ARTIKEL/ JURNAL
PENGARUH SLEEP PENGARUH SLEEP HYGIENE HYGIENE TERHADAP TERHADAP DERAJAT INSOMNIA PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA “SABAI NAN ALUIH” SICINCIN PADANG-PARIAMAN TAHUN 2017
Penelitian Keperawatan Gerontik
FINI MARTA VERTYSIA BP. 1311311078
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS UNIVERSITAS ANDALAS 2017
PENGARUH SLEEP PENGARUH SLEEP HYGIENE HYGIENE TERHADAP TERHADAP DERAJAT INSOMNIA PADA LANSIA DI PANTI SOSISAL TRESNA WERDHA “SABAI NAN ALUIH” SICINCIN PADANG-PARIAMAN PADANG-PARIAMAN TAHUN 2017
Gusti Sumarsih, S.Kp, M.Biomed*ªNs. Rika Fatmadona, S.Kep, M.Kep, S.p KMB*ªFini Marta Vertysia*c Vertysia*c
*ªPembimbing 1Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Univeristas Andalas *ªPembimbing II Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Andalas *c Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Andalas
Email :
[email protected]
Abstrac : Sleep Hygiene Effect Effect Of Insomnia Insomnia InElderly Status Status Of Elderly Tresna Tresna WERDHA "SABAI Nan Aluih" Padang-Pariaman Sicincin Year 2017
Insomnia is a sleep disorder that is often experienced by elderly due to changes degenerative process and it can impaction physic and physicologic problem that may decreased the quality of life of the elderly. One of the non pharmacological management of insomnia is sleep hygiene that can improve sleep quality by changing lifestyle and environment. The purpose of this study was to assess the effect of sleep hygiene on the degree of insomnia in the elderly at the Tresna Werdha Social House "Sabai Nan Aluih" Sicincin Padang-Pariaman. This research useds Pre-Exsperimental design with one group Pre-Posttest design approach. The sampling technique was pursposive sampling with a sample size of 15 people. Research instrument to know the degree of insomnia by using IRS KBPJ questionnaire (Insomnia Rating Scale-Study Group of Psychiatry Biology Jakarta). The analysis was done by Paired t-test. Based on statistical test results was obtained p value = 0.000 (p <0.05) which means there is influence of sleep hygiene to degree of insomnia in elderly. Elderly should be able to apply sleep hygiene therapy well and regularly in order to overcome insomnianya.
Abstrak : Pengaruh Sleep Hygiene Terhadap Hygiene Terhadap Derajat Insomnia Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha “Sbabai Nan Aluih” Aluih” Sicincin PadangPariaman Tahun 2017
Insomnia merupakan gangguan tidur yang sering dialami l ansia disebabkan proses degenerative dan ini dapat berdampak masalah fisik dan psikologis berujung pada
penurunan kualitas hidup lansia. Salah satu penatalaksanaan insomnia secara nonfarmakologis yakni sleep hygiene hygiene yang dapat meningkatkan kualitas tidur dengan cara mengubah pola hidup serta lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai pengaruh sleep hygiene hygiene terhadap derajat insomnia pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha “Sabai Nan Aluih” Sicincin Padang-Pariaman. Padang -Pariaman. Penelitian ini dimulai dari tanggal 27 februari sampai 18 juli 2017, menggunakan desain Pra-Exsperimental dengan pendekatan one group Pre-Posttest design. design . Teknik pengambilan sampel adalah pursposive sampling dengan jumlah sampel 15 orang. Instrumen penelitian untuk mengetahui derajat insomnia dengan menggunakan kuisioner IRS-KBPJ ( Insomnia Rating Scale-Kelompok Scale -Kelompok Studi Psikiatri Biologi Jakarta). Analisa dapat dilakukan dengan uji Paired t-test . Berdasarkan hasil uji statistic didapatkan nilai p=0,000 (p<0,05) yang artinya terdapat pengaruh sleep pengaruh sleep hygiene terhadap hygiene terhadap derajat insomnia pada lansia. Bagi pihak panti PSTW Sicincin agar memberikan penyuluhan, membuat program, mengawasi program dan mengevaluasi terapi sleep hygiene hygiene kepada lansia yang ditinggal disana untuk menerapkan sleep menerapkan sleep hygiene untuk hygiene untuk mengatasi insomnia. Kata Kunci : Sleep hygiene, Insomnia, Lansia
PENDAHULUAN
beberapa fenomena seperti perubahan structural dan fisiologis salah satunya Insomnia merupakan kesukaran kesulitan untuk tidur atau insomnia dalam memulai dan mempertahankan (Sitralita, 2010). tidur sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan tidur yang adekuat baik Di dunia, angka prevalensi kualitas maupun kuantitas (Saputra, insomnia pada lansia diperkirakan 2013). Biasanya seseorang yang sebesar 13-47% dengan proporsi sekitar mengalami insomnia akan lebih sulit 50-70% terjadi pada usia diatas 65 memulai tidur, sering terbangun saat tahun. Sebuah penelitian Aging tidur hingga terbangun lebih dini dan Multicenter melaporkan bahwa sebesar sulit untuk tidur kembali (Atoilah & 42% dari 9.000 lansia yang berusia Kusnadi, 2013). diatas 65 tahun mengalami gejala insomnia (Suasari,et. al. 2014). Pada kelompok lansia kejadian Penelitian yang dilakukan di Taipei insomnia tujuh kali lebih besar menunjukkan bahwa sebanyak 40 % dibandingkan dengan kelompok 20 individu yang berusia diatas 60 tahun tahun (Vaughans, 2013). Banyak mengalami insomnia dimana mereka Lansia yang mengeluh mengenai sering terbangun dan sulit untuk masalah tidur (hanya dapat tidur tidak memulai tidur (Tsou, 2013). Di lebih dari lima jam sehari) dengan Indonesia, angka prevalensi insomnia terbangun lebih awal dari pukul 05.00 pada lansia sekitar 67%. Sedangkan pagi dan sering terbangun di waktu sebanyak 55,8 % lansia mengalami malam hari (Nugroho, 2000). insomnia ringan dan 23,3 % lansia yang Banyaknya persoalan lanjut usia seiring mengalami insomnia sedang di dengan meningkatnya jumlah lansia di Indonesia mengakibatkan munculnya
Poliklinik Geriatri RSUP (Suastari,et. al, 2014).
