24
Ibadah dan Akhlak Teknik Kimia UII 2013/2014
Aunur Rahim Faqih, Ibadah dan Akhlak dalam Islam. Yogyakarta : UII Press Indonesia, 1998 hal. 85
K.H.Toto Tasmara membudayakan etos kerja islami Jakarta : PT Gema Insani, 2002 hal 24
Tasmara , 1991 : 7
Ibid , hal . 7-8
Rikza Maulan, Lc., M.Ag
AKHLAK KERJA DAN PROFESI
Pendahuluan
Hidup adalah sebuah perjuangan. Tanpa adanya usaha untuk berjuang maka manusia tidak akan bisa bertahan untuk hidup. Untuk itu manusia haruslah berjuang sekuat tenaga untuk memenuhi segala kebutuhannya sendiri. Dalam pada itu berjuang memiliki makna yang cukup luas. Di dalamnya terkandung nilai-nilai untuk bekerja keras, tekun, ulet dan teliti dan yang lainnya yang merupakan salah satu dari akhlak dalam bekerja. Tanpa adanya unsur-unsur itu apa yang kita harapkan dan cita-citakan belum tentu akan tercapai. Dengan bekerja keras dan tekun akan muncul sikap optimis dalam diri seseorang untuk menggapai cita-citanya. Dengan adanya sifat ulet, manusia tidak akan mudah goyah dan putus asa dalam mengerjakan apa yang ia lakukan. Tidak mudah putus semangat apabila dalam melakukan pekerjaannya mengalami hambatan atau bahkan kegagalan.
Dalam melakukan pekerjaan unsur teliti juga tidak boleh lepas dari dirinya. Dengan sikap teliti maka apabila ada kesalahan atau kekurangan bisa segera di carikan solusinya. Sehingga sebuah pekerjaaan dapat terlaksana dengan baik.
Bekerja Sebagai Satu Kewajiban Seorang Hamba Kepada Allah SWT Allah SWT memerintahkan bekerja kepada setiap hamba-hamba-Nya (QS. Attaubah/ 9 : 105) :
Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu'min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan".
Seorang insan minimal sekali diharuskan untuk dapat memberikan nafkah kepada dirinya sendiri, dan juga kepada keluarganya.
Adapun Akhlak merupakan sifat yang dituntut dalam setiap amalan kita. Akhlak merupakan perbincangan para golongan pendidik, ahli-ahli tasawuf dan ahli-ahli falsafah di mana pembentukan akhlak dapat membentuk insan, masyarakat yang berjaya dan berdisiplin.
Pembincangan akhlak di dalam pekerjaan amat penting bagi membentuk pekerja yang berdisiplin dan berjaya serta membentuk komuniti tempat bekerja yang produktif dan tolong menolong.
Akhlak sendiri secara etimologis berasal dari bahasa Arab "akhlaqun" dalam bentuk jama' sedang Murad (bentuk tunggal) "khuluqun" yang berarti tingkah laku, perangai, atau tabiat. Akhlak yang baik disebut sebagai beradab, beretika dan sopan santun yang diterjemahkan dari hati yang ikhlas dan luhur. Islam telah mengingatkan kepada umatnya mengenai perihal pentingnya memelihara akhlak dan mengamalkan nilai-nilai mulia dalam kehidupan seharian sebagai hamba yang taat kepada perintah Allah SWT. Akhlak sendiri pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan etos maupun etika, yang mana di dalamnya terdapat nilai-nilai yang berkaitan dengan baik buruk (moral) sehingga terkandung gairah atau semangat yang amat kuat untuk mengerjakan sesuatu secara optimal ,lebih baik, dan bahkan berupaya untuk mencapai sesuatu hal yang sesempurna mungkin. Begitu juga dalam soal akhlak (etika) kerja dan profesi ini.
Pembahasan
B.1 kerja dalam Islam
Apa yang dimaksud dengan kerja dalam islam ?
Bekarja adalah segala aktivitas dinamis dan mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu (jasmani dan rohani) , dan di dalamnya tersebut dia berupaya dengan penuh kesungguhan untuk mewujudkan prestasi yang optimal sebagai bukti pengabdian dirinya kepada Allah SWT. hampir di setiap sudut kehidupan , kita menjumpai begitu banyaknya orang yang bekerja . para salesmen yang hilir mudik mendatangi toko dan rumah, rumah , guru yang tekun berdiri di depan kelas , polisi yang mengatur lalu-lintas dalam selingan hujan dan panas terik, serta segudang profesi lainnya.
Lihatlah, semua melakukan aktivitas, namun dari kesemuanya itu ada yang dikejar , ada tujuan serta usaha (ikhtiar) yang sangat sungguh sungguh untuk mewujudkan aktivitasnya tersebut mempunyai arti.
Namun, tidak semua aktifitas manusia bisa disebut dengan bekerja karena dalam bekerja terkandung aspek yang harus dipenuhinya secara nalar, yaitu sebagai berikut :
Aktivitasnya dilakukan karena ada dorongan untuk mewujudkan sesuatu sehingga tumbuh rasa tanggung jawab yang besar untuk mewujudkan sesuatu untuk menghasilkan karya atau produk yang berkualitas. Bekerja bukan hanya sekedar mencari uang, tetapi ingin mengaktualisasikannya secara optimal dan memilih nilai transdental yang luhur. Baginya bekerja itu alah ibadah, sebuah upaya untuk menunjukan performance hidupnya di hadapan Illahi bekerja seoptimal mungkin semata-mata karena ada panggilan untuk memperoleh ridho Allah. Karena itu, sangat mustahil seseorang muslim mengaku dirinya sebagai wakil Allah mengabaikan makna keterpanggilannya untuk bekerja secara sempurna.
Apa yang ia lakukan itu karena kesengajaan , sesuatu yang direncanakan . karenanya, terkandung di dalamnya satu gairah semangat untuk mengerahkan seluruh potensi yang dimilikinya sehingga apa yang dikerjakannya benar-benar memberikan kepuasan dan manfaat. Apa yang dilakukannya memiliki alasan-alasan Untuk mencapai arah dan tujuan yang luhur, yang secara dinamis memberikan makna bagi diri dan lingkungannya sebagai misi dirinya yang harus menjadi rahmat bagi alam semesta.
sisi lain, makna bekerja" bagi seorang muslim adalah suatu upaya yang sungguh-sungguh , dengan mengerahkan seluruh aset, pikiran , dan dzikirnya untuk mengaktualisasikan atau menampakkan arti dirinya sebagi hamba Allah yang harus menundukan dunia dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang terbaik (khairu ummah) atau dengan kata lain dapat Juga kita katakan bahwa hanya dengan bekerja manusia itu memanusiakan dirinya.
