9
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi pada jaringan lunak sekitar saluran anal, dengan pembentukan abses rongga diskrit dikenal sebagai abses perianal Tingkat keparahan dan kedalaman dari abses cukup variabel, dan rongga abses sering dikaitkan dengan pembentukan saluran fistulous. Lokasi klasik abses anorektal tercantum dalam urutan penurunan frekuensi adalah sebagai berikut: perianal 60%, ischiorectal 20%, intersphincteric 5%, supralevator 4%, dan submukosa 1%.1
Kejadian puncak dari abses anorektal adalah di dekade ketiga dan keempat kehidupan. Pria lebih sering terkena daripada wanita, dengan dominasi laki perempuan 2:1 hingga 3:1. Sekitar 30% dari penderita dengan abses anorektal laporan riwayat abses serupa yang baik diselesaikan secara spontan atau intervensi bedah diperlukan.1
Sebuah insiden yang lebih tinggi dari pembentukan abses tampaknya sesuai dengan musim semi dan musim panas. Sementara demografi menunjukkan disparitas yang jelas dalam terjadinya abses anal sehubungan dengan usia dan jenis kelamin, tidak ada pola yang jelas ada di antara berbagai negara atau wilayah di dunia. Meskipun menyarankan, hubungan langsung antara pembentukan abses anorektal dan kebiasaan buang air besar, diare sering, dan kebersihan pribadi yang buruk tetap tidak terbukti.2
Gejala abses perianal berupa nyeri, demam, dan adanya massa di sekitar anus. Tindakan terapinya dapat berupa insisi dan drainase. Setelah drainase abses, 50% dapat berkembang menjadi fistula. Fistula merupakan saluran penghubung antara bagian dalam anus atau rektum (primary opening) dan kulit (secondary opening).2
BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas
Nama : AL
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 50 tahun
Tempat dan tanggal lahir : Bitung, 8 Mei 1966
Alamat : Pinokalan, Kecamatan Ranowulu, Bitung
Pekerjaan : Karyawan swasta
Agama : Kristen Protestan
Suku / bangsa : Minahasa / Indonesia
MRS : 22 Februari 2017
Nomor RM : 098271
Anamnesis (Autoanamnesis)
Keluhan utama : bengkak dan nyeri di bokong
Riwayat penyakit sekarang :
Bengkak dan nyeri di bokong sejak ± 1 bulan SMRS. Awalnya bengkak hanya berupa bisul kecil yang lama-kelamaan membesar dan bertambah nyeri ± 1 minggu SMRS. Sekarang penderita sulit untuk duduk karena mengeluh nyeri. Nyeri memberat saat BAB. BAK normal.
Riwayat penyakit dahulu :
Penderita belum pernah sakit seperti ini sebelumnya. Penyakit jantung, paru, hati, ginjal, diabetes melitus, hipertensi, dan asam urat disangkal.
Riwayat penyakit keluarga
Hanya penderita yang sakit seperti ini dalam keluarganya
Riwayat sosial
Penderita tidak merokok dan tidak mengkonsumsi minuman beralkohol.
Riwayat kebiasaan
Penderita sering mengendarai motor ke tempat kerjanya di Gorontalo dari Bitung.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Vital Sign
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 100 kali/menit
Respirasi : 28 kali/menit
Suhu : 38o C
Kepala
Konjungtiva : anemis (-/-)
Pupil : bulat, isokor, uk. O 3 mm kiri = kanan, RC +/+
Leher : trakea letak tengah, pembesaran KGB (-)
Thoraks
Paru
Inspeksi : gerakan dinding dada kiri = kanan
Palpasi : stem fremitus paru kiri = paru kanan,
nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor kiri = kanan
Auskultasi : suara pernapasan vesikuler di kedua lapang paru
suara napas tambahan: ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung kanan di ICS IV linea parasternalis dekstra
batas jantung kiri di ICS V linea mid klavikula sinistra
Auskultasi : S1 S2 normal, regular, murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : lemas, hepar/lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Ekstremitas : jejas (-), deformitas (-), edema (-), akral hangat, CRT <2"
Status lokalis
Regio perianal dextra : nyeri tekan (+), kalor (+), rubor (+), tumor (+),
