BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anestesi Pada Pembedahan Ortopedi
Pembedahan ortopedi merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi para anestesiologis. Pasien dapat datang dengan beragam komorbiditas dan dan dalam kelompok usia yang sangat bervariasi, mulai dari neonatus dengan deformitas tungkai tungkai kongenital kongenital,, remaja dengan cidera karena karena olahraga, olahraga, hingga orang dewasa dengan dengan eksisi soft eksisi soft tissue mass sampai mass sampai arthroplasty.1,2 Pemeriksaan yang dilakukan juga harus bersifat holistik karena mungkin saja terdapat penyakit jaringan ikat kronis yang dapat mempengaruhi perencanaan anestesi. 2 Komplikasi yang terjadi pun dapat beragam. Pasien dengan fraktur tulang panjang dapat mengalami sindrom emboli lemak. Pasien yang menjalani operasi pelvis, panggul, dan lutut mengalami peningkatan risiko terjadinya venous thromboembolism. thromboembolism.
Penggunaan
bone bone
ceme cemen nt pa pada
arthroplasty arthroplasty dapat
menyebabkan instabilitas hemodinamik. 1 Teknik anestesi neuraial dan teknik anestesi regional lainnya memainkan peranan penting dalam penurunan insiden komplikasi thromboemboli post operatif, memberikan analgesia post operatif, dan memfasilitasi rehabilitasi lebih dini dan pemulihan hingga pemulangan pasien lebih cepat. Kecanggihan teknik bedah seperti pendekatan invasive yang minimal pada knee dan knee dan hip replacement , memerlukan modifikasi dalam manajemen anestesi, bila pasien ingin dipulangkan segera !overnight !overnight atau same-day atau same-day service/ one day care". care". 1,2
2.2 Anestesi Pada Operasi Panggul
Pembedahan panggul yang biasa dilakukan pada pasien dewasa antara lain, kasus frak fraktu turr pang panggu gul, l, total hip arthropl arthroplasty asty,, dan dan redu reduks ksii tertu tertutu tup p pada pada disl dislok okasi asi panggul
2.2.1 ra!tur Pada Panggul
#raktur panggul sering terjadi pada pasien usia lanjut !1 dari $% pada usia lebih dari $% tahun" dengan morbiditas dan mortalitas yang bermakna. Tingginya komplikasi komplikasi perioperatif perioperatif dihubungk dihubungkan an dengan dengan banyak banyak faktor, faktor, termasuk termasuk kondisi kondisi jantung, paru, &'T dan delirium. &elirium dan rasa pusing post op adalah hal yang umum terjadi, dilaporkan pada $%( pasien usia lanjut setelah pembedahan, dan berhubungan dengan peningkatan mortalitas. 1,2
Pertimbangan Preoperati"
)ebagian besar pasien yang menjalani operasi ini adalah pasien dengan kondisi lemah dan usia lanjut. *amun, kadangkala terdapat juga pasien pada usia muda dengan trauma mayor pada tulang femur atau pelvis. +eberapa penelitian melaporkan angka mortalitas fraktur panggul 1%( selama awal perawatan dan lebih 2$( dalam 1 tahun. +anyak dari pasien ini mempunyai penyakit penyerta seperti penyakit arteri koroner, penyakit serebrovaskuler,penyakit paru obstruktif kronis atau diabetes.1 Pasien Pasien dengan dengan fraktur fraktur panggu panggull seringk seringkali ali mengal mengalami ami dehidr dehidrasi asi karena karena intak intakee oral oral yang yang tida tidak k adek adekua uat. t. Tergant rgantun ung g pada pada loka lokasi si frak fraktu turr pang panggu gul, l, perdarahan terselubung dapat terjadi secara signifikan dan selanjutnya dapat menu menuru runk nkan an volu volume me intr intraa vascu vascular lar.. Pada Pada umum umumny nyaa frak fraktu turr intr intrak akap apsu sular lar !sub !subka kaps psul ular ar,,
tran transc scer ervi vica cal" l"
meng mengal alam amii
perd perdar arah ahan an
yang ang
lebi lebih h
sedi sediki kitt
dibandingk dibandingkan an dengan dengan fraktur fraktur ekstrakapsul ekstrakapsular ar ! dasar kolum kolum femur, femur, intertrokan intertrokanter, ter, subtrokanter ". Pada perdarahan terselubung, kadar hematokrit preoperatif dapat terlihat normal atau dalam batas bawah.1 Pasien dapat datang ke rumah sakit dengan rasa nyeri hebat dan stres berat yang dapat menjadi tanda dan gejala dari iskemik miokard. eskipun persiapan pre op itu penting, namun penundaah pembedahan dapat menimbulka permasalahan ini dan meningkatkan angka kejadian komplikasi. Pembedahan yang lebih cepat !-12jam" terbukti menurunkan tingkat nyeri !')", mengurangi lama perawatan, dan mengurangi komlikasi perioperatif. 2 Karakteristik lain pada pasien fraktur panggul adalah sering terjadinya hipoksia preoperatif, yang dapat sebagai akibat dari emboli lemak, atau akibat
faktor lain, termasuk atelektasis bibasilar akibat bedrest, bendungan paru !dan efusi", gagal jantung kongestif, atau akibat infeksi.1
#ana$emen intra operati"
enurut Association of Anaesthetist in Great Britain and Ireland !2%12", anestesi pada pembedahan fraktur panggul harus dapat memblok nervus kutaneus lateralis pada paha, nervus obturator, ischiadika, dan lower subcostal nerve, dan hanya bisa dicapai pada pasien yang sadar dengan blok neuraial. / Pilihan antara anestesi regional !spinal atau epidural" dan anestesi umum pada pembedahan kasus fraktur panggul telah dievaluasi secara luas. )ebuah studi meta0analisis dari 1$ randomized clinical trials menunjukkan penurunan kejadian &'T postoperatif dan angka mortalitas bulan pertama yang lebih rendah pada anestesi regional, namun setelah bulan ketiga tidak tidak ada perbedaan bermakna antara anestesi regional dan anestesi umum. )ebuah studi metaanalisis lain terhadap pasien dengan fraktur neck of femur menyatakan bahwa insiden &'T kali lebih besar pada pasien dengan anestesi umum, dibandingkan anestesi regional. !miller, morgan". )elain itu, sebuah studi sistematik terhadap penggunaan anestesi pada pembedahan fraktur panggul menemukan bahwa anestesi regional dapat mengurangi insiden pusing post operatif.
