MATA KULIAH KEPERAWATAN JIWA II
Ns. Sri Supami, S.Kep, S.Pd, S.Pd, M.Kes
Kelompok 1 Disusun Oleh:
1. Ade Indriani
11151001
9. Larasati Kusuma D
11151025
2. Allysiana Zalfa M S
11151004
10. Mona Agustina
11151028
3. Anindhya Indah C
11151007
11. Nadya Meyana
11151031
4. Ayu Fajarningsih
11151010
12. Putri Metovani Y
11151034
5. Defitri Sariningtyas
11151013
13. Sarah Nurul P
11151037
6. Eka Septianti
11151016
14. Silvia Yunita
11151040
7. Fitria Puji R
11151019
15. Ulya Madita
11151043
8. Indah Sari Tobing
11151022
Kelas: S1 Reguler 8A
STIKES PERTAMINA BINA MEDIKA Jl. Bintaro Raya No. 10 Tanah Kusir Kebayoran Lama, Jakarta Jakarta Selatan, 12240. Telepon: (021) 7234122, 7207184 Fax: (021) 7234126. Website: www.stikespertamedika.ac.id pertamedika.ac.id email: stikespertamedika@gma
[email protected] il.com Tahun Ajaran 2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmatnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Pada penulisan makalah ini penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam makalah ini. Meskipun banyak hambatan yang dialami dalam proses pembuatan makalah ini, tapi penulis berhasil menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Dalam hal ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Pami selaku pembimbing mata kuliah Keperawatan Jiwa 2 telah membimbing kami dengan penuh kesabaran 2. Kedua orang tua yang telah memberikan support 3. Teman-teman yang telah membantu demi terselesaikannya makalah ini. Berkat dorongan dari merekalah penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila ada kesalahan atau kekurangan yang kurang jelas dalam makalah ini.
Jakarta, 15 September 2017
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................i DAFTAR ISI ..............................................................................................................................ii BAB I PENDAULUAN A. Latar Belakang ................................................................................................................1 B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 2 C. Tujuan Penyusunan ......................................................................................................... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar .................................................................................................................. 4 B. Tahapan Bencana ............................................................................................................ 4 C. Peran Perawat.................................................................................................................. 6 BAB III PEMBAHASAN A. Definisi dan Jenis Bencana ............................................................................................. 7 B. Definisi Manajemen Bencana .........................................................................................9 C. Prinsip-Prinsip Penanggulangan Bencana .................................................................... 10 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................................................... 12 B. Saran ............................................................................................................................. 12 DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I PENDAULUAN
A. Latar Belakang
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia keruskan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Non bencana adalah kelompok rentan bencana sering disebut kelompok dengan kebutuhan khusus, kelompok yang beresiko, beresiko karena kondisi fisik, psikologis, atau kesehatan sosialsetelah bencana. Banyak upaya yang telah dilakukan dala persiapan menghadapi bencana, namun jarang memperhatikan kebutuhan kelompok rentan, adapun orang yang disebut sebagai kelompok rentan adalah orang dengan kebutuhan khusus baik secara baik ataupun psikologis, wanita, anak-anak, orang tua dan orang dipenjara, SES minoritas dan orang yang mengalami kendala bahasa. Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi bencana yang sangat tinggi dan juga sangat bervariasi dari aspek jenis bencana. Kondisi alam terseut serta adanya keanekaragaman penduduk dan budaya di Indonesia menyebabkan timbulnya risiko terjadinya bencana alam, bencana ulah manusia dan kedaruratan kompleks, meskipun disisi lain juga kaya akan sumberdaya alam. Pada umumnya risiko bencana alam meliputi bencana akibat faktor geologi (gempabumi, tsunami dan letusan gunung api), bencana akibat hydrometeorologi (banjir, tanah longsor, kekeringan, angin topan), bencana akibat faktor biologi (wabah penyakit manusia, penyakit tanaman/ternak, hama tanaman) serta kegagalan teknologi (kecelakan industri, kecelakaan transportasi, radiasi nuklir, pencemaran bahan kimia). Bencana akibat ulah manusia terkait dengan konflik antar manusia akibat perebutan sumberdaya yang terbatas, alasan ideologi, religius serta politik. Sedangkan kedaruratan kompleks merupakan kombinasi dari situasi bencana pada suatu daerah konflik.
