BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Umum Sirup dalah bentuk sediaan cair yang mengandung Saccharosa atau gula. Konsistensi sirup kental kadar Saccharosa yang tinggi, yaitu 64,0-66,0%. Pada sirup dengan kadar gula yang rendah dapat terjadi fermentasi, kadar gula yang tinggi mempunyai tekanan osmotik yang cukup tinngi sehingga pertumbuhan bakteri dan fungi dapat terhambat. Bila sebagian dari Saccharosa berubah menjadi gula invert, maka sirup cepat menjadi rusak, kerusakan sirup dapat dihindarkan dengan menambahkan suatu bahan pengawet kedalam sirup, misalnya nipagin dan nipasol, atau natrium benzoat (Joenoes, 1990). Sirup adalah sediaan pekat dalam air dari gula atau pengganti gula dengan atau tanpa bahan penambahan bahan pewangi, dan zat obat. Sirup merupakan alat yang menyenangkan untuk pemberian suatu bentuk cairan dari suatu obat yang rasanya tidak enak, sirup-sirup efektif dalam pemberian obat untuk anak-anak, karena rasanya yang enak biasanya menghilangkan keengganan pada anak-anak untuk meminum obat (Ansel, 1989) Dalam perkembangannya, banyak sekali pengertian mengenai sirup. Sirup adalah sediaan cair berupa larutan yang mengandung sakarosa atau glukosa (Anonim, 1979). Sirup adalah sediaan cairan kental untuk pemakaian dalam, yang minimal mengandung 90% sakarosa (Voigt, 1984). Bentuk sediaan sirup disamping mudah dalam pemakaiannya, sirup juga mempunyai rasa manis dan harum serta warna yang menarik karena mengandung bahan pemanis, sehingga diharapkan bentuk sediaan sirup dapat disukai dan diminati oleh semua kalangan masyarakat (Husen,2015). Beberapa sirup bukan obat yang sebelumnya resmi dimaksudkan sebagai pembawa yang memberikan rasa enak pada obat yang ditambahkan kemudian, baik dalam peracikan resep secara mendadak atau dalam pembuatan formula standar untuk sirup obat, yaitu sirup yang mengandung bahan terapeutik atau bahan obat. Sirup obat dalam perdagangan dibuat dari bahan-bahan awal yaitu dengan menggabungkan masing-masing komponen tunggal dari sirup seperti
sukrosa, air murni, bahan pemberi rasa, bahan pewarna, bahan terapeutik dan bahan-bahan lain yang diperlukan dan diinginkan (Anief, 1994). Sebagian
besar
sirop
mengandung
komponen-komponen
berikut
disamping air murni (purified water) dan semua zat-zat obat yang ada:
Gula, biasanya sukrosa atau pengganti gula yang digunakan untuk
memberi rasa manis dan kental. Pengawet antimikroba. Pembau. Pewarna.
Juga banyak sirop, terutama yang dibuat dalam perdagangan, mengandung pelarut-pelarut khusus, pembantu kelarutan, pengental dan stabilisator (Anief, 1994). Menurut Farmakope Indonesia edisi III (1979), kecuali dinyatakan lain, sirop dibuat sebagai berikut:
Buat cairan untuk sirop, panaskan, tambahkan gula, jika perlu didihkan hingga larut. Tambahkan air mendidih secukupnya hingga diperoleh bobot
yang dikehendaki, buang busa yang terjadi, serkai. Pada pembuatan sirop dari simplisia yang mengandung glukosida antrakuinon, ditambahkan natrium karbonat sejumlah 10% bobot
simplisia. Kecuali dinyatakan lain, pada pembuatan sirop simplisia untuk persediaan ditambahkan metil paraben 0,25% b/v atau pengawet lain yang cocok (Anief, 1994). Dalam produksi besar di industri farmasi, pemilihan bahan yang
digunakan untuk pembuatan sediaan sirop harus dilakukan dengan hati-hati, termasuk air yang digunakan juga harus memenuhi persyaratan air untuk produk farmasi (purified water). Kebersihan wadah dan alat untuk produksi juga memegang peranan yang sangat penting. Hal lain yang mempengaruhi proses pembuatan sirop adalah karakteristik bahan baku yang digunakan, peralatan, prosedur pencampuran dan pengisian ke dalam wadah (Anief, 1994). Bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan sediaan sirop harus sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan ditentukan secara cermat. Spesifikasi tersebut harus bisa menjamin ciri-ciri, kemurnian, homogenitas, dan bebas dari kontaminasi mikroba yang berlebihan. Selain bahan aktif, air juga
