REFERAT KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI RSAL Dr. RAMELAN “
CEREBRAL PALSY
”
Pembimbing: dr. Eka Purwanto, Sp. KFR
Disusun oleh: Annisah Noviatikah Sari (20170420014) (20170420014)
PROGRAM KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA 2017
1
LEMBAR PENGESAHAN
Referat Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi “
”
CEREBRAL PALSY
Oleh Annisah Noviatikah Sari
20170420014
Referat ‘CEREBRAL PALSY’ ini telah diperiksa, disetujui, dan diterima sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi RSAL Dr. Ramelan Surabaya, Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah Surabaya.
Surabaya, 26 November 2017 Mengesahkan, Dokter Pembimbing
dr. Eka Purwanto, Sp. KFR
2
Daftar Isi
Lembar Pengesahan ................................................................................................................... 2 Daftar Isi .................................................................................................................................... 3 Daftar Gambar ........................................................................................................................... 4 BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................................... 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................ 6 2.1 Definisi ................................................................................................................... 6 2.2 Prevalensi................................................................................................................6 2.3 Etiologi ................................................................................................................... 7 2.4 Anatomi Neuromuskular ........................................................................................8 2.5 Patofisiologi..........................................................................................................14 2.6 Tanda dan Gejala ..................................................................................................14 2.7 Klasifikasi ............................................................................................................. 15 2.8 Diagnosis .............................................................................................................. 18 2.9 Terapi ....................................................................................................................19 2.10 Prognosis ............................................................................................................ 20 Daftar Pustaka ..........................................................................................................................21
3
Daftar Gambar
Gambar 2.1: Proses terjadinya anoksia ataupun asfiksia pada bayi........................................... 7 Gambar 2.2: Korteks Cerebri ..................................................................................................... 9 Gambar 2.3: Homunkulus Motorik ............................................................................................ 9 Gambar 2.4: Traktus Piramidalis ............................................................................................. 10 Gambar 2.5: Traktus Ekstrapiramidalis ................................................................................... 11 Gambar 2.6: Ganglia Basalis ................................................................................................... 12 Gambar 2.7: Cerebellum .......................................................................................................... 13 Gambar 2.8: Skema Lobus Cerebellum ................................................................................... 13 Gambar 2.9: Tipe-tipe Cerebral Palsy .....................................................................................16 Gambar 2.10: Tipe Atetoid ......................................................................................................17 Gambar 2.11: Tipe Ataksia ...................................................................................................... 18
4
BAB 1 PENDAHULUAN
Cerebral palsy merupakan suatu penyakit saraf yang sering terjadi pada anak-anak dan merupakan penyakit yang sering mengakibatkan kecacatan pada anak. (1) Kata cerebral palsy seringkali digunakan pada seluruh gangguan motoris baik akibat gangguan pada area otak motoris, traktus kortikospinalis, cerebellum ataupun sistem extrapiramidal. (2) Cerebral yang berarti otak dan palsy yang berarti gangguan, sehingga cerebral palsy memiliki arti gangguan yang terletak pada otak. Beberapa dari cerebral palsy disebabkan oleh adanya lesi pada area otak yang mengontrol aktifitas motoris atau tonus otot. Anak- anak yang mengalami penyakit ini akan mengalami penurunan kualitas kehidupan. Penurunan kualitas hidup ini juga bergantung pada berat ringannya penyakit cerebral palsy ini sendiri. Beberapa anak mungkin tidak dapat berjalan, berbicara, bermain, makan atau gabungan semuanya. Insiden cerebral palsy cukup tinggi, kira-kira dapat mencapai 0,3% anak di sel uruh dunia.