1
Individu yang mengalami bencana bereaksi terhadap bencana sesuai dengan caranya masing-masing dan antara satu individu dengan yang lainnya sangat berbeda. Setiap bencana memiliki dampak demografik tertentu, budaya dan riwayat kejadian sebelumnya. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan perawat dalam masa pra bencana ini, antara lain: 1. Mengenali instruksi ancaman bahaya 2. Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuahan saat fase emergency (makanan, air, obat-obatan, pakaian dan selimut, serta tenda) 3. Melatih penanganan pertama korban bencana. 4. Berkoordinasi berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan, palang merah nasionalmaupun lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi ancaman bencana kepada masyarakat pendidikan kesehatan diarahkan kepada: a. Usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut) b. Pelatihan pertolongsn pertama dalam keluarga seperti menolong anggota keluarga dengan kecurigaan fraktur tulang, perdarahan dan pertolongan pertama luka bakar. c. Memberikan beberapa alamat dan nomer telepon darurat seperti dinas kebakaran, RS, dan ambulans. d. Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa (pakaian seperlunya, portable, radio,senter, batrei) e. Memberikan informasi tempat-tempat alternatif penampungan atau posko posko bencana. B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan pembagian dari pra bencana ? 2. Bagaimana peran perawat dalam penyuluhan kesehatan yang dilakukan terhadap masyarakat yang beresiko mengalami bencana? C. Tujuan Penyusunan
1. Tujuan Umum Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Jiwa II pada semester V, dan diharapkan bagi mahasiswa agar mampu memahami tentang penanganan pasien dalam situasi non bencana. 2
2. Tujuan Khusus a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan non bencana b. Mampu menentukan masalah keperawatan pada klien dengan non bencana c. Mampu merencanakan asuhan keperawatan pada klien dengan non bencana d. Mampu melaksanakan tindakan sesuai perencanaan keperawatan pada klien dengan non bencana e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan non bencana.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial. Non bencana adalah kelompok rentan bencana, kelompok yang beresiko karena kondisi fisik, psikologis atau kesehatan sosial setelah bencana. Non bencana adalah kondisi tidak ada bencana pada lokasi rawan bencana. Penyuluhan adalah suatu kejadian atau usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok, atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Akhirnya pengetahuan tersebut diharpkan dapat berpengaruh terhadap perilakunya dengan kata lain, dengan adanya pendidikan tersebut dapat membawa akibat terhadap perubahan perilaku sasaran.
