BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Anemia atau kurang darah adalah suatu kondisi di mana jumlah sel darah merah (Hemoglobin) dalam sel darah berada di bawah normal. Hemoglobin yang terkandung di dalam Sel darah merah berperan dalam mengangkut oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh. Seorang pasien dikatakan anemia apabila konsentrasi Hemoglobin (Hb) pada laki-laki kurang dari 13,5 G/DL dan Hematokrit kurang dari 41%, Pada perempuan konsentrasi Hemoglobin kurang dari 11,5 G/DL atau Hematocrit kurang dari 36%. Anemia telah menjadi salah satu masalah kesehatan utama yang dihadapi saat ini, terutama pada Negara-negara berkembang. Secara global, anemia terjadi pada 24,8 % dari populasi dunia yaitu sekitar 1. 62 juta orang. Tingginya insiden ini mengindikasikan status nutrisi dan kesehatan yang masih buruk di masyarakat. Anemia dapat terjadi pada semua kelompok namun yang paling sering terjadi yaitu pada anak-anak dan ibu hamil. (WHO 2013). Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap anemia menyebabkan sekitar 4,5 milyar orang di seluruh dunia mengalami kekurangan zat besi, dan 1 dari 3 di antara mereka menderita anemia atau kekurangan darah parah. Di Indonesia sendiri, 40% dari wanita subur mengalami anemia.(depkes RI,2016) Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh . keadaan ini sering menyebabkan energi dalam tubuh menjadi menurun sehingga terjadi 5L atau lemah, lesu, lemas, lunglai, dan letih. Dalam hal ini orang 1
yang terkena anemia adalah orang yang menderita kekurangan zat besi. Seseorang yang menderita anemia akan sering mengalami keadaan pusing yang sedang hingga berat dikarenakan Meningkatnya penghancuran sel darah merah, Pembesaran limpa, Kerusakan mekanik pada sel darah merah, Reaksi autoimun terhadap sel darah merah : Hemoglobinuria nokturnal paroksismal, Sferositosis herediter, Elliptositosis herediter. Seseorang yang sering mengalami anemia di sebabkan karena pasokan oksigen yang tidak mencukupi kebutuhan ini, bervariasi. .
B. Tujuan Penulisan Agar mahasiswa mampu memahami konsep teori dan askep masalah anemia C. Metode Penulisan Dalam penyelesaian laporan ini penulis menggunakan metode, antara lain : 1. Kepustakaan : Dengan peggunaan metode ini, penulis memperoleh data – data dari referensi – referensi seperti buku – buku di perpustakaan dan dari internet (non blogspot) 2. Diskusi : Dengan menggunakan metode ini yakni , dari data – data yang telah penulis peroleh, dalam kelompok penulis kemudian kembangkan dan disusun menjadi laporan ini. D. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan laporan ini terdiri dari tiga bab diantaranya : Bab I Pendahuluan, yang terdiri dari : Latar belakang, Tujuan Penulisan, Metode penulisan,dan Sistematika penulisan. Bab II Pembahasan Bab III Penutup, yang terdiri dari : Simpulan, dan Saran Daftar pustaka
2
BAB II PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR MEDIK 1. Definisi Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar darah Hemoglobin (Hb) atau hematokrit di bawah normal. (Brunner & Suddarth, 2000: 22). Anemia adalah berkurangnya hingga dibawah nilai normal jumlah SDM, kualitas Hb, dan volume packed red blood cell (hematokrit) per 100 ml darah (Syilvia A. Price. 2006). Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah dan kadar hematokrit dibawah normal. Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit (gangguan) fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat kekurangan Hb untuk mengangkut oksigen ke jaringan. Anemia tidak merupakan satu kesatuan penyakit tetapi merupakan akibat dari berbagai proses patologik yang mendasari (Smeltzer C Suzane, Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner dan Suddarth ; 935). Dengan demikian kelopok menyimpulkan
bahwa anemia
adalah suatu keadan dimana terjadinya penurunan jumlah sel darah merah yang mempengaruhi penurunan kadar Hb dalam tubuh dan dapat menyebabkan gejala dan tanda yang kompleks.
