LAPORAN PENDAHULUAN
1. Konsep VP shunt 1.1 Definisi
Ventriculoperitoneal shunt (VP shunt) adalah alat kesehatan yang dipasang untuk melepaskan tekanan dalam otak. VP shunt direkomendasi bagi pasien yang menderita hidrosefalus. Kondisi ini disebabkan oleh cairan serebrospinal (CSF) berlebih yang membuat perluasan ruang dalam otak (ventrikel) menjadi sangat cepat, sehingga memicu tekanan yang tak semestinya. Jika tidak segera ditangani, kondisi ini dapat berujung pada kerusakan otak.
Cairan serebrospinal adalah komponen yang sangat penting dalam sistem saraf, karena berfungsi menciptakan bantalan bagi jaringan otak dan menyalurkan zat gizi ke otak. Cairan ini mengalir di antara tulang belakang dan tengkorak untuk memastikan bahwa volume darah intrakranial dalam kadar yang tepat. CSF akan terus diproduksi karena mengalir sepanjang ventrikel, menutrisi permukaan otak dan sumsum tulang belakang. Kemudian, cairan ini keluar melalui bagian dasar otak dan diserap ke dalam aliran darah. Namun, karena kelainan tertentu, aliran dan keseimbangan CSF akan terganggu, sehingga terja di penumpukan.
Ventriculoperitoneal shunt adalah pengobatan utama bagi kondisi hidrosefalus, yang menyerang satu dari 500 anak. Kondisi ini merupakan kondisi bawaan (kongenital) atau didapat, dan indikasi yang paling nyata adalah pertumbuhan lingkar kepala yang tidak wajar. Biasanya, gejala pada anak disertai dengan mata juling (strabismus) dan kejang-kejang. Sedangkan pada orang dewasa, gejala hidrosefalus adalah sakit kepala, mual dan muntah, saraf optik membengkak, penglihatan kabur atau ganda,
mudah marah, lesu, dan perubahan kemampuan kognitif atau ingatan. Penyebab hidrosefalus belum diketahui secara pasti. 1.2 Tujuan
1.2.1
Untuk membuat saluran baru antara aliran likuor dengan kavitas drainase.
1.2.2
Untuk mengalirkan cairan yang diproduksi di dalam otak ke dalam rongga perut untuk kemudian diserap ke dalam pembuluh darah.
1.3
Indikasi
Ventriculoperitoneal Shunt adalah prosedur pembedahan yang dilakukan untuk membebaskan tekanan intrakranial yang diakibatkan oleh terlalu banyaknya cairan serbrospinal (hidrosefalus). Cairan dialirkan dari ventrikel di otak menuju rongga peritoneum. Sejumlah komplikasi dapat terjadi setelah pemasangan ventriculoperitoneal shunt untuk manajemen hidrosefalus. Komplikasi ini termasuk infeksi, blok, subdural hematom, ascites, CSSoma, obstruksi saluran traktus gastrointestinal, perforasi organ berongga, malfungsi, atau migrasi dari shunt. Migrasi dapat terjadi pada ventrikel lateralis, mediastinum, traktus gastrointestinal, dinding abdomen, vagina, dan scrotum.
Infeksi shunt didefinisikan sebagai isolasi organisme dari cairan ventrikuler, selang shunt, reservoir dan atau kultur darah dengan gejala dan tanda klinis menunjukkan adanya infeksi atau malfungsi shunt, seperti demam, peritonitis, meningitis, tanda-tanda infeksi di sepanjang jalur selang shunt, atau gejala yang tidak spesifik seperti nyeri kepala, muntah, perubahan status mental dan kejang. Infeksi merupakan komplikasi yang paling ditakutkan pada kelompok usia muda.
Sebagian
besar
infeksi
terjadi
dalam
6
bulan
setelah
prosedur
dilakukan.Infeksi yang terjadi biasanya merupakan bakteri staphylococcus
dan propionibacterial. Infeksi dini terjadi lebih sering pada neonatus dan berhubungan dengan bakteri yang lebih virulen seperti Escherichia coli. Shunt yang terinfeksi harus dikeluarkan, CSS harus disterilkan, dan dilakukan pemasangan shunt yang baru. Terapi shunt yang terinfeksi hanya dengan antibiotik tidak direkomendasikan karena bakteri dapat di tekan untuk jangka waktu yang lama dan bakteri kembali saat antibiotik diberhentikan.