merupakan faktor yang sangat kritis dalam proses pembuatan sediaan sirop, karena merupakan komponen terbesar (Anief, 1994). Evaluasi stabilitas fisik sediaan sirup dilakukan untuk mengetahui apakah sediaan sirup yang dibuat dapat layak dikonsumsi nantinya. Evaluasi sifat fisik yang dilakuakn untuk sediaan sirup ekstrak daun Sidaguri yaitu uji organoleptik (rasa, warna, dan bau), uji homogenitas, uji pH, serta uji waktu tuang. Pada uji organoleptik, sirup ekstrak daun Sidaguri memiliki rasa manis, bau khas buah melon dan juga warna hijau pekat yang merupakan warna dasar ekstrak daun Sidaguri. Pada uji homogenitas semua sirup yang diuji tidak memiliki gumpalan dan endapan dalam larutan, hal ini karena tidak terdapat perbedaan sifat antara bahan dan zat aktif yang digunakan (Husen,2015). Sifat fisika kimia sirup 1. Viskositas Viskositas atau kekentalan adalah suatu sifat cairan yang berhubungan erat dengan hambatan untuk mengalir. Kekentalan didefinisikan sebagai gaya yang diperlukan untuk menggerakkan secara berkesinambungan suatu permukaan datar melewati permukaan datar lain dalam kondisi mapan tertentu bila ruang diantara permukaan tersebut diisi dengan cairan yang akan ditentukan kekentalannya. Untuk mengukur kekentalan, suhu zat uji yang diukur harus dikendalikan dengan tepat, karena perubahan suhu yang kecil dapat menyebabkan perubahan kekentalan yang berarti untuk pengukuran sediaan farmasi, suhu dipertahankan dalam batas lebih kurang 0,1ºC (Anonim, 1995). 2. Uji mudah tidaknya dituang Mudah tidaknya dituang adalah salah satu parameter kualitas sirup. Uji ini berkaitan erat dengan viskositas. Viskositas yang rendah menjadikan sediaan cair akan semakin mudah dituang dan sebaliknya. Sifat fisik ini dapat digunakan untuk melihat stabilitas sediaan cair selama penyimpanan (Anonim, 2000). Besar kecilnya kadar suspending agent berpengaruh terhadap kemudahan sirup untuk dituang. Kadar zat penstabil yang besar dapat menyebabkan sirup terlalu kental dan sukar dituang (Ansel, 2005). 3. Uji intensitas warna
Uji intensitas warna dilakukan dengan melakukan pengamatan pada warna sirup mulai hari minggu ke-0 sampai minggu ke-4. Warna yang terjadi selama penyimpanan dibandingkan dengan warna pada minggu ke-0. Uji ini bertujuan untuk mengetahui perubahan warna sediaan cair yang disimpan selama waktu tertentu (Anonim, 2000). Macam-Macam Sirup
Sirup simpleks, mengandung 65% gula dalam larutan nivagin 0,25% b/v Sirup obat, mengandung satu atau lebihdengan atau tanpa zat tmbahan dan
digunakan untuk pengobatan, Sirop pewangi, tidak mengandung obat tetapi mengandung zat pewangi atau zat penyedap lain. tujuan pengembangan sirup ini adalah untuk
menutupi rasa tidak ena dan bau obat yang tidak enak (Ilmu Resep,2005) 1. Stabilitas Kimia Stabilitas kimia adalah kemampuan suatu produk untuk bertahan dalam batas yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan, sifat kimia dan karakteristiknya sarna dengan yang dimilikinya pada saat dibuat. Stabilitas kimia pada sediaan sirup dilakukan untuk mempertahankan keutuhan kimiawi dan potensiasi yang tertera pada etiket dalam batas yang dinyatakan dalam spesifikasi. Uji stabilitas kimia sediaan sirup :
Identifikasi Penetapan Kadar (Voigt, 1994).
