BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Aktivitas gerak tubuh manusia bergantung pada efektifnya interaksi antara sendi yang normal dengan unit-unit neuromuscular yang menggerakkannya. Elemen tersebut juga berinteraksi untuk mendistribusikan stres mekanik ke jaringan sekitar sendi. Otot, tendon, ligamen, rawan sendi dan tulang saling bekerja sama agar fungsi tersebut dapat berlangsung dengan sempurna (Noer, S., 1996). Pembedahan dilakukan pada klien yang mengalami disfungsi musculoskeletal, untuk mngeoreksi masalah-maslah yang ditimbulkan. Masalah yang dikoreksi meliputi stabilitas fraktur, deformitas, penyakit sendi, jaringan infeksi atau nekrosis, sindrom kompartemen, bahkan terhadap tumor. Sekitar tahun 1951 diperkenalkan satu bedah orthopedi yang ditemukan oleh Gavriel Ilizarov, seorang ahli ortopedik asal Rusia. Teknik yang dikenal dengan nama “ Ilizarov “. Selama ini, operasi yang dilakukan di Indonesia masih menggunakan metode ilizarov. Metode itu digunakan untuk mengoreksi bentuk kaki kak i yang tidak simetris atau dikenal dengan istilah osteogenesis distraksi. Caranya, dengan melakukan pembukaan tulang dari luar ke dalam. ''Kelemahannya, pasien merasa tidak nyaman, luka sayatan pun menjadi lebih besar, proses penyembuhannya menjadi lebih lama, bila tidak hati-hati, bisa timbul infeksi. Sekarang telah diketemukan metode pembedahan tulang baru yang disebut dengan metode “ Fitbone “ Fitbone “.Berbeda dengan Ilizarov, metode fitbone
dilakukan
pertama kali di Singapura pada Tahun 2001, teknik fitbone ini merupakan teknik dengan teknologi tinggi dan efek samping yang sangat kecil. Selain itu, teknik ini bisa membuat pasien kembali beraktivitas seperti semula.
1.2
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan kami bahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut. 1
a. Apa pengertian bedah ortopedi ? b. Apa saja tujuan pembedahan ortopedi ? c. Apa saja jenis – jenis – jenis jenis pembedahan ? d. Apa saja macam – macam – macam macam gangguan ortopedi ? e. Apa saja tindakan pada preoperatif ortopedi ? f.
Apa saja tindakan pada pascaoperatif ortopedi ?
g. Apa saja pemeriksaan penunjang pada bedah ortopedi ? h. Bagaimana penatalaksanaan pada bedah ortopedi ?
1.3
i.
Apa saja komplikasi dari bedah ortopedi dan bagaimana pencegahannya?
j.
Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada klien dengan bedah ortopedi ?
Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum Menjelaskan tentang bedah ortopedi.
b. Tujuan Khusus (1) Mengetahui pengertian bedah ortopedi. (2) Mengetahui tujuan pembedahan ortopedi. (3) Mengetahui jenis – jenis – jenis jenis pembedahan. (4) Mengetahui macam – macam – macam macam gangguan ortopedi. (5) Mengetahui tindakan pada preoperatif ortopedi. (6) Mengetahui tindakan pada pascaoperatif ortopedi. (7) Mengetahui pemeriksaan penunjang pada bedah ortopedi. (8) Mengetahui penatalaksanaan pada bedah ortopedi. (9) Mengetahui komplikasi dan pencegahan dari bedah ortopedi. (10) Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada klien dengan bedah ortopedi.
2
BAB II PEMBAHASAN 2.1
Konsep Dasar Bedah Ortopedi 2.1.1
Pengertian Bedah Ortopedi
Orthopedik adalah cabang ilmu bedah yang berhubungan dengan pemeliharaan dan pemulihan fungsi sistem rangka, persendiannya, dan stuktur yang
berkaitan.
Berhubungan
dengan
koreksi
deformitas
sistem
muskuloskeletal; berhubungan dengan orthopedik (Dorland, 1998). Bedah orthopedi adalah suatu tindakan bedah untuk memullihkan kondisi disfungsi muskuloskeletal seperti, fraktur yang tidak stabil, deformitas, dislokasi sendi, jaringan nekrosis dan terinfeksi, sindrom kompartemen, serta sistem muskuloskeletal (Brunner & Suddart). Bedah orthopedi meliputi proses keperawatan preoperatif ortopedi dan pascaoperatif ortopedi.
2.1.2
Tujuan Pembedahan Ortopedi
Pembedahan
dilakukan
pada
klien
yang
mengalami
disfungsi
musculoskeletal, untuk mngeoreksi masalah-maslah yang ditimbulkan. Masalah yang dikoreksi meliputi stabilitas fraktur, deformitas, penyakit sendi, jaringan infeksi atau nekrosis, sindrom kompartemen, bahkan terhadap tumor. Tujuan umum pembedahan ortopedi adalah memperbaiki fungsi dengan mengembalikan gerakan dan stabilitas, mengurangi nyeri dan disabilitas.
2.1.3
Jenis – Jenis Pembedahan
Pembedahan ortopedi biasanya meliputi sebagai berikut : a.
Reduksi terbuka Melakukan reduksi dan membuat kesejajaran tulang yang patah setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan pemajanan tulang yang patah. 3
b.
Fiksasi interna Stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan sekrup, plat, paku, dan pin logam. Selain fiksasi interna ada fiksasi eksterna yaitu alat yang diletakkan diluar kulit untuk menstabilisasikan fragmen tulang dengan memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus menembus tulang pada bagian proksimal dan distal dari tempat fraktur dan pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan eksternal bars. Teknik ini terutama atau kebanyakan digunakan untuk fraktur pada tulang tibia, tetapi juga dapat dilakukan pada tulang femur, humerus dan pelvis. Prinsip dasar dari teknik ini adalah dengan menggunakan pin yang diletakkan pada bagian proksimal dan distal terhadap daerah atau zona trauma, kemudian pin-pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan rangka luar atau eksternal frame atau rigid bars yang berfungsi untuk menstabilisasikan fraktur.
c.
