LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA PERCOBAAN V
PENGARUH SUHU TERHADAP LAJU DISOLUSI NATRIUM DIKLOFENAK Tanggal Praktikum : 20 April 2010 Tanggal Pengumpulan : 27 April 2010 Asisten :
Disusun oleh: KELOMPOK II
Yulia Fransiska M Siti Azizah Kharisnaeni Akb Akbar Alam Alamsy syah ah Sudia udiart rto o Andi Setiawan Fadhila Nurfida Hanif Hubbi Nasrullah Alifa Nur Mardha Mae Lutfiyah
10708002 10708003 10708 07080 013 10708042 10708047 10708060 10708063 10708082
LABORATORIUM FARMASI FISIK PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2010
I.
Tujuan Menentukan laju disolusi natrium diklofenak pada suhu 30 oC dan 40o
II.
Teori Dasar Disolusi merupakan proses ketika suatu zat padat masuk ke dalam pelarut
menghasilkan suatu larutan atau dengan kata lain proses saat zat padat melarut. Maka kecepatan disolusi dapat dinyatakan sebagai jumlah zat dalam bentuk padatan yang terlarut dalam pelarut tertentu sebagai fungsi dari waktu. Prinsip disolusi dikendalikan oleh afinitas antara zat padat dengan pelarut. Proses pelarutan zat ini dikembangkan oleh Noyes Whitney dalam bentuk persamaan berikut: dMdt=DSh(Cs-C) dM/dt D S Cs C h
: kecepatan disolusi : koefisien difusi : luas permukaan zat : kelarutan zat padat : konsentrasi zat dalam larutan saat waktu t : tebal lapisan difusi
Menurut Einstein, koefisien difusi dapat dinyatakan sebagai berikut: D=k T6 η r D k T r η
: koefisien difusi : konstanta Boltzman (13,8 x 10 : suhu : jari-jari molekul : viskositas pelarut
-24
J/atom K)
Dari kedua persamaan tersebut, dapat diperoleh hubungan atau faktor yang berpengaruh terhadap keceptan disolusi, baik secara fisik maupun kimia, diantaraya: 1. Suhu Untuk zat-zat yang memiliki sifat kelarutan endotermik, semakin tinggi suhu, nilai koefisien difusi akan meningkatkan sehingga kecepatan disolusi juga meningkat. 2. Viskositas Berdasarkan persamaan Einstein, semakin rendah viskositas maka nilai koefisien difusi akan meningkat sehingga kecepatan disolusi juga akan meningkat. 3. Ukuran partikel Ukuran partikel berpengaruh pada nilai koefisien difusi dan luas permukaan efektif yang kontak dengan pelarut. Bila ukuran partikel yang didisolusikan semakin halus,
maka koefisien difusinya semakin tinggi dan luas permukaan efektifnya juga semakin besar sehingga kecepatan disolusi meningkat. 4. Kecepatan pengadukan Pengadukan akan berpengaruh pada tebal tipisnya lapisan difusi. Semakin tinggi kecepatan pengadukan, maka tebal lapisan difusi akan semakin menipis. 5. pH pelarut pH pelarut berpengaruh pada partikel-partikel yang bersifat asam atau basa lemah. Partikel tersebut akan membentuk garam dengan pasangan asam atau basa kuat yang akan meningkatkan kelarutan sehingga kecepatan disolusinya meningkat. 6. Polimorfisme Perbedaan struktur internal suatu zat akan berpengaruh pada kekuatan ikatan atau kestabilan partikel dalam medium pelarutnya, khususnya untuk kristal-kristal metastabil yang lebih mudah melarut sehingga kecepatan disolusinya juga tinggi. 7. Sifat permukaan zat Sifat permukaan zat yang terutama diperhatikan adalah sifat hidrofob karena akan berpengaruh pada disolusi dalam cairan tubuh. Sifat hidrofob yang sangat kuat akan menyebabkan zat sulit terbasahi karena tegangan permukaannya besar, maka dapat digunakan surfaktan agar zat lebih mudah terbasahi dan lebih mudah terdisolusi. Selain dari faktor-faktor tersebut, dalam bentuk sediaan seperti tablet, formulasi obat juga sangat berpengaruh seperti misalnya pengaruh bahan tambahan yang digunakan dan
tekanan kompresi yang digunakan saat mencetak tablet. Bahan
tambahan dalam hal ini berpengaruh terutama jika membentuk kompleks yang tidak larut seperti kalsium karbonat dan kalsium sulfat yang membentuk kompleks dengan tetrasiklin atau penggunaan bahan tambahan yang bersifat hidrofob seperti magnesium stearat.