(3) Berdasarkan gejala klinis dan fisiologis gangguan gerak spastik ditandai dengan adanya kekakuan pada sebagian atau seluruh otot. Letak kelainan cerebral palsy jenis ini ada di tractus pyramidalis (motor cortex). American Academy for Cerebral Palsy mengemukakan klasifikasi gambaran klinis cerebral palsy sebagai berikut: klasifikasi neuromotorik yaitu, spastik, atetosis, rigiditas, ataxia, tremor, dan mixed. Klasifikasi distribusi topografi keterlibatan neumotorik: diplegi, hemiplegi, triplegi dan quadriplegi yang pada masing-masing dengan tipe spastik.(4) Permasalahan yang sering terjadi pada kasus diatas adalah gangguan postur dan kontrol gerakan yang bersifat non progesif yang disebabkan oleh karena lesi atau perkembangan abnormal pada otak yang sedang tumbuh atau belum selesai pertumbuhannya yang ditandai dengan meningkatnya reflek tendon, stretch reflek yang berlebihan, lingkup gerak sendi menurun, gangguan keseimbangan hipertonus dan spasme otot pada keempat ekstremitas dan klonus yang terjadi pada anggota gerak bawah. Fisioterapi merupakan bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara, dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan, (fisik, elektroterapeutis, dan mekanis) pelatihan fungsi, komunikasi. (5) Maka dari itu peranan fisioterapi sangat penting pada kasus diatas dalam membantu pasien untuk dapat beraktifitas secara mandiri melalui latihan dan penanaman pola gerak yang fungsional dengan baik dan benar. 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Cerebral Palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik dan non progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya.(6) Yang pertama kali memperkenalkan penyakit ini adalah William John Little (1843), yang menyebutnya dengan istilah Cerebral Diplegia, sebagai akibat prematuritas atau afiksia neonatorum. Sir William Olser adalah yang pertama kali memperkenalkan istilah Cerebral Palsy, sedangkan Sigmund Freud menyebutnya dengan istilah Infantile Cerebral Paralysis.(6)
2.2 Prevalensi
Dengan meningkatnya pelayanan obstetrik dan perinatologi dan rendahnya angka kelahiran di negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika Serikat angka kejadian Cerebral Palsy akan menurun. Namun di negara-negara berkembang, kemajuan teknologi kedokteran selain menurunkan angka kematian bayi risiko tinggi, belum dapat menurunkan jumlah anakanak dengan gangguan perkembangan. (6) Adanya variasi angka kejadian di berbagai negara karena pasien Cerebral Palsy datang ke berbagai klinik seperti klinik saraf, klinik anak, klinik bedah tulang, klinik rehabilitasi medik dan sebagainya. Di samping itu juga karena para klinikus tidak konsisten menggunakan definisi dan terminologi Cerebral Palsy.(6) Ada beberapa faktor yang mempengaruhi insidensi penyakit ini yaitu: populasi yang diambil, cara diagnosis dan ketelitiannya. Misalnya insidensi Cerebral Palsy di Eropa (1950) sebanyak 2,5 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan di Skandinavia sebanyak 1,2 - 1,5 per 1000 kelahiran hidup. Gilroy memperoleh 5 dari 1000 anak memperlihatkan defisit motorik yang sesuai dengan Cerebral Palsy, 50% kasus termasuk ringan sedangkan 10% termasuk berat. Yang dimaksud ringan ialah penderita yang dapat mengurus dirinya sendiri, sedangkan yang tergolong berat ialah penderita yang memerlukan perawatan khusus; 25% mempunyai intelegensi rata-rata (normal), sedangkan 30% kasus menunjukkan IQ di bawah 70, 35% disertai kejang, sedangkan 50% menunjukkan adanya gangguan bicara. Laki-laki lebih banyak daripada wanita (1,4 : 1). Insiden relatif Cerebral Palsy yang digolongkan berdasarkan keluhan
6
motorik adalah sebagai berikut: spastik 65%, atetosis 25%, dan rigid, tremor, ataktik sebesar 10%.(6)
2.3 Etiologi
Sebelum menegakkan diagnosa dari Cerebral Palsy, akan sangat berguna untuk mengetahui penyebabnya terlebih dahulu. Kelainan ini disebabkan perkembangan yang abnormal atau kerusakan pada daerah di otak yang mengontrol fungsi motorik. Beberapa hal yang menyebabkan Cerebral Palsy, dapat dibagi berdasarkan: (7,8,9,10,11) - Prenatal
Proses perkembangan otak yang kompleks sebelum lahir rentan terhadap kekeliruan yang dapat menyebabkan abnormalitas dengan derajat yang berbedabeda. Beberapa dari abnormalitas ini menunjukkan anomali pada struktur otak. Masih belum diketahui secara past i apakah abnormalitas ini terjadi secara genetik (herediter) ataupun idiopatik. Rendahnya oksigenasi pada otak janin akibat abnormalitas struktur plasenta seperti abruptio plasenta (pelepasan prematur plasenta dari dinding uterus), chorioamnionitis (infeksi pada plasenta), ataupun plasenta previa (plasenta letak serviks) dapat menyebabkan anoksia janin.