Graft tulang Penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun heterolog) untuk memperbaiki penyembuhan untuk menstabilisasi atau penggantian tulang yang terkena penyakit.
d.
Amputasi Adalah pengangkatan/pemotongan/pembuangan sebagian anggota tubuh/anggota gerak yang disebabkam karena adanya trauma, gangguan peredaran darah, osteomielitis, kanker melalui tindakan pembedahan.
e.
Artoplasti Memperbaiki masalah sendi dengan artroskop (suatu alat yang memungkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang besar) atau melalui pembedahan sendi terbuka. 4
f.
Menisektomi Adalah eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak.
g.
Penggantian sendi Penggantian permukaan sendi dengan bahan logam atau sintetis.
h.
Penggantian sendi total Merupakan penggantian kedua permukaan artikuler dalam sendi dengan bahan logam atau sintetis.
i.
Transfer tendon Adalah pemindahan insersi tendon untuk memperbaiki fungsi.
j.
Fasiotomi Pemotongan fasia otot untuk menghilangkan kontraksi otot atau mengurangi kontraktur fasia. (Brunner & Suddarth. 2006)
2.1.4
Macam – Macam Gangguan Ortopedi
a.
Fraktur Adalah pemisahan atau patahnya tulang. Ada lebih dari 150 klasifikasi fraktur, 5 diantaranya adalah; 1)
Inclomplete : fraktur hanya melibatkan bagian potongan menyilang tulang. Salah satu sisi patah, yang lain biasanya hanya bengkok atau greenstick.
2)
Complete : garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan fragmen tulang biasanya berubah tempat.
3)
Tertutup (simple) : fraktur tidak meluas melewati kulit
4)
Terbuka (compound) : fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensian untuk terjadi infeksi.
5
5)
Patologis : fraktur terjadi pada penyakit tulang atau seperti kanker, osteoporosis, dengan tak ada trauma atau hanya minimal.
b.
Bedah rekrontuksi wajah
c.
Amputasi : Pada umumnya amputasi disebabkan oleh kecelakaan, penyakit, dan gangguan kongenital. Untuk tujuan perencanaan asuhan ini, amputasi adalah pengangkatan melalui bedah atau traumatik pada tungkai. Amputasi ekstremitas bawah dilakukan lebih sering dari pada amputasi ekstremitas atas. Terdapat dua tipe amputasi: 1)
Terbuka (provisional), yang memerlukan teknik aseptik ketat dan refisi lanjut.
2) d.
Tertutup atau flaps.
Penggantian sendi total Penggantian sendi diindikasikan unuk kerusakan sendi peka rangsang dan nyeri yang tak hilang (contoh; degeneratif dan artritis reumatoid; fraktur tertentu (contoh, leher femur), ketidakstabilan sendi panggul kongenital. Penggantian panggula dan lutut dalam bedah paling umum. Prostase mungkin besi atau polietilen (atau kombinasi) dan ditanam dengan semen akrilik, atau mungkin sesuatu yang berpori-pori, implan bersalut
yang mendorong
pertumbuhan
tulang kedalam (Doengoes
Marilyn. 2000.)
2.1.5
Preoperatif Ortopedi
Umumnya individu yang akan dioperasi akan mengalami beragam ketakutan, rasa ketidakberdayaan, ketakutan akan masa depan yang harus dilalui, dan ketakutan akan kematian yang muncul ketika klien berhadapan dengan
persiapan
operasi.
Periode
preoperasi
adalah
waktu
untuk
menghilangkan ketakutan klien dengan mempersiapkan mental dan fisik untuk menjalani operasi. Fase preoperasi dimulai ketika klien pertama kali mempertimbangkan dan diakhiri ketika masuk ke dalam ruang operasi.
6
a.
Persiapan Administrasi Preoperasi Beberapa institusi mempunyai bentuk beragam dalam administrasi preoperasi. Perawat bertanggung jawab dalam mempersiapkan klien, meyakinkan bahwa klien telah dipersiapkan dengan baik untuk menjalani operasi maupun tahap selanjutnya. Berikut ini diuraikan implementasi dan rasionalisasi pada tahap persiapan operasi ( Lukman Nurnaningsih, 2009 ).
No
Implementasi
Rasional
1
Mencuci tangan.
Mengurangi mikroorganisme.
pergerakan
2
Periksa kembali surat izin Memberikan informasi akutan dan pembedahan (informed sebagai data dasar. contcent), berbagai resiko dan perlengkapan klien.
3
Periksa kembali nama klien, Melindungi keabsahan nama belakang dan nama melengkapi kenyamanan klien. panggilan.
4
Tanyakan apakah memiliki pertanyaan tentang pembedaan jelaskan prosedur.
5
Lengkapi data preoperasi, Melengkapi data dasar. termasuk riwayat dahulu, pengkajian fisik, dan ketepatan pemeriksaan.
6
Pengkajian persarafan, Melengkapi data dasar, termasuk genggaman tangan, pengkajian pascaoperasi. menekuk lutut, serta plantar dan dorsolfleksi pada kaki.
7
Mengakaji nadi, tekanan darah Melengkapi data dasar, bila ada nadi apikal, nadi perifer, suhu beberapa yang tidak lazim beri badan, dan dibandingkan catatan. dengan informasi yang sudah didapat. Lebih dar 50% klien mmbutuhkan daa dasar EKG.
8
Auskultasi paru-paru kiri dan Melengkapi data dan adanya resiko kanan, bagian depan dan komplikasi.
dan
klien Mengurangi kecemasan, mungkin lain klien tidak tahu resiko komplikasi. dan
7
untuk
belakang. 9
Kaji sistem gastrointestinal, makan terakhir, alergi makanan, bising usus, BAB/BAK terakhir.
Melengkapi data dasar, mencegah mual pascaoperasi, muntah. Biasanya instruksi puasa ( nothing per-oral NPO ) dimulai dini hari.
10
Kaji alat perkemihan terakhir ).
11
Mengkaji kekencangan dan kekuatan otot.
