BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penduduk lanjut usia (lansia) merupakan isu penting di seluruh dunia sejak awal tahun 2000. Lanjut usia, menurut undang-undang und ang-undang No. 13 tahun ta hun 1998 tentang kesejahteraan lansia, adalah penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menurut para para ahli gerontologi seseorang dapat dikatakan lansia apabila telah mencapai usia 65 tahun (Miller, 2012). Saat ini peningkatan jumlah penduduk lansia menjadi isu penting di seluruh dunia. Menurut divisi populasi Departement Economy and Social Affair, United Nation Nation tahun 2002, menyatakan populasi lansia dunia pada tahun 2000 berjumlah 622,8 juta jiwa dan akan terus mengalami peningkatan. Di Indonesia, jumlah penduduk lansia Menurut Sensus Penduduk diketahui berjumlah 18,04 juta jiwa (BPS, 2012). Angka tersebut pun akan semakin bertambah setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan peningkatan usia harapan hidup lansia yang semakin meningkat di Indonesia. Hipertensi merupakan masalah kardiovaskular yang umum terjadi pada individu lansia sebagai dampak dari peningkatan usia (proses penuaan) serta adanya pemicu atau risiko yang turut menyertainya, seperti gaya hidup (Meiner, 2006). Faktor pemicu tersebut diklasifikasikan menjadi dua, yakni faktor risiko yang dapat dimodifikasi (modifiable) dan tidak dapat dimodifikasi (non modifiable). Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi meliputi umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga. Sedangkan, faktor risiko yang dapat dimodifikasi meliputi kebiasaan merokok, tekanan darah normal-tinggi, diet tinggi lemak, obesitas, ketidakaktifan fisik, kebiasaan mengonsumsi alkohol, dan stres (Meiner, 2006).
1
Hipertensi umumnya menunjukkan tanda gejala seperti kelelahan, sakit kep ala, vertigo, dan palpitasi (Tabloski, 2014). Tanda gejala tersebut dapat memicu masalah keperawatan yang muncul pada lansia seperti masalah gangguan tidur dan ketidaknyamanan. Namun, pada beberapa lansia hipertensi yang diderita tidak dirasakan gejalanya serta tidak menimbulkan masalah keperawatan seperti masalah tidur dan ketidaknyamanan. Tanda hipertensi hanya diketahui dari hasil pemeriksaan tekanan darah yang menunjukkan angka lebih dari 130/80. Hipertensi ini biasa disebut dengan silent hypertension. Hal ini didukung oleh data yang dikemukakan American dikemukakan American Heart Association pada Association pada tahun 2014, bahwa 50% penderita hipertensi tidak merasakan gejala hipertensi.
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah uraikan, maka perumusan masalah peneliti ini adalah Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Masalah Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer Di Wisma Anggrek Panti Sosial Tresna Werdha Bina Mulia 01 Ciracas Jakarta.
C. TUJUAN PENULISAN a. TUJUAN UMUM
Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan Lansia dengan masalah Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer Di Panti Sosial Tresna Werdha Bina Mulia 01 Ciracas Jakarta. b. TUJUAN KHUSUS
i. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian pada lansia dengan masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer di Panti Sosial Tresna Werdha Bina Mulia 01 Ciracas Jakarta. ii. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada lansia dengan masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer di Panti Sosial Tresna Werdha Bina Mulia 01 Ciracas Jakarta. 2
iii. Mampu mendeskripsikan rencana keperawatan pada lansia dengan masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer di Panti Sosial Tresna Werdha Bina Mulia 01 Ciracas Jakarta. iv. Mampu mendeskripsikan implementasi keperawatan pada lansia dengan masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer di Panti Sosial Tresna Werdha Bina Mulia 01 Ciracas Jakarta. v. Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada lansia dengan masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer di Panti Sosial Tresna Werdha Bina Mulia 01 Ciracas Jakarta.. vi. Mampu mendeskripsikan dokumentasi keperawatan pada lansia dengan masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer di Panti Sosial Tresna Werdha Bina Mulia 01 Ciracas Jakarta.
3
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP KEPERAWATAN GERONTIK a. Pengertian Keperawatan Gerontik
Gerontologi adalah suatu ilmu yang mempelajari proses penuaan dan masalah yang akan terjadi pada lansia (Potter & Perry, 2013). Gerontologi juga merupakan suatu pendekatan ilmiah dari berbagai aspek proses penuaan, yaitu kesehatan, sosial, ekonomi, perilaku, lingkungan, dan lain-lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa gerontologi merupakan keilmuan yang mempelajari tentang proses penuan dari berbagai aspek terkait individu lansia. Keperawatan gerontik merupakan suatu pelayanan profesional keperawatan yang holistik yang ditujukan kepada klien lanjut usia baik sehat maupun sakit pada tingkat individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat. Menurut Miller (2012) menyatakan keperawatan gerontik adalah ilmu yang mempelajari tentang perawatan pada lansia yang berfokus
pada
pengkajian
kesehatan
dan
status
fungsional,
perencanaan, implementasi, serta evaluasi. b. Peran Perawat Gerontik
Peran perawat gerontik untuk meningkatkan kualitas hidup lansia sudah mulai banyak dirasakan oleh negara-negara maju. Asuhan keperawatan membantu terwujudnya peningkatan kualitas hidup lansia di beberapa layanan keperawatan pada lansia. Mauk (2006) membagi perawat gerontik ke dalam dua kategori, yaitu perawat gerontik spesialis klinis/ gerontological clinical nurse specialist (CNS) dan
4
perawat gerontik pelaksana/ geriatric nurse practitioner (GNP). Peran dari kedua kategori perawat gerontik ini cukup berbeda. Peran CNS yaitu perawat klinis secara langsung, pendidik, manajer perawat, advokat, manajemen kasus, dan peneliti dalam perencanaan perawatan atau meningkatkan kualitas perawatan bagi klien lansia dan keluarganya pada setting rumah sakit atau fasilitas perawatan jangka panjang, outreach programs, dan independent consultant. Sedangkan peran GNP yaitu memenuhi kebutuhan klien pada daerah yang sulit untuk dijangkau; melakukan intervensi untuk promosi kesehatan, mempertahankan
dan
mengembalikan
status
kesehatan
klien,
manajemen kasus, dan advokat pada setting klinik ambulatori, fasilitas jangka panjang, dan independent practice. Perawat di Indonesia terbagi dalam dua kategori, yaitu perawat generalis dan pearawat spesialis. Peran dari perawat generalis maupun spesialis dalam setting keperawatan gerontik pada dasarnya sama, perbedaan keduanya terletak pada lingkup kerja dimana perawat spesialis gerontik meliki lingkup yang cukup luas terkait manajeman untuk meningkatkan kualitas perawatan bagi lansia dan keluarganya pada berbagai setting. Dengan kata lain, perawat spesialis gerontologi secara khas berfokus pada pengetahuan dan keahlian lanjutan yang dibutuhkan untuk merawat klien lansia dalam berbagai macam kondisi, dan siap untuk mengambil peran kepemimpinandalam pelayanan tersebut. Peran dari perawat gerontik yaitu diantaranya sebagai pemberi pelayanan, pengajar, manajer, peneliti, dan advokat (Mauk, 2006). Peran pertama dan kedua dari perawat gerontik yaitu sebagai pemberi pelayanan, pengajar dan manajer. Sebagai pemberi pelayanan, perawat gerontik memberikan perawatan secara langsung kepada lansia dalam berbagam situasi. Perawat harus mampu memahami proses penyakit yang umum terjadi pada populasi lansia termasuk pengetahuan tentang 5
latar belakang dan statistik penyakit, faktor risiko, tanda dan gejala, terapi medikasi, asuhan keperawatan, dan rehabilitasi yang dapat diberikan pada lansia tersebut (Mauk, 2006). Sedangkan terkait peran perawat sebagai pengajar, perawat gerontik fokus untuk mengajarkan lansia pada faktor-faktor risiko yang dapat dimodifikasi melalui health promotion dan health protection. Perawat memiliki tanggung jawab untuk mendidik populasi lansia tentang cara-cara untuk mengurangi risiko gangguan seperti penyakit jantung, kanker, dan stroke yang merupakan penyebab utama kematian untuk kelompok lansia. Peran perawat gerontik ketiga dan keempat yaitu sebagai manajer dan advokat. Sebagai manajer, perawat gerontik bertindak sebagai manajer dalam perawatan sehari-hari dengan tugas menyeimbangkan antara kekhawatiran pasien, keluarga, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya (Mauk, 2006). Perawat manajer juga harus mampu mengembangkan keterampilan dalam koordinasi staf, manajemen waktu, ketegasan, komunikasi, dan organisasi. Sedangkan sebagai advokat, perawat gerontik
bertindak
atas
nama
lansia
untuk
mempromosikan
kepentingan terbaik mereka dalam pengambilan keputusan (Mauk, 2006). Advokasi dapat berupa keterlibatan aktif membantu untuk menjelaskan prosedur medis atau keperawatan kepada anggota keluarga. Apapun situasinya, perawat gerontik harus ingat bahwa menjadi seorang advokat tidak berarti membuat keputusan untuk lansia, tetapi memberdayakan mereka, membantu mereka agar tetap independen, dan mempertahankan martabat, bahkan dalam situasi yang sulit. Peran kelima perawat gerontik adalah sebagai peneliti. Perawat gerontik harus menyadari bahwa saat ini riset terkait keperawatan gerontik penting untuk dikembangkan mengingat semakin tingginya usia harapan hidup lansia dan tingginya kebutuhan akan asuhan 6
keperawatan dengan kualitas yang baik. Perawat gerontik dapat meningkatkan kualitas perawatan pasien lansia dengan menggunakan praktik berbasis riset (Mauk, 2006). Perawat juga harus selalu membaca
jurnal
khusus
dan
melanjutkan
pendidikan
dengan
menghadiri seminar dan lokakarya, mengejar pendidikan formal tambahan, atau memperoleh sertifikasi. c. Proses Menua
Proses menua adalah peristiwa yang akan terjadi pada laki-laki dan perempuan, baik muda maupun tua (Miller,2012). Hal tersebut dikarenakan proses menua merupakan bagian dari peristiwa siklus kehidupan manusia. Siklus kehidupan manusia dimulai dari janin dan berakhir pada tahapan lanjut usia dan kematian. Lanjut usia merupakan tahap akhir perkembangan manusia. Sehingga lansia adalah manusia dewasa yang telah mengalami proses menua tahap akhir. d. Definisi Lanjut Usia
Lanjut usia (lansia) adalah populasi manusia yang telah mencapai usia 65 tahun (Touhy & Jett, 2014). Hal ini serupa dengan yang diemukakan oleh para ahli gerontologi yang mengatakan bahwa seseorang dapat dikatakan lansia apabila telah mencapai usia 65 tahun (Miller, 2012). Lansia sendiri terbagi dalam beberapa tingkatan yaitu lansia muda dengan rentang usia 65-74 tahun, lansia pertengahan dengan rentang usia 75-84 tahun, lansia sangat tua dengan rentang u sia 85 tahun ke atas (DeLaune & Ladner, 2002; Mauk, 2006). Menurut undang-undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia di Indonesia, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan lansia adalah penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Sehingga setiap penduduk Indonesia yang telah berusia 60 tahun atau lebih telah masuk dalam kategori lansia. Lansia di Indonesia diklasifikasikan menjadi (1) kelompok usia prasenilis yaitu berusia 457
59 tahun (2) kelompok usia lanjut yaitu berusia 60 tahun ke atas (3) kelompok usia risiko tinggi yaitu berusia 70 tahun ke atas ataupun berusia 60 tahun ke atas dengan masalah kesehatan (Departemen Kesehatan RI, 2009) e. Tugas Perkembangan Lansia
Menurut Duvall dalam Wong (2008) tugas perkembangan lansia meliputi (1) mengalihkan peran bekerja dengan masa senggang dan persiapan pension atau pensiun penuh (2) memelihara fungsi pasangan dan fungsi individu serta beradaptasi dengan proses penuaan, (3) mempersiapkan diri untuk menghadapi proses kematian dan kehilangan pasangan hidup dan/atau saudara kandung maupun teman sebaya. Sedangkan menurut Erickson tugas perkembangan pada masa lansia adalah integritas ego (Stolte, 2003). Menerima apa yang telah dilakukan seseorang dengan bijak tanpa memperhatikan rasa sakit dan proses yang terjadi dalam perjalanannya menjadi bagian dari tugas ini. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tugas perkembangan lansia berinti pada adaptasi dan penyesuaian terhadap perubahan yang terjadi pada lansia baik dari fisik, psikologis, dan sosial. f.