1,2,/
Teknik anestesi neuraial dengan atau tanpa disertai anestesia umum, memberikan keuntungan tambahan untuk kontrol nyeri post op. ika anestesi spinal direncanakan, penggunaan anestesi lokal hipobarik mempermudah positioning karena pasien dapat tetap pada posisi yang sama saat anestesi maupun pembedahan. 3pioid intra thecal seperti morfin juga dapat digunakan analgesia post op tetapi berpotensi untuk terjadinya peningkatan resiko depresi pernapasan sehingga memerlukan pengawasan ketat post op. 1 Pertimbangan harus juga diberikan terkait dengan tipe reduksi dan fiksasi yang digunakan. 4al ini tergantung pada lokasi fraktur, derajat displacement , status fungsional pasien preop, dan pilihan dokter bedah. #raktur femur proksimal undisplaced biasanya ditatalaksana dengan dengan percutaneous pinning atau cannulated screw fiation dengan pasien pada posisi supinasi. 4ip compression
screw dan side plate paling sering dikerjakan untuk fraktur intertrochanter. #raktur intrakapsular
displaced
hemiarthroplasty,
atau
terkadang
total
hip
membutuhkan
replacement .
3perasi
fiksasi fraktur
internal, panggul
ekstrakapsular dilakukan dengan implant ekstramedula ! seperti sliding screw and plate " atau intramedula !seperti 5amma nail ".1,2 4emiarthroplasty dan total hip replacement membutuhkan waktu yang lebih lama, dan bersifat lebih invasif dibanding prosedur lainnya. +iasanya dikerjakan dalam posisi lateral decubitus. Pada prosedur ini dapat terjadi kehilangan darah dengan jumlah lebih banyak dan berpotensi menimbulkan gangguan hemodimik yang lebih hebat, terutama jika semen digunakan. 3leh karena itu, harus dipastikan adanya akses vena yang memadai untuk persiapan transfusi cepat.1,2
2.2.2 Total %ip Arthroplast& ' Total %ip (epla)ement
&engan bertambahnya usia populasi dengan keinginan untuk tetap aktif secara fisik, maka prosedur !oint replacement menjadi lebih sering dilakukan. 1 &i merika 6tara, lebih dari 2%%.%%% prosedur T47 dilakukan setiap tahunnya. Pada tahun 2%%2, di merika terdapat /$.%%% operasi T47. $ +ahkan 3pperer et al mengemukakan estimasi bahwa pada tahun 2%/%, kebutuhan T47 di amerika akan tumbuh 18( menjadi $82.%%% prosedur.9 Komplikasi yang umum terjadi adalah serangan jantung, emboli paru, pneumonia dan gagal nafas, serta infeksi. Pasien0pasien usia lanjut dengan faktor komorbid berat seperti penyakit jantung, paru, dan diabetes harus diperiksa secara menyeluruh saat pre op. 2
Pertimbangan preoperati*e
)ebagian besar pasien yang menjalani total hip replacement menderita penyakit osteoartritis, rheumatoid arthritis, atau nekrosis avaskular. 3steoartritis merupakan penyakit degeneratif yang dapat melibatkan satu atau banyak sendi, termasuk dapat juga melibatkan tulang belakang, sehingga manipulasi leher pada
intubasi harus diminimalisir untuk menghindari kompresi radiks saraf atau protrusi diskus.1 7heumatoid arthritis !7" dicirikan dengan destruksi sendi yang dimediasi oleh respon imun dengan inflamasi kronik dan progesif pada membrane synovial. )elain itu, 7 juga merupakan penyakit sistemik yang dapat melibatkan berbagai sistem organ lain. :ebih lanjut lagi, 7 seringkali melibatkan sendi kecil pada tangan, pergelangan tangan, dan kaki dan menimbulkan deformitas berat. 4al ini dapat mempersulit kanulasi intravena atau arteri radialis.1,2 Kasus ekstrem rheumatoid arthritis dapat melibatkan sebagian besar membran
synovial,
termasuk
sendi
vertebra
servikal
dan
sendi
temporomandibular. )ubluksasi atlantoaial yang dapat didiagnose secara radiologi, dapat menyebabkan protrusi prosesus odontoid ke dalam foramen magnum selama intubasi, melemahkan aliran darah vertebra dan menekan medulla spinalis atau batang otak. ika terdapat instabilitas atlantoaial, intubasi harus dikerjakan dengan inline stabilization dan menggunakan laringoskop fiberoptik atau video. Keterlibatan sendi temporomandibular dapat membatasi mobilitas
rahang
dan
rentang
gerakan
sehingga
tidak
memungkinkan
dilakukannya teknik intubasi konvensional. 1,2 )uara serak atau stridor inspirasi dapat menjadi tanda penyempitan pembukaan glottis yang disebabkan arthritis krikoarytenoid. Kondisi ini menyebabkan obstruksi jalan napas post ekstubasi, walaupun sudah menggunakan tube dengan ukuran yang lebih kecil. 1,2 Pasien