Sanglah
gelombang otak bergerak sangat lambat yang ditandai dengan penurunan sejumlah fungsi fisiologi maupun metabolisme. kerja otot. dan tandatanda vital seperti tekanan darah dan frekuensi nafas (Saputra, 2013). Tidur NREM terjadi sekitar 75% sampai sampa i 80% dari waktu tidur, sisanya sekitar 20% sampai 25 % dari tidur adalah fase tidur REM (Syara, 2015 dikutip dalam Meiner, 2011).
Tidur merupakan kebutuhan dasar yang diperlukan oleh manusia. Tidur adalah suatu keadaan tidak sadarkan diri dimana persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun atau hilang dan dapat di bangunkan kembali dengan indra atau ransangan yang cukup (Atoilah & Kusnadi, 2013 dikutip dalam Guyton, 1981). Tidur dapat dikatakan sebagai Tidur REM tidak senyenyak kondisi ketika seseorang tidak sadar, tidur NREM yang biasanya tetapi dapat dibangunkan oleh stimulus berlangsung rata-rata setiap 90 menit atau sensoris yang sesuai yang ditandai (5-20 menit) disertai dengan mimpi dengan aktivitas fisik yang minim, (Saputra, 2013). Tidur malam di mulai tingkat kesadaran bervariasi, terjadi dengan empat tahap tidur NREM, perubahan proses fisiologis dan terjadi berlanjut dengan fase tidur REM, penurunan respons terhadap stimulus kemudian dilanjutkan dengan eksternal (Saputra, 2013). pergantian siklus antara NREM dan REM selama sisa tidur hingga pagi Aktivitas tidur terjadi secara sekitar 4-6 siklus (Syara, 2015 dikutip alami dan dikontrol oleh pusat tidur dalam Meiner, 2011). Lamanya tidur yaitu medulla spinalis spinalis (Batang Otak) pada fase 3-4 berkontribusi dalam tepatnya di RAS ( Retikular activating menentukan istirahat dan kesegaran system) system) dan BSR ( Bulbar individu pada esoknya (Touhy, 2010). Synchronizing Region) Region) yang terlibat Dari Tahap 1 sampai 4 kualitas tidur dalam mempertahankan status bangun akan bertambah dalam sehingga pada dan mempermudah beberapa tahap tahap 3 dan tahap 4 seseorang akan untuk tidur (Atoilah & Kusnadi, 2013). sulit terbangun (Potter & Perry, 2006). Terjadinya Bangun dan tidur merupakan peran dari RAS dan BSR, Kebutuhan tidur dan pola tidur dimana RAS akan melepaskan pada manusia berubah bersama katekolamin untuk mempertahakan bertambahnya usia (Smelzer & Bare, kewaspadaan dan agar tetap terjaga. 2001). Pada Lansia kebutuhan tidur Namun ketika RAS di otak mengalami normal pada usia diatas 60 tahun keatas kelelahan sehingga mengaktifkan BSR yaitu selama 6 jam, dimana sebanyak untuk merangsang pengeluaran 20-25% dari siklus tidur REM dan serotonin yang menimbulkan rasa tahap IV NREM menurun, sehingga kantuk dan tidur (Saputra, 2013). individu dapat mengalami insomnia yaitu sering terjaga sewaktu tidur Proses tidur terbagi menjadi dua (Saputra, 2013). Proses penuaan fase REM ( Rapid Rapid Eyes Movement / mengakibatkan lansia mengalami Gerakan Mata Cepat) Dan NREM ( Non perubahan-perubahan pada pola tidur Rapid Eyes Movement /gerakan /gerakan mata dan istirahat serta mengakibatkan lebih tidak cepat). Tidur NREM dikatakan mudah mengalami gangguan tidur tidur Gelombang lambat (Slow ( Slow Wave (Maas, et. al. 2011). terjadi karena aktivtas Sleep), Sleep),
Perubahan-perubahan yang dialami lansia dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti penyakit, gangguan pada endokrin, obat-obatan, lingkungan, gaya hidup/kebiasaan, stress psikologi, diet dan nutrisi (Atoilah & Kusnadi, 2013). Sedangkan menurut Saputra (2013) yang mempengaruhi kebutuhan tidur yaitu Penyakit, Kelelahan, Lingkungan, Stres Psikologis, Gaya Hidup, Motivasi, Stimulan, Alkohol, obat-obatan, diet dan nutrisi. Pada lansia faktor-faktor tersebut terbagi menjadi dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal, faktor internal meliputi fisiologis dan psikologi terdiri dari penyakit, nyeri, gangguan suhu tubuh, gangguan pernafasan saat tidur, pergerakan kaki secara teratur saat tidur, gejala monopouse, demensia, depresi, Parkinson, stress, dan kecemasan (Maas,et. al. 2011). Sedangkan faktor eksternal meliputi lingkungan yang asing, peningkatan stimulus sensori, disorientasi waktu, perubahan kebiasaan, tidur siang yang berlebihan, merokok, penyalahgunaan alkohol, olah raga yang kurang, konsumsi hipnotik dan sedatif (Maas,et.al 2013).
yang mendasarinya, mengubah perilaku, suasana hati menjadi negatif, mengakibatkan kecelakaan, seperti terjatuh, serta kecelakaan dalam rumah tangga. Insomnia juga dapat meyebabkan kematian pada lansia (Fitriani,2014).
