UJI LARVASIDA EKSTRAK KULIT MANGGIS ( Garcinia mangostana L.) TERHADAP LARVA Aedes aegypti L. INSTAR III aegypti L.
1
2
Uzmil Arifa , Kurnia Fitri Jamil , Cut Gina Inggriyani
3
1)Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, 2) Bagian Penyakit Tropis Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala , 3)Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
ABSTRAK Manggis merupakan tumbuhan yang memiliki efek larvasida. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji efek larvasida ekstrak kulit manggis (Garcinia (Garcinia mangostana L.) terhadap larva Aedes aegypti L. instar III. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 7 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan terdiri dari ekstrak kulit manggis (Garcinia (Garcinia mangostana mangostana L.) 100 ppm, 200 ppm, 500 ppm, 1000 ppm, 1500 ppm, kontrol positif (abate) dan kontrol negatif (aquades). Data yang dihasilkan dari penelitian ini dianalisis dengan menggunakan Analysis menggunakan Analysis of Variance (Anova) Variance (Anova) dan analisis probit. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol kulit Garcinia mangostana L. dapat menyebabkan kematian larva Aedes aegypti L. dengan F hitung sebesar 869,167 (p<0,05). Hasil analisis probit menunjukkan nilai LC 50 dari ekstrak etanol kulit Garcinia mangostana mangostana L adalah sebesar 204,668 ppm. Kesimpulan dari penelitian ini adalah ekstrak etanol kulit Garcinia mangostana mangostana L. berpengaruh terhadap kematian larva Aedes larva Aedes aegypti L. dan aktif sebagai larvasida. mangostana L., Aedes Aedes aegypti L., Larvasida Kata Kunci : Garcinia mangostana L.,
ABSTRACT Mangosteen is a plant that has the effect of larvacide. The purpose of this research was to find out the effect of extraction mangosteen’s peel (Garcinia mangostana L.) on mortality of Aedes aegypti L. instar III. This research used Completely Randomized Design (CRD) with 7 treatments and 4 replications. The treatments consisted of Garcinia mangostana L. peel ethanol extract using concentration 100 ppm, 200 ppm, 500 ppm, 1000 ppm, 1500 ppm, positive control (abate) and negative control (aquades). The data which was generated from the result of this research were analyzed using Analysis of Variance (ANOVA) and Probit analysis. The result of this research showed that ethanol extract of Garcinia mangostana L. peel can cause mortality for Aedes aegypti L. larval which F-value 869,167 (p<0,05). The results of probit analysis showed that value of LC 50 on Garcinia mangostana L. peel ethanol extract was 204,668 ppm. The conclusion of this research is ethanol extract of Garcinia mangostana L. peel influenced the mortality of Aedes aegypti L. larval and can be active as larvacidal. Keywords: Garcinia mangostana L., Aedes aegypti L., Larvacidal
PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar ke-2 di dunia setelah Brazil, termasuk tumbuhan yang dapat digunakan sebagai larvasida nabati, salah satunya adalah tanaman manggis. Manggis (Garcinia mangostana L.) adalah sejenis pohon hijau di daerah tropis yang dapat tumbuh hingga ketinggian 7 sampai 25 meter, buahnya berwarna merah keunguan ketika matang. Tumbuhan ini pertama kali di temukan di Indonesia dan Malaysia kemudian penyebarannya hingga Myanmar, Kamboja, Thailand dan Filipina. (1) Kulit manggis yang merupakan limbah industri makanan selama ini dibuang ternyata mengandung banyak manfaat, di antaranya sebagai insektisida, antioksidan, antialergi, antitumor, antibakteri dan antiviral. Berdasarkan analisa fitokimia dan biokimia didapatkan bahwa kulit manggis (Garcinia mangostana L.) mengandung senyawa metabolit sekunder golongan alkaloid, triterpenoid, saponin, flavonoid, tanin dan polifenol. Senyawa ini diduga dapat berfungsi sebagai larvasida. (2) Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Penyakit ini pertama kali ditemukan di Filipina pada tahun 1953 kemudian menyebar ke negara lain seperti Thailand, Vietnam, Malaysia dan Indonesia.(3) Kasus DBD pertama kali dilaporkan di Surabaya pada tahun 1968 di Indonesia. Sebanyak 58 orang