12
Pastikan tidak ada alergi atau reaksi merugikan selama pembedahan / penggunaan anastesi.
Khususnya alergi iodin, karena povidon iodine adalah antiseptik umum yang dipakai pada perlengkapan untuk pembedahan.
13
Dapatkan riwayat pengobat.
Menghindari pengobatan.
14
Pastikan riwayat penggunaan Penggunakan alkohol, kapan terakhir mengubah rasa nyeri. penggunakan.
15
Periksa / timbang berat badan.
16
Periksa keluarga dan status Keberadaan keluarga atau orang dekat, perannya dalam keluarga. bisa menurunkan kecemasan, dan menambah dukungan.
17
Pastikan klien siap untuk Melengkapi data, permintaan akan dioperasi dan permintaan diteruskan/disampaikan kepada lagsung akan pembedahan keluarga sebagai wali. (misalnya ingin hidup setelah operasi)
18
Lepaskan semua benda-benda Menjaga keamanan yang dipakai. Untuk barang milik klien berharga disimpan ditempat khusus dan terkunci atau diberikan kepada keluarga (misal cincin kawin)
genitalia/sistem Melengkapi data dasar. ( menstruasi kulit Melengkapi data dasar.
8
interaksi
dalam
alkhohol bisa
Untuk pengkajian pascaoperasi.
barang-barang
2.1.6
19
Bila ada kacamata atau gigi Menjaga keamanan palsu, tempatkan di tempat milik klien. khusus dan diberi label.
20
Catat cairan intravena, Mengikuti termasuk pesanan cairan. prosedur.
21
Catat pengobatan termasuk Melaksanakan panduan dan order. order. Pastikan ceklist preoperasi sudah lengkap.
22
Antarkan klien ke operasi yang nyaman.
23
Beritahu anggota keluarga Melengkapi jaminan kepada klien dan dimana tempat menunggu dan keluarga. tempat memperoleh informasi ketika pembedahans selesai.
pesanan
barang-barang
dan
panduan/
tempat Melaksanakan prosedur baku.
Pascaoperatif Ortopedi
Segera pascaoperasi klien dikirim ke area khusus yang disebut ruang pemulihan, unit setelah operasi atau unit penyembuhan setelah operasi (PACU). Anestesi dan prosedur operasi mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap tubuh dan merupakan masa kritis. Klien diobservasi secara ketat pascaoperasi, untuk memastikan bahwa sistem tubuhnya kembali ke keadaan normal.
2.1.7
Pemeriksaan Penunjang
a.
Pemeriksaan Laboratorium 1)
Pemeriksaan darah
2)
Kadar Hb
3)
Hitung darah putih
9
4)
Kadar kalsium serum dan fosfor serum
5)
Fosfatase asam dan fosfatase alkali
6)
Kadar enzim serum kreatinin kinase (CK) dan SGOT, aspartat aminotransferase
b.
Pemeriksaan urin : Kadar kalsium urin
c.
Pemeriksaan radiologi 1)
Sinar-X Sinar-X standar akan menampakan perubahan struktural atau fungsional pada tulang dan sendi yang secara umum digunakan untuk menilai masalah atau penyakit muskuloskeletal.
2)
Arthrography Arthrography akan memberikan visualisasi radiografik setelah udara dan media kontras dimasukan ke sendi.
3)
Myelography Tes ini digunakan untuk mengevaluasi kerusakan jaringan chorda spinalis dan ujung – ujung saraf.
4)
Scan tulang Scan tulang memberikan tampilan gambar sistem tulang setelah injeksi radioactive tracer.
5)
Scan computed tomography (CT) CT Scan dapat memberikan gambar irisan melintang dari jaringan lunak dan tulang yang mengalami ketidaknormalan.
6)
Magnetic Resonance Imaging (MRI) MRI menyediakan ganbar-ganbar yang sensitif yang dapat membedakan antara jaringan solid, lemak, darah dan tulang.
7)
Analisis Cairan Synovial Sebagian dari synovial diambil dengan jarum berlobang besar yang dimasukan kedalam kapsul sendi. Cairan tersebut kemudian dianalisa terhadap penyakit-penyakit sendi yaitu sepsis, perdarahan, inflamasi dan noninflammasi.
10
2.1.8
Penatalaksanaan
Banyak pasien yang mengalami difungsi muskuloskletal harus menjalani pembedahan untuk mengoreksi masalahnya. Masalah yang dapat dikoreksi meliputi stabilisasi fraktur, deformitas, penyakit sendi, jaringan infeksi atau nekrosis, gangguan peredaran darah (misalnya : sindrom kompartemen) dan adanya tumor. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan meliputi reduksi terbuka dengan fiksasi interna (ORIF, Open Reduction and Internal Fixation ) untuk fraktur; artroplasti, menisektomi, dan penggantian sendi untuk masalah sendi, amputasi untuk masalah ekstremitas berat (misalnya : gangren trauma masif); graft tulang untuk stabilisasi sendi, mengisi defek, atau perangsang untuk penyembuhan, dan transfer tendon untuk memperbaiki gerakan. Sasaran kebanyakan
pembedahan
ortopedi
adalah
memperbaiki
fungsi
dengan
mengembalikan gerakan dan stabilitas serta mengurangi n yeri dan disabilitas.
2.1.9
Komplikasi dan Pencegahan
a.
Syok Hipovolemik Kehilangan darah besar-besaran selama atau setelah pembedahan, dapat mengakibatakan syok hipovolemik. Pantau kondisi klien setelah pembedahan bila klien mengalami syok hipovoemik. Identifikasi tanda dan gejala awal syok, misalnya peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah dan keluaran urin kurang dari 30 ml/jam, gelisah, perubahan kesadaran, rasa haus, penurunan kadar hemoglobin dan hematokrit darah. Segera melaporkan ke dokter ahli bedah ortopedi, bila ditemukan tanda dan gejala syok hipovolemik.
b.
