Blokade Spinal Epidural Untuk Operasi Ginekologi TEXTBOOK READING
BLOKADE SPINAL DAN EPIDURAL UNTUK OPERASI GINEKOLOGI ( Klaus Kjaer, Joon Kim. Spinal and Epidural Blockade for Gynecologic Surgery Editor in Cynthia A.Wong, MD. Spinal and Epidural Anesthesia. United States of America;The McGrawHill Companies 2007.p. 247-256 ) PENDAHULUAN Operasi ginekologi mencakup berbagai macam prosedur, banyak diantaranya dilakukan dalam kondisi rawat jalan. Prosedur bervariasi mulai dari dilatasi dan kuretase yang relatif sederhana (D&C) hingga laparotomi yang kompleks untuk kanker-kanker ginekologi lanjut. Jalur nyeri dari struktur-struktur pelvis disebarkan melalui serabut saraf sakral, lumbar, dan torakal hingga ke T10. Iritasi peritoneal dapat melibatkan serabut saraf hingga setinggi T4. Blok T4 tidak sulit dilakukan, tetapi anestesi umum lebih sering dipilih karena berbagai alasan, khususnya untuk prosedur-prosedur di mana blok dermatom torakal diperlukan.1 Persepsi dari pihak yang merawat mengenai waktu yang tidak efisien pada ruang operasi dan pada postanesthesia care unit (PACU) mungkin nyata atau nampak. Efisiensi dapat ditingkatkan melalui sistem ruang operasi yang dirancang untuk memperoleh keuntungan maksimal dari anestesi neuraxial, atau dengan menggunakan teknik dosis rendah yang lebih baru. Kekhawatiran pasien dengan efektif dapat diringankan dengan meyakinkan pasien dan edukasi preoperatif dari ahli anestesi. Pemberian opioid intravena sebelum blok dan anxiolytic intravena selama operasi dapat secara signifikan meningkatkan kenyamanan pasien selama anestesi regional. Bila dilakukan dengan keterampilan yang baik, kepuasan pasien dengan blok neuraxial sangat tinggi (lebih dari 90%).2 Bab ini akan melihat kembali kelebihan, kekurangan, dan pertimbangan-pertimbangan khusus dalam pemberian blok neuraxial untuk prosedur-prosedur ginekologi yang sering dilakukan. LAPAROTOMI GINEKOLOGI Manajemen intraoperatif Tidak dapat dihindari bahwa laparotomi melibatkan manipulasi usus dan peritoneum. Nyeri viseral dari manipulasi tersebut mungkin sulit dikontrol dengan blok neuraxial, dan diperlukan blok sensoris torakal T4. Oleh karena itu, anestesi umum lebih disukai oleh banyak dokter. Ketika digunakan, anestesi neuraxial biasanya dikombinasi dengan sedasi berat atau anestesi umum ringan. Nyeri viseral akibat manipulasi usus dan peritoneum tidak sepenuhnya dipahami. Penelitian-penelitian baru menyimpulkan bahwa jalur kolumna dorsal merupakan suatu mediator yang penting untuk nyeri viseral. Hal ini jelas bahwa nyeri viseral akan lebih sedikit bila tingkat blok neuraxial lebih tinggi. Pada 200 pasien yang menjalani histerektomi abdominal di bawah anestesi neuraxial, mereka dengan blok sensoris di atas T3 memerlukan medikasi intravena yang lebih sedikit, dan lebih kurang daripada yang harus menjalani anestesi umum.4 Sebagai tambahan, opioid neuraxial mengurangi nyeri viseral. Hal tersebut nampak pada pasien yang menjalani laparoskopi dan histerektomi abdominal.5 o Anestesi spinal Anestesi spinal memiliki keuntungan sebab memberi blok yang cepat, dense, dan reliable (dapat diandalkan) dengan anestesi dosis rendah. Pilihan obat anestesi lokal harus disesuaikan perindividu dan berdasarkan perkiraan durasi waktu laparotomi. Bupivacaine populer karena
Ivan - Atjeh
1
Blokade Spinal Epidural Untuk Operasi Ginekologi kemampuan blok sensorisnya yang dapat diandalkan, durasi kerja yang lama pada dosis yang lebih tinggi, dan rendahnya insiden gejala neurologi transien (sementara).6,7 Preparasi hyperbaric memungkinkan kontrol ketinggian blok yang lebih baik, seperti penyebaran cephalad dari anestesi lokal dapat diatur dengan menyesuaikan posisi pasien.8 Beragam adjuvan dapat ditambahkan untuk meningkatkan kualitas blok spinal (tabel 129,10 1). Untuk laparotomi, opioid khususnya bermanfaat karena memperpanjang durasi analgetik sensoris dan mengurangi nyeri viseral. Zat-zat α-adrenergik juga merupakan adjuvan yang menguntungkan dalam laparotomi. Pada 73 pasien yang sebagian besar menjalani histerektomi abdominal, penambahan klonidine 15-30 μg terhadap bupivacaine intratekal 15 μg dapat memperpanjang durasi blok motoris, meningkatkan luas cephalad blok sensoris, dan memperpanjang durasi analgetik postoperatif tanpa tambahan efek samping.11
Tabel 12.1 Adjuvant untuk Anestesi Spinal Obat Sufentanil
Dosis 10 μg IT
Efek Memperpanjang durasi analgetik sensoris selama 60 menit Mengurangi kegagalan blok akibat dosis rendah bupivakain 1
Fentanyl
25 μg IT
Sama dengan dosis sufentanil 10 μg Mengurangi nyeri bahu pada laparaskopi dari 68% menjadi 28%5
Meperidine
10 μg IT
Sama dengan dosis sufentanil 5 μg Memperpanjang durasi analgetik 60-80 menit Efek samping = mual, depresi pernapasan9
Epinephrine
0,2 μg IT
Memperpanjang durasi analgetik sensoris selama 30 menit Memperpanjang waktu selama 80 menit12-14
Clonidine
0,2 mg PO-
Memperpanjang durasi blok sensoris dan motoris dengan lidokain selama 30 menit diberikan 1,5 jam sebelum blok dilakukan Efek samping : sedasi, bradikardi 10
15-30 μg IT
Memperluas blok sensoris, memperpanjang durasi dari blok motoris dan memperpanjang analgetik 11
Neostigmin
1-5 μg IT
Dikombinasi dengan morfin 100 μg IT, pemberian pertama kali analgesi : 2 kali dari 3 hingga 6 jam dan 24 jam analgetik tersebut dikurangi 25
Nitrous
50%
Meningkatkan tingkat sensoris dari 2 cm setelah 10 menit 1
Oxide
IT = Intratekal, PO = Oral