terinfeksi dan 24 orang di antaranya meninggal dunia (Angka Kematian : 41,3%). Sejak saat itu penyakit DBD menyebar luas ke seluruh pelosok Indonesia. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%) dan 382 (77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Peningkatan jumlah kasus DBD pada tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009. Insidensi DBD pada tahun 2009 adalah 35,36 per 100.000 penduduk di Aceh. (3) Dinas Kesehatan Aceh mencatat terjadi peningkatan tahun 2011 dengan insidensi 56,40 per 100.000 (4) penduduk. Sampai saat ini masih belum ditemukan obat spesifik untuk mengatasi penyakit DBD, prinsip terapi utama adalah terapi suportif, berupa pengendalian lingkungan, pengendalian genetik, pengendalian biologi/hayati, dan pengendalian kimia.(5) Pengendalian kimia merupakan pengendalian paling efektif dengan menggunakan larvasida sintetis namun sering menimbulkan spesies yang resisten dan menganggu keseimbangan lingkungan karena residunya tidak dapat terurai langsung di (6) lingkungan. Insektisida standar yang digunakan adalah insektisida
organik sintetik berupa insektisida organofosfor dengan metode pengasapan fogging atau penaburan bubuk abate pada penampungan air. Namun insektisida organofosfor ini dapat menimbulkan efek yang merugikan. Manusia dapat menderita keracunan akibat insektisida organofosfor yang umumnya gejala akan timbul secara akut, mulai dari keluhan ringan seperti hiperhidrosis dan gangguan bernapas hingga keluhan berat seperti gagal nafas dan koma. Selain itu terjadi pula resistensi pada vektor yang berarti vektor telah mampu bertahan terhadap pengaruh insektisida dengan dosis yang biasa. (7) Oleh karena itu perlu studi alternatif lain dalam menghentikan vektor penyakit ini, salah satunya dengan penggunaan insektisida organik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Komposisi kimiawi tumbuhan ditentukan oleh komposisi kimia tanah. Oleh sebab itu penelitian ini perlu dilakukan di Aceh. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek larvasida dari ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap larva Aedes aegypti L. METODE PENELITIAN Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen laboratorium dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian ini dibagi dalam 7 kelompok, yaitu 5 kelompok perlakuan dan 2 kelompok kontrol.
Setiap kelompok dilakukan pengulangan sebanyak 4 kali. Sampel
Sampel yang digunakan adalah larva Aedes aegypti L. instar III. Pemilihan instar III sebagai sampel karena ukurannya lebih besar dari instar I dan instar II sehingga lebih mudah dalam perhitungan. Instar III memiliki ketahanan fisik yang kuat terhadap faktor mekanik, memiliki waktu yang cukup lama menjadi pupa dan sudah memiliki struktur anatomi yang jelas. Jumlah sampel yang digunakan adalah sebanyak 280 larva. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah vacum rotary evaporator , kertas saring, botol maserasi, batang pengaduk, ovitrap, wadah pemeliharan larva, gelas cup, gelas ukur, timbangan digital, refrigerator, test plate, dan tabung reaksi. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit manggis, ekstrak etanol kulit manggis, larva Aedes aegypti L. instar III, aquades, hati ayam rebus yang digerus, abate, H2SO4 2 N, FeCl 2, HCl 0,5 M, etanol 80%, amoniak, kloroform, pereaksi Liebermann-Burchard, reagen Mayer, reagen Dragendorf, reagen Wagner, n- heksana dan serbuk Mg 0,5 mg. Esktraksi Kulit Manggis