B. Tahapan Bencana 1. Tahapan Pra Disaster
Tahap ini dikenal juga sebagai tahap pra bencana, durasi waktunya mulai saat sebelum terjadi bencana sampai tahap serangan atau impact. Tahap ini dipandang oleh para ahli sebagai tahap yang sangat strategis karena pada tahap pra bencana ini masyarakat perlu dilatih tanggap terhadap bencana yang akan dijumpainya kelak. Latihan yang diberikan kepada petugas dan masyarakat akan sangat berdampak kepada jumlah besarnya korban saat bencana menyerang (impact), peringatan dini dikenalkan kepada masyarakat pada tahap pra bencana. Dengan pertimbangan bahwa, yang pertama kali menolong saat terjadi bencana adalah masyarakat awam atau awam khusus (first responder), maka masyarakat awam khusus perlu segera 4
dilatih oleh pemerintah kabapaten kota. Latihan yang perlu diberikan kepada masyarakat awam khusus dapat berupa : Kemampuan minta tolong, kempuan menolong diri sendiri, menentukan arah evakuasi yang tepat, memberikan pertolongan serta melakukan transportasi 2. Tahapan Bencana (Impact)
Pada tahap serangan atau terjadinya bencana (Impact phase), waktunya bisa terjadi beberapa detik sampai beberapa minggu atau bahkan bulan. Tahap serangan dimulai saat bencana menyerang sampai serang berhenti. Waktu serangan yang singkat misalnya: serangan angin puting beliung, serangan gempa di Jogyakarta atau ledakan bom, waktunya hanya beberapa detik saja tetapi kerusakannya bisa sangat dahsyat. Waktu serangan yang lama misalnya : saat serangan tsunami di Aceh terjadi secara periodik dan berulang-ulang, serangan semburan lumpur lapindo sampai setahun lebih bahkan sampai sekarang belum berhenti yang mengakibatkan jumlah kerugian yang sangat besar 3. Tahap emergensi dimulai sejak berakhirnya serangan bencana yang pertama, bila serangan bencana terjadi secara periodik seperti di Aceh dan semburan lumpur Lapindo sampai terjadi-nya rekonstruksi. Tahap emergensi bisa terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan. Pada tahap emergensi ini, korban memerlukan bantu-an dari tenaga medis spesialis, tenaga kesehatan gawat darurat, awam khusus yang terampil dan tersertifikasi. Di- 88 JURNAL ILMIAH KESEHATAN MEDIA HUSADA I VOLUME 01/NOMOR 01/AGUSTUS 2012 perlukan bantuan obat-obatan, balut bidai dan alat evakuasi, alat transportasi yang efisien dan efektif, alat komunikasi, makanan, pakaian dan lebih khusus pakaian anakanak, pakaian wanita terutama celana dalam, BH, pembalut wanita yang kadang malah hampir tidak ada. Diperlukan mini hospital dilapangan, dapur umum dan mana-jemen perkemahan yang baik agar kesegaran udara dan sanitasi lingkung-an terpelihara dengan baik. 4. Tahap Rekonstruksi Pada tahap ini mulai dibangun tempat ting-gal, sarana umum seperti sekolah, sarana ibadah, jalan, pasar atau tempat pertemuan warga. Pada tahap rekonstruksi ini yang dibangun tidak saja kebutuhan fisik tetapi yang lebih utama yang perlu kita bangun kembali adalah budaya. Kita perlu melakukan rekonstruksi budaya, melakukan reorientasi nilai-nilai dan normanorma hidup yang lebih baik yang lebih beradab. Deng-an melakukan rekonstruksi budaya kepada masyarakat korban bencana, kita 5
berharap kehidupan mereka lebih baik bila dibanding sebelum terjadi bencana. Situasi ini seharus-nya bisa dijadikan momentum oleh pemerintah untuk membangun kembali Indonesia yang lebih baik, lebih beradab, lebih santun, lebih cerdas hidupnya, lebih me-miliki daya saing di dunia internasional. Hal ini yang nampaknya kita rindukan, karena yang seringkali kita baca dan kita dengar adalah penyalahgunaan bantuan untuk korban bencana dan saling tunggu antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat.
