STRUKTUR DAN KOMPOSISI VEGETASI MANGROVE PADA KAWASAN TAHITI PARK KOTA BINTUNI
(Skripsi) Oleh MERVIN ARISON ASMURUF 2009 55 081
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS NEGERI PAPUA MANOKWARI 2013
SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “ Struktur dan Komposisi Vegetasi Mangrove Pada Kawasan Tahiti Park Kota Bintuni “ adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain, telah disebutkan dalam daftar pustaka pada bagian akhir Skripsi ini. Apabila dikemusian hari terbukti bahwa tidak sesuai dengan yang saya nyatakan, maka saya bersedia pembatalan karya ilmiah ini dan pencabutan gelar sarjana.
RINGKASAN Mervin Arison Asmuruf. “Struktur dan Komposisi Vegetasi Mangrove Pada Kawasan Tahiti Park Kota Bintuni. Dibawah bimbingan Piter Gusbager, S.Hut, MUP dan Jonni Marwa, S.Hut, M.Si. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Struktur dan Komposisi Vegetasi Mangrove Pada Kawasan Tahiti Park Kota Bintuni yang meliputi Kerapatan
Jenis,
Frekuensi
Jenis
dan
Dominansi
Jenis
serta
Indeks
Keanekaragaman Jenis, Indeks Kesamaan/ Kemerataan Jenis dan Indeks Kekayaan/ Kelimpahan Jenis. Penelitian ini diharapakan dapat memberikan data dan informasi mengenai keadaan dan keberadaan mengrove pada Kawasan Tahiti Park Kota Bintuni. Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Mangrove Tahiti Park Kota Bintuni. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik observasi lapang. Hasil penelitian lapang menunjukan bahwa pada Kawasan Mangrove Tahiti Park terdapat 9 spesies dari 7 famili pada fase pertumbuhan mangrove dimana pada fase pertumbuhan Semai, Pancang dan Pohon masing-masing terdapat 7 spesies, 5 spesies dan 6 spesies dengan pada fase pertumbuhan semai didominasi oleh Acrosticum aureum yakni 12.613 individu/Ha dengan INP mencapai 61,49%, sedangkan untuk fase pertumbuhan pancang dan pohon didominasi oleh Avicenia marina masing-masing 1.389 individu/Ha dengan INP 90,26% dan 95 individu/Ha dengan INP 125,93% dan untuk dominansi jenis
didominasi oleh Rhizopora mucronata yakni 12,36 m2/Ha. Dari hasil perhitungan indeks keanekaragaman jenis pada fase pertumbuhan mangrove yakni fase pertumbuhan semai (1,37), pancang (1,15) dan pohon (1,24), indeks kesamaan/ kemerataan jenis yakni semai (0,70), pancang (0,71) dan pohon (0,69) serta indeks kekayaan/ kelimpahan jenis mempunyai nilai masing-masing semai (0,83), pancang (0,60) dan pohon (0,92).
STRUKTUR DAN KOMPOSISI VEGETASI MANGROVE PADA KAWASAN TAHITI PARK KOTA BINTUNI
Oleh MERVIN ARISON ASMURUF 2009 55 081
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Kehutanan Universitas Negeri Papua
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS NEGERI PAPUA MANOKWARI 2013
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus, atas kasih, kemurahan dan hikmat yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulisan skripsi dengan judul, “ Struktur dan Komposisi Vegetasi Mangrove Pada Kawasan Tahiti Park Kota Bintuni “ dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat bagi mahasiswa dalam menyelesaikan studi strata satu pada Fakultas Kehutanan Universitas Negeri Papua. Berkenaan dengan penulisan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada kedua pembimbing yakni Bapak Piter Gusbager, S.Hut, MUP selaku Pembimbing I dan Bapak Jonni Marwa, S.Hut, M.Si selaku Pembimbing II yang senantiasa mencurahakan segala waktu, pikiran dan kesempatannya unutk mengarahakan dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini juga, penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Rektor dan Civitas Akademika Universitas Negeri Papua 2. Dekan Fakultas Kehutanan, Ketua Program Studi Kehutanan serta seluruh staf dosen, terima kasih atas fasilitas, bimbingan dan pengajaran yang diberikan selama penulis menempuh studi. 3. Bapak Jonni Marwa, S.Hut, M.Si selaku Dosen Wali atas semua nasehat dan motivasi yang diberikan selama ini. 4. Keluarga Besar Gereja Baptis Anugerah Indonesia (GBAI) Jemaat Marturia, terima kasih atas dukungan doa dan nasehat yang diberikan.
5. Kel. Mathius M Asmuruf, SH, Kel. Bernard Y Djitmau, SH, Kel. Jan Piet Mosso, S.Sos, Kel. Yakob A Djitmau, SE, MM, Kel. Yanto Y Ijie, ST, Kel. dr. Yan Piter Kambu, S.POG, Kel. Dra. Agustina Asmuruf dan Tete Dr. Origenes Ijie, SE, MM. Terima kasih atas segala dukungan doa, dana, dan nasehat yang diberikan selama penulis menempuh studi. 6. Om Epis Djitmau, Om Nabas, Abang Feras, Kaka Benak, Kk Elis, Kk Akam, Made Mabas, Ade Merlin. Terima kasih atas segala motivasi dan bantuan yang diberikan selama menempuh studi. 7. Seluruh teman-teman FORESTER 2009, Terima kasih atas kebersamaan, kekompakan, perjuangan dan semangatnya dalam menempuh studi. 8. Serta semua pihak yang telah membantu penulis selama menjalankan pendidikan. Penghargaan setinggi-tingginya penulis persembahkan kepada Ibunda Tercinta Karolina Asmuruf, S.Pd dan Adikku Yunus E. Asmuruf atas segala doa, harapan, biaya dan kasih sayangnya dalam memberikan nasehat dan motivasi yang begitu besar bagi penulis. Akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan guna kesempurnaan tulisan ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Manokwari, 19 Juli 2013
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sorong pada tanggal 11 Oktober 1991, sebagai anak pertama dari dua bersaudara dengan ibu bernama Karolina Asmuruf. Penulis mulai memasuki pendidikan formal pada tahun 1997 di SD YPPK Piahar Fakfak dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi di SLTP YPPK St. Don Bosco Fakfak dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun yang sama pula penulis meneruskan sekolah pada SMA Negeri 1 Fakfakdan lulus pada tahun 2009. Pada tahun 2009 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Universitas Negeri Papua, melalui jalur SESAMA UNIPA.
DAFTAR ISI
Teks Hal HALAMAN JUDUL ............................................................................. i SAMPUL DALAM................................................................................ ii PERNYATAAN .................................................................................... iii RINGKASAN ....................................................................................... iv LEMBAR SKRIPSI SEBAGAI SYARAT ......................................... vi LEMBAR PENGESAHAN ................................................................. vii KATA PENGANTAR .......................................................................... viii DAFTAR ISI.......................................................................................... x DAFTAR TABEL ................................................................................. xii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xiii PENDAHULUAN.................................................................................. Latar Belakang ................................................................................... Masalah ............................................................................................. Tujuan & Manfaat ..............................................................................
1 1 4 4
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... Definisi Mangrove ............................................................................. Jenis – Jenis Mangrove ...................................................................... Zonasi Penyebaran Mangrove ........................................................... Daya Adaptasi Mangrove Terhadap Lingkungan ............................. Penyebaran Hutan Mangrove ............................................................ Fungsi dan Manfaat Mangrove .......................................................... Analisis Vegetasi ...............................................................................
5 5 6 7 9 10 11 12
METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... Waktu dan Tempat ............................................................................ Metode Penelitian .............................................................................. Alat dan Bahan .................................................................................. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ Variabel Pengamatan ......................................................................... Pengolahan dan Analisis Data ...........................................................
13 13 13 13 14 15 15
KEADAAN UMUM DAERAH ........................................................... Letak dan Luas Daerah ...................................................................... Keadaan Topografi dan Tanah .......................................................... Iklim .................................................................................................. Pengunaan Lahan .............................................................................. Keadaan Penduduk ............................................................................ Sarana dan Prasarana .........................................................................
18 18 18 18 19 20 20
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ Komposisi Jenis Vegetasi Mangrove ................................................ Struktur Vegetasi Mangrove ............................................................. Kerapatan Jenis dan Frekuensi Jenis Mangrove Tingkat Semai ....... Kerapatan Jenis dan Frekuensi Jenis Mangrove Tingkat Sapihan .... Kerapatan Jenis dan Frekuensi Jenis Mangrove Tingkat Pohon ....... Dominansi Jenis Vegetasi Mangrove ................................................ Indeks Nilai Penting Vegetasi Mangrove .......................................... Indeks Keanekaragaman, Kesamaan dan Kelimpahan Jenis .............
21 21 23 23 26 28 29 31 32
PENUTUP ............................................................................................. Kesimpulan ........................................................................................ Saran ..................................................................................................
35 35 35
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL No
Teks
Hal
1. Jumlah dan Jenis Vegetasi Mangrove Pada Kawasan Tahiti Park .....
21
2. Nilai Kj, KR, Fj dan FR pada Tingkat Semai ...................................
24
3. Nilai Kj, KR, Fj dan FR pada Tingkat Sapihan..................................
26
4. Nilai Kj, KR, Fj dan FR pada Tingkat Pohon ...................................
28
5. Nilai Dj dan DR pada Kawasan Tahiti Park ......................................
30
6. Indeks Nilai Penting pada Kawasan Tahiti Park ...............................
31
7. Indeks H’ dan E serta R .....................................................................
32
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Data Hasil Penelitian Untuk Fase Pertumbuhan Pohon Lampiran 2. Data Hasil Penelitian Untuk Fase Pertumbuhan Sapihan Lampiran 3. Data Hasil Penelitian Untuk Fase Pertumbuhan Semai Lampiran 4. Hasil Perhitungan Untuk Fase Pertumbuhan Pohon Lampiran 5. Hasil Perhitungan Untuk Fase Pertumbuhan Sapihan Lampiran 6. Hasil Perhitungan Untuk Fase Pertumbuhan Semai Lampiran 7. Hasil Perhitungan H’, E dan R
PENDAHULUAN Latar Belakang Mangrove adalah sekumpulan pohon dan semak-semak yang tumbuh didaerah pasang surut serta memilki kemampuan khusus untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang selalu tergenang, kadar garam tinggi dan kondisi tanah yang kurang stabil (Jurnal Pengenalan Jenis Mangrove, 2012). Hutan mangrove merupakan salah satu tipe ekosistem pesisir yang memiliki karakteristik khas karena berada di pesisir tropis dan muara sungai sehingga sering disebut sebagai hutan bakau atau payau. Tipe ekosistem ini mempunyai manfaat yang sangat penting, diantaranya manfaat ekologi, ekonomis dan sosial budaya. Keberadaan hutan mangrove di kawasan pesisir secara ekologi bermanfaat sebagai penahan lumpur dan sediment trap termasuk limbah-limbah beracun yang dibawa oleh aliran air permukaan, bagi bermacam-macam biota perairan sebagai daerah asuhan dan tempat mencari makan pembesaran, selain itu manfaat ekonomis ekositem mangrove adalah menyediakan bahan baku industri antara lain kayu chip, kayu arang dan kayu bangunan serta
kayu mangrove juga mempunyai
manfaat sosial bagi masyarakat yakni untuk kayu bakar. Ekosistem mangrove tergolong sebagai ekosistem yang produktif di wilayah pesisir dan sudah selayaknya dilindungi keberadaannya.