Gambar 2.1: Proses terjadinya anoksia ataupun asfiksia pada bayi
7
Infeksi prenatal dapat menghambat perkembangan dari neuron-neuron otak pada masa fetus. Infeksi-infeksi yang dimaksud dapat berupa sindrom TORCH (Toxoplasmosis, Rubella, Cytomegalo Virus, Herpes) dan HIV-AIDS. Selain itu hal-hal berikut juga dapat menyebabkan Cerebral Palsy yaitu malformasi kongenital dari otak, ibu yang mengalami malnutrisi berat pada saat kehamilan ataupun mengkonsumsi obat-obatan dan alkohol yang juga dapat mempengaruhi perkembangan otak janin. Alkohol, tobacco dan kokain menyebabkan peningkatan resiko kelahiran prematur dan berat badan lahir rendah yang merupakan salah satu resiko terjadinya Cerebral Palsy. - Perinatal Prematuritas dianggap penyebab tersering pada masa kelahiran, akan tetapi hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti apakah premat uritas yang menyebabkan Cerebral Palsy ataukah karena bayi yang lahir prematur sudah memiliki kelainan otak sejak awal yang justru menyebabkan Cerebral Palsy. Banyak bayi yang dilahirkan prematur dapat mengalami perdarahan otak dan perdarahan intraventrikular. Frekuensi tertinggi perdarahan otak ini terutama terjadi pada bayi dengan berat badan lahir yang sangat rendah, sedangkan pada bayi prematur dengan berat badan lahir lebih dari 2000 gram, kelainan perdarahan ini jarang ditemukan. Perdarahan ini dapat menyebabkan kerusakan pada bagian otak yang mengontrol fungsi motorik yang akhirnya berkembang menjadi Cerebral Palsy. Jika perdarahan otak menghasilkan gambaran kerusakan pada jaringan otak normal yang dinamakan periventrikular leukomalacia (cystic periventricular leukomalacia) yang merupakan kista kecil di seputar ventrikel dan region motorik pada otak maka kemungkinan untuk menderita Cerebral Palsy menjadi lebih tinggi. Trauma mekanis otak pada waktu lahir, biasanya penggunaan forsep yang tidak adekuat, kontraksi uterus yang berlebihan, bahkan asfiksia selama proses kelahiran yang terus berkelanjutan pada waktu lahir misalnya akibat tali pusat yang melilit leher bayi, prolaps tali pusat (tali pusat keluar mendahului bayi) dapat menyebabkan asfiksia saat lahir. Anoksia dapat terjadi akibat pemberian analgetik dan anastetik. - Postnatal Kausa pasca natal dapat berupa trauma kepala, meningitis, encephalitis, kejang kejang oleh bermacam-macam sebab pada waktu bayi.
2.4 Anatomi Neuromuskular
Cerebrum dilapisi oleh lapisan yang terdiri dari kumpulan sel-sel yang disebut korteks cerebri. Lapisan ini terdiri dari 6 lamina. Korteks serebri mempunyai fungsi-fungsi motorik 8
untuk pergerakan (presentralis), sensorik (post sentralis), bicara (area Broca), auditorik (temporalis) dan visual (oksipitalis).
Gambar 2.2: Korteks Cerebri
Korteks Motoris dan Sistem Piramidal
Pergerakan berpusat di korteks presentalis (motorik) pada lobus frontalis, mulai dari sel-sel yang berada di lamina ke-3 dan ke-5 (lamina piramidalis eksterna dan interna). Sistem ini mempunyai penataan somatotopik di korteks motorik primer, yaitu sebagai manusia terbalik (homunkulus motorik).
Gambar 2.3: Homunkulus Motorik
9
Homunkulus motorik memperlihatkan pengaturan somatotropik pada korteks motorik primer disepanjang girus presentralis lobus frontalis. Dari sel-sel motorik dilanjutkan oleh traktus piramidalis yang menuju ke subkorteks dan batang otak, menyilang garis tengah di medulla oblongata akhir, kemudian menuju ke otot tubuh sisi kontralateral. Kerusakan area motorik hemisfer kiri menyebabkan hemiparesis kanan (kontralateral).