Marcel et al (2009) menyatakan bahwa lansia dengan penyakit penyakit yang mendasari, seperti depresi, hipertensi , , penyakit jantung atau paru, stroke, diabetes mellitus, atau arthritis memiliki kualitas tidur yang lebih buruk dan durasi tidur yang kurang dibandingkan dengan lansia yang sehat (Suastari, et.al. 2014). Penelitian Tsou (2013) mendapatkan bahwa lansia dengan insomnia mengeluh rasa kantuk yang berlebihan di siang hari sehingga tubuh terasa lemah terutama pada ekstremitas, kelelahan, rasa tidak nyaman, kehilangan nafsu makan, sakit kepala, dan gangguan aktivitas. Di Amerika Serikat, insomnia mengakibatkan sekitar 80 juta lansia sering mengalami jatuh atau kecelakaan yang berhubungan pula dengan peningkatan biaya pengobatan dan perawatan, yaitu sebesar se besar 100 juta dolar per tahun ta hun (Suastari, 2014 dikutip dalam Masalah yang muncul pada kurniawan, 2012) lansia yang mengalami insomnia yaitu Terapi yang diberikan untuk kesulitaan untuk tidur, sering terbangun lebih awal, sakit kepala di siang hari, mengatasi insomnia terdiri dari terapi dan nonfarmakologi kesulitan berkonsentrasi, dan mudah farmakologi marah. Dampak yang lebih luas akan (Touhy, 2010). Terapi farmakologis terlihat depresi, insomnia juga yang diberikan kepada lansia yang berkontribusi pada saat mengerjakan mengalami insomnia memberikan efek pekerjaan rumah maupun berkendara, samping pada lansia seperti obat-obatan antidepresan, antihipertensi, serta aktivitas sehari-hari dapat jenis terganggu (Nurhidiyati, 2016 dikutip antineoplastic, antikoligernik, hormon, dalam Rafiudin, 2004). Jika lansia simpatometik amines, agen neurologi, kurang tidur yaitu perasaan bingung, dll (Touhy, 2010). Sedangkan terapi untuk mengatasi curiga, hilangnya produktivitas kerja, nonfarmakologi serta menurunya imunitas. Kurang tidur insomnia terdiri dari Stimulus control, menyebabkan masalah pada kualitas sleep restriction, cognitive behavioral hidup lansia, memperburuk penyakit therapy, terapi relakasi, dan sleep hygiene (Endeshaw, hygiene (Endeshaw, 2006). Namun dari
sekian terapi nonfarmakologis, sleep memberikan pelayanan kesejahteraan hygiene hygiene mrupakan terapi yang efektif sosial kepada lanjut usia terlantar untuk mengatasi gangguan tidur didalam panti berupa pelayanan dan dibandingkan terapi lainnya yang hanya perawatan, baik jasmani maupun ma upun rohani mengedapankan persepsi dalam agar para lanjut usia dapat hidup secara penggunaan tempat tidur dan teknik wajar. Selain itu PSTW Sicincin nafas dalam dal am (Touhy,2010). mengedepankan upaya pengobatan secara nonfarmakogi dibandingkan Sleep Hygiene merupakan Hygiene merupakan untuk pengobatan farmakologis. Salah satu mengatasi insomnia dimana terapi yang tujuan pelayanan dari PSTW Sicincin mengidentifikasi dan memodifikasi yaitu memenuhi kebutuhan dasar perilaku dan lingkungan yang lansia, peneliti ingin melakukan survey mempengaruhi tidur (Suastari,et.al. kepada lansia diwilayah kerja Panti 2014). Dasar Sleep Hygiene Hygiene meliputi Sosial Tresna Werdha “Sabai Nan kegiatan-kegiatan yang mendorong Aluih” Sicincin Padang-Pariaman. Padang-Pariaman. Hal tidur normal yang dapat dipraktekkan ini menimbang bahwa PSTW Sicincin oleh individu secara rutin untuk memiliki jumlah hunian 14 wisma dan mencapai tidur normal (Meiner, 2011). menampung sekitar 110 lansia (PSTW Sleep Hygiene menekankan Hygiene menekankan jadwal dan Sicincin, 2015) rutinitas tidur yang stabil, lingkungan yang ramah untuk tidur, menghindari Berdasarkan Studi pendahuluan zat-zat yang akan mengganggu tidur, yang dilakukan pada tanggal 13 Maret olahraga teratur (tapi tidak segera 2015 didapatkan bahwa 8 dari 10 lansia sebelum mencoba untuk tidur), mengalami insomnia. 5 lansia menghindari minuman berkafein, pil diantaranya memiliki skor 20-27 tidur, alkohol dan pengurangan stress (insomnia ringan), 2 lansia memiliki (Meiner, 2011). skor 28-36 (insomnia sedang), dan 1 lansia memiliki skor 37-44 (insomnia Beberapa penelitian yang berat). Hasil wawancara peneliti dilakukan terkait Sleep Hygiene dengan lansia yang mengalami terhadap insomnia, seperti penelitian insomnia menyatakan bahwa yang dilakukan oleh Suastari (2014) didapatkan gejalanya seperti kesulitan menunjukkan bahwa terdapat hubungan untuk memulai tidur, terbangun pada antara sleep hygiene hygiene dengan derajat malam hari, susah untuk memulai tidur insomnia pada lansia, pada dua kembali dan sering mengantuk pada komponen yaitu faktor diet dan siang hari. Upaya satu orang lansia olahraga. Sejalan dengan itu, adanya untuk mengatasi insomnia yaitu dengan hubungan antara sleep hygiene hygiene dengan tidak tidur siang hal itu dianggap pada kualitas tidur lansia, dimana semakin malam harinya lansia tersebut akan rendah prilaku sleep prilaku sleep hygiene maka hygiene maka akan mengantuk dan mudah untuk tidur. semakin memburuk kualitas tidur lansia Sedangkan lansia lainnya tidak (Rahmah, 2014). Penelitian Ahsan menggunakan terapi apapun untuk (2015) menunjukkan adanya pengaruh mengatasi insomnia yang dialami. sleep hygiene untuk hygiene untuk mengatasi masalah gangguan tidur Berdasarkan fenomena di atas, peneliti tertarik mengambil judul PSTW Sicincin merupakan “Pengaruh Sleep Hygiene Hygiene Terhadap UPTD Dinas Sosial Provinsi Sumatera Penurunan Derajat Insomnia pada Barat yang mempunyai tugas pokok Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha
“Sabai Nan Aluih” Sicincin Padang Pariaman”.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah praeksperimen dengan pendekatan One Grup Pre test-Post Test yang yang bertujuan untuk mengungkapkan kemungkinan adanya “Pengaruh Sleep Hygiene terhadap Derajat Insomnia pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha “Sabai Nan Aluih” Sicincin Padang Pariaman Tahun 2017” 2017” dengan jumlah populasi 110 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling dengan jumlah sampel yaitu 15 orang sesuai criteria inkllusi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu lansia yang bersedia menjadi responden, berusia 60-74 tahun, tinggal di PSTW Sicincin, memiliki PancaIndra yang sehat, dapat bekerja-sama, mengalami tingkat insomnia ringan dan sedang. Instrumen penelitian yang digunakan yaitu kuisioner IRS-KSBPJ ( Insomnia Insomnia Rating Scale-Kelompok Scale-Kelompok Studi Psikiatri Biologi Jakarta).