dengan
rheumatoid
arthritis
atau
osteoarthritis
umumnya
mengkonsumsi 3;*) untuk meredakan nyeri nyerinya. 3bat0obatan ini dapat mempunyai efek samping yang serius seperti perdarahan saluran cerna, toksisitas pada ginjal, dan disfungsi platelet.1,2
#ana$emen intra operati"
Total hip replacement !T47" melibatkan beberapa tahapan pembedahan termasuk mengatur posisi pasien !biasanya pada posisi lateral dekubitus ", dislokasi dan pemindahan kaput femoris, melebarkan asetabulum dan insersi
prostetik kap acetabulum !dengan atau tanpa semen" dan membuka femur dan insersi komponen femur !kaput femur dan stem" ke dalam femoral shaft !dengan atau tanpa semen", seperti pada gambar 1.
1,2
T47 juga dikaitkan dengan tiga komplikasi yang mengancam kehidupan < bone cement implantation syndrome, peradarahan intra dan post op, dan thromboemboli vena. adi terdapat banyak alasan mengapa monitoring arteri invasif pada umumnya direkomendasikan untuk prosedur0prosedur ini. Pemberian opioid, seperti morfin, secara neuraial pada periode perioperatif dapat memperlama durasi analgesia postoperatif.1,2
5ambar 1. Total 4ip rthroplasty = Total 4ip 7eplacement !T47" 1
T47 dapat dilakukan dengan pendekatan anterior maupun lateral. Kelebihan pendekatan anterior antara lain, memberikan akses tanpa mengganggu otot, namun akses yang didapatkan terbatas, dengan risiko cidera nervus kutaneus femoral lateralis. )edangkan pendekatan lateral posterior memberikan akses yang lebih baik untuk femur dan asetabulum dengan kerusakan otot minimal namun dengan peningkatan risiko dislokasi posterior. Kebanyakan ahli bedah memilih pendekatan lateral posterior, sehingga pasien diposisikan secara lateral dekubitus, dimana posisi ini dapat mengurangi oksigenasi. 2
. 4ip 7esurfacing rthroplasty &ibandingkan
dengan
implant
tradisional,
teknik
ini
dapat
mempertahankan tulang asli pasien dengan lebih baik. Pendekatan bedah dapat secara anterolateral atau posterior, dengan teori bahwa pendekatan posterior dapat memberikan ketersedian suplai darah yang lebih baik ke kaput femur. &engan pemilihan pendekatan posterior, pasien diposisikan secara lateral dekubitus, sama dengan posisi pasien pada hip arthroplasty tradisional. )tudi metaanalisis terbaru menggambarkan bahwa hip resurfacing arthroplasty lebih dipilih bila memandang faktor hasil fungsional dan persentase perdarahan, walaupun berdasarkan faktor kepuasan pasien dan nilai ') post op memiliki hasil yang sama dengan metode tradisional.1
+. +ilateral rthroplasty +ilateral hip arthroplasty dapat secara aman dikerjakan pada pasien yang sehat sebagai prosedur kombinasi, dengan asumsi tidak ada embolisasi pulmonal yang signifikan setelah insersi komponen femur yang pertama. >chocardiography dapat digunakan untuk mmonitoring. Pada prosedur ini, komunikasi efektif antara anestesiologis dan dokter bedah sangatlah penting. +ila terdapat gangguan hemodinamik yang besar saat prosedur pertama, maka prosedur arthroplasty kedua harus ditunda. 1,2
?. 7evisi rthroplasty 7evisi dari hip arthroplasty sebelumnya dapat menimbulkan kehilangan darah yang lebih banyak dibandingkan prosedur awal. 4ilangnya darah bergantung pada banyak faktor, termasuk pengalaman dan ketrampilan operator. +eberapa penelitian menyatakan bahwa penggunaan teknik anestesi regional !spinal atau epidural" dapat mengurangi besarnya perdarahan bila dibandingkan anestesi umum, meskipun pada P yang sama. Karena kecenderungan pasien memerlukan transfusi darah perioperatif, persiapan darah autolog preoperatif dan ketersediaan darah intraoperatif harus dipertimbangkan. Pemberian vitamin !+12
dan K" serta @at besi pada pre op dapat mengatasi anemia kronik yang ringan. dministrasi preop recombinant human erythropoietin !9%% ;6=kg subkutan tiap minggu mulai 21 hari sebelum pembedahan sampai hari pembedahan " dapat menjadi alternatif untuk menurunkan kebutuhan transfusi darah allogenik perioperatif. >rythropoietin meningkatkan produksi sel darah merah dengan menstimulasi
diferensiasi
progenitor
erythroid
dalam
sumsum
tulang.