C. Peran Perawat Peran tenaga kesehatan dalam masa pra bencana ini antara lain adalah adalah: 1. Tenaga kesehatan mengikuti pelatihan dan pendidikan yang berhubungan dengan penanggulangan ancaman bencana untuk tiap fasenya. 2. Tenaga kesehatan ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintah, organisasi lingkungan, palang merah nasional, maupun lembagalembaga kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi bencana kepada masyarakat 3. Tenaga kesehatan terlibat dalam program promosi kesehatan untuk meningkatkan kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana yang meliputi hal-hal berikut ini: a. Usaha pertolongan diri sendiri ketika ada bencana b. Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong anggota keluarga yang lain c. Tenaga kesehatan dapat memberikan beberapa alamat dan nomor telepon darurat seperti dinas kebakaran, rumah sakit dan ambulance
6
BAB III PEMBAHASAN
A. Definisi dan Jenis Bencana
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristi wa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi. dan wabah penyakit. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atauserangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror.5 Tahapan Bencana Disaster atau bencana dibagi beberapa tahap yaitu : tahap pra-disaster, tahap serangan atau saat terjadi bencana (impact), tahap emergensi dan tahap rekonstruksi. Dari ke-empat tahap ini, tahap pra disaster memegang peran yang sangat strategis. 1. Tahap Pra-Disaster Tahap ini dikenal juga sebagai tahap pra bencana, durasi waktunya mulai saat sebelum terjadi bencana sampai tahap serangan atau impact. Tahap ini dipandang oleh para ahli sebagai tahap yang sangat strategis karena pada tahap pra bencana ini masyarakat perlu dilatih tanggap terhadap bencana yang akan dijumpainya kelak. Latihan yang diberikan kepada petugas dan masyarakat akan sangat berdampak 7
kepada jumlah besarnya korban saat bencana menyerang (impact), peringatan dini dikenalkan kepada masyarakat pada tahap pra bencana. 2. Tahap Serangan atau Terjadinya Bencana (Impact phase) Pada tahap serangan atau terjadinya bencana (Impact phase) merupakan fase terjadinya klimaks bencana. Inilah saat-saat dimana, manusia sekuat tenaga mencoba ntuk bertahan hidup. Waktunya bisa terjadi beberapa detik sampai beberapa minggu atau bahkan bulan. Tahap serangan dimulai saat bencana menyerang sampai serang berhenti. 3. Tahap Emergensi Tahap emergensi dimulai sejak berakhirnya serangan bencana yang pertama.Tahap emergensi bisa terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan. Pada tahap emergensi, hari-hari minggu pertama yang menolong korban bencana adalah masyarakat awam atau awam khusus yaitu masyarakat dari lokasi dan sekitar tempat bencana. Karakteristik korban pada tahap emergensi minggu pertama adalah : korban dengan masalah Airway dan Breathing (jalan nafas dan pernafasan), yang sudah ditolong dan berlanjut ke masalah lain, korban dengan luka sayat, tusuk, terhantam benda tumpul, patah tulang ekstremitas dan tulang belakang, trauma kepala, luka bakar bila ledakan bom atau gunung api atau ledakan pabrik kimia atau nuklir atau gas. Pada minggu ke dua dan selanjutnya, karakteristik korban mulai berbeda karena terkait dengan kekurangan makan, sanitasi lingkungan dan air bersih, atau personal higiene. Masalah kesehatan dapat berupa sakit lambung (maag), diare, kulit, malaria atau penyakit akibat gigitan serangga. 4. Tahap Rekonstruksi Pada tahap ini mulai dibangun tempat tinggal, sarana umum seperti sekolah, sarana ibadah, jalan, pasar atau tempat pertemuan warga. Pada tahap rekonstruksi ini yang dibangun tidak saja kebutuhan fisik tetapi yang lebih utama yang perlu kita bangun kembali adalah budaya. Kita perlu melakukan rekonstruksi budaya, melakukan re-orientasi nilai-nilai dan norma-norma hidup yang lebih baik yang lebih beradab. Dengan melakukan rekonstruksi budaya kepada masyarakat korban bencana, kita berharap kehidupan mereka lebih baik bila dibanding sebelum terjadi bencana. Situasi ini seharusnya bisa dijadikan momentum oleh pemerintah untuk membangun kembali Indonesia yang lebih baik, lebih beradab, lebih santun, lebih cerdas hidupnya lebih memiliki daya saing di dunia internasional.