Epinefrin intratekal 200 μg memperpanjang anestesi bedah sekitar 30 menit, sedang tambahan 50 μg tidak memberikan kelebihan tambahan dalam analgesia intraoperatif atau pada kondisi operasi.12 Kelemahan atau kerugian dari penggunaan epinefrin adalah memanjangnya waktu blok motoris dan memperlambat waktu pengosongan (berkemih) sampai dengan 80 menit.13,14 Kekurangan ini tidak menjadi masalah pada pasien-pasien laparotomi, yang lebih sering dirawat di rumah sakit setelah operasi dengan menggunakan kateter urine. o Anestesi epidural Anestesi epidural, dibandingkan dengan anestesi spinal memiliki keuntungan karena merupakan teknik yang berkelanjutan dan memungkinkan pasien memperoleh analgesi epidural setelah operasi. Akan tetapi, blok sakral kurang dapat diandalkan dengan teknik epidural dan hal ini merupakan kelemahan yang signifikan untuk prosedur-prosedur yang melibatkan nyeri perineal. Terdapat perkembangan yang menarik perhatian yaitu dalam kombinasi anestesi spinal-epidural
Ivan - Atjeh
2
Blokade Spinal Epidural Untuk Operasi Ginekologi (combined spinal-epidural anesthesia (CSE)), di mana teknik tersebut menggabungkan beberapa kelebihan dari tiap-tiap teknik serta meminimalkani kelemahan masing-masing teknik. Analgetik postoperatif Kontrol nyeri postoperatif yang baik merupakan kelebihan dari blok neuraxial yang diterima secara umum dan telah dikonfirmasi pada populasi bedah ginekologi. Dibandingkan dengan anestesi umum saja, blok neuraxial baik sendiri atau pun dengan kombinasi bersama anestesi umum berhubungan dengan berkurangnya nyeri postoperatif setelah operasi uterus.15,16 Konsep preemptive analgesia telah diajukan dari pengamatan bahwa analgesia postoperatif kadang melebihi waktu durasi farmakologis dari analgetik yang diberikan. Suatu hipotesis menyebutkan bahwa blok neuraxial membatasi stimulasi neural aferen, yang mencegah kondisi hipereksitabilitas, di mana stimulus selanjutnya akan menyebabkan potensiasi impuls neural dan meningkatkan nyeri. Tetapi, pre-insisi seperti yang diberikan oleh bupivacaine sebagai preemergensi epidural dan fentanyl tidak mengurangi kebutuhan morfin pada 48 jam setelah operasi histerektomi abdominal.17 Hal tersebut sesuai dengan studi pada histerektomi lainnya di mana pre-incisi seperti pada pemberian bupivacaine epidural post-ekstubasi, tidak memberikan pengaruh analgetik preemptive.18,19 Oleh karena itu, bukti yang ada saat ini menunjukkan bahwa blok neuraxial memperbaiki analgetik post-operatif, tetapi tidak memberikan efek analgetik preemptive. Morfin intratekal merupakan adjuvan yang digunakan secara luas untuk analgesia postoperatif. Kelemahannya berupa nausea, gatal, dan memerlukan pengawasan dosis untuk mencegah terjadinya depresi pernapasan. Pada 80 pasien yang menjalani histerektomi abdominal, mereka dipilih secara acak untuk menerima 0, 0.1, 0.3, dan 0.5 mg morfin intratekal.20 Analgesia dianggap inadekuat setelah pemberian morfin sebanyak 0 dan 0.1 mg, sedangkan dosis 0.5 mg berhubungan dengan peningkatan terjadinya efek samping. Oleh karena itu, penulis menyimpulkan bahwa 0.3 mg merupakan dosis morfin intratekal yang optimal. Tidak ditemukan depresi pernapasan pada dosis mana pun. Suatu kelompok peneliti lainnya secara acak memberikan morfin intratekal dengan dosis 0.2, 0.25, dan 0.3 mg kepada 343 pasien yang menjalani operasi ginekologi.21 Penulis lalu menyimpulkan bahwa 0.2 mg merupakan dosis optimum di mana dosis yang lebih tinggi tidak memberi efek analgesia yang lebih baik, tetapi memberikan lebih banyak efek samping. Menggabungkan hasil tersebut dengan studi-studi ini menunjukkan bahwa 0.2 mg morfin intratekal merupakan dosis analgesia yang paling baik untuk prosedur-prosedur uterin. Adjuvan lainnya bekerja sinergis dengan morfin intratekal di mana adjuvan tersebut dapat meningkatkan dan memperpanjang analgesia. Epinefrin 120μg ditambahkan pada morfin 0.2 mg dan tetrakaine intratekal meningkatkan kualitas dan durasi kontrol nyeri post-operatif setelah histerektomi abdominal dan ooforektomi tanpa meningkatkan terjadinya efek samping, jika dibandingkan dengan pemakaian morfin intratekal saja, atau epinefrin saja (gambar 12-1).22 Penggunaan neostigmin lebih kontroversial. Neostigmin 100 μg intratekal, bersama dengan bupivacaine, tapi tanpa opioid tidak memberikan analgesia post-abdominal histerektomi yang efektif. Selain itu juga pemberian neostigmin berhubungan dengan tingginya insiden postoperative nausea and vomiting (PONV).23 Suatu studi follow up pada pasien-pasien yang menjalani histerektomi vaginal dengan neostigmin 25 μg yang diberikan bersama dengan fentanyl 25 μg dan bupivacaine memperpanjang waktu medikasi pertama hingga 338 menit dibanding 238 menit pada pemberian fentanyl dan bupivacaine saja. Ditemukan insiden PONV yang sedikit lebih tinggi, tetapi secara statistik tidaklah signifikan.24 Neostigmin dosis sangat rendah, 1-5 μg, bersama dengan 0.1 mg morfin intratekal menggandakan waktu pemberin medikasi pertolongan analgetik pertama dari 3 menjadi 6 jam dan menurunkan konsumsi total analgetik lebih dari 24 jam tanpa peningkatan efek samping jika dibandingkan dengan kontrol saline. 25
Ivan - Atjeh
3
Blokade Spinal Epidural Untuk Operasi Ginekologi