fluktuasi (+)
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan
Hasil
Nilai normal
Leukosit
23.000/uL
4000-10000/Ul
Eritrosit
4.5x106/uL
(4,00-6,00)x106/ uL
Hemoglobin
13,6 g/dL
12,0-16,0 g/Dl
Hematokrit
40,9%
37,0-48,0%
Trombosit
402000/uL
150000-450000/uL
MCH
30,2 pg
27-35 pg
MCHC
33,3 g/dL
30-40 g/dL
MCV
90,9 fL
80-100 Fl
SGOT
56 U/L
<33 U/L
SGPT
79 U/L
<43 U/L
Ureum
21 mg/dL
10-40 mg/dL
Creatinin
1,3 mg/dL
0,5-1,5 mg/Dl
GDS
135 mg/dL
70-125 mg/Dl
Natrium
136,6 mEq/L
135-153 mEq/L
Kalium
3,73 mEq/L
3,5-5,3 mEq/L
Klorida
99,1 mEq/L
98-109 mEq/L
CT
9'30"
9 – 15 menit
BT
2'
1 – menit
Resume Masuk
Seorang laki-laki, 50 tahun, masuk rumah sakit tanggal 22 Februari 2017 dengan keluhan bengkak dan nyeri di bokong sejak ± 1 bulan SMRS. Awalnya bengkak hanya berupa bisul kecil yang lama-kelamaan membesar dan bertambah nyeri ± 1 minggu SMRS. Sekarang penderita sulit untuk duduk karena mengeluh nyeri. Saat BAB, nyeri itu dapat muncul. BAK normal. Penderita sering mengendarai motor ke tempat kerjanya di Gorontalo.
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : sakit ringan Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg Nadi : 100 kali/menit
Respirasi : 28 kali/menit Suhu : 38o C
Kepala : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : trakea letak tengah, pembesaran KGB (-)
Thoraks
Paru : gerakan dinding dada kiri = kanan, sonor dan
vesikuler kedua lapang paru, ronkhi & wheezing (-/-)
Jantung : S1 S2 normal, regular, murmur (-)
Abdomen : cembung, lemas, bising usus (+) normal,
hepar/lien tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat, CRT <2"
Status lokalis
Regio perianal : nyeri tekan (+), kalor (+), rubor (+), tumor (+),
fluktuasi (+)
Pemeriksaan penunjang : leukosit 23.000/uL
Diagnosis : Abses Perianal
Penatalaksanaan :
IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/menit
Ceftazidine 2 x 1 gr i.v
Metronidazole 3 x 500 mg drips
Ketorolac 3 x 1 amp i.v
Rencana insisi dan drainase
BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis didapatkan bengkak dan nyeri di bokong sejak ± 1 bulan SMRS. Awalnya bengkak hanya berupa bisul kecil yang lama-kelamaan membesar dan bertambah nyeri ± 1 minggu SMRS. Sekarang penderita sulit untuk duduk karena mengeluh nyeri. Nyeri memberat saat BAB. Penderita sering mengendarai motor ke tempat kerjanya di Gorontalo dari Bitung. Berdasarkan kepustakaan pasien dengan abses perianal umumnya mengeluh ketidaknyamanan perianal dan rasa nyeri yang diperparah oleh gerakan dan meningkatnya tekanan perineum seperti saat sedang duduk atau buang air besar. Gejala lain yang dapat ditemukan yaitu berdarah atau bernanah, benjolan pada daerah anus, rasa gatal pada daerah anus, demam dan menggigil, konstipasi, menurunnya nafsu makan,
fatigue, retensi urin.3
Pemeriksaan fisik yang ditemukan pada kasus, yaitu pada regio perianal dextra terdapat nyeri tekan, kalor, rubor, tumor, dan fluktuasi. Terdapat pula peningkatan suhu tubuh sebesar 380C. Berdasarkan kepustakaan, pemeriksaan fisik umum untuk abses perianal biasanya normal, terutama pada abses-abses yang letaknya superfisial. Pemeriksaan lokal menunjukkan adanya massa lunak yang nyeri dan fluktuan yang dapat dipalpasi pada tepi anus, dengan tanda-tanda peradangan pada jaringan sekitarnya. Apabila massa ditemukan di regio yang lebih dalam dengan pemeriksaan colok dubur, biasanya massa tersebut adalah abses perirektal. Jika massa telah pecah, maka ditemukan drainase purulen dari anus. Abses yang lebih profunda mungkin dapat menyebabkan tanda-tanda sistemik seperti demam, malaise, dan bahkan sepsis.4