Skripsi Asmuruf Mervin
1
Indonesia
memiliki
kawasan
ekosistem
mangrove
dengan
tingkat
keanekaragaman jenis yang tinggi. Vegetasi hutan mangrove di Indonesia tercatat sebanyak 202 jenis yang terdiri atas 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis epifit dan 1 jenis sikas. Namun demikian hanya terdapat kurang lebih 47 jenis tumbuhan yang spesifik hutan mangrove, dan umumnya pada vegetasi ini terdapat salah satu jenis tumbuhan sejati atau dominan yang termasuk dalam empat famili yaitu Rhizophoraceae (Rhizophora, Bruguiera dan Ceriop), Sonneratiaceae
(Sonneratia),
Avicenniaceae
(Avicennia)
dan
Meliaceae
(Xylocarpus). (Dahuri: 2003 dalam Reinnamah, 2010). Vegetasi hutan mangrove di hampir setiap daerah mengalami penurunan kualitas maupun kuantitas, hal ini disebabkan oleh aktivitas manusia yang tidak terkendali. Secara geografi Provinsi Papua Barat berada diwilayah kepala burung Pulau New Guinea dengan potensi mangrove yang melimpah. Menurut Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Papua Barat, Luas kawasan hutan mangrove di Provinsi Papua Barat mencapai 422.575,79 Ha. Areal hutan mangrove yang terluas pada pesisir Kabupaten Teluk Bintuni dengan luas 236.176,40 Ha, kemudian diikuti oleh Kabupaten Sorong Selatan sebesar 75.333,80 Ha dan yang terakhir terdapat di Kabupaten Teluk Wondama dengan luasan yang hanya mencapai 427,32 Ha. Walaupun demikian tidak dipungkiri laju kerusakan hutan mangrove terus terjadi setiap tahunnya, yakni sebesar 18.381,04 Ha dengan laju kerusakan tertinggi pada Kabupaten Teluk Bintuni yang mencapai 8.553,03 Ha. (Dishutbun, 2006 dalam Kelompok Kerja Mangrove Daerah Papua Barat, 2012)
Skripsi Asmuruf Mervin
2
Dalam upaya pemanfaatan dan pelestarian mangrove, Pemerintah Daerah Kabupaten Teluk Bintuni menyediakan suatu kawasan yakni Tahiti Park. Kawasan ini merupakan suatu kawasan yang berada di tengah Kota Bintuni, dengan luas mencapai 1,1 Ha dan diharapkan dapat menjadi pusat pendidikan dan wisata bagi masyarakat serta letaknya yang berdekatan langsung dengan pasar sentral sehingga kawasan ini penting untuk dilestarikan karena sangat berfungsi dalam menetralisir limbah hasil buangan dari pasar sebelum dialirkan ke sungai. Sumber daya mangrove dikawasan ini perlu dikelola sehingga dapat dimanfaatkan secara lestari. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini yang mengkaji ” Struktur dan Komposisi Vegetasi Mangrove pada Kawasan Tahiti Park Kota Bintuni”, sebagai langkah dalam pemanfaatan dan konservasi kawasan mangrove.
Skripsi Asmuruf Mervin
3
Masalah Sebagian besar kondisi mangrove di kawasan Tahiti Park telah mengalami kerusakan akibat aktivitas pembangunan, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat disekitar kawasan. Hal ini dapat dilihat dengan adanya pemukiman masyarakat dan bangunan-bangunan pemerintah di dalam kawasan Tahiti Park serta adanya buangan limbah dari Pasar Sentral. Untuk menentukan pentingnya peranan ekosistem mangrove terhadap lingkungan sekitar, maka kajian atau risalah dari kawasan mangrove Tahiti Park tentang keadaan struktur dan komposisi vegetasi perlu dilakukan dalam upaya perencanaan dan mitigasi bencana disekitar pesisir Kota Bintuni. . Tujuan dan Manfaat Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Struktur dan Komposisi Vegetasi Mangrove yang terdapat di Kawasan Tahiti Park Kota Bintuni, sedangkan manfaat dari penelitian ini diharapakan dapat memberikan data informasi tentang keberadaan hutan mangrove yang meliputi, Struktur Vegetasi dan Komposisi Vegetasi Mangrove di Kawasan Tahiti Park, sehingga dapat digunakan sebagai informasi untuk keperluan perencanaan pembangunan, pemantauan perubahan lingkungan dan aktivitas masyarakat dalam kawasan mangrove Tahiti Park.
Skripsi Asmuruf Mervin
4
TINJAUAN PUSTAKA Definisi Mangrove Mangrove adalah sekumpulan pohon dan semak-semak yang tumbuh didaerah pasang surut serta memilki kemampuan khusus untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang selalu tergenang, kadar garam tinggi dan kondisi tanah yang kurang stabil (Jurnal Pengenalan Jenis Mangrove, 2012). Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove (Macnae, 1968). Dalam bahasa Inggris kata mangrove digunakan baik untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang-surut maupun untuk individu-individu spesies tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Sedangkan dalam bahasa Portugis kata mangrove digunakan untuk menyatakan individu spesies tumbuhan, sedangkan kata mangal untuk menyatakan komunitas tumbuhan tersebut. FAO (1982) menyarankan agar kata mangrove digunakan baik untuk individu jenis tumbuhan maupun komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah pasang surut (Jenis-Jenis Mangrove Bintuni, 2003). Hutan mangrove merupakan komunitas tumbuhan pantai yang di dominasi oleh beberapa jenis pohon yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasanh surut sesuai dengan toleransinya terhadap salinitas, lama pengenangan, substrat dan morfologi panatainya (Bengen, 2001 dalam Nauw, 2012).
Skripsi Asmuruf Mervin
5
Sumberdaya mangrove di suatu daerah dapat dikelompokan menjadi 2 kategori yaitu : mangrove sejati dan mangrove asosiasi. Mangrove sejati terdiri dari 2 jenis yaitu mayor mangrove dan minor mangrove yang terdiri dari 34 jenis yang memiliki beberapa karakteristik dan mampu membentuk suatu tegakan dalam jumlah besar. Sedangkan minor mangrove jarang ditemui dalam jumlah besar dan terdiri dari 20 jenis. Mangrove asosiasi terdiri dari 60 jenis. Adapaun jenis mangrove sejati yang terdapat di Indonesia yaitu : Family yaitu Rhizophoraceae
(Rhizophora,
Bruguiera
dan
Ceriop),
Sonneratiaceae
(Sonneratia), Avicenniaceae (Avicennia) dan Meliaceae (Xylocarpus) (Jurnal Pengenalan Jenis Mangrove, 2012). Jenis – Jenis Mangrove Indonesia memiliki jenis mangrove sebanyak 89 jenis pohon mangrove, atau paling tidak menurut FAO terdapat sebanyak 37 jenis, diantaranya adalah jenis api-api (Avicennia sp.), bakau (Rhizophora sp.) merupakan tumbuhan mangrove utama yang banyak dijumpai. Jenis-jenis mangrove tersebut adalah kelompok mangrove yang berfungsi menangkap, menahan endapan dan menstabilkan tanah habitatnya. Jenis api-api atau di dunia dikenal sebagai black mangrove mungkin merupakan jenis terbaik dalam proses menstabilkan tanah habitatnya karena penyebaran benihnya mudah, toleransi terhadap temperartur tinggi, cepat menumbuhkan akar pernafasan (akar pasak) dan sistem perakaran di bawahnya mampu menahan endapan dengan baik. Mangrove besar, mangrove merah atau Red mangrove (Rhizophora spp.) merupakan jenis kedua terbaik. Jenis-jenis
Skripsi Asmuruf Mervin
6
tersebut dapat mengurangi dampak kerusakan terhadap arus, gelombang besar dan angin” (Irwanto, 2006 dalam Reinnamah, 2010) Zonasi Penyebaran Mangrove Menurut Bengen (2001) dalam Nauw (2012), bahwa penyebaran dan zonasi hutan mangrove dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Zonasi mangrove juga dapat terbentuk oleh adanya kisaran ekologi yang tersendiri dan niche (relung) yang khusus dari masing-masing jenis. Pembagian zonasi hutan mangrove dapat disebabkan oleh adanya hasil kompetisi diantara spesies mangrove, dimana semakin banyak jumlah spesies mangrove maka semakin rumit pula bentuk kompetisinya, yang selanjutnya dipengaruhi oleh faktor lokasi. Perkembangan mangrove dalam komunitas zonasi, seringkali diinterpretasikan sebagai tingkat perbedaan dalam suksesi (perubahan secara progresif dalam komposisi jenis selama perkembangan vegetasi). Tumbuhan yang tumbuh mulai dari garis pantai menuju daratan membentuk perbedaan yang gradual. Kondisi lingkungan dalam suatu komunitas sangat penting karena dapat mempengaruhi kehidupan organisme yang ada di dalamnya. Faktor lingkungan tersebut dapat berupa ketersediaan hara, intensitas cahaya dan kandungan air. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembagian zonasi terkait dengan respons jenis tanaman terhadap keadaan tanah, terpaan ombak, pasang-surut dan salinitas. “Kondisi tanah mempunyai konstribusi besar dalam membentuk zonasi penyebaran tanaman dan hewan seperti perbedaan spesies kepiting pada kondisi tanah yang berbeda” (Irwanto, 2006 dalam Reinnamah, 2010)
Skripsi Asmuruf Mervin
7
Meunrut Irwanto, 2006 dalam Reinnamah, 2010, Pembentukan zonasi dipengaruhi oleh faktor lingkungan fisik, faktor-faktor tersebut antara lain sebagai berikut: 1.
Terpaan ombak Terpaan ombak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi zonasi ini. Irwanto (2006) menyatakan bahwa ”Bagian luar atau bagian depan hutan bakau yang berhadapan dengan laut terbuka sering mengalami terpaan ombak yang keras dan aliran air yang kuat”. Tidak seperti bagian dalam dan bagian hutan yang berhadapan langsung dengan aliran air sungai yang terletak di tepi sungai.
2.
Faktor genangan air pasang. ”Bagian luar mengalami genangan air pasang yang paling lama dibandingkan bagian yang lainnya; bahkan terkadang terus menerus terendam. Sementara pada bagian-bagian di pedalaman hutan tidak selalu terendam air, hanya terendam manakala terjadi pasang tertinggi sebanyak satu atau dua kali dalam sebulan”
3.
Salinitas Salinitas merupakan faktor terakhir yang mempengaruhi zonasi. Irwanto (2006) menyatakan ”Pada bagian dalam terutama di bagian-bagian yang agak jauh dari muara sungai memiliki salinitas yang tidak begitu tinggi dibandingkan dengan bagian luar hutan mangrove yang berhadapan dengan laut terbuka”.
Skripsi Asmuruf Mervin
8
Pembentukan zonasi, selain dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik, juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni keadaan morfologi tanaman, daya apung dan cara penyebaran bibitnya serta persaingan antar spesies. Formasi hutan mangrove yang terbentuk di kawasan mangrove biasanya didahului oleh jenis pohon pedada dan api-api sebagai pionir yang memagari daratan dari kondisi laut dan angin. Jenis-jenis ini mampu hidup di tempat yang biasa terendam air waktu pasang karena mempunyai akar pasak. Pada daerah berikutnya yang lebih mengarah ke daratan banyak ditumbuhi jenis bakau (Rhizophora spp.). Pohon tancang tumbuh di daerah berikutnya makin menjauhi laut, ke arah daratan. Daerah ini tanahnya agak keras karena hanya sesekali terendam air yaitu pada saat pasang yang besar dan permukaan laut lebih tinggi dari biasanya. Daya Adaptasi Mangrove Terhadap Lingkungan Tumbuhan mangrove mempunyai daya adaptasi yang khas terhadap lingkungan sehinga dapat bertahan hidup dan berkembang. Bengen (2001) dalam Reinnamah (2010), menguraikan bahwa ”Daya adaptasi tumbuhan mangrove terhadap lingkungan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Adaptasi terhadap kadar oksigen Adaptasi terhadap kadar oksigen rendah, menyebabkan mangrove memiliki bentuk perakaran yang khas: (1) bertipe cakar ayam yang mempunyai pneumatofora (misalnya : Avecennia spp., Xylocarpus., dan Sonneratia spp.) untuk mengambil oksigen dari udara; dan (2) bertipe penyangga/tongkat yang mempunyai lentisel (misalnya Rhyzophora spp.).