Tabel 5.2 didapatkan bahwa sebelum dilakukan terapi sleep hygiene rata-rata skor insomnia 31,40 pada lansia dengan skor insomnia minimal sebanyak 23 (insomnia ringan) dan skor insomnia maksimal sebanyak 36 (insomnia sedang). Kemudian, didapatkan setelah dilakukan terapi sleep hygiene hygiene rata-rata skor insomnia 24,73 pada lansia dengan skor insomnia i nsomnia minimal sebanyak 21 (insomnia ringan) dan skor insomnia maksimal sebanyak 29 (insomnia sedang). Selanjutnya sebagai data pendukung, akan ditampilkan pengkategorian berdasarkan skor insomnia sebagai berikut. Tabel 5.3 Distribusi pengelompokkan pengelompokkan insomnia berdasarkan skor sebelum dan setelah pemberian terapi sleep hygiene di Panti Sosial Tresna Werdha “Sabai Nan Aluih” Sicincin Padang Pariaman tahun 2017 Tingkat
Post Test
f
%
F
%
11-19
0
0
0
0
20-27
2
13,3
13
86,7
28-36
13
86,7
2
13,3
15
100
15
100
Insomnia Tidak ada insomnia Insomnia ringan
HASIL PENELITIAN
Pre Test Range
Insomnia Sedang
A. Analisa Univariat Total
Tabel 5.2 Distribusi skor insomnia sebelum dan setelah diberikan terapi sleep hygiene hygiene pada lansia di Panti Pada Tabel 5.3 didapatkan Sosial Tresna Werdha “Sabai Nan bahwa sebelum diberikan terapi sleep Aluih” Sicincin Padang-Pariaman Padang-Pariaman hygiene hygiene 86,7% lansia berada pada tahun 2017 (n=15) rentang 28 sampai 36 (insomnia sedang) dengan jumlah responden 13 Vari Pengukura n Mea SD Minabel n n Max orang. Setelah diberikan terapi sleep hygiene hygiene 13,3 % lansia berada pada 31,4 3,73 Pre Test 15 0 8 23-36 rentang 28-36 (insomnia sedang) Inso mnia dengan jumlah responden 2 orang. Post Test 15 24,7 2,65 21-29 3 8 Hasil menunjukkan bahwa terdapat penurunan yang signifikan terhadap
skor insomnia pada lansia yang menjalani sleep hygiene di hygiene di Panti Sosial Tresna Werdha “Sabai Nan Aluih” Sicincin Padang-Pariaman Tahun 2017.
B. Analisa Bivarat Tabel 5.4 Distribusi analisa uji hasil skor insomnia sebelum dan setelah diberikan intervensi terapi sleep hygiene pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha “Sabai Nan Aluih” Sicincin Padang-Pariaman tahun 2017.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap 15 orang lansia didapatkan hasil bahwa lebih dari separo (86,7%) lansia mengalami insomnia sedang dengan rata-rata skor adalah 31,40. Hal ini sesuai dengan penelitian Prayitno (2002) bahwa sebagian besar kelompok usia lanjut mempunya risiko mengalami gangguan pola tidur sebagai akibat pensiun, perubahan lingkungan lingkungan sosial, penggunaan obat-obatan yang meningkat, penyakit-penyakit dan perubahan irama sirkadian.
