Tugas Review Pengantar Ilmu Politik
Dasar-Dasar Ilmu Politik Prof.Miriam Budiardjo
Berbagai Pendekatan Dalam Ilmu Politik (Oleh Fahd Malik Akbar, 0906533493) ³Suatu pendekatan (approach) adalah kriteria untuk menyeleksi masalah dan data yang relevan´-- Vernon Van Dyke Hal ini juga berlaku dalam ilmu politik, khususnya mengamati kegiatan politik dengan berbagai cara dan perspektif yang digunakan. Dari cara kita mengamati kegiatan poltik tersebutlah akan mempengaruhi apa yang kita lihat. Dalam sejarah perkembangannya, ilmu politik telah mengenal berbagai jenis pendekatan yang relevan, mulai dari pendekatan legal (tradisional) sampai pendekatan pilihan rasional. Berikut akan diuraikan satu- persatu jenis jenis pendekatan ilmu politk yang lazim dikenal :
Pendekatan Legal (Institusional) Pendekatan ini mulai tumbuh berkembang pada abad 19 disaat sebelum Perang Dunia II. Pada pendekatan legal sasaran yang difokuskan adalah segi konstitusional dan segi yuridisnya. Bahasannya pula menyangkut hal -hal normatif seperti, sifat dari undang undang dasar, masalah kedaulatan, dan hal-hal formal lainnya yang mencakup unsur -unsur legalitas dan institusionalnya. institusionalnya. Kelemahan dari pendekatan ilmu politik ini adalah pendekatan yang digunakan terlalu terpaku pada struktur formal daripada gejala-gejala yang diamati dalam praktiknya, itu mengapa sering kali pendekatan legal (institusional) ini hanya mematok pada keadaan ideal dan standar tertentu dengan asumsi norma -norma demokrasi Barat. Disisi lain, pendekatan ini juga tidak lagi menghiraukan organisasi-organisasi informal, seperti kelompok kepentingan dan media komunikasi (massa). Bahasan ini juga lebih bersifat statis dan deskriptis daripada dar ipada analitis, ana litis, karena sejak s emula terlalu alu terpaku kepada unsur unsur formal. Pada pertengahan dasawarsa 1930-an beberapa sarjana ilmu politik mengemukakan pembaharuan dengan memberikan sudut pandang politik sebagai sebuah kegiatan atau proses dan negara adalah sarana perebutan kekuasaan. Bagi kelompok sarjana ini, esensi politik adalah kekuasaan, khususnya kekuasaan untuk menentukan kebijakan publik. Akibat pandangan baru semacam inilah sedikit banyak telah memperlunak kekakuan pendekatan legal (tradisional) selama ini, khususnya di negara Amerika karena keadaan sosial dan etnis (budaya) yang lebih bervariasi saat itu daripada di Eropa.
Akan tetapi penelitian terhadap kekuasaan ini dalam praktiknya sangat sulit dilaksanakan dan tidak berkembang di masa-masa seperti itu. Sekalipun demikian, pandangan untuk memusatkan perhatian pada kekuasaan justru membuka jalan bagi munculnya pendekatan baru yang lebih fungsional, yaitu Behavioral Approach.
Pendekatan Perilaku Pendekatan berbasis perilaku ini berkembang setelah tahun 1950 -an setelah Perang Dunia II dengan beberapa sebab, P ertama sikap deskriptif dari ilmu poltik yang dipelopori oleh pendekatan legal (tradisional) yang berbasis normatif dan terlalu formal. Kedua, timbulnya kekhawatiran bahwa ilmu politik tidak dapat berkembang sehingga akan ketinggalan dengan ilmu-ilmu lain seperti Sosiologi, Psikologi, atau Antropologi. Ketiga, muncul keraguan terhadap sarjana Amerika mengenai kemampuuan mereka dalam menerangkan fenomena politik. Poin penting dalam pendekatan perilaku ini adalah tidak ada gunanya membahas lembaga-lembaga formal, karena pembahasan seperti itu tidak banyak memberi keterangan bagaimana berlangsungnya proses politik yang sebenarnya. Pendekatan perilaku memberikan manfaat untuk mempelajari perilaku manusia karena merupaka gejala yang benar - benar terjadi. Pembahasannya juga bisa mencakup kesatuan-kesatuan yang lebih besar seperti organisasi