2. Stabilitas Fisika Stabilitas fisika adalah tidak terjadinya perubahan sifat fisik dari suatu produk selama waktu penyimpanan. Stabilitas fisika pada sediaan sirup dilakukan untuk mempertahankan keutuhan fisik meliputi perubahan warna, perubahan rasa, perubahan bau, perubahan tekstur atau penampilan. Uji stabilitas fisika sediaan sirup :
Organoleptik seperti bau, rasa, warna pH Berat jenis Viskositas Kejernihan larutan Volume terpindahkan
Kemasan, meliputi etiket, brosur, wadah, peralatan pelengkap seperti sendok
no. batch dan leaflet (Voigt, 1994).
3. Stabilitas Mikrobiologi Stabilitas mikrobiologi suatu sediaan adalah keadaan di mana sediaan bebas
dari mikroorganisme (m.o.) atau tetap memenuhi syarat batas
mikroorganisme (m.o.) hingga batas waktu tertentu. Stabilitas mikrobiologi pada sediaan sirup untuk menjaga atau mempertahankan jumlah dan menekan pertumbuhan mikroorganisme (m.o.) yang terdapat dalam sediaan sirup hingga jangka waktu tertentu yang diinginkan. Uji stabilitas mikrobiologi sediaan sirup:
Jumlah cemaran mikroba ( uji batas mikroba ), untuk sediaan oral (sirup,
tablet, granul, sirup kering, granul) dan rektal : Total bakteri aerob : Tidak lebih dari 10.000 CFU / gram atau ml. Total jamur/fungi : Tidak lebih dari 100 CFU / gram atau ml Escherichia coli, staphyloccocus : negative (Voigt, 1994).
4. Stabilitas Farmakologi Stabilitas farmakologi pada sediaan sirup dilakukan untuk menjamin identitas, kekuatan, kemurnian,dan parameter kualitas lainnya dalam kurun waktu tertentu sehingga efek terapi tidak berubah selarna usia guna sediaan sirup. Uji stabilitas farmakologi sediaan sirup :
Pemerian : warna, bau, rasa Identifikasi Penetapan Kadar (Voigt, 1994).
5. Stabilitas Toksikologi Stabilitas toksikologi sediaan sirup dilakukan untuk menguji kemampuan suatu produk untuk bertahan dalam batas yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan, sifat dan karakteristiknya sarna dengan yang dimilikinya pada saat dibuat sehigga tidak terjadi peningkatan bermakna dalam toksisitas selama usia guna. Uji stabilitas farmakologi sediaan sirup :
Pemerian : warna, bau, rasa Identifikasi Penetapan Kadar
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Sediaan Sirup 1. Faktor Internal Formulasi Kemasan atau wadah primer 2.
Faktor Eksternal Suhu pH Pelarut Kelembaban Intensitas Cahaya (Voigt, 1994). Ketidakstabilan dan Cara Menstabilkan Pada Sediaan Sirup Sediaan sirup mengandung air dan gula sehingga merupakan media yang
sangat baik bagi pertumbuhan mikroorganisme sehingga harus ditambahkan pengawet. Pengawet yang dapat digunakan antara lain nipagin dan nipasol dengan perbandingan 0,18 : 0,02 (nipagin bersifat fungistatik dan nipasol bersifat bakteriostatik) kombinasi ini efektif untuk pencegahan terjadinya pertumbuhan bakteri dan jamur (Syamsuni,2006). Zat aktif stabil pada pH tertentu oleh karena itu diperlukan dapar untuk mempertahankan pH sediaan sirup. Dapar yang biasa digunakan antara lain : dapar sitrat, dapar fosfat, dapar asetat. Dalam sediaan sirup ada senyawa yang peka terhadap cahaya, maka digunakan botol berwarna coklat. Rasa sirup yang kurang menyenangkan dapat diberi pemanis dan perasa agar penggunaannya lebih nyaman. Untuk zat aktif yang mudah teroksidasi dalam sediaan sirup ditambahkan antioksidan. Contohnya : asam askorbat, asam sitrat. Untuk mencegah caplocking karena sirupus simplek maka ditambahkan sorbitol/gliserin/propilenglikol 10% (sebagai pengental). Sediaan cair biasanya bersifat voluminous pada saat disimpan sehingga perlu dikemas pada wadah yang sesuai (Rowe, 2009). Peralatan yang digunakan untuk proses pembuatan sediaan sirop terdiri dari tangki pencampur yang dilengkapi dengan pengaduk berkecepatan tinggi, penyaring, dan pengisi sirop ke dalam wadah (botol). Tangki, umumnya dibuat dari bahan baja anti-karat AISI 316 yang dipoles berlapis dua (double jacket), dimana panas dari uap air (steam boiler) yang digunakan untuk memanaskan sirop