Atelaktasis dan Pneumonia Pada pasien pre dan post bedah sering mengalami gangguan pernafasan. Pengembangan paru yang penuh dapat mencegah penimbunan sekresi pernapasan dan terjadinya atelaktasis dan pneumonia. Anjurkan klien latihan napas dalam dan batuk efektif serta pantau suara paru. Pengembangan paru yang penuh dapat mencegah penimbunan 11
sekresi pernapasan dan terjadinya atelektasis serta pneumonia. Bila diindikasikan menggunakan spirometri intensif, anjurkan klien untuk menggunakannya. Bila muncul tanda gangguan pernapasan misalnya peningkatan frekuensi pernapasan, batuk produktif, suara napas menurun dan jauh, serta demam, segera lapor ke dokter ahli bedah.
c.
Retensi Urine Pengeluaran urine harus dipantau setelah pembedahan setiap jam. Anjurkan klien untuk BAK setiap 3 sampai 4 jam sekali untuk mencegah retensi urine dan distensi kandung kemih. Berikan privasi selama klien BAK. Bantu klien dalam berkemih dan melakukan perubahan posisi, karena klien BAK dalam posisi yang tidak biasa. Gunakan pispot khusus, misalnya untuk klien fraktur, biasanya akan lebih nyaman dibanding dengan pispot jenis lain. Pada beberapa klien pria hanya dapat berkemih jika dalam posisi tegak, mintakan kejelasan kepada dokter tentang pembatasan gerak sebelum membantu klien berkemih dalam posisi tegak. Bila klien tidak mampu berkemih, kateterisasi intermiten dapat dilakukan sampai klien mampu berkemih secara mandiri .
d.
Infeksi Infeksi merupakan risiko pada setiap pembedahan, bahkan pada semua tindakan invasif. Risiko infeksi akibat tindakan invasif mencapai 80%.
Infeksi
merupakan
perhatian
khusus
terutama
pada
klien
pascaoperasi ortopedi karena tingginya resiko osteomielitis. Osteomielitis sering memerlukan pemberian antibiotik intravena jangka panjang. Sesegera mungkin tulang, prostesis dan alat fiksasi interna yang terinfeksi harus diangkat. Itulah sebabnya, antibiotik sistemik diberikan selama perioperatif dan pascaoperatif. Kaji respon klien terhadap penggunaan antibiotik. Pertahankanlah teknik aseptik pada saat mengganti balutan dan mengeringkan cairan. Pantau tanda vital klien, inspeksi luka klien, dan catat sifat serta jenis 12
cairan
yang
keluar.
Bila
ditemukan
tanda – tanda
infeksi
seperti
peningkatan suhu, rasa nyeri, adanya pus, bengkak yang tampak jelas, segera laporkan kepada dokter.
e.
Trombosis Vena Profunda Penyakit trombeobolik merupakan salah satu dari semua komplikasi yang paling sering dan paling berbahaya pada klien pasca operasi ortopedi. Pencegahan trombosis vena profunda memerlukan upaya pencegahan yang dapat dilakukan dengan latihan "pemompaan" betis dan pergelangan kaki, pemakaian stoking elastis atau alat penekan berkala, hidrasi yang adekuat, dan mobilisasi awal. Dorong klien untuk minum yang banyak agar mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi yang menyertainya, yang akan mnyebabkan statis. Warfarin profilaksis atau heparin dengan dosis yang disesuaikan dapat diberikan untuk mencegah trombosis vena dalam, sedangkan aspirin tidak memperlihatkan efek profilaksis yang jelas terhadap adanya trombosis vena dalam. Perawat harus memantau klien terhadap adanya tanda trombosis vena profunda dan segera melaporkan temuan tersebut kepada dokter untuk mendapatkan penanganan segera. ( Sabiston, David 2000 )
2.2
Konsep Asuhan Keperawatan pada Bedah Ortopedi 2.2.1
Pengkajian a.
Preoperatif Ortopedi
Fokus pegkajian dipusatkan pada hidrasi, riwayat pengobatan terbaru, dan kemungkinan adanya infeksi (Smeltzer, 2006). 1)
Hidrasi Hidrasi yang adekuat merupakan sasaran yang penting pada klien ortopedi. Imobilisasi dan tirah baring dapat menyebabkan trombosis vena dalam, stasis urine dan infeksi kandung kemih yang dapat mengakibatkan pembentukan batu. Hidrasi yang adekuat menurunkan kekentalan darah dan memperbaiki aliran kemih dan 13
membantu mencegah terjadinya tromboplebitis dan masalah sluran kemih. Untuk menentukan hidrasi preoperatif, harus dikaji kulit, tanda vital, keluaran urine, dan hasil pemeriksaan laboratorium untuk membuktikan adanya dehidrasi.
2)
Riwayat Pengobatan Riwayat pemakaian obat dapat memberikan informasi untuk penanganan perioperatif. Terapi steroid, baik yang baru maupun di masa lalu, dapat memperburuk kemampuan tubuh menghadapi stress operasi. Klien dengan infeksi kronis, misal artritis reumatoid, penyakit paru akut sering mendapatkan pengobatan kortikosteroid untuk
mengontrol
gejalanya.
Kortikosteroid
perlu
diberikan
preoperatif, intraoperatif, dan pascaoperatif agar kortikosteroid darah adekuat dan mencegah terjadinya insufiensi adrenal karena supresi fungsi
adrenal.
Penggunaan
obat-obatan
yang
lain
seperti
antikoagulan, obat kardiovaskular atau insulin, perlu dicatat dan dibahas
bersama
ahli
bedah
dan
ahli
anestesiologi
agar
penanganannya adekuat.
3)
Infeksi Tanyakan apakah klien mengalami demam, masalah gigi, infeksi saluran kemih (ISK), dan infeksi lain dalam dua mnggu sebelum operasi. Osteomielitis dapat terjadi melalui penyebaran hematologik. Disabilitas permanen dapat terjadi akibat infeksi yang terjadi dalam tulang dan sendi. Infeksi yang kebetulan ada juga harus dioabati sebelum dilakukan pembedahan ortopedi terencana. Daerah pengkajian operasi lainnya, sama dengan yang dilakukan pada klien yang menjalani pembedahan pada umumnya. Bila klien perlu diberi obat preoperatif, obat tersebut harus disuntikkan ke dalam daerah yang sehat, karena absorbsi jaringan jauh lebih baik pada daerah yang tidak mengalami trauma. 14
4)
Pemeriksaan Fisik (a)
Move /Gerak Setelah memeriksa feel, pemeriksaan diteruskan dengan menggerakan anggota gerak dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pada pemeriksaan move, periksalah bagian tubuh yang normal terlebih dahulu, selain untuk mendapatkan kooperasi dari penderita, juga untuk mengetahui gerakan normal penderita.