kemasyarakatan, kelompok elite, gerakan bnasional, atau suatu masyarakat politik ( policy). Pendekatan ini tidak hanya meneliti perilaku manusia, namun juga motivasi, sikap, persepsi, evaluasi, tuntutan, harapan, dan sebagainya. Berdasarkan anggapan tersebutlah, maka pendekatan ini cenderung bersifat untuk indisipliner. Selain itu pendekatan perilaku menampilkan suatu ciri khas yang revolusioner yaitu suatu orientasi kuat untuk lebih mengilmiahkan ilmu politik. Salah satu ciri khas lainnya Pendekatan Perilaku ini adalah pandangan bahwa masyarakat dapat dilihat sebagai suatu sistem sosial dan negara sebagai suatu sistem politik yang menjadi subsistem dari sistem sosial. Dalam suatu sistem tentu ada interaksi antara komponen-komponen di dalamnya, saling bergantung dan bekerja sama demi mencapai tujuannya. Dalam perkembangannya model pendekatan ini juga dikritik dari berbagai pihak, karena terlalu steril sebab menolak masuknya nilai-nilai dan norma dari penilitian politik. Pendekatan Perilaku (behavioralis) juga tidak mengusahakan mencarai jawaban atas pertanyaan yang menyangku nilai, seperti apakah sistem politik demokrasi yang baik, atau bagaimana cara membangun masyarakat yang adil, dan lainnya. Perbedaan antara tradisionalis dan behavioralis, yaitu jika kaum behavioralis menekankan pada fakta,
penelitian empiris, sosiologi psikologis, dan bersifat kuantitatif. Sedangkan sisi tradisonal menekankan pada nilai dan norma, filsafat, bersifat historis-yuridis, dan menggunakan metode kualitatif Pada pertengahan dasawarsa 1960-an muncul pula Pendekatan Pasca Perilaku yang dipelopori oleh David Easton sebagai bentuk reaksi mengubah penelitian dan pendidikan ilmu politik sebagai suatu ilmu murni sesuai dengan ilmu eksakta.
Pendekatan Neo-Marxis Pendekatan ini dipelopori oleh oleh sekelompok orang yang memiliki persamaan dengan paham Marx, namun tidak seketat Marxis klasik yang lebih condong ke arah komunisme. Kalangan Neo-Mraxisme ini rata -rata merupakan cendekiawan ³borjuis´ yang tidak mau bergabung dengan organisasi -organisasi besar politik. Mereka yang menganut berpaham Neo-Marxis ini menolak paham komunisme dari Uni Soviet yang dianggap terlalu represif, tetapi juga tidak sealiran dengan kaum kapitalis dan kecewa dengan kaum sosial-demokrat. Ada dua unsur dalam pemikiran Marx.
P ertama,
ramalannya tentang keruntuhan
kapitalisme. Kedua, etika humanis yang mempercayai bahwa pada dasarnya setiap manusia itu hakikatnya baik, dan dalam keadaan tertentu bisa membebaskan ndiri dari lembaga-lembaga yang menindas dan menghina. Fokus analisis Neo-Marxis adalah kekuasaan serta konflik yang terjadi dalam negara. Mereka tidak sependapat dengan kaum behavioralis khususnya analisis strukturalfungsional karena terlalu mengedepankan harmoni dan keseimbangan sosial dalam suatu sistem politik. Bagi kaum Neo-Marxis, konflik antar kelas merupakan proses yang mendorong terjadinya perkembangan masyarakat dan semua gejala politik yang harus dilihat dalam rangka konflik antarkelas ini, tetapi juga tidak berarti mengabaikan konflik konflik lainnya. Kaum Neo-Marxis memperjuangkan suatu perkembangan yang revolusioner serta multi -linier yang menghilangkan ketidakadilan dan membentuk tatanan masyarakat yang menurut mereka memenuhi kepentingan seluruh masyarakat dan tidak hanya pada kepentingan borjuis. Kritik pun tidak lepas kepada pendekatan ini. Para sarjana politik menganggap bahwa Neo-Marxis lebih cenderung mengecam pemikiran sarjana ³borjuis´ daripada membentuk teori baru sendiri yang kokoh. Kritik lain yang diutarakan adalah Neo -Marxis kontemporer merupakan buatan dari teoretisi sosial yang berasal dari kalangan a kademisi (kampus).