Serbuk simplisia kulit manggis sebanyak 500 g di Pasar Tungkop daerah Darussalam, Banda Aceh. Kulit manggis dibersihkan, dikeringkan dan dipotong kecil-kecil. Kemudian sampel di maserasi dengan pelarut etanol sebanyak 1,5 L
selama tiga hari. Ekstrak yang diperoleh lalu dipekatkan dengan vacum rotary evaporator pada suhu 50oC sampai diperoleh ekstrak yang kental. Uji Fitokimia
Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui metabolit sekunder yang terdapat pada kulit manggis. Uji yang dilakukan adalah uji alkaloid, uji tanin, uji flavonoid, uji steroid, uji triterpenoid, dan uji saponin. Variasi Konsentrasi Ekstrak Kulit Manggis
Uji Larvasida
Dari jumlah 280 ekor larva Aedes aegypti L. dimasukkan sebanyak 10 ekor ke tiap 100 ml larutan ekstrak kulit manggis dengan konsentrasi berbeda, larutan abate, dan aquades. Pada tiap pengulangan ekstrak etanol kulit manggis dibuat dengan konsentrasi 100, 200, 500, 1000, dan 1500 ppm. Setiap konsentrasi dibuat ulangan sebanyak empat kali. Penelitian ini menggunakan aquades sebagai kontrol negatif dan bubuk abate sebagai kontrol positif. Parameter Penelitian
Ekstrak etanol kulit manggis sebanyak 4 g diencerkan dengan aquades hingga volumenya 1 L maka didapatkan konsentrasi 4.000 ppm dengan perhitungan menurut (18) Harborne sebagai berikut: A ppm (mg/L) =
=
4000 1
=
4000 ppm Ekstrak kulit manggis 4.000 ppm kemudian diencerkan dengan aquades dalam gelas uji menjadi 4 konsentrasi, yaitu 1500 ppm, 1000 ppm, 500 ppm, 200 ppm menggunakan rumus pengenceran. Rumus pengenceran yang digunakan menurut Setyani, yaitu (15) C1 . V1 = C2 . V2 Keterangan: C1 = konsentrasi ekstrak awal C2 = konsentrasi ekstrak yang diinginkan V1 = volume yang dicari V2 = volume yang diinginkan
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah jumlah kematian larva Aedes aegypti L. instar III setelah pemberian ekstrak etanol kulit manggis (Garcinia mangostana L.) dengan berbagai konsentrasi dalam ppm dan kematian larva pada kelompok kontrol. Kematian larva ditandai dengan larva yang tidak bergerak di dasar gelas uji dan tidak memiliki respon terhadap rangsangan. Analisis data
Pengumpulan data penelitian ini adalah dengan mengamati dan mencatat jumlah kematian larva Aedes aegypti L. akibat pemberian ekstrak etanol kulit manggis dengan berbagai konsentrasi berbeda setiap jam dalam 24 jam. Data yang telah terkumpul kemudian diolah dengan tahapan coding, editing dan tabulating, lalu disajikan dalam bentuk tabel. Data kematian larva setelah diberi perlakuan dengan beberapa konsentrasi ekstrak kulit manggis dianalisis dengan analisis probit untuk menentukan nilai LC 50 dan
untuk melihat apakah ada pengaruh ekstrak etanol kulit manggis terhadap kematian larva Aedes aegypti L. dilakukan analysis of Variance (ANOVA) satu arah dengan menggunakan program SPSS 17 dan dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf 5%.
HASIL PENELITIAN
Hasil esktraksi yang didapatkan dari 500 g serbuk simplisia kulit manggis segar adalah sebanyak 24 g. Data hasil uji larvasida dilakukan analisis probit dan didapatkan nilai LC50 adalah 204,668 ppm dan LC 90 adalah 443,033 ppm. Hasil pengujian larvasida juga dilakukan analisis menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf 5%. Tabel 4.1 Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Etanol Kulit Manggis ( Garcinia mangostana L.) No 1
2
Senyawa Kimia Alkaloid Mayer Wagner Dragendorf Steroid
Hasil + + + +
Hasil Pengamatan Terdapat endapan berwarna putih Terdapat endapan coklat Terdapat endapan merah Terjadi perubahan warna menjadi hijau
3
Triterpenoid
-
Tidak terdapat warna merah
4
Saponin
+
Berbusa + 30 menit
Flavanoid
+
Terdapat warna kuning jingga
Tanin
+
Terdapat endapan hijau kehitaman
5 6
Tabel 4.2 Hasil Uji Larvasida Ekstrak Etanol Kulit Manggis ( Garcinia mangostana L.) terhadap Larva Aedes aegypti L.