Apabila ada fraktur, tentunya akan terdapat gerakan yang abnormal didaerah fraktur (kecuali fraktur incomplete).
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat gerakan dari tiap arah pergerakan, mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dengan ukuran metric. Pencatatan ini penting untuk mengetahui apakah ada gangguan gerak.
Kekakuan sendi disebut ankylosis dan hal ini dapat disebabkan oleh factor intraarticuler atau ekstraarticuler.
Pergerakan yang perlu dilihat adalah gerakan aktif (apabila penderita sendiri yang menggerakan karena disuruh oleh pemeriksa)
dan
gerak
pasif
(bila
pemeriksa
yang
menggerakan).
Pada pemeriksaan selain penderita duduk atau berbaring, juga perlu dilihat waktu berdiri dan berjalan. Pada pemeriksaan jalan, perlu dinilai untuk mengetahui apakah adanya pincang atau tidak. Pincang dapat disebabkan oleh karena instability, nyeri, discrepancy atau fixed deformity.
(b)
Anggota gerak Sendi bahu merupakan sendi yang bergerak seperti bumi (Global Joint). Ada beberapa sendi yang mempengaruhi gerak sendi bahu, yaitu gerak tulang belakang meliputi gerak sendi stenoclavicula, gerak sendi acromioclavicul, gerak sendi gleno humeral, gerak sendi scapulo thoracal (floating joint). Karena 15
gerakan tersebut di isolasi satu persatu, maka gerakan tersebut sukar untuk di isolasi satu persatu, maka sebaiknya gerakan diperiksa bersamaan kanan dan kiri. Pemeriksa berdiri dibelakang pasien, kecuali untuk eksorotasi atau bila penderita berbaring, maka pemeriksa ada disamping pasien. (c)
Sendi Siku
Gerak
flexi
ekstensi
adalah
gerakan
ulna
humeral
(olecranon terhadap humerus).
Gerak pronasi dan supinasi adalah gerakan dari antebrachi dengan sumbu ulna. Hal ini diperiksa pada posisi siku 90˚ untuk menghindari gerak rotasi dari sendi bahu.
(d)
Sendi Pergelangan Tangan Untuk memeriksa pergerakan ini, perlu dilakukan fixasi dan gerakan bagian lain kaki dengan memegang tumit dan dilakukan flexi (plantar flexi) dan extensi (dorso flexi). Abduksi dan adduksi merupakan sebagian gerakan subtalar (Talo calcaneal). Inversi dan eversi merupakan gerakan seperti supinasi dan pronasi dan merupakan gerakan dari kaki / tarsalia, sedangkan jari – jari kaki seperti juga gerakan jari tangan (MTP, PIP, DIP)
(e)
Tulang Belakang Bagian yang cukup mobile adalah daerah leher dan pinggang. Pencatatan rotasi mungkin masih mudah dicatat dengan derajat, tetapi flexi extensi biasanya selain dengan derajat, dicatat dengan metric jarak dari dua titik tertentu. Pertambahan panjang ukuran metric pada waktu bergerak flexi atau extensi dari dua titik yang prominen, atau garis yang menghubungkan kanan dan kiri yang memotong garis tegak pada ketinggian tertentu.
16
b.
Pascaoperatif Ortopedi
Segera setelah menerima klien dari kamar operasi, perawat memeriksa klien berdasarkan status pemeriksaan kewaspadaan meliputi tanda vital, irama jantung, kecepatan dan efisiensi pernapasan, saturasi oksigen, patensi intravena, serta kondisi saat pembedahan. Khusus pembedahan ortopedi, perawat mengkaji ulang kebutuhan klien berkaitan dengan nyeri, perfusi jaringan, promosi kesehatan, mobilitas, dan konsep diri. Trauma skelet dan pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot, dan sendi dapat mengakibatkan nyeri. Perfusi jaringan harus dipantau karena edema dan perdarahan ke dalam jaringan dapat memperburuk peredaran darah dan mengakibatkan sindrom kompartemen. Anestesi umum, analgesik dapat menyebabkan kerusakan fungsi dari berbagai sistem. Pengkajian terhadap fungsi pernapasan, gastrointestinal, dan perkemihan memberikan data untuk memperbaiki fungsi sistem tersebut. Pengkajian dan pemantauan klien mengenai risiko yang berkaitan dengan pembedahan, seperti syok hipovolemi harus menjadi perhatian. Beberapa masalah kolaborasi atau risiko komplikasi yang dapat terjadi pada klien pascaoperasi ortopedi adalah syok hipovolemia, atelektasis, pneumonia, retensi urine, infeksi, dan trombosis vena profunda. Penyakit tromboembolik, merupakan salah satu dari semua komplikasi yang paling sering dan paling berbahaya pada klien pascaoperasi ortopedi. Usia lanjut, hemostasis, pembedahan ortopedi ekstremitas bawah, dan imobilisasi merupakan faktor-faktor risiko. Pengkajian tungkai bawah harus dilakukan setiap hari, dari adanya nyeri tekan, panas, kemerahan, dan edema pada betis serta tanda Homan positif. Temuan abnormal harus dilaporkan pada tim medis. Juga perlu dikaji terjadinya emboli lemak, yang ditandai adanya perubahan pola napas, tingkah laku, dan penurunan tingkat kesadaran klien. Peningkatan suhu dalam 48 jam pertama sering kali berhubungan dengan atelektasis atau masalah pernapasan lain. Peningkatan suhu pada 17
beberapa hari kemudian, sering berhubungan dengan infeksi saluran kemih. Infeksi superfisial memerlukan sekitar lima sampai sembilan hari kemudian.
