ANTIBIOTIK CIPROFLOXACIN CIPROFLOXACIN
Disusun Oleh : Alfina Martiana (K1A 017 002) Erly Sulistanti (K1A 017 014) Ida Ayu Made Widi Rahayu Brahmani Putri (K1A 017 026) Julia Harpina (K1A 017 028) Siti Muhsonah Oktaviana (K1A 017 048)
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2018
ANTIBIOTIK CIPROFLOXACIN 1. SUMBER/ASAL/BAHAN UTAMA ANTIBIOTIK CIPROFLOXACIN DAN PENELITINYA
Pada tahun 1962 lesher dan co-worker menemukan kuinolon yang bermanfaat yaitu asam nalidisik. Kemudian pada tahun 1968, kaminsky dan Melfezer menemukan asam oksolinat yang akhir-akhir ini diakui oleh Administrasi Makanan dan Obatobatan Amerika Serikat (USFDA). Setelah penemuan ini, upaya ekstensif terus dilakukan untuk mendapatkan suatu obat yang secara signifikan aktif dari kelas ini. Salah satunya adalah dengan melakukan modifikasi molecular seperti modifikasi rantai atau percabangan rantai samping. Sehingga ditemukanlah fluorokuinolon. Fluorokuinolon ini diklasifikasikan menjadi 4 golongan berdasarkan spectrum aktivitas dan profil farmasetiknya. Ada golongan 1, golongan 2, golongan 3 dan golongan 4. Antibiotik ciprofloxacin termasuk fluorokuinolon golongan ke 2. Ciprofloxacin disebut juga sebagai 1-siklopropil. Berikut adalah struktur dari ciprofloxacin.
2. PROSES FARMASETIKA
Zat aktif
: Ciprofloxacin
Jumlah tablet
: 64.300
Dosis dan alasan pemilihan dosis
: untuk infeksi kemih, saluran cerna, infeksi saluran nafas dan sendi kulit, jaringan lunak. Ringan hingga sedang 2x 250 mg sehari. Untuk gonore akut cukup pemberian dosis tunggal 250 mg sehari ( ISO Indonesia Vol.48)
Metode pemberian A. PREFORMULASI 1.1 Ciprofloxacin
: kempa langsung
3-Quinoline arboxylic acid, 1-cyclopropyl-6-fluoro-1,4-dyhidro, 4-oxo-7-(1 piperazinyl), 1-cyclopropyl-6-fluoro-1,4-dyhidro,4-oxo-7-(1-piperazinyl)- 3Quinoline arboxylic acid BM
: 331.436
Pemberian
: serbuk dengan kekuningan berwarna kuning
Kesehatan
: mempunyai kelarutan dalam air hingga suhu 25°C. Pka obat 6 dan 8.8
Penyimpaan
: dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya
Khasiat
: antibiotik (United StatesPharmaceutical hal516)
1.2 Zat Tambahan Crospovidone Rumus kimia
Pemberian Ph Densitas Titik lebur Kelarutan Kegunaan Stabilitas Penyimpanan Inkompatibel
: Serbuk putih, tidak berbau. : 5.0-8.0 (1 % w/v aqueous slurry) : 1,22 g/cm3 : 260-270°C : praktis tidak larut dalam air, larutan asam , pelarut organik dan N aOH 5% larut dalam larutan alkali. : dapat berfungsi sebagai desintegran 2-5% : stabil pada bahan hiroskopik : dalam wadah tertutup baik, ditempat sejuk dan kering. : kompatibel dengan hamper semua bahan-bahan farmasetik organik maupun nonorganik (Sumber : Handvook of Pharmaceutical Excipients hal 208)
1.3 Providone, PVP, Polivinilpiroidon Rumus Kimia:
Rumus molekul Pemberian
