TUGAS REVIEW HASIL PENELITIAN
1. Ju Judul
PEMBELAJARAN FLIPPED : PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN CLASSROOM
TIPE
PEER
INSTRUCTION
FLIPPED
TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA.
2. Pen Peneliti liti
: Sri Sri Uta Utami ( Ma Mahas hasisw iswa Juru Jurussan Pe Pendid ndidik ikaan Matematika Matematika Fakultas Fakultas Ilmu Tarbiyah Tarbiyah dan Keguruan Keguruan Universita Universitass Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta )
3. Tahun
: 2017
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Matematika merupakan disiplin ilmu yang amat dekat dan berperan penting dalam kehidupan. Pembelajaran matematika mencakup perilakuperilaku yang menekankan aspek intelektual yang diperlukan untuk dapat melakukan
manipulasi
matematika
dan
kemampuan
berpikir
dalam
matematika. Kemampuan pemecahan masalah menjadi aspek kognitif terpenting dalam pembelajaran matematika. Suatu kemampuan yang harus dikembangkan melalui pembelajaran matematika adalah pemecahan masalah. Kenyataan yang ada saat ini kemampuan pemecahan masalah matematik siswa Indonesia memang masih terbilang rendah. Hal ini dikarenakan alat evaluasi yang digunakan di Indonesia masih berupa soal-soal tingkat rendah. Oleh karena itu, dari permasalahan yang ada diperlukan suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yaitu pembelajaran matematika di kelas yang mendukung aktivitas siswa untuk dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran sehingga siswa menjadi subjek pembelajar bukan lagi objek pembelajar yang aktivitasnya terbatas. Salah satu model pembelajaran yang berpotensi mampu untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik adalah model flipped classroom tipe peer instruction flipped.
Pada model pembelajaran flipped classroom tipe peer instruction flipped , model tersebut dapat melatih siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran karena siswa akan mengkontruksi konsep yang dipelajari bersama temannya melalui kegiatan diskusi dan ConcepTest yang diberikan oleh guru. Keunikan model pembelajaran flipped classroom ini adalah dalam pembelajaran guru menggunakan bantuan perangkat multimedia dan teknologi yaitu video untuk bekal pengetahuan awal siswa sebelum pembelajaran kelas berlangsung. Guru dapat merekam materi yang biasa dijelaskan di depan kelas menjadi materi
berbentuk video. Video diberikan sebelum pembelajaran di kelas berlangsung dan video dapat didistribusikan dengan bantuan media chatting yang ada pada gadget siswa. Bertujuan agar timbul rasa simpatik pada diri siswa, dikarenakan matematika menjadi dekat dengan kehidupan dan manfaat lainnya ketika siswa datang ke kelas siswa sudah mengetahui materi apa yang akan dipelajari di kelas saat itu, sehingga pada saat pembelajaran di kelas siswa dapat memahami permasalahan yang diberikan secara spesifik dengan mengidentifikasi masalahmasalah yang disajikan secara individu. Selain itu, keuntungan yang diperoleh adalah waktu pembelajaran lebih efisien karena pada menit awal guru tidak lagi menghabiskan waktu menjelaskan konsep dasar terkait materi yang dipelajari. Pembelajaran flipped classroom akan membuat suasana pembelajaran di kelas lebih kondusif, tidak ada tekanan didalamnya karena semua siswa berhak mengemukakan pendapatnya, mentoleransi kesalahankesalahan yang terjadi selama proses pembelajaran. Beberapa tipe dari model pembelajaraan flipped classroom, peer instruction flipped yang paling berpotensi untuk meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah. Hal ini dikarenakan ketika di kelas siswa akan diberikan pembelajaran yang diawali dengan masalah konseptual yang akan dipelajari, siswa dilatih untuk memahami masalah serta merumuskan masalah yang diberikan melalui ConcepTest yang akan dijawab secara individu sehingga siswa akan terbiasa menjawab soal yang diberikan secara mandiri. Langkah selanjutnya adalah siswa saling berargumen dan berdiskusi terhadap jawaban ConcepTest yang telah dilakukan, siswa dilatih untuk mengemukakan konsep