B.2 Akhlak sebagai teras pembentukan Etika kerja
Kenapa Perlu Kepada Akhlak (Etika) Kerja? Akhlak (etika) kerja dalam Islam sebenarnya bermula dengan konsep dan pandangan Islam terhadap kerja itu sendiri. Apabila kita berakhlak ini bermakna kita faham akan konsep kerja dalam Islam sebagai jambatan menuju ke akhirat. Bekerja untuk mendapat pahala di sisi Allah SWT. Bahkan kepentingannya dilihat dapat membimbing para pekerja ke arah melakukan kebaikan dan menjauhi daripada segala kemungkaran. Namun begitu, berapa ramai di antara kita memilih untuk melakukan pekerjaan mengikut pandangan hidup Islam? Di kala itulah perlunya seseorang memiliki kefahaman dan kesadaran keagamaan terutama di dalam konsep kerja bagi membimbing mereka menjauhi pekerjaan yang dilarang oleh Allah SWT.
Kita bimbang jika wujudnya kejahilan umat Islam tentang peri pentingnya akhlak yang mulia sebagai matlamat beragama, ini akan membuka jalan bagi mereka untuk melakukan perkara-perkara yang bertentangan dengan ajaran murni yang terkandung dalam al-Qur'an dan sunnah Nabi Muhammad SAW. Apabila dorongan dan asakan hawa nafsu menjadi kuat dan fikiran dikalahkan oleh emosi mereka tidak berupaya mengawal dorongan-dorongan itu, lalu berlakulah tindak tanduk dan perbuatan yang dilarang oleh agama.
dan menghalang dorongan yang mengikut asakan hawa nafsu tersebut, kefahaman mengenai nilai-nilai akhlak atau etika kerja berlandaskan pandangan hidup Islam penting bagi menentukan matlamat kepada akal fikiran, tindakan dan tanggung jawab kita sebagai "khalifah" yang diamanahkan di muka bumi ini. Kefahaman yang jelas berkaitan akhlak itu nanti akan menjadi panduan kepada para pekerja dalam melahirkan kerja yang cemerlang dan berkualitas.
Akhlak merupakan teras kepada pembentukan etika kerja seseorang. Akhlak mulia yang dimiliki oleh seseorang pekerja maupun ketua menjadi lambang ketinggian pribadi dan kualitas individu terbaik. Ini bermakna apabila seseorang itu mempunyai akhlak yang baik maka, mereka akan melakukan pekerjaan dengan mengikut tuntutan Islam. Salah satunya berakhlak dalam melakukan kerja dengan bersungguh-sungguh (itqan). Pekerjaan yang dilakukan dengan bersungguh-sungguh akan tergolong dalam amalan kebajikan. "Sesungguhnya Allah suka apabila seseorang itu melakukan sesuatu kerja itu dengan tekun" ( Riwayat Al-Baihaqi)
Dalam hadis ini, menekankan supaya seseorang yang mempunyai akhlak yang baik perlu melakukan sesuatu pekerjaan dengan kemahiran dan ketekunan yang tinggi. Seseorang yang mempunyai akhlak (etika) tidak akan bekerja sambil lewat atau bertanguh-tangguh dalam menyiapkan tugasannya. Meskipun kerja itu dianggap membosankan tetapi apabila pekerja itu mempunyai akhlak dan anggapan yang baik terhadap kerja yang dilakukan maka kerja tersebut tidak dianggap sebagai beban. Dalam hal ini, kerja yang dilakukan akan dibuat secara bersungguh-sungguh tanpa rasa jemu. Kerja yang bersungguh–sungguh ini akan dilakukan untuk mendapatkan hasil yang berkualitas. Bahkan ia juga dilakukan dengan sebaik yang mungkin bukan sekadar "melepas batuk di tangga". Jika terdapat kesulitan semasa melaksanakan tugasnya, pekerja itu akan terus berusaha mencari jalan penyelesaian dan tidak mudah putus asa atau mengaku kalah.
Begitu juga dengan amanah diri pekerja. Amanah merupakan akhlak yang perlu dipelihara oleh setiap pekerja sebagai teras keharmonian dan kejayaan sebuah organisasi. Amanah sangat berat dan ia perlu disampaikan dengan benar dan jujur. Kejujuran dapat dilihat apabila seseorang pekerja itu melakukan tugas seperti mana yang diarahkan oleh ketua atau majikannya mengikut garis panduan yang ditetapkan dan tidak sama sekali melanggar batas syarak. Sekiranya amanah dilakukan di luar batas syarak maka pekerja itu boleh dianggap sebagai khianat serta tidak berakhlak. Oleh sebab itu, amanah itu perlu dipikul dan dijaga dengan baik. Begitu juga amanah dalam menjaga peralatan dan kemudahan milik pejabat atau organisasi. Sebagai contoh peralatan seperti telepon, mesin fotokopi, kereta pejabat, pencetak dan lain-lain untuk keperluan pejabat perlu dimanfaatkan dan digunakan untuk tujuan penyempurnaan tugas semata-mata; bukan sebaliknya.
Selain itu, akhlak (etika ) kerja ini juga mempunyai hubungan rapat dengan faktor masa atau bijak mengurus masa. Di jelaskan dalam Q.S Al-Asr Ayat 1-3
"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu senantiasa dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh dan berwasiat (nasihat-menasihati) dengan kebenaran dan berwasiat dengan kesabaran." (Surah Al-Asr Ayat 1-3).
Pepatah mengatakan 'masa itu emas' menunjukkan bahwa masa itu adalah sangat berharga. Cendiakiawan Islam juga menyifatkan masa itu sebagai sesuatu yang hidup. Kehidupan tidak akan berarti melainkan masa yang digunakan untuk beramal semenjak dari lahir hinggalah kepada saat yang terakhir. Imam Hassan Al-Banna menyatakan masa ibarat nyawa. Bagaimana seseorang menghargai nyawa yang ada padanya maka begitulah dia menghargai masa.
Begitu juga bagi seseorang pekerja amat perlu dititikberatkan soal menjaga masa karena salah satu faktor kejayaan dalam pekerjaan adalah pengurusan masa yang berkesan dan cukup. Pengurusan masa yang cukup dapat membantu meringankan beban tugas di samping memudahkan segala urusan kerja. Sebagai contoh, semasa bekerja kita telah diperuntukkan waktu rehat yang secukupnya oleh majikan. Dalam masa yang agak singkat inilah kita perlu bijak memanfaatkan masa untuk makan, sembahyang dan berehat. Masa yang tidak dijaga dengan baik akan menyebabkan banyak perkara lain tertunda, kerja tidak dapat disiapkan dalam tempo yang telah ditetapkan. Justru, dalam mengatur masa, tugas yang penting didahulukan dan yang kurang mendesak perlu dilakukan kemudian.