: C6H9NO : serbuk halus, putih hingga putih krem, tidak berbau atau hamper tidak berbau, sangat higroskopis. Fungsi : 0,5-5 % pengikat Kelarutan : sangat larut dalam asam, kloroform, etanol 95%, keton, methanol dan air. Praktis tidak larut dalam eter, hidrokarbon dan minyak mineral. Stabilitas : warna povidon berubah gelap dengan pemanasan pada suhu 105 ◦C, dan terjadi penurunan kelarutan dalam air. Stabil pada pemanasan 110-130 ◦C yang sebentar, sterilisasi dengan uap tidak mengubah karakteristik povidon. Laritan povidon mudah terkontaminasi oleh jamur, oleh karena itu perlu ditambahkan pengawet. Povidon dapat disimpan dalam kondisi biasa-biasa saja tanpa mengalami degredasi atau dekomposisi yang harus disimpan dalam wadah kedap udara pada tempat yang sejuk dan kering. Inkompatibilitas : dapat membentuk molecular adducts dalam larutan sulfatiazol, natrium salisilat, fenobarbital, tanin dan bahan lain. Efek dari beberapa pengawet seperti thimerosal dapat berubah (merugikan) ketika terbentuk kompleks dengan povidon. Rumus kimia : C6H10O5 Pemberian : serbuk Kristal yang terdiri dari partikel-partikel penyerap, tidak berbau, dan tidak berasa. Kegunaan : pengisi 20-90% dalam formula pH : 5,0-7,5 Stabilitas dan penyimpanan : stabil, meskipun bersifat higroskopis, material tersimpan dalam wadah tertutup baik. Inkompatibilitas : tidak cocok dengan agen pengoksidasi kuat 1.4 Mannitol Rumus kimia :
Rumus molekul
: C6H14O6
Berat molekul
: 182,17 g/mol
Konsentrasi
: 10-90% w/w
Pemberian
: warna putih, rasa manis, idak berbau, berbentuk jarum bicortorhom ketika mengkristal dari alcohol. Menunjukkan polimorfisme.
Fungsi
: pengisi pada tablet dengan konsentrasi 10-90%
Kelarutan
: larut dalam air 1-5,5, larit dalam alkali, etanol 95%
Densitas
: 1,514 g/cm3
Stabilitas
: stabil dalam larutan kering dan dalam larutan air. Harus disimpan dalam wadah tertitip baik pada tempat sejuk dan kering.
1.5 Aerosil Rumus molekul BM
: SiO2 : 60,08
Pemberian
: terhidrat sebagian, amorf, terdapat dalam bentuk granul seperti kaca dengan berbagai ukuran
Ukuran partikel
: 7-16 nm
Kegunaan dalam formula
: glikan
Kelarutan
: praktis tidak larut dalam solven organik, air dan asam, kecuali HCl, larut dalam larutan panas alkali hidroksida membentuk disperse koloid. Untuk aerosol kelarutan dalam air 150 mg/L suhu 25 derajat
pH
: 3,8-4,2
Titik leleh
: 1600◦celcius
Berat jenis
: 0,029-0,042 g
Stabilitas
: Higroskopis, menyerap banyak air tanpa menjadi cair. Bila pH lebih besar dari 7,5 viskositas akan berkurang dan di atas 10,7 kemampuan akan hilang.
Inkompatibilitas
: dengan dietilstilbestrol
Konsentrasi
: 2-10%
Wadah dan penyimpanan 1.5 Kalsium Stearat Pemberian berbau khas Kegunaan dalam formula Kelarutan
pH Densitas Kelembaban Inkompatibilitas Stabilitas
: dalam wadah tertutup baik
: serbuk ringan, putih atau pitih kekuningan, : glidan kurang dari 1% : praktis tidak larut dalam etanol (95%) , eter, kloroform, aseton, dan air. Sedikit larut dalam alkohol panas dan minyak sayur dan mineral panas. Larut dalam piridin panas. : 6,5-7,5 : 1,064 – 1,096 g/cm 3 : 2,96% :: stabil, penyimpanan pada wadah tertutup baik, ditempat sejuk dan kering
FORMULASI / TEKNIK PEMBUATAN a. Formula R/ Ciprofloxacin Crospovidone Povidone Cellulose Microcrystalline Mannitol Aerosil Ca Stearate M.f. tab no 64.300
: 250 mg :4% : 2% : 19 % : 18 % :6% :1%
b. Metode yang digunakan : kempa langsung c. Alasan pemilihan metode : Metode yang digunakan adalah kempa langsung. Metode tersebut dipilih karena tablet diperuntukkan untuk tablet hisap dan eksipien yang digunakan dalam bentuk kering sehingga memungkinkan untuk dibuat dengan metode kempa langsung. Penggunaan zat tambahan crospovidone berfungsi sebagai penghancur. Povidon sebagai pengikat. Cellulose Microcrystalline dan Mannitol sebagai pengisi dan juga