Gambar 12-1. Durasi analgesi setelah tetrakain diberikan sebagai anestesi spinal untuk histerektomi abdominal (n=31) dan ooforektomi (n=5). Studi adjuvan adalah morfin (M) 0,2 mg dan atau epinefrin (E) 0,12 mg. ’P <0,05 dengan kelompok MT dan ET ’P< 0,05 dengan kelompok ET. Digunakan atas izin dari Goyagi T, Nishikawa T. The Addition of Epinephrine enhances postoperative analgesia by intratekal morphine. Anesth Analg 81 : 508. 1995
Meskipun studi tersebut tidak cukup kuat untuk menemukan perbedaan statistik, data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa penambahan neostigmin dosis rendah pada morfin memperbaiki analgesia dibanding dengan pemberian morfin saja. Morfin epidural juga memperbaiki kontrol nyeri post-operatif setelah histerektomi abdominal (gambar 12-2). 26
Ekstradural dengan pasien yang dikontrol dengan morfin
Waktu (h)
Waktu (h)
(a)
(b)
Grafik 12-2. Perbandingan pasien dengan epidural dan pasien yang dikontrol dengan morfin untuk histerektomi postabdominal, setelah standarisasi kombinasi epidural-anestesi umum untuk histerektomi abdominal.. VSA = Visual Analog Score, PCA = Pasien dikontrol dengan analgetik. Simbol lingkaran hitam padat dan grafik batang merupakan morfin epidural. Simbol lingkaran terbuka dan grafik batang merupakan morfin melalui intravena. Dari hal diatas terdapat perbedaan yang signifikan dalam penilaian nyeri (P<0,001) (a) dan akumulasi dari PCA (P<0,001) (b). Digunakan atas izin Eriksson Mjobarg, M. Svensson JO, Almkvist 0, et al. Ekstradural morphoin gives better pain relief than pasien controlled IV morphine after hysterectomy. Br J Anesth 78 10 .1997
Ivan - Atjeh
4
Blokade Spinal Epidural Untuk Operasi Ginekologi Dosis antara 2 dan 4 mg efektif dengan minimalisasi efek samping.27 Dexamethasone profilaksis intravena 8 mg atau ondansetron 4 mg mengurangi insiden PONV yang disebabkan oleh morfin epidural 3 mg setelah hesterektomi abdominal.28,29 Keuntungan Anestesi Neuraxial Pasien yang menjalani operasi ginekologi berada khususnya pada risiko tinggi PONV, dengan insiden sebesar 50-93%. Meskipun tidak ada data yang secara langsung membandingkan analgesia regional dan umum untuk operasi ginekologi dalam hal PONV, studi baru-baru ini pada populasi operasi lainnya menunjukkan bahwa anestesi umum berhubungan dengan insiden PONV yang lebih tinggi.32 Kembalinya fungsi pencernaan yang lebih dini merupakan kelebihan dari analgesia epidural dengan anestesi lokal dan nampaknya sebagian besar adalah sekunder untuk mengurangi kebutuhan opioid post-operatif. Secara signifikan, fungsi pencernaan kembali lebih cepat pada pasien yang diberikan bupivacaine epidural dibandingkan dengan pasien yang memperoleh opioid parenteral atau morfin epidural setelah histerektomi abdominal.33 Pada suatu studi yang terbaru, pemberian bupivacaine epidural post-operatif selama 24 jam mempercepat waktu flatus pertama, tetapi tidak untuk waktu defekasi bila dibandingkan dengan pemberian NSAID post-operatif dan acetaminofen, di mana kedua kelompok mendapat konsumsi morfin dalam jumlah yang sama 2472 jam setelah histerektomi abdominal (gambar 12-3).34 Keuntungan lainnya dari blok neuraxial untuk laparotomi termasuk mengurangi terjadinya tromboemboli setelah neuraxial dibanding pada anestesi umum.35 Pasien yang menjalani histerektomi dengan anestesi epidural memiliki kadar kompleks faktor VIII yang lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang menggunakan anestesi umum.36 Penurunan terhadap respon stress diakibatkan oleh: kadar kortisol dan glukosa plasma lebih rendah pada pasien yang menjalani histerektomi abdominal dengan neuraxial dibandingkan dengan anestesi neuraxial umum. Pengaruhnya, bagaimanapun juga, bersifat sementara (transient) dan berhubungan dengan berkurangnya efek analgesia sensoris.37,38 Kombinasi anestesi umum dengan neuraxial juga terbatas pada peningkatan kadar aldosterone plasma.39 Implikasi klinis dari penemuan ini belum diketahui. HISTEREKTOMI VAGINAL Histerektomi vaginal mengeliminasi kebutuhan akan insisi abdominal dan memerlukan lebih sedikit relaksasi otot dibanding dengan histerektomi abdominal. Sebagai tambahan, blok sensoris dermatom yang lebih rendah diperlukan, karena berkurangnya manipulasi struktur-struktur viseral. Blok sensoris T10 dapat memberikan anestesi yang cukup. Pada suatu analisis retrospektif mengenai histerektomi vaginal, tidak ada perbedaan dalam waktu OR (operation room) antara anestesi umum dan spinal. Kelompok anestesi spinal, bagaimana pun, tinggal di PACU selama rata-rata 27 menit lebih lama dibanding pasien dengan anestesi umum di mana hal tersebut secara sekunder dilakukan untuk memperpanjang blok motoris (168 menit dan 141 menit). Pemulihan motoris yang lengkap diperlukan di PACU untuk dapat mengeluarkan pasien pada populasi studi ini.
Ivan - Atjeh
5
Blokade Spinal Epidural Untuk Operasi Ginekologi
Grafik 12-3. Sedikit dari pasien dengan flatus (a) dan defekasi (b). • = anestesi umum, lidokain epidural pada intraoperatif dan postoperatif dengan bupivakain epidural : ∆ = anestesi umum, epidural salin postoperatif; dan ◦ = epidural lidokain intraoperatif dan pada postoperatif dengan epidural salin. Terdapat perbedaan yang signifikan dalam waktu pertama kali flatus pada kelompok yang mendapatkan bupivakain postoperatif dan dibandingkan dengan kelompok lainnya. (P=0,009 ), namun tidak terdapat perbedaan diantara kelompok tersebut yaitu saat defekasi. Penggunaan izin dari JorgensonH/ Fomsguard JS Dirks J, et al. . Effect of Peri And Postoperative Anestesi epidural on Pain And postoperatif after abdominal histerektomi. Br J Anaesth 87, 577,2001.