Teori Penuaan
Teori penuaan dibagi menjadi tiga perspektif yaitu perspektif biologis yang terdiri dari teori wear-and-tear, rantai silang, radikal bebas, neuroendocrine and immunity, genetik, dan apoptosis, perspektif sosiokultural yang terdiri atas teori kesinambungan, penarikan diri, aktivitas, subkultur dan stratifikasi usia, dan person-environtment fit, serta perspektif psikologis terdiri dari teori kebutuhan manusia, ndividualisme,
life-course
and
personality
development,
gerotranscendence, dan selective optimization with compensation (Carlson & Pfadt, 2009; Mauk, 2006; Miller, 2012 )
8
Teori ini wear and tear dikemukakan oleh August Weismann di akhir tahun 1880an. Teori ini mengemukakan bahwa sel-sel somatik normal memiliki keterbatasan dalam kemampuannya untuk bereplikasi dan berfungsi seperti sebelumnya dan kematian sel yang terjadi akibat rusaknya jaringan tidak selamanya bisa diperbaharui (Carlson & Pfadt, 2009). Teori ini sangat menggambarkan kerusakan fungsi organ yang terjadi pada lansia. Pada proses menua terdapat faktor risiko pada lansia yaitu gaya hidup, genetik, lingkungan, sosial, dan ekonomi (Stanhope & Lancaster, 2004). Faktor risiko ini apabila bernilai negatif dapat menimbulkan
penyakit
kronis
akibat
tubuh
tidak
dapat
mengkompensasi lagi kerusakan sel yang terjadi. Penyakit kronis menurut DeLaune & Ladner (2012) merupakan gangguan pada kemampuan funsional yang biasanya muncul secara bertahap semakin berbahaya dengan perubahan yang terjadi seumur hidup dan bersifat ireversibel. Sehingga dapat disimpulkan berdasarkan teori tear-and wear secara biologis sel-sel memiliki keterbatasan kemampuan bereplikasi dan mengganti sel yang rusak sehingga menimbulkan penyakit kronis dan menyebabkan kerusakan fungsi kardiovaskular. g. Risiko Kerusakan Fungsi Kardiovaskular pada Lansia
Kerusakan fungsi kardiovaskuler pada lansia dipicu oleh dua hal, yaitu perubahan sistem kardiovaskuler akibat proses penuaan dan faktor risiko yang mempengaruhi fungsi kardiovaskuler. Pada pembahasan selanjutnya penulis akan memaparkan tinjauan pustaka terkait dua hal tersebut. i. Perubahan Sistem Kardiovaskular pada Lansia
Sistem kardiovaskular merupakan sistem organ yang terdiri dari jantung dan pembuluh darah dan berfungsi untuk mengangkut oksigen dan darah kaya nutrisi ke organ-organ dan mengangkut 9
produk sisa metabolisme ke ginjal dan usus. Pada lansia sistem kardiovaskular baik struktur dan fungsi akan mengalami perubahan terkait penuaan. Perubahan terkait usia yang paling relevan dalam sistem ini adalah perubahan jantung dan pembuluh darah serta mekanisme barorefleks (Brashers & McCance, 2010). Perubahan struktur jantung akibat proses menua meliputi terjadinya deposit amiloid, akumulasi lipofusin, degenerasi basofilik, hipertropi miokardium, pengakuan dan penebalan katup jantung, dan peningkatan jaringan ikat (Miller, 2012). Pada lansia terjadi penebalan dinding ventrikel kiri dan endokardium atrium kiri, selain itu juga terjadi penebalan katub atrioventrikular dan kalsifikasi pada sebagian anulus mitral katup aorta. Perubahan ini menggangu kemampuan jantung untuk
berkontraksi
penuh.
Akibat
kontraktilitas
yang
berkurang, jantung membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk
menyelesaikan
siklus
pengisian
diastolik
dan
pengosongongan sistolik. Selain itu, miokardium menjadi kurang responsive terhadap impuls dari sistem saraf simpatik. Proses menua juga menyebabkan penurunan fungsi pada jantung khususnya perubahan dalam elektrofisiologi jantung. Hal ini terjadi dikarenakan oleh pertambahan usia yang menyebabkan penurunan jumlah sel pacemaker jantung, meningkatnya ketidakteraturan bentuk sel pacemaker jantung, peningkatan deposit lemak, kolagen, dan serat elastis di sekitar SA node. Perubahan tidak hanya terjadi pada struktur sel jantung tetapi juga pada pembuluh darah. Pembuluh darah terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan tunika intima, tunika media, dan tunika eksterna (Marieb & Hoen, 10
2013). Perubahan yang terjadi pada pembuluh darah akibat proses menua terjadi pada dua dari tiga lapisan pembuluh darah. Proses menua hanya mempengaruhi lapisan tunika interna dan tunika media. Berdasarkan lapisan pembuluh darah dampak dari perubahan akibat proses menua juga berbeda. Tunika intima terdiri dari satu lapisan sel endotel yang mengontrol masuknya lipid dan zat lain ke dalam dinding pembuluh darah (Shier, Butler, & Lewis, 2012). Dalam keadaan utuh sel endotel memungkinkan
darah
mengalir
tanpa
adanya
proses
pembekuan, namun apabila sel ini rusak maka akan terjadi proses pembekuan. Struktur tunik intima akan berubah dengan bertambahnya usia. Tunika intima akan mengalami penebalan dikarenakan fibrosis, proliferasi sel, dan akumulasi lipid dan kalsium. Sel-sel endotel pada tunika intima juga mengalami perubahan dalam hal bentuk dan ukuran yang menjadi tidak teratur. Perubahan pada struktur tunika intima juga akan berdampak pada pembuluh darah yang menjadi semakin besar dan panjang. Hal ini menyebabkan dinding pembuluh darah lebih rentan mengalami aterosklerosis. Tunika media terdiri dari lapisan sel otot polos yang dikelilingi oleh serat elastin dan kolagen (Krieger, 2009). Sel otot polos pada pembuluh darah terlibat dalam fungsi pemebentukan jaringan yang memproduksi kolagen, proteoglikan, dan serat elastin menyebabkan tunika media berfungsi sebagai pemberi dukungan struktur pada pembuluh darah. Hal ini menyebabkan tunika media mengendalikan ekspansi arteri dan kontraksi pembuluh darah. Proses menua menyebabkan peningkatan kolagen dan penipisan serta kalsifikasi pada serat elastin sehingga menyebabkan pembuluh darah kaku. Perubahan ini 11
berakibat pada aorta. Terjadi peningkatan diameter lumen aorta untuk mengimbangi kekakuan arteri akibat proses menua. Akibat perubahan pada tunika media terjadi peningkatan resistensi
perifer,
gangguan
fungsi
baroreseptor,
dan
kemampuan untuk meningkatkan aliran darah ke organ vital. Peningkatan resistensi aliran darah dari jantung dapat menyebabkan ventrikel kiri dipaksa bekerja lebih keras. Baroreseptor di arteri besar menjadi kurangt efektif dalam mengontrol tekanan darah, terutama selama perubahan postural. Sehingga secara umum peningkatan kekakuan pembuluh darah menyebabkan peningkatan tekanan darah sistolik. Pada penjelasan di atas menunjukkan bahwa perubahan pada struktur jantung dan pembuluh darah akibat proses menua dapat mempengaruhi mekanisme barorefleks. Mekanisme barorefleks merupakan proses fisiologis yang mengatur
tekanan
darah
dengan
meningkatkan
atau
menurunkan denyut jantung dan resistensi pembuluh darah perifer. Hal
tersebut dilakukan
untuk
mengkompensasi
penurunan atau peningkatan sementara pada arteri. Proses menua
menyebabkan
dikarenakan
kekakuan
perubahan arteri
dan
pada
mekanisme
mengurangi
ini
respon
kardiovaskuler terhadap rangsangan adregenik (Touhy & Jett, 2014). Perubahan tersebut menyebabkan respons kompensasi untuk rangsangan hipertensi maupun hipotensi berkurang pada lansia. Hal ini menyebabkan peningkatan ataupun penurunan denyut jantung pada lansia tidak seefisien seperti pada orang dewasa yang lebih muda. h. Faktor Risiko yang Mempengaruhi Fungsi Kardiovaskuler
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi fungsi kardiovaskuler. 12
Beberapa
faktor
tersebut
antara
lain
adalah
aterosklerosis,
ketidakefektifan aktovitas, merokok, kebiasaan makan, hipertensi, masalah gangguan lipid, obesitas, dan faktor sosial ekonomi. Berikut merupakan penjelasan dari masing-masing faktor risiko tersebut. i. Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan gangguan pada arteri akibat deposit dari lemak dan plak aterosklerotik yang mengurangi atau menghalangi aliran darah (Lewis, 2009). kondisi patologis ini dimulai sejak usia anak-anak, namun pada anak-an ak belum ada gejala yang timbul. Menurut Insull (2009) aterosklerosis merupakan perubahan yang berkelanjutan di dinding arteri yang berkermbang dengan urutan sebagai berikut: Pembentukan awal lapisan lemak pada masa kanak-kanak dan remaja. Pada periode ini partikel kolesterol low-density lipoprotein ( LDL) menumpuk pada bagian intima di arteri. Proses penumpukan LDL ini menyebabkan dimulainya proses inflamasi pada pembuluh darah arteri. Fase fibroatheroma awal pada saat remaja dan dewasa awal. Pada periode ini sel makrofag dan sel – sel inflamasi lainnya terakumulasi. Hal tersebut menginisiasi beberapa respon protektif, akan tetapi sisa-sisa nekrotik menyebabkan
inflamasi
lebih
lanjut.
Selanjutnya
lipid
ekstraseluler menumpuk dan membentuk lipid yang kaya akan inti nekrotik yang menempati 30%-50% volume dinding arteri. Sehingga terbentuklah plak dari inti nekrotik di bawah endotelium. Fase atheroma lanjut terjadi pada usia 55 tahun ke atas. Pada masa ini bagian penutup plak di beberapa area menjadi tipis dan lemah. Fibroatheroma yang memiliki penutup plak yang tipis menjadi rentan pecah dan menyebabkan trombosis yang 13
mengancam jiwa. Jika fibroatheroma tidak pecah, maka ia akan memperbesar ukuran dan mengurangi area lumen arteri. Berdasarkan penjelasan di atas diketahui bahwa perubahan aterosklerosis dimulai pada masa kanak-kanak dan dapat berkembang manjadi plak. Lesi plak dapat pecah, tetap stabil, ataupun terus tumbuh merupakan menjadi hal dasar penyebab penyakit jantung. Hal ini tentunya akan mengganggu sistem kardiovaskular dalam menjalankan fungsinya. ii. Ketidakefektifan aktivitas
Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik yang tidak ada (kurangnya aktivitas fisik) merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kronis, dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010). Aktivitas fisik secara teratur memiliki efek yang menguntungkan terhadap kesehatan, salah satunya mencegah penyakit kronis. Aktivitas fisik yang teratur dapat membantu seseorang dalam mengendalikan tekanan darah tinggi. Aktivitas fisik menyebabkan low density lipoprotein ( LDL) atau kolesterol jahat bisa diredam. Aktivitas fisik yang teratur berpotensi meningkatkan high density lipoprotein (HDL) atau kolesterol baik, sekaligus mengurangi trigliserida. Hal tersebut memberikan dua manfaat sekaligus, yaitu darah anda mengalir lancar, dan sekaligus menurunkan penumpukan plak di arteria. Aktivitas fisik yang teratur juga dapat membantu mencegah diabetes tipe dua, osteoporosis dan kanker jenis tertentu. Aktivitas
fisik
yang
dilakukan
untuk
mempertahankan
kesehatan tubuh. Aktivitas fisik dibagi menjadi dua yaitu aktivitas fisik ringan-sedang dan sedang-berat. Menurut Pusat 14
Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI (2006), aktivitas fisik ringan-sedang terbagi menjadi dua jenis berdasarkan manfaatnya yaitu aktivitas fisik untuk meningkatkan ketahanan (endurance) dan untuk meningkatkan kelenturan (flexibility), sedangkan aktivitas fisik sedang-berat hanya terdapat satu jenis berdasarkan manfaatnya yaitu untuk meningkatkan kekuatan (strength). Aktivitas fisik yang bersifat untuk ketahanan dapat membantu jantung, paru-paru, otot, dan sistem sirkulasi darah tetap sehat dan membuat lebih bertenaga. Untuk mendapatkan ketahanan maka aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit dalam 4-7 hari per minggu (Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006). Contoh aktivitas fisik untuk meningkatkan ketahanan adalah berjaln kaki, lari ringan (jogging), berenang, senam, bermain tenis, berkebun dan bekerja di taman. Aktivitas fisik yang bersifat untuk kelenturan dapat membantu pergerakan lebih mudah, mempertahankan otot tubuh tetap lemas (lentur) dan sendi berfungsi dengan baik. Menurut Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI (2006), untuk mendapatkan kelenturan maka aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (4-7 hari per minggu). Contoh aktivitas untuk meningkatkan kelenturan yaitu peregangan, senam taichi, dan yoga. Aktivitas fisik yang bersifat untuk kekuatan dapat membantu kerja otot tubuh dalam menahan sesuatu beban yang diterima, tulang tetap kuat, dan mempertahankan bentuk tubuh serta membantu meningkatkan pencegahan terhadap penyakit seperti osteoporosis. Menurut Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI (2006), untuk mendapatkan kekuatan maka 15
aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (2-4 hari per minggu). Contoh aktivitas untuk meningkatkan kekuatan adalah push-up, angkat beban, naik turun tangga, mengikuti kelas senam terstruktur dan terukur (fitness). Ketidakefektifan aktivitas merupakan faktor yang tidak hanya meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler pada semua usia, tetapi juga mengurangi fungsi kardiovaskuler pada lansia. Pola aktivitas fisik yang tidak memadai walaupun tanpa adanya proses patologis akan mengganggu kemampuan lansia untuk beradaptasi
dengan