dilewatkan diantara kedua dinding tangki. Tangki tersebut bisa ditutup dengan rapat sehingga lebih efektif (Syamsuni,2006). Proses pembuatan sediaan sirop dapat dilakukan dengan beberapa metode/cara, tergantung dari bahan yang digunakan, terutama menyangkut sifatsifat fisik dan kimia dari bahan aktif. Metode pembuatan sirop tersebut antara lain:
Metode pelarutan dengan pemanasan. Metode pengadukan tanpa pemanasan. Metode penambahan bahan aktif ke dalam sirup sederhana (Sirop
Simpleks atau Flavoring Syrup). Metode perkolasi. (Syamsuni,2006). Metode pembuatan sediaan sirop dengan menggunakan pemanasan
merupakan metode yang paling umum digunakan, sangat cocok digunakan untuk bahan-bahan yang tidak rusak akibat pemanasan serta apabila dikehendaki proses pembuatan sirop secara cepat (Syamsuni,2006). Mula-mula gula (sucrose) dilarutkan di dalam air murni (purified water) yang telah dipanaskan pada suhu 50-700C sambil diaduk hingga larut. Selanjutnya bahan aktif dan bahan pengawet dimasukkan ke dalam larutan gula dan diaduk hingga semua bahan larut sempurna, kemudian didinginkan hingga suhu 300C. Masukkan ke dalam larutan tersebut bahan-bahan tambahan lain (pengental, pewarna dan perasa), aduk hingga homogen. Saring larutan dengan penyaring yang sesuai, selanjutnya sirop tersebut dimasukkan ke dalam wadah. (botol) yang dikehendaki dan dilakukan proses pengemasan. Hal yang sangat penting dalam proses pembuatan sediaan sirop dengan metode ini adalah suhu jangan sampai terlalu tinggi (>700C) karena akan menyebabkan terjadinya inversin gula menjadi gula inert serta karamelisasi gula yang di tandai dengan warna sirop menjadi cokelat (Rudolf, 1995). Untuk bahan-bahan yang tidak tahan (rusak) atau menguap apabila dipanaskan, maka dapat digunakan metode pengadukan tanpa pemanasan, penambahan bahan aktif ke dalam sirup sederhana atau metode perkolasi (Rudolf, 1995). Pada sirop dengan kadar gula rendah dapat terjadi fermentasi, kadar gula yang tinggi mempunyai tekanan osmotik yang cukup tinggi sehingga
pertumbuhan bakteri dan fungi dapat terhambat. Bila sebagian dari sakarosa berubah menjadi gula invert, maka sirop cepat menjadi rusak. Kerusakan sirop dapat dihindarkan dengan menambahkan suatu bahan pengawet ke dalam sirop, misalnya Nipasol, Nipagin atau Natrium Benzoat (Rudolf, 1995). Selain sukrosa dan gula lain, pada sirop dapat ditambahkan senyawa poliol seperti
sorbitol
dan
gliserin
untuk
menghambat
penghabluran
dan
mengubah kelarutan, rasa dan sifat lain zat pembawa. Umunya juga dalam pembuatan sirop, ditambahkan zat antimikroba untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan fungi (Rudolf, 1995). Penetapan kadar sakarosa dalam sirop menurut Farmakope Indonesia edisi III (1979) adalah sebagai berikut: Timbang saksama lebih kurang 25 g sirop dalam labu tentukur 100 ml, tambahkan 50 ml air dan sedikit larutan aluminium hidroksida P. Tambahkan larutan timbal (III) subasetat P tetes demi tetes hingga tetes terakhir tidak menimbulkan kekeruhan (Rudolf, 1995). Tambahkan air secukupnya hingga 100 ml, saring, buang 10 ml filtrat pertama. Masukkan 50,0 ml filtrat ke dalam labu tentukur 55 ml, tambahkan campuran 79 bagian volume asam klorida P dan 21 bagian volume air secukupnya hingga 55,0 ml. Panaskan labu dalam tangas air pada suhu antara 680 C dan 700 C selama 10 menit, dinginkan dengan cepat sehingga suhu lebih kurang 200 C. Jika perlu hilangkan warna menggunakan tidak lebih dari 100 mg arang jerap P. Ukur rotasi optik larutan yang belum diinversi menggunakan tabung 22,0 cm pada suhu pengukur yang sama antara 100 C dan 250 C. Hitung kadar dalam % C12H22O11, dengan rumus: C=