Akhir sekali, akhlak (etika) kerja juga perlu ditekankan dalam aspek menjaga hubungan sesama rekan sekerja. Hubungan ini penting dalam mewujudkan perserikatan kerja yang baik dan menyeronokkan bukan membina permusuhan. Apabila hak sesama rekan dijaga dengan baik maka ia akan dapat mewujudkan perserikatan kerja yang baik. Perserikatan kerja yang baik dapat dilihat apabila pekerja saling tegur menegur, memberi senyuman dan bertanya akan khabar. Hubungan yang baik ini juga akan mewujudkan semangat bekerjasama, saling bantu-membantu, bertukar-tukar fikiran, bersangka baik, nasihat menasihati dan sebagainya. Sebaliknya, sikap dan nilai buruk seperti iri hati, hasut-menghasut dan berprasangka buruk perlu dijauhi serta dihapuskan bagi seseorang agar tidak terjadi ketidak sefahaman di tempat kerja.
Allah telah menanggung rezeki bagi setiap makhluk yang ada di muka bumi ini , sebagaimana firmannya :
"Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh). (Q.S Hud ayat : 6 )
Namun disisi lain , Allah menyatakan bahwa Allah tidak akan mengubah kondisi seseorang selama orang (umat) tersebut tidak merubahnya sendiri ( Q.S Al-Ra'ad : 11) hal itu bisa diartikan bahwa walaupun Allah telah menyediakan rezeki bagi manusia dan segenap makhluk yang ada di dunia ini, namun rezeki yang telah tersedia itu akan didapatkan lewat jalan bekerja dan berdo'a. Dari pernyataan itulh , secara implisit Allah menyatakan bahwa setiap manusia harus mencari rezeki dengan jalan bekerja dan beraktivitas. Islam memberikan apresiasi yang tinggi terhadap seorang muslim yang gigih bekerja, dan sebaliknya, akan membenci setiap muslim yang bermalas-malasan. Apresiasi dan penghargaan yang tinggi kepada orang / muslim yang bekerja itu ditunjukkan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :
Perintah untuk giat bekerja setelah selesainya ibadah. Allah berfirman :
" apabila telah ditunaikan salat , maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah banyak-banyak supaya kamu beruntung " ( Q.S Al-jumu'ah :10 )
Perintah Allah itu memberikan 2 pelajaran penting : pertama , setiap selesai ibadah harus bekerja mencari apa yang dianugerahkan Allah. Ibadah saja tidak cukup, hanya berdo'a dan meminta kepada Allah tidak cukup, meminta rezeki tetapi tidak berbuat dan bekerja untuk mencarinya adalah suatu sikap yang tidak ada tuntunannya. Kedua, dalam bekerja haruslah didasari dengan ibadah dan dan ingat kepada Allah, sehingga banyaknya rezeki dan kesibukan yang tinggi tidak akan menggoyahkan iman dan menjadi seseorang berfikiran materialistis.
Perintah untuk selalu beraktivitas, dan dilarang kosong (menganggur) . Allah berfirman dalam AL-Qur'an :
" maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain." (Q.S Alam Nasyrah (94) : 7 )
Ayat ini menunjukkan bahwa waktu kosong itu tidak baik. Dalam sebuiah pepatah bahas Arab dikatakan : ' Al-faragh mafsadah" ( kekosongan itu adalah kerusakan ). Di lain kesempatan Allah juga memerintahkan Nabi Muhammad Saw agar menyuruh kaumnya beraktivitas ( bekerja ) sesuai dengan keadaanya asing-masing , yakni dalam Q.S Az-zumar [39]:39
Katakanlah: "Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya aku akan bekerja (pula), maka kelak kamu akan mengetahui, Q.S Az-zumar [39]:39
Larangan meminta-minta
Dalam sebuah hadis dikatakan bahwa tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Lebih baik bekerja, meskipun pekerjaan itu oleh orang – orang dinilai sebagai pekerjaan kasar. Dan sebaik – baiknya hasil adalah yang diperoleh dengan karyanya sendiri. Sebagaimana dalam sebuah hadis.
Yang artinya " abu hurairah r.a berkata : Rasulullah SAW bersabda : demi sekiranya salah seorang dari kamu itu pergi mencari kayu bakar dan dipikul di atas punggungnya, lebih baik daripada meminta – minta kepada orang – orang , baik diberi atau ditolak. ( HR. Bukhari – muslim ). ( Yahya bin Syaraf An-Nawawiy 1987 : 454 ).
Di dalam berusaha seorang muslim tidak boleh berputus asa bila menemui kegagalan dan kesulitan.
Berputus asa adalah tindakan yang biasa dilakukan oleh orang-orang kafir . budaya kerja bukan hanya sekedar sisipan atau perintah sambil lalu, tetapi menempatkannya sebagai tema sentral dalam pembangunan umat, karena untuk mewujudkan suatu pribadi dan masyarakat yang tangguh hanya dimungkinkan apabila penghayatan terhadap esensi bekerja dengan segala kemuliaannya dikajikan sebagai pokok kajian bagi setiap muslim, sehingga akan tercipta budaya yang khas ini dalam setia kehidupan muslim .
Hanya pribadi-pribadi yang menghargai nilai kerja yang kelak akan mampu menjadikan masyarakatnya sebagai masyarakat yang tangguh, dan sebaliknya, pribadi yang malas dan bermental pengemis hanyalah akan mengorbankan masyarakat dan bahkan generasinya sebagai umat yang terbelakang, terjajah, dan terbelenggu dalam kategori bangsa yang memiliki nilai kerja kelas teri, tidak mempunyai wibawa, sebagaimana wibawa, sebagaimana ibarat, ke dalam tak mengganjilkan dan keluar tak menggenapkan, ke atas tak berpucuk, ke bawah tak berakar.
Hal itu sebenarnya bisa dipahami , karena memang dengan seperti itu orang akan semakin bisa memaknakan islam betul-betul sesuai dengan tuntunan permasalahan yang saat ini dihadapi umat islam.
Seorang insan minimal sekali diharuskan untuk dapat memberikan nafkah kepada dirinya sendiri, dan juga kepada keluarganya.