empertahankan suhu badan normal selama hip replacement surgery juga dapat mengurangi perdarahan.1,2
&. rthroplasty inimal ;nvasif ?omputer0assisted surgery !?)" dapat meningkatkan keberhasilan pembedahan dan mendukung rehabilitasi dini dengan memfasilitasi teknik minimal invasif untuk hip replacement tanpa semen. )oftware computer dapat secara akurat merekonstruksi gambar tiga dimensi untuk tulang dan jaringan lunak yang didasarkan pada radiografi, fluoroskopi, computed tomography atau 7;. )istem komputer dapat mempertimbangkan gambaran preoperatif dan informasi rencana pembedahan untuk menentukan posisi pasien di meja operasi. adi ?) dapat meningkatkan akurasi penempatan implant melalui insisi yang sangat kecil, hal ini sangat mengurangi kerusakan otot dan jaringan yang berakibat pada berkurangnya nyeri, keluar dari rumah sakit lebih awal, dan pemulihan yang lebih cepat. Pendekatan lateral dengan mengunakan single "-in# incision pada pasien dengan posisi lateral dekubitus, sedangkan pendekatan anterior
5ambar 2. inimally ;nvasive 4ip rthroplasty 1
menggunakan dua $-in incisions yang terpisah ! satu untuk komponen asetabulum dan yang lain untuk komponen femur " dengan pasien posisi supine. Teknik invasif minimal dapat mengurangi lama perawatan hingga 2 jam atau kurang. Teknik anestesi yang digunakan harus mampu mendukung pemulihan yang cepat, yang dapat termasuk didalamnya anestesi regional neuraial atau anestesi umum intravena1,2
>. 4ip rhtroscopy Pada beberapa tahun terakhir, prosedur hip arthroscopy menjadi sama populernya dengan teknik invasif minimal untuk beberapa indikasi pembedahan seperti femoroaceabular impingement !#;", acetabular labral tears, loose bodies, dan osteoartritis. )elain itu hip arthroscopy juga menjadi umum digunakan sebagai prosedur diagnostik dan tatalaksana pada pasien0pasien rawat jalan.1 Pasien dapat dalam posisi supinasi atau lateral dengan diberikan traksi pada tungkai yang akan dioperasi untuk mendapatkan akses kedalam sendi dengan arthroscope. )aat memposisikan pasien, anestesiologis harus memastikan bahwa alas perineum yang terpasang cukup empuk dan tidak menekan nervus pudendus dan memastikan tidak adanya traksi berlebihan. Karena prosedur ini memerlukan relaksasi otot yang total, maka dapat digunakan anestesi umum atau blok neuraial.2
2.2.+ (edu!si Tertutup Pada ,islo!asi Panggul
Terdapat /( insiden dislokasi panggul setelah arthroplasti panggul primer dan 2%( insiden setelah total hip revision. ;nsiden ini tampaknya secara signifikan diturunkan dengan ?). Karena hanya butuh daya = kekuatan kecil untuk membuat dislokasi prosthetic hip, pasien dengan hip implants memerlukan perhatian khusus selama mengatur posisi setelah prosedur bedah. #leksi panggul yang ekstrem, rotasi internal, dan aduksi dapat meningkatkan resiko dislokasi.
&islokasi panggul biasanya dapat dikoreksi dengan reduksi tertutup dengan anestesi umum yang singkat. Paralisis temporer dapat dihasilkan dengan pemberian suksinilkolin, atau bila diperlukan, untuk memfasilitasi manipulasi operator dengan merelaksasi otot0otot panggul. 7eduksi yang berhasil perlu dikonfirmasi secara radologis sebelum pasien bangun. 1
2.- Penggunaan Bone Cement pada T%(
Bone cement , yaitu senyawa polimetilmetakrilat !P", merupakan bahan yang dibutuhkan pada operasi artroplasti untuk menempelkan implan dan untuk remodelling tulang yang hilang. )emen ini mengisi ruang kosong pada tulang cancellous dan secara kuat menempelkan prostese dengan tulang pasien. 1,8 Penggunaan
bone
cement menimbulkan
hipertensi
intrameduler
!A$%%mm4g" dan dapat memicu embolisasi dari lemak, sumsung tulang, semen, dan udara ke pembuluh darah vena. bsorpsi sistemik dari monomer metilmetakrilat dapat menimbulkan vasodilatasi dan mengurangi resistensi vaksuler sistemik. Pengeluaran tromblopastin dari jaringan dapat memicu agregasi trombosit,
pembentukan
mikrotrombus
di
paru0paru,
dan
instabilitas
kardiovaskuler sebagai hasil dari sirkulasi bahan0bahan vasoaktif. >mboli dapat terbentuk dari debris0debris medula tulang dan dapat berjalan ke paru, jantung, otak, dan sirklasi koroner.1,B 5ejala klinis yang muncul pada implantasi bone cement antara lain hipoksia, hipotensi, aritmia !termasuk blok jantung dan henti jantung", hipertensi pulmoner, dan menurunnya cardiac output . >mboli paling sering terjadi pada insersi dari prostetik bagian femur pada prosedur T47.