yang mereka ketahui serta mendengarkan argumentasi dari teman yang lainnya sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuannya dalam menerapkan strategi penyelesaian yang paling tepat karena siswa akan memeriksa kebenaran
tiap
langkahnya
dengan
membandingkan
jawaban
yang
diperolehnya dengan jawaban teman yang lainnya. Melalui argumentasi yang diberikan siswa akan terbiasa untuk tidak lagi bergantung kepada guru dalam proses menjawab latihan soal karena setiap siswa wajib berargumen terhadap jawaban yang diberikan. Siswa dilatih secara logis untuk menarik kesimpulan
dari masalah yang diberikan. Siswa dengan pemahaman konsep yang benar cenderung akan mempertahankan argumentasi yang diberikan, dan siswa dengan jawaban yang salah akan mengetahui letak kesalahan yang dilakukan. Langkah selanjutnya adalah tes soal kedua, siswa diminta untuk menerapkan konsep yang telah didapat agar lebih menguatkan konsep yang telah mereka ketahui, pada tahap ini soal yang diberikan dapat berupa masalah non rutin atau soal serupa dengan konsep tes pertama namun ditambah unsurnya sehingga siswa akan terbiasa melatih dirinya untuk menyelesaikan masalah. Selain itu, langkah terakhir adalah tes pemahaman. Pada tes terakhir ini siswa diminta untuk menerapkan konsep yang telah dipelajari. Pada langkah ini siswa dapat dilatih untuk dapat memeriksa kembali hasil yang telah diperoleh melalui langkah penyelesaian lain ataupun bekerja mundur. Melalui semua langkah tersebut maka model pembelajaran flipped classroom tipe peer instruction flipped diduga dapat memberikan pengaruh positif terhadap kemampuan
pemecahan masalah matematik siswa. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian menggunakan model pembelajaran Classrooms Tipe Peer Instruction Flipped ini. B. Batasan Masalah
Agar penelitian terarah dan tidak terjadi penyimpangan terhadap masalah yang akan dibahas, maka peneliti memberikan batasan sebagai berikut : 1.
Pembelajaran yang dilakukan pada kelas eksperimen yaitu menggunakan model pembelajaran flipped classroom tipe peer instruction flipped. Adapun tahapannya meliputi: menonton video pembelajaran sebelum pembelajaran di kelas, menyelesaikan tes soal pertama (ConcepTest), saling beradu pendapat dan berdiskusi terkait jawaban tes soal pertama, menyelesaikan tes soal kedua untuk menguatkan konsep, pengukuran pemahaman siswa yang dilakukan di kelas pada akhir pelajaran (Latihan Soal).
2.
Pembelajaran yang dilakukan pada pada kelas kontrol menggunakan model pembelajaran konvensional yang biasa dilakukan di sekolah yaitu
pembelajaran ekspositori dengan pendekatan saintifik yang disesuaikan dengan kurikulum yang digunakan di sekolah. 3.
Penelitian ini menggunakan indikator pemecahan masalah matematik menurut Polya yang meliputi: Memahami masalah yang diberikan, membuat perencanaan pemecahan masalah, melakukan perhitungan terkait rencana yang diberikan dan meninjau kembali dari hasil yang diperoleh.
4.
Materi pada penelitian ini adalah peluang pada kelas XI semester genap 2016/2017.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1.
Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan model flipped classroom tipe peer instruction flipped?
2.
Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran konvensional?
3.
Apakah kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan model flipped classroom tipe peer instruction flipped lebih tinggi daripada kemampuan pemecahan masalah
matematik siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan model pembelajaran konvensional? D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1.
Menganalisis kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran flipped classroom tipe peer instruction flipped .
2.
Menganalisis kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang diajarkan dengan model konvensional.