Dalam Islam terdapat banyak sekali ibadah yang tidak mungkin dilakukan tanpa biaya & harta, seperti zakat, infak, shadaqah, wakaf, haji dan umrah. Sedangkan biaya/ harta tidak mungkin diperoleh tanpa proses kerja. Maka bekerja untuk memperoleh harta dalam rangka ibadah kepada Allah menjadi wajib. Kaidah fiqhiyah mengatakan :
مَالاَ يَتِمُّ الْوَاجِبُ إِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
Suatu kewajiban yang tidak bisa dilakukan melainkan dengan pelaksanaan sesuatu, maka sesuatu itu hukumnya wajib.
Namun, terdapat Pertanyaan Besar Tentang Pekerjaan Kita, seperti :
Apakah pekerjaan yang kita lakukan akan mengantarkan kita ke surga?
Apa syarat – syarat yang dapat menjadikan pekerjaan kita sebagai sarana untuk mendapatkan surga Allah SWT?
Bagaimana menjadikan pekerjaan kita sebagai sarana untuk mendapatkan surga?
Maka, dalam semua pertanyaan itu tentu akan adanya suatu syarat. Adapun Syarat Mendapatkan Surga Dengan Bekerja diantaranya adalah :
Niat Ikhlas Karena Allah SWT
النية الخاصة لله تعالى
Artinya ketika bekerja, niatan utamanya adalah karena Allah SWT sebagai kewajiban dari Allah yang harus dilakukan oleh setiap hamba. Dan konsekwensinya adalah ia selalu memulai aktivitas pekerjaannya dengan dzikir kepada Allah. Ketika berangkat dari rumah, lisannya basah dengan doa bismillahi tawakkaltu alallah.. la haula wala quwwata illa billah.. Dan ketika pulang ke rumahpun, kalimat tahmid menggema dalam dirinya yang keluar melalui lisannya.
Itqan, sungguh-sungguh dan profesional dalam bekerja
الإتقان في العمل
Syarat kedua agar pekerjaan dijadikan sarana mendapatkan surga dari Allah SWT adalah profesional, sungguh-sungguh dan tekun dalam bekerja.
Diantara bentuknya adalah, tuntas melaksanakan pekerjaan yang diamanahkan kepadanya, memiliki keahlian di bidangnya dsb.
Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda
إِنَّ اللهَ يُحِبُّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلاً أَنْ يُتْقِنَهُ (رواه الطبراني)
Sesungguhnya Allah mencintai seorang hamba yang apabila ia bekerja, ia menyempurnakan pekerjaannya. (HR. Tabrani )
sikap Jujur & Amanah
الصدق والأمانة
Karena pada hakekatnya pekerjaan yang dilakukannya tersebut merupakan amanah, baik secara duniawi dari atasannya atau pemilik usaha, maupun secara duniawi dari Allah SWT yang akan dimintai pertanggung jawaban atas pekerjaan yang dilakukannya. Implementasi jujur dan amanah dalam bekerja diantaranya adalah dengan tidak mengambil sesuatu yang bukan menjadi haknya, tidak curang, obyektif dalam menilai, dan sebagainya. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda:
التَّاجِرُ الصَّدُوْقُ اْلأَمِيْنُ مَعَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ (رواه الترمذي)
Seorang pebisnis yang jujur lagi dapat dipercaya, (kelak akan dikumpulkan) bersama para nabi, shiddiqin dan syuhada'. (HR. Turmudzi)
Menjaga Etika Sebagai Seorang Muslim
التخلق بالأخلاق الإسلامية
Bekerja juga harus memperhatikan adab dan etika sebagai seroang muslim, seperti etika dalam berbicara, menegur, berpakaian, bergaul, makan, minum, berhadapan dengan customer, rapat, dan sebagainya. Bahkan akhlak atau etika ini merupakan ciri kesempurnaan iman seorang mu'min.
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda :
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا (رواه الترمذي
Sesempurna-sempurnanya keimanan seorang mu'min adalah yang paling baik akhlaknya (HR. Turmudzi)
Tidak Melanggar Prinsip-Prinsip Syariah
مطبقا بالشريعة الإسلامية
Aspek lain dalam etika bekerja dalam Islam adalah tidak boleh melanggar prinsip-prinsip syariah dalam pekerjaan yang dilakukannya.
Tidak melanggar prinsip syariah ini dapat dibagi menjadi beberapa hal :
Pertama dari sisi dzat atau substansi dari pekerjaannya, seperti memporduksi tidak boleh barang yang haram, menyebarluaskan kefasadan (seperti pornografi), mengandung unsur riba, maysir, gharar dsb.
Kedua dari sisi penunjang yang tidak terkait langsung dengan pekerjaan, seperti risywah, membuat fitnah dalam persaingan, tidak menutup aurat, ikhtilat antara laki-laki dengan perempuan, dsb.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلاَ تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, ta`atlah kepada Allah dan ta`atlah kepada rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu. (QS. Muhammad, 47 : 33)
Menghindari Syubhat
الإبتعاد عن الشبهات
Dalam bekerja terkadang seseorang dihadapkan dengan adanya syubhat atau sesuatu yang meragukan dan samar antara kehalalan dengan keharamannya. Seperti unsur-unsur pemberian dari pihak luar, yang terdapat indikasi adanya satu kepentingan terntentu. Atau seperti bekerja sama dengan pihak-pihak yang secara umum diketahui kedzliman atau pelanggarannya terhadap syariah. Dan syubhat semacam ini dapat berasal dari internal maupun eksternal.
Oleh karena itulah, kita diminta hati-hati dalam kesyubhatan ini. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda, "Halal itu jelas dan haram itu jelas, dan diantara keduanya ada perkara-perkara yang syubhat. Maka barang siapa yang terjerumus dalam perkara yang syubhat, maka ia terjerumus pada yang diharamkan…" (HR. Muslim)
Menjaga Ukhuwah Islamiyah
المراعاة بالأخوة الإسلامية
Aspek lain yang juga sangat penting diperhatikan adalah masalah ukhuwah islamiyah antara sesama muslim. Jangan sampai dalam bekerja atau berusaha melahirkan perpecahan di tengah-tengah kaum muslimin. Rasulullah SAW sendiri mengemukakan tentang hal yang bersifat prefentif agar tidak merusak ukhuwah Islamiyah di kalangan kaum muslimin. Beliau mengemukakan, "Dan janganlah kalian membeli barang yang sudah dibeli saudara kalian" Karena jika terjadi kontradiktif dari hadits di atas, tentu akan merenggangkan juga ukhuwah Islamiyah diantara mereka; saling curiga, su'udzon dsb.