Hasil pemeriksaan penunjang didapatkan,yaitu leukosit 23.000/uL, yang menunjukkan pasien sedang mengalami infeksi. Walaupun, menurut kepustakaan belum ada pemeriksaan laboratorium khusus yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi pasien dengan abses perianal atau anorektal, kecuali pada pasien tertentu, seperti individu dengan diabetes dan pasien dengan imunitas tubuh yang rendah karena memiliki risiko tinggi terhadap terjadinya sepsis bakteremia yang dapat disebabkan dari abses anorektal. Dalam kasus tersebut, evaluasi laboratorium lengkap adalah penting. Pemeriksaan radiologi jarang diperlukan pada evaluasi pasien dengan abses anorektal, namun pada pasien dengan gejala klinis abses intersfingter atau supralevator mungkin memerlukan pemeriksaan konfirmasi dengan CT scan, MRI, atau ultrasonografi dubur.5
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah pemberian IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/menit, ceftazidine 2 x 1 gr i.v, metronidazole 3 x 500 mg drips, ketorolac 3 x 1 amp i.v, dan rencana insisi dan drainase. Abses perianal harus diobati dengan drainase sesegera mungkin setelah diagnosis ditegakkan. Apabila ditemukan respon sistemik, antibiotik dapat diberikan, dan pada pasien diberikan antibiotik ceftazidine 2 x1 gr i.v dan metronidazole 3 x 500 mg drips, yakni antibiotik spektrum luas dan antibiotik untuk kuman anaerob, karena belum diketahui kuman yang menyebabkan abses perianal pada pasien ini. Namun, pemberian antibiotik secara tunggal bukan merupakan pengobatan yang efektif untuk mengobati abses perianal. Pada pasien ini diberikan ketorolac 3 x 1 amp i.v, karena pasien mengeluhkan adanya nyeri pada bagian perianal.1
Penatalaksanaan utama abses perianal adalah drainase pus. Idealnya drainase dilakukan sebelum abses perforasi. Drainase dapat dilakukan dengan anestesi minimal (lokal). Insisi dibuat pada area abses yang fluktuan, dan pus yang keluar idealnya dikirim untuk kultur. Insisi dilakukan sampai ke bagian subkutan pada bagian yang paling menonjol dari abses. "Dog ear" yang timbul setelah insisi dipotong untuk mencegah penutupan dini. Luka dibiarkan terbuka dan Sitz bath dapat dimulai pada hari berikutnya. Pengobatan yang tertunda atau tidak memadai terkadang dapat menyebabkan perluasan abses dan dapat mengancam nyawa apabila terjadi nekrosis jaringan yang besar, atau bahkan septikemia.6,7
Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam. Menurut kepustakaan, sepertiga pasien dengan abses perianal, baik yang didrainase maupun yang perforasi spontan, mengalami fistula-in-ano. Penting bagi pasien untuk melakukan follow-up teratur selama 2-3 minggu untuk mengevaluasi adanya fistula.8
DAFTAR PUSTAKA
Hebra, Andre. Perianal Abscess. Updated: Oct. 30th, 2014. Downloaded from :http://emedicine.medscape.com/article/191975-overview , accessed at Feb 25th, 2015.
Gearheart, Susan L. 2008. Chapter 291. Diverticular Disease and Common Anorectal Disorders, in : Harrison's Principle of Internal Medicine 17th edition. p. 120-30
Jaffe, Bernard M. and David H.Berger. Colon, Rectum and Anus. 2010. In : Schwartz's: Principles of Surgery 9th. Edition. p. 90-100.
Sjamsuhidajat R, de Jong W, editors. Buku-Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:EGC, 2004. h. 180-90.
Gearheart, Susan L. 2008. Chapter 291. Diverticular Disease and Common Anorectal Disorders, in : Harrison's Principle of Internal Medicine 17th edition. h. 205-18.
Zollinger R.M, 2011. Perianal and Ischiorectal Abcess – Treatment of Fistula in Ano in Atlas of Surgical Operation, ninth edition, United States: The McGraw-Hill Companies, Inc., p. 484-87.
Malik AI, Nelson RL, Tou S. Incision and drainage of perianal abscess with or without treatment of anal fistula (review). The Cochrane Library 2010:7. Diunduh dari: http://www.thecochranelibrary.com
Stamos, MJ. Anorectal, Abscess, Fistula And Pilonidal Disease. Downloaded from: http://web.squ.edu.om/med-Lib/MED_CD/E_CDs/Surgery/CHAPTERS/CH35.PDF , accessed at Feb 24th, 2015.
LAMPIRAN
Foto klinis penderita