pemberi rasa manis. Ca Stearate digunakan sebagai lubrikan untuk mengurangi gesekan antara permukaan tablet dengan dinding die. Selain itu, juga untuk mencegah penempelan tablet pada punch. Sedangkan, aerosil digunakan sebagai glidan untuk memperbaiki sifat alir dan kompresibilitas. d. Alasan pertimbangan konsentrasi yang ditambahkan : Crospovidone sebagai superdesintegran pada konsentrasi 2-5%. Povidone sebagai pengikat 0,5-5%. Cellulose Microcrystalline dan mannitol sebagai pengisi pada konsentrasi 20-90%. Serta pemberi rasa manis, aerosil dengan konsentrasi 6% sebagai glidan. Ca Stearate konsentrasi up to 1 % sebagai lubricant. Sumber : handbook of pharmaceuticalexcipient, 6 th ed, 2009. PREFORMULASI F. ALUR PROSEDUR PEMBUATAN Disiapkan dan ditimbang semua bahan sesuai perhitungan. Dicampur bagian fase dalam yaitu ciprofloxacin, crospovidone, povidone, cellulose microcrystalline dan mannitol hingga homogen. Kemudian ditambahkan bagian fase luar yaitu Ca stearate dan aerosol diaduk hingga homogen. Dilakukan evaluasi serbuk pada hasil campuran yang meliputi kompresibilitas, homogenitas waktu alir dan sudut istirahat serta penetapan bobot jenis. Selanjutnya serbuk dikempa menggunakan mesin pencetak tablet. Pada tablrt dilakukan evaluasi keseragaman ukuran, bobot, uji kekerasan, friabilitas, friksibilitas dan uji waktu hancur. Penimbangan bahan
↓ Pencampuran Fase Dalam
↓ Penambahan Fase Luar
↓ Evaluasi Serbuk
↓ Tabletasi
↓ Evaluasi tablet
↓ Pengemasan
3. UJI KLINIS
-
-
Uji klinis dilakukan dalam berbagai kondisi, tingkat reaksi merugikan yang diamati dalam uji klinis obat tidak dapat secara langsung dibandingkan dengan tingkat dalam uji klinis obat lain. Uji klinis dilakukan terhadap pasien penderita infeksi saluran kemih. Sebanyak 961 pasien yang diobati dengan 500 mg atau 1000 mg Ciprofloxacin. Dalam uji klinis UTI, Ciprofloxacin yang diberikan sebanyak 500 mg satu kali sehari pada 444 pasien memberikan efek komplikasi dibandingkan dengan 447 pasien yang diberikan 250 mg dua kali sehari selama tiga hari. Penghentian pemberian Ciprofloxacin pada pasien dilakukan karena terjadi reaksi merugikan pada 0,2% (1/444) pasien, namun pada kontrol pasien sebanyak 447 tidak menimbulkan reaksi merugikan. Pada uji klinis UTI dan pielonefritis akut yang dilakukan pada wanita pramenoause dan tidak hamil. Sebanyak 517 pasien diberikan Ciprofloxacin dengan dosis 1000 mg satu kali sehari dan sebanyak 518 pasien diberikan Ciprofloxacin dengan dosis sebanyak 500 mg dua kali sehari selama 7 hingga 14 hari. Reaksi merugikan timbul pada kedua kelompok pasien. Pemberian Ciprofloxacindihentikan karena reaksi yang merugikan muncul pada 3,1% (16/517) pasien dan pada 2,3% (12/518) pasien. Alasan yang paling umum dilakukannya penghentian pemberian obat karena, kelompok pasien dengan dosis 1000 mg satu kali sehari mengalami gejala mual/muntah serta pusing, sedangkan pada pasien dengan dosis 500 mg dua kali sehari terjadi efek mual/muntah. Dalam uji klinis ini, terjadi beberapa efek berikut terhadap kurang lebih 2% dari semua pasien, yaitu mual, sakit kepala, pusing, diare, muntah, dan vagina moniliasis.