2.2.2
Diagnosa Keperawatan a.
Preoperatif Ortopedi
Berdasarkan
pendapat
Altman
(1999) dan
Smeltzer
(2002),
diagnosa keperawatan pada klien preoperasi adalah sebagai berikut. 1)
Nyeri
berhubungan
dengan
fraktur,
masalah
ortopedi,
pembengkakan atau inflamasi. 2)
Perubahan
perfusi
jaringan
perifer
berhubungan
dengan
pembengkakan, alat yang mengikat, atau gangguan aliran balik vena. 3)
Kerusakan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan hilangnya kemandirian.
4)
Gangguan citra tubuh, harga diri, atau kinerja peran berhubungan dengan dampak masalah muskuloskeletal.
5)
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, pembengkakan atau penggunaan alat imobilisasi.
b.
Pascaoperatif Ortopedi
Diagnosis
keperawatan
yang
dapat
ditemukan
pada
klien
pascaoperasi ortopedi adalah sebagai berikut. 1)
Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan, pembengkakan dan imobilisasi.
2)
Perubahan
perfusi
jaringan
perifer
berhubungan
dengan
pembengkakan alat yang mengikat, atau gangguan peredaran darah. 3)
Perubahan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan hilangnya kemandirian.
4)
Kerusakan
mobilitas
fisik
berhubungan
dengan
nyeri,
pembengkakan, prosedur pembedahan, adanya alat imobilisasi (misal bidai, traksi, gips). 18
2.2.3
Intervensi / Perencanaan Keperawatan a.
No 1
2
Preoperatif Ortopedi
Diagnosa Nyeri berhubungan dengan fraktur, masalah ortopedi, pembengkakan atau inflamasi.
Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan pembengkakan, alat yang mengikat, atau
Tujuan dan Kriteria Hasil Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam nyeri dapat berkurang atau teratasi. Kriteria Hasil: a. Klien melaporkan nyeri berkurang. b. Penurunan skala nyeri / skala nyeri 1. c. Menyatakan bahwa obat yang dipakai efektif dalam mengontrol nyeri. d. Dapat bergerak dengan rasa nyaman yang bertambah.
Intervensi 1) Mengobservasi tanda-tanda vital pasien.
1) Mengetahui tandatanda vital pasien.
2) Tingkatkan kenyamanan untuk mengurangi nyeri klien dengan mengajarkan cara nonfarmakologik/psi kilogik, misal distraksi,relaksasi.
2) Teknik nonfarmalogik dapat meminimalkan atau mengurangi nyeri , relaksasi mengurangi ketegangan otot.
3) Atur periode istirahat tanpa terganggu.
3) Untuk mempertahankan energi pasien dan mengurangi nyeri pasien
4) Meninggikan ekstremitas yang bengkak.
4) Untuk memperbaiki aliran balik vena
5) Kolaborasi pemberian analgesik sesuai order.
5) Kolaborasi dapat mempercepat proses kesembuhan.
Tujuan : 1) Kaji status Setelah diberikan neurovaskuler (misal tindakan warna kulit, suhu, keperawatan selama pengisian kapiler, 1x24 jam Perfusi denyut nadi, rasa jaringan normal. nyeri, edema, Kriteria Hasil : parastesi, dan Klien kekuatan otot). 19
Rasional
1) Mengetahui perubahan perfusi jaringan perifer dari pasien.
gangguan aliran balik vena.
3
Kerusakan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan hilangnya kemandirian.
memperlihatkan perfusi jaringan yang adekuat: a. Warna kulit normal. b. Kulit hangat. c. Respons pengisian kapiler normal (<3 detik). d. Perasaan dan emosi stabil (normal). e. Edema berkurang.
2) Tinggikan ekstermitas yang bengkak.
2) Untuk memperbaiki aliran balik vena.
3) Longgarkan balutan gips yang terlalu ketat. Jika peredaran darah mengalami gangguan segera lapor ke tim medis segera.
3) Pelonggaran dapat memperbaiki perfusi jaringan perifer ekstremitas pasien.
4) Memposisikan pasien senyaman mungkin.
4) Posisi yang nyaman dapat mengurangi keluhan pasien. 1) Melalui observasi yang cermat, perawat dapat menentukan tindakan keperawatan yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan pasien.
Tujuan : 1) Observasi tingkat Setelah diberikan fungsional pasien asuhan keperawatan setiap pergantian selama 30 menit tugas jaga, pasien mampu dokumentasikan dan melakukan laporkan setiap perawatan diri perubahan. secara mandiri maupun dengan bantuan. 2) Lakukan program Kriteria Hasil: 2) Untuk memastikan penanganan untuk a. Pasien perawatan yang kondisi penyebab mengungkapaka konsisten. gangguan n seara verbal muskuloskeletal, kepuasan tentang pantau kemajuan, kebersihan laporkan respon tubuh. terhadap penanganan b. Pasien merasa baik respon yang nyaman. diharapkan maupun yang tidak diharapkan. Penanganan harus dilakukan secara
20
konsisten.
4
3) Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan dan keluhannya mengenai defisit perawatan diri.
3) Untuk menigkatkan koping individu dari pasien.
4) Bantu pasien dalam melakukan perawatan diri.
4) Untuk membantu memenuhi perawatan diri pasien 1) BHSP yang baik dapat mempermudah dalam komunikasi dan menambah kepercayaan pasien akan kondisi fisik.
Gangguan citra Tujuan : 1) Bina hubungan tubuh, harga diri, Setelah diberikan saling percaya atau kinerja asuhan keperawatan (BHSP). peran selama 1x24 jam berhubungan pasien mampu dengan dampak menunjukkan masalah peningkatan citra muskuloskeletal. tubuh secara maksimal. Kriteria Hasil: 2) Dorong klien a. Klien mengungkapkan mengekspresikan perasaan dan rasa kosep diri yang ketakutan. positif. b. Mampu menerima perubahan 3) Berikan informasi konsep diri, tentang gangguan sementara muskuloskeletal maupun yang dialami pasien. menetap. c. Mampu mendiskusikan perubahan kinerja peran. d. Berpartisipasi dalam 21
2) Penjelasan yang baik dapat membuat psien lebih siap dalam melakukan terapi operasi. 3) Informasi yang akurat dapat membantu pasien dalam menerima perubahan citra tubuh, penurunan rasa diri atau ketidakmampuan melakukan kewajiban peran dalam hidupnya.