I.
Alat dan Bahan
Alat
Bahan
Beker gelas
Aquades
Labu ukur
Natrium Diklofenak
Pipet tetes Kertas lensa Pipet volum Gelas ukur Gelas kimia Cawan penguapan Batang pengaduk Spatula Termometer Kertas timbang Thermostat Spektrofotometer Alat uji kecepatan disolusi tipe 2 (USP)
II.
Diagram Percobaan Bejana yang telah diisi air suling sebanyak 600 mL bersuhu 30 oC
Motor penggerak dihidupkan pada kecepatan 50 rpm Dimasukkan 0,56 g natrium diklofenak • Natrium diklofenak melarut dalam air •
Diambil sebanyak 10 mL setiap selang waktu 1, 5, 10, 15, 20, 25, 30 menit setelah pengadukan (setelah itu dimasukkan kembali air suling sebanyak 10 mL ke dalam bejana) 10 mL larutan natrium diklofenak ditentukan kadarnya dengan spektrofotometri •
Dilakukan percobaan yang sama dengan suhu 40 oC dan 50oC Dibuat kurva konsentrasi natrium diklofenak yang diperoleh terhadap waktu •
Pengenceran Natrium Diklofenak :
10 mL natrium diklofenak yang diperoleh Diencerkan beberapa kali sampai didapat konsentrasi yang sesuai Pembacaan konsentrasi natrium diklofenak yang diencerkan dengan menggunakan spektrofotometri harus dalam rentang 0,2-0,8 ppm Konsentrasi natrium diklofenak dapat diperoleh secara akurat •
•
I.
Pengamatan dan Pengolahan Data
Kurva Kalibrasi Konsentrasi (ppm)
Absorban si
10
0.2748
12
0.3147
14
0.3854
16
0.4284
18
0.4997
20
0.5359
22
0.6093
24
0.6406
Grafik Konsentrasi terhadap Waktu pada 30o Celsius Waktu (menit)
Pengencer an
Absorban si
1
50
0.3796
5
50
0.3813
10
50
0.4248
15
50
0.5513
20
50
0.6207
25
100
0.4529
30
100
0.4658
Konsentrasi dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan kalibrasi: y=0.0271x+0.00004
Dengan y adalah absorbansi dan x adalah konsentrasi. Setelah didapat konsentrasi dengan persamaan kalibrasi, harus dikalikan dengan faktor pengenceran: konsentrasi=absorbansi-0.000040.0271×faktor pengenceran
Waktu (menit)
Konsentrasi (ppm)
1
700.295203
5
703.4317343
10
783.6900369
15
1017.084871
20
1145.129151
25
1671.070111
30
1718.671587
Konsentrasi yang didapat diatas belum terkoreksi, karena setelah melakukan pengukuran konsentrasi, sejumlah sampel yang diambil
tidak dikembalikan lagi. Oleh karena itu, harus diperhitungkan faktor koreksi sebagai berikut: Untuk waktu 5 menit sampai 30 menit, konsentrasi dihitung dengan konsentrasi=volume sampelvolume sebelumnya+konsentrasi terukur
total×konsentrasi
Sebagai contoh, untuk konsentrasi pada waktu 5 menit: konsentrasi=10350×700.295203+703.4317343 konsentrasi=723.4401687
Setelah dihitung faktor koreksi, didapat data sebagai berikut: Waktu (menit)
Konsentrasi terkoreksi (ppm)
1
700.295203
5
723.4401687
10
804.359756
15
1040.066578
20
1174.845339
25
1704.63712
30
1767.375504
Laju disolusi pada suhu 40oC : Laju disolusi=∆M∆t Laju disolusi=1767,37630 Laju disolusi=58,913 ppm/menit
Grafik Konsentrasi terhadap Waktu pada 40o Celsius Waktu (menit)
Pengencer an
Absorban si
1
50
0.4128
5
50
0.6189
10
100
0.3497
15
100
0.4522
20
100
0.4639
25
100
0.4986
30
100
0.4987
Waktu (menit)
Konsentrasi (ppm)
1
761.5498155
761.5498155
5
1141.808118
1163.566684
10
1290.258303
1323.503065
15
1668.487085
1706.301458
20
1711.660517
1760.411987
25
1839.704797
1890.002282
30
1840.073801
1894.073866
Konsentrasi terkoreksi (ppm)
Laju disolusi pada suhu 40oC : Laju disolusi=∆M∆t Laju disolusi=1894,07330 Laju disolusi=63,136 ppm/menit
II.