Terapi pada infeksi shunt hanya dengan antibiotik tidak direkomendasikan karena meskipun bakteri dapat ditekan untuk jangka waktu tertentu, namun bakteri akan kembali berkembang setelah pemberian antibiotik dihentikan. Pada pasien ini dilakukan eksternisasi selang VP shunt yang berada di distal,selanjutnya dilakukan pemasangan ekstraventricular drainage, serta pemberian antibiotik sesuai hasil tes sensitivitas bakteri. Hal ini dilakukan agar tetap terjadi drainage dari cairan serebrospinal yang belebihan agar tidak terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
Subdural hematom biasanya terjadi pada orang dewasa dan anak-anak dengan perkembangan kepala yang telah lengkap. Insiden ini dapat dikurang dengan memperlambat mobilisasi paska operasi. Subdural hematom diterapi dengan drainase dan mungkin membutuhkan oklusi sementara dari shunt.
1.4
Kontra indikasi
Operasi ventriculoperitoneal shunt merupakan prosedur aman dengan tingkat keberhasilan tinggi. Namun, sama seperti prosedur bedah pada umumnya, ada komplikasi dan resiko yang mungkin terjadi. Resiko bedah VP Hunt adalah infeksi dan pendarahan berat. Sedangkan, komplikasi yang mungkin muncul adalah reaksi penolakan zat bius, seperti perubahan tingkat tekanan darah dan kesulitan bernapas.
Komplikasi khusus akibat VP shunt termasuk jarang, namun bisa sangat serius. Komplikasi ini termasuk: 1.4.1
Infeksi implan shunt yang berujung pada infeksi otak
1.4.2
Penggumpalan darah
1.4.3
Pendarahan di dalam otak
1.4.4
Pembengkakan otak
1.4.5
Kerusakan jaringan otak karena VP shunt
Sebaiknya, selalu waspada terhadap gejala-gejala, seperti demam, nyeri perut, sakit kepala, serta kenaikan denyut jantung dan tekanan darah abnormal, yang merupakan tanda malfungsi shunt.
1.5
Penatalaksanaan/ Tindakan
1.5.1
Posisi kepala pasien supine dengan kepala diganjal dengan bantal bulat (donat).
1.5.2
Posisi sedikit head up (15† - 30†)
1.5.3
Pasang body strapping (doek steril)
1.5.4
Tim operasi melakukan scrubbing, gowning and gloving.
1.5.5
Desinfeksi area operasi
1.5.6
Drapping area operasi
1.5.7
Pasang sterile drapes (opsite)
1.5.8
Pasang kauter bipolar, selang suction + canule suction.
1.5.9
Injeksi dengan adrenalin 1:200000 pada lokasi insisi.
1.5.10 Berikan mess 1 untuk insisi kulit subcutis 1.5.11 Berikan mess 2 untuk insisi fat-galea-otot-periosteum 1.5.12 Rawat pendarahan dengan kauter bipolar, irigasi dengan larutan NaCl saat bipolar difungsikan, sambil dilakukan suction. 1.5.13 Berikan respatorium untuk menyisihkan periousteum. 1.5.14 Tutup luka insisi kepala sementara dengan kassa basah. 1.5.15 Berikan mess 1 untuk insisi kulit abdomen bagian atas. 1.5.16 Perdalam insisi sampai dengan fasia (sampai kelihatan fasia).