Suastari (2014) melakukan penelitian mengenai insomnia pada lansia terhadap sikap sleep hygiene. hygiene. Pengu Mea SD IK (95%) p Dalam penelitian tersebut didapatkan kuran n Value hasil bahwa 24 dari 43 (55,8%) lansia Uppe Low r er mengalami insomnia. National Sleep Foundation Foundation (2006) memaparkan Pretest defenisi insomnia sebagai suatu 6,66 2,38 5,34 7,98 0.000 7 0 8 5 keluhan akan kualitas dan kuantitas Posttest tidur yang disebabkan oleh berbagai faktor. Selain tingkat stres, faktor lain yang mempengaruhi kejadian insomnia Pada tabel 5.4 menunjukkan adalah jenis kelamin, usia dan tingkat bahwa uji statistic dengan uji Paired t- pendidikan. test didapatkan nilai p=0,000 (p<0,05) Hasil penelitian memperlihatkan artinya terdapat perbedaan yang bahwa lansia terbanyak berusia 70-74 signifikan antara nilai pre dan post. Hal tahun (13,3%). Rahmah (2014) ini menunjukkan bahwa terdapat mengungkapkan bahwa lansia yang pengaruh pemberian sleep hygiene berusia 65-75 tahun memilliki kualitas terhadap insomnia pada lansia di Panti tidur yang buruk dibandingkan lansia Sosial Tresna Werdha “Sabai Nan yang berusia 80-90 tahun dikarenakan Aluih” Sicincn Padang-Pariaman Padang-Pariaman tahun tinggal di PSTW, Hal itu berhubungan 2017 dengan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. PEMBAHASAN 1. Insomnia Sebelum Diberikan Intervensi Sleep Intervensi Sleep Hygiene Pada Hygiene Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha “Sabai Nan Aluih” Sicincin PadangPada ngPariaman Tahun 2017
Hasil penelitian bahwa 9 orang (60%) lansia yang baru tinggal selama ± 1 tahun di PSTW Sicincin masih belum bisa beradaptasi secara optimal, sehingg stress yang dirasakan cenderung tinggi. Sejalan dengan National Sleep Foundation Foundation (2006) mengungkapkan bahwa stress,
kecemasan dan depresi adalah penyebab insomnia i nsomnia yang paling umum. Saat individu mengalami stress dan kecemasan maka hormone kortisol akan memicu tubuh untuk tetap aktif, sehingga individu akan mengalami insomnia (Harvard Medical School, 2011 dikutip dari Nurfianti, 2014).
Melalui analisis pertanyaan kuisioner yang dijawab oleh lansia, dapat diketahui bahwa permasalahan yang paling dikeluhkan lansia adalah kesulitan memulai tidur yang tinggi dengan total skor 49, tiba-tiba terbangun dimalam hari dengan total skor 54 dan terbangun lebih awal dengan total skor skor 58. Hal ini sesuai yang dikemukan oleh Atoilah & Kusnadi (2013) bahwa Insomnia adalah ketidakmampuan memenuhi kebutuhan tidur yang ditandai individu sulit memulai tidur, sering terbangun saat tidur, dan terbangun lebih dini serta sulit untuk tidur kembali.
Namun dalam penelitian ini, lebih setengah responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak (53,3%). Tingginya angka insomnia pada responden laki-laki disebabkan pola hidup dan lingkungan yang tidak teratur, seperti merokok, mengkonsumsi kafein yang lebih tinggi, tidur sampai larut malam, 2. Insomnia Setelah Diberikan kecemasan, penyakit dan memiliki Intervensi Sleep Intervensi Sleep Hygiene Pada Hygiene Pada Lansia waktu tidur yang tidak teratur. Hal itu Di Panti Sosial Tresna Werdha sejalan dengan penelitian Sumirta “Sabai Nan Aluih” Sicincin PadangPadang (2013) bahwa penyebab gangguan tidur Pariaman Tahun 2017. pada lansia 78,6% memiliki kebiasaan Setelah diberikan intervensi minum kopi, 64,36% memiliki hygiene pada lansia Di Panti kebiasaan merokok, 57,1% mengalami sleep hygiene kecemasan sedang, 78,6% tidak Sosial Tresna Werdha “Sabai Nan Sicincin Padang-Pariaman Padang-Pariaman nyaman dengan kondisi lingkungannya, Aluih” dan 78,6% status kesehatannya kurang. Tahun 2017 mengalami penurunan Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam skor insomnia, diantaranya 13 dalam penlitian ini responden berjenis orang (86,7%) lansia mengalami kelamin laki-laki memiliki angka insomnia ringan dan 2 orang (13,3%) insomnia tinggi dibandingkan lansia mengalami insomnia sedang. responden berjenis kelamin perempuan Lansia yang dikategorikan pada insomnia ringan berawal dari insomnia Dalam penelitian ini juga sedang, kemudian lansia yang didapatkan hasil bahwa 9 orang (60%) mengalami penurunan insomnia setelah lansia yang memiliki tingkat diberikan intervensi sleep hygiene, hygiene, pendidikan di Sekolah Dasar (SD). begitu juga dengan lansia yang Hasil penelitian ini didukung oleh teori mengalami insomnia sedang. Darmojo (2005) dalam Sumirta (2014) Berdasarkan hasil penelitian bahwa tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor sosiokultural yang bisa semua responden, seluruh lansia mempengaruhi insomnia, tingkat mengalami penurunan skor insomnia pendidikan yang tinggi bisa dan (86,7%) diantaranya mengalami memungkinkan individu untuk penurunan skor insomnia secara mengakses dan memahami informasi signifikan sebanyak 13 orang yaitu tentang kesehatan sehingga pasien rata-rata skor insomnia 24,73 (insomnia memiliki pengetahuan untuk memilih ringan). Lansia yang mengalami penurunan skor insomnia yang strategi dalam mengatasi insomnia.
