Aplikasi Yufid:
Aplikasi DOA Sehari-hari untuk anak-anak
iPhone and iPad Ready
Developed by:
Lihat aplikasi lainnya di www.yufid.org
Judul Buku
Berdakwah dengan Akhlak Mulia Penulis: Ustadz Abdullah Zaen, Lc., M.A.
Penerbit Disebarkan dalam bentuk ebook oleh www.Yufid.com Disalin dari tunasilmu.com dengan penyuntingan bahasa oleh Redaksi Yufid.com Cetakan I – Ramadhan 1432 H
Website www.yufid.org (official website) www.yufid.com (Islamic search engine)
PengusahaMuslim.com PengusahaMuslim.com Network
www.pengusahamuslim.com
Aplikasi Yufid:
Kumpulan Tanya Tanya Jawab Pendid ikan Islam dan Kelua rga
Telah tersedia aplikasi untuk iPhone!
Developed by:
Lihat aplikasi lainnya di www.yufid.org
BERDAKWAH DENGAN AKHLAK MULIA
Sebuah Renungan dari Sepenggal Kisah Nyata
Segala puji bagi Allah ta'ala, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebuah renungan dari sepenggal kisah nyata
Beberapa saat lalu, penulis diceritai adik ipar kisah seorang mantan preman yang mendapatkan hidayah mengenal manhaj salaf. Katanya, dulu ketika masih preman, ia amat dibenci masyarakat kampungnya; karena ke- rese-annya; gemar mabuk, berjudi, mengganggu orang lain dan seabrek perilaku negatif lain yang merugikan masyarakat. Namun, tidak ada seorangpun yang berani menegurnya; karena takut mendapatkan hadiah bogem mentah. Dengan berjalannya waktu, Allah ta'ala berkenan mengaruniakan hidayah kepada orang tersebut. Dia mengenal ajaran Ahlus Sunnah dan intens dengan manhaj salaf. Namun demikian, setelah ia berubah menjadi orang yang salih dan alim, ia tidak kemudian disenangi masyarakatnya, malahan mereka tetap membencinya. Padahal ia tidak lagi mempraktikkan tindak-tindak kepremanannya yang dulu. Bahkan, kalau dulu masyarakatnya tidak berani menegurnya, sekarang malah berani memarahinya, bahkan
BERDAKWAH DENGAN AKHLAK MULIA
dalam menetralisir pandangan miring masyarakat terhadap prinsip-prinsip Ahlus Sunnah dengan penerapan akhlak mulia? Atau mungkin juga karena enggan melakukan sesuatu yang dikira terlarang, padahal sebenarnya boleh atau justru disyariatkan? Berdasarkan pengamatan terbatas penulis, juga kisah-kisah nyata yang masuk, nampaknya faktor terakhir lebih dominan. Dalam makalah sederhana ini, dengan memohon taufik dari Allah semata, penulis berusaha memaparkan peran besar akhlak mulia dalam meredam kebencian masyarakat terhadap pengusung kebenaran, bahkan dalam menarik mereka untuk mengikuti kebenaran tersebut.
BERDAKWAH DENGAN AKHLAK MULIA
Perintah untuk Berakhlak Mulia Sebagai agama sempurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, tentunya Islam tidak melewatkan pembahasan akhlak dalam ajarannya. Begitu banyak dalil dalam al-Quran maupun Sunnah yang memerintahkan kita untuk berakhlak mulia. Di antaranya: Firman Allah ta'ala tatkala memuji Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam,
."ٌ ظ قُخ ى ل إ " Artinya: "Sesungguhnya engkau shallallahu ‘alaihi wa sallamwahai Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang luhur." shallallahu ‘alaihi wa sallamQ.S. Al-Qalam: 4). Juga sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,
."حض ق ُ ب اى ىقخ "
BERDAKWAH DENGAN AKHLAK MULIA
1. 2. 3.
Melakukan kebaikan kepada orang lain. Contohnya: berkata jujur, membantu orang lain, bermuka manis dan lain sebagainya. Menghindari sesuatu yang menyakiti orang lain. Contohnya: tidak mencela, tidak berkhianat, tidak berdusta dan yang semisal. Menahan diri tatkala disakiti. Contohnya: tidak membalas keburukan dengan keburukan serupa.
Apa maksud dakwah dengan akhlak? Bukankah dakwah itu cukup dengan lisan?