LAPAROSKOPI GINEKOLOGI Awalnya digunakan untuk diagnosis infertilitas dan nyeri pelvis, sekarang laparoskopi digunakan untuk sejumlah prosedur operatif ginekologi. Kelebihannya termasuk lebih sedikit nyeri postoperatif, penurunan waktu yang diperlukan untuk pemulihan, berkurangnya respon stress, menjaga fungsi imun, lebih sedikit komplikasi luka, dan risiko adhesi yang lebih rendah.41 Prosedur termasuk memasukkan jarum Verres melalui umbilikus, di mana kemudian CO2 ditiupkan ke dalam cavum peritoneal. Jarum Verres lalu digantikan oleh suatu trochar besar. Sebuah kamera dengan sumber cahaya fibreoptic dimasukkan melalui trocar untuk melihat peritoneum. Satu atau lebih insisi dibuat pada suprapubis untuk tambahan trocar untuk forseps, pemotong, koagulasi, laser, suction, atau irigasi. Suatu manipulator uterin kadang dimasukkan juga melalui vagina. Pneumoperitoneum CO2 menyebabkan gangguan fisiologis yang luas. Perubahanperubahan hemodinamik diringkas pada tabel 12-2. Peningkatan tekanan intraabdominal dan elevasi diafragma mengakibatkan penurunan functional residual capacity (FRC), peningkatan ventilasi ruang rugi, meningkatkan ketidaksesuaian ventilasi-perfusi, menurunkan compliance paru (47%), dan meningkatkan peak airway pressure (50-81%). Absorpsi dari CO2 menyebabkan asidosis dan peningkatan usaha pernapasan. Ventilasi semenit diperlukan untuk mempertahankan PaCO2 konstan meningkat hingga 55%. Tekanan intrakranial meningkat tanpa memandang PaCO2 dan tidak merespon hiperventilasi. Perfusi menuju struktur-sruktur splanchnic menurun akibat kompresi mekanik dari vaskulatur mesenterik. Output urine menurun akibat berkurangnya laju filtrasi glomerulus dan peningkatan kadar serum anti diuretic hormone (ADH). Banyak diantara gangguan-gangguan ini lebih lanjut dieksaserbasi oleh posisi Trendelenburg.41,42
Ivan - Atjeh
6
Blokade Spinal Epidural Untuk Operasi Ginekologi
Table 12-2 Perubahan Hemodinamik selama Laparaskopi Gasless Pneumoperitoneum
Laparaskopi
Frekuensi jantung
↔
↔
Resistensi pembuluh darah sistemik
↑
↑
Tekanan rata-rata arteri (MAP)
↑
↑
Cardiac output
↓
↑
Tekanan vena sentralis ( CVP )
↑
↔
Tekanan kapiler pulmonal
↑
↔
Kegagalan fungsi respirasi akibat pneumoperitoneum dan posisi Trendelenburg dapat menjadi halangan untuk menggunakan anestesi neuraxial. Untuk operasi yang lama, atau untuk mereka yang membutuhkan posisi Trendelenburg, anestesi umum dengan kontrol ventilasi secara tradisional merupakan teknik yang lebih disukai. Tetapi, terdapat bukti bahwa pasien yang sadar, bernapas spontan dapat mentolerir laparoskopi dengan cukup baik. Dalam satu studi terhadap pasien-pasien yang menjalani laparoskopi di bawah anestesi epidural dengan posisi Trendelenburg 20 derajat, tidak dijumpai peningkatan PaCO2 di mana pasien dapat mengautoregulasi ventilasi semenit mereka.43 Laparoskopi diduga meningkatkan risiko refluks gastroesophageal akibat peningkatan tekanan intra-abdominal dan posisi Trendelenburg (kepala lebih rendah). Bagaimanapun, kekhawatiran tersebut tidak dijumpai, di mana dari sejumlah studi tidak ditemukan peningkatan insiden refluks atau pun aspirasi selama laparaskopi. Pada pneumoperitoneum, nampaknya tekanan esophageal bagian bawah meningkat hingga derajat yang lebih tinggi dibandingkan tekanan intragastrik yang mencegah terjadinya regurgitasi isi lambung.42 Di pihak lain, nyeri alih bahu intraoperatif merupakan masalah yang signifikan. Nyeri alih tersebut disebabkan oleh iritasi kimia, mekanis dan suhu pada diafragma. Ketika CO2 dimasukkan ke dalam peritoneum, suhu intraperitoneal dapat turun hingga 27.7 derajat.44 Keasaman (pH) intraperitoneal juga turun hingga 6.0 segera setelah operasi dan kembali normal di atas 7.0 pada hari kedua atau ketiga post-operatif.45 Pengeringan sel-sel peritoneal juga menyebabkan kematian sel.46 Menggunakan CO2 yang dihangatkan dilembabkan dapat mengurangi ketidaknyamanan yang dirasakan pasien. Lebih sedikit pasien yang mengeluhkan nyeri bahu ( 5% vs 40%) dan menggigil (0% vs 55%) ketika CO2 i digunakan pada mikrolaparoskopi dalam keadaan sadar.47 Untuk pasien yang mengalami nyeri bahu setelah laparoskopi sebelumnya, penggunaan CO2 yang dihangatkan dan dilembabkan menyebabkan toleransi pasien yang lebih baik, penurunan perubahan ke anestesi umum (10% vs 50%), dan waktu pemulihan yang lebih singkat setelah laparoskopi dalam keadaan sadar. Lebih sedikit pasien yang memerlukan sedasi dan lebih banyak pasien yang dapat mentolerir insuflasi lebih dari 1200 mL CO2 (65% vs 20%).46 Laparoskopi dapat dilakukan tanpa pneumoperitoneum. Juga dikenal sebagai laparoskopi tanpa gas, kawat (wire) subkutaneus digunakan untuk mengangkat dinding abdominal. Anestesi neuraxial dapat digunakan lebih mudah untuk operasi-operasi ini karena sebagian besar tidak dijumpai adanya gangguan-gangguan fisiologis dan ketidaknyamanan bahu akibat insuflasi CO2. Pada suatu penelitian yang melibatkan 279 laparoskopi myomektomi tanpa gas, 57 dilakukan di bawah anestesi epidural atas pilihan pasien sendiri. Tidak ada perubahan ke anestesi umum yang diperlukan.48 Kelompok lain melaporkan 21 kasus laparoskopi tanpa gas untuk operasi ginekologi, semuanya berada di bawah anestesi epidural, tanpa obat-obat suplemen.49
Ivan - Atjeh
7
Blokade Spinal Epidural Untuk Operasi Ginekologi Opioid intratekal menurunkan terjadinya discomfort bahu dan dada atas. Dalam suatu percobaan double-blind prospektif, penambahan fentanyl 25µg pada lidocaine 20 mg mengurangi angka kejadian nyeri bahu dari 67 hingga 28% gambar 12-4.