Skripsi Asmuruf Mervin
9
2. Adaptasi terhadap kadar garam yang tinggi : Memiliki sel-sel khusus dalam daun yang berfungsi untuk menyimpan garam. Berdaun kuat dan tebal yang banyak mengandung air untuk mengatur keseimbangan garam. Daunnya
memiliki
struktur
stomata
khusus
untuk
mengurangi
penguapan. 3. Adaptasi terhadap tanah yang kurang stabil dan adanya pasang surut, dengan cara mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan horisontal yang lebar. Di samping untuk memperkokoh pohon, akar tersebut juga berfungsi untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen”. Penyebaran Hutan Mangrove Indonesia merupakan negara yang memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia dan tersebar di beberapa pulau seperti Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan Kepulauan Maluku. Hampir semua pantai di Indonesia dapat ditumbuhi mangrove, hal ini disebabkan mangrove sangat cocok dan merupakan komunitas utama yang menempati sebagian besar pesisir di daerah tropik. “Penyebaran hutan mangrove di Indonesia umumnya terdapat di Pantai Timur Sumatra, muara sungai di Kalimantan, pantai selatan dan Tenggara Sulawesi, pulau-pulau di Maluku serta pantai utara dan selatan Papua (Dahuri, 2003 dalam Irwanto 2007).
Skripsi Asmuruf Mervin
10
Tahun 1982 Indonesia memiliki hutan mangrove seluas 4,25 juta hektar, sedangkan pada tahun 1993 menjadi 3.7 juta Ha (Kesmana; 1995 dalam Basyuni: 2002), sedangkan DepHut; 1996 dalam Dahuri (2003) menyatakan bahwa ”Luas total hutan mangrove di Indonesia pada tahun 1996 adalah 3,5 juta Ha”. Kenyataan ini menunjukan bahwa luas hutan mangrove di Indonesia ini semakin lama semakin berkurang atau semakin sempit, hal ini disebabkan oleh adanya kegiatan manusia yang berpengaruh terhadap ekosistem hutan mangrove. Menurut Rochana (2006) bahwa “Dampak kegiatan manusia terhadap ekosistem hutan mangrove diantaranya adalah tebang habis (penebangan hutan mangrove), konversi menjadi lahan pertanian dan perikanan, serta pembuangan sampah cair dan padat” (Dahuri, 2003 dalam Irwanto 2007). Fungsi dan Manfaat Mangrove Menurut Arief (2003), Ekosistem mangrove mempunyai beberapa keterkaitan dalam pemenuhan kebutuhan manusia yakni sebagai penyedia bahan pangan, papan dan kesehatan serta lingkungan dibedakan menjadi lima fungsi yaitu : a)
Fungsi fisik : menjaga garis pantai dari abrasi, menahan sedimen dan menyerap tiupan angin kencang dari laut serta mengendalikan intrusi air laut.
b) Fungsi kimia : sebagai penyerap karbondioksida dan penghasil oksigen serta sebagai pengolah bahan-bahan limbah. c)
Fungsi biologis : sebagai kawasan pemijah, sumber plasma nutfah dan sumber genetika serta sebagai habitat alami bagi berbagai jenis biota darat dan laut lainnya.
Skripsi Asmuruf Mervin
11
d) Fungsi ekonomis : penghasil kayu dan bahan baku industri e)
Fungsi lain (wanawisata) : sebagai kawasan wisata alam pantai dengan keindahan vegetasi dan satwa serta sebagai tempat pendidikan, konservasi dan penelitian.
Mengingat beberapa fungsi dan manfaat penting kawasan mangrove, maka perlu diterapkan prinsip lindungi, plejarai dan manfaatkan. Analisis Vegetasi Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari masyarakat tumbuhtumbuhan. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penvusun komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan. Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan kedalam 3 kategori yaitu (1) pendugaan komposisi vegetasi dalam suatu areal dengan batas-batas jenis dan membandingkan dengan areal lain atau areal yang sama namun waktu pengamatan berbeda; (2) menduga tentang keragaman jenis dalam suatu areal; dan (3) melakukan korelasi antara perbedaan vegetasi dengan faktor lingkungan tertentu atau beberapa faktor lingkungan. Adapun paraeter dalam analisis vegetasi yaitu : Kerapatan, Frekuensi dan Dominansi dari suatu jenis (Greig-Smith, 1983 dalam Irwanto 2006).
Skripsi Asmuruf Mervin
12
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 1 (Satu) Minggu, yaitu pada tanggal 8 Oktober s/d 15 Oktober 2012 bertempat di Kawasan Tahiti Park Kota Bintuni Metode Penelitian Penelitian difokuskan pada vegetasi mangrove. Metode penelitian menggunakan metode deskriptif kuantitatif dan deskripsi kualitatif. Metode diskripsi kuantitatif dilakukan dalam beberapa tahap penelitian yaitu: penelitian lapangan, penelitian pustaka dan analisis data. Sedangkan metode diskripsi kualitatif adalah penjelasan untuk data-data yang bersifat kualitatif seperti data keadaan umum lokasi penelitian dan data-data dari instansi terkait mengenai pengelolaan
kawasan
mangrove
Tahiti
Park
Kota
Bintuni.
Alat & Bahan Alat yang digunakan untuk kegiatan penelitian ini adalah GPS, Kompas, Parang, Meteran (Besar dan Kecil), Phiband, Haga Hypsometer, sedangkan bahan yang digunakan yakni, Buku Pengenalan Jenis dan Tally Sheet.
Skripsi Asmuruf Mervin
13
Teknik Pengumpulan Data Tahapan-tahapan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut : 1. Sebelum mengadakan pengumpulan data, dilkukan pengamatan lapangan meliputi keseluruhan kawasan hutan dengan tujuan melihat secara umum keadaan dan komposisi tegakan serta kondisi lingkungan lainnya. 2. Untuk mengetahui struktur dan komposisi jenis mangrove berdasarkan besar kecilnya diameter batang adalah sebagai berikut : 1) Tingkat semai (seedling), yaitu sejak perkecambahan sampai tinggi 1,5 m; 2) Tingkat sapihan (sapling), yaitu tingkat pertumbuhan permudaan dengan tinggi diatas 1,5 meter dan diameter batang kurang dari 10 cm. 3) Tingkat pohon (tress), yaitu tingkat pertumbuhan dengan ukuran diameter batang 10 cm 3. Pengumpulan data vegetasi mangrove dilakukan dengan metode teknik jalur berpetak 4. Petak pengamatan berbentuk jalur dengan dengan lebar jalur 10 meter. Dalam setiap jalur pengamatan dibuat plot-plot pengamatan dengan luas masingmasing plot pengamatan adalah sebagai berikut: Semai (seedlings) dengan ukuran petak 2 x 2 m Sapihan (saplings) dengan ukuran petak 5 x 5 m Pohon (trees) dengan ukuran petak 10 x 10 m 5. Pada setiap plot, diidentifikasi jenisnya serta dihitung jumlah individu masingmasing jenis.
Skripsi Asmuruf Mervin
14
Variabel Pengamatan Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah :
Kerapatan dan Kerapatan relatif
Frekuensi dan Frekuensi Relatif
Dominansi dan Dominansi Relatif
Indeks Keanekaragaman dan Kesamaan/ Kemerataan spesies
Indeks Kekayaan/ Kelimpahan Jenis Mergalef Pengolahan dan Analisis data
Data vegetasi yang terkumpul kemudian dianalisis dan diolah dalam bentuk tabulasi dengan menghitung kerapatan jenis (Ki), kerapatan relatif (KR), dominansi jenis (Di), dominansi relatif (DR), frekuensi jenis (Fi) dan frekuensi relatif (FR) serta Indeks Nilai Penting (INP) menggunakan rumus MuellerDombois dan Ellenberg (1974) dalam Nauw, 2012 sebagai berikut: Kerapatan
=
Jumlah individu Luas petak ukur
Kerapatan relatif =
Kerapatan satu jenis x 100% Kerapatan seluruh jenis
Dominansi
Luas penutupan suatu jenis Luas petak
=
Dominansi relatif =
Dominansi suatu jenis x 100% Dominansi seluruh jenis
Frekuensi
=
Jumlah petak ditemukan suatu jenis Jumlah seluruh petak
Frekuensi relatif
=
Frekuensi suatu jenis x 100% Frekuensi seluruh jenis
Skripsi Asmuruf Mervin
15
Nilai penting
=
KR + FR + DR
Nilai penting merupakan penjumlahan dari kerapatan relatif, frekuensi relatif dan dominansi relatif, yang berkisar antara 0 dan 300 (Mueller-Dombois dan Ellenberg, 1974). Untuk tingkat pertumbuhan sapihan dan semai merupakan penjumlahan Kerapatan relatif dan Frekwensi relatif, sehingga maksimum nilai penting adalah 200. Untuk mengetahui beberapa indeks ekologi, berupa indeks keanekaragaman jenis dan indeks keseragaman serta indeks kekayaan jenis dan Indeks Dominansi digunakan formula sebagai berikut : 1.
Indeks Keanekaragaman dengan Rumus Shannon - Wiener
H' = − ∑
Keterangan : H' Ln ni N
( . / )
( . / )
= Indeks Keanekaragaman Jenis = logaritma natural = Nilai Penting Jenis ke i = Jumlah Nilai Penting Semua Jenis
dengan kriteria: H’ < 1
= Menunjukkan tingkat keanekaragaman jenis yang rendah
1>H’ >3 = Menunjukkan tingkat keanekaragaman jenis yang sedang H’>3
= Menunjukkan tingkat keanekaragaman jenis yang tinggi
Skripsi Asmuruf Mervin
16
2.
Indeks Keseragaman/Kemerataan Jenis (Krebs, 1989 dalam Nauw,2012) ′
E=
( )
Keterangan : E H’ S
= Indeks keseragaman/kemerataan = Indeks Keanekaragaman jenis = Jumlah total spesies
Nilai indeks kemerataan jenis (E) berkisar antara 0 sampai 1. Menurut Krebs (1978) dalam Jurnal Perennial, 5(1) : 23-30, nilai indeks kemerataan mendekati satu menunjukkan bahwa spesies yang terdapat dalam suatu komunitas semakin merata, sementara apabila nilai indeks kemerataan mendekati nol menunjukkan ketidakmerataan spesies dalam komunitas tersebut. 3.
Indeks
Kekayaan/
Kelimpahan
jenis
dengan
Rumus
Margalef
(Indriyanto,2005)
R=
(
)
( )
Keterangan : R S n
= Kekayaan Jenis = Jumlah jenis = Total individu Jika R > 1, maka nilai kekayaan jenis tinggi dan pada daerah
tersebut memiliki jenis yang banyak, sedangkan jika R < 1, maka nilai kekayaan jenisnya sedikit.