Pernah suatu hari ketika penulis mengisi sebuah pengajian, penulis melontarkan sebuah pertanyaan kepada para hadirin, "Apakah yang dimaksud dengan dakwah?" "Dakwah adalah seperti yang ustadz lakukan sekarang; ceramah dan khutbah!" sahut salah seorang jamaah. Dari jawaban yang terlontar tersebut, kita bisa meraba bahwa sebagian kalangan masih belum memahami makna dakwah. Mereka masih menganggap bahwa dakwah adalah penyampaian materi secara lisan. Padahal sebenarnya, dakwah meliputi hal itu juga yang lainnya; semisal praktik, memberi contoh amalan, dan akhlak mulia, atau yang
BERDAKWAH DENGAN AKHLAK MULIA
Akhlak Mulia dan Dampak Positifnya dalam Dakwah Di atas telah dijelaskan bahwa definisi akhlak mulia adalah: berbuat baik kepada orang lain, mengindari sesuatu yang menyakitinya, serta menahan diri ketika disakiti. Berdasarkan definisi ini berarti cakupan akhlak mulia sangatlah luas, dan tidak mungkin semua cakupannya dipaparkan satu persatu dalam makalah singkat ini. Karena itulah, penulis hanya akan membawa beberapa contoh saja, semoga yang sedikit ini bisa mendatangkan berkah dan para pembaca bisa menganalogikannya kepada contoh-contoh yang lain. 1. Gemar membantu orang lain.
Banyak nash dalam Alquran maupun Sunnah yang memotivasi kita untuk mempraktikkan karakter mulia ini. Di antaranya, sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,
"ٔ أ ُ ذ ىا م ؛ذ اى ُ ٔاى " "Allah akan membantu seorang hamba; jika ia membantu saudaranya." shallallahu ‘alaihi wa sallam H.R. Muslim shallallahu ‘alaihi wa sallamXVII/24 no. 6793) dari Abu
BERDAKWAH DENGAN AKHLAK MULIA
tidak akan ditimpa sesuatu yang tidak kau sukai; karena Allah telah menjadikan dalam dirimu berbagai akhlak mulia dan karakter utama. Lalu, Khadijah menyebutkan berbagai contohnya" [Syarh Shahih Muslim karya Imam an-Nawawy shallallahu ‘alaihi wa sallamII/377)], yang di antaranya adalah: gemar membantu orang lain. Karakter ini sangat membantu keberhasilan dakwah kita. Sebab, tatkala seseorang dalam keadaan sangat membutuhkan bantuan, lantas ada orang yang membantunya, jelas susah bagi dia untuk melupakan kebaikan tersebut. Dia akan terus mengingat jasa baik itu, sehingga manakala kita menyampaikan sesuatu padanya, minimal dia akan lebih terbuka untuk mendengar ucapan kita, bahkan sangat mungkin dia akan menerima masukan dan nasihat kita. Sebagai salah satu bentuk 'kompensasi' dia atas kebaikan kita padanya. Karena itu, seyogianya kita berusaha menerapkan akhlak mulia ini dalam kehidupan sehari-hari. Tatkala ada tetangga yang meninggal dunia; kitalah yang pertama kali memberikan sumbangan belasungkawa kepada keluarganya. Manakala ada yang dioperasi karena sakit; kita turut membantu secara materi semampunya. Saat ada yang membutuhkan bantuan piutang; kita berusaha memberikan utangan pada orang tersebut. Begitu seterusnya. seterusnya. Jika hal ini rajin kita terapkan; lambat laun akan terbangun jembatan yang mengantarkan kita untuk masuk ke dalam hati orang-orang yang pernah kita bantu. Sehingga dakwah yang kita sampaikan lebih mudah untuk mereka terima.
BERDAKWAH DENGAN AKHLAK MULIA
Ibnu Abbas bercerita, bahwa tatkala turun firman Allah,
." شب ْْاى ل ي س ز أ " ِ Artinya: "Berilah peringatan shallallahu ‘alaihi wa sallamwahai Muhammad) kepada kerabat-kerabatmu kerabat-kerabatmu yang terdekat." ( Q.S. Asy-Syu'ara: 214). Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar dari rumahnya lalu menaiki bukit Shafa dan berteriak memanggil, "Wahai kaumku kemarilah!" Orang-orang Quraisy berkata, "Siapakah yang memanggil itu?". "Muhammad", jawab mereka. Mereka pun berduyun-duyun menuju bukit Shafa. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, "Wahai bani Fulan, bani Fulan, bani Fulan, bani Abdi Manaf dan bani Abdil Mutthalib. Andaikan aku kabarkan bahwa dari kaki bukit ini akan keluar seekor kuda, apakah kalian mempercayaiku?" Mereka menjawab, "Kami tidak pernah mendapatkanmu berdusta!" "Sesungguhnya aku mengingatkan kalian akan datangnya azab yang sangat pedih!"