8
B. Definisi Manajemen Bencana
Penanggulangan bencana atau yang sering didengar dengan manajemen bencana (disaster management) adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi Konsep manajemen bencana saat ini telah mengalami pergeseran paradigma dari pendekatan konvensional menuju pendekatan holistik (menyeluruh). Pada pendekatan konvensial bencana itu suatu peristiwa atau kejadian yang tidak terelakkan dan korban harus segera mendapatkan pertolongan, sehingga manajemen bencana lebih fokus pada hal yang bersifat bantuan (relief) dan tanggap darurat (emergency response). Selanjutnya paradigma manajemen bencana berkembang ke arah pendekatan pengelolaan risiko yang lebih fokus pada upaya-upaya pencegahan dan mitigasi, baik yang bersifat struktural maupun non-struktural di daerah-daerah yang rawan terhadap bencana, dan upaya membangun kesiap-siagaan. Sebagai salah satu tindak lanjut dalam menghadapi perubahan paradigma manajemen bencana tersebut, pada bulan Januari tahun 2005 di Kobe-Jepang, diselengkarakan
Konferensi Pengurangan Bencana Dunia (World Conference
on Disaster Reduction) yang menghasilkan beberapa substansi dasar dalam mengura ngi kerugian akibat bencana, baik kerugian jiwa, sosial, ekonomi
dan
lingkungan.
Substansi dasar tersebut yang selanjutnya merupakan lima prioritas kegiatan untuk tahun 2005 ‐2015 yaitu: 1. Meletakkan pengurangan risiko bencana sebagai prioritas nasional maupun daerah yang pelaksanaannya harus didukung oleh kelembagaan yang kuat. 2. 2.Mengidentifikasi,
mengkaji
dan
memantau
risiko
bencana
serta menerapkan sistem peringatan dini 3. Memanfaatkan pengetahuan, inovasi dan pendidikan membangun kesadaran kesadaran keselamatan diri dan ketahanan terhadap bencana pada semua tingkat masyarakat. 4. Mengurangi faktor ‐faktor penyebab risiko bencana. 5. Memperkuat
kesiapan
menghadapi
bencana
pada
semua
tingkatan
masyarakat agar respons yang dilakukan lebih efektif
9
C. Prinsip-Prinsip Penanggulangan Bencana
Prinsip-prinsip dalam penanggulangan bencana berdasarkan pasal 3 UU No. 24 tahun 2007, yaitu: 1. Cepat dan tepat. Yang dimaksud dengan “prinsip cepat dan tepat” adalah bahwa dalam penanggulangan bencana harus dilaksanakan secara cepat dan tepat sesuai dengan tuntutan keadaan. 2. prioritas. Yang dimaksud dengan “prinsip prioritas” adalah bahwa apabila terjadi bencana, kegiatan penanggulangan harus mendapat prioritas dan diutamakan pada kegiatan penyelamatan jiwa manusia. 3. koordinasi dan keterpaduan. Yang dimaksud dengan “prinsip koordinasi” adalah bahwa penanggulangan bencana didasarkan pada koordinasi yang baik dan saling mendukung. Yang dimaksud dengan “prinsip keterpaduan” adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan oleh berbagai sektor secara terpadu yang didasarkan pada kerja sama yang baik dan saling mendukung. 4. berdaya guna dan berhasil guna. Yang dimaksud dengan “prinsip berdaya guna” adalah bahwa dalam mengatasi kesulitan masyarakat dilakukan dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan. Yang dimaksud dengan “prinsip berhasil guna” adalah bahwa kegiatan penanggulangan bencana harus berhasil guna, khususnya dalam mengatasi kesulitan masyarakat dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan. 5. transparansi dan akuntabilitas. Yang dimaksud dengan “prinsip transparansi” adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. Yang dimaksud dengan “prinsip akuntabilitas” adalah bahwa
penanggulangan
bencana
dilakukan
secara
terbuka
dan
dapat