Skripsi Asmuruf Mervin
17
KEADAAAN UMUM DAERAH Letak dan Luas Daerah Letak Distrik Bintuni secara administrasi berada di pusat Kota Bintuni dan beribukota di Kelurahan Bintuni Barat
serta terdiri dari 6 kampung dan 2
kelurahan. Distrik ini merupakan salah satu distrik dari 24 distrik di Kabupaten Teluk Bintuni yang mana memiliki luas wilayah mencapai 421,75 Km2 atau sekitar 2,26 % dari luasan Kabupaten Teluk Bintuni dan dan berada pada ketinggian 100 – 500 meter diatas permukaan laut (dpl) (BPS Kab. Teluk Bintuni, 2012). Keadaan Topografi dan Tanah Distrik Bintuni memiliki kelerengan antara 15 – 40 % dan didominasi oleh daerah berawa serta berbukit. Jenis tanah yang terdapat pada Distrik Bintuni adalah jenis tanah aluvial yang memiliki tekstur yang remah dan halus dengan warna hitam hingga coklat tua, sehingga kesesuaian lahan sangat cocok untuk tanaman pertanian (BPS Kab. Teluk Bintuni, 2012). Iklim Data iklim secara khusus di Distrik Bintuni tidak diperoleh, namun secara umum iklim dalam wilayah Kabupaten Teluk Bintuni termasuk dalam iklim tropis. Berdasarkan klasifikasi iklim Koppen, kawasan di Teluk Bintuni termasuk tipe Afa (daerah tropika basah bersuhu tinggi) dan menurut Schmidt-Fergusson termasuk tipe A (daerah sangat basah). Curah hujan tahunan 2680,5 mm, dengan curah hujan tertinggi pada bulan Mei (401 mm) dan terendah pada bulan Februari
Skripsi Asmuruf Mervin
18
(80,3 mm). Perbedaan curah hujan dari bulan ke bulan relatif kecil atau hujan merata sepanjang tahun (BPS Kab. Teluk Bintuni, 2012). Suhu udara agak panas dengan nilai maksimum, rata-rata dan minimum berturut-turut 34 oC, 27,6 oC dan 23,2 oC. Kelembaban udara relatif lembab dengan nilai maksimum, rata-rata dan minimum berturut-turut 89 %, 84% dan 83 %. Lama penyinaran surya termasuk sedang dengan nilai rata-rata 60 % dan 6 jam sehari. Evaporasi dari permukaan bebas rata-rata 4 mm per hari atau 1.449 mm per tahun. Pada bulan Desember – April bertiup angin dari utara dan barat laut, sedangkan pada bulan Mei – November berhembus angin dari tenggara (BPS Kab. Teluk Bintuni, 2012). Iklim mikro di hutan mangrove mempunyai suhu dan intensitas cahaya yang lebih tinggi dan kelembaban yang lebih rendah karena dekat dengan laut (air), kisaran suhu dan kelembabannya tidak terlalu besar. Suhu di hutan mangrove berkisar 24,4 – 27,9oC dan kelembaban udara sekitar 80 – 95 %. Tipe pasang surut daerah Teluk Bintuni merupakan semi diurnal (pasang semi harian), dimana terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut dalam satu hari. Kisaran pasang surut sangat besar, bervariasi antara 3 – 6 m. Pengunaan Lahan Secara garis besar, pengunaan lahan di wilayah Distrik Bintuni terdiri dari pengunaan lahan untuk pekarangan/bangunan rumah, tegalan/kebun dan fasilitas umum seperti tempat peribadatan, serta sarana pendidikan dll.
Skripsi Asmuruf Mervin
19
Keadaan Penduduk Berdasarkan hasil pencatatan petugas Badan Pusat Statistik Kabupaten Teluk Bintuni pada tahun 2012, jumlah kepala keluarga yang berada di Distrik Bintuni tercata sekitar 4.756 keluarga dari jumlah penduduk yang mencapai 19.678 jiwa yag terdiri dari 11.205 laki-laki atau sekitar 56,94 % dan 8.473 perempuan dengan persentase mencapai 43,06 % (BPS Kab. Teluk Bintuni, 2012). Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana yang ada di Distrik Bintuni, meliputi sarana pendidikan dan sarana kesehatan. Sarana pendidikan yang terdapat di Distrik Bintuni pada tahun 2009 - 2011 meliputi : 12 Pendidikan Anak Usia Dini/Taman Kanak-kanak, 9 Sekolah Dasar dan 5 Sekolah Menengah Pertama serta 5 Sekolah Menengah Atas, dengan murid/siswa pada masing-masing jenjang pendidikan yakni, PAUD/ TK (683), SD (2562) dan SMP (812) serta SMA (732). Sedangkan sarana kesehatan yang dapat digunakan oleh masyarakat Distrik Bintuni untuk berobat pada waktu sakit yakni, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Teluk Bintuni serta terdapat pula sebuah puskemas sebagai sarana keshatan penunjang lainnya(BPS Kab. Teluk Bintuni, 2012).
Skripsi Asmuruf Mervin
20
HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Jenis Vegetasi Mangrove Jenis vegetasi mangrove di kawasan Tahiti Park untuk tingkat Semai sebanyak 7 jenis dan untuk tingkat Sapihan terdapat sebanyak 5 jenis, sedangkan untuk tingkat Pohon sebanyak 6 jenis. Jumlah dan jenis vegetasi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel. 1 Jumlah dan Jenis Vegetasi Mangrove Pada Kawasan Tahiti Park ∑ Individu Family
Spesies P
S
A
Avicenia marina
105 382
325
Avicenia oficinalis
11
-
-
Rhisopora mucronata
73
246
270
Bruguiera spp.
1
28
31
Sonneratiaceae Soneratia alba
1-
-
-
Arecaceae
Nypa Fruticans*
-
30
7
Combretaceae
Lumnitzera sp.
41
72
82
Pteridaceae
Acrosticum aureum
-
-
555
Verbenaceae
Stachytarpheta jamaicensis*
-
-
166
Avicenniaceae
Rhisoporaceae
Jumlah
232 785 1.436
Ket : P = Pohon, S = Sapihan & A = Anakan *Mangrove Minor
Skripsi Asmuruf Mervin
21
Berdasarkan Tabel 1 diatas menunjukan bahwa pada lokasi penelitian ditemukan 7 famili mangrove yang terdiri dari 9 jenis. Kelompok mangrove yang dominan dalam kawasan Tahiti park yakni : famili Rhizoporaceae dan Aviceniaceaei yang masing-masing terdapat 2 jenis tumbuhan, sedangkan untuk famili Sonneratiaceae, Arecaceae, Combretaceae, Pteridaceae dan Verbenaceae masing-masing terdapat 1 jenis tumbuhan. Dari hasil penelitian unutk tiga fase pertumbuhan mangrove di kawasan Tahiti Park seperti pada Tabel 1 menunjukan bahwa, tingkat Semai sebanyak 6 jenis dengan jenis-jenis yang dominan yaitu, Acrosticum aureum 555 individu, Avicenia marina 325 individu, Rhizopora mucronata 270 individu dan Stachytarpheta jamaicensis 166 individu, sedangkan untuk tingkat Sapihan terdapat 5 jenis dimana Avicenia marina dan Rhizopora mucronata merupakan jenis yang dominan dengan jumlah masing-masing terdapat 382 jenis dan 246 jenisserta untuk tingkat pertumbuhan pohon terdapat 6 jenis tanaman yang didominasi oleh Avicenia marina 105 individu dan Rhizopora mucronata 73 individu. Pada Tabel 1 menunjukan bahwa Avicenia marina dan Rhizopora mucronata merupakan jenis tumbuhan yang dominan dan tersebar merata pada semua fase pertumbuhan mangrove di kawasan Tahiti Park, hal ini dikarenakan kondisi substrat yang cocok untuk pertumbuhan kedua jenis tersebut dan berada pada tempat yang terlindung dari arus yang kuat serta kondisi tanah sangat berpengaruh dalam penyebaran mangrove, dimana sebagiab besar jenis mangrove tumbuh dengan baik pada subtrat berlumpur seperti kedua jenis ini.
Skripsi Asmuruf Mervin
22
Bila dibandingkan dengan komposisi mangrove pada Pulau Maniai di Kota Bintuni tercatat delapan jenis dari tiga famili (Rhizophoraceae, Myrsinaceae dan Avicenniaceae) dengan nama jenis Rhizophora mucronata, Aegiceras corniculatum, Bruguiera sexangula, Avicennia alba, Bruguiera parviflora, Ceriops decandra, Bruguiera Gymnorrhiza dan
Ceriops decandra,(Sihite
Jamarti, dkk, 2005), maka sebaran famili dan jenis mangrove pada kawasan mangrove Tahiti Park seperti terlihat pada Tabel 1 memiliki sebaran famili dan jenis vegetasi yang lebih banyak. Struktur Vegetasi Mangrove Kerapatan Jenis dan Frekuensi Jenis Mangrove Tingkat Semai Kerapatan jenis (Ki) mengambarkan banyaknya suatu jenis individu tumbuhan dalam suatu kawasan atau luas areal pengamatan, sedangkan kerapatan relatif (KR) mengambarkan persentase jumlah individu suatu jenis terhadap jumlah individu dari seluruh jenis (Indriyanto, 2005). Didalam ekologi, frekuensi digunakan untuk menyatakan proporsi antara jumlah sempel yang berisi suatu spesies tertentu terhadap jumlah total sampel. Frekuensi jenis (Fi) tumbuhan adalah jumlah petak contoh tempat ditemukannya suatu spesies dari sejumlah petak contoh yang dibuat. Frekuensi merupakan besarnya intensitas ditemukannya suatu spesies organisme dalam pengamatan kberadaan organisme pada komunitas atau ekosistem, sedangkan frekuensi relatif (FR) merupakan persentase jumlah plot ditemukannya jenis terhadap jumlah plot dari seluruh jenis. Nilai Kerapatan dan Frekuensi tingkat Semai disajikan pada Tabel 2.
Skripsi Asmuruf Mervin
23
Tabel 2. Nilai Kerapatan Jenis (Kj) , Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Jenis (Fj) dan Frekuensi Relatif (FR) Tingkat Semai Nama Spesies
∑ ind
∑ Plot
Kj
KR(%)
Fj
FR(%)
Avicenia marina
325
53
7.386
22,63
0,48
22,84
Rhizophora mucronata
270
49
6.136
18,80
0,45
21,12
Lumnitsera sp.
82
23
1.863
5,71
0,21
9,91
Nypa fruticans
7
2
159
0,49
0,02
0,86
Acrosticum aureum
555
53
12.613
38,65
0,48
22,84
Stachytarpheta jamaicensis
166
43
3.772
11,56
0,39
18,53
Bruguiera spp.
31
9
704
2,16
0,08
3,88
32636
100
2,11
100
Jumlah
1436
Berdasarkan data pada Tabel 2 terlihat kalau jenis mangrove pada tingkat semai terdiri dari 7 jenis dengan jumlah mencapai 1.436 individu dari 110 plot dengan luasan plot pengamatan pada fase semai mencapai 0.044 Ha dan kerapatan jenis tertinggi pada kawasan mangrove Tahiti Park adalah Acrosticum aureum dengan nilai 12.613 individu/Ha dan kerapatan jenis terendah adalah Nypa yakni 159 individu/Ha, sedangkan nilai frekuensi jenis untuk tingkat semai yang tertinggi dari hasil perhitungan seperti terlihat pada Tabel 2 diatas didominasi oleh Acrosticum aureum dan Avicenia marina yang nilai frekuensi jenisnya mencapai 0,48 dan nilai frekuensi jenis yang paling rendah yakni Nypa fruticans dengan nilai 0,02.