1,8,B
5ejala0gejala tersebut biasa disebut sebagai Bone %ement Implantation )yndrome !+?;)" dan dapat menjadi penyebab mortalitas dan morbiditas intraoperatif.8,B Terdapat klasifikasi +?;) berdasarkan derajat keparahannya yaitu<8,B
1. Tingkat 1 < hipoksia moderat dengan )p32 - C( atau penurunan tekanan arteri sistolik = systolic arterial pressure !)P" A2%(. 2. Tingkat 2 < hipoksia berat !)p32 - BB(" atau hipotensi ! penurunan )P A 2%(" atau penurunan kesadaran. /. Tingkat / < kolaps kardiovaskular yang memerlukan 7P anajemen pencegahan untuk komplikasi ini antara lain dengan meningkatkan konsentrasi oksigen inspirasi sebelum proses implantasi semen, monitor keadaan sirkulasi untuk mempertahankan keadaan euvolemia, membuat lubang ventilasi pada bagian distal femur untuk mengurangi tekanan intrameduler, dengan melakukan pencucian dengan tekanan tinggi untuk membuang debris yang berpotensi menjadi mikroemboli, atau dengan menggunakan komponen prostese femur yang tidak memerlukan semen. 1,8,B )atu hal lagi yang perlu menjadi perhatian dalam penggunaan bone cement adalah longgarnya prostese seiring dengan waktu. +ahan implan semen terbaru menggunakan material yang memungkinan komponen alami tulang untuk tumbuh. Prostese yang tidak memerlukan prostese secara umum dapat bertahan lebih lama dan lebih baik dipilih pada pasien0pasien muda dan aktif. +agaimanapun juga, pembentukan tulang sehat secara aktif dibutuhkan, dan proses pemulihan pada prosedur tanpa semen dapat lebih lama dibandingkan dengan prosedur menggunakan semen. 3leh karena pertimbangan0pertimbangan diatas, prostese dengan semen lebih dipilih pada pasien usia tua dan kurang aktif yang sering mengalami osteoporosis atau penipisan tulang kortikal. 1,B
2.+ Pemilihan Te!ni! Anestesi Pada Total Hip Replacement
)ecara umum, banyak prosedur ortopedi yang lebih cocok dengan penggunaan teknik anestesi regional, namun kontroversi mengenai kelebihan anestesi regional dibandingkan anestesi umum telah diperdebatkan selama berpuluh0puluh tahun.2,/ nestesi pada T47 maupun TK7 harus memberikan kondisi intraoperatif yang stabil dan memungkinkan pemulihan pasien yang cepat. Teknik analgesik
harus dipilih untuk meredakan nyeri secara optimal dengan juga meminimalisasi efek samping seperti sedasi, P3*', hipotensi, dan blok motorik. 1,2,$ )aat ini telah ada bukti bahwa anestesi regional dapat digunakan untuk mencapai tujuan ini. C enurut 3pperer et al !2%1" penggunaan anestesi regional dibandingkan dengan general anestesi telah dihubungkan dengan penurunan angka mortalitas, penurunan jumlah perdarahan, penurunan kejadian tromboemboli, komplikasi kardiopulmoner, infeksi, dan segi ekonomi. B
2.+.1 Ang!a #ortalitas
)ebuah studi dari emtsoudis et al menemukan adanya penurunan angka mortalitas sampai hari ke /% post op T47 pada penggunaan blok neuraial dibandingkan pada anestesia umum. 1% )ebuah studi metanalisis lain yang dikutip oleh 3pperer et al menemukan bahwa anestesi spinal dapat menurunkan angka mortalitas secara signifikan pada pembedahan fraktur di sendi panggul. B
2.+.2 Pertimbangan a!tu Operasi
Penelitian auermann et al mengindikasikan adanya sedikit pengurangan waktu operasi pada anestesi T47 elektif dengan blok neuraial bila dibandingkan anestesi umum.$ 4al ini juga didukung oleh penellitian Parker et al yang mengemukakan bahwa pemilihan anesesia hanya mempunyai efek minimal pada waktu operasai. eskipun pada penelitian auermann didapatkan pengurangan waktu operasi yang signifikan secara statistik, namun rerata pengurangan waktu 8,1 menit per operasi tidaklah signifikan secara klinis. $,11
2.+.+ Pertimbangan Jumlah Perdarahan
Pada T47 dapat terjadi perdarahan yang signifikan, hingga 102: darah. Pemakaian anestesi regional telah diteliti dapat penurunan jumlah perdarahan yang terjadi intraoperatif. )ejak 1C99, telah ada 18 uji klinis pada pasien yang menjalani T47, dan menunjukkan
pengurangan jumlah perdarahan dengan
anestesi regional, dibandingkan dengan anestesi umum. 2,,9
odig dalam penelitiannya membandingkan jumlah perdarahan pada pasien T47 dengan anestesi epidural, anestesi umum dengan ventilasi spontan, dan anestesi umum dengan ventilasi tekanan positif, dan menemukan bahwa kelompok dengan anestesi epidural memiliki jumlah perdarahan yang palings sedikit. ;a menyatakan bahwa anestesi epidural mengurangi tekanan darah vena, yang merupakan faktor penting dalam terjadinya perdarahan saat operasi. 12 4al ini juga dikemukakan oleh 5rant et al , bahwa anestesi regional dihubungkan dengan penurunan jumlah perdarahan intra dan postoperatif karena dapat menurunkan P dan dilatasi vena. C auermann et al pada studi metanalisisnya juga mengemukakan bahwa ada pengurangan jumlah perdarahan yang signifikan secara statistik !dengan rerata 28$m:" pada pasien dengan blokade neuraial.$ 3pperer et al juga mengemukakan bahwa ada perbedaan signifikan pada penurunan kebutuhan transfusi darah sebesar 1( pada penggunaan blok neuraial dibandingkan dengan general anestesi. 9 )elain itu beberapa penelitian lain juga telah menunjukkan bahwa anestesi epidural yang dapat memberikan keadaan hipotensi terkontrol dengan P $%0 9% mm4g dapat mengurangi perdarahan intraoperatif hingga 2%%m:. Pasien0 pasien usia lanjut !rerata 82 tahun" dapat mentolerir tekanan darah ini tanpa adanya komplikasi kognitif, kardiak ataupun ginjal. )elain itu, hipotensi terkontrol juga dapat meningkatkan fiksasi prostese ke tulang dengan membatasi perdarahan pada kanalis femoralis.2