Mortalitas (%) I
Ulangan Perlakuan
Jenis
Jumlah I
II
III
IV
Kp
Abate+aquades
10
10
10
Kp
Abate+aquades
10
Kn
Aquades
0
0
0
Kn
Aquades
0
P1
1500 ppm
10
10
10
P1
1500 ppm
10
P2
1000 ppm
10
10
10
P2
1000 ppm
10
P3
500
ppm
9
9
8
P3
500
ppm
9
P4
200
ppm
7
7
7
P4
200
ppm
7
P5
100
ppm
3
4
3
P5
100
ppm
3
Tabel 4.3 Hasil Analisis Anova Kematian Larva Aedes aegypti L. Akibat Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Manggis (Garcin i a mangostana L.) Sumber Keragaman Perlakuan
Derajat Bebas 6
Jumlah Kuadrat 372,500
Kuadrat Tengah 62,083 0,071
Galat
21
1,500
Total
27
374,000
F Tabel
F hitung 869,167**
0,05 2,57
Perlakuan Galat Total
Keterangan : ** = berbeda sangat nyata
Tabel 4.4 Rata – rata Kematian Larva Aedes aegypti L. pada Berbagai Perlakuan Perlakuan
konsentrasi
Rata-rata kematian larva
KP
Aquades + abate 10 mg
-
10, 00a
P1
Ekstrak kulit manggis
1500 ppm
10, 00a
P2
Ekstrak kulit manggis
1000 ppm
10, 00a
P3
Ekstrak kulit manggis
500 ppm
8, 75 b
P4
Ekstrak kulit manggis
200 ppm
7, 00c
P5
Ekstrak kulit manggis
100 ppm
3, 25d
KN
aquades
-
0, 00e
PEMBAHASAN
Proses ekstraksi kulit manggis pada penelitian ini dilakukan selama + 10 hari mulai dari pengeringan sampel hingga evaporasi. Pelarut yang digunakan adalah etanol 96% karena sifatnya yang dapat melarutkan hampir semua zat, baik yang bersifat polar maupun non polar. Etanol mudah menembus membran sel tumbuhan untuk menarik senyawa aktif dalam intra sel.(40) Sebanyak 500g serbuk simplisia kulit manggis dimaserasi selama 3 hari. Selanjutnya pelarut dipisahkan dari larutan dan dipekatkan menggunakan rotary evaporator. Rotary evaporator dapat mendidihkan cairan pada suhu jauh di bawah titik didihnya dan memutar dengan kecepatan 188 rpm sehingga larutan dan pelarutnya terpisah. Etanol lebih mudah diuapkan dengan rotary evaporator sehingga tidak memerlukan waktu yang lama untuk mendapatkan ekstrak yang kental. (2) Hasil uji fitokimia ekstrak etanol kulit manggis menunjukkan bahwa kulit manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa alkaloid, steroid, saponin, flavanoid dan tanin. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Obolsky bahwa ekstrak kulit manggis memiliki kandungan kimia berupa alkaloid, steroid, triterpenoid, saponin, flavanoid dan tanin. (2) Namun pada uji fitokimia yang telah
dilakukan, uji triterpenoid negatif. Hal ini sejalan dengan pernyataan Kreis bahwa perbedaan struktur tanah, kelembaban, suhu serta cahaya mempengaruhi kandungan (35) kimia tumbuhan. Uji larvasida ekstrak kulit manggis Garcinia mangostana L.) terhadap larva Aedes aegypti L. instar III dilakukan dalam suhu 27 30°C dengan kelembaban 72%. Kondisi suhu dan kelembapan udara tempat perindukan cukup sehingga memenuhi syarat untuk perkembangan dan pertumbuhan larva.(19) Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ekstrak etanol kulit manggis memiliki aktivitas larvasida terhadap Aedes aegypti L. yang dapat dilihat pada Tabel 4.2. Walaupun rata rata persentase yang ditunjukkan pada perlakuan kontrol positif dan ekstrak etanol kulit manggis 1500 ppm adalah sama, namun kontrol positif tetap lebih efektif karena jangka waktu kematian larva akibat pemberian abate lebih cepat. Penelitian ini menggunakan 2 kelompok kontrol yaitu kontrol positif (KP) dan kontrol negatif (KN). KP berupa aquades + abate sedangkan KN berupa aquades. Respon mortalitas larva pada kontrol positif sudah mencapai 100% pada 2 jam setelah perlakuan. Kematian larva yang lebih cepat dari kelompok perlakuan ekstrak kulit manggis 1500 ppm disebabkan oleh kandungan organofosfat yang terdapat dalam abate. Insektida organofosfat merupakan racun saraf
yang bekerja dengan menghambat kolinestrase (ChE) yang mengakibatkan kelumpuhan dan kematian pada larva.(30) Respon mortalitas pada kontrol negatif adalah 0%. Berarti aquades tidak berpengaruh terhadap kematian larva. Persentase kematian larva 0% menunjukkan larva uji hanya pengaruhi oleh pemberian ekstrak. Nilai LC50 yang diperoleh dari analisis probit pada data hasil uji larvasida adalah 204,668 ppm, seperti yang terlihat pada Lampiran 7. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak kulit manggis memiliki efek larvasida terhadap larva Aedes aegypti L. Kematian larva Aedes aegypti L. diduga disebabkan oleh senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.) berupa alkaloid, steroid, saponin, flavanoid, dan tanin. Kulit manggis memiliki senyawa -mangosteen yang terbukti memiliki sifat antikanker dan antioksidan namun hingga saat ini belum ada literatur yang membuktikan senyawa ini berefek terhadap larvasida.