Grafik 12-4. Berkurangnya nyeri bahu dan membutuhkan suplemen intravena untuk intraoperatif selama anestesi spinal dengan lidokain untuk laparaskopi ditambahkan dengan fentanyl intratekal 0,10 dan 25µg. ’P <0,05 dibandingkan dengan fentanyl 0 µg. Data diambil dari Referensi 5.
Penambahan fentanyl juga mengurangi kebutuhan suplementasi dengan analgetik iv postoperatif, dan memperpanjang waktu permintaan pertama analgetik post-operatif. Pemulihan motor dan waktu pemindahan tetap sama.5 Cara lainnya untuk memaksimalisasi kenyamanan pasien termasuk dengan meminimalkan derajat posisi Trendelenburg, meminimalkan tekanan insuflasi di bawah 15mmHg, dan membatasi jumlah CO2 yang diinsuflasikan.50 Glycopyrrolte profilaksis juga bermanfaat dalam mencegah episode vasovagal yang dapat terjadi dengan kombinasi anestesi spinal dan laparoskopi. Daftar obat-obat sistemik adjuvan yang berguna dapat dilihat pada tabel 12-3.
Table 12-3 Penggunaan Adjuvant Lokal atau Sistemik pada Anestesi Neuraxial untuk Laparaskopi Obat
Efek
Midazolam
Anxiolitik
Fentanyl
Analgetik
Infiltrasi anestesi lokal
Analgetik
Acetaminofen
Analgetik
NSAIDs
Analgetik/Antiinflamasi
5-HT 3 reseptor antagonis
Antiemetik
Dexametason
Antiemetik
Perphenazin
Antiemetik
Glikopyrrolat
Vagolitik
Dapat disimpulkan, meskipun terdapat masalah yang potensial, anestesi neuraxial dapat memegang peran penting dalam perawatan pasien yang menjalani laparoskopi. Blok neuraxial berhubungan dengan berkurangnya nyeri post-operatif dan lebih sedikit PONV dibanding dengan anestesi umum. Kemampuan untuk sadar dan berkomunikasi dengan ahli bedah dapat menguntungkan, dan bahkan diperlukan, untuk prosedur-prosedur seperti pemetaan nyeri, di samping itu, beberapa pasien lebih memilih untuk tetap sadar.50
Ivan - Atjeh
8
Blokade Spinal Epidural Untuk Operasi Ginekologi Anestesi spinal selektif Karena banyak laparoskopi yang dilakukan dengan dasar rawat jalan, terdapat pendapat yang berkembang mengenai pengurangan dosis anestesi lokal untuk meminimalisasi efek samping, seperti hipotensi, distensi kantung kemih, dan perpanjangan waktu pemulihan. Reduksi yang difasilitasi oleh opioid pada dosis anestesi lokal dengan memperpanjang blok sensoris, memperbaiki toleransi terhadap sensasi viseral, seperti iritasi kantung kemih dan usus, dan peregangan peritoneal, tanpa menunda waktu pengosongan. Durasi laparoskopi yang singkat dengan sukses dilakukan dengan lidokain intratekal 10-20 mg jika opioid (sufentanil 10 µg atau fentanyl 25 µg) ditambahkan sebagai adjuvan.52 Metode ini disebut sebagai selective spinal anesthesia (SSA), dan menghasilkan anestesi di mana serabut nosiseptif diblok dengan dosis minimal anestesi lokal, tetapi fungsi kolumna dorsalis dan motor dipertahankan. Kombinasi lidokain 10 mg dan sufentanil 10µg menyebabkan blok motoris dalam durasi yang paling singkat. Ketika masih berada di ruang operasi (OR) sekitar 80% pasien mampu melakukan deep knee bend (menekuk lutut) pada 15 menit akhir laparoskopi, dan sebagian besar memenuhi kriteria untuk dipindahkan ke perawatan. Tidak ada perubahan ke anestesi umum, meskipun ada satu prosedur yang berlangsung hingga 87 menit. Insiden nyeri bahu adalah 60 – 100%, tetapi masalah tersebut dapat dengan mudah diatasi dengan alfentanil intravena. Karena sensasi sentuhan ringan dan propioseptif dipertahankan, pasien perlu ditenangkan dengan memberi tahu bahwa mereka akan merasakan stimulus-stimulus seperti pada kulit dan perineum serta pemasangan instrumen, tetapi mereka tidak akan merasakan sakit selama operasi. SSA nampaknya lebih baik dibanding anestesi umum dalam hal efisiensi PACU dan OR. Dalam suatu penelitian pada 40 pasien yang menjalani laparoskopi ginekologi rawat jalan, SSA dengan lidokain 10 mg dan sufentanil 10 µg dibandingkan dengan anestesi umum yang mengunakan propofol, mivacurium, fentanyl, dan nitrous oxide. Pada akhir operasi, kedua kelompok mendapatkan perphenazine 1 mg IV, diklofenak 100 mg PR, dan infiltrasi lokal bupivacaine 0.25% pada tempat insisi. Saat keluar dari OR, waktu yang diperlukan untuk dapat mengangkat kaki dan membungkuk semuanya lebih singkat pada pemberian SSA. Pasien SSA menghabiskan waktu lebih lama di PACU. Hal ini dikarenakan oleh kriteria pemindahan pasien yang mengharuskan pemulihan sempurna fungsi sensoris meskipun mampu untuk dirawat jalan. Total biaya antar SSA dan anestesi umum dengan propofol sama saja. 49 SSA juga memiliki profil pemulihan yang sama dengan anestesi umum desflurane. Peneliti membandingkan SSA dengan lidokain 10 mg dan sufentanil 10 µg terhadap anestesi umum dengan induksi mivacurium dan propofol, lidokain intratekal, dan rumatan (maintenans) desflurane yang dititrasi hingga bispectral index (BIS) antara 45 dan 65. Semua pasien diberikan asetaminofen oral 975 mg 30 menit sebelum operasi dan diklofenak rektal supposutoria, perphenazine 1 mg iv, dan infiltrasi lokal bupivacaine 0.25% pada tempat insisi. Pasien pada kelompok SSA menunjukkan pemulihan yang lebih cepat, kontrol nyeri post-operatif yang lebih baik, dan insiden pruritus yang lebih tinggi hilang tanpa intervensi. Sekali lagi, meskipun waktu ambulasi lebih singkat pada SSA ( 3 menit dengan 59 menit), keseluruhan durasi lamanya pasien di rawat di PACU sama saja pada kedua kelompok, karena sebelum dipindahkan, pasien harus pulih sepenuhnya dari blok sensoris.54 Memungkinkan pasien untuk rawat jalan pada blok neuraxial selektif dapat diterima pada kondisi obstetri; tetapi, apakah pasien dapat dipindahkan dengan blok sensoris residual setelah operasi ambulatory masih kontroversial.53 Seperti pada lidokain, penambahan opioid membantu memberikan blokade yang efektif dengan bupivacaine dosis rendah. Bupivacaine hyperbaric 5.25 mg ditambah fentanyl 20 µg nampak memiliki profil yang sama dengan lidokain 30 mg ditambah fentanyl 20 µg dalam hal ketinggian blok dan waktu regresi T1. Kelompok lidokain memiliki durasi blok motoris yang lebih lama, (75 menit dengan 56 menit) tetapi, waktu ambulasinya sama (117 menit). Kelompok bupivacaine membutuhkan waktu untuk miksi yang lebih lama (164 menit dengan 133 menit) dan insiden gejala neurologis yang lebih rendah (0% dengan 7%).55
Ivan - Atjeh
9
Blokade Spinal Epidural Untuk Operasi Ginekologi Anestesi lokal tipikal dan dosis opioid yng digunakan untuk SSA pada operasi laparoskopi dirangkumkan pada tabel 12-4.
Table 12-4 Obat-Obat SSA dan Dosis Durasi Blok Penuh Motoris (menit )
Lidokain 20 mg + fentanyl 10 µg
Waktu sampai terjadinya Penurunan Blok Sensoris pada S3 ( menit ) 87
Lidokain 20 mg + fentanyl 25 µg
101
36
Lidokain 20 mg + sufentanyl 10 µg
135
34
Lidokain 10 mg + sufentanyl 10 µg
105
26
34
Sumber : Data dari Ref. 5,52
HISTEROSKOPI Histeroskopi digunakan untuk mengamati kavitas intrauterin agar dapat mendiagnosis dan mengobati penyebab infertilitas dan perdarahan abormal. Setelah dilatasi serviks, kavitas uterina didistensikan dengan gas (CO2), dan cairan dengan viskositas rendah (saline normal, ringer laktat, atau glycine) atau cairan dengan viskositas tinggi (dextran 70 atau hyskon). Histeroskopi lalu dimasukkan pada kanalis serviks dan didorong hingga kavitas uterina dengan tuntunan visual. Instrumen operasi lainnya seperti forcep, gunting, elektrokauter, dan laser kemudian berturutturut dimasukkan untuk reseksi fibroid submukosa, polip ataupun adhesi. Bila histeroskopi operatif khususnya memerlukan anestesi umum ataupun neuraxial, histeroskopi diagnostik dapat dilakukan dengan anestesi lokal saja. Akan tetapi, ablasi endometrial, yang melibatkan pengangkatan seluruh ketebalan endometrium, memerlukan anestesi umum atau neuraxial. Cairan dengan viskositas tinggi atau glycine khususnya digunakan untuk mengembangkan kavitas uterina karena elektroneutralitasnya kurang mempengaruhi elektrokauter. Bagaimanapun, absorpsi larutan irigasi hipotonik selama reseksi endometrium dapat menyebabkan hiponatremia dilusional, edem paru, dan edema serebri. Satu penelitian menunjukkan bahwa anestesi umum dapat menawarkan kelebihan dibandingkan anestesi neuraxial karena lebih sedikit glycine yang diserap (380mL vs. 648 mL).58 Para peneliti berhipotesis bahwa blokade simpatetik dari anestesi neuraxial dan vasodilatasi dapat menyebabkan absorbsi larutan irigasi yang lebih besar. Sedangkan anestesi neuraxial, memungkinkan pasien mengeluh napas pendek (tersengal-sengal) atau perubahan status mental akibat absorbsi signifikan cairan irigasi hipotonik. Dalam suatu percobaan dengan random pada 40 wanita dengan ablasi histeroskopi untuk neoplasma endometrial, titrasi obat anestesi intravena kerja pendek seperti propofol dan remifentanil mengakibatkan waktu persiapan yang lebih singkat, waktu pemindahan yang lebih singkat, kenyamanan pasien, dan tidak ada penambahan biaya dibandingkan dengan anestesi spinal dengan bupivacaine hyperbaric 10 mg. Tetapi, hal ini tidak mengherankan jika melihat besarnya dosis bupivacaine yang digunakan.59 Nampaknya beralasan untuk melakukan histeroskopi dengan SSA, sebagaimana yang telah berhasil dilakukan untuk laparoskopi ginekologi. DILATASI DAN KURETASE & DILATASI DAN EVAKUASI D&C sederhana mungkin dapat dilakukan untuk perdarahan postmenopause iregular yang biasanya berat. Suction D&C khususnya dilakukan untuk mengeluarkan hasil konsepsi sebelum usia gestasi 12 minggu. Setelah usia gestasi 12 minggu, prosedur ini termasuk dalam terminasi trimester kedua dan disebut sebagai dilatasi dan evakuasi (D&E).