B.3 Ranjau-Ranjau Berbahaya Dalam Dunia Kerja
Dunia kerja adalah dunia yang terkadang dikotori oleh ambisi-ambisi negatif manusia, ketamakan, keserakahan, keinginan menang sendiri, dsb. Karena dalam dunia kerja, umumnya manusia memiliki tujuan utama hanya untuk mencari materi. Dan tidak jarang untuk mencapai tujuan tersebut, segala cara digunakan. Sehingga sering kita mendengar istilah, injak bawah, jilat atas dan sikut kiri kanan. (Na'udzu billah min dzalik). Oleh karenanya, disamping kita perlu untuk menghiasi diri dengan sifat-sifat yang baik dalam bekerja, kitapun harus mewaspadai ranjau-ranjau berbahaya dalam dunia kerja serta berusaha untuk menghindarinya semaksimal mungkin. Karena dampak negatif dari ranjau-ranjau ini sangat besar, diantaranya dapat memusnahkan seluruh pahala amal shaleh kita. Berikut adalah diantara beberapa sifat-sifat buruk dalam dunia kerja yang perlu dihindari dan diwaspadai :
Hasad (Dengki)
Hasad atau dengki adalah suatu sifat, yang sering digambarkan oleh para ulama dengan ungkapan "senang melihat orang susah, dan susah melihat orang senang." Sifat ini sangat berbahaya, karena akan "menghilangkan" pahala amal shaleh kita dalam bekerja.Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda :
Dari Abu Hurairah ra berkata, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, "Jauhilah oleh kalian sifat hasad (iri hati), karena sesungguhnya hasad itu dapat memakan kebaikan sebagaimana api melalap kayu bakar. (HR. Abu Daud)
Saling bermusuhan
Tidak jarang, ketika orang yang sama-sama memiliki ambisi dunia berkompetisi untuk mendapatkan satu jabatan tertentu, atau ingin mendapatkan "kesan baik" di mata atasan, atau sama-sama ingin mendapatkan proyek tertentu, kemudian saling fitnah, saling tuduh, lalu saling bermusuhan. Jika sifat permusuhan merasuk dalam jiwa kita, dan tidak berusaha kita hilangkan, maka akibatnya juga sangat fatal, yaitu bahwa amal shalehnya akan "dipending" oleh Allah SWT, hingga mereka berbaikan.Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda :
Dari Abu Hurairah ra berkata,bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Pintu-pintu surga dibuka pada hari senin dan kamis, maka pada hari itu akan diampuni dosa setiap hamba yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, kecuali seseorang yang sedang bermusuhan dengan saudaranya sesama muslim, maka dikatakan kepada para malaikat, "Tangguhkan dua orang ini sampai mereka berbaikan." (HR. Muslim).
Berprasangka Buruk
Sifat inipun tidak kalah negatifnya. Karena ambisi tertentu atau hal tertentu, kemudian menjadikan kita bersu'udzon atau berprasangka buruk kepada saudara kita sesama muslim, yang bekerja dalam satu atap bersama kita, khususnya ketika ia mendapatkan reward yang lebih baik dari kita. Sifat ini perlu dihindari karena merupakan sifat yang dilarang oleh Allah & Rasulullah SAW, di samping juga bahwa sifat ini merupakan pintu gerbang ke sifat negatif lainnya. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda :
Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Jauhilah oleh kalian prasangka buruk, karena sesungguhnya prasangka buruk itu adalah sedusta-dustanya perkataan. Dan janganlah kalian mencari-cari berita kesalahan orang lain, dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah kalian saling mementingkan diri sendiri, dan janganlah kalian saling dengki, dan janganlah kalian saling marah, dan jangan lah kalian saling memusuhi dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersudara. (HR. Muslim)
Sombong
Di sisi lain, terkadang kita yang mendapatkan presetasi sering terjebak pada satu bentuk kearogansian yang mengakibatkan pada sifat kesombongan. Merasa paling pintar, paling profesional, paling penting kedudukan dan posisinya di kantor, dsb. Kita harus mewaspadai sifat ini, karena ini merupakan sifatnya syaitan yang kemudian menjadikan mereka dilaknat oleh Allah SWT serta dijadikan makhluk paling hina diseluruh jagad raya ini. Sifat ini pun sangat berbahaya, karena dapat menjadikan pelakunya diharamkan masuk ke dalam surga (na'udzu billah min dzalik). Dalam sebuah riwayat Rasulullah SAW bersabda :
Namimah (mengadu domba)
Indahnya dunia terkadang membutakan mata. Keingingan mencapai sesuatu, meraih kedudukan tinggi, memiliki gaji yang besar, tidak jarang menjerumuskan manusia untuk saling fitnah dan adu domba. Sifat ini teramat sangat berbahaya, karena akan merusak tatanan ukhuwah dalam dunia kerja. Di samping itu, sifat sangat dimurkai oleh Allah serta dibenci Rasulullah SAW.Dalam sebuah hadits rasulullah bersabda :
Dari Hudzaifah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersbada, "Tidak akan masuk surga sesroang yang suka mengadu domba." HR Bukhari Muslim)
Masih banyak sesungguhnya sifat-sifat lain yang perlu dihindari. Namun setidaknya kelima ranjau berbahaya tadi, dapat menggugah kita untuk menjauhi segala ranjau-ranjau berbahaya lainnya khususnya dalam kehidupan dunia kerja. Jadi, sekarang bekerjalah dengan niat ikhlas, hiasi dengan sifat-sifat positif dan songsonglah hari esok dengan penuh kegemilangan serta keridhaan dari Allah SWT.
B.4 Akhlak profesi
Setelah dibahas tentang bagaimana etos kerja itu mempunyai akar yang kuat dalam ajaran islam, maka adanya akhlak yang harus ditegakkan dalam bekerja tersebut, atau yang sering disebut dengan etika profesi (akhlak profesi).
Profesi merupakan pekerjaan yang bernilai positif, mendapatkan hasil dan sesuai dengan keahliannya. Mengapa harus sesuai keahliannya? Karena Nabi Saw pernah bersabda, kira-kira isinya begini : "Barangsiapa menyerahkan pekerjaan kepada seseorang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya"
Seseorang yang ahli disebut sebagai seorang profesional. Keprofesionalam seseorang bisa dilihat dari dua aspek, yaitu:
1. Ijazah atau sertifikat. Hal ini merupakan tolak ukur dari selembar kertas yang diberikan oleh instansi terhadap seseorang yang memiliki kualifikasi tertentu atau telah menempuh ujian kelulusan. Walaupun terkadang ada saja ijazah atau sertifikat palsu, atau ijazah yang tidak sesuai dengan kemampuan seseorang, ijazah banyak digunakan untuk mengukur keahlian seseorang.
2. Pengakuan dari para ahli. Ketika para ahli merekomendasikan seseorang, secara otomatis ia akan mendapatkan dari masyarakat dengan mudah.