BERDAKWAH DENGAN AKHLAK MULIA
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
."ن ئ ُ ُ ش ُح شصُح ءَ؛ اى ُ " ا "Bantulah aku untuk mencari dan menolong orang-orang lemah; sesungguhnya kalian dikaruniai rezeki dan meraih kemenangan lantaran adanya orang-orang miskin di antara kalian." (H.R. Abu Dawud (III/52 no. 2594), dan sanad-nya dinilai jayyid (baik) oleh an-Nawawy) [lihat: Riyâdh ash-Shâlihîn (hal. 146)].
Masih banyak hadits lain, juga ayat Alquran yang memerintahkan kita untuk berbuat baik, berlaku ramah dan membantu orang-orang lemah juga miskin. Bahkan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditegur langsung Allah ta'ala tatkala suatu hari beliau bermuka masam dan berpaling dari seorang lemah yang datang kepada beliau; karena saat itu beliau sedang sibuk mendakwahi para pembesar Quraisy. Kejadian itu Allah abadikan dalam surat 'Abasa. Namun setelah itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam amat memuliakan orang lemah tadi dan bahkan menunjuknya sebagai salah satu muadzin di kota Madinah. Orang tersebut adalah Abdullah Ibn Ummi Maktum radhiyallahu 'anhu. Bersikap ramah dan
terhadap orang-orang lemah menguntungkan dakwah dari
BERDAKWAH DENGAN AKHLAK MULIA
cenderung lebih respek kepada ulama atau da'i yang rendah hati, serta akrab dengan orang-orang lemah dan papa dibanding mereka yang berada dalam lingkaran kehidupan orang-orang kaya dan pemilik kekuasaan. Sebab, masyarakat menganggap da'i tersebut cenderung lebih tulus. Adapun ulama yang hanya beramah-tamah dengan para pejabat dan konglomerat; masyarakat akan bertanya-tanya tentang motif kedekatan tersebut? Apakah karena mengharapkan harta duniawi atau apa? Keterangan ini sama sekali bukan untuk mengecilkan urgensi mendakwahi orangorang yang memiliki kedudukan [penulis telah sedikit mengupas tentang permasalahan ini serta dampaknya yang amat signifikan untuk kemajuan dan perkembangan dakwah, dalam buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah (hal. 69-73)], namun penulis hanya ingin mengajak para pembaca untuk membayangkan alangkah indahnya andaikan para da'i serta ulama menyeimbangkan antara kedekatannya dengan orang-orang terpandang dan kedekatannya dengan orang-orang lemah yang kekurangan. Tanpa ada tujuan lain melainkan untuk mengajak mereka semua ke jalan Allah ta'ala. Banyak pelajaran berharga yang bisa dipetik dari kisah masuk Islamnya 'Adiy bin Hâtim ath-Thâ'iy. Beliau adalah satu raja terpandang di negeri Arab. Ketika mendengar munculnya Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam dan pengikutnya dari hari kehari semakin bertambah; membuncahlah dalam hatinya kebencian dan rasa cemburu akan adanya raja pesaing baru. Hingga datanglah suatu hari di mana Allah membuka hatinya untuk mendatangi mendatangi Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam.
BERDAKWAH DENGAN AKHLAK MULIA
Lihatlah bagaimana 'Adiy begitu terkesan dengan kerendahan hati Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam yang dengan sabar melayani kebutuhan seorang wanita tua dan lemah di tengah-tengah perjalannya mendampingi seorang raja besar! Goresan keterkesanan yang terukir dalam hatinya, merupakan titik awal ketertarikan dia untuk masuk ke dalam agama Islam. Penulis tutup pembahasan ini dengan sebuah kisah nyata tentang salah seorang da'i muda Ahlus Sunnah di sebuah kota di tanah air. Dengan usianya yang masih sangat hijau, dalam waktu singkat, sebagai pemain baru di kotanya, berkat taufik dari Allah ta'ala, dia telah bisa mengambil hati banyak masyarakat di kota kot a tersebut. Bahkan pernah pada suatu momen, ia diundang untuk mengisi suatu acara kemasyarakatan di sebuah komunitas yang sebenarnya di situ banyak tokoh-tokoh agama senior. Tatkala berusaha menghindar dengan alasan