perubahan
kardiovaskuler
yang
berhubungan dengan proses menua. Berdasarkan panduan praktik berbasis bukti aktivitas fisik sedang kurang dari 30 menit dalam lima hari atau aktivitas fisik berat kurang dari 20 menit
dalam
tiga
hari
dalam
seminggu
termasuk
ketidakefektifan aktivitas yang dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler (Miller, 2012). Kondisi yang sering terjadi pada lansia dan berkontribusi terhadap terjadinya ketidakefektifan aktivitas ialah penyakit kronis, gaya hidup yang monoton, keterbatasan mobilitas, dan kondisi kronis yang mempengaruhi
aktivitas
fisik
ataupun
pengaruh
faktor
psikososial seperti depresi atau kekurangan motivasi. iii. Merokok
Merokok merupakan penyebab penyakit kardiovaskuler yang paling dapat dihindari. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa segala bentuk penggunaan tembakau (mulai dari merokok dalam bentuk rokok tanpa asap maupun berasap serta paparan asap rokok) dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan kematian. Berdasarkan data nasional United States menunjukkan bahwa 35% kematian yang terkait penyakit 16
kardiovaskuler disebabkan oleh merokok (Llyod-Jones et al, 2009). Beberapa efek pada fungsi kardiovaskuler yang timbul akibat merokok ialah percepatan proses aterosklerosis, peningkatan tekanan darah sistolik, peningkatan kadar kolesterol LDL dan penurunan kadar kolesterol highdensity lipopropetin (HDL). Selain itu, orang yang terkena paparan singkat asap rokok dapat berisiko terkena penyakit jantung. Hal ini didukung oleh data di Amerika yang menunjukkan bahwa perokok pasif yang terkena paparan asap rokok di rumah maupun di tempat kerja memiliki risiko terkena penyakit jantung sebesar 25% sampai 30% (Llyod-Jones et al, 2009). iv. Kebiasaan Makan
Kebiasaan
makan
merupakan
salah
satu
faktor
risiko
peningkatan gangguan pada fungsi kardiovaskular. Hal ini dikarenakan kebiasaan makan mempengaruhi berat badan, tekanan darah, kadar glukosa darah, kadar lipoprotein dan trigliserida dalam darah. Setiap 2% kalori dari lemak trans dapat meningkatkan risiko penyakit jantung koroner sebesar 23 % (LlyodJones et al, 2009). Selain itu kebiasaan tinggi kalori, tinggi lemak, tinggi kolesterol, dan tinggi garam dapat memperburuk kerusakan gangguan fungsi kardiovaskular. Selain itu kebiasaan makan yang rendah serat, sedikit sayur dan buah meningkatkan risiko gangguan fungsi kardiovaskuler. v. Hipertensi
Hipertensi merupakan masalah kardiovaskular yang umum terjadi pada individu lansia sebagai dampak dari peningkatan usia (proses penuaan) serta adanya faktor pemicu atau risiko yang turut menyertainya, seperti gaya hidup (Meiner, 2006). 17
Faktor pemicu tersebut diklasifikasikan menjadi dua, yakni faktor risiko yang dapat dimodifikasi (modifiable) dan tidak dapat dimodifikasi (non modifiable). Faktor risiko tidak dapat dimodifikasi meliputi umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga. Sedangkan, faktor risiko dapat dimodifikasi meliputi kebiasaan merokok, tekanan darah normal-tinggi, diet tinggi lemak, obesitas, ketidakaktifan fisik, kebiasaan mengonsumsi alkohol, dan stres (Meiner, 2006). Beberapa penelitian menunjukkan responden dengan tekanan darah normal yang pada awalnya mengalami obesitas, distribusi lemak terpusat, tekanan darah normal namun dibatas maksimal, hiperglikemia atau diabetes sangat berisiko terhadap hipertensi di masa yang akan datang (Simmons, DeJoseph, & Arenson, 2009). Hal ini menujukan faktor risiko yang dapat dimodifikasi jika tidak diperhatiakan dengan baik akan memunculkan risiko yang lebih terhadap hipertensi. Pada awal hipertensi yaitu hipertensi ringan hingga sedang, tanda dan gejala penyakit ini tidak akan terlalu terlihat. Namun seiring dengan perkembangan penyakit ini, klien lansia akan mengalami kelelahan, pusing, sakit kepala, vertigo, dan palpitasi (Tabloski, 2014). Pada hipertensi berat, klien akan mengalami throbbing occipital headache, kebingungan, penglihatan yang kabur, epitaksis, dan koma. Hipertensi mungkin akan memicu kerusakan pada berbagai organ seperti pada jantung yaitu CHF, hipertrofi ventrikel, MI; pada CNS yaitu stroke; dan lain -lain. Menurut Joint Nasional Comitte (2003) tekanan darah normal dan hipertensi diklasifikasifikasikan menjadi empat tahap, yaitu (1) Normal berkisar ≤120mmHg untuk sistolik dan ≤80 mmHg untuk diastolik (2) Prehipertensi dengan tekanan sistolik sebesar 18
121-139mmHg dan diastolik sebesar 81-89 mmHg (3) Hipertensi I degan tekanan sistolik 140-159 mmHg dan diastolik 90-99 mmHg, dan (4) Hipertensi II dengan tekanan sistolik ≥160mmHg dan diastolik sebesar ≥100 mmHg (Simmons, DeJoseph, & Arenson, 2009). vi. Gangguan Lipid
Ganguan lipid atau yang juga disebut dislipidemia atau hiperlidemia merupakan istilah yang cukup luas mencakup semua kelainan metabolisme lipoprotein (Tabloski, 2014). Kondisi ini termasuk rendahnya kadar HDL yang sering disebut sebagai kolesterol baik dan tingginya kadar LDL yang biasa disebut kolesterol jahat. Kelebihan kadar lipid dalam darah dapat meningkatkan pertumbuhan plak aterosklerosis yang mengganggu aliran darah dan mempengaruhi penurunan fungsi kardiovaskular. Hal ini dibuktikan oleh penelitain terkait reduksi kolesterol dalam tubuh dengan terapi medikasi statin dapat menurunkan 30% risiko kejadian serangan jantung (Mauk, 2006) vii. Obesitas
Obesitas
didefinisikan
sebagai
kondisi
dimana
tubuhb
seseorang memiliki indeks masa tubuh di atas 30 kg/m2 (Miller, 2012). Kondisi ini erat kaitannya dengan risiko gangguan kardiovaskuler, terutama abdominal obsitas atau disebut juga adipositas perut yaitu kondisi dimana jaringan lemak yang terdiri dari lemak banyak tertimbun pada bagian perut seseorang. Hal ini dibuktikan oleh hasil penelitian yang mengungkapkan bahwa jaringan lemak di perut secara biologis dan metabolic berbeda dengan lemak subkutan. Hal tersebut membuat jaringan adiposa diperut memiliki dampak yang lebih 19
besar pada penyakit kardiovaskular jika dibandingkan dengan obesitas pada umumnya (Carr & Tannock, 2009). viii. Faktor Sosial Ekonomi
Faktor sosial ekonomi pada lansia terdiri dari pendapatan, pekerjaan,
tingkat
pendidikan,
kondisi
keluarga,
serta
lingkungan masyarakat tempat tinggal. Faktor sosial ekonomi yang paling mempengaruhi terhadap fungsi kardiovaskuler adalah tingkat pendidikan (Llyod-Jones et al, 2009). Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan mempengaruhi pemahaman seseorang
terkait
kondisi
kesehatan
yang
dialaminya.
Pemahaman akan mempengaruhi kesadaran seseorang terkait hidup sehat dan manajemen kesehatan yang dilakukan.
B. ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
Asuhan keperawatan gerontik tidak berbeda dengan asuhan keperawatan pada umumnya yang menggunakan prinsip lima langkah proses keperawatan. Lima proses keperawatan itu antara lain pengkajian keperawatan, penegakkan diagnosis keperawatan, pembuatan rencana keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi. a. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah proses pengumpulan data secara sistematis yang bertujuan untuk menentukan status kesehatan dan fungsional klien pada saat ini dan riwayat sebelumnya (Potter & Perry, 2013). Pengkajian keperawatan terdiri dari 2 tahap yaitu mengumpulkan dan verivikasi data
dari sumber primer
dan
sekunder dan yang kedua adalah
menganalisis seluruh datasebagai dasar untuk menegakkan diagnosis keperawatan. Pada asuhan keperawatan gerontik, pengkajian menjadi hal komponen yang esensial dan kompleks dalam proses keperawatan (Miller, 2012). Pengkajian geriatri pada lansia menjadi khas pada 20
pengkajian keperawatan gerontik. Pengkajian gertiatri pada lansia dilakukan
dengan
menggunakan
alat
atau format pengkajian
keperawatan seperti IADL, Barthel Index, MNA, MMSE, MFS, GDS, CDR, PSQI. Pada lansia pengkajian keperawatan kardiovaskuler lebih banyak berfokus pada
pengidentifikasian faktor risiko penyakit
kardiovaskular dan pengetahuan yang
ada
pada
lansia
terkait faktor-faktor risiko
dirinya. Pengkajian fisik terkait aspek fungsi
kardiovaskuler pada lansia tidak jauh berbeda dengan pengkajian fungsi
kardiovaskuler
pada
orang
dewasa
pada umumnya.
Pengkajian fisik fungsi kardiovaskuler dapat dilakukan dengan pengukuran tekanan darah, inspeksi prekordium, inspeksi dan palpasi bagian iktus kordis, palpasi jantung, perkusi jantung, dan asukultasi bunyi jantung. Departement of
Health
and
Human
Service National Herat, Lung, and Blood Institute United States pada tahun 2001 mengembangkan format penilaian yang bertujuan untuk
menilai
risiko
perkembangan
penyakit jantung dan/atau
serangan jantung pada lansia (Miller, 2012). Penilaian pada format tersebut melihat faktor risiko mayor, skor risiko yang didapat dari data usia, total kolesterol, kebiasan merokok, tekanan darah sistolik. Hasil penilaian dari format tersebut berbentuk kategori. Te rdapat empat kategori yang terdiri dari kategori risiko rendah-sedang jika lansia memiliki kurang dari sama dengan satu faktor risiko mayor. Kategori sedang apabila lansia memiliki 2 atau lebih faktor risiko mayor dan skor risiko kurang dari 10%. Kategori
ketiga
adalah
menuju risiko tinggi apabila lansia memiliki 2 atau lebih faktor risiko mayor dan skor risiko 10%-20%. Kategori keempat adalah risiko tinggi apabila lansia memiliki penyakit jantung atau diabetes dan skor risiko lebih dari 20%.
21
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis tentang respon individu, keluarga, dan komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan ataupun
kerentanan
respon
terkait
masalah
kesehatan (Herdman & Kamitsuru, 2014). Diagnosa keperawatan menjadi dasar untuk pemilihan intervensi
keperawatan
untuk
mencapai kriteria hasil yang diharapkan selama proses perawatan. Pedoman diagnosa keperawatan yang digunakan di seluruh dunia saat ini mengacu pada NANDA International (NANDA-I). Perawat dapat menganalisis hasil pengkajian untuk menegakkan diagnosis keperawatan yang
sesuai
dengan
kondisi
lansia. Apabila hasil
pengkajian menemukan data-data yang mengarah ke masalah kardivaskuler perawat dapat menegakkan diagnosis keperawatan yang terkait masalah kardiovaskuler. Pada lansia terdapat beberapa dia gnosis keperawatan terkait masalah kardiovaskuler yaitu intoleransi aktivitas, penurunan curah jantung, ketidakefektivan perfusi janringan perifer, ketidaefektivan pemeliharaan kesehatan, dan risiko kerusakan fungsi kardiovaskuler (Miller, 2012). c. Rencana Keperawatan
Perencaan keperawatan merupakan langkah ketiga dalam proses keperawatan yang terdiri dari dua langkah (Potter & Perry, 2013). Langkah pertama
adalah
menetapkan
tujuan
dan
hasil
yang
diharapkan bagi klien. Langkah kedua perencaan keperawatan adalah merencanakan intervensi keperawatan
yang akan diimplementasikan
kepada klien. Dalam menetapkan tujuan dan kriteria hasil perawat menggunakan
pedoman Nursing Outcomes Classification (NOC).
Sedangkan dalam merencanakan intervensi keperawatan digunakan Nursing Interventions Classification (NIC) sebagai acuan. Intervensi keperawatan pada lansia ketidakefektivan perfusi janringan perifer 22
bertujuan
untuk
mempromosikan
kesehatan
fungsi
kardiovaskular (Touhy & Jett, 2014). Intervensi ini berfokus pada pencegahan kardiovaskuler.
primer
dan
Intervensi
sekunder
keperawatan
dari
penyakit-penyakit
juga
dilakukan
untuk
mengatasi faktor-faktor risiko tertentu seperti hipertensi, obesitas, merokok, dan gangguan lipid. Intervensi keperawatan dilakukan aktivitas
sebagai fisik,
langkah
pola
mengurangi stres.
pencegahan
diet
jantung
Perawat
dapat
sehat,
juga
melalui peningkatan dan
tindakan
menggunakan
yang
klasifikasi
Intervensi keperawatan yang dikenal dengan sebutan NIC (Nursing Intervension Classification) dalam mempromosikan
kesehatan
kardiovaskuler. Beberapa intervensi yang dapat dilakukan untuk ketidakefektivan perfusi jaringan perifer antara lain ialah manajemen risiko jantung, peningkatan koping, exercise promotion, pendidikan kesehatan, memfasilitasi
meditasi, konseling gizi, guided imagery,
terapi relaksasi, dan massage (Bulechek, Butcher, & Dochterman, 2013). d. Implementasi
Implementasi
keperawatan
keperawatan yang
merupakan
tahap
dimulai setelah perawat
keempat
menyusun
proses rencana
keperawatan (Potter & Perry, 2013). Pada tahap ini perawat akan mengimplementasikan berdasarkan
hasil
intervensi
yang
pengkajian
dan
telah
direncanakan
penegakan diagnosis
keperawatan. Implementasi dari rencana keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosis yang tepat diharapkan dapat mencapai tujuan dan hasil
sesuai
meningkatkan
yang
diinginkan
untuk
mendukung
dan
status kesehatan klien. Penerapan implementasi
keperawatan yang dilakukan perawat harus berdasarkan intervensi berbasis bukti atau telah ada penelitian yang dilakukan terkait 23
intervensi tersebut.