Dalam islam, diatur dengan jelas tentang bagaimana sebuah pekerjaan yang harus dijalani dan dilakukan . islam mempunyai garis yang tegas dan jelas tentang akhlak produksi dan sekaligus akhlak konsumsi.
Meletakkan kerja sebagai sebuah amalan soleh yang dilakukan dalam konteks dan tahap yang runtut atas iman, ilmu dan amal. Karena itulah, maka kerja bernilai ibadah. Dari sinilah , maka seorang muslim akan memandang kerja dengan dua pandangan.
Pertama, sebagai suatu aktivitas yang bernilaai ibadah
Kedua, sebagai sebuah aktivitas untuk memperoleh keuntungan finansial.
Karena itu, bagi seorang muslim, kegagalan dalam memperoleh finansial tidak boleh menjadikan keputusasaan , karena itu hanyalah merupakan salah satu aspek dari kerja tersebut.
menunaikan kerja sebagai suatu perintah amalan yang harus dilakukan secara profesional . dikatakan sebagai amanah pada hakikatnya setiap waktu, kesempatan, dan aktivitas, akan diminta pertanggung jawabannya oleh Allah. Dengan memahami hal ini, dalam melakukan sebuah pekerjaan seseorang tidak boleh melakukan seenaknya ataupun asal-asalan. Setiap kerja haruslah dilakukan dan dikelola dengan Management yang baik. Islam sama sekali tidak menginginkan bahwa seorang muslim melakukan kerja hanya sepenuhnya digantungkan kepada Allah dengan mengbaikan ikhtiar dan usaha. Sebaliknya, ada kerinduan pada dirinya untuk mencapai hasil yang seoptimal mungkin dan malu apabila pekerjaanya tidak dilaksanakan dengan baik karena itu merupakan salah satu bentuk pengkhianatan kerja . karena itulah , profesionalisme dan kesempurnaan adalah nilai yang dikehendaki oleh islam.
Melakukan kerja dengan wawasan masa depan dan wawasan ukhrawi. Artinya, dalam melakukan kerja, seseorang harus mengingat kepentingan hari depannya. Sehingga, dalam bekerja tidak hanya menggunakan kesempatan untuk mencari kepentingan pribadi sebanyak mungkin dengan melakukan apa kelanjutannya dihari depan, kerugi – Rugian dan resikonya. Karena bisa jadi keuntungan akan banyak didapat, tetapi orang lain akan merasakan akibatnya. Sikap biasa ini disebut dengan oportunistik ('aji mumpung "). Pada prinsipnya islam akan menentang semua bentuk kesenangan yang didapat dengan mendzalimi orang.
Sementara itu yang dimaksud dengan bekerja dengan wawasan ukhrawi adalah bahwa dalam melaksanakan setiap kerja , seorang muslim harus merasakan semua akibat di akhirat nanti. Oleh karenanya, seorang muslim tidak boleh sengaja melakukan kecurangan dan tindakan-tindakan yang diharamkan/dilarang dalam menyelesaikan sebuah kerja. Inilah salah satu kelebihan yang dimiliki islam. Dalam bekerja orang tidak akan pernah merugikan orang lain, mengeksploitasi apalagi mengintimidasi orang lain. Inilah sebuah sistem pengawasan yang tidak bisa di tandingi oleh sistem administrasi ciptaan manusia. Tidak akan mampu walaupun orang lain mengetahuinya, tidak akan melakukan korupsi dan manipulasi walaupun tidak ada bukti yang bisa diajukan untuk menuntut.
Melanggar hal itu sama saja menyengaja dirinya untuk terjerumus dalam api neraka . hal ini bisa dibaca dan disimpulkan dari ayat Allah yang berbunyi :
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Maka , konsep islam, bukan hanya bekerja merupakan sebuah aktivitas yang bukan hanya bersifat duniawi, melainkan juga sangat ukhrawi. Artinya, bahwa islam melibatkan aspek transendental dalam beribadah , sehingga kerja tidak hanya dilihat sebagai gejala prilaku ekonomi, tetapi juga prilaku ibadah. Keduanya dilakukan dalam satu waktu sekaligus.
B.5 Ciri-ciri orang yang berakhlak pada pekerjaan maupun profesi
Orang yang mempunyai dan menghayati akhlak Kerja akan tampak dalam kehidupannya yang dilandaskan pada suatu keyakinan yang sangat mendalam bahwa pekerja itu ibadah dan berprestasi itu indah. Ciri-ciri itu diantaranya :
Mereka kecanduan terhadap waktu
Salah satu esensi dan hakikat, dari akhlak bekerja adalah cara seseorang menghayati, memahami, dan merasakan betapa berharganya waktu, satu detik berlalu waktu tidak mungkin akan kembali. Waktu merupakan deposito yang berharga yang dianugerahkan Allah secara gratis dan merata kepada setiap orang baik kaya maupun miskin. Yaitu, 24jam atau 1.440menit atau 86.400detik setiap hari. Pada waktu ini merupakan sehelai kertas kehidupan yang harus ditulis dengan deretan kalimat kerja dan prestasi. Dia akan merasakan kehampaan yang luar biasa apabila waktu yang dilaluinya tidak diisi dengan kreasi, kalimat kerjanya terputus, atau bahkan dia akan kekosongan jiwa apabila ada waktu yang kosong serta tidak ada nilai apapun. Baginya waktu adalah aset ilahiah yang sangat berharga, yang merupakan ladang subur yang membutuhkan ilmu dan amal untuk diolah serta dipetik hasilnya pada waktu yang lain. Ada peerumpamaan "alwaktu kassaif inlam taqhahu qhata'a" yang artinya waktu bagaikan pedang, apabila tidak waspada, padahal itu akan memotong kita sendiri. Maka waktu sangatlah penting dalam kehidupan.
Mereka memiliki moralitas yang bersih (ikhlas)
Ikhlas dalam artisan di sini yaitu bersih, murni (tidak terkontaminasi). Dan ikhlas merupakan bentuk dari cinta, bentuk kasih sayang dan pelayanan tanpa ikatan. Cinta yang putih terbentuk karena keikhlasan yang tidak ingin menjadi rusak karena tercampur hal lain selain terpenuhinya dahaga cinta. Mereka takut bahwa suatu pekerjaan yang dilatarbelakangi motivasi atau pamrih selain melaksanakan amanah walaupun atas namakan ikhlas dan cinta akan menjadi komoditas semata-mata. Keikhlasan hanya akan menjadi label atau simbol dari pengesahana dirinya untuk berbuat munafik. Sikap ikhlas bukan hanya output dari cara dia melayani, melainkan juga input atau masukan yang membentuk kepribadiannya didasarkan pada sikap yang bersih. Bahkan, cara dirinya mencari rizqi makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuhnya adalah bersih semata-mata.