Gambar 2.4: Traktus Piramidalis
Traktus piramidalis (traktus kortikospinalsis) berakhir di kornu anterior medulla spinalis (neuron motorik sentral, upper motor neuron). Terjadi sinaps dengan neuron motorik perifer (lower motor neuron) yang menuju ke otot-otot. 1. Upper Motor Neuron (UMN) Yaitu semua neuron yang menyalurkan impuls dari area motorik di korteks motorik sampai inti-inti motorik saraf kranial di batang otak (traktus kortikobulbaris) atau sampai kornu anterior di medulla spinalis (traktus kortikospinalis) Tanda-tanda lesi UMN: − Kelumpuhan (paralisis) atau kelemahan (paresis) dengan tonus otot yang meningkat (spastik) − Refleks tendon fisiologik meningkat (hiperrefleksi) − Adanya refleks-refleks patologik
10
− Tidak dijumpai atrofi pada otot 2. Lower Motor Neuron (LMN) Yaitu semua neuron yang menyalurkan impuls motorik dari motor neuron sampai akhir perjalanannya ke otot. Disebut juga final common pathway Tanda-tanda lesi LMN: − Paralisis atau paresis dengan tonus otot menurun (flaksid) − Refleks tendon fisiologis menurun (hiporefleksia) atau hilang sama sekali (arefleksia) − Tidak dijumpai refleks patologik − Atrofi pada otot-otot
Sistem Ekstrapiramidal dan Ganglia Basalis
Menggambarkan sistem ekstrapiramidalis (seluruh serabut motorik yang tidak melalui piramidal) secara anatomi tidaklah mudah. Bila sistem dipandang sebagai suatu unit anatomis, maka sistem itu terdiri dari (1) ganglia basalis dan si rkuit-sirkuitnya, (2) area pada korteks yang mempunyai proyeksi pada ganglia basalis, (3) daerah serebelum yang mempunyai proyeksi pada ganglia basalis, (4) bagian dari formasio retikularis yang berhubungan dengan ganglia basalis dan korteks serebri, dan (5) nukleus thalamus yang menghubungkan ganglia basalis dan formasio retikularis. Fungsi utama sistem ekstrapiramidalis adalah mengatur secara kasar otototot voluntary (sistem piramidalis dan sistem kortikospinalis mengatur secara halus).
Gambar 2.5: Traktus Ekstrapiramidalis 11
Ganglia basalis adalah massa yang terdiri dari sekumpulan inti-inti di substansia abuabu pada bagian dalam hemisfer otak. Terdiri dari nukleus kaudatus, putamen, globus palidus, dan amigdala. Secara umum, ganglia basalis berperan dalam dua aktivitas umum: pengaturan tonus motorik tubuh dan gerakangerakan yang bertujuan yang kasar. Pen garuh umum eksitasi ganglia basalis adalah penghambatan sinyal yang menuju daerah fasil itasi bulboretikularis, dan sinyal-sinyal eksitasi yang menuju ke daerah inhibisi bulboretikularis. Bila ganglia basalis tidak berfungsi secara adekuat, daerah fasilitasi menjadi terlalu aktif s edangkan daerah inhibisi menjadi kurang aktif. Hal ini mengakibatkan seluruh tubuh menjadi kaku.
Gambar 2.6: Ganglia Basalis
Pada gangguan sistem ekstrapiramidal didapatkan gangguan pada tonus otot (rigid), gerakan otot abnormal yang tidak dapat dikendalikan, gangguan pada kelancaran gerakan otot volunter dan gangguan gerak otot asosiatif.
Cerebellum Cerebellum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh durameter yang
menyerupai atap tenda, yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Serebelum terdiri dari bagian tengah (vermis) dan dua hemisfer lateral. Semua aktivitas serebelum berada dibawah kesadaran.
12
Gambar 2.7: Cerebellum
Tiga lobus cerebellum: 1. Lobus anterior (paleoserebelum): Mempunyai peran penting dalam mengatur tonus otot. 2. Lobus posterior (neoserebelum): Mempunyai peran penting dalam koordinasi gerakan. 3. Lobus flokulonodularis (arkiserebelum): Mempunyai peran penting dalam mengatur tonus otot, keseimbangan dan sikap tubuh.
Gambar 2.8: Skema Lobus Cerebellum 13
Tiga fungsi penting dari serebelum ialah keseimbangan tubuh, pengatur tonus otot, dan pengelolaan serta pengkoordinasi gerakan volunter. Gangguan pada serebelum mengakibatkan gangguan gerak berupa gangguan sikap dan tonus. Selain itu, juga terjadi ataksia, dismetria, dan tremor intensi.