Ivan - Atjeh 10
Blokade Spinal Epidural Untuk Operasi Ginekologi D&C sederhana dapat dilakukan tanpa kesulitan di bawah blok paracervical, khususnya dilakukan oleh ahli obstetri. Absorbsi sistemik anestesi lokal setelah blok paracervical cepat, dan blok ini berhubungan dengan konvulsi. Tetapi, kadar plasma nampaknya tetap di bawah kadar toksik bila dosis lidokain paracervical dibatasi hingga di bawah 100 mg.60 Blok paracervical juga berhubungan dengan kadar serum prolaktin dan kortisol yang lebih tinggi dan insiden demam yang lebih tinggi pula.61 Akan tetapi, literatur baru telah menyatakan bahwa anestesi lokal sama amannya dan mujarab untuk suction D&C.62 Di pihak lain, anestesi umum dengan zat-zat volatile berhubungan dengan tingginya risiko cedera cervical, perforasi uterine, dan perdarahan.63 Demikian pula dengan D&E, anestesi lokal dibandingkan dengan anestesi umum menyebabkan sedikit komplikasi seperti perdarahan, hal-hal yang tidak diinginkan pada operasi besar, dan suhu postoperatif lebih dari 38oC.64 Penemuan ini mungkin sebagian disebabkan oleh teknik operasi yang lebih agresif pada pasien dengan anestesi umum, dan sebagian lagi disebabkan oleh relaksasi uterin yang diperoleh dari zat-zat terhalogenasi. Ketika propofol digunakan sebagai pengganti bahan-bahan halogenasi, hilangnya darah selama D&C secara signifikan akan lebih rendah.65,66 Anestesi spinal dapat digunakan bila pasien memiliki risiko tinggi terjadinya komplikasi akibat anestesi umum, dan diharapkan memberi kenyamanan lebih besar bagi pasien dibanding blok paracervical. Blok sensoris T10 cukup untuk memberikan efek anestesi pada prosedur – prosedur ini. Perhatian khusus dibutuhkan saat menggerakkan pasien dari posisi supine ke posisi litotomi, atau sebaliknya, karena dapat mencetuskan perubahan-perubahan hemodinamik akibat simpatektomi yang diinduksi oleh anestesi neuraxial. Meskipun belum diteliti secara khusus pada prosedur-prosedur ini, SSA merupakan teknik yang beralasan untuk prosedur rawat jalan tersebut. Kehilangan darah setelah anestesi spinal belum dibandingkan dengan kehilangan darah setelah anestesi umum dengan propofol. PROSEDUR INFERTILITAS Teknologi reproduksi bantu (ARB) sekarang digunakan untuk mengatasi berbagai etiologi dari infertilitas, termasuk akibat penyakit tuba falopi kronik, abnormalitas cervical, endometriosis, disfungsi ovulasi, antibodi antisperma maternal, dan infertilitas faktor pria. Empat langkat ARB adalah stimulasi hormonal, pengambilan oocyte, fertilisasi in vitro, dan transfer embrio. Tingkat persalinan adalah sekitar 30% per oosit yang diambil. Stimulasi hormonal terdiri atas down regulasi dengan GnRH, lalu hiperstimulasi dengan human menopausal gonadotropin (hMG), diikuti oleh induksi ovulasi dengan hCG. Pengambilan oosit dilakukan 24-36 jam kemudian dan biasanya membutuhkan waktu 15-30 menit dimana biasanya diperlukan anestesi dalam yang singkat. Transfer embrio bisa dilakukan dengan pendekatan trans-servikal atau intrafallopian. Pendekatan trans-servikal tidak memerlukan anestesi, sedang pendekatan intrafallopian perlu. Zat anestesi dapat mempengaruhi tingkat laju fertilisasi, pembelahan embrio awal, dan implantasi. Zat anestesi telah dideteksi pada cairan folikular pada hewan dan manusia. Beberapa studi menemukan bahwa berbagai agen halogen, N2O, dan propofol memberi efek samping pada fertilisasi dan perkembangan embrionik, sedang studi lainnya menunjukkan tidak adanya perbedaan.67 Sebagai tambahan, pemberian NSAID harus dihindari, karena perubahan pada produksi prostaglandin dapat mempengaruhi implantasi embrio. Anestesi lokal tampaknya tidak berpengaruh pada ARB. Suatu penelitian mengukur kadar lidokain intrafolikular setelah blok paracervical dengan lidokain 50 mg, dan tidak menemukan perbedaan kadar lidokain pada oosit yang dibuahi dengan oosit yang tidak dibuahi. Lebih lanjut lagi, pasien yang menerima lidokain tidak menunjukkan perbedaan pada fertilisasi, pembelahan, dan keseluruhan tingkat kehamilan dibandingkan pada kelompok kontrol dari pasien yang tidak menerima lidokain.68 Blok paracervical mungkin tidaklah cukup untuk kenyamanan pasien pada saat pengambilan oosit.69 Anestesi spinal dengan lidokain 45 mg dan fentanyl 10 µg telah berhasil digunakan. Dengan pertimbangan akan transient neurologic syndrome (TNS) pada penggunaan Ivan - Atjeh 11
Blokade Spinal Epidural Untuk Operasi Ginekologi lidokain, telah dilakukan usaha-usaha untuk menggunakan bupivacain dosis rendah. Bupivacaine 3.75 mg dan fentanyl 25 µg tidak menyebabkan perbedaan apa pun dalam waktu onset pemulihan fungsi motor dibanding lidokain 30 mg dan fentanyl 25µg. Tetapi, kelompok bupivacaine memerlukan medikasi suplemen iv yang lebih banyak serta waktu yang lebih lama untuk pengosongan dan dipindahkan (tabel 12-5).71
Table 12-5 Anestesi Spinal Bupivakain dengan Lidokain untuk Prosedur Fertilisasi in vitro Bupivakain + Fentanyl (n=20)* Waktu
Lidokain + Fentanyl (n=20)¹
Nilai P
(menit)2
Durasi operasi
27 ± 9
29 ± 10
NS
Pemulihan seluruh motorik
53 ± 30
62 ± 21
NS
Pemulihan seluruh sensoris
93 ± 25
94 ± 28
NS
Rawat inap
107 ± 37
103 ± 26
NS
Urine
159 ± 38
126 ± 38
< 0,05
Meninggalkan RS
178 ± 41
144 ± 34
< 0,05