Hal
ini dilakukan
agar
menjamin bahwa
intervensi yang diberikan aman dan efektif bagi lansia (Miller, 2012). Pada tahap implemtasi ini perawat juga harus kritis dalam menilai dan mengevaluasi respon lansia terhadap pengimplementasian intervensi yang diberikan e. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap kelima dari proses keperawatan. Tahap ini sangat penting untuk menentukan adanya perbaikan kondisi atau kesejahteraan klien (Potter & Perry, 2013). Hal yang perlu diingat adalah evaluasi merupakan proses kontinu yang terjadi saat perawat
melakukan kontak dengan klien. Selama proses evaluasi
perawat membuat keputusan-kepusan kinis dan secara terus menerus mengarah
kembali
keperawatan
ke
adalah
kesehatan aktual, mempertahankan
asuhan keperawatan. Tujuan asuhan
membantu
mencegah status
klien menyelesaikan masalah
terjadinya
kesehatan
masalah risiko, dan
sejahtera.
Proses
evaluasi
menentukan keefektivitasan asuhan keperawatan yang diberikan. Pada klien lansia perawat harus kritis dan cermat dalam menilai dan mengevaluasi respon klien terhadap intervensi yang diberikan. Hal ini dikarenakan
pada
mengakibatkan adanya
lansia
terjadi
perubahan
proses penuaan yang
biologis yang mempengaruhi
fungsi organ dan fungsional lansia itu sendiri (Touhy & Jett,2014). Perawat
dapat
menggunakan
format
evaluasi
SOAP
untuk
mengevaluasi hasil intervensi yang dilakukan. Poin S merujuk pada respon subjektif lansia setelah diberikan intervensi. Poin O melihat pada
respon
objektif
yang
dapat diukur pada lansia setelah
dilakukannya intervensi. Poin A adalah analisis perawat terhadap intervensi yang dilakukan. Poin P adalah perencanaan terkait tindakan selanjutnya sesuai analisis yang telah dilakukan sebelumnya. 24
BAB III ISI
A. PENGKAJIAN Tanggal Masuk Nama Panti Ciracas I.
II.
: 02 April 2018 : Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 01
IDENTITAS DIRI KLIEN
Nama
: Oma E
Umur
: 70 th ( 06 Agustus 1948 )
Jenis Kelamin
: Perempuan
Status Perkawinan
: Cerai Mati
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Pendidikan Terakhir
: Sekolah Dasar ( SD ) Kelas 2
Sumber Informasi
: Oma E
Keluarga yang dapat dihubungi
: Anak Kandung
Diagnosis Medis (bila ada)
: Hipertensi
RIWAYAT KESEHATAN SAAT INI
Riwayat Kesehatan Sekarang 1. Keluhan Utama
:
Klien mengatakan pusing, tengkuk leher terasa berat. Klien mengatakan kepala terkadang berat saat pusing kambuhnya. Klien memiliki riwayat darah tinggi dan klien pernah terjatuh saat ia menjemur pakaian di rumahnya dalam keadaan duduk. Klien mengatakan perutnya terkadang sakit seperti melilit karena terlalu banyak mengkon sumsi supermie dan kopi.
25
2. Kronologi Keluhan a. Faktor Pencetus
: Kurang istirahat
b. Timbulnya Keluhan
: (√ ) Mendadak
c. Lamanya
: Seharian
d. Tindakan Utama Mengatasi
: Minum Obat (PCT 3x sehari &
( ) Bertahap
Captropil 12,5 mg 2x sehari) dan istirahat
III.
RIWAYAT KESEHATAN YANG LALU
Klien mengatakan bahwa dirinya memiliki riwayat darah tinggi, dan pernah terjatuh saat menjemur pakaian dalam keadaan duduk. Klien mengatakan sering merasakan pusing.
IV.
RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Klien mengatakan bahwa kedua orangtuanya sudah meninggal sejak lama, dan suami klien sudah meninggal sejak 16 tahun yang lalu.
V.
STATUS PEMERIKSAAN FISIK A. Keadaan Umum
1. Tanda-tanda Vital a. Tekanan Darah (TD)
: 160/100 mmHg
b. Nadi
: 98 x/menit
c. RR
: 23 x/menit
d. Suhu
: 36 °C
e. Tinggi Badan
: 138 cm
f. Berat Badan
: 45 kg
26
2. Kepala dan Rambut Kepala simetris, bentuk oval, tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri, rambut tidak rontok, kulit kepala bersih, tidak ada ketombe, rambut panjang, rambut tampak ubanan. 3. Mata Alis simetris, bulu mata ke atas, kelopak mata mampu mengedip, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, reaksi pupil terhadap cahay baik, kebersihan mata bersih. Penglihatan klien sedikit kurang jelas meskipun pernah menjalankan operasi katarak pada mata bagian kiri, tidak ada nyeri tekan saat bola mata ditekan. 4. Hidung Posisi simetris, tidak ada sekret, mukosa hidung tidak ada kemerahan, penciuman normal. Klien sering membersihkan hidungnya jika ada sumbatan. 5. Telinga Telingan simetris, tidak ada kemerahan, tidak ada pembengkakan pada bagian telingan lar, liang telingan bersih. Klien tidak menggunakan alat bantu pendengaran, fungsi pendengaran masih baik dan bisa menjawab pertanyaan yang perawat berikan dengan baik dan benar. Klien sering membersihkan telinganya setiap hari. 6. Mulut Bibir simetris, warna merah muda, mukosa bibir lembab, jumlah gigi klien tidak lengkap, lidah simetris, bersih, warna merah. Fungsi pengecapan baik klien mampu membedakan rasa manis dan rasa asin. 7. Leher Bentuk leher simteris, warna kulit leher sama dengan kulit anggota tubuh yang lain, tidak ada pembengkakan, pergerakan tidak kaku, 27
tidak ada kelenjar limfe, denyut nadi pada arteri karotis masih kuat, tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid, dan reflex menelan baik. B. Sistem Pernafasan I : Pengembangan dada simetris, irama nafas teratur, tidak ada retraksi
interkosta, tidak ada pernafasan cuping hidung. Jalan nafas bersih tidak ada sumbatan dari sputum, lendir, maupun darah. Oma E terkadang mengalami batuk ringan tanpa sekret, flu. P : Taktil Fremitus Kiri = Taktil Fremitus Kanan. A : Suara nafas normal. Pergerakan dada simetris, ronchi (-), wheezing
(-), penggunaan otot bantu pernafasan (-), keluhan sesak (-) , Respirasi 24 x/menit. C. Sistem Kardiovaskuler I : Tidak ada pembengkakan atau memar lebam pada dada ataupun di
seluruh tubuh pasien. Ictus cordis tidak tampak. P : Nadi 100 x/menit. Irama teratur, denyut nadi kuat, tekanan darah
160/100 mmHg. Konjungtiva tidak anemis,. Perfusi jaringan < 2detik. Ictus cordis teraba ic V midclavicula sinistra. Nadi radialis : 100 x/menit teraba teratur. A : Auskultasi murmur (-), Gallop (-), Palpasi tidak ada nyeri tekan.
Perkusi normal. D. Sistem Pencernaan I : Inspeksi tidak terdapat pembengkakan pada bagian bowel klien yang
terlihat dari luar. Beberapa gigi mulai mengalami perubahan warna, nyeri (-), gigi karies (+), tidak ada sariawan, tidak ada gangguan menelan, tidak ada nyeri tekan, tumor (-). P : Oma E tidak mengalami kesulitan menelan, tidak terjadi mual
muntah, nyeri perut tidak ada, tidak mengalami konstipasi. A : Suara bising usus 8 x/menit, nyeri tekan pada kuadran 1,2,3,4 (-).
28
Pola Makan : Makan sehari 3x, karbohidrat, protein, dan sayuran. BAB 2x hari, konsistensi padat berwarna cokelat. Incontinensia (-). Nafsu makan Oma E baik, Oma E tidak mengalami kesulitan menelan, tidak terjadi mual muntah, nyeri perut tidak ada. Oma E tidak mengalami konstipasi maupun diare. E. Sistem Perkemihan I : Warna urine kuning, jumlah urine Oma E 1300 cc/hari. Oma E
minum 500 sampai 1 lt perhari. Oma E mengatakan kencing normal. P : Tidak ada nyeri saat BAK, tidak ada hematuria, tidak ada rasa
terbakar saat BAK, tidak pernah mengompol. F. Sistem Integumen I : Tidak terdapat luka dan lesi pada anggota tubuh, tekstur kulit tipis,
kulit terasa dingin saat diraba, turgor kulit lembab. Keadaan kulit Oma E baik tidak ada bekas luka, kuku Oma E terlihat pendek dan bersih. P : Tekstur kulit tipis dan kering, kuku Oma E lebih keras. G. Ekstremitas 1. Ekstremitas atas I : Tidak ada kelaianan bentuk pada ekstremitas atas Oma E tidak
terdapat bekas luka gatal pada kulit tangan. Kedua tangan Oma E tampak sejajar, sama besar, dan sama panjang. P : Pergerakan kedua tangan baik, kekuatan otot baik. 2. Ekstremitas Bawah I : Kedua kaki Oma E tampak sejajar, sama besar dan sama panjang.
Oma E tidak pernah mengalami nyeri di bagian kakinya, kecuali karena kelelahan berjalan. Tidak ada lesi dan pembengkakan pada kaki, tidak ada bekas luka.
29
P : Pergerakan kaki masih baik, hanya saja Oma E saat ini tidak
terlalu kuat untuk berjalan karena pernah terjatuh. Kekuatan Otot baik.
VI.
PENILAIAN PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL A. Pola Interaksi dengan Lingkungan
Oma E dapat berinteraksi dengan teman-temannya di panti dengan baik. Oma E memiliki banyak teman di panti. Oma E mengatakan merasa nyaman. B. Bahasa
Bahasa yang digunakan sehari – hari adalah bahasa indonesia saat berbicara dengan teman-temannya. C. Perhatian dengan Orang Lain/Lawan Bicara
Oma E sangat perhatian dengan teman-temannya di p anti. Oma E saling bantu dan menolong dengan sesama temannya. D. Keadaan Emosi
Oma E tidak pernah mengalami susah tidur, tidak pernah gelisah. Oma E merasa tenang dan tidak khawatir tanpa sebab. Oma E mengatakan selalu tidur pulas. E. Persepsi Klien Tentang Kondisinya
Oma E mengetahui kondisinya saat ini, Oma E selalu rajin untuk minum obat dan makan. Oma E selalu menjaga kesehatan. Oma berharap supaya diberikan umur yang panjang dan sehat selalu. F. Konsep Diri
1. Gambaran Diri Oma E tidak pernah merasakan takut, tidak khawatir, dan tidak merasakan cemas dengan perubahan kondisi yang dialami Oma E. Oma E selalu menjaga kebersihan dan penampilannya, sehingga Oma E terlihat bersih dan rapih. 30
2. Ideal Diri Oma E mengatakan ia merasa puas dengan kehidupan yang ia jalani sekarang karena masih banyak lansia-lansia yang hidupnya lebih merasa kurang dan Oma E pun tidak lupa untuk selalu bersyukur. 3. Harga Diri Oma E mengatakan tidak ingin merepotkan anak dan menantunya sehingga ia memilih untuk tinggal di panti, di usia lanjut. Oma E justru merasa bersyukur karena masih ada yang mempedulikannya untuk merawatnya di Panti. 4. Peran Diri Oma E mengatakan senang tinggal di panti. Ia merasa tidak merepotan anak dan menantunya. Oma E dapat saling membantu antar temannya apabila saling membutuhkan satu sama lain. 5. Identitas Diri Oma E sangat aktif dan antusias dalam kegiatan di panti. Sehingga Oma E memiliki teman yang banyak, Oma E tidak merasa kesepian dan kebosanan tinggal di panti. G. Spiritual
Agama yang dianut oleh Oma E adalah islam. Oma E selalu berdoa dalam melakukan kegiatan. Oma E tidak lupa untuk menjalankan kewajiban sholat 5 waktu. Oma E selalu mengikuti pengajian di panti.
31
VII.
PENILAIAN KEMANDIRIAN LANSIA A. INDEKS KATZ
1. Mandi (ke kamar mandi, menggosok bagian tubuh, gosok gigi). □ Tanpa bantuan □ Dengan menggunakan bantuan tapi hanya untuk satu bagian tubuh (misalnya : menggosok bagian punggung/kaki). ○ Dengan bantuan lebih dari satu bagian tubuh. 2.