Mereka kecanduan kejujuran
Di dalam jiwa orang yang jujur terdapat nilai ruhani yang memantulkan berbagai sikap yang berpihak kepada kebenaran dan sikap moral yang terpuji (morally upright). Dirinya telah dibelenggu, dikuasai, dan diperbudak oleh kejujuran, dia merasa bangga karena menjadi budak Allah karena memang pada dasarnya merupakan hamba Allah. Maka apabila ada tindakan yang menyimpang dari nilai rohani kejujurannya, tipu berarti dia telah menghianati diri dan keyakinannya sendiri dan telah menipu dirinya sendiri dihadapan Allah. Dan dalam kejujuran dan keikhlasan itu tidak cukup, perlu adanya faktor dorongan lain yaitu berupa integritas karena kejujurna dan integritas merupakan dua sisi mata uang dan dengan adanya integritas ini mereka siapa menghadapi risiko dan seluruh akibatnya dihadapi dengan gagah berani, kebanggaan, dan penuh suka cita, dan tidak pernah terfikirkan untuk melemparkan tanggung jawabnya kepada orang lain.
Mereka memiliki komitmen (aqidah, abad, itikad).
Yaitu keyakinan yang mengikat (abad) sedemikian kukuhnya sehingga membelenggu seluruh hati nuraninya dan kemudian menggerakkan perilaku menuju arah tertentu yang diyakininya (itikad).
Istiqamah, kuat pendirian
Yaitu kemampuan untuk bersikap secara taat asas, pantang menyerah, dan ampu mempertahankan prinsip serta komitmennya walau harus berhadapan dengan risiko yang membahayakan dirinya. Mereka mampu mengendalikan diri dan mengelola emosinya secara efektif. Tetap teguh terhadap komitmen, positif, dan tidak rapuh kendati berhadapan dengan situasi yang menekan.
Mereka kecanduan disiplin
Yaitu kemampuan untuk mengendalikan diri dengan tenang dan tetap taat walaupun dalam situasi yang sangat menekan (cam controlled behavior: The ability do behave in a controlled and calm way even in a difficult bor stressful situation).
Pribadi yang disiplin sangat berhati-hati dalam mengelola pekerjaan, serta penuh tanggung jawab memenhi kewajibannya.
Konsekuen dan berani menghadapi tantangan (challenge)
Bagi mereka hidup adalah pilihan (Life is a choice) dan setiap pilihan merupakan tanggung jawab pribadinya. Mereka tidak mungkin menyalahkan pihak manapun karena pada akhirnya semua pilihan ditetapkan oleh dirinya sendirinya. Dasar tanggung jawabnya mendorong perilakunya yang bergerak dinamis seakan-akan di dalam dadanya ada "nyala api", sebuah motivasi yang kuat untuk mencapai tujuan dan menjaga apa yang telah menjadi keputusan.
Mereka tipe orang yang bertanggung jawab
Sikap dan tindakan seseorang di dalam menerima sesuatu sebagai amanah, dengan penuh rasa cinta ia ingin menunaikannya dalam bentuk pilihan-pilihan yang melahirkan amal prestatif.
Mereka bahagia karena melayani
Melayani dengan cinta bukan karena tugas atau pengaruh dari luar, melainkan benar-benar sebuah obsesi yang sangat mendalam bahwa bahagia karena melayani yang mana merupakan bentuk kesadaran dan kepeduliannya terhadap nilai kemanusiaan yang mana merupakan investasi yang kelak akan dipetik keuntungannya, tidak hanya diakhirat, tetapi didunia pun mereka sudah merasaknnya. Seperti yang telah Rasulullah contohkan. Dan dengan mengambil keteladanan Rasulullah tersebut, seharusnya setiap pribadi muslim sangat bangga untuk melayaninya karena melayani adalah keterpanggilan sekaligus merupakan Citra dari umat islam.
Dan masih banyak lagi
B.6 Keutamaan (Fadhilah) Bekerja Dalam Islam
Orang yang ikhlas bekerja akan mendapatkan ampunan dosa dari Allah SWT. Dalam sebuah hadits diriwayatkan :
مَنْ أَمْسَى كَالاًّ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ أَمْسَى مَغْفُوْرًا لَهُ (رواه الطبراني)
Barang siapa yang sore hari duduk kelelahan lantaran pekerjaan yang telah dilakukannya, maka ia dapatkan sore hari tersebut dosa-dosanya diampuni oleh Allah SWT. (HR. Thabrani)
Akan diampuninya suatu dosa yang tidak dapat diampuni dengan shalat, puasa, zakat, haji & umrah. Dalam sebuah riwayat dikatakan :
إِنَّ مِنَ الذُّنُوْبِ لَذُنُوْبًا، لاَ تُكَفِّرُهَا الصَّلاةُ وَلاَ الصِّياَمُ وَلاَ الْحَجُ وَلاَ الْعُمْرَةُ، قَالَ وَمَا تُكَفِّرُهَا يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قاَلَ الْهُمُوْمُ فِيْ طَلَبِ الْمَعِيْشَةِ (رواه الطبراني)
'Sesungguhnya diantara dosa-dosa itu, terdapat satu dosa yang tidak dapat dihapuskan dengan shalat, puasa, haji dan umrah.' Sahabat bertanya, 'Apa yang dapat menghapuskannya wahai Rasulullah?' Beliau menjawab, 'Semangat dalam mencari rizki.' (HR. Thabrani)
Mendapatkan 'Cinta Allah SWT'. Dalam sebuah riwayat digambarkan :
إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُؤْمِنَ الْمُحْتَرِفَ (رواه الطبراني)
Sesungguhnya Allah SWT mencintai seorang mu'min yang giat bekerja. (HR. Thabrani)
Terhindar dari azab neraka
Dalam sebuah riwayat dikemukakan, "Pada suatu saat, Saad bin Muadz Al-Anshari berkisah bahwa ketika Nabi Muhammad SAW baru kembali dari Perang Tabuk, beliau melihat tangan Sa'ad yang melepuh, kulitnya gosong kehitam-hitaman karena diterpa sengatan matahari. Rasulullah bertanya, 'Kenapa tanganmu?' Saad menjawab, 'Karena aku mengolah tanah dengan cangkul ini untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi tanggunganku." Kemudian Rasulullah SAW mengambil tangan Saad dan menciumnya seraya berkata, 'Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh oleh api neraka'" (HR. Tabrani)
Bekerja mencari nafkah digolongkan dalam fi sabililah
Dari Ka'ab bin Umrah berkata, "Ada seseorang yang berjalan melalui tempat Rasulullah SAW. Orang itu sedang bekerja dengan sangat giat dan tangkas. Para sahabat lalu berkata, 'Ya Rasulullah, andaikata bekerja seperti dia dapat digolongkan fi sabilillah, alangkah baiknya.' Lalu Rasulullah bersabda, 'Jika ia bekerja untuk menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, itu adalah fi sabilillah; Jika ia bekerja untuk membela kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia, itu adalah fi sabilillah; dan jika ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak meminta-minta, maka itu adalah fi sabilillah... (HR. Thabrani)
Riwayat-riwayat di atas sudah lebih dari cukup bagi seorang mu'min untuk menjadi motivator dalam bekerja, terlebih- lebih bekerja di Lembaga Keuangan Syariah, yang memiliki visi untuk merealisasikan syariat Allah di muka bumi ini. Oleh karenanya seorang muslim yang baik adalah yang bekerja dengan penuh kesungguhan dan ketekunan. Karena selain mendapatkan penghasilan untuk kehidupan dunianya, ia juga mendapatkan beribu kebaikan untuk kehidupannya di akhirat kelak.