3.
Membandingkan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran flipped classroom tipe peer
instruction flipped dengan siswa yang diajarkan menggunakan dengan
model konvensional. E. Manfaat Penelitian
Adapun beberapa manfaat yang didapat dengan adanya penelitian ini, antara lain: 1.
Bagi guru Bagi guru, sebagai bahan pertimbangan yang tepat bagi guru untuk menggunakan model flipped classroom tipe peer instruction flipped dalam proses pembelajaran
2.
Bagi sekolah Hasil penelitian ini menambah referensi model pembelajaran berbasis teknologi yang dapat digunakan sekolah dan diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran matematika di sekolah.
BAB II KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Teoritis
1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik a. Pengertian Pemecahan masalah Matematik b. Indikator Pemecahan Masalah Matematik 2. Model Pembelajaran Flipped Classroom Tipe Peer Instruction Flipped a. Pengertian Model Pembelajaran Flipped Classroom b. Pengertian peer instruction flipped c. Langkah-langkah Model pembelajaran flipped classroom tipe peer instruction flipped
3. Model Pembelajaran Konvensional B. Hasil Penelitian Relevan
Beberapa hasil penelitian yang relevan sebagai bahan penguat penelitian terkait dengan penerapan model pembelajaran Flipped Classroom tipe Peer Instruction Flipped. Peneltian pada tahun 2013 yang dilakukan oleh Angra
Meta Ruswana dengan judul “Penerapan Peer Instruction With Structured Inquiry (PISI) untuk Meningkatkankan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan
Masalah Matematis Siswa”. Penelitian dilakukan di salah satu
sekolah SMP kelas VIII di Ciamis pada materi bangun ruang. Berdasarkan pengolahan data diperoleh hasil bahwa kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran PISI lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional, namun masih berada pada klasifikasi sedang, namun untuk kemampuan pemecahan masalah matematik cenderung sama seperti pembelajaran konvensional. Penelitian selanjutnya pada tahun 2014 yang dilakukan oleh Yeni Merlin
Djajalaksana dengan judul “Penerapan Konsep ‘Flipped Classroom’ untuk Mata Kuliah Statistika dan Probabilitas di Program Studi Sistem Informasi”. Penelitian dilakukan pada universitas terletak di Bandung pada mata kuliah statistika dan probabilitas. Kesimpulan dari penelitiannya adalah nilai
mahasiswa meningkat secara signifikan dari rata-rata sebesar 64,3 menjadi rata-rata sebesar 75,3. Selain itu, mahasiswa memiliki persepsi positif dengan penambahan materi melalui video dan latihan-latihan, dengan adanya pembelajaran flipped classroom sebagian besar mahasiswa merasa lebih memahami materi dan menilai bahwa video yang dibagikan telah membantu pemahaman mereka atas materi yang diajarkan. C. Kerangka Berpikir
Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting. Kenyataan yang ada pembelajaran matematika di kelas saat ini siswa sering sekali bergantung pada guru pada proses latihan soal yang diberikan guru terutama masalah non rutin, siswa cenderung pasif dalam pembelajaran karena pembelajaran lebih sering berpusat pada guru dan masih banyak permasalahan lain yang telah dipaparkan. Pada akhirnya, siswa menjadi kurang terlatih untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalahnya serta kurang mengaplikasi konsep yang telah dipelajari. Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah yang harus dikembangkan, dengan kemampuan pemecahan masalah siswa dapat lebih logis dan objektif dalam mengambil setiap keputusan yang diambilnya. Siswa dilatih untuk memahami masalah, membuat perencanaan, menyelesaikan dan mengkaji kembali langkah penyelesaian yang diambilnya. Salah satu upaya yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yaitu dengan menggunakan Flipped Classroom tipe Peer Instruction Flipped . Pada langkah awal guru memberikan video
pembelajaran mengenai topik yang akan dipelajari di kelas pada pertemuan sebelumnya. Melalui video yang diberikan tersebut diharapkan ketika di kelas siswa akan memiliki kesempatan untuk lebih aktif dan memberikan waktu yang lebih banyak untuk memahami dan menyelesaikan suatu permasalahan yang diberikan di dalam kelas. Siswa dapat secara aktif mengkontruksi pengetahuan dengan bertanya dan mengemukakan konsep yang didapat dalam tayangan