Berpakaian
(memakai
dan
melepaskan
pakaian
dan
melakukannya dengan cepat). □ Memakai pakaian komplit. □ Memakai pakaian tanpa bantuan, tapi kegiatan tertentu memerlukan asisten, seperti : memakai/mengikat tali sepatu. ○ Memakai pakaian komplit tanpa bantuan. 3. Toilet (pergi ke toilet, untuk BAB dan BAK, membersihkan diri sendiri serta memakai baju/celana sendiri). □ Dapat pergi ke toilet, membersihkan diri sendiribdan menata baju/celana tanpa bantuan sama sekali. ○ Membutuhkan bantuan untuk pergi ke toilet, membersihkannya, memakai pakaian setelah eliminasi. ○ Tidak bisa pergi ke toilet sendiri. 4. Pergerakan. □ Bergerak dari dan ke tempat tidur kursi tanpa bantuan/asisten (mungkin bisa juga dengan pegangan/tongkat penyangga). ○ Bergerak darin dan ke tempat tidur dengan bantuan/asisten. ○ Tidak dapat bergerak dari tempat tidur sama sekali. 5. Continence. □ Dapat mengontrol saat BAK dan BAB dengan sendiri. ○ Kadang tidak da pat mengontrol BAK dan BAB sendiri.
32
○ Membutuhkan bantuan serta supervisi untuk mengontrol BAK dan BAB atau dengan penggunaan kateter. 6. Makan. □ Makan sendiri tanpa bantuan. □ Makan sendiri tetapi membutuhkan orang lain untuk memotong makanan seperti : daging, sayur, ataupun buah. ○ Makan dengan bantuan/makan melalui IV fluids/tubes. :
Keterangan
□ = Mengindikasikan Kemandirian. ○ = Mengindikasikan Ketergantungan. Hasil Penilaian Tingkat
Kemandirian
: Oma
E
termasuk
dalam
KATEGORI
A
:
Ketidaktergantungan Dalam Semua Fungsi Keenam Fungsi.
KATEGORI
:
A – Ketidaktergantungan dalam semua fungsi keenam fungsi. B – Ketidaktergantungan dalam semua hal tetapi masih ada fungsi yang tidak bisa dilakukan. C – Ketidaktergantungan dalam semua fungsi tetapi tidak bisa mandi sendiri dan satu tambahan fungsi lainnya. D – Ketidaktergantungan dalam semua fungsi tetapi tidak bisa mandi, b erpakaian, dan satu tambahan fungsi lainnya. E – Ketidaktergantungan dalam semua fungsi tetapi tidak bisa mandi, berpakaian, toilet, dan satu fungsi lainnya.
33
F – Ketidaktergantungan dalam semua fungsi tetapi tidak bisa mandi, berpakaian, toilet, bergerak, dan satu fungsi lainnya. G – Tergantung dalam semua fungsi tersebut.
B. BARTHEL INDEKS
No.
Aktivitas
1.
Makan (jika makan harus dipotong terlebih dahulu berarti
Dengan
Tanpa
Bantuan
Bantuan
5
10
5 – 10
15
0
5
5
10
0
5
10
15
memerlukan bantuan). 2.
Bergerak dari kursi roda ke tempat tidur dan kembali (termasuk duduk tegak di tempat tidur).
3.
Personal toilet (mencuci muka, menyisir rambut, bercukur, membersihkan gigi).
4.
Duduk dan berdiri dari toilet (cara memegang pakaian, mengelap, menyiram WC).
5.
Mandi sendiri.
6.
Berjalan di permukaan yang berbeda (jika tidak bisa berjalan penggunaan kursi roda).
7.
Naik turun tangga.
5
10
8.
Berpakaian (termasuk didalamnya mengikat tali sepatu
5
10
mengencangkan dan mengendorkannya). 9.
Mengontrol BAB.
5
10
10.
Mengontrol BAK.
5
10
JUMLAH Hasil Penilaian
:
Tingkat Kemandirian Oma E termasuk dalam KATEGORI 100 : Mandiri
34
100
:
Penilaian
0 – 20
: Ketergantungan.
21 – 61
: Ketergantungan berat atau sangat tergantung.
62 – 90
: Ketergantungan Berat.
91 – 99
: Ketergantungan Ringan.
100
: Mandiri
C. PENGKAJIAN STATUS MENTAL A. SHORT PORTABLE MENTAL STATUS QUESTIONARE (SPMSQ) Benar
Salah
No.
√
1.
Tanggal berapa hari ini (tanggal, bulan, tahun)?
2.
Hari apa hari ini?
√
3.
Apa nama tempat ini?
√
4.
Dimana alamat anda?
5.
Berapa umur anda sekarang?
6.
Tanggal, bulan dan tahun anda dilahirkan?
√
7.
Siapa presiden kita saat ini?
√
8.
Siapa presiden kita sebelumnya?
√
9.
Siapa nama ibu anda?
10.
Berapakah 20 – 3? Hasilnya dikurang 3 dan seterusnya?
√
√ √
√ Jumlah
Pertanyaan
5
35
:
Hasil Penilaian
Oma E termasuk dalam KATEGORI SKALA 5-7 : Fungsi Intelektual Kerusakan Sedang Keterangan
Pertanyaan 1 : Benar apabila dapat menyebutkan tanggal, bulan, dan tahun yang tepat. Pertanyaan 2 : Benar apabila dapat menyebutkan hari. Pertanyaan 3 : Benar apabila dapat mendeskripsikan tempat dengan benar. Pertanyaan 4 : Benar apabila dapat menyebutkan alamat dengan benar. Pertanyaan 5 : Benar apabila dapat menjawab umur sesuai dengan kelahirannya. Pertanyaan 6 : Benar apabila menjawab tanggal, bulan, dan tahun kelahiran. Pertanyaan 7 : Benar apabila menyebutkan nama presiden saat ini. Pertanyaan 8 : Benar apabila menyebutkan nama presiden sebelumnya. Pertanyaan 9 : Benar apabila dapat menyebutkan nama ibunya. Pertanyaan 10 : Benar apabila dengan mengurangi dengan benar sampai akhir.
Interpretasi
:
Skala 0 – 2
: Fungsi intelektual utuh.
Skala 3 – 4
: Fungsi intelektual kerusakan ringan.
Skala 5 – 7
: Fungsi intelektual kerusakan sedang.
Skala 8 – 10
: Fungsi intelektual kerusakan berat.
36
B. MINI MENTAL STATUS EXAMINATION (MMSE)
No. 1.
ASPEK KOGNITIF
NILAI
ORIENTASI (Skor maksimum 10)
KRITERIA Dapat menyebutkan dengan benar hari,
8
tanggal, bulan, tahun sekarang, musim apa, nama tempat, alamat rumah (jalan, no
rumah,
kota,
kabupaten,
dan
provinsi), nama presiden sebelumnya, nama
ibu
kandung,
dan
hasil
pengurangan bilangan. 2.
REGISTRASI (Skor maksimum : 3)
Pewawancara menyebutkan 3 buah 2
benda, 1 detik untuk tiap benda. Kemudian mintalah klien mengulang ke 3 nama tersebut. Berikan satu angka untuk setiap jawaban yang benar. Bila masih salah, ulanglah menyebutkan 3 nama
tersebut,
sampai
mengulangnya Hitunglah
ia
dengan
jumlah
dapat benar.
percobaan
dan
catatlah (bola, bendera, pohon). 3.
ATENSI & KALKULASI
2
(Skor maksimum : 5)
Hitunglah berturut-turut selang 7 mulai dari 100 kebawah 1 angka untuk setiap jawaban yang benar. Berhenti setelah 5 hitungan
(93,
86,
79,
72,
65).
Kemungkinan lain ejalah kata “dunia” dari akhir ke awal (a-i-n-u-d). 4.
DAYA INGAT (RECALL)
2
(Skor maksimum : 3)
Tanyakanlah kembali nama ke 3 benda yang telah disebutkan di atas. Berikan
37
1 angka untuk setiap jawaban yang benar. 5.
BAHASA
6
a. Apakah
(Skor maksimum : 9)
benda-benda
(perlihatkanlah
pensil
ini dan
arloji) (2 angka). b. Ulangi kalimat berikut, “Jika Tidak Dan Atau Tapi.” (1 angka). c. Laksanakan 3 buah perintah ini, “Peganglah selembar kertas dengan
tangan
kananmu,
lipatlah kertas dengan tangan kananmu, lipatlah kertas itu pada
pertengahan
letakkanlah
di
lantai.”
dan (3
angka). d. Bacalah
dan
laksanakan
perintah berikut, “Pejamkan mata anda!” (1 angka). e. Tulislah sebuah kalimat (1 angka). f.
TOTAL SKOR
20
38
Tirulah gambar ini (1 angka).
Hasil Penilaian
:
Oma E termasuk dalam KATEGORI NILAI 17 – 23 : Probable Gangguan Kognitif
:
Penilaian Nilai 24 – 30 : Normal.
Nilai 17 – 23 : Probable gangguan kognitif. Nilai 0 – 16
: Definitif gangguan kognitif.
39
D. PENGKAJIAN SKALA DEPRESI PENGKAJIAN SKALA DEPRESI
Nama Lansia
: Oma E
Umur
: 70 th
Alamat
: Margahayu, Bekasi Timur
Pengkajian ini menggunakan skala Depresi Geriatrik bentuk singkat dari Yesavage (1983) yang instrumennya disusun secara khusus digunakan pada lanjut usia untuk memeriksa depresi. Jawaban pertanyaan sesuai indikasi dinilai 1, nilai 5, atau lebih dapat menandakan depresi. No.
Pertanyaan
Ya
Tidak
Pilihlah jawaban yang sesuai sebagaimana yang anda rasakan dalam 1 minggu terakhir. 1.
Apakah pada dasarnya anda puas dengan
Tidak
kehidupan saat ini. 2.
Apakah anda membatalkan banyak dari Ya rencana kegiatan minat anda.
3.
Apakah anda merasa bahwa hidup anda Ya kosong/hampa.
4.
Apakah anda sering merasa kebosanan.
5.
Apakah
anda
mempunyai
satu
Ya Tidak
harapan/masa depan yang baik setiap waktu. 6.
Apakah
anda
terganggu
dengan
memikirkan kesulitan anda tanpa jalan keluar.
40
Tidak
7.
Apakah
anda
seringkali
merasa Ya
bersemangat. 8.
Apakah anda mengkhawatirkan sesuatu
Tidak
hal yang buruk akan menimpa anda. 9.
Apakah anda seringkali merasa gembira.
10.
Apakah
anda
seringkali
merasa
Ya
tak
Tidak
Apakah anda seringkali merasa gelisah
Tidak
terbantukan. 11.
dan resah. 12.
Apakah anda lebih menyukai tinggal
Tidak
dirumah daripada keluar rumah dan melakukan sesuatu hal yang baru. 13.
Apakah anda seringkali mengkhawatirkan Ya masa depan anda.
14.
Apakah anda merasa kesulitan dengan Ya daya ingat anda.
15.
Apakah anda berpikir/bersyukur masih Ya hidup saat ini.
16.
Apakah anda sering merasa kelabu dan
Tidak
berputus asa. 17.
Apakah anda merasa tidak berguna saat
Tidak
ini. 18.
Apakah anda sering menyesalkan masa
Tidak
lalu anda. 19.
Apakah menurut anda hidup ini penuh Ya tantangan yang menyenangkan.
20.
Apalah anda merasa kesulitan mengawali suatu kegiatan.
41
Tidak
21.
Apakah anda merasakan penuh daya dan
Tidak
energi. 22.
Apakah menurut anda keadaan yang Ya dihadapi tanpa harapan.
23.
Apakah anda seringkali marah karena
Tidak
alasan sepele. 24.
Apakah menurut anda keadaan orang lain
Tidak
lebih baik dari anda. 25.
Apakah anda sering lupa bagaimana
Tidak
menangis. 26.
Apakah anda sulit berkonsentrasi.
27.
Apakah
anda
bangun
pagi
Ya
dengan Ya
perasaan yang menyenangkan. 28.
Apakah anda lebih suka menghindari
Tidak
acara/sosialisasi. 29.
Apakah
mudah
bagi
anda
dalam
Tidak
Apakah anda berpikiran jernih seperti
Tidak
mengambil keputusan. 30.
biasanya. JUMLAH
ITEM
YANG
7
TERGANGGU
Hasil Penilaian
:
Oma E termasuk dalam KATEGORI NILAI 0 – 10 : Normal atau Tidak Depresi
Keterangan
:
42
Pertanyaan bila dijawab dengan pilihan “Ya” atau “Tidak” yang bercetak tebal berarti terganggu : nilai 1, yang tidak bercetak tebal berarti tidak terganggu : nilai 0, jawaban kemudian dibuat total skornya, bila : Nilai 0 – 10
: normal/tidak depresi.
Nilai 11 – 15 : depresi ringan. Nilai 16 – 20 : depresi sedang. Nilai 21 – 30 : depresi berat
43
PENGKAJIAN RESIKO JATUH MORSE F ALL SCALE ( MF S)
Nama
: Oma E
Umur
: 70 th
Alamat
: Margahayu, Bekasi Timur
No.
1.
Pengkajian
Riwayat Jatuh
Skala
Nilai
Tidak : 0
0
Apakah lansia pernah jatuh dalam 3 bulan terakhir? Ya : 25 2.
3.
Diagnosa Sekunder
Tidak : 0
Apakah lansia memiliki lebih dari satu penyakit?
Ya : 15
Alat bantu jalan :
15
0
-
Bed rest/dibantu perawat
0
-
Kruk/tongkat/walker
15
-
Berpegangan pada benda-benda di sekitar 30 (kursi, lemari, meja)
4.
5.
Terapi Intravena
Tidak : 0
Apakah saat ini lansia terpasang infus/heparin lock
Ya : 20
Gaya berjalan/cara berpindah -
0
0
Normal/bed rest/immobile (tidak dapat, 0 bergerak sendiri)
6.