5
pengambilan keputusan rencana perawatan Kerusakan Tujuan : 1) Bantu klien mobilitas fisik Setelah diberikan menggerakkan berhubungan den asuhan keperawatan bagian cedera gan nyeri, selama 1x24 jam dengan tetap pembengkakan pasien dapat memberikan atau penggunaan memaksimalkan sokongan yang alat imobilisasi. mobilitas dalam adekuat. batas terapeutik. Krtiteria Hasil: 2) Ekstermitas yang a. Meminta bantuan bengkak ditinggikan bila akan dan disokong dengan bergerak. bantal. b. Mampu menggunakan 3) Nyeri dikontrol alat bantu. dengan bidai dan berikan anti nyeri sebelum digerakkan. 4) Bila pascaoperasi harus menggunakan alat bantu (tongkat, kursi roda), dan anjurkan klien untuk latihan.
1) Meningkatakan dan memperbaiki tingkat mobilitas fisik dan sokongan memberikan tahanan.
2) Menghindari perluasan luka.
3) Mengurangi rasa nyeri.
4) Alat bantu membantu pasien terbiasa menggunakan alat bantu kelak.
Pendidikan Kesehatan
Memastikan informasi kepada klien disampaikan oleh petugas yang berkompeten.
Jika klien mengajukan pertanyaan lebih lanjut, jawablah dengan baik dan benar.
Ingatkan klien untuk tidak bertanya hal yang tidak penting.
Jelaskan pentingnya melepas cincin, gigi palsu, lensa kontak atau kaca mata.
Jelaskan untuk tidak makan selama pembedahan.
22
Informasikan pada klien, apa yang diharapkan dari preoperatif dan postoperatif. Menunggu lama diruang operasi bias menimbulkan ketakutan terutama bila klien tidak tahu apa yang diharapkan.
b.
No 1
2
Pascaoperatif Ortopedi
Tujuan dan Kriteria Hasil Nyeri Tujuan : berhubungan Setelah dilakukan dengan prosedur tindakan pembedahan, keperawatan selama pembengkakan 1x24 jam nyeri dan imobilisasi. dapat berkurang atau teratasi. Kriteria Hasil : a. Menggunakan berbagai pendekatan untuk mengurangi nyeri. b. Penurunan skala nyeri / skala nyeri 1. c. Menyatakan bahwa obat yang dipakai efektif dalam mengontrol nyeri. d. Dapat bergerak dengan rasa nyaman yang bertambah. Perubahan Tujuan : perfusi jaringan Setelah diberikan perifer tindakan berhubungan keperawatan selama dengan 1x24 jam perfusi Diagnosa
23
Intervensi
Rasional
1) Mengobservasi tanda-tanda vital pasien.
1) Mengetahui tandatanda vital pasien.
2) Posisikan pasien senyaman mungkin.
2) Posisi yang nyaman dapat mengurangi nyeri pasien akibat pembedahan.
3) Mengobservasi tingkat dan jenis nyeri pasien akibat prosedur pembedahan.
3) Untuk mengetahui tingkat dan jenis nyeri dengan metode P,Q,R,S,T.
4) Atur periode istirahat tanpa terganggu.
4) Untuk mempertahankan energi pasien dan mengurangi nyeri pasien.
5) Kolaborasi dengan Tim medis : pemberian analgetik.
5) Kolaborasi dapat mempercepat proses kesembuhan.
1) Kaji status neurovaskuler (misal warna kulit, suhu, pengisian kapiler, denyut nadi, rasa
1) Mengetahui perubahan perfusi jaringan perifer dari pasien.
pembengkakan alat yang mengikat, atau gangguan peredaran darah.
3
jaringan normal. Kriteria Hasil : Klien memperlihatkan perfusi jaringan yang adekuat : a. Warna kulit normal. b. Kulit hangat. c. Respons pengisian kapiler normal (<3 detik. d. Perasaan dan emosi stabil (normal). e. Memperlihatkan pegurangan pembengkakan.
nyeri, edema, parastesi, dan kekuatan otot). 2) Tinggikan ekstermitas yang sakit.
2) Untuk memperbaiki aliran balik vena.
3) Balutan yang ketat harus dilonggarkan.
3) Pelonggaran dapat memperbaiki perfusi jaringan perifer ekstremitas pasien.
4) Anjurkan pasien untuk melakukan pengesetan otot, latihan pergelangan kaki, pemompaan betis setiap jam. Perubahan Tujuan : 1) Bantu klien untuk pemeliharaan Setelah diberikan merubah posisi kesehatan asuhan keperawatan setiap 2 jam. berhubungan selama 1x24 jam dengan hilangny pasien mampu 2) Pantau adanya luka a kemandirian. memperlihatkan akibat tekanan. upaya memperbaiki kesehatan. 3) Lakukan perawatan Kriteria hasil : kulit, lakukan a. Mengubah posisi pemijatan dan sendiri untuk minimalkan tekanan menghilangkan pada penonjolan tekanan pada tulang. kulit. b. Menjaga hidrasi 4) Kolaborasi kepada yang adekuat. tim gizi, pemberian c. Berhenti menu seimbang dan merokok. pembatasan susu. d. Melakukan latihan 24
4) Memperbaiki peredaran darah.
1) Menghindari adanya ulkus tekanan. 2) Menentukan intervensi selanjutnya. 3) Menghindari kerusakan kulit lebih lanjut.
4) Diet seimbang dengan protein danvitamin yang adekuat sangat diperlukan untuk
4
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, pembengkakan, prosedur pembedahan, adanya alat imobilisasi (misal bidai, traksi, gips).