banyak kyai di situ, orang yang mengundang menjawab, "Kalau yang mengisi pengajian kyai A, sebagian masyarakat tidak mau datang, dan kalau yang diundang kyai B, yang mau datang juga hanya sebagian. Tapi kalau yang mengisi panjenengan, mereka semua mau datang!". Ketika penulis cermati, ternyata salah satu rahasia kecintaan masyarakat terhadap da'i tersebut: keramahannya kepada siapapun, apalagi terhadap orang-orang 'kecil'. Dia menyapa tukang parkir, tukang sapu, orang tidak punya, bersalaman dengan mereka dan tidak segan-segan untuk bertanya tentang keadaan keluarga mereka dan anak-anaknya! Badruddin Ibn (w. 723 H) menyebutkan bahwa di antara akhlak ulama, "Bermuamalah dengan para manusia dengan akhlak mulia, seperti bermuka manis, menebar salam … berlemah lembut dengan kaum fakir, memperlihatkan kasih sayang
BERDAKWAH DENGAN AKHLAK MULIA
saja. Tapi kalau kita lihat jiwa-jiwa penduduknya, ternyata kosong dan rapuh!". Begitu mendengar balasan lawan bicaranya, muka orang awam tadi langsung berubah dan terdiam. Kita bukan sedang meragukan niat baik ikhwan tadi, namun tidakkah ada kata-kata yang lebih santun? Haruskah kita 'menabrak' langsung lawan bicara kita. Apakah itu justru tidak mengakibatkan dakwah kita sulit untuk diterima? Bukankah akan lebih enak didengar dan diterima jika ikuti alur pembicaraannya, lalu secara perlahan kita arahkan kepada poin yang kita sampaikan? Misalnya, kita katakan pada orang awam tersebut, "Ya, memang pembangunan fisik kota kita ini memang amat membanggakan, dan ini amat bermanfaat untuk kesejahteraan ekonomi masyarakat. masyarakat. Namun, alangkah indahnya indahnya jika pembangunan fisik tersebu t ersebutt diiringi d iiringi pula dengan pembangunan mental masyarakat; sehingga timbul keseimbangan antara dua sisi tersebut." Kita bisa mengambil suri teladan dari metode Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam menasihati para sahabatnya.
،،" ىب ْى ئْز ا ٔىاى هُسص " :ه ٌص ٔ ُ ٔاى اى أ ب ّ إ ه ة أ أب ِ ِ ّ ُٔ ُ أ" :ه ،، ه ،، ش ُٔ ذ ،،"ُِِٔد "ا:ه ."ِٔ ِٔ " :اى ُٓ شج ٔ ًُْ ى اوْ ِ ِ ِ
BERDAKWAH DENGAN AKHLAK MULIA
„Begitu pula orang lain tidak rela kalau ibu mereka dizinai.‟ dizinai .‟ „Relakah engkau put rimu dizinai orang?‟ engkau jika putrimu „Tidak, demi Allah wahai Rasul!‟ „Begitu pula orang lain t idak rela jika putri mereka dizinai.‟ „Relakah engkau jika j ika saudari kandungmu dizinai?‟ „Tidak, Tidak, demi Allah wahai Rasul!‟ „Begitu pula orang lain tidak rela jika saudara sa udara perempuan mereka dizinai.‟ „Relakah engkau jika bi bi bi dari jalur bapakmu bapakmu dizinai?‟ „Tidak, Tidak, demi Allah wahai Rasul!‟
BERDAKWAH DENGAN AKHLAK MULIA
berpikir sambil beliau juga memperhatikan kondisi psikologisnya. Mungkin sebagian kalangan yang kurang paham menilai bahwa metode tersebut terlalu panjang dan berteletele. Namun, lihatlah apa hasilnya? Memang jalan dakwah itu panjang dan membutuhkan kesabaran. Tidak ada salahnya kita kembali memutar rekaman perjalanan hidup kita dahulu sebelum mengenal dakwah salaf dan proses perkenalan kita dengan manhaj yang penuh dengan berkah ini. Apakah dulu serta merta sekali diomongkan, kita langsung meninggalkan keyakinan yang telah berpuluh tahun kita anut? Atau melalui proses panjang yang penuh dengan lika-liku? Dengan merenungi masa lalu kelam sebelum mendapat hidayah, dan bahwasanya kita memperolehnya secara bertahap; kita akan terdorong untuk mendakwahi orang lain juga dengan hikmah, nasihat yang bijak, serta secara bertahap. bertahap. Demikian keterangan yang disampaikan Syaikh as-Sa'dy ketika beliau menafsirkan firman Allah,
."ن ُ ٔاى و ُخ م ل ىز م " Artinya: "Begitu pulalah keadaan kalian dahulu, lalu Allah melimpahkan nikmat Nya pada kalian." (Q.S. An-Nisa: 94) [Lihat: Tafsîr as-Sa'dy (hal. 158)].