-
Lemah (tidak bertenaga)
10
-
Gangguan/tidak normal (pincang/diseret)
20
Status Mental
15
-
Lansia menyadari kondisi dirinya sendiri
0
-
Lansia mengalami kerusakan daya ingat
15
TOTAL
30
44
Hasil Penilaiain : Oma E termasuk dalam KATEGORI NILAI 25 – 50 : Resiko Jatuh Rendah Interpretasi Hasil
Nilai 0 – 24
: Tidak memiliki resiko jatuh.
Nilai 25 – 50 : Resiko jatuh rendah. Nilai > 51
: Resiko jatuh tinggi.
45
DATA FOKUS SUBJEKTIF
-
-
-
-
-
OBJEKTIF
Klien mengatakan sering merasakan
-
Klien tampak meringis.
pusing.
-
Klien tampak lemas.
Klien mengatakan penglihatan sudah
-
Klien tampak menahan rasa sakit.
tidak jelas.
-
Hasil TTV :
Klien mengatakan badannya
TD : 160/100 mmHg
terkadang suka lemas.
N : 98 x/menit
Klien mengatakan tengkuk terasa
RR : 23 x/menit
berat dan sakit.
S : 36 °C
Klien mengatakan ia pernah jatuh saat
-
menjemur pakaian dirumahnya. -
saat ingin beraktivitas.
Klien mengatakan penglihatan kadang suka kabur.
-
Klien mengatakan mata bagian kiri
Klien mengatakan tidak mengetahui penyebab hipertensi.
-
Klien mengatakan perut suka melilit.
-
Klien mengatakan untuk BAK dan BAB lancar. Frekuensi BAK 5x sehari dan frekuensi BAB 2x sehari.
-
Klien mengatakan terkadang suka kedinginan.
-
-
Klien tampak kesakitan saat perutnya kambuh.
pernah di operasi katarak. -
Klien tampak memegang pegangan
Klien mengatakan kamar mandinya terdapat WC duduk.
46
B. ANALISIS DATA DATA
MASALAH
DS :
-
Klien mengatakan sering merasakan pusing.
-
Ketidakefektifan Perfusi Jaringan
Klien mengatakan tengkuk terasa berat dan sakit.
-
Klien mengatakan badannya suka lemas
-
Klien mengatakan penglihatan tidak jelas.
-
Klien mengatakan pengelihatannya sering kabur.
DS :
-
Klien tampak meringis.
-
Klien tampak lemas.
-
Klien tampak kesakitan.
-
Hasil TTV : TD : 160/100 mmHg N : 98 x/menit RR : 23 x/menit S : 36 °C
47
Perifer
DS :
-
Klien mengatakan tengkuknya sakit dan kaku.
-
Nyeri Akut
Klien mengatakan tengkuknya terasa berat.
DO :
-
Klien tampak menahan sakit.
-
Klien tampak meringis kesakitan.
-
P : Nyeri di bagian tengkuk belakang.
-
Q : Seperti ditekan.
-
R : Di leher bagian belakang.
-
S : Skala 4
-
T : Hilang timbul 5 hari.
48
DS :
-
Klien mengatakan pernah terjatuh saat menjemur pakaian.
-
Klien mengatakan tidak bisa
Resiko Jatuh
jalan cepat. -
Klien mengatakan jalannya tidak bisa tegap.
-
Klien mengatakan membutuhkan pegangan saat berjalan.
DO :
-
Klien tampak berpegangan saat berjalan.
-
Klien tampak takut saat jalan.
-
Klien mengatakan kamar mandinya terdapat WC duduk.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer 2. Nyeri Akut 3. Resiko Jatuh
49
D. RENCANA TINDAKAN ASUHAN KEPERAWATAN
Nama
: Oma E
Umur
: 70 tahun
Ruangan/Tempat
: Wisma Anggrek / Kamar 1
No.
1.
Tanggal
Dx Keperawatan
Tujuan
Jumat
Ketidakefektifan
Selama 5x
29 Juni 2018
Perfusi Jaringan
pertemuan
Perifer.
ketidakefektifan
DS :
perfusi jaringan jaringan
-
Klien
perifer dapat dapat
mengatakan
teratasi.
Kriteria Hasil
Tindakan Keperawatan
1. Tanda – Tanda – Tanda Tanda
Monitor Tanda – Tanda Tanda Vital
Vital -
-
sering merasakan
-
-
1. Monitor tekanan darah,
Suhu tubuh dalam
nadi, suhu, dan status
keadaan normal.
pernapasan pernapasan dengan cepat. cepat.
Tekanan darah
2. Monitor saat pasien
sistolik kembali
berbaring, berbaring, duduk, dan
normal.
berdiri sebelum sebelum dan
Tekanan darah
setelah perubahan posisi.
pusing.
diastolik kembali
Klien
normal.
setelah pasien minum
Denyut nadi
obat jika memungkinkan.
mengatakan
-
tengkuk terasa
normal.
berat dan sakit. sakit.
3. Monitor tekanan darah
4. Monitor warna kulit, suhu, kelembaban.
50
-
Klien
-
apikal dalam
penyebab penyebab tanda – tanda – tanda tanda
badannya badannya suka
keadan normal.
vital.
Klien mengatakan penglihatan penglihatan tidak jelas.
-
Klien mengatakan pengelihatannya pengelihatannya sering kabur.
DS :
-
Klien tampak meringis.
-
Klien tampak lemas.
-
5. Identifikasi kemungkinan
mengatakan
lemas -
Denyut jantung
Klien tampak kesakitan.
51
-
Hasil TTV : TD : 160/100 mmHg N : 98 x/menit RR : 23 x/menit S : 36 °C
2.
Jumat
Nyeri Akut
Selama 5x
1. Kontrol Nyeri
29 Juni 2018
DS :
pertemuan Nyeri
-
-
1. Melakukan
Klien
yang dirasakan
faktor penyebab
pengkajian pengkajian nyeri
mengatakan
klien dapat teratasi.
nyeri.
komperehensif.
tengkuknya
-
sakit dan kaku. -
Menggambarkan
Manajemen Nyeri
Mengenali gejala nyeri.
Klien
- Nyeri dapat dapat
mengatakan
terkontrol.
tengkuknya
2. Menentukan akibat nyeri terhadap kualitas hidup. 3. Berikan informasi mengenai nyeri.
terasa berat.
52
DO :
-
Klien tampak
Melakukan tindakan
memonitor nyeri dan
pencegahan.
menangani nyeri
menahan sakit. -
-
dengan tepat.
Klien tampak
2. Tingkat Nyeri
meringis
- Nyeri yang
melakukan aktivitas.
dilaporkan tidak
P : Nyeri di
ada
istirahat/tidur yang
Mengerang dan
adekuat untuk
menangis tidak ada
membantu
Ekspresi nyeri
pengurangan nyeri.
-
belakang. Q : Seperti
-
ditekan. -
5. Berikan obat sebelum
kesakitan.
bagian tengkuk
-
4. Dorong pasien untuk
wajah tidak ada
R : Di leher
-
bagian
S : Skala 4
-
T : Hilang
Ketegangan otot tidak ada
belakang. -
6. Dukung
-
Kehilangan nafsu makan tidak ada
Relaksasi Otot Progresif
1. Pilih seting (lingkungan) yang tenang dan nyaman.
timbul 5 hari.
2. Redupkan cahaya.
53
3. Siapkan tindakantindakan pencegahan dalam mengatasi. 4. Dudukkan pasien dikursi malas, atau yang (kursi) lain untuk menciptakan. 5. Instruksikan pasien untuk memakai pakaian yang nyaman dan tidak ketat. 6. Regangkan otot kaki tidak lebih dari 5 detik untuk menghindari kram. 7. Instruksikan pasien untuk berfokus pada pada sensasi sensasi otot yang terjadi dalam otot ketika (pasien) menjadi tegang.
54
3.
Sabtu
Resiko Jatuh
Selama 5x
30 Juni 2018
DS :
pertemuan resiko
Lingkungan
jatuh dapat dapat teratasi.
Perawatan
-
Klien
1. Keamanan
mengatakan
Penyediaan
berdasarkan berdasarkan fungsi fisik
saat menjemur
pencahayaan pencahayaan
dan kognitif serta riwayat
pakaian.
sepenuhnya
perilaku di masa masa lalu.
Klien
adekuat.
-
-
2. Identifikasi hal-hal yang
Penempatan alat
membahayakan
tidak bisa jalan
untuk pegangan
dilingkungan (misalnya
cepat.
tangan sepenuhnya
(bahaya) fisik, biologi,
Klien
adekuat.
dan kimiawi).
mengatakan
-
1. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien
mengatakan
-
Keselamatan
Kesehatan
pernah terjatuh terjatuh
-
Manajemen Lingkungan :
-
Penyediaan Penyediaan alat-
3. Singkirkan bahan
jalannya tidak tidak
alat bantu di lokasi
berbahaya berbahaya dari
bisa tegap.
yang mudah
lingkungan jika
Klien
diakses.
diperlukan.
mengatakan
2. Daya Tahan
membutuhkan
4. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan
55
pegangan pegangan saat
-
berjalan.
Klien tampak
-
berpegangan berpegangan saat berjalan. -
-
bahan berbahaya berbahaya dan dan
aktivitas rutin tidak
beresiko.
terganggu.
DO :
-
Melakukan
-
Klien tampak
5. Sediakan alat untuk
Daya tahan otot
beradaptasi beradaptasi (misalnya,
tidak terganggu.
kursi untuk pijakan dan
Aktivitas fisik tidak
pegangan pegangan tangan).
terganggu.
6. Edukasi idividu dan
takut saat jalan.
kelompok yang berisiko
Klien
tinggi terhadap bahan
mengatakan
berbahaya berbahaya yand aga
kamar
dilingkungan.
mandinya terdapat WC duduk.
56
E. IMPLEMENTASI & EVALUASI
Nama Klien
: Oma E
Umur
: 70 tahun
Ruangan/Tempat
: Wisma Anggrek / Kamar 1
Tanggal/Jam
Jum’at 29/06/18
Dx
Implementasi
Keperawatan
DX I
Monitor Tanda-tanda Vital :
6. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan
Evaluasi S:
-
status pernapasan dengan cepat. 7. Monitor saat pasien berbaring, duduk, dan
Klien mengatakan kepalanya terasa pusing.
-
Klien mengatakan sudah
berdiri sebelum dan setelah perubahan
mengetahui tentang penyebab
posisi.
nyeri kepala yang terkadang
8. Monitor tekanan darah setelah pasien minum obat jika memungkinkan. 9. Monitor warna kulit, suhu, kelembaban.
57
timbul. -
Klien mengatakan rutin minum obat.
O:
-
Klien tampak sesekali memegangi kepalanya.
-
Klien tampak menahan sakit.
-
Hasil TTV : TD: 160/100 mmHg. S : 36 ͦ C. RR : 23 x/menit. N : 98 x/menit. .
A : Masalah belum teratasi. P : Intervensi dilanjutkan : Monitor Tanda-tanda Vital
1.
Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernapasan dengan cepat.
2. Monitor saat pasien duduk berbaring, duduk, dan berdiri
58
sebelum dan setelah perubahan posisi. 3. Monitor tekanan darah setelah pasien minum obat jika memungkinkan. 4. Monitor warna kulit, suhu, kelembaban. 5. Identifikasi kemungkinan penyebab tanda – tanda vital. Sabtu 30/06/18.
DX I.
Monitor Tanda-tanda Vital :
S:
1. Memonitor tekanan darah, nadi, suhu, dan
-
status pernafasan dengan tepat.
darahnya naik turun, kepalanya
2. Memonitor tekanan darah saat pasien berbaring, duduk, dan berdiri sebelum dan setelah perubahan posisi.
pusing. O:
-
3. Memonitor tekanan darah setelah pasien minum obat jika memungkinkan. 4. Mengidentifikasi kemungkinan penyebab perubahan tanda-tanda vital.
59
Klien mengatakan tekanan
Klien tampak sesekali memegangi kepalanya.
-
Klien tampak menahan sakit.
-
Klien tampak mengetahui bahwa tekanan darahnya naik turun .
-
Hasil TTV : TD : 150/90 mmHg. S : 36, 2◦C. RR : 21 x/menit. N : 85 x/menit.
A : Masalah belum teratasi. P : Intervensi dilanjutkan : Monitor Tanda-tanda Vital :
1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernafasan dengan tepat. 2. Monitor tekanan darah saat pasien berbaring, duduk, dan berdiri sebelum dan setelah perubahan posisi. 3. Monitor tekanan darah setelah pasien minum obat jika memungkinkan.
60
4. Monitor irama dan tekanan jantung. 5. Identifikasi kemungkinan penyebab perubahan tanda-tanda vital. Senin 02/07/18.
DX I
Monitor Tanda-tanda Vital :
S:
1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan
-
status pernapasan dengan cepat.
darahnya naik turun, kepalanya
2. Monitor saat pasien berbaring, duduk, dan berdiri sebelum dan setelah perubahan posisi.
pusing. O:
-
3. Monitor tekanan darah setelah pasien minum obat jika memungkinkan. 4. Monitor warna kulit, suhu, kelembaban.
Klien mengatakan tekanan
Klien tampak sesekali memegangi kepalanya.
-
Klien tampak menahan sakit.
-
Klien tampak mengetahui bahwa tekanan darahnya naik turun .
-
Hasil TTV : TD : 150/90 mmHg. S : 36, 2◦C. RR : 21 x/menit.
61
N : 85 x/menit. A : Masalah belum teratasi. P : Intervensi dilanjutkan : Monitor Tanda-tanda Vital :
1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernafasan dengan tepat. 2. Monitor tekanan darah saat pasien berbaring, duduk, dan berdiri sebelum dan setelah perubahan posisi. 3. Monitor tekanan darah setelah pasien minum obat jika memungkinkan. 4. Monitor irama dan tekanan jantung.. 5. dentifikasi kemungkinan penyebab perubahan tanda-tanda vital.