Skripsi Asmuruf Mervin
24
Dari hasil penelitian pada kawasan magrove Tahiti Park dan perhitungan seperti pada tabel diatas terlihat bahwa kerapatan jenis relatif mangrove untuk tingkat semai masih didominasi oleh Acrosticum aureum yang persentasenya mencapai 38,65 % serta jenis yang mempunyai kerpatan relatif terendah yakni Nypa fruticans dengan nilai 0,49 %, sedangkan nilai frekuensi relatif tertinggi untuk kategori semai yakni Acrosticum aureum dan Avicenia marina dengan persentase mencapai 22,84 % dan frekuensi relatif terendah untuk fase pertumbuhan mangrove yakni Nypa dengan nilai 0,96 %. Tingginya kerapatan jenis yang dimiliki oleh Avicenia marina diduga karena subtratnya yang cocok yaitu substrat lumpur berpasir sampai pasir biasa, sedangkan untuk Acrosticum aureum diduga karena tumbuhan ini merupakan tumbuhan pioner yang tumbuh sebagai akibat dari penebangan yang dilakukakn oleh masyarakat pemilik hak ulayat sehingga pada kawasan ini hampir sekitar 0,5 Ha ditumbuhi oleh Acrosticum aureum. Nilai frekuensi digunakan untuk melihat peluang ditemukannya suatu jenis mangrove (Tebay et al 1996 dalam Nauw, 2012). Hal ini dapat dibuktikan karena pada kawasan mangrove Tahiti Park peluang untuk ditemukannya Avicenia marina lebih baik, sedangkan Acrosticum aureum mempunyai peluang yang sama untuk ditemukan karena hampir sebagian mangrove di kawasan Tahiti Park mengalami kerusakan. Dari hasil perhitungan diatas, jika dibandingkan dengan kawasan mangrove Pulau Maniai dan Sungai Sumberi di Kota Bintuni, kerapatan jenis untuk tingkat semai dengan masing-masing jenis yang dominan yakni Rhizopora mucronata dengan kerapatan jenis 1.1875 individu/ha dan Acrosticum speciosum
Skripsi Asmuruf Mervin
25
dengan kerapatan jenis 9.167 individu/ha, sedangkan untuk frekuensi jenis masih didominasi oleh kedua jenis ini yakni 0,75 dan 0,50 pada masing-masing kawasan tersebut ,(Sihite Jamarti, dkk, 2005). Jadi dapat disimpulkan bahwa kerapatan/ kepadatan jenis pada kawasan mangrove Tahiti Park lebih tinggi dari dua kawasan tersebut, sedangkan untuk frekuensi atau peneyebarannya didalam kawasan mangrove dua kawasan mangrove tersebut lebih tinggi dari Tahiti Park. Kerapatan Jenis dan Frekuensi Jenis Mangrove Tingkat Sapihan Hasil perhitungan keraptan jenis dan frekuensi jenis pada tingkat sapihan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai Kerapatan Jenis (Kj), Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Jenis (Fj) dan Frekuensi Kerpatan (FK) untuk Tingkat Sapihan Nama Spesies
∑ ind
∑ Plot
Kj
KR(%)
Fj
FR(%)
Avicenia marina
382
59
1.389
50,40
0,54
39,86
Rhizophora mucronata
246
41
894
32,45
0,37
27,70
Lumnitsera
72
25
261
9,50
0,23
16,89
Nypa Fruticans
30
13
109
3,96
0,12
8,78
Bruguiera spp.
28
10
101
3,69
0,09
6,76
758
148
2756
100
1,35
100
Jumlah
Dari data pada Tabel 3 diatas, nampak bahwa jenis mangrove yang mempunyai nilai kerapatan jenis tertinggi pada tingkat sapihan di kawasan mangrove tahiti Park adalah Avicenia marina dengan nilai mencapai 1.389
Skripsi Asmuruf Mervin
26
individu/Ha dan kerapatan jenis terendah yakni Bruguiera spp. dengan nilai 101 individu/Ha, sedangkan untuk frekuensi jenis tertinggi pada tingkat sapihan yaitu Avicenia marina dengan nilai mencapai 0,54 dan frekuensi jenis terendah pada tingkat ini yakni Bruguiera spp. dengan nilai 0,09. Kerapatan relatif pada tingkat sapihan didominasi oleh Avicenia marina yang persentasenya mencapai 50,40 % dan kerapatan relatif terendah yaitu Bruguiera spp. dengan persentase 3,69 %, sedangkan untuk frekuensi relatif pada tingkat sapihan juga masih didominasi oleh Avicenia marina dengan nilai persentase 39,86 % dan frekuensi relatif terendah yakni Bruguiera spp. dengan nilai 6,76 %. Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 3 diatas diduga Avicenia marina memiliki jumlah individu terbanyak dan tersebar merata di plot pengamatan pada tingkat sapihan, sehingga semakin banyak jumlah individu semakin tinggi nilai kerapatannya dan jika dilihat dari persentase penyebaran yang tinggi pada kawasan mangrove Tahiti Park, maka Avicenia marina merupakan jenis yang dominan serta dapat beradaptasi dan tumbuh secara baik pada lokasi penelitian. Dari hasil perhitungan di kawasan Tahiti Park, jika dibandingkan dengan kerapatan jenis dan frekuensi jenis pada kawasan mangrove lain di daerah Bintuni yakni Pulau Maniai dan Sungai Sumberi yang masing –masing memiliki jenis yang dominan yakni Aegiceras corniculatum dengan kerapatan jenis 500 individu/ha dan frekuensi jenis mencapai nilai 0,42 dan Acrosticum speciosum dengan kerapatan jenis
600 individu/ha dan frekusensi jenis mencapai 0,75
(Sihite Jamarti, dkk, 2005), maka tingkat kepadatan/kerapatan jenis pada
Skripsi Asmuruf Mervin
27
kawasan Tahiti Park lebih tinggi dan didominasi oleh Avicenia marina dengan kerapatan mencapai 1.389 individu/Ha sedangkan untuk distribusinya didalam kawasan berada diantara kedua kawasan tersebut. Kerapatan Jenis dan Frekuensi Jenis Mangrove Tingkat Pohon Hasil perhitungan untuk fase pertumbuhan pohon pada kawasan mangrove Tahiti Park dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai Kerapatan Jenis (Kj), Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Jenis (Fj) dan Frekuensi Relatif (FR) Tingkat Pohon Nama Spesies
∑ ind
∑ Plot
Kj
KR(%)
Fj
FR(%)
Avicenia marina
105
39
95
45,26
0,35
43,82
Rhizophora mucronata
73
24
66
31,47
0,22
26,97
Lumnitsera sp.
41
18
37
17,67
0,16
20,22
Avicenia oficinalis
11
6
10
4,74
0,05
6,74
Soneratia
1
1
0,91
0,43
0,01
1,12
Bruguiera spp.
1
1
0,91
0,43
0,01
1,12
210
100
0,81
100
Jumlah
232
Berdasarkan Tabel 4 diatas pada tingkat pohon terdapat 232 individu dengan kerapatan jenis tertinggi pada Avicenia marina dengan nilai 95,45 individu/Ha, sedangkan Bruguiera spp. dan Soneratia mempunyai kerapatan jenis terendah yaitu 0,91 individu/Ha serta untuk frekuensi jenis pada tingkat pohon didominasi oleh Avicenia marina yakni 0,35 dari 110 plot pengamatan pada
Skripsi Asmuruf Mervin
28
kawasan mangrove Tahiti Park serta nilai frekuensi jenis terendah pada Bruguiera spp. dan Soneratia yaitu 0,01. Kerapatan relatif pada tingkat pohon didominasi oleh Avicenia marina yang persentasenya mencapai 45,26 % dan kerapatan relatif terendah yaitu Bruguiera spp. dan Soneratia dengan persentase 0,43 %, sedangkan untuk frekuensi relatif pada tingkat pohon masih didominasi oleh Avicenia marina dengan nilai persentase 43,82 % dan frekuensi relatif terendah yakni Bruguiera spp. dan Soneratia dengan nilai masing-masing 1,12 %. Dari hasil perhitungan diatas, jika dibandingkan dengan kawasan mangrove Pulau Maniai dan Sungai Sumberi di Kota Bintuni, kerapatan jenis untuk tingkat pohon dengan masing-masing jenis yang dominan yakni Rhizopora apiculata dengan kerapatan jenis 105 individu/ha dan Rhizopora apiculata dengan kerapatan jenis 50 individu/ha, sedangkan untuk frekuensi jenis masih didominasi oleh kedua jenis ini yakni 0,58 dan 0,50 dari dua kawasan tersebut diatas. Jadi dapat disimpulkan bahwa kerapatan/ kepadatan jenis serta frekuensi jenis pada kawasan mangrove Pulau Maniai lebih tinggi dari dua kawasan lain di Bintuni. Dominansi Jenis Vegetasi Mangrove Perhitungan dominansi jenis dan dominansi relatif pada vegetasi mangrove hanya dilakukan untuk tingkat pohon karena hanya pada fase pertumbuhan ini yang dilakukan pengukuran diameter. Dominansi adalah luas penutupan suatu jenis dalam suatu unit areal atau kawasan tertentu, sedangkan dominansi relatif yakni perbandingan antara luas penutupan suatu jenis tertentu terhadap luas total penutupan untuk seluruh jenis. Skripsi Asmuruf Mervin
29
Hasil perhitungan nilai dominansi jenis dan dominansi jenis relatif berdasarakan jenis vegetasi mangrove yang berada pada kawasan manrove Tahiti Park dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai Dominansi Jenis (Dj) dan Dominansi Relatif (DR) Pada Kawasan Mangrove Tahiti Park Nama Spesies
∑ Ind
∑ LBD
Dj
DR(%)
Avicenia marina
105
13,46
12,24
36,85
Rhizophora mucronata
73
13,60
12,36
37,22
Lumnitsera sp.
41
9,16
8,33
25,09
Avicenia oficinalis
11
0,29
0,26
0,79
Soneratia alba
1
0,01
0,01
0,02
Bruguiera spp.
1
0,01
0,01
0,02
232
36,53
33,21
100
Jumlah
Berdasarkan pada Tabel 5 diatas hasil perhitungan dominansi jenis pada kawasan mangrove Tahiti Park terlihat bahwa jenis Rhizopora mucronata merupakan jenis yang mempunyai luas bidang dasar atau basal area terluas yakni sekitar 13,60 m2 atau luas penutupan jenis dengan nilai sekitar 12,36 m2/Ha atau sekitar 37,22 % dari total penutupan tajuk pada kawasan mangrove Tahiti Park sedangkan dominansi terendah yakni Soneratia dan Bruguiera spp. dengan LBD dan dominansi jenis masing-masing 0,1 m2/Ha serta dominansi jenis relatif yakni 0,02 %.
Skripsi Asmuruf Mervin
30
Indeks Nilai Penting Vegetasi Mangrove Pada Kawasan Tahiti Park Indeks Nilai Penting (INP) dapat digunakan untuk menentukan tingkat dominansi jenis dalam suatu komunitas tumbuh-tumbuhan. Menurut, Indriyanto (2002), INP dari tingkat pohon dan tiang diperoleh dari hasil penjumlahan Frekuensi Relatif (FR), Kerapatan Relatif (KR) dan Dominansi Relatif (DR) yang dinyatakan dalam persen (%), sedangkan untuk tingkat semai dan sapihan didapat dari penjumlahan Kerapatan Relatif (KR) dan Frekuensi Relatif (FR). INP tingkat tiang dan pohon = KR + FR + DR (%) dengan Nilai maksimum 300 %, INP tingkat sapihan dan semai = KR + FR (%) dengan Nilai maksimum 200 %. Hasil penjumlahan indeks nilai penting pada tiga fase pertumbuhan di kawasan mangrove Tahiti Park dapat dilihat pada Tabel 6 dibawah ini. Tabel 6. Indeks Nilai Penting Pada Kawasan Mangrove Tahiti Park
Avicenia marina
INP (%) P S A 125,93 90,26 45,47
Avicenia oficinalis
12,27
Rhisopora mucronata
95,66
60,15 39,92
Bruguiera spp.