300 x (α 1−α 2) (144−0,5 T )
Keterangan: α1 = rotasi optik larutan yang belum diinversi. α2 = rotasi optik larutan yang telah diinversi. T = suhu. (Rowe,2009)
Penyimpanan sirop menurut anjuran Farmakope Indonesia edisi III (1979), dalam wadah tertutup rapat, di tempat sejuk.Komponen sirup, sebagian besar sirup disamping air dan semua obat yang ada mengandung komponen-komponen berikut: 1. Bahan pemanis Pemanis berfungsi untuk memperbaiki rasa dari sediaan. Dilihat dari hasil kalori yang dihasilkan dibagi menjadi dua yaitu berkalori tinggi dan berkalori rendah. Adapun pemanis tinggi misalnya sorbitol, sakarin, sukrosa. Pemanis berkalori rendah misalnya laktosa (Lachman et al., 1986). 2. Bahan pengental Bahan pengental digunakan sebagai zat pembawa dalam sediaan cair dan untuk membentuk suatu cairan dengan kekentalan yang stabil dan homogen (Ansel et al., 2005). 3. Pemberi rasa Hampir semua sirup disedapkan dengan pemberi rasa buatan atau bahan bahan yang berasal dari alam, untuk membuat sirup sedap rasanya. Karena sirup adalah sediaan cair, pemberi rasa ini harus mempunyai kelarutan dalam air yang cukup (Lachman et al., 1986). 4. Pemberi warna Pewarna yang digunakan umumnya larut dalam air, tidak bereaksi dengan komponen lain dari sirup, dan warnanya stabil pada kisaran pH selama masa penyimpanan. Penampilan keseluruhan dari produk cair terutama tergantung pada warna dan kejernihan. Pemilihan warna biasanya dibuat konsisten dengan rasa (Lachman et al., 1986). Cara Absorbsi Sediaan Sirup Obat yang diberikan secara oral akan diabsorpsi lewat saluran cerna masuk ke sirkulasi portal, beberapa obat akan dimetabolisme secara ekstensif di dalam hepar sebelum mencapai sirkulasi sistemik. Seperti yang telah disebutkan di atas salah satu yang mempengaruhi kecepatan absorpsi adalah bentuk sediaan obat. Bentuk sediaan obat beraneka macam, ada padat, semi padat, dan cair (Syamsuni,2006).
Setelah sediaan cair diabsorpsi, maka akan masuk ke pembuluh darah vena dan mencapai vena porta dan melalui ini darah memasuki hati. Jadi, sebelum obatobat yang diabsorpsi dari mukosa lambung atau usus halus mencapai ke jantung dan masuk ke sirkulasi sistemik, senyawa-senyawa ini terlebih dahulu harus melewati hati. Hasil metabolismenya dan beberapa besar sennyawa tersebut melewati lintasan pertama dimetabolisme serta diekstraksi atau diubah secara biokimia oleh hati, disebut sebagai firs pass effect (Rowe,2009). Keuntungan Sirup
Sesuai untuk pasien yang susah menelan (pasien usia lanjut, Parkinson,
anak-anak). Dapat meningkatkan kepatuhan minum obat terutama pada anak-anak
karena rasanya lebih enak dan warnanya lebih menarik. Sesuai untuk obat yang bersifat sangat higroskopis. Kekurangan Sirup
Tidak semua obat bentuk sediaan sirup ada di pasaran. Sediaan sirup jarang yang isinya zat tunggal, pada umumnya campuran atau kombinasi beberapa zat berkhasiat yang kadang-kadang sebetulnya
tidak di butuhkan oleh pasien tersebut. Tidak bias untuk sediaan yang sukar larut dalam air (biasanya di buat suspensi atau eliksir) eliksir kurang di sukai oleh dokter anak karena mengandung alkohol, suspensi stabilitasnya lebih rendah tergantung
formulasi dan suspending agent yang di gunakan. Tidak bias untuk bahan obat yang berbentuk minyak (minyak/oil biasanya
di bentuk emulsi yang mana stabilitas emulsi juga lebih rendah. Tidak sesuai untuk bahan obat yang tidak stabil. (Rowe,2009)