video yang telah ditontonnya. Pemberian video sebelum pembelajaran berlansung dapat melatih siswa untuk memahami masalah yang diberikan. Langkah kedua yaitu tes soal pertama yang mengajarkan konsep (ConcepTest). Guru memberikan tes soal pertama agar mengetahui sejauh mana siswa paham materi yang akan dipelajari. Langkah selanjutnya yaitu siswa saling berargumen dan mendiskusikan jawaban dari tes soal pertama, dari tahap ini siswa dilatih untuk dapat berperan aktif selama proses pembelajaran. Siswa kembali mengerjakan soal serupa namun secara berkelompok, melalui lembar kerja yang diberikan siswa dapat mendiskusikan dan mendapatkan konsep dari pokok bahasan yang diberikan. Pada tahap ini setiap siswa dapat mengemukakan pendapatnya melalui serangkaian diskusi, siswa dalam kelompok saling meyakinkan jawaban yang diperoleh. Tahap selanjutnya adalah konsep tes kedua, pada tahap tes soal kedua siswa kembali diberikan sebuah soal yang wajib dikerjakan secara individu, tes soal kedua merupakan soal lanjutan dari tes soal pertama, masalah yang diberikan serupa dengan tes soal pertama namun ditambah unsurnya, pada tahap ini siswa kembali dilatih untuk memahami masalah, membuat rencana dan melakukan perhitungan.
Langkah terakhir yaitu penilaian pemahaman siswa diakhir
materi bab pembelajaran. Pada tahap ini, siswa kembali diberikan soal terkait dengan materi yang telah dipelajari. Siswa dilatih untuk memilih dan menerapkan langkah penyelesaian yang paling tepat untuk menyelesaikan masalah yang diberikan serta melakukan peninjauan kembali terhadap hasil yang telah diperoleh. Beberapa masalah yang diberikan pada tahap terakhir merupakan masalah non rutin yang penyelesaiannya dapat melihat sejauh mana pemahaman siswa terkait materi yang dipelajari. Secara sederhana kerangka berpikir penelitian pada penelitian ini dapat disajikan pada Gambar berikut.
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Rendah Siswa memonton video pembelajaran dirumah
Tes soal pertama yang mengajarkan konsep Model Pembelajaran Flipped Classroom Tipe Peer Instruction Flipped
Saling berargumen terkait tes soal yang diberikan
Memahami masalah
Membuat rencana penyelesaian
Melakukan perhitungan
Kemampuan pemecahan masalah
Tes soal kedua yang menguatkan konsep
Penilaian pemahaman siswa diakhir BAB pembelajaran
Meninjau kembali langkah penyelesaian
Gambar Kerangka Berpikir Penelitian D. HIPOTESIS PENELITIAN
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini
adalah “kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran flipped classroom tipe peer instruction flipped lebih tinggi dari pada kemampuan pemecahan masalah matematik
siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran konvensional”
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Parung yang beralamat di Jl. Waru Jaya No.17 Kec. Parung Bogor. Waktu penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2016/2017, yaitu dimulai pada tanggal 16 Januari sampai tanggal 22 Februari 2016. Jadwal pelaksanaan penelitian secara lengkap disajikan dalam Tabel 3.1 berikut. Tabel 3.1
No
Jenis Kegiatan
Waktu Penelitian Oktober
November
Januari
Februari
√
1
Persiapan dan Perencanaan
2
Observasi (studi lapangan)
3
Pelaksanaan Pembelajaran
√
4
Analisis Data
√
5
Laporan Penelitian
√ √ √
B. Variabel dan Definisi Operasional
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan motode penelitian ini adalah quasi experimental . Pengontrolan hanya dilakukan terhadap satu variabel saja, yaitu variabel yang dianggap paling dominan. 1 Penelitian ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. C. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Randomized Posstest Only Control Design . Pada desain ini terdapat dua kelompok yang
dipilih secara acak.2 Pemilihan desain ini karena peneliti hanya ingin melihat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika setelah diberi perlakuan. Desain penelitian tersebut disajikan pada Tabel 3.2 berikut:
Tabel 3.2 Desain Penelitian Kelas
Perlakuan
Post Test
(R)E
XE
T
(R)K
XK
T
Keterangan : R
: Pemilihan subjek secara random
XE : Perlakuan yang diberikan kepada kelompok eksperimen yaitu dengan model pembelajaran flipped classroom tipe peer instruction flipped. XK : Perlakuan yang diberikan kepada kelompok kontrol yaitu dengan model pembelajaran konvensional. T
: Pemberian tes kemampuan pemecahan masalah matematik kepada kelompok kontrol dan eksperimen.