1,58
10,45
Sonneratiaceae
Soneratia alba
1,58
Arecaceae
Nypa fruticans
Combretaceae
Lumnitzera sp.
Pteridaceae
Acrosticum aureum
61,49
Verbenaceae
Stachytarpheta jamaicensis
30,09
Family Avicenniaceae
Rhisoporaceae
Spesies
Jumlah
Skripsi Asmuruf Mervin
0,00 12,74
62,98
300
6,04
1,35
26,39 15,62
200
200
31
Dari hasil penelitian untuk tiga fase pertumbuhan mangrove di kawasan Tahiti Park seperti pada Tabel 6 menunjukan bahwa, tingkat Semai sebanyak 6 jenis dengan jenis-jenis yang dominan yaitu, Acrosticum aureum , Avicenia marina, Rhizopora mucronata dan Stachytarpheta jamaicensis dengan INP masing-masing 61,49 %, 45,47 %, 39,92 % dan 30,09 %, sedangkan untuk tingkat Sapihan terdapat 5 jenis dimana Avicenia marina dan Rhizopora mucronata merupakan jenis yang dominan dengan INP masing-masing 90,26 % dan dan 60,15 % serta untuk tingkat pertumbuhan pohon terdapat 6 jenis tanaman yang didominasi oleh Avicenia marina dan Rhizopora mucronata dengan nilai INP masing-masing yakni 125,93 % dan 95,66 %. Indeks Keanekaragaman, Keseragaman/Kemerataan dan Kekayaan Jenis Nilai indeks keanekaragaman, keseragaman dan kekayaan jenis mangrove pada kawasan Tahiti Park dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Nilai Indeks Keanekaragaman (H’), Kesamaan/Kemerataan (E) dan Kekayaan Jenis (R) Fase Pertumbuhan Indeks Ekologi P
S
A
H'
1,24
1,15
1,37
E
0,69
0,71
0,70
R
0,92
0,60
0,83
Skripsi Asmuruf Mervin
32
Berdasarkan Tabel 7 Nilai indeks keanekaragaman jenis pada kawasan mangrove Tahiti Park untuk tingkat pohon, sapihan, dan semai. Dapat dikemukakan bahwa nilai indeks keanekaragaman jenis menggambarkan tingkat keanekaragaman jenis dalam suatu tegakan. Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi apabila terdapat banyak jenis dengan
jumlah
individu
masing-masing
relative
merata.
Nilai
indeks
keanekaragaman yang besar mengisyaratkan terdapatnya daya dukung lingkungan yang besar terhadap kehidupan. Nilai indeks tertinggi keanekaragaman (H’) untuk pada fase pertumbuhan mangrove dimiliki oleh tingkat pertumbuhan semai dengan nilai 1,37. Hal ini membuktikan bahwa tingkat keanekaragaman jenis pada kawasan mangrove Tahiti Park menunjukan tingkat keanekaragaman jenis yang sedang. Hal disebabkan oleh terjadinya degradasi dan deforestasi pada kawasan ini dengan keanekaragaman jenis sedang akan membuka peluang bagi jenis vegetasi lain untuk dapat tumbuh pada kawasan ini. Hasil perhitungan seperti disajikan pada tabel diatas terlihat bahwa indeks kemerataan/kesamaan jenis (E) tertinggi pada tingkat pertumbuhan sapihan dengan nilai 0.71 dan secara keseluruhan dapat dilihat bahwa nilai E mendekati 1. Hal ini dapat disimpulkan kalau kemerataan dalam komunitas ini hampir merata serta perbedaan dalam komunitas ini tidak jauh berbeda. Indeks kekayaan jenis Margalef merupakan indeks yang menunjukkan kekayaan jenis suatu komunitas, dimana besarnya nilai ini dipengaruhi oleh banyaknya jenis dan jumlah individu pada areal tersebut. Berdasarkan penelitian
Skripsi Asmuruf Mervin
33
ini, kekayaan jenis (R) pada kawasan mangrove Tahiti Park memiliki nilai kekayaan jenis (R) yang sedikit, hal ini dapat terlihat pada tabel hasil analisis data diatas, bahwa indeks kekayaan jenis di semua fase pertumbuhan mangrove mempunyai nilai yang kurang dari satu.
Skripsi Asmuruf Mervin
34
PENUTUP Kesimpulan 1. Kawasan Mangrove Tahiti Park terdapat 9 jenis mangrove dari 7 family pada fase pertumbuhan mangrove. 2. Avicenia marina merupakan jenis yang mempunyai INP tertinggi pada fase pertumbuhan pohon dan sapihan, sedangkan untuk fase pertumbuhan semai lebih didominasi oleh Acrosticum aureum 3. Nilai indeks keanekaragaman jenis pada kawasan mangrove memiliki tingkat keanekaragaman jenis yang sedang, sedangkan nilai keseragaman/kemerataan jenis dalam komunitas ini hampir merata serta nilai kekayaan jenis pada kawasan ini memiliki kekayaan jenis yang rendah karena mempunyai nilai yang kurang dari 1.
Saran 1.
Upaya penyuluhan mangrove dan kampanye manfaat mangrove perlu dilakukan guna pelestarian mangrove sebagai tempat wisata dan wahana pendidikan serta sebagai kawasan mitigasi limbah dari pasar sentral
2.
Perlu adanya upaya diversifikasi mangrove pada kawasan ini serta perlu adanya perhatian pemerinytah dalam menjaga dan melestarikan kawasan ini..
3.
Perlu dilakukan kajian mengenai volume tegakan dan valuasi ekonomi guna keberlanjutan habitat pada Kawasan Mangrove Tahiti Park.
Skripsi Asmuruf Mervin
35
DAFTAR PUSTAKA Arief, Arifin. 2003. Hutan Mangrove Fungsi & Manfaatnya. Kanisius. Jogjakarta. BPS, 2012. Kabupaten Teluk Bintuni Dalam Angka 2012. BPS Kab. Teluk Bintuni. Teluk Bintuni. Indriyanto. 2005. Ekologi Hutan. Bumi Aksara. Jakarta. Irwanto. 2007. Analisis Vegetasi Untuk Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung Pulau Marsegu, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada. Jogjakarta. diunduh www.irwantoshut.com (20 Oktober 2012) Jurnal Pengenalan Jenis Mangrove. 2012. Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah I. Denpasar. Kelompok Kerja Mangrove Daerah Provinsi Papua Barat. 2012. Srategi dan Kebijakan Pengelolaan Mangrove di Papua Barat. Dinas Kehutanan & Perkebunan Provinsi Papua Barat. manokwari (Makalah tidak diterbitkan) Kusmana, dkk. 2003. Jenis-Jenis Pohon Mangrove Di Teluk Bintuni. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nauw, Titus. 2012. Struktur Vegetasi Mangrove dan Pemanfaatannya oleh Masyarakat di Teluk Youtefa Kota Jayapura. Fakultas Peternakan, Perikanan & Ilmu Kelautan Universitas Negeri Papua. Manokwari. (Skripsi tidak diterbitkan) Reinnamah, Yohanes. 2010. Komposisi Dan Pola Zonasi Vegetasi Hutan Mangrove. Diunduh http://karmelreinnamah.blogspot.com/2010/04/komposisi-dan-pola-zonasivegetasi.html ( 20 Oktober 2012). Sihite, Jamarti, dkk. 2005. Bintuni Bay Nature Reserve Management Plan Irian Jaya Barat Province 2006 – 2030. The Nature Conservancy (TNC), Southeast Asia Center for Marine Protected Areas (SEACMPA). Bali.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Hasil Penelitian Untuk Fase Pertumbuhan Pohon
No Batang 1 2 3 4
No Jalur
No Plot 1
Nama Latin
Nama Lokal
Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina
Api-api Api-api Api-api Api-api
Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina
Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api
Diameter Cm 20 21 20 19
Tinggi m 15 16 12 14
TBC m 6 7 8 6
20 20 22 23 23 22 22 32 31 32 37 33 35 20 21 33 31
25 25 25 27 28 18 23 20 23 25 21 18 16 17 17 20 18
10 15 7 18 8 4 5 15 15 18 5 4 2 5 5 7 5
Diameter LBD m m2 0,2 0,0314 0,21 0,034619 0,2 0,0314 0,19 0,028339
2 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
3
I 4
5
6
0,2 0,2 0,22 0,23 0,23 0,22 0,22 0,32 0,31 0,32 0,37 0,33 0,35 0,2 0,21 0,33 0,31
0,0314 0,0314 0,037994 0,041527 0,041527 0,037994 0,037994 0,080384 0,075439 0,080384 0,107467 0,085487 0,096163 0,0314 0,034619 0,085487 0,075439
22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46
7
8
9
10
1 II 2
Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata
Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke
30 37 25 27 21 30 30 22 22 33 40 33 30 31 30 35 21 25 27 30 33 31 23 22 30
18 12 15 16 15 16 16 16 17 18 14 16 15 13 15 18 15 15 12 12 14 12 12 12 14
10 8 7 7 4 7 5 8 10 6 5 2 10 7 5 7 8 3 7 7 5 5 5 10 7
0,3 0,37 0,25 0,27 0,21 0,3 0,3 0,22 0,22 0,33 0,4 0,33 0,3 0,31 0,3 0,35 0,21 0,25 0,27 0,3 0,33 0,31 0,23 0,22 0,3
0,07065 0,107467 0,049063 0,057227 0,034619 0,07065 0,07065 0,037994 0,037994 0,085487 0,1256 0,085487 0,07065 0,075439 0,07065 0,096163 0,034619 0,049063 0,057227 0,07065 0,085487 0,075439 0,041527 0,037994 0,07065
47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71
3
4
5
6
7
8
Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Avicennia marina Avicennia marina Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Avicennia marina Avicennia marina
Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Api-api Api-api Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Api-api Api-api
31 22 27 22 25 22 25 27 22 21 23 25 33 22 23 22 30 25 22 32 21 32 22 33 31
16 12 10 11 12 13 11 12 14 12 14 12 16 14 15 5 10 15 14 14 14 14 15 14 12
14 8 5 7 7 10 3 8 7 8 9 7 7 5 10 10 13 10 7 5 5 8 10 7 8
0,31 0,22 0,27 0,22 0,25 0,22 0,25 0,27 0,22 0,21 0,23 0,25 0,33 0,22 0,23 0,22 0,3 0,25 0,22 0,32 0,21 0,32 0,22 0,33 0,31
0,075439 0,037994 0,057227 0,037994 0,049063 0,037994 0,049063 0,057227 0,037994 0,034619 0,041527 0,049063 0,085487 0,037994 0,041527 0,037994 0,07065 0,049063 0,037994 0,080384 0,034619 0,080384 0,037994 0,085487 0,075439
72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96
9
10
1
2
III
3
4
5
Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Lumnitsera Lumnitsera Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Lumnitsera Lumnitsera Avicennia marina Avicennia marina Lumnitsera Avicennia marina Avicennia marina Lumnitsera Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Lumnitsera Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina
Api-api Api-api Api-api
Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api
Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api
32 33 31 22 27 34 27 10 13 12 21 22 35 33 38 32 21 10 11 30 28 27 27 23 10
13 14 12 12 14 12 12 11 12 7 12 13 15 12 15 12 12 12 11 15 12 14 12 12 10