(15,16,32) Alkaloid dalam kulit manggis (Garcinia mangostana L.) menimbulkan rasa pahit yang tinggi sehingga akan mengganggu proses pengambilan makanan oleh larva dan menganggu sistem pernafasan maupun sistem saraf larva melalui aksi toksik.(35) Saponin dapat mengikat sterol bebas dalam tubuh larva. Sterol bebas tersebut berperan sebagai prekursor hormon edikson, yaitu hormon yang berperan dalam proses pergantian kulit larva. Saponin dapat melisis lapisan lilin (kutikula) pada permukaan luar tubuh larva, lisisnya
lapisan ini menyebabkan terjadinya peningkatan penguapan, sehingga larva akan mati karena kehilangan cairan. Saponin juga dapat menurunkan tegangan permukaan saluran pencernaan larva sehingga saluran pencernaan larva menjadi korosif, saponin dapat masuk ke dalam saluran pernafasan serangga sehingga menggangu proses (35) pernafasan larva. Steroid merupakan molekul besar yang memiliki struktur kimia yang hampir sama dengan (18) triterpenoid. Steroid dapat menyebabkan kematian larva karena senyawa ini berperan sebagai toksikan. Steroid bersifat toksik karena pada konsentrasi rendah saja mampu merusak dinding traktus digestivus larva. (35) Flavonoid merupakan senyawa yang bersifat antifeedant terhadap larva. Senyawa antifeedant tidak membunuh atau mengusir organisme sasarannya, tetapi menghambat selera makan larva. Selain itu, flavonoid juga bekerja sebagai inhibitor kuat pernafasan larva sehingga mengakibatkan kematian pada larva. (31) Tanin dapat menekan aktivitas enzim protease dan amilase pada saluran pencernaan larva sehingga kemampuan serangga untuk mencerna makanan menurun. Tanin dapat mengikat protein pada saluran cerna serangga yang diperlukan untuk proses pertumbuhan, sehingga proses penyerapan protein dalam sistem pencernaan menjadi terganggu. Respon larva pada senyawa ini adalah menurunnya laju pertumbuhan dan gangguan nutrisi. Pengamatan morfologi tubuh larva Aedes aegypti L. dilakukan untuk melihat perubahan – perubahan yang terjadi pada tubuh
larva Aedes aegypti L. sebelum dan sesudah pemberian ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.). Pergerakan larva sangat aktif sebelum pemberian ekstrak kulit manggis. Secara mikroskopik terlihat tubuh larva Aedes aegypti L. berwarna hitam pekat segar, caput, siphon dan saluran pencernaan terlihat normal pada gambar 4.2. Pada pemberian abate, pergerakan larva semakin menurun, pergerakan yang menurun diduga diakibatkan oleh kandungan organofosfat pada abate yang bersifat neurotoksik. Secara mikroskopis terlihat bahwa warna caput kehitaman, tubuh larva memucat, siphon memucat dan saluran pencernaan menghitam pada gambar 4.3. Bentuk perubahan morfologi tersebut diduga diakibatkan oleh insektisida organofosfat pada abate. Insektisida organofosfat menghambat kolinestrase(ChE) pada larva sehingga mengakibatkan kelumpuhan menyeluruh pada semua organ larva.(30) Pada pemberian ekstrak kulit manggis, pergerakan larva semakin menurun. Pergerakan larva yang menurun diduga diakibatkan oleh alkaloid yang bersifat neurotoksik sehingga mengganggu sistem saraf dan sistem pernafasan. Secara mikroskopik terlihat bahwa warna caput kehitaman, tubuh larva memucat, siphon menghitam, serta saluran pencernaan terlihat menghitam pada gambar 4.4. Caput menghitam diduga diakibatkan oleh alkaloid yang bersifat neurotoksik dengan mengganggu sistem saraf larva. Tubuh larva memucat diduga diakibatkan oleh saponin yang dapat melisis lapisan lilin (kutikula) pada tubuh larva sehingga larva mati karena kekurangan cairan. Siphon
menghitam diduga diakibatkan oleh flavanoid, alkaloid dan saponin karena flavanoid bersifat inhibitor kuat pernafasan larva, alkaloid dapat mengganggu sistem pernafasan larva, saponin dapat masuk ke sistem pernafasan larva sehingga mengganggu proses pernafasan larva. Saluran pencernaan menghitam diduga diakibatkan oleh steroid, tanin dan saponin karena steroid dengan konsentrasi rendah saja dapat merusak dinding traktus digestivus larva, tanin dapat menganggu proses pencernaan larva, dan saponin dapat menurunkan tegangan permukaan saluran pencernaan larva sehingga saluran pencernaan larva menjadi (18,31,35) korosif. KESIMPULAN
1. Ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana
L.)