BERDAKWAH DENGAN AKHLAK MULIA
dari kalangan orang-orang kafir dan kaum musyrikin. Di antara contoh jenis pertama, apa yang dikisahkan Anas bin Malik,
ُٔز ا شأُ ٔ سم د ت اى ظ غ اش ْ د شُ ٔ ٔ ُ ٔاى اىع أُ ج م " ةذ ِ ء دا ش اى ت ٔ ث شأ ذ ٔ ُ ٔاى اى حق ت إىُ ثش خ ً ذة ذ ً تز ."ٍء ُ ٔى ش أ ل ٔ إى ج ىخ "!ذك ىزا ٔ اى ه ى شُ " :ه ٔخز "Suatu hari aku berjalan bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan saat itu beliau berpakaian kain buatan Najran yang tepinya kasar. Tiba-tiba datanglah seorang Arab badui dari belakang dan menarik keras kain beliau, hingga aku melihat di pundaknya tergaris merah bekas kasarnya tarikan dia. Sembari berkata, ‘ Berilah aku sebagian dari harta yang Allah berikan padamu! ’ Beliaupun menengok kepadanya sembari tersenyum, lalu memerintahkan agar ia diberi sebagian harta." (H.R. Bukhari (hal. 642 no. 3149) dan Muslim (VII/147 no. 2426)).
Contoh jenis kedua antara lain: apa yang dikisahkan Aisyah radhiyallahu 'anha,
أ أ ٔ
" : ٔ ٔ ٔ
أ"
BERDAKWAH DENGAN AKHLAK MULIA
Qarn ats-Tsa'âlib. Aku pun mendongakkan kepala, ternyata di atasku ada sebuah awan yang menaungiku. Kulihat di sana ada malaikat Jibril, ia memanggilku , ‘ Sesungguhnya, Sesungguhnya, Allah telah mendengar ucapan kaummu dan bantahan mereka padamu. Allah telah mengirimkan untukmu malaikat gunung 1 , supaya engkau memerintahkannya melakukan apa saja kepada mereka sesuai kehendakmu .’ Malaikat gunung pun memanggilku dan mengucapkan salam lalu berkata, ‘ Wahai Wahai Muhammad, jika engkau mau, akan kutimpakan dua gunung atas mereka! ’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjawab, Justru aku berharap, semoga Allah berkenan menjadikan keturunan mereka generasi ‘ yang mau beribadah kepada Allah A llah semata dan tidak mempersekutukan-Nya mempersekutukan-Nya dengan suatu apapun .’ " (H.R. Muslim (XII/365 no. 4629)).
Jalan dakwah merupakan jalan yang terjal yang dipenuhi onak dan duri. Apalagi mengajak manusia meninggalkan keyakinan-keyakinan keliru yang telah mendarah daging puluhan tahun dalam diri mereka. Pasti akan ada tantangan, berupa cemoohan, makian, atau bahkan mungkin bisa berupa serangan fisik, dari musuh-musuh dakwah. Ketika seorang da'i menghadapi semua halangan tadi dengan ketegaran dan kesabaran, tidak lupa diiringi dengan kelapangan dada, bahkan justru membalas keburukan dengan kebaikan; insyaAllah dengan berjalannya waktu, hati para 'lawan' dakwah akan luluh, atau minimal akan menyegani dakwah haq dan tidak mudah untuk melontarkan tuduhanal-Mad'uwwîn (hal. 54)]. tuduhan miring [Cermati: Ashnâf al-Mad'uwwîn Biografi para ulama Islam penuh dengan contoh praktik sifat mulia ini. Penulis bawakan dua contoh dari kehidupan seorang ulama yang telah tersohor kekokohannya dalam mempertahankan prinsip dan ketegasannya dalam meluruskan penyimpangan
BERDAKWAH DENGAN AKHLAK MULIA
adalah milikku, maka aku telah memaafkan mereka! Jika hak itu adalah milik kalian, seandainya kalian tidak mau mendengar nasihatku dan fatwaku, maka berbuatlah semau kalian! Andaikan hak itu adalah milik Allah, maka Dia yang akan membalas, jika Dia ad-Durriyyah karya Ibn Abdil Hadi (hal. 224-225)]. berkehendak!” [Lihat: Al-'Uqûd ad-Durriyyah Contoh kedua:
Kisah makar ahlul bid'ah untuk menggantung Ibnu Taimiyyah.