signifikan tersebut dikarenakan lansia telah menjalani sleep menjalani sleep hygiene. hygiene. Setelah diberikan intervensi sleep hygiene hygiene terdapat perbaikan kondisi insomnia pada lansia, hal ini ditandai dengan analisa jawaban pada item pertanyaan ke-6 mengenai kepuasaan tidur dengan skala likert 1 (tidak pernah) samapi 4 (selalu) mengalami penurunan tertinggi yaitu dari 48 pada pre-test menjadi 31 pada post-test . Dengan hal ini dapat disimpulkan bahwa menerapkan sleep hygiene hygiene sehari-hari bisa meningkatkan kepuasan tidur dan kualitas tidur pada lansia. Penelitian Rahmah (2014) menunjukkan semakin rendah prilaku sleep hygiene hygiene maka akan semakin memburuk kualitas tidur lansia, hal itu disebabkan oleh proses penuaan yang menyebabkan perubahan dapat mempengaruhi pola tidur. Pada lanjut usia proporsi yang waktu yang dihabiskan dalam tahap tidur 3 dan 4 menurun, sementarayang dihabiskan di tidur tahap 1 meningkat dan tidur kurang efesien dan kualitas tidur kelihatan menjadi berubah pada kebanyakan lansia (Perry & Potter, 2005)
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha “Sabai Nan Aluih” Sicincin Padang-Pariaman Padang-Pariaman tahun 2017 sampai tanggal 22 juli 2017. Sampel penelitian yang diberikan intervensi sleep hygiene hygiene berjumlah 15 responden yang dipilih secara pusposive sampling sesuai dengan kriteria inklusi. Intervensi sleep Intervensi sleep hygiene dilakukan setiap hari dalam waktu 2 minggu. Berdasarkan hasil uji statistic dengan uji Paired uji Paired t-test didapatkan didapatkan skor insomnia rata-rata pre-test 31,40 dengan standar deviasi 3,738 dan skor insomnia rata-rata post-test 24,73 dengan standar deviasi 2,658 serta nilai p Value Value 0,000 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh terapi sleep hygiene hygiene terhadap skor insomnia pada lansia. Adanya perubahan yang signifikan tersebut menunjukkan bahwa terapi sleep hygiene hygiene memberikan dampak bagi lansia yang mengalami insomnia. Insomnia yang diderita lansia tersebut dikarenakan dari berbagai faktor. Kondisi fisik dan psikologis responden seiring dengan proses penuaan berdampak pada terjadinya insomnia pada lansia. Menurut McCurry (2005) dikutip dalam Touhy (2010) mengatakan bahwa program pengobatan menggunakan terapi sleep hygiene hygiene sangat penting terutama pada orang yang mengalami masalah dalam tidur.
Kepuasaan tidur yang dirasakan oleh lansia menyebabkan penurunan dalam perasaan gelisah dimalam harinya. Hal tersebut dibuktikan melalui penurunan skor dari pertanyaan item ke-7 mengenai perasaan gelisah saat tidur dengan skala likert 1 (tidak Terapi sleep hygiene pernah) sampai 4 (selalu) yaitu skor 48 berpengaruh dalam mengatasi masalah pada pre-test pada pre-test menjadi menjadi 32 pada post-test pada post-test . gangguan dalam tidur seperti insomnia, sejalan dengan dengan penellitian yang 3. Pengaruh Sleep Hygiene Terhadap dilakukan Ahsan (2015) terhadap 16 Insomnia Pada Lansia Di Panti responden, bertujuan untuk melihat Sosial Tresna Werdha “Sabai Nan pengaruh sleep hygiene terhadap Aluih” Sicincin Padang-Pariaman Padang-Pariaman gangguan tidur. Penelitian lainnya oleh Tahun 2017. Elmoneem (2017) menunjukkan usia
lanjut yang menerapkan program sleep Berdasarkan hasil penelitian dan hygiene dengan hasil terdapat pembahasan serta kesimpulan dapat perbedaaan yang signifikan terhadap disarankan hal-hal berikut ini: skor rata-rata lamanya tidur serta skor onset tidur yaitu pre-test sebanyak 25- 1. Bagi Profesi Keperawaatan 50 menit dan post-test 13-21 menit. Bagi pendidikan ilmu Penelitian Tan et.al (2012) yaitu keperawatan dapat menjadi program edukasi sleep hygiene pedoman untuk tindakan F.E.R.R.E.T ( Food, Emotions, Routine, keperawatan dalam mengatasi Restrict, Enviroment and Timing ) yang masalah insomnia pada lansia. efektif untuk meningkatkan tidur dengan program tidur yang 2. Bagi Panti Sosial Tresna Werdha teridentifikasi. “Sabai Nan Aluih” Sicincin Padang-Pariaman. SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Berdasarkan penelitian mengenai pengaruh sleep hygiene terhadap derajat insomnia pada lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha “Sabai Nan Aluih” Sicincin Padang-Pariaman Padang-Pariaman Tahun 2017, dengan total responden 15 orang. Dapat diambil kesimpulan : 1. Sebelum diberikan intervensi sleep hygiene hygiene sebagian kecil 2 orang (13.3%) lansia mengalami insomnia ringan dan 13 orang (86,7%) lansia mengalami insomnia sedang. 2. Setelah diberikan intervensi sleep hygiene hygiene sebagian besar 13 orang (86,7%) lansia mengalami insomnia ringan dan 2 orang (13,3%) mengalami insomnia sedang 3. Terdapat pengaruh sleep hygiene terhadap derajat insomnia pada lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha “Sabai Nan aluih” Sicincin Padang Pariaman tahun 2017 dengan nili p=0,000. Saran
Bagi PSTW Sicincin agar memberikan penyuluhan, membuat program, mengawasi program dan mengevaluasi terapi sleep hygiene kepada lansia yang ditinggal disana untuk menerapkan sleep hygiene untuk mengatasi insomnia. Bagi lansia di PSTW agar mengikuti program sleep hygiene agar terhindar dari gangguan tidur atau insomnia yang dapat berdampak terhadap kualitas hidupnya. 3. Bagi penelitian selanjutnya Penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan metode yang berbeda dengan peneliti ini, yaitu dengan menggunakan metode group kontrol.
DAFTAR PUSTAKA
Ahsan, Eko Kapti R, Anggreini Putri S. (2015). Pengaruh Sleep hygiene terhadap Gangguan Tidur pada Anak Usia Sekolah yang menjalani Hospitalisasi. Volume 6, Nomor 1 diakses http://ejournal.umm.ac.id/index.ph p/keperawatan/article/view/2846
Ambarwati, Fitri R. (2014). Konsep Kebutuhan Dasar Manusia. Manusia . Yogyakarta; Dua Satria Offset.
Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian. Penelitian. Jakarta Timur; CV. Trans Info Media.
Atoilah, Kusnadi. 2013. Askep pada Klien dengan Gangguan Kebutuhan Dasar Manusia. Manusia . Garut: In Media.
Depkes.(2010). Pedoman Pembinaan Kesehatan Lanjut Usia Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Badan Pusat Statistik. (2012). Publikasi (2012). Publikasi Data Lansia Di Indonesia Tahun 2015 2015 dari https://www.bps.go.id/index.php/p ublikasi/4317
Drake, C. RoehrS, T. Shambroom, J. (2013). Caffeine Effects on Sleep Taken 0, 3, or 6 Hours before Going to Bed. diakses http://dx.doi.org/10.5664/jcsm.31 70
Bandiyah, Siti. (2009). Lanjut Usia Dan Keperawatan Gerontik . Yogyakarta; Nuha Medika Bani,
S. Hasanpour.S, Malakuti.J, Abedi.P, Ansari.S, (2014). Sleep Hygiene and its Related Factors Among the elderly in Tabriz, Iran. Iran. diakses www.sciencedirect.com
Barker, T.M. (2008). A description of sleep patterns and sleep hygiene practices for adults in cardiac rehabilitation programs in Nouthern Montana. Montana. diakses https://pdfs.semanticscholar.org Budiono, Pertami, Sumirah B. (2015). Konsep Dasar Keperawatan. Keperawatan . Jakarta; Bumi Medika. Cahyono, Kartiko Meri. (2013). Pengaruh Senam Lansia Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia Di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang . diakses http://perpusnwu.web.id/karyailm iah/documents/3556.pdf Darmojo,B. (2011). Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut ) . Jakarta: Balai Penerbitan FKUI. Dharma, K.K.(2011). Metodologi Penelitian Keperawatan Panduan
Elmoneem, H,A. Fouad, A.L. (2017). The Effect of a Sleep Hygiene Program on Older Adults, Adults , Diaskes www.iosrjournals.org Gellis, Less A. Lichstein, Kenneth L. (2009). Sleep hygiene practices of good and poor sleepers in the united states: an internet-based study. study. Available online at www.sciencedirect.com Gellis, Stotsky, Taylor. (2014). Associations Between Sleep Hygiene and Insomnia Severity in College Students: Cross-Sectional and Prospective Analyses. www.elsevier.com/locate/bt Hutapnea, Ronald. (2005). Sehat & Ceria Di Usia Senja, Jilid 1: Suatu Awal Baru. Baru . Jakarta; Rineka Cipta. Jefferson, C.D. Drake, C. Holly,M. (2005). Sleep Hygiene Practices in a Population-Based Sample of Insomniacs. Diakses www.journalsleep.org/articles/28 0509.pdf Kushariyadi. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Lanjut Usia. Usia. Jakarta; Salemba Medika.
Kurniawan, Tommy. (2012). Faktor- National Alliance of Mental Illness Faktor yang Mempengaruhi (NAMI). (2017). Sleep Disorders Gangguan Tidur (Insomnia) pada The Connection Between Sleep Lansia di Panti Tresna Werdha And Mental Health. diakses Kabupaten Magetan. Fakultas https://www.nami.org/Learn Ilmu Kesehatan Universitas More/Mental-Health Muhammadiyah Ponorogo. Conditions/RelatedDiaskses Conditions/Sleep-Disorders www.academia.edu/4408372/Daft ar_Pemenang_PKM_2012-Copy1 Nugroho, Wahjudi. 2000. Keperawatan Gerontik Edisi 2. 2. Jakarta; EGC LeBourgeois MK, Giannotti F, Cortesi 2016. Gambaran F, R Amy, Wolfson, John and Nurhidiyati. Pengetahuan Lansia Tentang American Adolescents. (2005). The Insomnia Di Panti Sosial Tresna Relationship Between Reported Werdha Budi Mulia 03 Marguna Sleep Quality and Sleep Hygiene in Jakarta Selatan. Selatan. Italian and American Adolescents Pediatrics. Pediatrics. diaskes dari Pandila. (2013). Keperawatan Gerontik http://www.cureresearch.com/i/ins Yogyakarta; Yogyakarta; Nuha Medika omnia/stats-country.htm Panglulu,Rachmawati. (2015). Maas, ML. Buckwalter, KC. Hardy, Hubungan aktifitaas fisik dengan MD. Trippreimer, T. Titler, MG. kejadian insomnia pada lansia Di Specht, JP. (2011). Asuhan Panti Sosial Tresna Werdha Unit Keperaawatan Geriatrik: diagnosis Yogyakarta Budi Kosongan NANDA, criteria hasil NOC, & Bantul . Diakses intervensi NIC. Jakarta; NIC. Jakarta; EGC http://opac.unisayogya.ac.id/221/ Marcel, Gaharu M, Lumempouw SF. (2013). Gangguan Tidur pada Usia Lanjut. diakses dari http://www.perdossi.or.id/show_fil e.html?id=146 Maryam, S. Ekasari, MF. Rosidawati. Hartini, T. Suryati, ES. Noorkasiani. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Lansia. Lansia . Jakarta; CV.Trans Info Media. Meiner, Sue E. (2011). Gerontology Nursing Fourth Edition. Edition . America; Elseiver Mujahidullah, Khalid. (2012). Keperawatan Geriatrik Merawat Lansia dengan Cinta Dan Kasih Sayang . Yogyakarta; Pustaka Pelajar.