3
2. Anatomi fisiologi darah
Anatomi Sel Darah Merah
Fisiologi Sel Darah Merah Sel darah merah atau eritrosit adalah merupakan cakram
bikonkaf yang tidak berinti yang berdiameter 8m, tebal bagian tepi 2m pada bagian tengah tebalnya hanya 1 m atau kurang. Karena se itu lunak dan lentur maka dalam perjalanannya melalui mikrosirkulasi konfigurasinya berubah. Stroma bagian luar yang mengandung protein terdiri dari antigen kelompok A dan B serta Rh yang menentukan golongan darh seseorang. Komponen utama sel
darah
merah
adalah
protein
hemoglobin
(Hb)
yang
mengangkut O 2 dan CO2 dan mempertahankan Ph normal melalui serangkaian dapar intraseluler. Molekul- molekul Hb terdiri dari 2 pasang rantai polipeptida (globulin) dan 4 gugus hem, masingmasing
mengandung
sebuah
atom
besi.
Konfigurasi
ini
memungkinkan pertukaran gas yang sangat sempurna. Jumlah sel darah merah kira- kira per milimeter kubik darah pada
rata-
rata
orang
dewasa
dan
berumur
120
hari.
Keseimbangan yang tetap di pertahankan antara kehilangan dan 4
penggantian sel darah setipa hari. Pembentukan sel darah merah di rangsang oleh hormone glikoprotein, eritroprotein, yang di anggap berasal dari ginjal. Pembentukan eritoproteindi pengaruhi oleh hipoksia jaringan yang di pengaruhi factor- factor seperti perubahan O2 atmosfir, berkurangnya kadar O 2 dalam arteri, dan berkurangnya konsentrasi hemoglobin. Eritoprotein merangsang sel induk untuk memulai proliferasi dan pematangan sel sel- sel darah merah. Selanjutnya, pematangan tergantung pada jumlah zat- zat makanan yang cocok seperti Vitamin B12, asam folat, protein- protein, enzim- enzim, dan mineral seprti besi dan tembaga. Haemoglobin adalah pigmen merah yang membawa oksigen dalam sel darah merah, suatu protein yang mempunyai berat molekul 64.450. Sintesis haemoglobin dimulai dalam pro eritroblas dan kemudian dilanjutkan sedikit dalam stadium retikulosit, karena ketika retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke dalam aliran darah, maka retikulosit tetap membentuk sedikit mungkin haemoglobin selama beberapa hari berikutnya. Tahap dasar kimiawi pembentukan haemoglobin. Pertama, suksinil KoA, yang dibentuk dalam siklus krebs berikatan dengan glisin untuk membentuk molekul pirol. Kemudian, empat pirol bergabung untuk membentuk protopor firin IX yang kemudian bergabung dengan besi untuk membentuk molekul heme. Akhirnya, setiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang yang disebut globin, yang disintetis oleh ribosom, membentuk suatu sub unit hemoglobulin yang disebut rantai hemoglobin. Terdapat beberapa variasi kecil pada rantai sub unit hemoglobin yang berbeda, bergantung pada susunan asam amino di bagian polipeptida. Tipe-tipe rantai itu disebut rantai alfa, rantai beta, rantai gamma, dan rantai delta. Bentuk hemoglobin yang paling umum pada orang dewasam, 5
yaitu hemoglobin A, merupakan kombinasi dari dua rantai alfa dan dua rantai beta. Waktu sel darah merah menua, sel ini menjadi lebih kaku dan lebih rapuh, akhirnya pecah. Hemoglobin difagositosis terutama di limpa, hati, dan sumsung tulang, kemudian di reduksi menjadi globin dan hem, globin kemudian masuk kembali sumber asam amino. Besi di bebaskan dari hem dan sebagian besar di angkut oleh protein plasma tranferin ke sumsung tulang untuk pembentukan sel darah merah baru. Sisa besi di simpan di dalam hati dan jaringna tubuh