dipertanggungjawabkan secara etik dan hukum. 6. Kemitraan 7. Pemberdayaan 8. Nondiskriminatif. Yang dimaksud dengan “prinsip nondiskriminasi” adalah bahwa negara dalam penanggulangan bencana tidak memberikan perlakuan yang berbeda terhadap jenis kelamin, suku, agama, ras, dan aliran politik apa pun. 9. Nonproletisi. Yang dimaksud dengan ”nonproletisi” adalah bahwa dilarang menyebarkan agama atau keyakinan pada saat keadaan darurat bencana, terutama melalui pemberian bantuan dan pelayanan darurat bencana. 10
Pelayanan keperawatan tidak hanya terbatas diberikan pada instansi pelayanan kesehatan seperti rumah sakit saja. Tetapi, pelayanan keperawatan tersebut juga sangat dibutuhkan dalam situasi tanggap bencana. Kemampuan tanggap bencana juga sangat dibutuhkan saat keadaan darurat. Hal ini diharapkan menjadi bekal bagi perawat untuk bisa terjun memberikan pertolongan dalam situasi bencana. Ada beberapa hal yang harus dimiliki oleh seorang perawat, diantaranya : 1. Perawat harus memiliki skill keperawatan yang baik 2. Perawat harus memiliki jiwa dan sikap kepedulian 3. Perawat harus memahami managemen siaga bencana 4. Beberapa hal yang dapat dilakukan perawat dalam masa pra bencana, antar a lain : 5. Mengenali instruksi ancaman bahaya 6. Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan saat fase emergency ( makanan, air, obatobatan, pakaian, dan selimut, serta tenda ) 7. Melatih penanganan pertama korban bencana 8. Berkoordinasi berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan, palang merah nasional, maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi ancaman bencana kepada masyarakat. 9. Pendidikan kesehatan diarahkan kepada : 10. Usaha pertolongan diri sendiri ( pada masyarakat tersebut ) 11. Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong anggota keluarga dengan kecurigaan fraktur tulang, perdarahan, dan pertolongan pertama luka bakar 12. Memberikan beberapa alamat dan nomor telepon darurat seperti dinas kebakaran, RS, dan ambulans 13. Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa ( missal pakaian seperlunya, portable radio, senter, baterai ) 14. Memberikan informasi tempat-tempat alternative penampungan atau posko-posko
11
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Non bencana adalah kelompok rentan bencana sering disebut kelompok dengan kebutuhan khusus, kelompok yang beresiko, beresiko karena kondisi fisik, psikologis, atau kesehatan sosialsetelah bencana. Sangat disadari bahwa kondisi masing-masing wilayah tentu berbeda, sehingga perlu penyesuaian beberapa aspek agar dapat diterapkan pada wilayah masing-masing. Penulisan ini dimaksudkan untuk menjadi acuan bagi semua pihak dalam melaksanakan upaya penanggulangan bencana di daerah, sejak pra bencana, saat bencana dan setelah bencana. Peran perawat dalam situasi ini adalah dengan cara memberikan penkes tentang penanggulangan bencana terhadap masyarakat yang memiliki resiko terkena bencana. B. Saran
Pada saat terjadi pra bencana non alam di usahakan pertama adalah pertolongan kepada diri sendiri, kepada keluarga, memberikan beberapa alamat dan nomor telepon darurat , Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa , Memberikan informasi tempat-tempat alternative penampungan atau posko-posko. Pelayanan keperawatan tidak hanya terbatas diberikan pada instansi pelayanan kesehatan seperti rumah sakit saja. Tetapi, pelayanan keperawatan tersebut juga sangat dibutuhkan dalam situasi tanggap bencana.
12
DAFTAR PUSTAKA
http://www.widyagamahusada.ac.id/admin_baru/gambar/jikmh1.1.12artikel09(1).pdf https://weenbee.wordpress.com/2011/08/23/peran-perawat-dalam-manajemen-bencana/