Pembahasan
Disolusi merupakan proses ketika suatu zat padat masuk ke dalam pelarut menghasilkan suatu larutan atau dengan kata lain proses saat zat padat melarut. Maka kecepatan disolusi dapat dinyatakan sebagai jumlah zat dalam bentuk padatan yang terlarut dalam pelarut tertentu sebagai fungsi dari waktu. Alat yang biasa digunakan untuk mengukur kecepatan disolusi suatu zat diantaranya:
1.
Alat Uji Disolusi Tipe 1
Alat ini terdiri dari sebuah wadah bertutup yang terbuat dari kaca atau bahan transparan lain yang inert, suatu motor, suatu batang logam yang digerakkan oleh motor dan keranjang berbentuk silinder. Wadah tercelup sebagian di dalam sebuah tangas air yang sesuai berukuran sedemikian sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah pada 37°C ± 0,5°C selama pengujian berlangsung dan menjaga agar gerakan air dalam tangas air halus dan tetap. Bagian dari alat, termasuk lingkungan tempat alat diletakkan harus tidak dapat memberikan gerakan, goncangan atau getaran signifikan yang melebihi gerakan akibat perputaran alat pengaduk. wadah disolusi sebaiknya berbentuk silinder dengan dasar setengah bola tinggi 160 mm hingga 175 mm, diameter dalam 98 mm hingga 106 mm dan kapasitas nominal 1000 mL. Pada bagian atas wadah ujungnya melebar, untuk mencegah penguapan dapat digunakan penutup yang pas. Batang logam berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada tiap titik dari sumbu vertikal wadah, berputar dengan halus dan tanpa goyangan yang berarti. Terdapat suatu alat pengatur kecepatan sehingga memungkinkan kita untuk mengatur kecepatan putaran yang dikehendaki dan mempertahankan kecepatan seperti yang tertera dalam masing-masing monografi dalam batas lebih kurang 4%. Komponen batang logam dan keranjang yang merupakan bagian dari pengaduk terbuat dari baja tahan karat tipe 316 atau yang sejenis sesuai dengan spesifikasi pada gambar kecuali dinyatakan lain dalam masingmasing monografi, gunakan kasa 40 mesh. Dapat juga digunakan keranjang berlapis emas setebal 0,0001 inci (2,5 µm). Sediaan dimasukkan ke dalam keranjang yang kering pada tiap awal pengujian. Jarak antara dasar bagian dalam wadah dan keranjang adalah 25 mm ± 2 mm selama pengujian berlangsung.
Gambar 1. Alat Uji Disolusi Tipe 1
2.
Alat Disolusi Tipe 2 (Tipe Dayung) Alat disolusi tipe 2 (tipe dayung) terdiri dari sebuah wadah bertutup yang terbuat
dari kaca atau bahan transparan lain yang inert, suatu motor, berbentuk dayung yang terdiri dari daun dan batang sebagai pengaduk. Batang berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar dengan halus tanpa goncangan yang berarti. Daun melewati diameter batang sehingga dasar daun dan batang rata. Dayung memenuhi spesifikasi pada gambar. Jarak 25mm ± 2mm antara daun dan bagian dalam dasar wadah dipertahankan selama pengujian berlangsung. Daun dan batang logam yang merupakan satu kesatuan dapat disalut dengan suatu penyalut inert yang sesuai. Sediaan dibiarkan tenggelam ke dasar wadah sebelum dayung mulai berputar. Sepotong kecil bahan yang tidak bereaksi seperti gulungan kawat berbentuk spiral dapat digunakan untuk mencegah mengapungnya sediaan.
Gambar 2. Alat Uji Disolusi Tipe 2
Catatan: 1.
Batang dan daun terbuat dari baja tahan karat berukuran 303 atau yang setara.
2.
Bila alat berputar pada sumbu E, besarnya A dan B tidak boleh menyimpang lebih dari 0,5 mm.
3.
Kecuali dinyatakan lain, toleransi adalah ±1.0 mm.