1.5.17 Berikan spaner VP-Shunt untuk memasang ventrikel VP Shunt, dari kepala-leher-abdomen keluar pada daerah insisi di abdomen. 1.5.18 Ujung mandrin VP-Shunt diikat dengan benang Seide no 1. 1.5.19 Tarik mandrin VP-Shunt ke atas (bagian insisi kepala). 1.5.20 Berikan ventrikel VP-Shunt kemudian diikat dengan benang Seide NO 1 yang sudah dimasukkan dalam soft tissue ( dibawah fat diatas fasia). 1.5.21 Seide no 1 ditarik ke bagian bawah (insisi pada abdomen) ventrikel VP-Shunt sudah masuk dan terhubung dari kepala ke abdomen. 1.5.22 Pasang konektor VP-Shunt kemudian di spool dengan NaCl s ampai lancar tidak ada hambatan. 1.5.23 Berikan bor set craniotomi untuk bor hole kemudian rawat pendarahan 1.5.24 Berikan desector dan klem pean bengkok untuk ambil sisa tulang 1.5.25 Berikan kauter bipolar untuk cess dura. 1.5.26 Berikan speed mess untuk insisi dura. 1.5.27 Berikan ventrikel katheter + mandrin dimasukkan ke dalam intra cerebral sampai keluar cairan (hidrocephalus). 1.5.28 Sambung ventrikel katheter dengan ventrikel VP-Shunt. 1.5.29 Sambungan difiksasi 1.5.30 Tarik ventrikel VP-Shunt ke arah distal (abdomen). 1.5.31 Pastikan aliran cairan pada ventrikel lancar. 1.5.32 Berikan pinset anatomis 2 buah + gunting metzenbaum untuk insisi peritonium ± 1 cm. 1.5.33 Masukkan ventrikel VP Shunt kedalam peritoneum 1.5.34 Tutup luka insisi 1.5.35 Berikan benang absorbable untuk jahit fasia, fat pada kepala dan abdomen. 1.5.36 Berikan jahitan benang non-absorbable untuk jahit kulit. 1.5.37 Bersihkan luka dengan kassa basah kemudian keringkan. 1.5.38 Beri sufratul-kassa-hipafic
1.5.39 Bereskan alat. 1.5.40 Operasi selesai 1.6
Pemeriksaan penunjang
1.6.1
Rontgen fotokepala Dengan prosedur ini dapat diketahui : Hidrosefalus tipe congenital / infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya
pelebaran
sutura,
tanda-tanda
peningkatan
tekanan
intracranial kronik berupa imopressio digitate dan erosi proses susklionidalis posterior. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial.
1.6.2
Transimulasi Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit .Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinarakan terlihat lebih lebar 1-2 cm.
1.6.3
Lingkaran kepala Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala dapat normal hal ini disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan secara fungsional. Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka penutupan sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.
1.6.4
Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan konras berupa O2 murni atau kontras lainnya dengan alat tertentu menembus melalui fontanela anterior langsung masuk kedalam ventrikel. Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada cranium bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di rumahs akit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.
1.6.5
Ultrasonografi Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan system ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi system ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.
1.6.6
CT Scan kepala Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS. Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari semua system ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.
1.6.7
MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medulla spinalis dengan menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan struktur tubuh. 1.7
Pathway
VP SHUNT
Pre Operasi
Cemas, Gelisah, Khawati
Banyak bertan a
Koping Individu tidak efektif
Kurang informasi
Kurang pengetahuan
Adanya luka pasca operasi
Pembiusan General
Nyeri akut
Suhu Lingkungan 18-22’c
Hi otermi Ansietas
Post Operasi
Intra Operasi
Resiko perdaraha
Resiko infeksi Resiko tinggi cedera
Perpusi jaringan serebral tidak efektif
1.8
Gambar
Posisikan kepala pasien supine dengan 15 – 30 derajat head up, setelah itu persiapan lain meliputi penggambaran pola, disinfeksi dsb kemudian diincisi scalp.
Shunt kateter yang telah diukur atau selang khusus disiapkan
Setelah di burr hole (melubangi tengkorak dengan bor khusus), pasang pada area yang telah ditentukan tersebut
Untuk lebih jelasnya kita lihat dalamnya otak sebagai berikut, jadi diletakkan dimasukkan melalui ventrikel bagian lateral atau luar
Posisi kateter mengenai ventrikel latera
Kateter disipkan/ditelakkan di bawah kulit
Kateter itu diletakkan di bawah peritoneum
Pada prinsipnya aliran otak yang diproduksi oleh plexus choroidalis berkisar 400-500 ml per hari, sehingga sumbatan pada aliran tersebut dapat membuat gangguan pada otak.
1.9
Diagnosa Keperawatan Intervensi, Rasional, ( Pre, Intra, Post)
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
Pre Operasi Ansietas
b.d Tujuan :
Kurang
1.
Setelah
informasi dan tindakan Kurang
keluarga
pengetahuan
penyakit
dilakukan pasien
pasien
tingkat
pengetahuan pasien
dan
mengenali
Kaji
tentang penyakitnya 2.
dan
pengobatan nya. 3.
1. Pasien dan keluarga
2. Agar
pasien
mengetahui
gejala
penyakitnya
patofisiologi
Sediakan
tingkat
pengetahuan pasien
Jelaskan tanda dan
dari penyakit
Kriteria hasil :
1. Mengetahui
dapat
3. Memberi pengetahuan
informasi
pada pasien tentang
pada psien 4. Memberitahukan
menyatakan
kondisi, dengan cara
mengenai
pemahaman tentang
yang tepat
penyakit pasien agar
Sediakan bagi pasien
keluarga
dpat
dan keluarga tentang
berkolaborasi
aktif
program
kemajuan
terjhadap
pengobatam.
dengan
penyakit, prognosis,
kondisi, dan
4.
cara
pasien yang
pasien
progres
pengobatan
2. Pasien dan keluarga mampu
tepat 5.
melaksanakan
Diskusikan
yang dengan
benar
6.