Pada desain ini terdapat dua kelompok, kelompok pertama diberi perlakuan dan kelompok yang lain tidak diberi perlakuan. Kelompok pertama adalah kelas eksperimen yang dalam proses pembelajarannya diberi perlakuan dengan model pembelajaran flipped classroom tipe peer instruction flipped , sedangkan kelompok kedua adalah kelas kontrol yang dalam proses pembelajaran diberi perlakuan dengan model pembelajaran konvensional. D. Populasi dan Sampel 1. Populasi
Populasi adalah suatu himpunan dengan sifat-sifat yang ditentukan oleh peneliti sedemikian rupa sehingga setiap individu/variabel/data dapat dinyatakan dengan tepat apakah individu tersebut menjadi anggota atau tidak.3 Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI di SMA Negeri 1 Parung.
2. Sampel
Sampel adalah himpunan bagian atau sebagian dari populasi yang karakteristiknya benar-benar diselidiki.4 Sampel dari penelitian ini diambil dari populasi seluruh siswa kelas XI SMA Negeri 1 Parung, sampel diambil sebanyak dua unit kelas dari beberapa kelas XI dengan menggunakan Cluster Random Sampling yaitu pengambilan sampel dari populasi yang
dilakukan dengan merondom kelas, dengan mengambil dua kelas secara acak dari 5 kelas yang memiliki karakteristik yang homogen/relatif homogen (tidak ada kelas unggulan) terpilih XI IPA 3 sebagai kelas kontrol dan XI IPA 4 sebagai kelas eksperimen. E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tes kemampuan pemecahan masalah matematik. F. Teknik Pengumpulan Data
Data diperoleh dari hasil tes yang diberikan kepada kedua kelompok sampel di akhir materi pembelajaran. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengumpulan data diantaranya: 1.
Variabel yang diteliti Variabel dalam penelitian ini adalah model flipped classroom tipe
peer
instruction
filiped
sebagai
variabel
independen.
Kemampuan pemecahan masalah matematik siswa sebagai variabel dependen. 2.
Sumber data Sumber data penelitian ini adalah siswa dan guru. Siswa sebagai sampel penelitian dan guru yang menjadi sumber data adalah guru mata pelajaran matematika.
3.
Instrumen penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen
yang
mengukur
kemampuan
pemecahan
masalah
matematik siswa. Instrumen penelitian ini dibuat dalam bentuk uraian (essay).
G. Teknik Analisis Data 1. Uji Normalitas
Uji Normalitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Jika data kedua kelompok berdistribusi normal maka dalam menguji perbedaan dua rata-rata digunakan analisis parametrik ( Independent sample t-test ). Jika terdapat data yang berdistribusi tidak normal maka dalam pengujian perbedaan dua rata-rata digunakan uji non-parametrik. Pengujian normalitas data hasil penelitian ini menggunakan uji shapiro-Wilk karena jumlah siswa tiap kelas kurang dari 50 orang. Sebelum melakukan pengujian, terlebih dahulu hipotesis statistiknya yaitu sebagai berikut: H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. H1 : sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal.