2.+.- Pertimbangan Kompli!asi &ang ,apat ,itimbul!an
nestesi regional dapat mengurangi insiden komplikasi perioperatif seperti &'T, emboli paru, perdarahan, komplikasi pernapasan dan kematian bila dibandingkan anestesi umum, namun masih terdapat beberapa kontroversi. 2,$ Pada tahun 2%%%, 7odgers et al melakukan sebuah studi metaanalisis dan menyatakan bahwa penggunaan teknik neuraial pada berbagai prosedur bedah dapat mengurangi mortalitas, tromboemboli vena, infark miokard dan berbagai komplikasi lainnya.1/ 5rant
et
al !2%%B" menyatakan
bahwa
kejadian
tromboemboli vena dapat berkurang hingga $%( pada penggunaan blok neuraial dibandingkan dengan anestesi umum, pada pasien yang tidak diberikan profilaksis antitrombotik.C )tudi meta0analisis dari auermann et al menemukan bahwa adanya pengurangan signifikan pada jumlah pasien yang mengalami &'T yaitu 2C( pada blok neuraial dan $9( pada anestesi umum, juga pada jumlah pasien yang mengalami emboli paru, yaitu 8( pada blok neuraial dan 2%( pada anestesi umum.$ +eberapa peneliti menduga bahwa, efek sistemik dari agen anestesi lokal, seperti yang ditemukan pada anestesi epidural, dapat menurunkan kejadian hiperkoagulasi akibat pembedahan, yang selanjutnya dapat mengurangi insiden tormboemboli.9 &ari segi pulmoner, anestesi regional telah menjadi anestesi pilihan pada pasien fraktur panggul dengan PP3K dan telah dihubungkan dengan penurunan kejadian komplikasi pulmoner pada seluruh pasien fraktur panggul. )edangkan pada pasien T47, penggunaan neuraial memiliki hasil yang lebih baik dari aspek komplikasi pada paru dibandingkan dengan anestesi umum. 9 Pasien0pasien ortopedi juga seringkali menghadapi permasalahan manajemen jalan napas. nestesi regional dapat menghindarkan adanya manipulasi jalan napas, dan pasien yang sadar dapat mengatur posisi kepala yang paling nyaman menurut dirinya. 1,2 )ebuah penelitian dari ?hang et al juga menemukana bahwa terdapat pengurangan yang signifikan pada tingkat infeksi lokasi pembedahan = &urgical &ite Infection !));" dalam /% hari, yaitu 1,2( pada anestesi epidural atau spinal, dibandingkan dengan 2,B( pada anestesi umum. 1 Kemungkinan mekanisme dari pengurangan tingkat infeksi ini berhubungan dengan modulsi respon inflamasi, vasodilatasi dan perbaikan oksigenasi jaringan, serta perbaikan pada analgesia post op. 9,1$ Dalaupun memiliki banyak keuntungan, namun risiko terjadinya hematom epiduran = spinal pada anestesi regional juga perlu dipertimbangkan, meskipun kejadian ini termasuk langka. 9
2.+./ Pertimbangan Analgesia Post Operati"
Pada sebuah studi yang dikutip oleh Proven@ano dan 'iscusi, ditemukan bahwa pasien yang menjalani T47 dan TK7 mengaku mengalami nyeri dengan rerata ') 8,9 dan B,1 dari skala 1%, yang dapat menganggu pemulihan fungsional dan pola tidur pada periode post0operatif. 1$ )elain itu, teknik anestesi regional dengan blok nervus perifer dapat memberikan anestesi intraoperatif dan analgesia post operatif yang sangat baik. +ahkan beberapa penelitian menyatakan bahwa
anestesi regional dapat
menghentikan perkembangan nyeri akut post operatif menjadi sindrom nyeri kronis.2,,C eskipun demikian, sebuah studi sistematis ?ochrane pada tahun 2%%/ menemukan bahwa keuntungan anestesi epidural kontinyu bila dibandingkan dengan patient-controlled analgesia !P?" menggunakan morfin intravena, hanya terbatas pada awal periode post operatif !09 jam".19
Blo! Ner*us Peri"er
+lok nervus perifer saat ini telah dikembangkan untuk menangani nyeri post operatif. Pada operasi TK7 dapat digunakan blokade nervus femoralis dan nercus ischiadika, sedangkan pada operasi T47 dapat digunakan blok. pleksus lumbalis, blok fascia iliaka, dan dapat juga disertai blok ischiadika.C,18
A. Blo! Ple!sus 0umbalis Pende!etan Posterior
Pleksus lumbalis merupakan susunan dari 9 nervus yang menginervasi bagian bawah perut dap bagian paha anterolateral. Pleksus ini tersusun atas bagian0bagian dari nervus lumbalis :10:, dan nervus subkostalis !T12". )araf0 saraf pada pleksus lumbalis antara lain, nervus iliohypogastric !T120:l", ilioinguinal !:1", genitofemoral !:10:2", femoral kutaneus lateralis !:20:/", femoral !:20:" dan nervus obturator !:20:", seperti pada gambar 1.