Di antara penguasa yang mencintai dan mendukung dakwah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah adalah Sultan Muhammad Qalawun. Di suatu tahun Sultan Qalawun pergi berhaji ke Baitullah. Selama dia melakukan ibadah haji pemerintahan diserahkan kepada salah seorang wakilnya: Sultan al-Muzhaffar Ruknuddin Piprus, yang kebetulan dia adalah murid salah satu tokoh sufi abad itu: Nashr al-Manbajy, dan al-Manbajy ini amat benci sekali terhadap Ibnu Taimiyah. Tatkala Piprus mengambil tampuk pemerintahan, ahlul bid’ah pun segera menyusun makar agar pemerintah mengeluarkan surat perintah hukum mati Ibnu Taimiyah. Namun sebelum makar mereka berhasil, Sultan Qalawun keburu kembali dari haji. Tatkala mendengar berita akan makar ahlul bid’ah tersebut, Sultan Qalawun pun marah besar dan memerintahkan bawahannya untuk menghukum mati para pelaku makar tersebut. Tatkala mendengar berita itu, Ibn Taimiyah bergegas datang ke Sultan Qalawun dan berkata, “Adapun saya, saya , maka telah memaafkan mereka semua. ” Akhirnya, Akhirnya, Sultan pun
BERDAKWAH DENGAN AKHLAK MULIA
." ًىإ ط اى ى ُ ٕ ِ ُ ش ح خاى ءغ أ و ٕ ُاى ُُ " Artinya: "shallallahu ‘alaihi wa sallam Orang lain) yang tidak tahu menyangka, bahwa mereka adalah orang-orang kaya; karena mereka menjaga diri shallallahu ‘alaihi wa sallamdari meminta-minta). Engkau shallallahu ‘alaihi wa sallamwahai Muhammad) mengenal mereka mereka dari ciri-cirinya, mereka tidak meminta dengan cara mendesak kepada orang lain." (Q.S. Al-Baqarah: Al-Baqarah: 273). Tidak heran andaikan mereka memiliki karakter mulia tersebut; sebab mereka melihat langsung Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri mempraktikkannya dan senantiasa memotivasi mereka untuk mempraktikkannya juga. Di antara nasihat yang beliau sampaikan: sabdanya,
."ُٔاى ُٔ خ ،ُُٔاى ٔ ُ خ " "Barangsiapa menjaga kehormatan dirinya shallallahu ‘alaihi wa sallamdengan tidak meminta-minta kepada manusia dan berambisi untuk memperoleh apa yang ada di tangan mereka) niscaya Allah akan menganugerahkan kepadanya ‘ iffah iffah shallallahu ‘alaihi wa sallam kehormatan diri). Dan barangsiapa merasa diri berkecukupan; niscaya Allah akan mencukupinya." (H.R. Bukhari (hal. 283 no. 1427) dan Muslim (VII/145 no.
BERDAKWAH DENGAN AKHLAK MULIA
"Bersifat zuhudlah di dunia; niscaya engkau akan disayang Allah. Dan bersikap zuhudlah dari apa yang ada di tangan manusia; niscaya mereka mencintaimu." (H.R. Ibn Majah (IV/163 no. 4177) dari Sahl bin Sa'd as-Sâ'idy dan sanad-nya dinilai hasan oleh Imam an-Nawawy) [Lihat: Riyâdh ash-Shâlihîn (hal. 216)].
Jika seorang da'i telah dicintai masyarakat, maka mereka akan lebih mudah untuk menerima dakwahnya. Orang yang memiliki sifat 'afâf, ketika ia berdakwah, masyarakat akan menilai bahwa dakwahnya tersebut ikhlas karena Allah, bukan karena mengharapkan balasan duniawi dari mereka. Saat mereka merasakan ketulusan niat da'i tersebut; jelas dengan izin Allah- mereka akan lebih mudah untuk menerima dakwahnya. Allah ta'ala berfirman, Kedua:
." ُ ذ خ ُٕ ً ا شأ ن ى اُ "اح m eminta imbalan kepadamu; dan mereka adalah Artinya: "Ikutilah orang yang tidak meminta orang-orang yang mendapat petunjuk." (Q.S. Yasin: 21). Kiat menumbuhkan sifat 'afâf
BERDAKWAH DENGAN AKHLAK MULIA