Salah satu faktor yang mempengaruhi laju disolusi adalah suhu. Dalam persamaan Einstein, suhu akan mempengaruhi koefisien disolusi. Perubahan koefisien disolusi tentu akan mengubah laju disolusi. Peningkatan suhu akan memperbesar harga koefisien disolusi sehingga meningkatkan laju disolusi. Kenaikan suhu akan mengakibatkan peningkatan energy kinetik zat, baik pelarut, maupun zat terlarut. Untuk zat dalam panadatn, kenaikan suhu akan memperkecil kekuatan ikatan intermolekul sehingga molekul padatan lebih mudah terbebaskan ke dalam larutan. Energk kinetik zat pelarut yang semakin besar akan memperbesar kemungkinan tumbukan dengan molekul zat padatan yang ada dipermukaan padatan. Tumbukan ini dapat menimbulkan interaksi antara pelarut dan padatan, yaitu adanya tarik-menarik. Gaya tarik-menarik ini bisa menyebabkan molekul dalam padatan terbawa ke dalam larutan.
Karena
kemungkinan tumbukan semakin tinggi akibat kenaikan suhu, penarikan molekul padatan menuju larutan akan semakin tinggi intensitasnya. Berdasarkan percobaan laju disolusi pada suhu 30oC ialah sebesar 58,913 ppm/menit. Sedangkan pada suhu 40oC ialah 63,136 ppm/menit. Secara teoretis perbandingan laju disolusi pada kedua suhu tersebut dapat dihitung dengan cara sebagai berikut. Berdasarkan persamaan Einstein D=k T6 η r Dari persamaan ini dapat diperoleh perbandingan D pada tiap suhu, yaitu:
D30D40=kT16ηrkT26ηr D30D40=T1T2 D30D40=3040 D30D40=34 D40=43D30
Dengan : D30 : koefisien laju dolusi pada suhu 30 oC D40 : koefisien laju dolusi pada suhu 40 oC T1: suhu 30 oC T2: suhu 40 oC Berdasarkan persamaan Noyes-Whitney dan dengan menganggap tebal lapisan difusi tetap serta sistem dalam keadaan sink, serta kelarutan intrinsic dianggap sama untuk kedua perlakukan, perbandingan laju disolusi pada suhu 30 oC dan 40 oC setara dengan perbandingn koefisien disolusi, yaitu (dM/dt) 30 : (dM/dt)40 = 3:4. Perbandingan laju disolusi Na diklofenak berdasarkan percobaan ialah 3:3,2. Pebedaan antara perbandingan laju disolusi yang diperoleh secara teoretis dengan yang diperoleh dari percobaan dapat disebabkan oleh hal-hal berikut. 1.
Keakuratan dalam pengukuran jumlah bahan yang digunakan. Jumlah bahan yang digunakan mempengaruhi konsentrasi zat dalam larutan. Perbedaan jumlah bahan akan memberikan perbedaan pada konsentrasi zat yang terlarut.
2.
Pengambilan dan pengembalian volume untuk pengukuran konsentrasi. Penambahan pelarut ke dalam sistem setelah sejumlah tertentu larutan diambil untuk pengukuran tidak selalu sama. Hal ini berpengaruh terhadap kadar Na diklofenak setelah pengambilan sampel.
3.
Asumsi besar kelarutan yang sama untuk kedua suhu. Kelarutan suatu zat dipengaruhi suhu. Peningkatan suhu akan meningkatankan kelarutan zat yang memiliki sifat kelarutan endotermik. Dengan mengasumsikan kelarutan pada kedua suhu untuk memperoleh perbandingan kasar akan menimbulkan galat yang cukup besar terhadap nilai perbandingan laju disolusi. Oleh karena itu, untuk memperoleh nilai perbandingan laju disolusi Na diklofenak yang sesuai pada kedua suhu tersebut, perlu dilakukan perngukuran kelarutan Na diklofenak pada kedua suhu tersebut.
I.
Simpulan 1. Laju disolusi Na diklofenak pada suhu 30 oC ialah 58,913 ppm/menit 2. Laju disolusi Na diklofenak pada suhu 40 oC ialah 63,136 ppm/menit
DAFTAR PUSTAKA
http://lhdisolusi.blogspot.com/. Tanggal akses : 25 April 2010. http://ebook-free-downloads.com/ebook-pdf-free-pdf-download uji+disolusi+dispersi+padat.htm. Tanggal akses : 25 April 2010. http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_analisis/spektrofotometri/. Tanggal akses : 25 April 2010. http://farms-area.blogspot.com/2008/07/teori-disolusi.html. Tanggal akses : 25 April 2010. http://rgmaisyah.wordpress.com/2008/11/25/spektrofotometer/. Tanggal akses : 25 April 2010. http://otetatsuya.wordpress.com/2008/12/20/kecepatan-disolusi/. Tanggal akses : 25 April 2010. http://wahyuriyadi.blogspot.com/2009/07/macam-spektrofotometri-dan perbedaannya.html. Tanggal akses : 25 April 2010.
