pasien BPJS yang sulit untuk mendapat kamar rawat inap di rumah sakit, karena pihak rumah sakit itu sendiri lebih mendahulukan pasien yang tanpa BPJS (membayar langsung), Buruknya dan lambatnya Pelayanan yang diberikan oleh pihak rumah sakit dll.
Courtesy yaitu Sikap/ Attitude / Behavior dalam melayani konsumen. Dalam melayani konsumen kita harus selalu bersikap ramah tamah, tanpa mengenal status socialnya, meliputi sikap santun, respek, atensi, dan keramahan para penyelenggara layanan. Sikap sopan santun merupakan kunci keberhasilan kita dalam berhubungan dengan pelanggan. Pemerintah harus selalu melayani konsumen tanpa pandang bulu, tanpa melihat derajat sosialnya dll. Dalam kasus ini pihak rumah sakit sebagai media sarana bagi pasien BPJS seharusnya mereka harus melayani konsumen mereka dengan sikap yang ramah tamah serta attitude yang baik, sebagai penyelenggara pelayanan public seharusnya pihak rumah sakit tidak boleh memilih-milih konsumen. Karena Faktanya banyaknya pasien BPJS yang mengeluh terhadap pelayanan Rumah Sakit, seperti Lambat nya pihak RS dalam menangani pasien BPJS, Buruknya pelayanan yang diberikan kepada pasien BPJS dll. Kesopanan atau atensi akan menghasilkan pelayanan yang sempurna. Tetapi sebaliknya ketidak sopanan atau tidak ada atensi (cuek) akan merusak kepercayaan
Safety yaitu Pelanggan harus merasa aman dan nyaman terhadap pelayanan yang diberikan, bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan. Termasuk didalamnya adalah keamanan secara fisik (physical safety), keamanan financial (financial security)
Access yaitu kemudahan untuk dihubungi atau ditemui (approachability) dan kemudahan kontak. Hal ini berarti lokasi fasilitas jasa mudah dijangkau, waktu mengantri atau menunggu tidak terlalu lama, saluran komunikasi penyyelenggara layanan mudah dihubungi (contohnya, telepon, surat, email, fax, dan seterusnya), dan jam operasi nyaman. Dalam kasus ini pihak penyelenggara BPJS harus memperbaiki akses kemudahan dalam pembuatan BPJS yang berbelit-belit prosedurnya dan memperbaiki akses pelayanan kesehatan untuk mempermudah pasien BPJS mendapatkan fasilitas kesehatan baik di puskesmas maupun di rumah sakit serta jangan sampai ada lagi berita mengenai pasien BPJS terlantar di rumah sakit tidak mendapatkan kamar rawat inap karena prosedur yang tidak mudah di pahami oleh pelanggan.
Understanding the Customer yaitu berupaya memahami pelanggan dan kebutuhan spesifik mereka, memberikan perhatian individual, dan mengenal pelanggan regular.