4. MEKANISME KERJA ANTIBIOTIK, SPECTRUM KERJA MEKANISME RESISTENSINYA SECARA FENOTIP GENOTIP
DAN
a. Mekanisme Kerja Florokuinolon Antibiotik florokuinolon memasuki sel dengan cara difusi pasif melalui kanal protein terisi air (porins) pada membrane luar bakteri. Mekanisme kerja dari florokuinolon adalah penghambatan enzim topoisomerase tipe II yaitu DNA girase dan topoisomerase IV. Kedua enzim terlibat dalam replikasi DNA bakteri . Enzim DNA girase melemaskan peregangan superkoil positif DNA sedagkan topoisomerase IV membatalkan tautan DNA berikut replikasinya. Akibatnya terbentuk ikatan kompleks fluorokuinolon DNA-girase dan kompleks fluorokuinolon-DNA topoisomerase IV. Hal ini menyebabkan replikasi DNA dihambat dan akhirnya terjadi kematian sel (Kocsis, 2012). b. Spectrum Kerja Florokuinolon Aktivitas antimikrobanya adalah bakterisida berspektrum luas. Resistensi dapat timbul selama terapi melalui mutasi pada gen kromosom bakteri yang mengkode DNA-girase atau topoisomerase IV atau melalui transpor aktif obat keluar dari bakteri. Bagi bakteri Enterobacteriaceae Gram-positif, enzim topoisomerase IV adalah target utama, sedangkan bagi Gram-negatif enzim DNA
girase adalah target utamanya. DNA girase dikode oleh gyrA dan gyrB dan topoisomerase IV dikode oleh gen parC dan pare. Mutasi pada DNA girase dan topoisomerase IV dapat memberikan resistensi terhadap obat ini (Pomeri, 2011). c. Mekanisme Resistensi Florokuinolon Resistensi terhadap florokuinolon terutama disebakan oleh perubahan dalam target enzim (DNA girase dan topisomerase IV), penurunan permeabilitas membrane luar sel bakteri atau pengembangan mekanisme efflux. Akibatnya terjadi satu atau lebih mutasi titik di daerah pengikatan florokuinolon pada enzim target (topoisomerase II dan topoisomerase IV) atau dari perubahan permeabilitas membrane luar sel bakteri. Resistensi terhadap florokuinolon juga dapat berkembang karena pengembangan mekanisme resistensi pompa efflux (Kohanski et al., 2010). Pada bakteri Enterobacteriaceae mekanisme florokuinolon meliputi satu atau dua mekanisme, sebagai berikut : 1. Perubahan pada enzim target Mekanisme ini berhubungan dengan mutasi kromosom yang menyebabkan perubahan gen baik di gyrA maupun gyrB yang merupakan target utama dari antibiotic di dalam bakteri. Di dalam mutan yang resisten terhadap florokuinolon, kedua mutasi pada gen dimana gyrA dan gyrB adalah penyebabnya (Jaktaji et al., 2012). Florokuinolon menghambat sintesis DNA dengan menargetkan 2 topoisomerase tipe II yaitu DNA girase dan topoisomerase IV. Interaksi florokuinolon dengan kompleks DNA girase atau topoisomerase IV dapat menghambat sintesis DNA (dengan menstabilkan pembelahan DNA bakteri selama proses replikasi DNA) dan berakibat pada kematian sel. Topoisomerase II berfungsi menimbulkan relaksasi pada DNA yang mengalami positive supercoiling (pilinan positif yang berlebihan) pada waktu transkripsi dalam proses replikasi DNA. Topoisomerase IV berfungsi untuk memisahkan DNA yang baru terbentuk setelah proses replikasi DNA bakteri selesai. Langkah pertama resistensi karena perubahn enzim target biasanya melalui perubahan asam amino pada enzim target primer, dengan peningkatan KHM pada sel yang ditentukan oleh efek mutasi. Derajat resistensi yang lebih tinggi dapat terjadi melalui langkah mutasi kedua, dimana perubahan asam amino terjadi pada enzim target sekunder. Mutasi lebih lanjut mengakibatkan tambahan perubahan asam amino di salah satu enzim (Setiabudi, 2007). 2. Perubahan pada penetrasi obat Untuk mencapai target pada sitoplasma sel, florokuinolon harus melewati membrane sitoplasma dan juga membrane luar sel bakteri. Molekul florokuinolon cukup kecil dan memiliki karakteristik yang memungkinkan untuk melewati membrane luar melalui protein porin. Resistensi florokuinolon pada Gram-negatif dikatkan dengan reduksi porin dan penurunan akumulasi obat pada bakteri, tetapi pengukuran angka difusi menyatakan bahwa reduksi porin sendiri secar umum tidak cukup untuk mengakibatkan resistensi .Resistensi yang disebabkan oleh pengurangan akumulasi membutuhkan adanya suatu system efflux endogen yang secara aktif memompa obat dari sitoplasma. Pada bakteri gram negative , system ini secara khas memiliki 3 komponen: pompa efflux yang berlokasi di membran sitoplasma, protein membrane luar (ToIC) dan protein fusi membrane (AcrA) yang menyatukan keduanya. Obat ini secara aktif dikeluarkan dari sitoplasma atau membrane sitoplasma melewati periplasma dan membran luar ke lingkungan luar sel. System