2.5 Patofisiologi
Cerebral Palsy terjadi karena adanya kerusakan pada sel-sel otak yang berfungsi untuk mengontrol pergerakan otot. Ketika sel-sel tersebut mati, maka tidak ada lagi impuls yang diteruskan ke sel otot. Ataupun hilangnya kontrol pada otot dapat terlihat pada gejala-gejala yang terdapat pada penderita Cerebral Palsy. (9) Lesi otak pada suatu paralisis otak walaupun bersifat permanen tetapi tidak progresif. Hilangnya fungsi neuron otak menyebabkan terjadinya pelepasan sistem kontrol yang menyebabkan beban berlebihan dan disebut release phenomenon.(7) Kelainan neuropatologik yang terjadi tergantung pada berat dan ringannya kerusakan Jadi kelainan neuropatologik yang terjadi sangat kompleks dan difus yang bisa mengenai korteks motorik traktus piramidalis daerah paraventrikuler ganglia basalis, batang otak dan serebelum.(6) Anoksia serebri sering merupakan komplikasi perdarahan intraventrikuler dan subependim. Asfiksia perinatal sering berkombinasi dengan iskemi yang bisa menyebabkan nekrosis.(6) Kerniktrus secara klinis memberikan gambaran kuning pada seluruh tubuh dan akan menempati ganglia basalis, hipokampus, sel-sel nukleus batang otak; bisa menyebabkan Cerebral Palsy tipe atetoid, gangguan pendengaran dan mental retardasi. (6) Infeksi otak dapat mengakibatkan perlengketan meningen, sehingga terjadi obstruksi ruangan subaraknoid dan timbul hidrosefalus. Perdarahan dalam otak bisa meninggalkan rongga yang berhubungan dengan ventrikel. (6) Trauma lahir akan menimbulkan kompresi serebral atau perobekan sekunder. Trauma lahir ini menimbulkan gejala yang irreversibel. Lesi irreversibel lainnya akibat trauma adalah terjadi sikatriks pada sel-sel hipokampus yaitu pada kornu ammonis, yang akan bisa mengakibatkan bangkitan epilepsi. (6)
2.6 Tanda dan Gejala
Gambaran klinik Cerebral Palsy tergantung dari bagian dan luasn ya jaringan otak yang mengalami kerusakan:(6) 14
1. Paralisis Dapat
berbentuk
hemiplegia,
kuadriplegia,
diplegia,
monoplegia,
triplegia.
Kelumpuhan ini mungkin bersifat flaksid, spastik atau campuran. 2. Gerakan involunter Dapat berbentuk atetosis, khoreoatetosis, tremor dengan tonus yang dapat bersifat flaksid, rigiditas, atau campuran. 3. Ataksia Gangguan koordinasi ini timbul karena kerusakan serebelum. Penderita biasanya memperlihatkan tonus yang menurun (hipotoni), dan menunjukkan perkembangan motorik yang terlambat. Mulai berjalan sangat lambat, dan semua pergerakan serba canggung. 4. Kejang Dapat bersifat umum atau fokal. 5. Gangguan perkembangan mental Retardasi mental ditemukan kira-kira pada 1/3 dari anak dengan Cerebral Palsy terutama pada grup tetraparesis, diparesis spastik dan ataksia. Cerebral Palsy yang disertai dengan retardasi mental pada umumnya disebabkan oleh anoksia serebri yang cukup lama, sehingga terjadi atrofi serebri yang menyeluruh. Retardasi mental masih dapat diperbaiki bila korteks serebri tidak mengalami kerusakan menyeluruh dan masih ada anggota gerak yang dapat digerakkan secara volunter. Dengan dikembangkannya gerakan-gerakan tangkas oleh anggota gerak, perkembangan mental akan dapat dipengaruhi secara positif. 6. Mungkin didapat juga gangguan penglihatan (misalnya: hemianopsia, strabismus, atau kelainan refraksi), gangguan bicara, gangguan sensibilitas. 7. Problem emosional terutama pada saat remaja.
2.7 Klasifikasi
Cerebral Palsy dapat diklasifikasikan berdasarkan gambaran klinis yang nampak yaitu berdasarkan pergerakan:
15
Gambar 2.9: Tipe-tipe Cerebral Palsy
Tipe Spastik (65%) Pada tipe ini gambaran khas yang dapat ditemukan adalah paralisis spasti k atau dengan
paralisis pada pergerakan volunter dan peningkatan tonus otot (hipertoni, spastisitas, peningkatan refleks tendo dan klonus). Gangguan pergerakan volunter disebabkan kesulitan dalam mengkoordinasi gerakan otot. Bila anak menggapai atau mengangkat sesuatu, terjadi kontraksi otot secara bersamaan sehingga pada pergerakan terjadi retriksi dan membutuhkan tenaga yang banyak. (7) Paralisis akan mengenai sejumlah otot-otot, tetapi derajat paralisis berbedabeda, sehingga didapat ketidakseimbangan dalam tarikan otot dan akan menghasilkan suatu deformitas tertentu, sehingga pada spastik Cerebral Palsy deformitas akan berupa: fleksi, aduksi, dan internal rotasi. Gambaran khas spastic gait berupa kekakuan dan kejang-kejang yang mengenai anggota gerak yang terjadi di luar kontrol karena adanya deformitas posisi dan tampak nyata pada saat penderita berjalan ataupun berlari. Paralisis spasti k yang mengenai otot bicara menyebabkan kesulitan pengucapan kata secara jelas. Paralisis spastik pada otot menelan menyebabkan hipersekresi saliva yang berlebihan sehingga air liur tampak menetes.(7,8,12) Pasien dengan tipe spastik biasanya mengalami kerusakan pada korteks motorik ataupun traktus piramidalis.(9,11,12,13)
16
Tipe Atetoid (20%) Gambaran khas atetosis adalah gerakan involunter yang tidak terkontrol pada otot muka
dan seluruh anggota gerak. Gerakan otot atetotik menyebabkan perputaran, gerakan menggeliat pada anggota gerak dan muka sehingga penderita tampak menyeringai dan bila mengenai otot yang digunakan untuk berbicara maka akan timbul kesulitan berkomunikasi untuk menyampaikan keinginan ataupun kebutuhannya. (7,8,12) Tipe atetosis pada pergerakan tangan dan lengan nampak sebagai getaran yang bersifat regular atau spasme yang tiba-tiba. Terkadang pergerakan tidak mempunyai tujuan, ataupun ketika ingin melalukan sesuatu maka anggota badannya akan bergerak te rlalu cepat dan terlalu jauh. Keseimbangannya juga sangat buruk sehingga ia juga akan mudah terjatuh. Pada tipe ini kerusakan terjadi pada sistem motorik ekstrapiramidal atau hingga ke ganglia basalis.(12,13,14)
Gambar 2.10: Tipe Atetoid
Tipe Ataksia (5 %) Gambaran khas berupa ataksia serebral karena adanya gangguan koordinasi otot dan
hilangnya keseimbangan. Cara berjalan pada anak bersifat tidak stabil dan sering terjatuh walaupun telah menggunakan tangan untuk mempertahankan keseimbangan. Pada lesi sereberal primer terjadi spastisitas dan atetosis tanpa disertai gangguan intelegensi. Anak yang menderita tipe ataksia mengalami kesulitan ketika mulai duduk atau berdiri. Lesi biasanya mengenai serebelum, sehingga intelegensia tidak terganggu. (7,8,13,14)
17
Gambar 2.11: Tipe Ataksia
2.8 Diagnosis
Diagnosis cerebral palsy sangatlah sulit, hal ini disebabkan karena tidak adanya tes yang mendukung untuk menegakkan diagnosa cerebral palsy. Diagnosa biasanya ditegakkan dengan cara mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang berasal baik dari orang tua ataupun pelayanan kesehatan yang mengetahui adanya gangguan pada anak tersebut. Namun, beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah:(3) 1. Ultrasound otak. Ultrasound bersifat tidak membahayakan pada otak bayi sehingga dapat dilakukan. Hal ini digunakan untuk mengetahui abnormalitaas anatomi dari otak pasien dan dapat menunjukkan adanya perdarahan. 2. CT-Scan Kepala CT-Scan memiliki fungsi yang sama dengan ultrasound namun dapat menunjukkan gambaran yang lebih detail jika dibandingkan dengan ultrasound. 3. MRI MRI dapat dilakukan baik pada otak ataupun spinal cord. MRI pada otak ditujukan untuk mengetahui abnormalitas dari struktur anatomi otak, sedangkan MRI spinal cord bertujuan untuk menyingkirkan adanya penyakit lain yang dapat memberikan keluhan yang mirip dengan cerebral palsy. 4. Electroencephalography Electroencephalography sangat wajib dilakukan untuk mendeteksi adanya keja ng yang terjadi akibat cerebral palsy yang minimal. 5. Electromyography Bertujuan untuk membedakan cerebral palsy dengan penyakit lainnya. 18
2.9 Terapi
Tidak ada terapi spesifik terhadap Cerebral Palsy. Terapi bersifat simptomatik, yang diharapkan akan memperbaiki kondisi pasien. Terapi yang sangat dini akan dapat mencegah atau mengurangi gejala-gejala neurologik. Untuk menentukan jenis terapi atau latihan yang diberikan dan untuk menentukan keberhasilannya maka perlu diperhatikan penggolongan Cerebral Palsy berdasarkan derajat kemampuan fungsionil yaitu derajat ringan, sedang dan berat.(6) Tujuan terapi pasien Cerebral Palsy adalah membantu pasien dan keluarganya memperbaiki fungsi motorik dan mencegah deformitas serta penyesuaian emosional dan pendidikan sehingga penderita sedikit mungkin memerlukan pertolongan orang lain, diharapkan penderita bisa mandiri.(6) Pada anak-anak penanganannya membutuhkan keterpaduan antara keluarga, ahli rehabilitasi, ahli neurologi, ahli ortopedi, ahli psikologi, terapi bicara, pekerja medis, sosial dan guru. Sebaiknya pengobatan ini diarahkan pada suatu tempat/pusat khusus. 1. Pertimbangan psikologis Orang tua penderita membutuhkan pendekatan khusus karena diagnosis jarang ditegakkan pada awal kehidupan sehingga orang tua beranggapan bahwa anaknya normal dan kecewa bila mengetahui anaknya tidak normal. Banyak orang tua yang tidak dapat menerima hal ini. Perkembangan psikologis anak tergantung pada usia dan perkembangan mentalnya. Beberapa anak kurang dapat memusatkan perhatian dan labil sehingga sulit untuk diajar. 2. Pengobatan Tidak ada pengobatan yang bersifat kausatif. Biasanya beberapa pasien diterapi dengan obat-obatan untuk mengatasi epilepsi dengan harapan dapat mengontrol perluasannya dengan pemberian obat jenis antikonvulsan. Antikonvulsan bekerja dengan mengurangi stimulasi yang berlebihan pada otak tanpa menyebabkan depresi pada pusat vital lainnya seperti pusat pernapasan dan bersifat non sedatif. Beberapa jenis antikonvulsan yang sering digunakan yaitu : barbiturate, hidantoin, benzodiazepine. (15) Beberapa pengobatan juga dianjurkan untuk beberapa pasien dengan tipe spastik, sebelum terjadinya kontraktur dapat diberikan diazepam, dantrolene dan baclofen. Penemuan terbaru yaitu dengan menggunakan Botulinium Toxin (Botox) sangat berguna untuk mengatasi tipe spastik, biasanya diinjeksikan langsung ke otot yang mengalami spastik, diperkirakan dapat mengurangi tonus otot selama beberapa bulan. Tipe athetosis dapat diterapi dengan pemberian trihexyphenidil HCl dan benztropine.(16)
19
3. Terapi fisik dan okupasional (Occupational therapy) Terapi fisik dan okupasional berfungsi untuk relaksasi otot, memperbaiki koordinasi otot dan meningkatkan kontrol otot volunter sehingga pergerakan dapat dikontrol. Terapi fisik bertujuan untuk meningkatkan kemandirian dan mobilitas, hal ini diusahakan melalui latihanlatihan, berusaha untuk memperbaiki posisi dan belajar jalan sendiri atau belajar untuk menggunakan beberapa alat bantu seperti kursi roda, skuter, sepeda beroda dua atau beroda tiga, alat bantu berupa penyangga pada kaki. Aktivitas yang ringan dapat dipelajari sendiri meskipun memerlukan latihan yang berulang-ulang. Meregangkan otot spastik secara aktif setiap hari berguna untuk mencegah deformitas yang ditandai dengan adanya spastisitas dan ketidakseimbangan otot. Terapi okupasional dirancang untuk aktivitas-aktivitas tertentu yang menggunakan keterampilan motorik, seperti untuk makan, duduk dan belajar menggunakan peralatan mandi. 4. Terapi bicara ( speech therapy) Pengertian terapi bicara adalah memperbaiki pengucapan kata yang kurang baik sehingga dapat dimengerti.
2.10 Prognosis
Hingga saat ini Cerebral Palsy tidak dapat disembuhkan, tetapi berdasarkan masalah yang timbul menyangkut sistem pernapasan dapat teratasi. Bila seorang anak mulai bertambah usia ataupun ketika mulai mengikuti kegiatan sekolah, maka ia akan b erlatih untuk tidak terlalu bergantung pada orang lain, akan tetapi ada juga anak yang membutuhkan bantuan seumur hidupnya.(14,17) Kerusakan pada otak yang terjadi pada Cerebral Palsy tidak dapat diperbaiki, tetapi setiap anak dapat mencoba untuk menggunakan bagian lain dari otak yang tidak mengalami kerusakan untuk melakukan hal-hal yang diinginkannya. Seorang anak yang menderita Cerebral Palsy akan menjadi dewasa tetap sebagai penderita Cerebral Palsy. Mencari kesembuhan mutlak hanyalah mendatangkan kekecewaan. Bantuan yang dapat diberikan yaitu membantunya untuk dapat melanjutkan hidup dengan kemampuan yang ada tanpa bergantung kepada orang lain selama ia bisa melakukannya sendiri. (13,17) Prognosis paling baik pada derajat fungsionil yang ringan. Prognosis bertambah berat apabila disertai dengan retardasi mental, bangkitan kejang, gangguan penglihatan dan pendengaran.
20
Daftar Pustaka
1. Sankar, C. & Mundkur, N. 2005. Cerebral Palsy – Definition, Classification, Etiology and Early Diagnosis. Pp. 865-868. 2. Hopper, A.H., Samuels, M.A. & Klein, J.P., 2014. Adams and Victor’s Principle of Neurology. 10th Edition. McGraw Hill. 3. Kumari, A. & Yadav, S. 2012. Cerebral Palsy: A Mini Review. 3. Pp. 15-24. 4. Sunusi, Sudading dan Nara P. 2007. Cerebral Palsy. 5. Permenkes RI No. 80 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pekerjaan dan Praktek Fisioterapi. 6. Adnyana IMO. 1995.Cerebral Palsy Ditinjau dari Aspek Neurologi. Denpasar: UPF Neurologi Universitas Udayana. Pp. 37-40. 7. Rasjad C. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Bintang Lamumpatue. Pp. 255-258. 8. Reksoprodjo S. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara. Pp. 621627. 9. Nath.
Cerebral
Palsy
[Online].
2005.
Available
from:
URL:
http://thomsoncorporation.org/health.htm 10. Children’s Memorial Hospital. Cerebral Palsy [Online]. 2009. Available from: URL: http://www.childrensmemorial.org/depts/orthopaedic/default.aspx 11. Schwartz SI, Shires GT, Spencer FC, Daly JM, Fiscer JE, Galloway AC. 1999. Principle of Surgery. 7th ed. United States: McGraw-Hill Companies. Vol 2. Pp.1922-1924. 12. Cerebral
Palsy
[Online],
2006.
Available
from:
URL
http://en.wikipedia.org/wiki/Cerebral_palsy 13. Werner
D.
Cerebral
Palsy
[Online].
1999.
Available
from:
URL:
http://www.dnf.ne.jp/doc/english/global/david/dwe002/dwe00210.html 14. Office and Communication of Public Liasion Bethesda. What is Cerebral Palsy [Online]. 2006. Available from: URL: http://www.askthelawdoc.com/about-cp.html 15. Miller B. Cerebral Palsy: A Guide for Care [Online]. 2006. Available from: URL: http://gait.aidi.udel.edu/res695/homepage/pd_ortho/clinics/cpalsy.html 16. Fox AM. A Guide to Cerebral Palsy [Online]. 1999. Available from: URL: http://www.ofcp.on.ca-images-brain.gif.html 17. Polzin
SJ.
Cerebral
Palsy
[Online].
2006.
Available
http://www.ninds.nih.gov/health_and_medical/pubs/cerebral_palsy.htm 21
from:
URL:
22