Untuk memutuskan hipotesis mana yang dipilih, mengacu pada nilai yang ditunjukan oleh nilai Sig. atau p-value pada output yang dihasilkan pada tabel Test of Normality dengan kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut:18 a) Jika signifikansi (p-value)
> α (0,05) maka H 0 diterima yaitu
sampel berasal dari populasi berdistribusi normal b) Jika signifikansi (p-value)
≤ α (0,05) maka H0 ditolak, yaitu sampel
berasal dari populasi berdistribusi tidak normal. 2. Uji Homogenitas Varians
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah kelompok eksperimen dan kontrol memiliki varian yang sama (homogen). Uji homogenitas varians menggunakan Levene Statistic yang terdapat pada perangkat lunak SPSS. Sebelum melakukan pengujian ditetapkan terlebih dahulu hipotesis statistikanya yaitu sebagai berikut : a) H0 :
1
2
=
2
2
(varians kemampuan pemecahan masalah matematik
kedua kelompok homogen).
b) H1 :
1
2
≠
2
2
(varians kemampuan pemecahan masalah matematik
kedua kelompok tidak homogen). Untuk memutuskan hipotesis mana yang dipilih, mengacu pada nilai yang ditunjukan oleh Sig. pada output tabel Levene’s Tes for Equality of Variances dengan kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut:
a) Jika signifikansi (p- value)
> α (0,05) maka H 0 diterima, yaitu
varians nilai kemampuan pemecahan masalah matematik kedua kelompok homogen. b) Jika signifikansi (p-value)
≤ α (0,05) maka H0 ditolak, yaitu varians
nilai kemampuan pemecahan masalah matematik kedua kelompok tidak homogen. 3. Uji Hipotesis Penelitian
Setelah dilakukan uji prasyarat hipotesis, maka dapat dilanjutkan uji hipotesis statistiknya, yaitu sebagai berikut: 1. Jika
hasil
uji
prasyarat
analisisnya
menunjukkan
populasi
berdistribusi normal, maka untuk menguji hipotesis digunakan analisis Independent Sample T Test yang terdapat pada perangkat lunak SPSS. Untuk populasi yang homogen maka lihat baris Equal variances assumed sedangkan jika populasi tidak homogen maka
lihat baris Equal variances not assumed . 2. Jika hasil uji prasyarat menunjukan populasi berdistribusi tidak normal maka untuk menguji hipotesis digunakan analisis non parametric Mann-Whitney (uji-U) yang terdapat pada perangkat lunak SPSS. Jika populasi sudah menunjukan distribusi ti dak normal kemudian diuji homogenitas varians kelompok homogen atau heterogen tetap dilakukan uji non-parametrik. Perumusan hipotesis statistic adalah sebagai berikut: H0 :
1
≤
2
H1 :
1
>
2
Keterangan : H0 : rata-rata nilai kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yag diajar dengan model pembelajaran flipped classroom tipe peer instruction flipped lebih rendah sama dengan rata-rata nilai
kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional. H1 : rata-rata nilai kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yag diajar dengan model pembelajaran flipped classroom tipe peer instruction flipped lebih tinggi daripada rata-rata nilai kemampuan
pemecahan masalah matematik siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional. Untuk memutuskan hipotesis dengan menggunakan uji t yaitu dengan mengacu pada nilai yang ditunjukan Sig.(2-tailed) yang terletak pada baris Equal variances assumed atau Equal variances not assumed , sedangkan
untuk memutuskan hipotesis dengan menggunakan Mann-Withney mengacu pada nilai yang ditunjukkan Asymp. Sig. (2-tailed). Pada output yang dihasilkan kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut : 1. Jika signifikansi p-value (sig 2 – tailed)/2 ≤
α (0,05) maka H0 ditolak,
yaitu rata-rata nilai kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yag diajar dengan model pembelajaran flipped classroom tipe peer instruction flipped lebih tinggi daripada rata-rata nilai kemampuan