laindalam bentuk feretindan hemosiderin, simpanan ini akan di gunakan lagi di kemudian hari (Guyton, 2007). Sisa hem di reduksi menjadi karbon monoksida (CO) dan bileverdin. CO ini di angku dalm bentuk karboksi hemoglobin. Dan di keluarkan melalui paru- par. Bileverdin di reduksi menjadi bilirubun bebas yang perlahan di keluarkan ke dalam plasma, dimana bilirubin bergabung ke dalam albuminplasma kemudian di angkut ke dalam sel- sel hati untuk diekskresi ke dalam kanalikuliempedu (Robinson, 2000) Bila da penghancuran aktif sel- sel darah merah seperti pada hemolisis, pembebasan jumlah
bilirubun
cepat
ke
dalam
cairan
ekstraseluler
menyebabkan kulit dan konjungtiva terlihat kuning keadaan ini di sebut ikterus (Guyton, 2007). 3. Insiden Anemia atau kurang darah adalah suatu kondisi di mana jumlah sel darah merah (Hemoglobin) dalam sel darah merah berada di bawah normal. Hemoglobinyang terkandung di dalam Sel darah merah berperan
dalam
mengangkut
oksigen
dari
paru-paru
dan
mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh. Seorang pasien dikatakan anemia apabila konsentrasi Hemoglobin (Hb) pada laki-laki kurang dari 13,5 G/DL dan Hematokrit kurang dari 41%, Pada perempuan konsentrasi Hemoglobin kurang dari 11,5 G/DL atau Hematocrit 6
kurang dari 36%. Anemia telah menjadi salah satu masalah kesehatan utama yang dihadapi saat ini, terutama pada Negaranegara berkembang. Secara global, anemia terjadi pada 24,8 % dari populasi dunia yaitu sekitar 1. 62 juta orang. Tingginya insiden ini mengindikasikan status nutrisi dan kesehatan yang masih buruk di masyarakat. Anemia dapat terjadi pada semua kelompok namun yang paling sering terjadi yaitu pada anak-anak dan ibu hamil. (WHO 2013). Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap anemia menyebabkan sekitar 4,5 milyar orang di seluruh dunia mengalami kekurangan zat besi, dan 1 dari 3 di antara mereka menderita anemia atau kekurangan darah parah. Di Indonesia sendiri, 40% dari wanita subur mengalami anemia.(depkes RI,2016) 4. Klasifikasi Anemia a. Anemia defisiensi Anemia ini trjadi karena kekurangan (defisiensi) gizi tertentu b. Anemia Aplastik Anemia ini terjadi karena kekurangan produksi sel darah merah. Hal dapat terjadi karena sum-sum tulang berhenti bekerja sehingga tidak cukup sel darah merah yang dibentuk. c. Anemia Hemoragik Anemia ini terjadi karena pengeluaran darah dari dalam tubuh karena perdarahan d. Anemia Hemolitik Anemia ini terjadi karena terjadinya penghancuran (destruksi) sel darah merah di dalam tubuh 5. Etiologi Etiologi anemia berdasarkan jenis adalah sebagai berikut : a. Anemia Defisiensi Terjadi karena kekurangan bahan baku pembuat sel darah. Anemia defisiensi dapat terjadi karena kekurangan zat besi, asam 7
folat, vitamin B12 (anemia pernisiosa) b. Anemia Aplastik Disebabkan terhentinya pembuatan sel darah sum sum tulang (kerusakan sumsum tulang). c. Anemia Pasca Pendarahan (Hemoragik) Terjadi
sebagai
akibat
perdarahan
yang
massif
seperti
kecelakaan, operasi dan persalinan dengan perdarahan atau yang menahun seperti pada penyakit cacingan. Cacing tambang merupakan salah satu jenis cacing yang dapat menyebabkan perdarahan usus. d. Anemia Hemolitik Terjadi penghancuran (hemolisis) eritrosit yang berlebihan karena:
Faktor Intrasel Misalnya talasemia, hemoglobinopati (talasemia HbE, sickle cell piruvatkinase, alutation reduktase).