Teori Ketergantungan ( Dependency Theory) Kalangan dibelakang Teori Ketergantungan adalah kelompok yang mengkhususkan penelitian pada relasi antara Dunia Pertama dan Dunia Ketiga. Para penganut Teori Ketergantungan ini mengambil dasar dari paham Lenin mengenai imperialisme. Kelompk ini berpendapat bahwa imperialisme masih hidup, tetapi dalam bentuk dominasi ekonomi dari negara-negara kaya terhadap negara-negara kurang maju. Konsep mengenai Teori Ketergantungan ada dua. P ertama, negara bekas jajahan dapat memberikan sumber daya manusia dan sumber daya alam. Kedua, negara kurang maju dapat menjadi pasar untuk hasil produksi dan bisa eksploitasi. Eksploitasi ini menyebabkan negara kurang maju mengalami kemiskinan berkepanjangan karena pengaruh strategi politik -ekonomi dari negara maju, dan kemiskinan ini mencerminkan ketergantungan itu. Yang paling ekstrem adalah pemikiran pelopor Teori Ketergantungan, Andre Gunder Frank (1960-an) yang berpendapat bahwa penyelesaian masalah hanyalah melalui revolusi sosial secara global. Sementara tokoh lain, Henrique Cardoso (1979) berpendapat bahwa pembangunan yang independen ada kemungkinan terjadi, sehingga revolusi sosial tidak mutlak harus ada.
Pendekatan Pilihan Rasional ( Rational Choice) Pengikut pendekatan ini mengejutkan dengan mencanangkan bahwa ilmu politik telah meningkat menjadi ilmu yang bersifat ilmiah. Disebutkan bahwa Manusia Politik sudah menuju arah Manusia Ekonomi karena mereka melihat ada kaitan erat antara faktor ekonomi dan faktor politik dalam memenuhi kebijakan publik. Menurut pandangan pendekatan ini, di dalam poltik individu (manusia) sebagai aktor penting dalam dunia politik. Manusia sebagai makhluk sosial selalu memiliki tujuan yang ingin dicapai walaupun sumber daya yang ada masih terbatas, sehingga manusia dituntu melakukan pilihan- pilihan terhadap berbagai alternatif yang bisa memaksimalkan hasil dengan sumber daya yang terbatas. Walaupun penganut
Rational
Choice memiliki penjelasan yang berbeda- beda, namun
substansi dasar dari doktrin ini telah dirumuskan oleh James B.Rule, yaitu : 1.
H uman
action merupakan instrumen manusia untuk mencapai tujuannya.
2. Pelaku (actor ) merancang perilakunya melalui perhitungan rasional. 3. Proses- proses sosial yang terjadi dan berskala besar merupakan hasil dari kalkulasi akibat pilihan yang muncul. Layaknya pendekatan- pendekatan yang lain, Rational Choice ini juga dikritik oleh pakar lain, khususnya structural-functional karena tidak memperhatikan bahwa kadang
kala manusia dalam berpolitik juga sering tidak rasional. Bahwa manusia sering tidak memiliki skala preferensi yang tegas dan stabil, dan pertimbangan lainnya yang mempengaruhu sikapnya, seperti faktor budaya. Kritik lain yang muncul adalah mengenai prioritas kepentingan pribadi justru mengabaikan kepentingan umum dan kesejahteraan orang lain, dan seola-olah melanggar norma dan etika. Namun bagaimanapun juga, pendekatan ini telah berjasa mendorong usaha kuantifikasi dalam ilmu poltik dan mengembangkan sifat empiris yang bisa dibuktikan denga fakta.
Pendekatan Institusionalisme Baru Pendekatan ini lebih kepada suatu visi yang meliputi beberapa pendekatan lain, seperti sosiologi dan ekonomi. Mengapa pendekatan ini menggunakan nama Institusionalisme Baru ? Karena memang bentuk perubahan dari paham Instituisionalisme Lama yang lebih condong mengupas lembaga -lembaga kenegaraan, aparaturnya, dan l ebih bersifat statis. Institusionalisme Baru ini muncul akibat adanya pendekatan
Behavioralis
yang
memandang poltik dan kebijakan publik itu dipicu oleh hasil dari perilaku kelompok kelompok berkepentingan. Pendekatan ini juga menjelaskan bagaimana organisasi institusi, apa tanggung jawab, peran, dan bagaimana hubungan interaksinya. Inti dari pendekatan Institusionalisme Baru dirumuskan oleh Robert E.Goodin sebagai berikut : 1. Aktor dan kelompok melakukan proyek dalam suatu batas yang disepakati secara kolektif. 2. Pembatasan ini terdiri dari institusi-institusi, yaitu a) pola norma dan pola peran dalam kehidupan sosial, b) perilaku dari mereka yang memegang peran yang telah ditentukan sebelumnya. 3. Pembatasan dalam banyak hal juga memberikan keuntungan bagi individu atau kelompok dalam menyelesaikan proyeknya masing -masing. 4. Disebabkan juga faktor yang membatasi kegiatan individu atau kelompok juga turut mempengaruhi pembentukan preferensi dan motivasi. 5. Pembatasan- pembatasan ini mempunyai latar belakang historis, sebagai bagian dari masa lalu. 6. Pembatasan ini mewujudkan, memelihara, dan memberi peluang yang sifatnya berbeda pada tiap individu atau kelompok.