3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang
7.
mencegah
komplikasi lebih lanjut
perubahan
prosedur dijelaskan
5. Untuk
gaya
6. Memberi kenyamanan
hidup yang mungkin
pada
diperlukan
keluarga
Hindari
pasien
7. Dukungan
keluarga
menggunakan teknik
memotivasi
menakut-nakuti
selama
Mengikutsertakan
perawatan.
dijelaskan
keluarga
perawatan/tim
memungkinkan
kesehatan.
dalam melaksanakan
dan
pasien menjalani
bila
pengobatan/terapi. Nyeri
b/d Tujuan :
NIC :
terputusnya
Setelah
dilakukan
kontinuitas
tindkan
keperawatan
jaringan
pasien
terbebas
dari
1. Mengetahui
1. Lakukan pengkajian nyeri
secara
komprehensif termasuk
Kriteria hasil:
karakteristik, durasi,
1. Mampu mengontrol nyeri
(tahu
penyebab
nyeri,
frekuensi,
lokasi,
kualitas
dan faktor presipitasi 2. Observasi
reaksi
mampu
nonverbal
dari
menggunakan teknik
ketidaknyamanan
nonfarmakologi untuk
mengurangi
nyeri). bahwa
mengetahui
berkurang
pengalaman
dengan menggunakan
teknik
komunikasi terapeutik
2. Melaporkan nyeri
3. Gunakan
untuk
menentukan tindkan. terhadap
adanya ketidaknyamanan 3. 3.
Memberikan
kenyamanan
pasien dan agar pasien terbuka 4. Budaya
dapat
mempengaruhi respon
untuk
5. Mengetahui
adanya
nyeri masa lampau nyeri
6. Evaluasi ketidakefektifan
kultur
pada
nyeri seseorang
pasien 4. Kaji
nyeri
2. Validasi
nyeri/nyeri berkurang
tingkatan
yang
kontrol nyeri
manajemen nyeri. 3. Mampu
mengenali
nyeri
(skala,
mempengaruhi respon nyeri 5. Evaluasi
intensitas, frekuensi,
pasien
dan tanda nyeri)
kesehatan
4. Menyatakan
rasa
7. Mengurangi penyebab nyeri
bersama dan
perhatian dan membuat
lain
nyaman pasien.
tentang
9. Mengurangi nyeri
ketidakefektifan
berkurang
kontrol nyeri masa
rentang normal
8. Distraksi mengalihkan
tim
nyman setelah nyeri
5. 5. Tanda vital dalam
faktor
lampau 6. Kontrol lingkungan yang
dpat
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan , pencahayaan dan kebisingan 7. Lakukan penanganan nyeri
non
farmakologi 8. Kolaborasi pemberian analgetik
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil
intervensi
Raional
Intra Operasi Hipotermi b.d Tujuan :
NIC :
Suhu
Pasien tidak menunjukan
1. Monitor suhu
lingkungan 18-
tanda-tanda hipotermi
2. Monitor TTV
22’c
Kriteria hasil : Pasien
tidak
akral hangat
mengigil
1. Memonitor suhu 2. Memonitor TTV
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
Post Operasi Resiko infeksi Tujuan :
NIC : Pengendalian infeksi
b/d luka post Pasien tidak mengalami operasi
infeksi
atau
terdapat
1. Pantau
tidak
infeksi
tanda-tanda
2. Rawat
tanda/gejala
1. Mencegah terjadinya infeksi 2. Mencegah
luka
invasi
mikroorganisme
infeksi pada pasien
operasidengan teknik
3. Mencegah infeksi
Kriteria hasil :
steril
4. Mencegah infeksi
Tidak menunjukan tandatanda infeksi
3. Memelihara
teknik
isolasi, batasi jumlah pengunjung 4. Ganti perawatan
peralatan pasien
sesuai dengan protap
DAFTAR PUSTAKA
NANDA. 2012. Nursing Diagnoses: Definition and Classifications 20122014. Philadephia: NANDA International
Prince & Wilson. 2006. Patofisiologis. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2005. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8, Volume 3. Jakarta: EGC.
Banjarmasin, Maret 2017 Preseptor akademik,
(............................................)
Preseptor klinik
(............................................)