10 5 10 3 5 5 4 15 10 5 5 7 5 7 7 10 7 5 7 7 10 5 4 4 3
0,32 0,33 0,31 0,22 0,27 0,34 0,27 0,1 0,13 0,12 0,21 0,22 0,35 0,33 0,38 0,32 0,21 0,1 0,11 0,3 0,28 0,27 0,27 0,23 0,1
0,080384 0,085487 0,075439 0,037994 0,057227 0,090746 0,057227 0,00785 0,013267 0,011304 0,034619 0,037994 0,096163 0,085487 0,113354 0,080384 0,034619 0,00785 0,009499 0,07065 0,061544 0,057227 0,057227 0,041527 0,00785
97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120
6
7
8
9 10 1 2 IV 3 4 5
Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia officinalis Avicennia officinalis Avicennia officinalis Avicennia officinalis Avicennia officinalis Avicennia officinalis Avicennia officinalis Avicennia officinalis Avicennia officinalis Avicennia officinalis Avicennia officinalis Avicennia marina
Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api marahuf marahuf marahuf marahuf marahuf marahuf marahuf marahuf marahuf marahuf marahuf Api-api
11 10 12 27 39 36 30 33 28 40 39 28 10 11 14 24 11 10 34 12 12 14 29 23
10 8 10 12 13 17 14 14 12 12 15 12 10 7 12 14 10 10 14 12 14 10 10 6
4 3 4 3 5 8 5 7 5 7 6 7 5 3 4 7 2 2 3 4 5 1 3 4
0,11 0,1 0,12 0,27 0,39 0,36 0,3 0,33 0,28 0,4 0,39 0,28 0,1 0,11 0,14 0,24 0,11 0,1 0,34 0,12 0,12 0,14 0,29 0,23
0,009499 0,00785 0,011304 0,057227 0,119399 0,101736 0,07065 0,085487 0,061544 0,1256 0,119399 0,061544 0,00785 0,009499 0,015386 0,045216 0,009499 0,00785 0,090746 0,011304 0,011304 0,015386 0,066019 0,041527
6 7 8 9 10 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136
1
2
3 V 4
5 6 7 8 9
Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Rhizophora mucronata Avicennia marina Avicennia marina Rhizophora mucronata Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina
Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api Tokke-tokke Api-api Api-api Tokke-tokke Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api
32 35 32 30 10 40 36 30 27 23 33 30 31 29 33 30
12 16 12 14 11 18 17 12 12 10 12 13 12 10 14 14
7 5 3 5 5 5 7 7 4 4 7 8 4 7 2 2
0,32 0,35 0,32 0,3 0,1 0,4 0,36 0,3 0,27 0,23 0,33 0,3 0,31 0,29 0,33 0,3
0,080384 0,096163 0,080384 0,07065 0,00785 0,1256 0,101736 0,07065 0,057227 0,041527 0,085487 0,07065 0,075439 0,066019 0,085487 0,07065
10 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150
1
2
3 VI 4
Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Bruguiera spp. Rhizophora mucronata Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina
Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api Paproti Tokke-tokke Api-api Api-api Api-api
38 27 28 34 23 27 24 34 37 10 12 19 32 34
12 10 15 10 10 14 10 12 10 10 12 10 16 15
4 3 9 3 7 2 7 5 3 7 7 5 7 7
0,38 0,27 0,28 0,34 0,23 0,27 0,24 0,34 0,37 0,1 0,12 0,19 0,32 0,34
0,113354 0,057227 0,061544 0,090746 0,041527 0,057227 0,045216 0,090746 0,107467 0,00785 0,011304 0,028339 0,080384 0,090746
Avicennia marina Lumnitsera Lumnitsera Lumnitsera
Api-api
35 33 30 32
17 12 14 20
5 5 7 8
0,35 0,33 0,3 0,32
0,096163 0,085487 0,07065 0,080384
5 6 7 8 9 10 151 152 153 154
VII
1
155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166
2
3
4
5
Lumnitsera Avicennia marina Lumnitsera Lumnitsera Lumnitsera Lumnitsera Lumnitsera Lumnitsera Lumnitsera Lumnitsera Lumnitsera Lumnitsera
Api-api
21 30 32 35 20 20 20 20 20 30 20 20
13 16 13 10 14 13 12 10 11 17 11 11
5 10 7 3 10 10 11 5 9 10 3 5
0,21 0,3 0,32 0,35 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,3 0,2 0,2
0,034619 0,07065 0,080384 0,096163 0,0314 0,0314 0,0314 0,0314 0,0314 0,07065 0,0314 0,0314
22 23 23 22 32 32 30 20
13 15 14 13 17 17 13 17
10 12 5 10 10 12 9 5
0,22 0,23 0,23 0,22 0,32 0,32 0,3 0,2
0,037994 0,041527 0,041527 0,037994 0,080384 0,080384 0,07065 0,0314
6 7 8 9 10 167 168 169 170 171 172 173 174
1 VIII 2
Lumnitsera Lumnitsera Lumnitsera Lumnitsera Lumnitsera Lumnitsera Lumnitsera Lumnitsera
175 176 177 178 179 180 181 182 183 184
3
4
Lumnitsera Lumnitsera Lumnitsera Lumnitsera Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina Avicennia marina
Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api Api-api
30 29 20 44 33 20 20 35 12 37
16 12 14 14 10 11 13 15 10 12
12 5 10 5 5 7 10 10 3 7
0,3 0,29 0,2 0,44 0,33 0,2 0,2 0,35 0,12 0,37
0,07065 0,066019 0,0314 0,151976 0,085487 0,0314 0,0314 0,096163 0,011304 0,107467
34 20 22 30 32 20 21 33 10
13 14 11 15 14 10 12 14 10
5 7 5 12 10 7 8 10 5
0,34 0,2 0,22 0,3 0,32 0,2 0,21 0,33 0,1
0,090746 0,0314 0,037994 0,07065 0,080384 0,0314 0,034619 0,085487 0,00785
5 6 7 8 9 10 185 186 187 188 189 190 191 192 193
1 IX 2
Avicennia marina Lumnitsera Lumnitsera Lumnitsera Lumnitsera Lumnitsera Lumnitsera Rhizophora mucronata Soneratia
Api-api
Tokke-tokke
194 195 196 197 198
199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211
3 4 5 6 7 8 9 10 1
2 X
3 4 5
Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Avicennia marina
Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Api-api
30 33 20 25 35
12 13 17 16 12
7 9 10 8 5
0,3 0,33 0,2 0,25 0,35
0,07065 0,085487 0,0314 0,049063 0,096163
Avicennia marina Avicennia marina Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Avicennia marina Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata
Api-api Api-api Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Api-api Tokke-tokke Tokke-tokke
37 39 40 21 22 30 30 33 20 32 34 33 34
14 13 15 12 14 15 17 14 12 12 14 17 16
10 7 7 5 10 12 12 5 8 10 9 9 12
0,37 0,39 0,4 0,21 0,22 0,3 0,3 0,33 0,2 0,32 0,34 0,33 0,34
0,107467 0,119399 0,1256 0,034619 0,037994 0,07065 0,07065 0,085487 0,0314 0,080384 0,090746 0,085487 0,090746
6 7 8 9 10 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227 228 229 230 231
1
2
XI
3
4
5
Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Lumnitsera Rhizophora mucronata Avicennia marina Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata Avicennia marina Avicennia marina Lumnitsera Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata
Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Api-api Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Tokke-tokke Api-api Api-api Tokke-tokke Tokke-tokke
35 32 21 34 18 19 18 17 16 35 33 32 33 22 21 25 26 30 33 30
14 14 10 13 10 12 11 11 10 11 10 14 12 14 11 14 12 12 16 14
9 7 5 5 3 6 3 8 6 5 7 8 6 9 5 7 5 4 3 5
0,35 0,32 0,21 0,34 0,18 0,19 0,18 0,17 0,16 0,35 0,33 0,32 0,33 0,22 0,21 0,25 0,26 0,3 0,33 0,3
0,096163 0,080384 0,034619 0,090746 0,025434 0,028339 0,025434 0,022687 0,020096 0,096163 0,085487 0,080384 0,085487 0,037994 0,034619 0,049063 0,053066 0,07065 0,085487 0,07065
232
Rhizophora mucronata 6 7 8 9 10
Tokke-tokke
21
16
9
0,21
0,034619
Lampiran 2. Data Hasil Penelitian Untuk Fase Pertumbuhan Pancang NO. NO. JALUR PLOT I
NAMA JENIS
PANCANG ∑2
Avicenia marina Nipa Rhysopora mucronata
5 4 7
Nipa Lumnitsera Rhysopora mucronata Avicenia marina
4 2 2 6
Rhysopora mucronata Lumnitsera Avicenia marina Rhysopora mucronata Avicenia marina Nipa
4 5 9 7 8 1
7
Rhysopora mucronata Avicenia marina Rhysopora mucronata
5 6 6
8
Avicenia marina Rhysopora mucronata
8 4
1
2
3
4
5
6
NO. JALUR
NO. PLOT 3
4
5 6
7
8
9
NAMA JENIS Avicenia marina Lumnitsera Avicenia marina Rhysopora mucronata Avicenia marina Nipa Lumnitsera Rhysopora mucronata Nipa Avicenia marina Bruguera spp. Lumnitsera Avicenia marina Rhysopora mucronata Lumnitsera Avicenia marina Rhysopora mucronata Lumnitsera
PANCANG ∑2 7 1 8 5 9 2 3 8 1 5 2 3 5 8 4 8 4 2
9
10
II
1
2 5 6
7 8 9
Lumnitsera Bruguera spp. Avicenia marina Rhysopora mucronata
2 2 10 6
Lumnitsera Avicenia marina
2 8
Lumnitsera Avicenia marina Lumnitsera
3 8 4
Nipa Lumnitsera Avicenia marina Bruguera spp. Rhysopora mucronata
2 2 9 4 8
Avicenia marina
6
Avicenia marina Lumnitsera Avicenia marina Bruguera spp. Avicenia marina
8 3 8 5 6
10 III
1
2
3
4 10
V
1
2 3 4
Rhysopora mucronata Avicenia marina Bruguera spp. Avicenia marina Rhysopora mucronata Avicenia marina Rhysopora mucronata Nipa Avicenia marina Rhysopora mucronata
Avicenia marina Rhysopora mucronata Rhysopora mucronata Avicenia marina Avicenia oficinialis Avicenia marina Rhysopora
9 8 3 9 6 7 10 2 9 9
8 7 8 5 3 6 7
mucronata
10 IV
1 2 3 4
5
Bruguera spp.
2
Rhysopora mucronata Lumnitsera Avicenia marina Lumnitsera Avicenia marina Rhysopora mucronata Rhysopora mucronata Lumnitsera Nipa Avicenia marina Avicenia marina Lumnitsera
4 1 8 3 5 7 8 4 2 7 8 3
5
Avicenia marina Rhysopora mucronata Lumnitsera
4 5 2
6 7 8 9 10
VI
1
6
2
7
3
8
4
Rhysopora mucronata Avicenia marina Avicenia marina Nipa Rhysopora mucronata Avicenia marina Rhysopora mucronata Lumnitsera
8 5 9 2 5 6 9 6
9
5
6 3 7 4 8 5 9
Avicenia marina Bruguera spp. Lumnitsera Avicenia marina Nipa Avicenia marina Rhysopora mucronata Avicenia marina Lumnitsera
5 3 3 9 2 8 3 8 2
6 10 7 VII
1 2 3 4
5 6
Bruguera spp. Avicenia marina Rhysopora mucronata Avicenia marina Avicenia marina Rhysopora mucronata Avicenia marina
3 9 7 4 6 4 5
Nipa Rhysopora mucronata Avicenia marina
2 6 3
8 9 10
IX
1 2
Rhysopora mucronata Avicenia marina Avicenia marina Nipa
2 9 6 3
3 7 4 8 5 9
Rhysopora mucronata Lumnitsera Avicenia marina Rhysopora mucronata Avicenia marina Rhysopora mucronata
9 3 6 6 4 7
6 10 7 VIII
1 2
Avicenia marina Rhysopora mucronata Avicenia marina
4 4 5 XI
9 10
X
1 2 3
8
1 2
Rhysopora mucronata Avicenia marina Lumnitsera Avicenia marina Bruguera spp.