Posner,D. Gehrman, Philip R. (2011). Behavioral Treatments for Sleep Disorders. Disorders. Elsevier Inc. Potter P.A, & Perry. A,G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses, Praktik . Edisi 4. EGC; Jakarta Prayitno, A. (2002). Gangguan pola tidur pada kelompok usia lanjut dan penatalaksanaannya. Diakses http://univmed.org/wpcontent/uploads/2011/02/Prayitno. pdf Raharja, Ericha. (2013). Hubungan antara tingkat depresi dengan kejadian insomnia pada lanjut usia di karawang werdha Semeru Jaya. Diakses
http://repository.unej.ac.id/.../%20 Ericha%20Aditya%20Raharja%20 %20062310101038.. %20062310101038
Suardiman, Siti Partini. 2011. Psikologi 2011. Psikologi Usia Lanut . Yogyakarta; Gadjah Mada University Press
Rahmah, S. Syaiffuddin. (2014). Hubungan Sleep Hygiene dengan Kualitas Tidur pada Lanjut Usia Di PSTW Yogyakarta Unit Abiyoso Pakembinangun Pakem Sleman. Diakses http://opac.unisayogya.ac.id/451/1/ NASKAH%20PUBLIKASI.pdf NASKAH%20PUBL IKASI.pdf
Suastari M, Bayu Tirtayasa PN, Suka Aryana GP. (2014). Hubungan Antara Sleep Hygiene Dengan Derajat Insomnia Pada Lansia Di Poliklinik Geriatri RSUP Sanglah, Denpasar, Februari. Februari. Diakses https://ojs.unud.ac.id/index.php/eu m/article/view/11866
Sahin, E.M. Ozturk, M. Oyekcin, D.G. Uludag, A. (2016). Education Effects of Sleep Hygiene Education on Subjective Sleep Quality and Academic Performance . Diakses www.jcam.com.tr/files/JCAM2728.pdf
Suhesti, Suratini. (2014). Pengaruh Senam Yoga Terhadap Tingkat Insomnia Pada Lansia Di UPT Wredha Budi Darma Ponggalan Umbulharjo Yogyakarta. Yogyakarta . Diakses http://opac.unisayogya.ac.id/479/1/ NASKAH%20PUBLIKASI_SUH NASKAH%20PUBL IKASI_SUH ESTI_201010201037.pdf
Saputra, L. (2013). Catatan Ringkas Kebutuhan Dasar Manusia. Manusia . Tanggeran; Binapura Aksara Sari I.V. (2016). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Insomnia Pada Lansia Di Kelurahan Andalas Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Padang 2015. Skripsi Fkep Unand Schutte-Rodin S; Broch L; Buysse D; Dorsey C; Sateia M. Clinical guideline for the evaluation and management of chronic insomnia in adults. J Clin Sleep Med 2008;4(5):487-504. 2008 ;4(5):487-504. Diakses http://www.nlm.nih.gov/medlinepl us/magazine/issues/pdf/SleepDiary .pdf Sitralita, (2010). Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar. Skripsi, Batusangkar. Skripsi, Fkep Unand
Sumirta, Laraswati. (2014). Faktor yang menyebabkan gangguan tidur (Insomnia) pada lansia. lansia. Diaskes http://poltekkesdenpasar.ac.id/files/.../JUNI%2020 15/I%20Nengah%20Sumirta.pdf Smeltzer, Suzane C. Bare, Brenda G. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Suddarth Vol. 1 edisi 8. Jakarta; EGC Soleimani, F. Motaarefi, H. Dehkordi, A. (2016). Effect of Sleep Hygiene Education on Sleep Quality in Hemodialysis Patients. Patients. Journal of Clinical and Diagnostic Research Diakses https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/ articles/PMC5296457/ Stepanski E.J, Wyatt J.K. (2003). Clinical review about Use of sleep hygiene in the treatment of insomnia. insomnia. Elsevier Science. diakses dari
https://www.researchgate.net/publi cation/10607092 Sumedi T, Wahyudi, Kuswati A. (2010). Pengaruh Senam Lansia Terhadap Penurunan Skala Insomnia Pada Lansia Di Panti Werda Dewanata Cicalap. Cicalap. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 5, No.1, diakses www.e jurnal.com/2014/11/pengaruh jurnal.com/2014/11/ pengaruhsenam-lansia-terhadap.html Sunaryo. Wijayanti, Kuhu, Sumedi, Widayanti, dkk. (2016). Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakata; CV Andi Offset. Sustyani, R.A. (2012). Hubungan Depresi dengan Kejadian Insomnia pada Lanjut Usia Di Panti Werdha Harapan Ibu Semarang . Diakses http://download.portalgaruda.org/ article.php?...HUBUNGAN%20 ANTARA%20DEPRESI% Syara, Letra G, (2015). Hubungan Antara Tingkat Kecemasan Dengan Kualitas Tidur Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Pasir Kota Padang 2015. 2015 . Skripsi, Fkep Unand Touhy, Therrys A. (2010). Ebersole and Hess Gerontological Nursing Healthy Aging . America; Elseiver Tamher. Noorkasiano. (2012). Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Keperawatan. Jakarta; Salemba Medika Tan, E. Healey,D. Gray, A. Galland, B. (2012). Sleep hygiene intervention for youth aged 10 to 18 years with problematic sleep: a before-after pilot study. study. Diakses
http://www.biomedcentral.com/1 471-2431/12/189 Tsou, M.T. (2013). Prevalence and Risk Factors For Insomnia in Community Dweling Elderly in Northern Taiwan. Journal Of Clinical Gerontology & Geriatrics 4; 75-79. Diakses www.sciencedirect.com/science/art icle/.../S221083351300027... icle/.../S221083351300027. .. Vaughans, Bennita W. (2013). Keperawatan Dasar . Yogyakarta; Rapha Publishing. Voinescu, B.L, Tatar,A.S. (2015). Sleep hygiene awareness: its relation to sleep quality and diurnal preference. preference. Diakses https://jmolecularpsychiatry.biom edcentral.com/.../s40303-015