2.2.4
pernapasan. e. Bergabung dalam latihan penguatan otot. Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan Selama 1x24 jam klien memaksimalkan mobilitas dalam batas terapeutik. Krtiteria Hasil : a. Meminta bantuan bila bergerak. b. Meninggikan eksternitas yang bengkak setelah bergeser. c. Menggunakan alatimobilitas sesuai petunjuk. d. Mematuhi pembatasan pembebanan sesuai anjuran.
penyembuhan luka.
1) Bantu klien menggerakkan bagian cedera dengan tetap memberikan sokongan yang adekuat.
1) Meningkatakan dan memperbaiki tingkat mobilitas fisik dan sokongan memberikan tahanan.
2) Ekstermitas yang bengkak ditinggikan dan disokong dengan bantal.
2) Menghindari perluasan luka.
3) Nyeri dikontrol dengan bidai dan berikan anti nyeri sebelum digerakkan.
3) Mengurangi rasa nyeri.
4) Ajarkan pasien 4) Alat bantu menggunakan alat membantu pasien bantu gerak (tongkat, terbiasa kursi roda), dan menggunakan alat anjurkan klien untuk bantu kelak. latihan menggunakan alat bantu.
Evaluasi a.
Preoperatif Ortopedi
No.
Evaluasi
Dx 1
Pasien melaporkan nyeri berkurang : a. Menggunakan banyak pendekatan untuk mengurangi nyeri. 25
b. Penurunan skala nyeri / skala nyeri 1. c. Dapat bergerak dengan rasa nyaman yang bertambah. 2
Pasien memperlihatkan perfusi jaringan yang adekuat : a. Warna kulit normal. b. Kulit hangat. c. Respons pengisian kapiler normal (<3 detik). d. Perasaan dan emosi stabil. e. Edema berkurang.
3
a. Pasien
mengungkapakan
secara
verbal
kepuasan
tentang
kebersihan tubuh. b. Pasien merasa nyaman. 4
Pasien mengekspresikan konsep diri yang positif : a. Mampu menerima perubahan konsep diri, sementara maupun menetap. b. Mendiskusikan perubahan kinerja peran. c. Berpartisipasi
dalam
pengambilan
keputusan
rencana
perawatan. 5
Pasien dapat memaksimalkan mobilitas dalam batas terapeutik : a. Meminta bantuan bila akan bergerak. b. Meninggikan ekstermitas yang bergerak setelah berpindah. c. Menggunakan alat imobilisasi dan alat bantu sesuai kebutuhan.
b.
Pascaoperatif Ortopedi
No.
Evaluasi
Dx 1
Klien melaporkan nyeri berkurang : a. Menggunakan berbagai pendekatan untuk mengurangi nyeri. b. Kadang
menggunakan
obat
per
oral
yntuk
mengontrol
ketidaknyamanan. c. Meninggikan ekstermitas untuk mengontrol pembengkakan dan ketidaknyamanan. 26
d. Bergerak dengan lebih nyaman. 2
Klien memperlihatkan perfusi jaringan yang adekuat : a. Warna kulit normal. b. Kulit hangat. c. Respons pengisian kapiler normal (<3 detik). d. Perasaan dan emosi stabil (normal). e. Memperlihatkan pegurangan pembengkakan.
3
Pasien mampu memperlihatkan upaya memperbaiki kesehatan : a. Mengubah posisi sendiri untuk menghilangkan tekanan pada kulit. b. Menjaga hidrasi yang adekuat. c. Berhenti merokok. d. Melakukan latihan pernapasan. e. Bergabung dalam latihan penguatan otot
4
Pasien memaksimalkan mobilitas dalam batas terapeutik : a. Meminta bantuan bila bergerak. b. Meninggikan eksternitas yang bengkak setelah bergeser. c. Menggunakan alatimobilitas sesuai petunjuk. d. Mematuhi pembatasan pembebanan sesuai anjuran.
27
BAB III PENUTUP 3.1
Kesimpulan
Bedah orthopedi adalah suatu tindakan bedah untuk memullihkan kondisi disfungsi muskuloskeletal seperti, fraktur yang tidak stabil, deformitas, dislokasi sendi, jaringan nekrosis dan terinfeksi, sindrom kompartemen, serta sistem muskuloskeletal. Bedah orthopedi meliputi proses keperawatan preoperatif ortopedi dan pascaoperatif ortopedi. Pada preoperatif ortopedi umumnya individu yang akan dioperasi akan mengalami beragam ketakutan, rasa ketidakberdayaan, ketakutan akan masa depan yang harus dilalui, dan ketakutan akan kematian yang muncul ketika klien berhadapan dengan persiapan operasi. Periode preoperasi adalah waktu untuk menghilangkan ketakutan klien dengan mempersiapkan mental dan fisik untuk menjalani operasi. Fase preoperasi dimulai ketika klien pertama kali mempertimbangkan dan diakhiri ketika masuk ke dalam ruang operasi. Segera pascaoperasi klien dikirim ke area khusus yang disebut ruang pemulihan, unit setelah operasi atau unit penyembuhan setelah operasi (PACU). Anestesi dan prosedur operasi mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap tubuh dan merupakan masa kritis. Klien diobservasi secara ketat pascaoperasi, untuk memastikan bahwa sistem tubuhnya kembali ke keadaan normal.
3.2
Saran
Adapun saran dari kami untuk pembaca diharapkan agar setelah membaca makalah ini pembaca bias mengetahui tindakan yang tepat untuk perawatan klien dengan preoperatif dan pascaoperatif ortopedi. Selain itu, diharapkan juga untuk selalu waspada terhadap penyakit TORCH dengan cara mengetahui media dan cara penyebaran penyakit ini sehingga dapat menghindari kemungkinan tertular. Mulailah untuk hidup bersih dan makan makanan yang dimasak dengan matang. 28
DAFTAR PUSTAKA Brunner, Suddarth. (2006). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC. Nurnaningsih, Lukman. (2009). Asuhan Keperawatan pada Klien Bedah Ortopedi. Jakarta: Salemba Medika.
29