62
Senin 02/07/18
Manajemen Lingkungan : Keselamatan
DX III
S:
1. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien
-
berdasarkan fungsi fisik dan kognitif serta
Klien mengatakan pernah terjatuh dikamar mandi.
riwayat perilaku di masa lalu.
-
2. Identifikasi hal-hal yang membahayakan
Klien mengatakan pernah terjatuh di tangga.
dilingkungan (misalnya (bahaya) fisik,
-
biologi, dan kimiawi).
Klien mengatakan lantai dipanti licin.
O:
3. Singkirkan bahan berbahaya dari lingkungan
-
jika diperlukan.
Klien tampak berpegangan saat berjalan.
-
Lantai di panti tampak licin.
-
Jarak antara tangga tampak tinggi
A : Masalah belum teratasi. P : Intervensi dilanjutkan : Manajemen Lingkungan : Keselamatan
1. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien berdasarkan fungsi fisik
63
dan kognitif serta riwayat perilaku di masa lalu. 2. Identifikasi hal-hal yang membahayakan dilingkungan (misalnya (bahaya) fisik, biologi, dan kimiawi). 3. Singkirkan bahan berbahaya dari lingkungan jika diperlukan. 4. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahan berbahaya dan beresiko. 5. Sediakan alat untuk beradaptasi (misalnya, kursi untuk pijakan dan pegangan tangan). 6. Edukasi idividu dan kelompok yang berisiko tinggi terhadap bahan berbahaya yand aga dilingkungan.
64
Selasa 03/07/18
DX II
Manajemen Nyeri :
S:
1. Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan
-
menangani nyeri dengan tepat.
Klien mengatakan masih nyeri dibagian tengkuk belakang.
2. Berikan obat sebelum melakukan aktivitas.
-
3. Dukung istirahat/tidur yang adekuat untuk
Klien mengatakan nyeri hilang timbul..
membantu pengurangan nyeri.
-
Klien mengatakan badannya terasa pegal.
Relaksasi Otot Progresif :
1. Pilih seting (lingkungan) yang tenang dan nyaman.
O:
-
2. Redupkan cahaya. 3. Siapkan tindakan-tindakan pencegahan dalam mengatasi.
tengkuk belakang. -
Klien tampak menahan nyeri.
-
Klien tampak beristirahat (tidur)
4. Dudukkan pasien dikursi malas, atau yang
untuk mengatasi nyeri yang
(kursi) lain untuk menciptakan. 5. Instruksikan pasien untuk memakai pakaian yang nyaman dan tidak ketat. 6. Regangkan otot kaki tidak lebih dari 5 detik untuk menghindari kram.
65
Klien tampak sesekali memegangi
timbul. -
Klien tampak kooperati.
-
Klien tampak rileks saat melakukan TROP.
7. Instruksikan pasien untuk berfokus pada sensasi otot yang terjadi dalam otot ketika (pasien) menjadi tegang.
A : Masalah belum teratasi. P : Intervensi dilanjutkan : Manajemen Nyeri :
1. Melakukan pengkajian nyeri komperehensif. 2. Menentukan akibat nyeri terhadap kualitas hidup. 3. Berikan informasi mengenai nyeri. 4. Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan menangani nyeri dengan tepat. 5. Berikan obat sebelum melakukan aktivitas. 6. Dukung istirahat/tidur yang adekuat untuk membantu pengurangan nyeri.
66
Relaksasi Otot Progresif :
1. Pilih setting (lingkungan yang tenang dan nyaman). 2. Redupkan cahaya. 3. Siapkan tindakan-tindakan pencegahan dalam mengatasi interupsi. 4. Dudukkan pasien di kursi malas, atau yang lain (kursi) untuk menciptakan kenyamanan. 5. Instruksikan pasien untuk memakai pakaian yang nyaman dan tidak ketat. 6. Regangkan otot kaki tidak lebih dari 5 detik untuk menghindari kram. 7. Instruksikan pada pasien untuk berfokus pada sensasi
67
yang terjadi dalam otot ketika (pasien) menjadi tegang. Selasa 03/07/18
DX III
Manajemen Lingkungan : Keselamatan
S:
1. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien
-
berdasarkan fungsi fisik dan kognitif serta
Klien mengatakan pernah terjatuh dikamar mandi.
riwayat perilaku di masa lalu.
-
2. Identifikasi hal-hal yang membahayakan
Klien mengatakan pernah terjatuh di tangga.
dilingkungan (misalnya (bahaya) fisik,
-
biologi, dan kimiawi).
Klien mengatakan lantai dipanti licin.
3. Singkirkan bahan berbahaya dari lingkungan jika diperlukan.
O:
-
Klien tampak berpegangan saat berjalan.
-
Lantai di panti tampak licin.
-
Jarak antara tangga tampak tinggi
A : Masalah belum teratasi. P : Intervensi dilanjutkan :
68
Manajemen Lingkungan : Keselamatan
1. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien berdasarkan fungsi fisik dan kognitif serta riwayat perilaku di masa lalu. 2. Identifikasi hal-hal yang membahayakan dilingkungan (misalnya (bahaya) fisik, biologi, dan kimiawi). 3. Singkirkan bahan berbahaya dari lingkungan jika diperlukan. 4. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahan berbahaya dan beresiko. 5. Sediakan alat untuk beradaptasi (misalnya, kursi untuk pijakan dan pegangan tangan.
69
6. Edukasi idividu dan kelompok yang berisiko tinggi terhadap bahan berbahaya yand aga dilingkungan. Rabu 04/07/18
DX I
Monitor Tanda-tanda Vital :
S:
1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan
-
status pernapasan dengan cepat.
Klien mengatakan pusingnya mulai berkurang.
2. Monitor saat pasien berbaring, duduk, dan
-
berdiri sebelum dan setelah perubahan
Klien mengatakan rasa berat di kepala mulai berkurang.
posisi.
-
3. Monitor tekanan darah setelah pasien
Klien mengatakan sudah mengetahui tentang penyebab
minum obat jika memungkinkan.
nyeri kepala yang terkadang
4. Monitor warna kulit, suhu, kelembaban.
timbul.
O:
-
Klien tampak melakukan aktivitas seperti biasanya.
-
Klien tampak tidak menahan sakinya.
70
-
Hasil TTV : TD: 150/90 mmHg. S : 36 ͦ C. RR : 21 x/menit. N : 89 x/menit.
A : Masalah teratasi sebagian. P : Intervensi dilanjutkan : Monitor Tanda-tanda Vital :
1
Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernapasan dengan cepat.
2
Monitor saat pasien duduk berbaring, duduk, dan berdiri sebelum dan setelah perubahan posisi.
3
Monitor tekanan darah setelah pasien minum obat jika memungkinkan.
71
4
Monitor warna kulit, suhu, kelembaban.
5
Identifikasi kemungkinan penyebab tanda – tanda vital.
Rabu 04//07/18
DX II
Manajemen Nyeri :
S:
1. Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan
-
menangani nyeri dengan tepat.
Klien mengatakan masih nyeri dibagian tengkuk belakang.
2. Berikan obat sebelum melakukan aktivitas.
-
3. Dukung istirahat/tidur yang adekuat untuk
Klien mengatakan nyeri hilang timbul.
membantu pengurangan nyeri.
-
Klien mengatakan badannya sudah agak terasa rileks setelah melakukan TROP.
Relaksasi Otot Progresif :
1. Pilih seting (lingkungan) yang tenang dan nyaman.
O:
2. Redupkan cahaya.
-
3. Siapkan tindakan-tindakan pencegahan dalam mengatasi. 4. Dudukkan pasien dikursi malas, atau yang (kursi) lain untuk menciptakan.
72
Klien tampak sesekali memegangi tengkuk belakang.
-
Klien tampak menahan nyeri.
5. Instruksikan pasien untuk memakai pakaian
-
yang nyaman dan tidak ketat.
untuk mengatasi nyeri yang
6. Regangkan otot kaki tidak lebih dari 5 detik untuk menghindari kram. 7. Instruksikan pasien untuk berfokus pada sensasi otot yang terjadi dalam otot ketika
Klien tampak beristirahat (tidur)
timbul. -
Klien tampak kooperatif.
-
Klien tampak rileks setelah melakukan TROP.
(pasien) menjadi tegang. A : Masalah belum teratasi. P : Intervensi dilanjutkan : Manajemen Nyeri :
1. Melakukan pengkajian nyeri komperehensif. 2. Menentukan akibat nyeri terhadap kualitas hidup. 3. Berikan informasi mengenai nyeri. 4. Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan menangani nyeri dengan tepat.
73
5. Berikan obat sebelum melakukan aktivitas. 6. Dukung istirahat/tidur yang adekuat untuk membantu pengurangan nyeri.
Relaksasi Otot Progresif :
1. Pilih setting (lingkungan yang tenang dan nyaman). 2. Redupkan cahaya. 3. Siapkan tindakan-tindakan pencegahan dalam mengatasi interupsi. 4. Dudukkan pasien di kursi malas, atau yang lain (kursi) untuk menciptakan kenyamanan.
74
5. Instruksikan pasien untuk memakai pakaian yang nyaman dan tidak ketat. 6. Regangkan otot kaki tidak lebih dari 5 detik untuk menghindari kram. 7. Instruksikan pada pasien untuk berfokus pada sensasi yang terjadi dalam otot ketika (pasien) menjadi tegang. Kamis 05/07/18
DX I
Monitor Tanda-tanda Vital :
1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan
S:
-
status pernapasan dengan cepat. 2. Monitor saat pasien berbaring, duduk, dan
mulai berkurang. -
berdiri sebelum dan setelah perubahan posisi. 3. Monitor tekanan darah setelah pasien
4. Monitor warna kulit, suhu, kelembaban.
75
Klien mengatakan rasa berat di kepala berkurang.
-
minum obat jika memungkinkan.
Klien mengatakan pusingnya
Klien mengatakan rutin minum obat.
-
Klien mengatakan sudah mengetahui tentang penyebab
nyeri kepala yang terkadang timbul.
Manajemen Nyeri :
1. Melakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, intensitas atau
O:
-
beratnya nyeri dan faktor pencetus. 2. Menggali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai nyeri. 3. Berikan informasi mengenai nyeri.
Klien tampak melakukan aktivitas seperti biasanya.
-
Klien tampak tidak kesakitan.
-
Klien tampak selalu minum obat.
-
Hasil TTV : TD: 140/80 mmHg. S : 36 ͦ C. RR : 20 x/menit. N : 87 x/menit.
A : Masalah teratasi sebagian. P : Intervensi dilanjutkan : Monitor Tanda-tanda Vital :
76
1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernapasan dengan cepat. 2. Monitor saat pasien duduk berbaring, duduk, dan berdiri sebelum dan setelah perubahan posisi. 3. Monitor tekanan darah setelah pasien minum obat jika memungkinkan. 4. Monitor warna kulit, suhu, kelembaban. 5. Identifikasi kemungkinan penyebab tanda – tanda vital.
Manajemen Nyeri
1. Lakukan pengkajian nyeri komperehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi,
77
frekuensi, kualitas, intensitas, atau beratnya nyeri dan faktor pencetus. 2. Menentukan akibat nyeri terhadap kualitas hidup. 3. Berikan informasi mengenai nyeri. 4. Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan menangani nyeri dengan tepat. 5. Berikan obat sebelum melakukan aktivitas. 6. Dukung istirahat/tidur yang adekuat untuk membantu pengurangan nyeri.
78
Kamis 05/07/18
DX II
Manajemen Nyeri :
S:
1. Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan
-
menangani nyeri dengan tepat.
tengkuk belakang mulai belakang.
2. Berikan obat sebelum melakukan aktivitas.
-
3. Dukung istirahat/tidur yang adekuat untuk
1. Pilih seting (lingkungan) yang tenang dan
Klien mengatakan badannya sudah agak terasa rileks setelah
membantu pengurangan nyeri.
Relaksasi Otot Progresif :
Klien mengatakan nyeri dibagian
melakukan TROP.
O:
-
nyaman.
Klien tampak tidak menahan sakit.
2. Redupkan cahaya.
-
3. Siapkan tindakan-tindakan pencegahan
untuk mengatasi nyeri yang
dalam mengatasi. 4. Dudukkan pasien dikursi malas, atau yang (kursi) lain untuk menciptakan. 5. Instruksikan pasien untuk memakai pakaian
Klien tampak beristirahat (tidur)
timbul. -
Klien tampak kooperatif.
-
Klien tampak rileks setelah melakukan TROP.
yang nyaman dan tidak ketat. 6. Regangkan otot kaki tidak lebih dari 5 detik untuk menghindari kram.
79
A : Masalah teratasi sebagian. P : Intervensi dilanjutkan :
7. Instruksikan pasien untuk berfokus pada sensasi otot yang terjadi dalam otot ketika (pasien) menjadi tegang.
Manajemen Nyeri :
1. Melakukan pengkajian nyeri komperehensif. 2. Menentukan akibat nyeri terhadap kualitas hidup. 3. Berikan informasi mengenai nyeri. 4. Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan menangani nyeri dengan tepat. 5. Berikan obat sebelum melakukan aktivitas. 6. Dukung istirahat/tidur yang adekuat untuk membantu pengurangan nyeri.