berpengaruh
terhadap kematian larva Aedes aegypti L. instar III 2. Ekstrak
etanol
kulit
manggis
efektif sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti L. dengan LC50 sebesar 204,668 ppm SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang isolasi dan karakterisasi senyawa aktif larvasida kulit manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap larva Aedes aegypti L.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Hartono SB. Mengobati Kanker Dengan Manggis. Yogyakarta: Second Hope; 2011. 2 p.
2.
Obolskiy D, Pischel I, Siriwatanametanon N, Heinrich M. Garcinia mangostana L.: a phytochemical and pharmacological review. Phytotherapy research : PTR. 2009;23(8):1047-65.
3.
4.
5.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Informasi Umum Berkala Dengue 2011. In: Dinas Kesehatan, editor. Indonesia: Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi; 2011. p. 1-3. Dinas Kesehatan Aceh. Data Informasi Kesehatan Aceh 2012. In: Dinas Kesehatan Republik Indonesia, editor. Indonesia: Departemen Kesehatan RI; 2012. p. 20-1. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue. In: Sudoyo, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 3. IV ed. Jakarta: Internal Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2009. p. 2773-9.
6.
Adriani R. Usaha Pengendalian Pencemaran Lingkungan Akibat Penggunaan Peptisida Pertanian. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2006;3(1):95-106.
7.
Agoes R. Nyamuk Sebagai Vektor Penyakit Demam Berdarah Dengue(DBD). In: Natadisastra D, editor. Parasitologi Kedokteran Ditinjau dari Organ Tubuh yang Diserang. Jakarta: EGC; 2009. p. 315-9.
8.
Cronquist A. An Integrated System of Classification of Flowering Plants. The New York Botanical Garden. New York: Columbia University Press; 1981. p. 337.
9.
Ong HC. Buah: Khasiat Makanan dan Ubatan. Kuala Lumpur: Utusan Publications; 2004. 103 p.