4 6 3 4 2
3 4 5
Rhysopora mucronata Avicenia marina Lumnitsera Bruguera spp. Rhysopora mucronata Avicenia marina Avicenia marina Lumnitsera Rhysopora
4 5 3 2 6 3 4 3 7
mucronata 4 5
Avicenia marina Avicenia marina Rhysopora mucronata Nipa Avicenia marina
5 4 5 3 6
Avicenia marina 6 7
6
8
7
9
8
10
9 10
3
Lampiran 3. Data Hasil Penelitian Untuk Fase Pertumbuhan Pohon NO. NO. JALUR PLOT I
NAMA JENIS
1 Avicenia marina Lumnitsera 2 Rhysopora mucronata Lumnitsera Avicenia marina 3 Avicenia marina Acrosticum aureum 4 Lumnitsera Avicenia marina Rhysopora mucronata 5 Avicenia marina Rhysopora mucronata 6 Rhysopora mucronata Acrosticum aureum 7 Rhysopora mucronata Acrosticum aureum 8 Rhysopora mucronata Avicenia marina 9 Avicenia marina Rhysopora mucronata Bruguera spp.
SEMAI ∑ 7 5 4 1 2 4 5 5 8 4 3 5 3 5 3 3 6 4 8 9 2
NO. JALUR
NO. PLOT
NAMA JENIS
4
5 6
7
8 9 10
III
1
Acrosticum aureum Rhysopora mucronata Avicenia marina Rhysopora mucronata Lumnitsera Acrosticum aureum Avicenia marina Avicenia marina Acrosticum aureum Rhysopora mucronata Avicenia marina Acrosticum aureum Rhysopora mucronata Rhysopora mucronata Lumnitsera Avicenia marina Lumnitsera Rhysopora mucronata Lumnitsera Avicenia marina Acrosticum aureum
SEMAI ∑ 10 5 2 8 2 7 3 5 12 3 8 12 5 6 3 7 2 9 3 5 5
II
IV
10 Bruguera spp. Lumnitsera 1 Avicenia marina Acrosticum aureum 2 Rhysopora mucronata Avicenia marina 3 Lumnitsera 5 Avicenia marina Acrosticum aureum 6 Rhysopora mucronata Avicenia marina 7 Acrosticum aureum Lumnitsera 8 Avicenia marina Rhysopora mucronata Lumnitsera 9 Avicenia marina Bruguera spp. Rhysopora mucronata 10 Rhysopora mucronata Avicenia marina Lumnitsera 1 Avicenia marina Rhysopora mucronata 2 Lumnitsera
2 6 8 13 4 2 2 9 3 8 5 7 7 8 4 2 9 2 5 7 5 2 5 3 4
2 3 4 10 V
1 2 3 4 5 6 7 8
Rhysopora mucronata Avicenia marina Rhysopora mucronata Avicenia marina Acrosticum aureum Rhysopora mucronata Acrosticum aureum Acrosticum aureum Stachytarpheta jamaicensis Avicenia marina Lumnitsera Rhysopora mucronata Avicenia marina Avicenia marina Avicenia marina Bruguera spp. Avicenia marina Acrosticum aureum Stachytarpheta jamaicensis Acrosticum aureum Stachytarpheta jamaicensis Acrosticum aureum Stachytarpheta jamaicensis Acrosticum aureum Stachytarpheta jamaicensis
7 5 4 5 12 8 5 12 3 8 3 10 7 4 5 5 9 11 4 13 5 12 3 11 4
Avicenia marina 3 Rhysopora mucronata Acrosticum aureum 4 Lumnitsera Avicenia marina 5 Avicenia marina
Stachytarpheta jamaicensis
VII
6 Acrosticum aureum Stachytarpheta jamaicensis 7 Acrosticum aureum Stachytarpheta jamaicensis 8 Acrosticum aureum Stachytarpheta jamaicensis 9 Acrosticum aureum Stachytarpheta jamaicensis Stachytarpheta jamaicensis 7 Acrosticum aureum Stachytarpheta jamaicensis 8 Acrosticum aureum Stachytarpheta jamaicensis 9 Acrosticum aureum Stachytarpheta jamaicensis 10 Acrosticum aureum Stachytarpheta jamaicensis 1 Bruguera spp.
8 4 13 6 8 10 3 12 4 10 5 12 3 12 4 4 10 5 11 5 10 5 11 4 3
VI
9 Acrosticum aureum Stachytarpheta jamaicensis 10 Acrosticum aureum Stachytarpheta jamaicensis 1 Rhysopora mucronata Lumnitsera 2 Avicenia marina Avicenia marina 3 Rhysopora mucronata Avicenia marina 4 Rhysopora mucronata Lumnitsera 5 Rhysopora mucronata Rhysopora mucronata 6 Acrosticum aureum 3 Avicenia marina Rhysopora mucronata 4 Rhysopora mucronata Lumnitsera 5 Bruguera spp. Rhysopora mucronata 6 Rhysopora mucronata Stachytarpheta jamaicensis 7 Acrosticum aureum Stachytarpheta jamaicensis
12 3 11 2 4 2 3 2 7 5 7 3 6 4 12 9 5 5 7 3 9 10 4 11 5
2 3 4 5 6 7 8 9 10 VIII
1 2
10
Avicenia marina Rhysopora mucronata Rhysopora mucronata Avicenia marina Avicenia marina Avicenia marina Avicenia marina Rhysopora mucronata Avicenia marina Avicenia marina Stachytarpheta jamaicensis Acrosticum aureum Stachytarpheta jamaicensis Acrosticum aureum Stachytarpheta jamaicensis Acrosticum aureum Stachytarpheta jamaicensis Acrosticum aureum Stachytarpheta jamaicensis Avicenia marina Rhysopora mucronata Lumnitsera Bruguera spp. Stachytarpheta jamaicensis Acrosticum aureum
11 6 2 4 5 4 2 5 8 10 4 11 5 12 3 10 6 11 3 8 5 3 4 2 11
IX
XI
8 Acrosticum aureum Stachytarpheta jamaicensis 9 Acrosticum aureum Stachytarpheta jamaicensis 10 Acrosticum aureum Stachytarpheta jamaicensis 1 Rhysopora mucronata Rhysopora mucronata 2 Avicenia marina Nipa 3 Rhysopora mucronata Avicenia marina 4 Lumnitsera Rhysopora mucronata 5 Avicenia marina Bruguera spp. 6 Acrosticum aureum Stachytarpheta jamaicensis 7 Acrosticum aureum Stachytarpheta jamaicensis 8 Acrosticum aureum Stachytarpheta jamaicensis 9 Acrosticum aureum 1 Rhysopora mucronata Avicenia marina
12 7 11 3 12 4 4 5 5 4 3 7 4 5 6 8 11 5 10 2 14 3 11 4 6
X
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Stachytarpheta jamaicensis Avicenia marina Rhysopora mucronata Rhysopora mucronata Avicenia marina Rhysopora mucronata Rhysopora mucronata Avicenia marina Rhysopora mucronata Nipa Lumnitsera Acrosticum aureum Stachytarpheta jamaicensis Acrosticum aureum Stachytarpheta jamaicensis Acrosticum aureum Stachytarpheta jamaicensis Acrosticum aureum Stachytarpheta jamaicensis Acrosticum aureum Stachytarpheta jamaicensis
3 9 3 2 8 7 5 5 7 3 5 11 4 12 3 12 5 11 5 12 6
2 Lumnitsera Bruguera spp. 3 Rhysopora mucronata Avicenia marina 4 Avicenia marina Lumnitsera 5 Rhysopora mucronata Avicenia marina 6 Acrosticum aureum Stachytarpheta jamaicensis 7 Acrosticum aureum Stachytarpheta jamaicensis 8 Acrosticum aureum Stachytarpheta jamaicensis 9 Acrosticum aureum Stachytarpheta jamaicensis 10 Acrosticum aureum Stachytarpheta jamaicensis
3 2 8 7 8 2 8 7 12 4 11 3 12 5 11 2 10 4
Lampiran 4. Hasil Perhitungan Untuk Fase Pertumbuhan Pohon Nama Spesies
Jumlah
(%)
(%)
∑ LBD m2
39 95
45,26 0,35
43,82
13,46
12,24
36,85 125,93
24 66
31,47 0,22
26,97
13,60
12,36
37,22
95,65
18 37
17,67 0,16
20,22
9,16
8,33
25,09
62,99
6 10
4,74 0,05
6,74
0,29
0,26
0,79
12,28
1 1
0,43 0,01
1,12
0,01
0,01
0,02
1,58
1 1
0,43 0,01
1,12
0,01
0,01
0,02
1,58
211 100,00 0,81 100,00
36,53
110
K
1,1 Avicenia marina Rhizophora mucronata Lumnitsera Avicenia oficinalis Soneratia Bruguiera spp. Jumlah
105 73 41 11 1 1 232
KR
F
FR
D
DR
1,1
(%)
INP
33,21 100,00 300,00
Lampiran 5. Hasil Perhitungan Untuk Fase Pertumbuhan Pancang Jumlah Nama Spesies
KR 110
K
0,275
FR F
(%)
INP (%)
Avicenia marina
382
59 1.389 50,40 0,54 39,86 90,26
Rhizophora mucronata
246
41 895
32,45 0,37 27,70 60,16
Lumnitsera
72
25 262
9,50 0,23 16,89 26,39
Nipa
30
13 109
3,96 0,12
8,78 12,74
Bruguiera spp.
28
10 102
3,69 0,09
6,76 10,45
100 1,35
100
Jumlah
758 148 2.756
200
Lampiran 6. Hasil Perhitungan Untuk Fase Pertumbuhan Semai Nama Spesies
Jumlah 0,044
110
K
KR (%)
F
FR (%)
INP
Avicenia marina
325
53 7.386
22,63 0,48 22,84 45,48
Rhizophora mucronata
270
49 6.136
18,80 0,45 21,12 39,92
82
23 1.864
5,71 0,21
9,91 15,62
7
2 159
0,49 0,02
0,86
Lumnitsera Nipa
1,35
Acrosticum aureum
555
53 12.614
38,65 0,48 22,84 61,49
Stachytarpheta jamaicensis
166
43 3.773
11,56 0,39 18,53 30,09
31
9 705
Bruguiera spp. Jumlah
1436
32.636
2,16 0,08
3,88
6,04
100 2,11
100
200
Lampiran 7. Hasil Perhitungan H’, E dan R H' Family
Rhisoporaceae
R
Spesies P
Avicenniaceae
E
S
A
P
S
A
P
S
A
Avicenia marina
0,36 0,36 0,29 0,69 0,71 0,70 0,92 0,60 0,83
Avicenia oficinalis
0,13
Rhisopora mucronata
0,36 0,32 0,27
Bruguiera spp.
0,03 0,12 0,08
Sonneratiaceae Soneratia alba
0,03
Arecaceae
Nypa fruticans
0,13 0,02
Combretaceae
Lumnitzera sp.
0,33 0,21 0,15
Pteridaceae
Acrosticum aureum
0,32
Verbenaceae
Stachytarpheta jamaicensis
0,23
Jumlah
1,24 1,15 1,37