Relaksasi Otot Progresif :
1. Pilih setting (lingkungan yang tenang dan nyaman).
80
2. Redupkan cahaya. 3. Siapkan tindakan-tindakan pencegahan dalam mengatasi interupsi. 4. Dudukkan pasien di kursi malas, atau yang lain (kursi) untuk menciptakan kenyamanan. 5. Instruksikan pasien untuk memakai pakaian yang nyaman dan tidak ketat. 6. Regangkan otot kaki tidak lebih dari 5 detik untuk menghindari kram. 7. Instruksikan pada pasien untuk berfokus pada sensasi yang terjadi dalam otot ketika (pasien) menjadi tegang.
81
Jum’at
06/07/18
DX I
Monitor Tanda-tanda Vital :
S:
1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan
-
status pernapasan dengan cepat.
Klien mengatakan pusingnya mulai berkurang.
2. Monitor saat pasien berbaring, duduk, dan
-
berdiri sebelum dan setelah perubahan
Klien mengatakan rasa berat di kepala berkurang.
posisi.
-
3. Monitor tekanan darah setelah pasien
Klien mengatakan rutin minum obat.
minum obat jika memungkinkan.
-
4. Monitor warna kulit, suhu, kelembaban.
Klien mengatakan sudah mengetahui tentang penyebab nyeri kepala yang terkadang timbul.
O:
-
Klien tampak melakukan aktivitas seperti biasanya.
-
Klien tampak selalu minum obat.
-
Hasil TTV : TD: 140/80 mmHg. S : 36 ͦ C.
82
RR : 20 x/menit. N : 87 x/menit. A : Masalah teratasi P : Intervensi dihentikan. Jum’at
06/07/18
DX II
Manajemen Nyeri :
S:
1. Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan
-
menangani nyeri dengan tepat.
nyeri dibagian tengkuk belakang.
2. Berikan obat sebelum melakukan aktivitas.
-
3. Dukung istirahat/tidur yang adekuat untuk
1. Pilih seting (lingkungan) yang tenang dan nyaman.
Klien mengatakan badannya sudah agak terasa rileks setelah
membantu pengurangan nyeri.
Relaksasi Otot Progresif :
Klien mengatakan sudah tidak
melakukan TROP.
O:
-
Klien tampak sudah tidak nyeri.
-
Klien tampak beristirahat (tidur)
2. Redupkan cahaya.
untuk mengatasi nyeri yang
3. Siapkan tindakan-tindakan pencegahan
timbul.
dalam mengatasi. 4. Dudukkan pasien dikursi malas, atau yang (kursi) lain untuk menciptakan.
83
-
Klien tampak kooperatif.
-
Klien tampak rileks setelah melakukan TROP.
5. Instruksikan pasien untuk memakai pakaian yang nyaman dan tidak ketat. 6. Regangkan otot kaki tidak lebih dari 5 detik
A : Masalah teratasi. P : Intervensi dihentikan.
untuk menghindari kram. 7. Instruksikan pasien untuk berfokus pada sensasi otot yang terjadi dalam otot ketika (pasien) menjadi tegang. Jum’at
05/07/18
DX III
Manajemen Lingkungan : Keselamatan
S:
1. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien
-
berdasarkan fungsi fisik dan kognitif serta
Klien mengatakan pernah terjatuh dikamar mandi.
riwayat perilaku di masa lalu.
-
2. Identifikasi hal-hal yang membahayakan
Klien mengatakan pernah terjatuh di tangga.
dilingkungan (misalnya (bahaya) fisik,
-
biologi, dan kimiawi).
Klien mengatakan lantai dipanti licin.
3. Singkirkan bahan berbahaya dari lingkungan jika diperlukan.
O:
-
Klien tampak berpegangan saat berjalan.
-
84
Lantai di panti tampak licin.
-
Jarak antara tangga tampak tinggi
-
Klien tampak berhati-hati saat berjalan.
A : Masalah teratasi. P : Intervensi dihentikan,
85
BAB IV PEMBAHASAN
Dalam pembahasan ini penulis akan membahas tentang kasus yang diambil dengan judul ”Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Masalah Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer Di Wisma Anggrek Panti Sosial Tresna Werdha Bina Mulia 01 Ciracas Jakarta” Pada bab ini kelompok akan membahas kesenjangan antara teori dan praktek lapangan terhadap asuhan keperawatan gerontrik yang akan kami lakukan selama 14 hari di Panti Sosial Tresna Werdha Bina Mulia 01 Ciracas Jakarta. Proses keperawatan dimulai pada tanggal 29 Juni 2018 sampai 5 Juli 2018. Dalam memberikan asuhan keperawatan gerontik yang terdiri beberapa tahap yaitu pengkajian, menganalisa data, menegakan diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Penulis mengumpulkan data dengan wawancara, observasi, melakukan pemeriksaan fisik serta penilaian kemandirian lansia. Pengkajian dilakukan pada tanggal 29 Juni 2018 pusing, tengkuk leher terasa berat. Klien mengatakan kepala terkadang berat saat pusing kambuhnya. Klien memiliki riwayat darah tinggi dan klien pernah terjatuh saat ia menjemur pakaian di rumahnya dalam keadaan duduk. Klien mengatakan perutnya terkadang sakit seperti melilit karena terlalu banyak mengkonsumsi supermie dan kopi, klien mengatakan masih bisa melakukan aktifitas secara mandiri tanpa dibantu oleh petugas. Klien mengatakan bahwa dirinya memiliki riwayat darah tinggi, dan pernah terjatuh saat menjemur pakaian dalam keadaan duduk. Klien mengatakan sering merasakan pusing. Klien sering merenung, klien terlihat pendiam, jarang berkomunikasi dengan teman-temannya yang berada di wisma anggrek. Saat dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, didapatkan data TD 160/100 mmHg, nadi 98x/menit, pernafasan 23 x/menit, suhu 36ºC.
86
Pada saat dilakukan wawancara dan observasi, didapatkan data jika klien makan 3x/hari, BAK tidak terhitung dan BAB 2x/hari, mandi 2x/hari, Oma.E rajin membersihkan mulutnya pada saat mandi seperti sikat gigi. Oma.E mengatakan sering pusing, dan badanya sering merasa lemas dan klien mengatakan penglihatannya kurang jelas. Dari hasil pengkajian yang telah dilakukan maka penulis menulis diagnosa Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer, nyeri akut, dan resiko jatuh. Diagnosa ketidakefektifan jaringan perifer menjadi masalah keperawatan yang lebih diprioritaskan karena jika tidak segera diatasi akan memperburuk kondisi klien dan mengakibatkan adanya perburukan tanda-tanda vital. Jika hal tersebut tidak segera diatasi akan semakin memperparah masalah dalam melakukan aktifitas sehari-hari contohnya seperti penglihatan. Diagnosa ketidakefektifan jaringan perifer diatas ditegakkan berdasarkan data yang menyebutkan bahwa lansia usia 70 tahun mengeluh sering merasakan pusing dengan pengkajian Klien mengatakan tengkuk terasa berat dan sakit, Klien mengatakan badannya suka lemas, Klien mengatakan penglihatan tidak jelas, Klien mengatakan pengelihatannya sering kabur Diagnosa yang kedua dan ketiga Nyeri akut, diagnosa ini ditegakkan berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan karena klien sering mengeluh tengkuknya sakit dan kaku, ketika ditanya oleh mahasiswa keperawatan pada skala berapa klien merasakan nyeri dari 1-10 dan klien mengatakan nyeri yang dirasakan pada skala 4, nyeri seperti ditekan, dan nyeri hilang timbul. Diagnosa yang ketiga resiko jatuh, diagnosa ini ditegakkan berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan adalah klien mengatakan pernah terjatuh saat menjemur pakaian, Klien mengatakan tidak bisa jalan cepat, klien mengatakan jalannya tidak bisa tegap, klien mengatakan membutuhkan pegangan saat berjalan Untuk mengatasi masalah keperawatan yang muncul tersebut disusunlah intervensi keperawatan. Intervensi keperawatan merupakan kategori perilaku perawat yang bertujuan menentukan rencana keperawatan yang berpusat kepada pasien sesuai
87
dengan diagnosa yang ditegakkan sehingga tujuan tersebut terpenuhi. Pada kasus ini intervensi disusun sesuai dengan kondisi klien dan fasilitas yang ada sehingga rencana keperawatan dapat dijalankan dan diterapkan sesuai dengan tujuan. Penulis menyusun rencana tindakan keperawatan selama 5 kali pertemuan dalam satu minggu dikarenakan nyeri diprediksi tidak dapat diatasi dalam watu singkat danmemerlukan penanganan yang lain terhadap masalah. Pada diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan perifer rencana keperawatan yang disusun adalah Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernapasan dengan cepat. Monitor saat pasien berbaring, duduk, dan berdiri sebelum dan setelah perubahan posisi. Monitor tekanan darah setelah pasien minum obat jika memungkinkan. Monitor warna kulit, suhu, kelembaban. Identifikasi kemungkinan penyebab tanda – tanda vital. Pada diagnosa kedua rencana keperawatan yang disusun adalah Melakukan pengkajian nyeri komperehensif. Menentukan akibat nyeri terhadap kualitas hidup. Berikan informasi mengenai nyeri. Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan menangani nyeri dengan tepat. Berikan obat sebelum melakukan aktivitas. Dukung istirahat/tidur yang adekuat untuk membantu pengurangan nyeri. Ajarkan juga klien Relaksasi Otot Progresif dengan pilih seting (lingkungan) yang tenang dan nyaman. Redupkan
cahaya.
Siapkan
tindakan-tindakan
pencegahan
dalam
mengatasi.
Dudukkan pasien dikursi malas, atau yang (kursi) lain untuk menciptakan. Instruksikan pasien untuk memakai pakaian yang nyaman dan tidak ketat. Regangkan otot kaki tidak lebih dari 5 detik untuk menghindari kram. Instruksikan pasien untuk berfokus pada sensasi otot yang terjadi dalam otot ketika (pasien) menjadi tegang. Pada diagnosa ketiga rencana keperawatan yang disusun adalah Melakukan pengkajian Resiko jatuh komperehensif. Keamanan Lingkungan Perawatan Kesehatan dengan Penyediaan pencahayaan sepenuhnya adekuat. Penempatan alat untuk pegangan tangan sepenuhnya adekuat. Penyediaan alat-alat bantu di lokasi yang mudah diakses. Daya Tahan tidak terganggu dengan mengevaluasi pasien melakukan aktivitas rutin tidak terganggu. Daya tahan otot tidak terganggu. Aktivitas fisik tidak terganggu.
88
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN
Masalah Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer menjadi masalah yang banyak ditemui pada lansia yang tinggal di perkotaan. Hal ini disebabkan oleh banyaknya faktor pemicu masalah ini dialami penduduk lansia di DKI Jakarta. Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 1 Ciracas sebagai salah satu bentuk pelayanan lanjut usia dengan konsep perawatan jangka panjang di DKI Jakarta memiliki tanggung jawab untuk memberikan perawatan bagi lansia warga binaan sosial (WBS) yang memiliki masalah Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer. Masalah ketidakefektifan jaringan perifer diatas ditegakkan berdasarkan data yang menyebutkan bahwa lansia usia 70 tahun mengeluh sering merasakan pusing dengan pengkajian Klien mengatakan tengkuk terasa berat dan sakit, Klien mengatakan badannya suka lemas, Klien mengatakan penglihatan tidak jelas, Klien mengatakan pengelihatannya sering kabur. Pada masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer rencana keperawatan yang disusun adalah Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernapasan dengan cepat. Monitor saat pasien berbaring, duduk, dan berdiri sebelum dan setelah perubahan posisi. Monitor tekanan darah setelah p asien minum obat jika memungkinkan. Monitor warna kulit, suhu, kelembaban. Identifikasi kemungkinan penyebab tanda – tanda vital, mengajarkan Terapi Relaksasi Otot Progresif.
89
B. SARAN a. Bagi institusi pelayanan
Masalah Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer merupakan masalah yang sering terjadi pada lansia di PSTW. Berdasarkan hasil analisis ini diketahui masalah Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer bukan masalah yang dapat diatasi hanya dengan satu intervensi seperti pemberian terapi medis yang telah berjalan selama ini di lingkungan PSTW. Sehingga dibutuhkan intervensi yang terintegrasi seperti manajemen
risiko
jantung
yang
meliputi
pengontrolan
rutin,
peningkatan aktivitas fisik, pengelolaan stres, dan pengontrolan nutrisi yang diberikan. Selain manajemen risiko jantung untuk mendapatkan hasil yang optimal pihak PSTW dapat menambahkan pemberian terapi komplementer yang dilakukan oleh perawat yaitu Terapi Relaksasi Otot Progresif pada lansia yang memiliki hipertensi. Berdasarkan asuhan keperawatan yang dilakukan selama tujuh minggu pada lansia dengan Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer menunjukkan bahwa Terapi Relaksasi Otot Progresif dapat membantu mengoptimalkan hasil dalam menurunkan salah satu faktor Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer. Berdasarkan hasil praktik yang dilakukan Terapi Relaksasi Otot Progresif hanya dapat dijadikan terapi komplementer sehingga pemberian terapi farmakologi pada lansia dengan hipertensi tetap harus dilaksanakan.
b. Bagi institusi pendidikan
Hasil dari Praktik Keperawatan Gerontik ini diharap dapat menjadi pertimbangan bagi institusi untuk melakukan penelitian selanjutnya terkait
intervensi
non
farmakologi
dalam
mengatasi
Salah
Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer melalui Terapi Relaksasi Otot Progresif. Selain itu institusi juga diharapkan dapat memberikan 90