Faktor Ekstrasel Karena
intoksikasi,
infeksi
(malaria),
imunologis
(inkompatibilitas golongan darah, reaksi hemolitik pada transfuse darah). 5
Manifestasi Klinis Karena sistem organ dapat terkena, maka pada anemia dapat menimbulkan
manifestasi
klinis
yang
luas
tergantung
pada
kecepatan timbulnya anemia, usia, mekanisme kompensasi, tingkat aktivitasnya, keadaan penyakit yang mendasarinya dan beratnya anemia. Secara umum gejala anemia adalah : a. Hb menurun (< 10 g/dL), thrombosis / trombositopenia, pansitopenia b. Penurunan BB, kelemahan c. Takikardi, TD menurun, penurunan kapiler lambat, ekstremitas dingin, palpitasi, kulit pucat. 8
d. Mudah lelah, sering istirahat, nafas pendek, proses menghisap yang buruk (bayi). e. Sakit kepala, pusing, kunang – kunang
6
Patofisiologi Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi), hal ini dapat akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyababkan destruksi sel darah merah. Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limfa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal, ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1.5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera). Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal kedalam urin (hemoglobinuria). Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar hitung retikulosit dalam sirkulasi darah, derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, 9
seperti
yang
terlihat
dalam
biopsy,
dan
ada
tidaknya
hiperbilirubinemia. Anemia defisiensi zat besi adalah anemia yang paling sering menyerang anak – anak. Di dalam tubuh, zat besi sebagian besar terdapat dalam darah sebagai bagian dari protein yang bernama Hemoglobin (HB) dimana terdapat didalam sel darah merah yang berfungsi mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh serta Mioglobin yang terdapat di sel-sel otot yang berfungsi untuk mengangkut dan menyimpan oksigen untuk sel tot. masukan zat besi setiap hari diperlukan untuk mengganti zat besi yang hilang melalui tinja, air kencing dan kulit. Kehilangan ini kira-kira 0,5-1,0 mg/hari. Selain itu pada wanita karena adanya menstruasi. Apabila masukan zat besi dalam tubuh tidak adekuat maka dapat menyebabkan terjadinya anemia. Anemia defisiensi zat besi dapat juga terjadi karena kehilangan banyak darah yang kronik. Pada bayi hal ini terjadi karena perdarahan usus kronik yang disebabkan oleh protein dalam susu sapi yang tidak tahan panas. Anemia aplastik diakibatkan oleh karena rusaknya sumsum tulang. Gangguan berupa berkurangnya sel darah dalam darah tepi sebagai akibat terhentinya pembentukan sel hemotopoetik dalam sumsum tulang. Aplasia dapat terjadi hanya pada satu, dua atau ketiga sistem hemotopoetik (eritropoetik, granulopoetik, dan trombopoetik). Aplasia yang hanya mengenai sistem eritropoetik disebut eritroblastopenia (anemia hipoplastik) yang mengenai system trombopoetik disebut agranulositosis (penyakit Schultz), dan yang mengenai
system
trombopoetik
disebut
amegakariositik
trombositopenik purpura (ATP). Bila mengenai ketiga system disebut panmieloptisis atau lazimnya disebut anemia aplastik. Kekurangan
asam
folat
akan
mengakibatkan
anemia 10
megaloblastik. Asam folat merupakan bahan esensial untuk sintesis DNA dan RNA, yang paling penting sekali untuk metabolisme inti sel dan pematangan sel.
7
Pemeriksaan Penunjang dan Pemeriksaan Diagnostic : a. Jumlah darah lengkap Hb dan Ht menurun. i.
Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (Aplastik), MCV dan MCH menurun dan mikrositik dengan eritrosit hipokromik (DB), peningkatan (AP), pansitopenia (aplastik).
b.
ii.