pemecahan masalah matematik siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional. 2. Jika signifikansi p-value (sig 2-tailed)/2
> α (0,05) maka H 0 diterima,
yaitu rata-rata nilai kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yag diajar dengan model pembelajaran flipped classroom tipe peer instruction flipped lebih kecil sama dengan daripada rata-rata nilai
kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di SMAN 1 Parung untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran flipped classroom tipe peer instruction flipped terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik siswa pada materi peluang didapat kesimpulan sebagai berikut: 1. Kemampuan
pemecahan
masalah
matematik
siswa
yang
diajar
menggunakan model pembelajaran flipped classroom tipe peer instruction flipped memiliki rata-rata hasil tes kemampuan pemecahan masalah
matematik siswa sebesar 72,72. Pencapaian paling tinggi terdapat pada indikator memahami masalah, sedangkan yang paling rendah terdapat pada indikator peninjauan kembali. Adapun pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematik siswa pada indikator memahami masalah sebesar 85%, indikator
membuat
rencana
penyelesaian
sebesar
75%,
indikator
melaksanakan rencana/melakukan perhitungan sebesar 77% dan indikator meninjau kembali langkah penyelesaian sebesar 51%. 2. Kemampuan
pemecahan
masalah
matematik
siswa
yang
diajar
menggunakan model pembelajaran konvensional memiliki rata-rata hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematik siswa sebesar 62.94. Pencapaian paling tinggi terdapat pada indikator memahami masalah, sedangkan yang paling rendah terdapat pada peninjauan kembali langkah penyelesaian. Adapun pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematik siswa pada indikator memahami masalah sebesar 76%, indikator
membuat
rencana
penyelesaian
sebesar
64%,
indikator
melaksanakan rencana/melakukan perhitungan sebesar 68% dan indikator meninjau kembali langkah penyelesaian sebesar 43%. 3. Kemampuan pemecahan masalah matematik siswa kelas eksperimen yang diajar menggunakan model pembelajaran flipped classroom tipe peer instruction flipped lebih tinggi dari kelas kontrol yang diajar menggunakan
model pembelajaran konvensional. Hal ini berdasarkan analisis hasil posttest menggunakan uji-t yang didapatkan hasil bahwa kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang diajar dengan model pembelajaran flipped classroom tipe peer instruction flipped lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional. B. Saran
Berdasarkan hasil temuan penulis selama penelitian berlangsung, ada beberapa saran dari penulis terkait dengan penelitian ini diantaranya: 1. Bagi guru, berdasarkan hasil penelitian ini model pembelajaran flipped classroom
tipe
peer
instruction
flipped
mampu
meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematik siswa, sehingga model tersebut dapat dijadikan salah satu alternatif pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru. Model pembelajaran flipped classroom tipe peer instruction flipped dalam penerapannya perlu lebih banyak adanya peran serta guru, terutama dalam tahapan tes konsep tes I dan proses saling berargumen terhadap hasil yang diperoleh dari konsep tes I karena masih banyak siswa yang kesulitan pada tahap tersebut. 2. Bagi sekolah, agar lebih mengembangkan sarana dan prasarana agar mendukung pengembangan pembelajaran dan hasil penelitian diharapkan mampu memberikan sumbangan dalam perbaikan dan peningkatan pembelajaran disekolah. Sarana yang perlu dipertimbangkan terkait penerapan model pembelajaran flipped classroom tipe peer instruction flipped adalah diperlukannya proyektor dalam proses pembelajaran.
TUGAS INDIVIDU MATA KULIAH METODE PENELITIAN
OLEH : PUTU WIRANTO PRANATA A1I115108
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2017