18
5ambar /. Pleksus :umbalis. 18
+lok pleksus merupakan pilihan yang logis untuk analgesia T47 karena metode inilah yang paling dapat diandalkan untuk memblok nervus kutaneus lateral femoralis dan nervus obturator. &apat digunakan dengan metode dosis tunggal ataupun kontinyu. Penggunaan bolus anestesi lokal sebanyak 1$02%ml dapat memberikan analgesia untuk periode waktu yang cukup singkat setelah operasi, dengan rata0rata 9012 jam. Penggunaan morfin intratechal dosis rendah dapat memberikan analgesia yang lebih baik dan lebih lama, bila dibandingkan dengan blok pleksus lumbar dengan dosis tunggal. C Penggunaan blok pleksus lumbalis secara kontinyu dapat memperpanjang durasi analgesia secara efektif. Tetesan infus anestesi lokal dengan konsentrasi rendah biasanya diatur pada 1%ml=jam. Penggunaan teknik konsentrasi rendah dengan tetesan cepat telah dianjurkan untuk memperoleh khasiat yang lebih baik.C,18 +lokade pleksus lumbalis telah dihubungkan pada beberapa efek samping yang serius seperti, anestesi spinal total, hematom atau abses psoas, penyebaran epidural, dan trauma renal. +lok ini merupakan blok yang dalam, dan harus
dihindari ada pasien dengan gangguan pembekuan atau disfungsi trombosit, dan bukan merupakan teknik untuk pemula. C,18
B. Blo! as)ia Ilia!a
Pendekatan lain untuk blok pleksus lumbalis adalah blok fascia iliaka. ekanisme kerja anestesi teknik ini adalah dengan penyebaran anestesi lokal ke arah proksimal, dibawah fascia iliaka, yang kemudian mengarah pada cabang dari pleksus lumbalis.C,18 Keuntungan blok ini adalah kemudahannya, yang membuat prosedurnya menjadi cepat dan aman untuk dilakukan tanpa membutuhkan stimulator saraf. +agaimanapun juga, penyebaran blok pleksus lumbalis pada teknik ini bervariasi, dengan blok nervus femoralis lebih konsisten dibandingkan dengan nervus obturator dan kutaneus lateralis.C
3. Blo! Ner*us Is)hiadi!a
nestesi komplit pada sendi panggul membutuhkan blokade nervus ischiadika. Pada umumnya, teknik blok pleksus lumbal tidak melibatkan nervus0nervus sakralis sehingga, penambahan blok nervus ischiadika dapat memberikan keuntungan tersendiri.
eskipun faktanya tidak ada bukti publikasi yang
mendukung blok ischiadika untuk analgesia post0operatif pada T47, namun tanpa adanya blok nervus ischiadika, hilangnya rasa nyeri secara total pada panggul menjadi tidak mungkin. C
2.- Kompli!asi Anestesi 4pidural 2.-.1 ,uramater (obe! Atau Tertusu!
Kejadian tertusuknya duramater pada waktu dilakukan anestesi epidural yang dilakukan ahli anestesi 1( 0 2,$(. 1,1B +ila duramater robek akan terlihat keluar cairan likuor serebro spinalis ! :?) " pada pangkal jarum epidural, terutama waktu dilakukan aspirasi. ?airan :?) dapat dibedakan dengan obat anestesi lokal dengan cara <1B
0
dibedakan suhunya
0
memakai test glukosa dan protein dengan kertas strip yang untuk pemeriksaan urin.
0
&icampur dengan thiopenton bila terjadi pengkabutan berarti obat anestesi lokal.
kibat robeknya duramater dapat menyebabkan komplikasi < . +lok Total )pinal ika tidak diketahui robek, obat anestesi lokal untuk epidural dimasukkan kedalam ruang sub arakhnoid maka akan terjadi blok total spinal. ngka kejadian total total blok spinal 1 < 1%%% kasus.1C
Penderita cepat terjadi penurunan
kesadaran, henti nafas dan hipotensi berat dan bila tidak segera ditolong akan terjadi henti jantung. Penderita langsung di intubasi, diberi nafas buatan oksigenasi 1%%( dan diberikan vasopresor. +ila terapi yang diberikan adekuat jarang terjadi seEuele. 2% 6ntuk mengurangi resiko terjadinya blok total spinal yang perlu diperhatikan < 0
4ati0hati dalam melakukan tehnik anestesi epidural.