Lampiran Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer . Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Penyerapan sinar UV dan sinar tampak oleh molekul, melalui 3 proses yaitu : 1. Penyerapan oleh transisi elektron ikatan dan elektron anti ikatan 2. Penyerapan oleh transisi elektron d dan f dari molekul kompleks 3. Penyerapan oleh perpindahan muatan
Komponen dari suatu spektrofotometer berkas tunggal: 1. Suatu sumber energi cahaya yang berkesinambungan yang meliputi daerah spektrum dimana alat tersebut dirancang untuk beroperasi. 2. Suatu monokromator, berfungsi untuk merubah sinar polikromatis menjadi sinar monokromatis sesuai yang dibutuhkan oleh pengukuran 3. Suatu wadah sampel (kuvet). 4. Suatu detektor, yang berupa transduser yang mengubah energi cahaya menjadi suatu energi listrik. 5. Suatu pengganda (amplifier), dan rangkaian yang berkaitan membuat energi listrik tersebut dapat terbaca. 6. Suatu alat pembaca yang menyatakan besarnya energi listrik, dalam bentuk % Transmitan (% T) maupun Absorbansi (A). Skema spektrofotometer : Sumber ----- Cahaya ----- Monokromator ----- Sampel ----- Detektor ----- Amplifier ----- Alat Pembaca/Penunjuk
Gambar 3. Spektofotometer
Beberapa jenis spektrofotometer : 1. Spektrofotometer UV-Vis
2. Spektrofotometer Infra merah 3. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) 4. Spektrofotometer Resonansi Magnetik (NMR) 5. Spektrofotometer Pendar Molekular (pendar fluor/pendar fosfor) 6. Spektrofotometer dengan
metode hamburan cahaya ( nefelometer, turbidimeter dan
spektrofotometer Raman Alat yang digunakan dalam percobaan adalah spektofotometer UV-vis, alat ini digunakan untuk penentuan konsentrasi senyawa-senyawa yang dapat menyerap radiasi pada daerah ultraviolet (200 – 400 nm) atau daerah sinar tampak (400 – 800 nm). Analisis ini dapat digunakan yakni dengan penentuan absorbansi dari larutan sampel yang diukur. Prinsip penentuan spektrofotometer UV-Vis adalah aplikasi dari Hukum Lambert-Beer, yaitu: A = - log T = - log It / Io = ε . b . C
Dimana : A = Absorbansi dari sampel yang akan diukur T = Transmitansi I0 = Intensitas sinar masuk It = Intensitas sinar yang diteruskan ε = Koefisien ekstingsi b = Tebal kuvet yang digunakan C = Konsentrasi dari sampel
Beberapa Istilah Dalam Spektrofotometri Absorbansi (A) , A = log (P o/P) Absorptivitas (a), yaitu tetapan dalam Hukum Bouguer-Beer bila konsentrasi dinyatakan
dalam % b/v dan tebal kuvet dalam cm. Dengan satuan liter per gram per sentimeter. Absorptivitas molar (ε), yaitu tetapan dalam Hukum Bouguer-Beer bila konsentrasi
dinyatakan dalam molar dan tebal kuvet dalam cm. Dengan satuan liter per mol per sentimeter. Transmitan (T), yaitu fraksi dari daya radiasi yang diteruskan oleh suatu sampel T = P/P o.
Sering dinyatakan sebagai suatu persentase : %T = (P/P o) x 100%.
Faktor penyebab kesalahan sistematik yang sering terjadi dalam analisis menggunakan spektrofotometer adalah: a) Adanya serapan oleh pelarut
Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan blangko, yaitu larutan yang berisi matrik selain komponen yang akan dianalisis. b) Serapan oleh kuvet Kuvet yang dapat digunakan adalah dari bahan gelas atau kuarsa, dimana kuvet kuarsa memberikan kualitas yang lebih baik, namun tentu saja harganya jauh lebih mahal. Serapan oleh kuvet ini diatasi dengan penggunaan jenis, ukuran, dan bahan kuvet yang sama untuk tempat blangko dan sampel. c)
Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat rendah atau sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan konsentrasi, sesuai dengan kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan (melalui pengenceran atau pemekatan).