Kita bisa bermasyarakat tanpa harus larut mengikuti yasinan [untuk mengenal lebih lanjut hukum yasinan dipandang dari kacamata Islam, silahkan merujuk ke buku Yasinan karya Ust. Yazîd bin Abdul Qâdir Jawwâs, dan makalah Takhrîj Hadits-Hadits tentang Keutamaan Surat Yâsîn karya Ust. Dzulqarnain Sunûsi (dalam Majalah an-Nashîhah vol 06 hal 50-59)], tahlilan [untuk mengenal lebih lanjut hukum tahlilan dipandang dari kacamata Islam, silakan merujuk ke buku Santri NU Menggugat Tahlilan, karya Harry Yuniardi dan Hukum Tahlilan Menurut Empat Madzhab karya Ust Abdul Hakîm bin „Âmir „Abdât], „Abdât], maulidan atau acara-acara bid'ah lainnya. Caranya? Kita berusaha untuk berpartisipasi dalam acara-acara kemasyarakatan yang tidak mengandung unsur penyimpangan terhadap syariat, contohnya: kita bisa berpartisipasi dalam kerja bakti, pembuatan taman RT, kumpul bulanan RT, menjenguk tetangga yang sakit, mengantar jenazah ke pemakaman, membantu orang yang sedang ditimpa musibah, menebarkan salam, berbagi masakan ketika kita sedang memasak makanan yang enak, membantu membawakan barang belanjaan seseorang yang baru pulang dari pasar, membantu mendorong becak yang keberatan bawaan ketika dia menaiki jalan yang menanjak dan lain sebagainya. Dengan berjalannya waktu, masyarakat akan paham bahwa ketidak ikutsertaan kita dalam ritual-ritual bid'ah bukan berarti karena kita sedang mengucilkan diri dari mereka, namun karena hal itu berkaitan dengan keyakinan yang 'tidak ada tawar-menawar' di dalamnya. Sebagian pihak 'mengolok-olok' beberapa da'i Ahlus Sunnah yang tidak jemu-jemunya menekankan pentingnya akhlak mulia, dengan mengatakan bahwa mereka Kedua:
BERDAKWAH DENGAN AKHLAK MULIA
B. Seandainya ada sebagian ahlul bid'ah menonjol dalam pengamalan beberapa sisi syariat Islam, apakah kita akan mengabaikannya hanya karena mereka lebih terkenal dalam penerapannya?! Bukankah justru sebaliknya kita harus berusaha membenahi diri dengan menutupi kekurangan yang ada pada diri kita, sehingga kita benar-benar bisa menerapkan ajaran Ahlus Sunnah secara komprehensif dan bukan sepotong-sepotong?! Mungkin pula ada sebagian pihak lain yang ketika ia merasa jenuh melihat kekurangan sebagian Ahlus Sunnah dalam penerapan akhlak Islami, dia cenderung 'menjauhi' mereka dan memilih 'bergabung' dengan kelompok-kelompok ahlul bid'ah yang terkenal menonjol dalam sisi itu. Ketiga:
Sikap ini juga kurang tepat; karena justru yang benar seharusnya dia berusaha membenahi diri dengan 'merenovasi' akhlaknya yang kurang mulia, lalu berusaha terus menerus pantang mundur untuk menasehati saudara-saudaranya sesama Ahlus Sunnah guna memperbaiki akhlak mereka, bukan malah menjauh. Mari kita selesaikan suatu masalah dengan cara yang tidak menimbulkan masalah lain!
BERDAKWAH DENGAN AKHLAK MULIA
Penutup Sebenarnya masih banyak contoh-contoh lain penerapan akhlak mulia yang akan membuahkan dampak positif bagi keberhasilan dakwah. Seperti bersifat amanah dalam segala sesuatu, termasuk dalam berbisnis, yang amat disayangkan mulai luntur, bahkan sampai di kalangan mereka yang sudah ngaji. Sehingga muncullah istilah "Bisnis afwan akhi!" [Lihat: Majalah Nikah, vol. 8, no. 6, September-Oktober 2009 (hal. 82-83)], yang intinya adalah berbisnis tanpa mengindahkan etika-etikanya. Dan contoh-contoh lainnya yang dipandang perlu untuk disinggung. Namun karena keterbatasan waktulah, yang memaksa penulis untuk mencukupkan makalah ini sampai di sini. Semoga Allah berkenan mengaruniakan mengaruniakan kelonggaran waktu di lain kesempatan, sehingga contoh-contoh lainnya tersebut bisa dikupas, amin . Wallâhul muwaffiq ilâ aqwamith tharîq... Wa shallallahu 'ala nabiyyina muhammadin wa 'ala alihi wa shahbihi ajma'in... Kedungwuluh Purbalingga, 13 Rajab 1431 / 25 Juni 2010 Penulis: Ustadz Abdullah Zaen, Lc., M.A. Artikel www.tunasilmu.com Dipublikasikan dalam bentuk ebook oleh www.yufid.com
BERDAKWAH DENGAN AKHLAK MULIA DAFTAR PUSTAKA:
Terjemahannya, Jakarta: Darus Sunnah, 2007. 1. Al-Qur'an dan Terjemahannya, 2. 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah, karya Abdullah Zaen, Lc, Jogjakarta: Pustaka Muslim, cet II, 1429. -Durriyyah Min Manâqib Syaikh al-Islam Ibn Taimiyah, karya 3. Al-‘Uqûd ad -Durriyyah Muhammad bin Ahmad bin Abdil Hadi, tahqiq Thal‟at al-Hulwani, al-Hulwani, Kairo: alFaruq al-Haditsah, cet I, 1422/2000. 4. Al-Bidâyah wa an-Nihâyah, karya Imam Ibn Katsir, tahqîq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin at-Turky, Jaizah: Dar Hajar, cet I, 1419/1998. 5. Ashnâf al-Mad'uwwîn wa Kaifiyyah Da'watihim, karya Prof. Dr. Hamud bin Ahmad ar-Ruhaily, Madinah: Maktabah al-'Ulum wa al-Hikam, cet II, 1424/2003. 6. Bahjah an-Nâzhirîn Syarh Riyâdh ash-Shâlihîn, karya Syaikh Salim bin 'Id alHilaly, Dammam: Dar Ibn al-Jauzy a l-Jauzy,, cet IV, 1420/1999. 7. Bahjah Qulûb al-Abrâr wa Qurrat 'Uyûn al-Akhyâr fî Syarh Jawâmi' al-Akhbâr, karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'dy, Riyadh: Wizarah asy-Syu'un alIslamiyyah, cet I, 1422. 8. It-hâf al-Khiyarah al-Maharah fî Ma'rifah Wasâ'il at-Tarbiyah al-Mu'atsirah karya Ummu Abdirrahman binti Ahmad al-Jaudar, Riyadh: Maktabah at-Taubah, cet I, 1419/1998. 9. Jâmi' at-Tirmidzy, karya Imam Muhammad bin Isa at-Tirmidzy, tahqîq 'Adil Mursyid, Tha'if: Maktabah Dar al-Bayan al-Haditsah, cet I, 1422/2001. Madârij as-Sâlikîn baina Manâzil Iyyâka Na'budu wa Iyyâka Nasta'în, 10. karya Imam Ibn al-Qayyim, tahqîq Muhammad Hamid al-Faqy, Beirut: Dar alKitab al-'Araby, cet II, 1393/1973. 11. Majalah Nikah, vol. 8, no. 6, September-Oktober 2009 shallallahu ‘alaihi
BERDAKWAH DENGAN AKHLAK MULIA
Sunan Abi Dawud, kara Imam Abu Dawud Sulaiman as-Sijistany, tahqîq 22. 'Izzat 'Ubaid ad-Da'as dan 'Adil as-Sayyid, Beirut: Dar Ibn Hazm, cet I, 1418/1997. Sunan Ibn Majah, karya Imam Muhammad bin Yazid al-Qazwiny, tahqîq 23. Syaikh Ali bin Hasan al-Halaby, Riyadh: Maktabah al-Ma'arif, cet I, 1419/1998. 1419/1998. Syarh as-Sunnah, karya Imâm al-Barbâharî, tahqîq Syaikh Khâlid bin 24. Qâsim ar-Raddâdî, Riyâdh: Dâr ash-Shumai'i, cet. III, I II, 1421/2000. Syarh Shahîh Muslim, karya Imam an-Nawawy, tahqîq Khalil Ma'mun 25. Syiha, Beirut: Dar al-Ma'rifah, cet VI, 1420/1999. 1420/1999. Tadzkirah as-Sâmi' wa al-Mutakallim fî Adab al-'Âlim wa al-Muta'allim , 26. karya Badruddin Ibn Jamâ'ah al-Kinâny, tahqîq Abdussalam Umar Ali, Thantha: Dar adh-Dhiya', cet I, 1423/2002. Tafsîr al-Bahr al-Muhîth, karya Imam Abu Hayyân al-Andalûsi 27. shallallahu ‘alaihi wa sallamw. 745 H), tahqîq 'Âdil Ahmad Abdul Maujud dkk, Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, cet I, 1413/1993. 1413/1993. 28. Tafsîr as-Sa'dy yang berjudul Taisîr al-Karîm ar-Rahmân fî Tafsîr Kalâm al-Mannân, karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'dy, Beirut: Mu'assasah ar-Risalah, cet I, 1420/1999. 1420/1999. 29. Tahdzîb Sîrah Ibn Hisyâm, karya Abdussalam Muhammad Harun, Kairo: Maktabah as-Sunnah, cet VI, 1409/1989.
Yufid Network:
iPhone and iPad Ready
Developed by:
Lihat website lainnya di www.yufid.com