0
spirasi untuk mengetahui tehnik anestesi epidural.
0
4arus dilakukan tes dose.
+# 'ost (ural 'uncture )eadache ! P&P4 " Komplikasi ini akibat adanya kebocoran cairan :?) melalui duramater yang robek, dengan demikian volume dan tekanan :?) menurun sehingga terjadi regangan pembuluh darah otak dan meniningen. umlah cairan :?) yang keluar melalui robekan duramater tergantung luasnya duramater yang robek dan juga status hidrasi penderita.
2.-.2 Kateter 4pidural #asu! Kedalam Pembuluh ,arah
)ewaktu diaspirasi akan terlihat darah dalam kateter. +ila masuk pembuluh darah kateter harus dicabut, kemudian dipilih interspace diatas atau dibawahnya untuk insersi jarum epidural ulang. Tidak boleh menyuntikan obat local anestesi jika ada darah dalam kateter.21
2.-.+ Into!si!asi Obat Anestesi 0o!al
Toksisitas obat anestesi local dapat diklasifikasikan dalam dua katagori yaitu < a. 7eaksi alergi 7eaksi alergi
terhadap
obat
anestesi
local
sangat
jarang.
anifestasinya berupa dermatitis, urtikaria, pruritus, spasme bronchus dan anafilaksis. Pengobatan dengan epinefrin dan steroid seperti &opomedrol biasanya memberikan hasil yang memuaskan. 22 Pada penderita dengan riwayat alergi terhadap obat anestesi local dapat dilakukan test sensitivitas pada kulit, tetapi jarang dilakukan. 22,2/ b. Toksisitas sistemik Kerja obat lokal anestesi adalah menghambat konduksi pada saraf perifer. +ila konsentrasi obat lokal anestesi cukup tinggi dalam plasma dapat mempengaruhi eksitabilitas membran sel lain seperti jantung dan otak. nestesi epidural biasanya tidak mengakibatkan konsentrasi obat anestesi lokal meningkat diatas nilai ambang toksisitas, tetapi bila bila tanpa disengaja obat lokal anestesi masuk kedalam pembuluh darah menyebabkan efek sistemik dan intoksikasi terhadap otak serta jantung.22
2.-./ %ematom 4pidural
)angat jarang terjadi, kecuali epidural dilakukan pada penderita yang mendapat terapi anti koagulan. )ampai saat ini masih menjadi perdebatan diantara ahli mengenai keamanan tindakan anestesi epidural pada penderita yang sedang mendapat terapi anti agragrasi trombosit missal aspirin atau persantin, meskipun belum pernah dijumpai terjadinya hematom epidural pada penderita yang sedang mendapat terapi antikoagulan yang dilakukan anestesi epidural.1, Pemasangan kateter epidural pada 'ain %ontrol Analgesia sebaiknya dilakukan sebelum pemberian heparin dan pencabutan kateter dilakukan setelah efek heparin terkontrol.2, 2.-.5 Kompli!asi Neurologis
Komplikasi neurologis pada anestesi epidural sangat jarang terjadi, kemungkinannya adalah kompresi pada korda spinalis akibat sekunder hematom epidural, ischemia korda spinalis, meningitis, araknoiditis, syndrom kauda ekuina. )elain trauma langsung berupa tertusuknya akar serabut saraf, korda spinalis atau medulla spinalis oleh jarum epidural atau kateter epidural, penyuntikan obat anestesi sendiri dapat menyebabkan trauma. ;nsersi jarum epidural dibawah : 10:2 dapat mengurangi resiko atau mencegah terjadinya trauma. 1,2,
2.-.6 #enggigil
Kejadian pada penderita dengan anestesi epidural 2% F $%(. &engan menggigil akan meningkatkan konsumsi 3 2, peningkatan kerja jantung dan penurunuan P32.2/ Pemberian meperidin 2$ F $% mg ;' atau melalui kateter epidural biasanya menghasilkan efek yang memuaskan. &iduga narkotik bekerja pada pusat termoregulator atau efeknya terhadap vasoaktif perifer yang menghasilkan redistribusi suhu tubuh. 1,2
2.-.7. N&eri Punggung Low Back Pain
*yeri
punggung
disebabkan
oleh
karena
teregangnya
otot
atau
ligamentum. #aktor yang berpengaruh pada terjadinya nyeri punggung adalah < tempat tidur penderita, meja operasi yang kurang baik, trauma waktu penderita dipindah dari meja operasi dan adanya riwayat nyeri punggung sebelum operasi. 2/
2.-.8. (etensi Urin
7etensi urin oleh karena terjadi blok pada ) 2 F) terjadi penurunan tonus kandung kencing serta hilangnya reflek pengosongan kandung kencing. enyebabkan peregangan kandung kencing akan menimbulkan perubahan hemodinamik.21