efflux ini secara khas mampu menyebabkan resistensi terhadap gabungan dari berbagai jenis struktur sehingga dikenal dengan istilah pompa multi drug resistance (MDR pumps). Pompa ini ditemukan pada banyak bakteri. Diantara bakteri pathogen, Eschericia coli, Pseudomonas aeruginosa, staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumonia merupakan yang paling banyak dipelajari dalam hal system effluks yang menyebabkan resistensi florokuinolon (Jacoby,2005). Terjadinya perubhan fenotif diakibatkan karena adanya perubahan genotif. Perubahan fenotif pada bakteri dapat berakibat pada resistensi bakteri terhadap antibiotic.Secara garisbesar terdapat beberapa mekanisme yang mendasari resistensi antibiotic, yaitu 1. Inaktivasi antibiotic Antibiotic dapat dinonaktifkan oleh sel bakteri dengan cara hidrolosis oleh enzim. Bakteri mensintesis enzim a-laktamase, suatu amidase, untuk menonaktifkan antibiotic yang memiliki cincin a-laktam. Bakteri gram positif maupun gram negative mampu membentuk enzim ini. 2. Modifikasi target molekul Perubahan molekul target dapat berakibat pada efisiensi interaksi, sehingga dapat berakibat pada resistensi. Mutasi pada quinolon resisten determining regions (QRDRs) bertanggung jawab terhadap terjadinya resistensi quinolon. . Fluroquinolone, seperti ciprofloxacin brerinteraksi dengan DNA gyrase dan topoisomerase IV yang dapat menyebabkan terjadinya kegagalan sintesis DNA dan proses transkripsi. Apabila terjadi mutasi pada gen yang mekode kedua enzim tersebut dapat terjadi perubahan struktur enzim yang berakibat pada kegagalan ikatan antara antibiotikdengan enzim target. 3. System pompa aktif dari dalam keluar sel Perubahan OM oleh bakteri bersama-sama dengan pompa aktif sel merupakan latar belakang mekanisme resistensi terhadap antibiotic yang didasari pada strategi untuk menghambat aksen antibiotic intraseluler. 4. Perubahan outer membrane sel Perubahan outer membrane sebagai latar belakang mekanisme resistensi terhadap antibiotic. Dimana outer membrane dapat memberikan akses terhadap bakteri. Perubahan outer membrane memiliki peran yang sama dengan pompa aktif.
DAFTAR PUSTAKA Goossens, H. 2017. Comparison of Outpatient System Antibacterial Use in 2004 in the United States and 27 European Countries. USA : US Food and Drug Administration. http://pionas.pom.go.id/cari/konten/ciprofloxin?kata=ciprofloxacin&op=Cari 13November 2018
diakses
pada
https://www.mims.com/indonesia/drug/info/ciprofloxacin/?type=brief&mtype=generic diakses pada 12 november 2018 pukul 21:28 WITA Jacoby, G.A. 2005. Mechanism Of Resistensi To Quinolones. Clin Infect Dis, 41(Suppl.2) : 120-6. Kocsis, B. 2012. Plasmid-Mediated Fluoroquinolone Resistance In Enterobactericeae. Translational Biomedicine Doctorate School, Departemen Of Pathology And Diagnostics. University Of Verona. Kohanski, M.A., D.J. Dwyer, J.J. Collins. 2010. Mechanism Of Action Quinolones. Nature Reviews Microbiology, (8): 423-35. Pomeri, B.A. 2011. Quinolone Antibiotics. Flipper E Nuvola. Turin Universi ty. Sharma, Prabodh Chander., Ankit J., Sandeep J.2009. Fluoroquinolone Antibacterials: A Review on Chemistry, Microbiology and Therapeutic Prospect. Acta Poloniae Pharmaceutica-Drug Research. 66(6). 587-604. Setiabudi, R. 2007. Pengantar Antimikroba Dalam Farmakologi Dan Terapi Edisi 7. Gaya Baru, Jakarta: 596. Wibawa, Tri. Mechanism of Antibiotic Resistance in Bacteria. Department of Microbiologi. Faculty of Medicine. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta