ADVOKASI DALAM BIDANG LINGKUNGAN HIDUP
(Studi Lapangan di TPA Pakusari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember)
(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Lingkungan)
Hukum Lingkungan Kelas A
Dosen Pengampu:
Anita Dewi Moelyaningrum., S.KM., M.Kes.
Disusun oleh:
Kelompok 3
"Kholifatur Auliaur R. "152110101012 "
"Violita Pita N. "152110101026 "
"Dini Widya Dyanestica "152110101073 "
"Feri Subarianto "152110101097 "
"Zafira Aprillia "152110101099 "
"Viona Reza Maulinda "152110101125 "
"Elok Faikoh F. "152110101195 "
"Bella Nadia Rachman "152110101209 "
"Silvia Sugiatiningsih "152110101253 "
"Sundari "162110101256 "
BAGIAN KESEHATAN LINGKUNGAN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JEMBER
2018
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT, shalawat serta salam selalu
tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan rahmat-Nya, penulis
mampu menyelesaikan laporan ini guna memenuhi tugas mata kuliah Hukum
Lingkungan. Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan
yang penulis hadapi, namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam
penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan ibu Anita Dewi
Moelyaningrum, S.KM., M.Kes. selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum
Lingkungan sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi dapat teratasi.
Makalah ini disusun untuk membahas permasalahan advokasi lingkungan
serta ditujukan untuk memenuhi penugasan mata kuliah Hukum Lingkungan yang
penulis sajikan berdasarkan pengamatan dari studi lapang dan didukung
berbagai sumber informasi, referensi dan berita. laporan ini disusun dengan
berbagai rintangan baik itu yang datang dari diri penulis maupun yang
datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan
dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga laporan ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa
Universitas Jember. Penulis sadar bahwa laporan ini masih banyak kekurangan
dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pengampu, penulis meminta
masukannya demi perbaikan pembuatan laporan penulis di masa yang akan
datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Jember, 10 Juni 2018
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB 1. PENDAHULUAN 5
1.1 Latar Belakang 5
1.2 Rumusan Masalah 6
1.3 Tujuan 6
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 7
2.1 Definisi Advokasi 7
2.2 Definisi Lingkungan 8
2.3 Advokasi Lingkungan 9
2.4 Dasar Hukum Advokasi Lingkungan 9
2.5 Alasan Advokasi Lingkungan dilakukan 10
2.6 Cara Melakukan Advokasi Lingkungan 10
2.7 Aktivitas Advokasi Lingkungan 12
2.8 Kesadaran Masyarakat 12
2.9 Pendekatan Advokasi Lingkungan Hidup 13
2.10 Tempat dilakukannya Advokasi Lingkungan Hidup 14
2.11 Pelaku Advokasi Lingkungan Hidup 14
BAB 3. PEMBAHASAN 16
3.1 Advokasi dalam Bidang Lingkungan Hidup 16
3.2 Rencana Kerja TPA Pakusari Kabupaten Jember 16
3.3 Strategi Advokasi 19
BAB 4. PENUTUP 19
4.1 Kesimpulan 20
4.2 Saran 21
DAFTAR PUSTAKA 22
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lingkungan hidup merupakan Anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang wajib
dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar tetap dapat menjadi sumber
penunjang hidup bagi manusia dan makluk hidup lainnya demi kelangsungan dan
peningkatan kualitas hidup itu sendiri.
Dalam lingkungan hidup, terdapat berbagai macam permasalahan yang
timbul. Maka dari itu, munculah hukum lingkungan yang mengatur tentang
peraturan-peraturan terkait lingkungan hidup. Hukum lingkungan sendiri
diartikan sebagai hukum yang mengatur tatanan lingkungan (lingkungan
hidup), di mana lingkungan mencakup semua benda dan kondisi, termasuk di
dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya yang terdapat dalam ruang di mana
manusia berada dan memengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan
manusia serta jasad-jasad hidup lainnya. Dalam pengertian secara modern,
hukum lingkungan lebih berorientasi pada lingkungan atau Environment-
Oriented Law, sedang hukum lingkungan yang secara klasik lebih menekankan
pada orientasi penggunaan lingkungan atau Use-Oriented Law.
Terkait hukum lingkungan, ada beberapa pelanggaran yang terjadi
seperti sengketa lingkungan pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Tempat
pembuangan akhir (disingkat TPA) adalah tempat untuk menimbun sampah dan
merupakan bentuk tertua perlakuan sampah. TPA dapat berbentuk tempat
pembuangan dalam (di mana pembuang sampah membawa sampah di tempat
produksi) begitupun tempat yang digunakan oleh produsen. Dahulu, TPA
merupakan cara paling umum untuk limbah buangan terorganisir dan tetap
begitu di sejumlah tempat di dunia. Sejumlah dampak negatif dapat
ditimbulkan dari keberadaan TPA. Dampak tersebut bisa beragam: musibah
fatal (misalnya, burung bangkai yang terkubur di bawah timbunan sampah);
kerusakan infrastruktur (misalnya, kerusakan ke akses jalan oleh kendaraan
berat); pencemaran lingkungan setempat (seperti pencemaran air tanah oleh
kebocoran dan pencemaran tanah sisa selama pemakaian TPA, begitupun setelah
penutupan TPA); pelepasan gas metana yang disebabkan oleh pembusukan sampah
organik (metana adalah gas rumah kaca yang berkali-kali lebih potensial
daripada karbon dioksida, dan dapat membahayakan penduduk suatu tempat);
melindungi pembawa penyakit seperti tikus dan lalat, khususnya dari TPA
yang dioperasikan dengan cara yang salah.
Advokasi adalah pembelaan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih
bertujuan untuk perubahan kebijakan yang mengarah pada kesejahteraan
rakyat. Advokasi lingkungan perlu dilakukan karena pembangunan ekonomi
banyak yang merusak lingkungan, jumlah pelanggaran terhadap hak asasi
manusia yang tinggi, hegemoni negara yang berlebihan dan posisi rakyat dan
pemodal yang semakin merajalela.
Permasalahan pada TPA Pakusari adalah manifestasi kekuatan otonomi
masyarakat dalam melakukan pembelaan (advokasi) lingkungan, dan pilihan
penyelesaian sengketa lingkungan hidup. Masyarakat yang menjadi korban yang
mengalami kerugian akibat pencemaran lingkungan dengan didukung lembaga
swadaya masyarakat dan organisasi lingkungan berusaha melakukan pembelaan
(advokasi) lingkungan, dan melakukan pilihan penyelesaian sengketa dengan
mengajukan gugatan ke lembaga pengadilan. Dalam beberapa kasus penyelesaian
sengketa lingkungan yang dilakukan melalui lembaga pengadilan, keputusan
pengadilan dianggap tidak mencerminkan rasa keadilan masyarakat dan
keadilan lingkungan.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana advokasi lingkungan hidup terkait permasalahan lingkungan
yang ada di TPA Pakusari?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui penyelesaian dengan cara advokasi terkait
permasalahan lingkungan yang ada di TPA Pakusari
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Advokasi
Advokasi adalah aksi yang strategis dan terpadu oleh perorangan atau
kelompok masyarakat untuk memasukkan suatu masalah ke dalam agenda
kebijakan dan mengontrol para pengambil keputusan untuk mengupayakan solusi
bagi masalah tersebut sekaligus membangun basis dukungan bagi penegakan dan
penerapan kebijakan publik yang di buat untuk mengatasi masalah tersebut
(Manual Advokasi Kebijakan Strategis IDEA, Juli 2003). Advokasi terdiri
atas sejumlah tindakan yang dirancang untuk menarik perhatian masyarakat
ada suatu isu, dan mengontrol para pengambil kebijakan untuk mencari
solusinya. Advokasi itu juga berisi aktifitas-aktifitas legal dan politis
yang dapat memengaruhi bentuk dan praktik penerapan hukum. Inisiatif untuk
melakukan advokasi perlu diorganisir, digagas secara strategis, didukung
informasi, komunikasi, pendekatan, serta mobilisasi (Human Rights Manual).
(Kompasiana, 2015)
Pengertian advokasi selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu tergantung
pada situasi dan kondisi kekuasaan dan politik pada suatu kawasan tertentu.
Advokasi ditilik dari segi bahasa adalah pembelaan. Setidaknya ada beberapa
pengertian dan penjelasan terkait dengan definisi advokasi, seperti berikut
ini.Usaha-usaha terorganisir untuk membawa perubahan-perubahan secara
sistematis dalam menyikapi suatu kebijakan, regulasi, atau
pelaksanaannya.Advokasi adalah membangun organisasi-organisasi demokratis
yang kuat untuk membuat para penguasa bertanggung jawab menyangkut
peningkatan keterampilan serta pengertian rakyat tentang bagaimana
kekuasaan itu bekerja.Upaya terorganisir maupun aksi yang menggunakan
sarana-sarana demokrasi untuk menyusun dan melaksanakan undang-undang dan
kebijakan yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan
merata.(Kompasiana, 2015)
Jadi, advokasi dapat dipahami sebagai bentuk upaya individu, kelompok,
dan organisasi masyatakat untuk melakukan pembelaan rakyat (masyarakat
sipil) dengan cara yang sistematis dan terorganisir atas sikap, perilaku,
dan kebijakan yang tidak berpihak pada keadilan dan rakyat.
2.2 Definisi Lingkungan
Lingkungan hidup biasa juga disebut dengan lingkungan hidup manusia
(human environment) atau cukup disebut dengan "lingkungan" saja. Unsur-
unsur lingkungan hidup itu terdiri dari: manusia, hewan, tumbuhan,
bangunan, dan berbagai unsur lainnya. Lingkungan hidup merupakan bagian
yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Dengan kata lain, lingkungan
hidup tidak terlepas dari kehidupan manusia. Istilah lingkungan hidup,
dalam bahasa Inggris disebut dengan environment, dalam bahasa Belanda
disebut dengan millieu, sedangkan dalam bahasa Perancis disebut
dengan l'environment. Beberapa Definisi mengenai lingkungan (hidup) :
Menurut Otto Soemarwoto (2009) jumlah semua benda dan kondisi yang ada
dalam ruang yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan kita. Semua
faktor ekstrenal yang bersifat biologis dan fisika yang langsung
memengaruhi kehidupan, pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi organisma
(McNaughton & Wolf), The physical, chemical and biotic condition
surrounding and organism (Allaby), semua benda dan kondisi, termasuk di
dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat dalam ruang tempat
manusia berada dan mempengaruhi hidup serta kesejahteraan manusia dan jasad
hidup lainnya (Munadjat Danusaputro), Kesatuan ruang dengan semua benda dan
keadaan mahluk hidup. termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang
melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup
lainnya (Sri Hayati), Wilayah yang merupakan tempat berlangsungnya bermacam-
macam interaksi sosial antara berbagai kelompok beserta pranatanya dengan
simbol dan nilai (Johny Purba).
Jadi, lingkungan (hidup) adalah semua makhluk (bilogis), semua benda
(fisika), kondisi (social), dan perilaku yang berpengaruh pada kehidupan
dan kesejahteraan manusia serta makluk hidup lainnya. Lingkungan (hidup)
bukan saja memengaruhi manusia tetapi memengaruhi makhluk hidup lainya dan
saling berpengaruh satu dengan yang lain.
2.3 Advokasi Lingkungan
Advokasi lingkungan (hidup) muncul berawal dari kegelisahan terhadap
kondisi lingkungan yang buruk dan kerusakan lingkungan yang terjadi di
Indonesia serta kegagalan pemerintah dalam melakukan perlindungan terhadap
sumberdaya alam.Kompasiana, 2015
Jadi, Advokasi lingkungan adalah upaya-upaya pembelaan dan
pemberdayaan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk
melakukan perubahan kearah lingkungan hidup yang lebih baik.
Tujuan dari gerakan advokasi lingkungan yang dilakukan antara lain
untuk mendorong terjadinya perubahan kebijakan dalam pengelolaan lingkungan
(hidup) di Indonesia, mendorong perubahan prilaku aparatur negara dalam
menyikapi persoalan lingkungan hidup serta mendorong gerakan masyarakat
sipil (organisasi rakyat) untuk melakukan perbaikan terhadap pengelolaan
lingkungan (hidup). Pada dasarnya gerakan perjuangan yang paling riil
dilakukan ditingkatan rakyat sebagai sebuah kekuatan untuk melakukan
perubahan ke arah yang lebih baik dengan keberpihakan pada rakyat dan
lingkungan.
2.4 Dasar Hukum Advokasi Lingkungan
UUD 1945 yang pada pasal 1 secara jelas menyatakan bahwa kedaulatan
berada ditangan rakyat. Jadi merupakan wewewnang rakyat untuk melakukan
upaya-upaya penyelamatan lingkungan hidup di Indonesia. Ini artinya bahwa
tindakan yang dilakukan untuk melakukan advokasi lingkungan dari kerusakan
dibenarkan menurut UUD 1945.UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Undang-Undang yang mengatur tentang (1) Hak masal; (2)
Kewajiban pemerintah; (3) Larangan; (4) Sangsi-sangsi. Dalam melakukan
kerja-kerja advokasi ada beberapa prinsip yang harus dipenuhi: (1)
Demokratis; (2) Transparan; (3) Anti kekerasan; (4) Kesetaraan; (5)
Keadilan gender; (6) Partisipatif.
2.5 Alasan Advokasi Lingkungan dilakukan
Ada banyak sekali alasan kerja-kerja advokasi lingkungan harus
dilakukan, beberapa alasan yang seringkali menjadi dasar advokasi
lingkungan adalah sebagai berikut.Munculnya permasalahan kemanusiaan dan
kemiskinan yang terkait dengan perusakan lingkungan dan penguasaan
sumberdaya alam, kebijakan yang tidak berpihak pada kesejahteraan
masyarakat tetapi malah berpihak pada kepentingan kuasa modal, keserakahan
dan kekerasan terkait dengan lingkungan dan sumberdaya alam yang semakin
meningkat baik jumlah maupun skalanya, ancaman dan kerentanan akan
munculnya bencana yang lebih besar di masa-masa mendatang.Beberapa alasan
di atas memicu lahirnya kesadaran bagi beberapa indan untuk melakukan
pembelaan, perlawanan, dan perubahan atas ketidakadilan dan perusakan alam
dan lingkungan. Salah satu bentuk perlawanan dan pembelaan tersebut adalah
advokasi. Tujuan dari kerja-kerja advokasi adalah untuk mendorong
terwujudnya perubahan atas sebuah kondisi yang tidak adil. Secara lebih
spesifik, dalam praksisnya kerja advokasi diarahkan pada kebijakan publik
yang dibuat oleh kuasa kebijakan (pemerintah).
Kebijakan publik merupakan regulasi yang dibuat berdasarkan kompromi
para penguasa (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) dengan mewajibkan
rakyat untuk mematuhi peraturan yang telah dibuat. Setiap kebijakan yang
akan disahkan untuk menjadi peraturan perlu dan harus dikawal serta diawasi
agar kebijakan tersebut tidak menimbulkan dampak negative, khususnya
ketidakadilan bagi rakyat. Hal ini dikarenakan pemerintah ataupun penguasa
tidak mungkin mewakili kepentingan rakyat secara luas, sementara
kekuasaannya cenderung sentralistik dan memiliki peranan besar dalam proses
penyusunan dan penetapan kebijakan.
2.6 Cara Melakukan Advokasi Lingkungan
1. Tahap pertama, mencakup permintaan, tuntutan, atau desakan perubahan
dalam praktik kelembagaan dan program-programnya. Contoh, sekelompok
Pecinta Alam (PA) dan individu-individu yang peduli pada lingkungan
menolak kebijakan yang telah dirancang oleh Kepala Daerah untuk
merubah Hutan Kota menjadi Taman.
2. Tahap kedua, mengembangkan kemampuan individu yang terlibat dan
terdampak proses advokasi seperti masyarakat, anggota ormas, dan
lembaga lain yang terlitbat. Dengan penolakan dan penentangan
kebijakan Kepala Daerah tersebut, anggota komunitas (aliansi) belajar
berbagai cara dan metoda mengomunikasikan pesan mereka pada segmentasi
yang lebih luas untuk memperkuat basis dukungan kelembagaan.
3. Tahap ketiga, melakukan penguatan organisasi dan pemberdayaan
masyarakat sekitar Hutan Kota. Advokasi harus pula mampu mengubah pola
pikir dan memberdayakan masyarakat secara lebih luas, supaya rakyat
sekitar Hutan Kota mampu melakukan perjuangan hak-haknya secara
mandiri. Advokasi dikatakan berhasil apabila kita mampu membuat
komunitas dan masyarakat lebih berdaya dan mampu memperjuangkan
aspirasinya sendiri.Kompasiana, 2015
Oleh karena itu, ada beberapa langkah yang harus dilakukan untuk
memetakan dan mengawal jalannya sebuah kebijakan sebelum disahkan menjadi
hukum formal.Mengerti dan memahami isi kebijakan beserta konteksnya, dengan
memeriksa tujuan dari lahirnya kebijakan tersebut, mempelajari beberapa
konsekuensi dari kebijakan tersebut, siapa saja yang akan mendapat manfaat
dan siapa yang akan terimbas olehkebijakan tersebut, siapa yang akan
dipengaruhi baik itu sifatnya merugikan ataupun menguntungkan, siapa aktor-
aktor utama, siapa yang mendorong dan apa kepentingan serta posisi mereka,
tentukan jaringan formal maupun informal melalui mana kebijakan sedang
diproses. Jaringan formal bisa termasuk institusi-institusi seperti komite
legislatif dan forumpublic hearing. Jaringan informal melalui komunikasi
interpersonal dari individu-individu yang terlibat dalam proses pembentukan
kebijakan, mencari tahu apa motivasi para aktor utama dan juga jaringan
yang ada dalam mendukung kebijakan yang telah dibuat.
Perlu dipahami bahwa advokasi tidak terjadi seacara seketika, advokasi
butuh perencanaan yang matang. Agar advokasi yang dilakukan dapat terwujud
secara maksimal, maka kita perlu menggunakan beberapa strategi. Berikut
beberapa strategi dalam melakukan advokasi yang dapat dilakukan.Membangun
jaringan di antara organisasi-organisasi akar rumput (grassroots), seperti
federasi, perserikatan, dan organisasi pengayom lainnya melakukan lobi-lobi
antar instansi, tokoh masyarakat, organisasi kemahasiswaan, organisasi
kemasyarakatan, bila diperlukan pada pejabat Negara yang lebih tinggi,
melakukan kampanye dan kerja-kerja media sebagai ajang publikasi dan
edukasi, melewati aksi-aksi peradilan (litigasi, class action, dan lain-
lain), menerjunkan massa untuk melakukan demonstrasi.
2.7 Aktivitas Advokasi Lingkungan
Prinsip dasar Advokasi Lingkungan adalah "Jangan biarkan pemerintah
dan korporasi bekerja sendiri, tanpa keterlibatan dan pengawasan
masyarakat."Advokasi lingkungan hidup melibatkan advokasi kebijakan dan
penegakan hukum, pendidikan umum dan pembelaan masyarakat. Aktivitas
advokasi Lingkungan dapat berupa aktivitas seperti berikut ini :
1. Advokasi terhadap kebijakan dan peraturan Pemerintah yang mengancam
kelestarian alam dan merusak lingkungan hidup
2. Advokasi untuk mendorong terbitnya kebijakan dan peraturan baru yang
menganjurkan pelestarian alam dan lingkungan
3. Advokasi untuk penegakan undang-undang lingkungan hidup dengan proses
pengadilan. Proses pengadilan untuk menganjurkan hukum lingkungan
hidup dapat dilakukan dengan memakai "legal standing" atau memakai
"class action" atau "citizen law suite".
Advokasi dengan melakukan pengawasan terhadap praktik-praktik bisnis dan
aktivitas industry yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan dan
mengamcam kelestarian alam.
2.8 Kesadaran Masyarakat
Peningkatan kesadaran masyarakat sangat penting untuk menjaga
kelestarian lingkungan hidup. Peningkatan kesadaran masyarakat dapat
dilakukan dengan pendidikan umum (edukasi) dan kampanye mengenia pentingnya
lingkungan yang sehat dan alam yang lestari. Isu-isu yang penting termasuk
pembuangan sampah dan penyelamatan binatang dan tumbuhan yang terancam
punah. Kelompok-kelompok advokasi lingkungan hidup berperan penting dalam
gerakan-gerakan perlawanan. Ini termasuk bekerja dengan masyarakat lokal
untuk melawan kerusakan lingkungan hidup. Kampanye yang mementingkan suatu
isu di tingkat lokal sangat efektif.
2.9 Pendekatan Advokasi Lingkungan Hidup
a. Berdasarkan Pelestarian (Konservasi)
Pendekatan berdasarkan pada "konservasi" mengutamakan aktivitas untuk
melindungi ekosistem, berbagai jenis-jenis binatang, dan tumbuhan-tumbuhan
yang terancam punah. Masalah-masalah tersebut dianggap sama pentingnya
dengan manusia. Pendekatan yang menjaga selarasnya kehidupan seluruh
makhluk hidup dan habitatnya. Organisasi seperti Profauna merupakan
organisasi garda terdepan pendekatan konservasi di Indonesia.
b. Berdasarkan Keadilan Lingkungan
Pendekatan kedua mendasarkan gerakan advokasinya pada Keadilan
Lingkungan Hidup menyangkut pelestarian lingkungan sambil memperjuangkan
keadilan sosial, demokrasi dan hak asasi manusia. Kelompok lingkungan hidup
Indonesia seperti WALHI, mengambil pendekatan ini dalam melakukan aktivitas
advokasi lingkungannya.
c. Berdasarkan Hak-Hak Masyarakat Asli
Pelestarian lingkungan hidup dapat juga diadvokasi dengan pendekatan
berdasarkan hak masyarakat asli. Pendekatan Pengelolaan Lingkungan
Hidup/Sumber Daya Alam oleh masyarakat setempat juga merupakan pendekatan
yang sangat efektif. Organisasi seperti Laskar Hijau merupakan organisasi
yang menggunakan pendekatan hak masyarakat asli sebagai dasar advokasi
lingkungannya.
2.10 Tempat dilakukannya Advokasi Lingkungan Hidup
Dimanapun terjadinya ketidakadilan dan ancaman terhadap peri kehidupan
manusia serta dan kelestarian lingkungan terjadi, advokasi harus dilakukan.
Advokasi bisa dilakukan di ruang-ruang kelas dan diskusi untuk membangun
kesadaran. Advokasi bisa dilakukan di ruang-ruang public dengan melakukan
kampanye melalui berbagai media dan berbagai cara untuk mengedukasi
masyarakat terhadap sebuah permasalahan lingkungan. Advokasi dapat pula
dilakukan di ruang-ruang kekuasaan dengan mengajukan petisi pada pemerintah
terhadap aturan dan kebijakan atau pelaksanaan kebijakan yang mengancam
kelestarian lingkungan dan kehidupan makhluk hidup. Advokasi dapat
dilakukan dengan menajukan usulan kebijakan atau perbaikan kebijakan atau
ketegasan pelaksanaan kebijakan yang menjamin keadilan dan kelestarian
lingkungan. Advokasi bisa dilakukan di jalanan dengan melakukan berbagai
bentuk aksi, mulai dari kampanye sampai demonstrasi bila memang diperlukan.
Ada banyak ruang dan ada banyak tempat dengan berbagai cara dan media
dalam melakukan advokasi lingkungan. Tidak hanya berada di ruang-ruang
kekuasaan ataupun di ruang-ruang kelas, jalananpun dapat dijadikan tempat
untuk melakukan advokasi lingkungan. Dimanapun terjadi ketidakadilan
lingkungan, disitu advokasi harus dilakukan. Dimanapun tempat berada,
disitu dapat dilakukan advokasi dengan menyesuaikan bentuk advokasi dan
tujuan advokasi lingkungan dilakukan.
2.11 Pelaku Advokasi Lingkungan Hidup
Advokasi dilakukan oleh siapapun baik perorangan, kelompok, atau
organisasi yang dapat diklasifikan seperti perseorangan (Non Govermental
Individual), mahasiswa atau organisasi kemahasiswaan, lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) atau Organisasi Non Pemerintah (Ornop) seperti Walhi,
Profauna, dan lain sebagainya, komunitas Basis dan Kelompok Akar Rumput,
seperti kelompok petani, nelayan, dan lain sebagainya seperti Laskar Hijau,
SPPQT, dan lain sebagainya, organisasi masyarakat keagamaan (NU,
Muhammadiyah, MUI, PHDI, PWI, PGI, Walubi, dan lain sebagainya), serikat
Buruh, Lembaga Jaringan, Media Massa, dan kelompok-kelompok lain yang
peduli akan perubahan menuju kebaikan. Setiap individu dan setiap
organisasi yang peduli terhadap kelestarian alam dan tidak sepakat dengan
ketidakadilan lingkungan.
BAB 3. PEMBAHASAN
3.1 Advokasi dalam Bidang Lingkungan Hidup
Advokasi lingkungan (hidup) muncul berawal dari kegelisahan terhadap
kondisi lingkungan yang buruk dan kerusakan lingkungan yang terjadi di
Indonesia serta kegagalan pemerintah dalam melakukan perlindungan terhadap
sumberdaya alam.Advokasi lingkungan adalah upaya-upaya pembelaan dan
pemberdayaan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk
melakukan perubahan kearah lingkungan hidup yang lebih baik.
Tujuan dari gerakan advokasi lingkungan yang dilakukan antara lain
untuk mendorong terjadinya perubahan kebijakan dalam pengelolaan lingkungan
(hidup) di Indonesia, mendorong perubahan prilaku aparatur negara dalam
menyikapi persoalan lingkungan hidup serta mendorong gerakan masyarakat
sipil (organisasi rakyat) untuk melakukan perbaikan terhadap pengelolaan
lingkungan (hidup). Pada dasarnya gerakan perjuangan yang paling riil
dilakukan ditingkatan rakyat sebagai sebuah kekuatan untuk melakukan
perubahan ke arah yang lebih baik dengan keberpihakan pada rakyat dan
lingkungan.
Berdasarkan prodil Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Jember menunjukkan
bahwa Jumlah timbulan sampah 3.287,51 m3/ hari, timbulan sampah yang
terlayani 1.337,75, dan kadar sampah yang ada di Kabupaten Jember,terdiri
dari : Sampah organik (81,9%) yang berasal dari tanah, pasir, sisa makanan,
daun, dan kayu, dan ; sampah non organik (13,9%) yang terdiri dari plastik,
karet, besi, kaca, dan kain.
Sampah di kota Jember dikelola oleh DKP Kabupaten Jember, dan kemudian
diolah di TPA Pakusari dengan sistem controlled landfill. Sistem
pengelolaan Controlled Land Fill merupakan sebuah teknik menutup gunungan
sampah dengan tanah uruk, supaya bisa menjadi pupuk organik.
3.2 Rencana Kerja TPA Pakusari Kabupaten Jember
1. Rencana Jangka Pendek ( Tahun 2017 )
a. Penataan kavling ( Zonasi ) pasif dan aktif
b. Mengaktifkan kembali daur ulang sampah menggunakan eksgedung pabrik
kompos
c. Menyiapkan instalasi Leacheate sampah ( PAPBD 2017 )
d. Pembuatan instalasi pemanfaatan gas methan sampah ( PAPBD 2017 )
2. Rencana Jangka Panjang
a. Remaining sampah sistem kavling
b. Jembatan timbang
c. Mendatangkan investor sebagai langkah pemanfaatan sampah menjadi
tenaga listrik ( Waste To Energy )
Beban pencemaran atau sampah-sampah yang ada di TPA tersebut tidak
bisa dengan cepat dapat teruraikan.Untuk mengatasi permasalahan tersebut
TPA Pakusari telah menyusun rencana kerja tersebut. Untuk melaksanakan
rencana kerja tersebut TPA Pakusari telah melakukan advokasi ke berbagai
pihak. Pada bagian rencana mengaktifkan kembali daur ulang sampah
menggunakan eks gedung pabrik kompos, upaya advokasi dilakukan melalui
seminar. Dari jumlah sampah organik yakni 100 kg diolah menjadi kompos
sebesar 42 kg di mana terjadi proses pembalikan selama 40-60 hari.
Tumpukan sampah yang menggunung disekitar Tempat Pembuangan Akhir
(TPA) biasanya sering menjadi biang masalah lingkungan, karena mencemari
lingkungan, pada tanah, air serta udara. Terutama menimbulkan pemandangan
kurang sedap dan mengeluarkan aroma bahu menyengat. Dalam hal ini, TPA
Pakusari membangun tempat wisata dan menghasilkan gas metan atau biogas,
yang digunakan memasak, layaknya menggunakan gas elpiji oleh warga sekitar.
Untuk saat ini sudah ada 20 kepala keluarga di sekitar TPA Pakusari yang
memanfaatkan gas metan, yang dihasilkan dari pengelolaan sampah.
Cara kerjanya yakni hanya memasukan pipa berpori-pori kedalam tumpukan
sampah, kemudian ditutup dengan tanah untuk menangkap gas metan. Gas metan
yang sudah tertangkap selanjutnya disalurkan ke reaktor biogas untuk
memisahkan gas dan air. Gas yang sudah terpisah selanjutnya disalurkan
melalui pipa, yang didorong ke sumber pemakaian dengan menggunakan blower.
hasilnya kemudian disalurkan ke kompor gas tersebut, sehingga kompor
menyala seperti kompor gas elpiji. Instalasi pengolahan biogas di TPA
Pakusari ada dua titik, satu titik dimanfaatkan TPA sendiri, terutama untuk
kegiatan edukasi. Sedangkan satu titik disalurkan menggunakan pipa ke 20 KK
di sekitar TPA Pakusari.
Namun hingga dua bulan beroperasi, TPA Pakusari belum memiliki
teknologi, yang bisa memasukkan biogas tersebut, ke dalam tabung seperti
gas elpiji. jika hal ini bisa dilakukan maka pihak karyawan TPA, juga bisa
memanfaatkan gas methana ini, meski tidak tinggal disekitar TPA. Sehingga
perlu adanya advokasi ke pada pihak pemerintah agar memperhatikan masalah
mengenai instalasi pemanfaatan gas methan ini.
Advokasi dilakukan oleh siapapun baik perorangan, kelompok, atau
organisasi yang dapat diklasifikan sebagai berikut.
1. Perseorangan (Non Govermental Individual);
2. Mahasiswa atau organisasi kemahasiswaan;
3. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau Organisasi Non Pemerintah
(Ornop) seperti Walhi, Profauna, dan lain sebagainya;
4. Komunitas Basis dan Kelompok Akar Rumput, seperti kelompok petani,
nelayan, dan lain sebagainya seperti Laskar Hijau, SPPQT, dan lain
sebagainya;
5. Organisasi masyarakat keagamaan (NU, Muhammadiyah, MUI, PHDI, PWI,
PGI, Walubi, dan lain sebagainya);
6. Serikat Buruh, Lembaga Jaringan, Media Massa, dan kelompok-kelompok
lain yang peduli akan perubahan menuju kebaikan.
7. Setiap individu dan setiap organisasi yang peduli terhadap kelestarian
alam dan tidak sepakat dengan ketidakadilan lingkungan.
Advokasi bukan hanya menjadi tanggungjawab individu-individu aktivis
(lingkungan) dan organisasi-organisasi pembela linkungan. Advokasi
lingkungan harus dilakukan oleh setiap individu dan kelompok masyarakat
yang yang peduli pada kelestarian lingkungan dan keadilan hidup bagi
kesejahteraan seluruh makhluk hidup. Advokasi lingkungan dapat dilakukan
dimanapun dan dengan berbagai bentuk, bukan berarti harus melakukan dengan
cara aksi jalan dan demonstrasi, tidak juga dengan muncul di publik
menyuarakan melalaui ruang-ruang publik. Advokasi lingkungan dapat
dilakukan dengan cara yang sangat pribadi melalui berbagai media sosial
yang dimiliki untuk membangun kesadaran diri sendiri dan kawan-kawan
selingkungan.
3.3 Strategi Advokasi
Agar advokasi yang dilakukan dapat terwujud secara maksimal, maka kita
perlu menggunakan beberapa strategi. Berikut beberapa strategi dalam
melakukan advokasi yang dapat dilakukan.
a. Membangun jaringan di antara organisasi-organisasi akar rumput
(grassroots), seperti federasi, perserikatan, dan organisasi pengayom
lainnya;
b. Melakukan lobi-lobi antar instansi, tokoh masyarakat, organisasi
kemahasiswaan, organisasi kemasyarakatan, bila diperlukan pada pejabat
Negara yang lebih tinggi;
c. Melakukan kampanye dan kerja-kerja media sebagai ajang publikasi dan
edukasi;
d. Melewati aksi-aksi peradilan (litigasi, class action, dan lain-
lain);
e. Menerjunkan massa untuk melakukan demonstrasi.
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Advokasi merupakan bentuk upaya individu, kelompok, dan organisasi
masyatakat untuk melakukan pembelaan rakyat (masyarakat sipil) dengan
cara yang sistematis dan terorganisir atas sikap, perilaku, dan
kebijakan yang tidak berpihak pada keadilan dan rakyat.
2. Lingkungan (hidup) adalah semua makhluk (bilogis), semua benda
(fisika), kondisi (social), dan perilaku yang berpengaruh pada
kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makluk hidup lainnya.
3. Advokasi lingkungan adalah upaya-upaya pembelaan dan pemberdayaan yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan
perubahan kearah lingkungan hidup yang lebih baik.
4. Tindakan yang dilakukan untuk melakukan advokasi lingkungan dari
kerusakan dibenarkan menurut UUD 1945.UU No. 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
5. Alasan dasar advokasi lingkungan dikarenakan munculnya permasalahan
kemanusiaan dan kemiskinan yang berpihak pada kepentingan kuasa modal
dan tidak berpihak pada kesejahteraan masyarakat.
6. Advokasi dapat dilakukan melalui pengawasan terhadap praktik-praktik
bisnis dan aktivitas industry yang dapat mengakibatkan kerusakan
lingkungan dan mengamcam kelestarian alam.
7. Peningkatan kesadaran masyarakat dapat dilakukan dengan pendidikan
umum (edukasi) dan kampanye mengenai pentingnya lingkungan yang sehat
dan alam yang lestari
8. Pendekatan advokasi lingkungan hidup bisa dilakukan berdasarkan
pelestarian(konversi), keadilan lingkungan, hak-hak masyarakat asli.
9. Advokasi lingkungan hidup dapat terjadi dimanapun jika ada
ketidakadilan lingkungan hidup. Advokasi dengan menyesuaikan bentuk
advokasi dan tujuan advokasi lingkungan dilakukan.
10. Advokasi dilakukan oleh siapapun baik perorangan, kelompok, atau
organisasi.
11. Sampah di kota Jember dikelola oleh DKP Kabupaten Jember, dan kemudian
diolah di TPA Pakusari dengan sistem controlled landfill. Sistem
pengelolaan Controlled Land Fill merupakan sebuah teknik menutup
gunungan sampah dengan tanah uruk, supaya bisa menjadi pupuk organik.
12. Rencana kerja TPA Pakusari Kabupaten Jember dilaksanakan secara jangka
pendek dan jangka panjang.
13. Strategi advokasi dilakukan dengan membangun jaringan di antara
organisasi-organisasi, melakukan lobi antar instansi, melewati aksi-
aksi peradilan dan kampanye serta menerjunkan massa untuk melakukan
demonstrasi.
4.2 Saran
Advokasi harus dilakukan dengan rencana yang matang dan sistematis
agar tujuan advokasi itu sendiri dapat menarik perhatian masyarakat atau
media massa yang diharapkan perhatian itu akan berubah menjadi dukungan
untuk membangun atau meminimalisir dampak buruk dari adanya TPA Pakusari
yang akan berakibat kepada lingkungan hidup di sekitar wilayah TPA
Pakusari.
DAFTAR PUSTAKA
Akib, Muhammad. 2016. Hukum Lingkungan: Perspektif Global dan Nasional.
Jakarta : Rajawali Pers.
CNN Indonesia. 2018. Tumpukan Sampah di TPA Pakusari Jember Jadi Objek
'Wisata'. (Online). Tersedia : https://www.cnnindonesia.com/gaya-
hidup/20180119204333-282-270304/tumpukan-sampah-di-tpa-pakusari-jember-
jadi-objek-wisata(Diakses pada tanggal 5 Juni 2018).
Kementerian Lingkungan Hidup UU No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup
Kompasiana. 2015. Sekelumit Cerita Tentang Advokasi Lingkungan Hidup.
Berita Online www.kompasiana.com/denielstephanus/sekelumit-cerita-
tentang-advokasi-lingkungan-hidup_566a36da7097732a06d644dd.Diakses
pada 5 Mei 2018.
Sumarwoto. 2009. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta : Gadja
Mada University Press.