10. Osman MB, Mangosteen: Mangostana. University of 2006. 10 p.
Milan AR. Garcinia Chichester: Southampton;
11. International Plant Genetic Resources Institute. Descriptors for Mangosteen (Garcinia Mangostana). Rome: IPGRI; 2003. 6-11 p. 12. Wiebel J, Chacko EK, Downton WJS, Ludders P. Influence of irradiance on photosynthesis, morphology and growth of mangosteen (Garcinia mangostana L.) seedlings. Tree Physiology. 1994;14(3):263-74. 13. Lim TK. Garcinia Mangostana. In: Fruits, editor. Edible Medicinal and Non-Medicinal Plants. 2. New York: Springer Science and Business Media; 2012. p. 83-108. 14. Holistic Health Solution. Khasiat Fantastis Kulit Manggis. In: HHS, editor. Jakarta: Grasindo; 2011. p. 15-26. 15. Setyani A. Uji Aktivitas Antijamur α-mangostin Hasil Isolasi Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) Terhadap Massaezia sp. Surakarta: S.N; 2010. 9-13 p. 16. Chen LG, Yang LL, Wang CC. Anti-inflammatory activity of
mangostins from Garcinia mangostana. Food and chemical toxicology : an international journal published for the British Industrial Biological Research Association. 2008;46(2):688-93. 17. Chaverri JP, Rodriguez NC, Ibarra MO, Rojas JMP. Medicinal properties of mangosteen (Garcinia mangostana). Food and Chemical Toxicology. 2008;46:3232-323. 18. Harborne JB. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. Bandung: ITB; 1987. p. 43-88. 19. Soegijanto S. Demam Berdarah Dengue. 2nd ed. Surabaya: Airlangga University Press; 2006. 3-4 p. 20. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Vektor Penyakit Virus, Riketsia, Spiroketa, dan Bakteri. In: Saleha, editor. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. IV ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. p. 265-7. 21. Ginanjar G. Demam Berdarah. Yogyakarta: Mizan Publika; 2008. p. 10-9 22. Astuti LS. Klasifikasi Hewan: Penamaan, Ciri, dan Pengelompokannya. Jakarta: Kawan Pustaka; 2007. 56-60 p. 23. Howell P, Collins FH. Center for Disease Control Public Health Image Library, Adult yellow fever mosquito, Aedes aegypti (Linnaeus), showing the white “lyre” shape on the dorsal side of the thorax. In: Zettel C, Kaufman P, editors. Yellow fever mosquito Aedes aegypti (Linnaeus) (Insecta: Diptera:
Culicidae). Florida: University of Florida; 2012. p. 3. 24. Soedarto. Parasitologi Klinik. Surabaya: Airlangga University Press; 2008. 63-5 p. 25. Centers for Deases Control and Prevention. Mosquito LifeCycle. Divission of VectorBorne Infectious Disease; 2012. 35 p. 26. World Health Organization. Panduan Lengkap Pencegahan Pengendalian Dengue dan Deman Berdarah Dengue. Jakarta: EGC; 2005. 21-3 p. 27. Brown HW. Dasar Parasitologi Klinis. Jakarta: PT Gramedia; 1979. 102-6 p. 28. Sembel DT. Entomologi Kedokteran. Yogyakarta: ANDI; 2009. 125-30 p. 29. World Health Organization. Dengue: Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. France: World Health Organization; 2009. 14-20 p. 30. Agoes R. Pemberantasan Arthropoda dan Pengendalian Vektor. In: Natadisastra D, editor. Parasitologi Kedokteran Ditinjau dari Organ Tubuh yang Diserang. Jakarta: EGC; 2009. p. 353-6. 31. Andersen M, Markham K. Flavonoid: Chemistry, Biochemistry, and Applications. USA: CRC Press; 2006. 5-6 p. 32. Yu L, Zhao M, Yang B, Zhao Q, Jiang Y. Phenolics from hull of Garcinia mangostana fruit and their antioxidant activities. Food Chem. 2007;104:176 – 81.
33. Suksamrarn S, Suwannapoch N, Ratananukul P, Aroonlerk N, Suksamrarn A. Xanthones from the green fruit hulls of Garcinia mangostana. Journal of natural products. 2002;65(5):761-3. 34. Chairungsrilerd N, Takeuchi K, Ohizumi Y, Nozoe S, Ohta T. Mangostanol, a prenyl xanthone from Garcinia mangostana. Phytochemistry. 1996;43:1099 – 102. 35. Kreis W, Müller UF. Biochemistry of Sterols, Cardiac Glycosides, Brassinosteroids, Phytoecdysteroids and Steroid Saponins. Wink M Annual Plant Reviews: Biochemistry of Plant Secondary Metabolism. 40. 2nd ed. USA: Blackwell Pubishing 2010. p. 304-48. 36. Dahlan SM. Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan. 3rd ed. Jakarta: Sagung Seto; 2012. p. 21-38. 37. Hanafiah KA. Rancangan Percobaan: Teori dan Aplikasi. 3rd ed. Jakarta: Rahawali Press; 2010. 44-6 p. 38. Federer WT. Statistical Design and Analysis for Intercropping Experiments. New York: Springer; 1999. 30-3 p. 39. Abbot WS. A Method of Computing the Effectiveness of An Insecticide. Guidelines for Laboratory and Field Testing of Mosquito Larvacides. 18. Geneva: WHO; 1925. p. 265-7. 40. Tiwari P, Kumar B, Kaur M, Kaur G, Kaur H. Phytochemical Screening and Extraction: A Review. Internationale Pharmaceutica Sciencia. 2011;1(1):98-104.