serta Akhlak merupakan teras kepada pembentukan etika kerja seseorang. Akhlak mulia yang dimiliki oleh seseorang pekerja maupun ketua menjadi lambang ketinggian pribadi dan kualitas individu terbaik. Ini bermakna apabila seseorang itu mempunyai akhlak yang baik maka, mereka akan melakukan pekerjaan dengan mengikut tuntutan Islam. Salah satunya berakhlak dalam melakukan kerja dengan bersungguh-sungguh (itqan). Pekerjaan yang dilakukan dengan bersungguh-sungguh akan tergolong dalam amalan kebajikan. "Sesungguhnya Allah suka apabila seseorang itu melakukan sesuatu kerja itu dengan tekun" ( Riwayat Al-Baihaqi)
B.7 Perbedaan Profesi dan Pekerjaan
Profesi:
a. Mengandalkan suatu keterampilan atau keahlian khusus.
b. Dilaksanakan sebagai suatu pekerjaan atau kegiatan utama (purna waktu).
c. Dilaksanakan sebagai sumber utama nafkah hidup.
d. Dilaksanakan dengan keterlibatan pribadi yang mendalam.
Pekerjaan:
a. Tidak membutuhkan latar belakang pendidikan.
b. Tidak membutuhkan pengetahuan dan pengalaman yang mendalam
persamaan profesi dan pekerjaan
Sama – sama dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup (nafkah hidup )
Membutuhkan tenaga serta upaya untuk menyelesaikannya
Sama – sama dapat menghasilkan uang
Kesimpulan
Bekerja adalah segala aktivitas dinamis dan mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu (jasmani dan rohani) , dan di dalamnya tersebut dia berupaya dengan penuh kesungguhan untuk mewujudkan prestasi yang optimal sebagai bukti pengabdian dirinya kepada Allah SWT. hampir di setiap sudut kehidupan , kita menjumpai begitu banyaknya orang yang bekerja . para salesmen yang hilir mudik mendatangi toko dan rumah - rumah , guru yang tekun berdiri di depan kelas , polisi yang mengatur lalu-lintas dalam selingan hujan dan panas terik, serta segudang profesi lainnya.
Dalam Islam terdapat banyak sekali ibadah yang tidak mungkin dilakukan tanpa biaya & harta, seperti zakat, infak, shadaqah, wakaf, haji dan umrah. Sedangkan biaya/ harta tidak mungkin diperoleh tanpa proses kerja. Maka bekerja untuk memperoleh harta dalam rangka ibadah kepada Allah menjadi wajib.
sisi lain, makna bekerja" bagi seorang muslim adalah suatu upaya yang sungguh-sungguh , dengan mengerahkan seluruh aset, pikiran , dan dzikirnya untuk mengaktualisasikan atau menampakkan arti dirinya sebagi hamba Allah yang harus menundukan dunia dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang terbaik (khairu ummah) atau dengan kata lain dapat Juga kita katakan bahwa hanya dengan bekerja manusia itu memanusiakan dirinya. Dan dalam bekerja sendiri diperlukan sebuah akhlak yang mana Akhlak merupakan teras kepada pembentukan etika kerja seseorang. Akhlak mulia yang dimiliki oleh seseorang pekerja maupun ketua menjadi lambang ketinggian pribadi dan kualitas individu terbaik. Ini bermakna apabila seseorang itu mempunyai akhlak yang baik maka, mereka akan melakukan pekerjaan dengan mengikut tuntutan Islam. Salah satunya berakhlak dalam melakukan kerja dengan bersungguh-sungguh (itqan). Pekerjaan yang dilakukan dengan bersungguh-sungguh akan tergolong dalam amalan kebajikan. "Sesungguhnya Allah suka apabila seseorang itu melakukan sesuatu kerja itu dengan tekun" ( Riwayat Al-Baihaqi).
Dan dalam bekerja sendiri islam mempunyai prinsip – prinsip, faedah dalam bekerja, ranjau – ranjau bahaya dalam bekerja, ciri – ciri orang yang bekerja dengan akhlak (akhlakul karimah ) dan hal – hal lain , yang mana memang sebenarnya kehidupan ini tak lepas dari bekerja dan beribadah kepada Allah.
Kritik dan saran
Demikianlah yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang menjadi bahasan dalam makalah ini, tentunya banyak kekurangan dan kelemahan kerena terbatasnya pengetahuan kurangnya rujukan atau referensi yang kami peroleh hubungannya dengan makalah ini kami banyak berharap kepada para pembaca yang budiman memberikan kritik saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami, dan para pembaca khususnya. Aamiin
Marâji'
K.H.Toto Tasmara membudayakan etos kerja islami Jakarta : PT Gema Insani, 2002
Aunur Rahim Faqih, Ibadah dan Akhlak dalam Islam. Yogyakarta : UII Press Indonesia, 1998
http://nadiacitraa.blogspot.com/2012/06/akhlak-kepada-profesi.html
http://www.ikim.gov.my/index.php/ms/artikel/8350-kenapa-perlu-kepada-akhlak-etika-kerja
http://rikzamaulan.blogspot.com/2009/01/etika-dan-akhlak-bekerja-dalam-islam.html
http://www.ikim.gov.my/index.php/ms/artikel/8350-kenapa-perlu-kepada-akhlak-etika-kerja
http://hanicaniagod4.blogspot.com/2009/03/perbedaan-profesi-dan-pekerjaan.html
http://id-id.facebook.com/notes/muhammad-saw-sebagai-pedagang/akhlak-etika-bekerja-dalam-islam/192960884053743