LED : peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi.
iii.
Massa hidup SDM : untuk membedakan diagnose anemia.
Jumlah trombosit : menurun (aplastik), meningkat (DB), normal / tinggi (hemolitik).
c.
Hb elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur Hb.
d.
Bilirubin serum (tidak terkonjugasi) : meningkat (AP, hemolitik)
e.
Folat serum dan vit. B12 : membantu mendiagnosa anemia.
f.
Besi serum : tidak ada (DB), tinggi (hemolitik).
g.
Tes Schilling : penurunan eksresi vit B12 urin (AP)
h.
Guaiac : mungkin positif untuk darah pada urin, feses, dan isi gaster, menunjukan perdarahan akut / kronis (DB)
i.
Aspirasi sumsum tulang / pemeriksaan biopsy : sel mungkin tampak berubah dalam jumlah, ukuran, bentuk, membedakan tipe anemia.
j.
Pemeriksaan endoskopi dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan, perdarahan GI.
8
Penatalaksanaan a. Anemia Karena Perdarahan Pengobatan terbaik adalah transfuse darah. Pada perdarahan kronik diberikan transfuse packed cell. Mengatasi rejatan dan penyebab perdarahan. Dalam keadaan darurat pemberian cairan 11
intravena dengan cairan infuse apa saja yang tersedia b. Anemia Defesiensi Anemia defisiensi besi (DB). Respon regular DB terhadap sejumlah besi cukup mempunyai arti diagnostic, pemberian oral garam ferro sederhana (sulfat, glukanat, fumarat). Merupakan terapi yang murah dan memuaskan. Preparat besi parenteral (dektram besi) adalah bentuk yang efektif dan aman digunakan bila diperhitungkan dosis tepa. c. Anemia defesiensi asam folat, meliputi pengobatan terhadap penyebabnya dan dapat dilakukan pula dengan pemberian / suplementasi asam folat oral 1 mg/hari (Mansjoer Arif, Kapita Selekta Kedokteran ; 553). d. Anemia Hemolitik Anemia hemolitik autoimun. Terapi inisial dengan menggunakan prednisone 1 -2 mg/kg/BB/hari. Jika anemia mengancam hidup, transfuse harus diberikan dengan hati – hati. Apabila prednisone tidak efektif dalam menanggulangi kelainan itu, atau penyakit mengalami kekambuhan dalam periode tapering off dari prednisone maka dianjurkan untuk dilakukan splektomi. Apabila keduanya tidak menolong, maka dilakukan terapi dengan menggunakan
berbagai
jenis
obat
imunosupresif.
Immunoglobulin dosis tinggi intravena (500 mg/kg/BB/hari selama 1 – 4 hari ) mungkin mempunyai efektifitas tinggi daam mengontrol hemolisis. Namun efek pengobatan ini hanya sebentar (1 – 3 minggu) dan sangat mahal harganya. Dengan demikian pengobatan ini hanya digunakan dalam situasi gawat darurat dan bila pengobatan ini hanya digunakan prednisone merupakan kontra indikasi (Manjoer Arif, kapita Selekta Kedokteran ; 552). Anemia hemolitik karena kekurangan enzim. Pencegahan hemolisis adalah cara terapi yang paling penting. Transfuse tukar mungkin terindikasi untuk hiperbillirubenemia 12
pada neonates. Transfuse eritrosit terpapar diperlukan untuk anemia berat atau kritis aplastik. Jika anemia terus menerus berat atau jika diperlukan transfuse yang sering, splektomi harus dikerjakan setelah umur 5 – 6 tahun ( Behrman E Richard, IKA Nelson
;
1713).
Sferositosis
herediter.