*Kelompok Bupivakain : Bupivakain Hiperbarik 3,75 mg + fentanyl 25 µg 30 mg + fentanyl 25 µg. Nilai adalah rata-rata ± SD. NS = tidak signifikan Sumber : Data dari Ref.71
1Kelompok
Lidokain : Lidokain Hiperbarik
PROSEDUR DASAR PELVIS Prosedur-prosedur inkontinensia urine Prosedur laparoscopic Burch colpuspension dan tension-free vaginal tape (TVT) dilakukan untuk mengurangi stress incontinentia. Prosedur tersebut khususnya dilakukan di bawah anestesi lokal atau neuraxial untuk memastikan kemampuan pasien dalam bekerjasama untuk kontinens selama operasi. Dengan pendekatan ini, kandung kemih diisi dengan cairan, lalu pasien diminta untuk batuk, dan penambahan suspensi disesuaikan hingga pasien berkemih dengan tekanan. Hal ini menurunkan risiko disfungsi pengosongan post operatif. Kondisi operasi yang baik untuk TVT dapat dicapai dengan infiltrasi anestesi lokal dan sedasi.72 Anestesi neuraxial juga dapat digunakan untuk prosedur ini, tetapi menyebabkan relaksasi dasar pelvis dan otot-otot detrussor. Hal tersebut dapat menyebabkan pemeriksaan inkontinensia menjadi lebih sulit.73 Dalam suatu perbandingan acak prospektif pada infiltrasi anestesi lokal dan anestesi epidural untuk TVT, tidak ada perbedaan nyeri, durasi , tingkat kecemasan, dan kehilangan darah. Pada kelompok lokal, pengosongan terjadi lebih dini dengan residu yang lebih sedikit, dan waktu rawat inap yang lebih pendek. Tetapi, tidak ada perbedaan dalam hal keberhasilan jangka panjang prosedur (tabel 12-6).74 Bila anestesi umum tidak memiliki kemampuan penderita untuk batuk pada saat operasi, satu studi melaporkan hasil yang baik menggunakan ultrasound dibandingkan bergantung pada kerjasama pasien dalam memastikan posisi vaginal tape sudah tepat.75 Suatu penelitian kohort retrospektif juga menunjukkan bahwa anestesi umum tidak meningkatkan risiko disfungsi pengosongan post-operatif dengan TVT.76
Ivan - Atjeh 12
Blokade Spinal Epidural Untuk Operasi Ginekologi
Table 12-6 Perbandingan Anestesi Lokal dan Epidural untuk Prosedur TVT Lokal ( n= 36)* Nilai ambang
nyeri†
Epidural ( n=36 ) *
Nilai P
2,69 ± 0,62
2,75 ± 0,50
0,68
Postresidual selama dirawat
98 ± 63
155 ± 16
<0,05
Rawat Inap
3,4 ± 1,4
5,5 ± 1,6
<0,05
Initial voiding > 6 jam postoperatif,n %
2 (6 )
10 (28)
<0,05
Pengobatan
86
86
1,0
Kemajuan
6
3
0,56
Nilai keberhasilan secara objektif
*Kelompok lokal : Lidokain 1%, 60ml, Kelompok epidural : lidokain 2%, 20 ml diinjeksi diantara L4-L5. Data adalah rata-rata ± SD atau sebagai indikasi. †Penilaian Nyeri menggunakan McGrawHill Quesioner. Sumber : Data dari Ref.74
Vulvektomi radikal dan repair anterior-posterior Repair anterior-posterior adalah suatu operasi untuk memperbaiki organ-organ pelvis yang mengalami prolapsus, suatu kondisi yang disebabkan oleh relaksasi struktur dasar panggul setelah persalinan pervaginam. Populasi pasien yang datang dengan kondisi ini sebagian besar berusia lebih tua, dan anestesi neuraxial merupakan pilihan operasi yang baik untuk mereka77. Blok saddle yang dilakukan dengan injeksi lumbal anestesi lokal hiperbarik dimana pasien tetap duduk selama 3-5 menit akan memberi anestesi yang baik untuk daerah perianal dan menghindari lebih banyak penyebaran cephalad. BRACHYTHERAPY Brachytherapy merupakan terapi yang efektif untuk kanker serviks. Brachytherapy melibatkan penempatan bibit radioaktif di dekat daerah keganasan. Status oksigenasi kanker serviks merupakan faktor prognosis yang signifikan untuk kondisi bebas penyakit di mana hipoksia tumor dapat menyebabkan resistansi terhadap terapi radiasi.78 Anestesi spinal ditemukan tidak memiliki pengaruh pada status oksigenasi kanker serviks. Anestesi spinal seharusnya tidak akan mengganggu kemampuan ahli onkologi untuk membuat pengukuran PO2 yang dapat diandalkan atau mempengaruhi kemanjuran terkait oksigen dari brachytheraphy.79 Ketamin intratekal telah digunakan untuk melengkapi anestesi spinal bupivakain untuk mengurangi dosis bupivakain guna membantu pemulihan pada pasien yang menerima brachytherapy. Bupivakain 7,5 mg dengan ketamin 25 mg dibandingkan dengan penggunaan bupivakain 10 mg saja. Kebutuhan akan cairan iv dan durasi blok motor lebih rendah pada kelompok ketamin (116 menit vs. 133 menit) sedangkan durasi analgetiknya sama. Tetapi, kelompok ketamin secara signifikan memiliki efek samping yang lebih banyak, seperti sedasi, pusing, nistagmus, perasaan aneh, dan PONV.80 Ketamin tidak disetujui untuk digunakan intratekal di US. SSA untuk brachytherapy belum pernah diteliti. RINGKASAN Banyak faktor yang mendorong tidak digunakannya blok neuraxial untuk operasi-operasi ginekologi dapat diatasi dengan teknik yang baik dan bahan-bahan adjuvan. Keuntungan dari anestesi regional untuk operasi ginekologi termasuk analgesia post-operatif yang lebih baik dan lebih sedikit nausea. Laparoskopi tanpa gas merupakan suatu alternatif untuk laparoskopi dengan pneumoperitoneum, dan mungkin lebih mudah dilakukan di bawah anestesi regional. Opioid intratekal memungkinkan pemberian anestesi lokal maupun spinal dalam dosis yang sangat rendah, yang dapat menyebabkan SSA. SSA memiliki profil pemulihan yang sangat baik. Akhirnya,
Ivan - Atjeh 13
Blokade Spinal Epidural Untuk Operasi Ginekologi sebagian besar operasi ginekologi dilakukan melalui pendekatan vaginal dapat dilakukan di bawah anestesi regional.
Ivan - Atjeh 14