Anemia
dan
hiperbilirubenemia yang cukup berat memerlukan fototerapi atau transfuse tukar, karena sferosit pada SH dihancurkan hampir seluruhnya oleh limfa, maka splektomi melenyapkan hampir seluruh hemolisis pada kelainan ini. Setelah splenektomi sferosis mungkin lebih banyak, meningkatkan fragilitas osmotic, tetapi anemia retikalositosis dan hiperbilirubinemia membaik (Behrman E Richard, IKA Nelson ; 1700). Thalasemia. Hingga sekarang tidak ada obat yang dapat menyembuhkannya. Transfuse darah diberikan bila kadar Hb telah rendah (kurang dari 6%) atau bila anak
mengeluh
tidak
mau
makan
atau
lemah.
Untuk
mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan ion chelating agent, yaitu Desferal secara intramuscular atau intravena. Splenektomi dilakukan pada anak lebih dari 2 tahun sebelum didapatkan tanda hiperplenome atau hemosiderosis. Bila kedua tanda itu telah tampak, maka splenektomi tidak banyak gunanya lagi. Sesudah splenektomi biasanya frekuensi transfuse darah menjadi jarang. Diberikan pula bermacam – macam vitamin, tetapi preparat yang mengandung besi merupakan indikasi kontra (Keperawatan Medikal Bedah 2).
B. Konsep Dasar Askep a) Pengkajian Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan, dan merupakan suatau proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data dalam mengevaluasi dan mengidentifikasi stats kesehatan pasien. Tahap pengkajian 13
merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan keluhan dan keadaan individu.
Dalam hal ini pengkajian yang perlu dikaji pada pasien dengan masalah anemia adalah :
Aktivitas dan istirahat Gejala
:
keeltihan,
kelemahan,malaise,
penurunan
semangat bekerja, kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak Tanda
:
takikardia,takipnea,kelemahan
penurunan kekuatan,
tanda-tada
otot
dan
yang menunjukan
keletihan
Sirkulasi Gejala : riwayat kehilangan darah kronis misalkan perdarahan GI, menstruasi berat, palpitasi Tnada : Hipotensi, ekstermitas (warna )pucat pada kulit dan membrane mukosa
Eliminasi Gejala : riwayat gagal ginjal Tanda : hematemesis, feses dengan darah segar, konstipasi
Makanan dan cairan Gejala ; penurunan masukan diet, mual, anoreksia, penuruanan berat badan Tanda : membrane mukosa kering/pucat, konjungtiva pucat, skelar ikterik
Nyeri dan kenyamanan Geja : sakit kepala Tanda :-
14
b) Diagnosa Keperawatan 1. Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen nutrient ke sel 2. Perubahan nutisi b/d intake inadekuat 3. Intoleran aktivitas b/d kelemahan fisik 4. Perubahan eliminasi bowel (konstipasi) b/d penurunan motilitas usus
15
BAB III
PENUTUP A. SIMPULAN Anemia atau kurang darah adalah suatu kondisi di mana jumlah sel darah merah (Hemoglobin) dalam sel darah merah berada di bawah normal. Hemoglobinyang terkandung di dalam Sel darah merah berperan
dalam
mengangkut
oksigen
dari
paru-paru
dan
mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh. Seorang pasien dikatakan anemia apabila konsentrasi Hemoglobin (Hb) pada laki-laki kurang dari 13,5 G/DL dan Hematokrit kurang dari 41%, Pada perempuan konsentrasi Hemoglobin kurang dari 11,5 G/DL atau Hematocrit kurang dari 36%. Oang yang terkena anemia adalah orang yang menderita kekurangan zat besi. Seseorang yang menderita anemia akan sering mengalami keadaan pusing yang sedang hingga berat dikarenakan Meningkatnya penghancuran sel darah merah, Pembesaran limpa, Kerusakan mekanik pada sel darah merah, Reaksi autoimun terhadap sel darah merah
:
Hemoglobinuria
nokturnal
paroksismal,
Sferositosis
herediter, Elliptositosis herediter. Seseorang yang sering mengalami anemia di sebabkan karena pasokan oksigen yang tidak mencukupi kebutuhan ini, bervariasi. .
16