TINJAUAN BEDAH ORTHOPEDI
A. Pengertian Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Sjamsuhidajat, 2004). Sedangkan cruris adalah tungkai bawah yang terdiri dari dua tulang panjang yaitu tulang tibia dan fibula. Lalu 1/3 distal dextra adalah letak suatu patahan terjadi pada 1/3 bawah dari tungkai sebelah kanan. Jadi pengertian dari fraktur cruris 1/3 distal dextra adalah patah tulang yang terjadi pada tulang tibia dan fibula yang terletak pada 1/3 bagian bawah sebelah kanan. (Price, 1994) Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulng tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang diabsorbsinya. (Brunner & Suddart, 2000)
B. Jenis Fraktur (Doengoes, Fraktur (Doengoes, 2000) 1. Fraktur komplet
: Patah pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya mengalami pergeseran. 2. Fraktur tidak komplet :
Patah hanya pada sebagian dari garis tengah
tulang 3. Fraktur tertutup
: Fraktur tapi tidak menyebabkan robeknya kulit
4. Fraktur terbuka
: Fraktur dengan luka pada kulit atau membran
mukosa sampai ke patahan tulang. 5. Greenstick
: Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah,sedang
sisi lainnya membengkak. 6. Transversal
: Fraktur sepanjang garis tengah tulang
7. Kominutif
: Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa
frakmen
8. Depresi
: Fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke
dalam 9. Kompresi
: Fraktur dimana tulang mengalami kompresi
(terjadi pada tulang belakang) 10. Patologik
: Fraktur yang terjadi pada daerah tulang oleh
ligamen atau tendo pada daerah perlekatannnya.
C. Etiologi Menurut E, Oeswari etiologi dari fraktur antara lain: 1. Trauma langsung menyebabkan fraktur pada titik terjadinya trauma itu 2. Gerakan pintir mendadak 3. Kontraksi otot ekstem 4. Keadaan patologis : osteoporosis, neoplasma
D. Manifestasi Klinis Menurut Black,1993 manifestasi klinis dari fraktur cruris adalah: 1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang diimobilisasi, hematoma, dan edema 2. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah 3. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur 4. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya 5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit
E. Penatalaksanaan (Doengoes, 2000) 1. Reduksi fraktur terbuka atau tertutup : tindakan manipulasi fragmenfragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak semula 2. Imobilisasi fraktur. Dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna 3. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi a.
Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan
b. c.
Pemberian analgetik untuk mengerangi mengerangi nyeri Status neurovaskuler (misal: peredarandarah, nyeri, perabaan gerakan) dipantau
d.
Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalakan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah
F. Komplikasi (Doengoes, 2000) 2. Malunion : tulang patah telahsembuh dalam posisi posisi yang tidak seharusnya. 3. Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjlan tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. 4. Non union : tulang yang yang tidak menyambung kembali
ANATOMI FISIOLOGI
A.
Anatomi Fisiologi 1. Tulang Tulang adalah jaringan ikat yang bersifat kaku dan membentuk bagian terbesar kerangka, serta merupakan jaringan penunjang tubuh utama. (Keith L. Moore, 2002:8) Tulang berguna untuk : a. Melindungi struktur vital b. Menopang tubuh c. Mendasari gerak secara mekanis d. Membentuk sel darah (sumsum tulang merah adalah tempat dibentuknya sel darah merah, beberapa limfosit, sel darah putih granulosit dsan trombosit) e. Menimbun berbagai mineral (kalsium, fosfor dan magnesium) Bentuk Tulang Tulang dalam tubuh setiap makhluk memiliki bentuk yang beranekaragam termasuk tulang manusia. Tulang pada tubuh manusia terdiri dari beberapa macam yaitu: a. Tulang Pipa atau Tulang Panjang (Long Bone) Sesuai dengan namanya tulang pipa memiliki bentuk seperti pipa atau tabung dan biasanya berongga. Diujung tulang pipa terjadi perluasan yang berfungsi untuk berhubungan dengan tulang lain. Tulang pipa terbagi menjadi tiga bagian yaitu: bagian tengah disebut diafisis, kedua ujung disebut epifisis dan diantara epifisis dan diafisis disebut cakra epifisis. Beberapa contoh tulang pipa adalah pada tulang tangan diantaranya tulang hasta (ulna), tulang pengumpil (radius) serta tulang kaki diantaranya tulang paha (femur), dan tulang kering (tibia). Tulang Pipa terbagi menjadi 3 bagian yaitu : Bagian ujung yang disebut EPIFISE, bagian tengah yang disebut DIAFISE, di pusatnya terdapat rongga yang berisi sumsum tulang.
Rongga terbentuk karena aktivitas osteoklas (perombak tulang). Di antara epifise dan diafise terdapat cakram epifise. Cakram ini kaya akan osteoblas dan menentukan pertumbuhan tinggi. Sumsum Tulang ada dua jenis yaitu : 1) Sumsum tulang merah (Medulla Ossium Rubba) 2) Sumsum tulang kuning (Medulla Ossium Flava) 3) Tulang Pipih (Flat Bone) Bentuk tulang yang kedua yaitu tulang pipih. Tulang pipih tersusun atas dua lempengan tulang kompak dan tulang spons, didalamnya terdapat sumsum tulang. Kebanyakan tulang pipih menyusun dinding rongga, sehingga tulang pipih ini sering berfungsi sebagai pelindung atau memperkuat. Contohnya adalah tulang rusuk (costa), tulang belikat (scapula), tulang dada (sternum), dan tulang tengkorak. b. Tulang Pendek (Short Bone) Dinamakan tulang pendek karena ukurannya yang pendek dan berbentuk kubus umumnya dapat kita temukan pada pangkal kaki, pangkal lengan, dan ruas-ruas tulang belakang. c. Tulang Tak Berbentuk (Irreguler Bone) Tulang tak berbentuk memiliki bentuk yang tak termasuk ke dalam tulang pipa, tulang pipih, dan tulang pendek. Tulang ini terdapat di bagian wajah dan tulang belakang. Gambar tulang wajah (bagian mandibula) di samping termasuk tulang irreguler. Tulang menurut bahan pembentuknya, tulang dapat dibedakan menjadi tulang rawan (kartilago) dan tulang keras (= tulang/osteon) a. Tulang rawan Tulang rawan bersifat lentur, tersusun atas sel-sel tulang rawan (kondrosit) yang mensekresikan matriks (kondrin) berupa hialin atau kolagen. Rawan pada anak berasal dari mesenkim dengan kandungan kondrosit lebih banyak dari kondrin. Sebaliknya, pada orang dewasa
kondrin lebih banyak dan rawan ini berasal dari selaput tulang rawan (perikondrium) yang banyak mengandung kondroblas (pembentuk kondrosit).Tulang rawan pada dewasa antara lain terdapat pada cincin batang tenggorokan dan daun telinga. Matriks tulang rawan merupakan campuran protein dengan polisakarida yang disebut kondrin.
Tulang rawan ada tiga tipe yaitu: hialin, elastik dan serat. 1) Tulang Rawan Hialin Matriksnya memiiki serat kolagen yang tersebar dalam bentuk anyaman halus dan rapat. Terdapat pada saluran pernapasan dan ujung tulang rusuk. Tulang rawan hialin bening seperti kaca. 2) Tulang Rawan Elastik Susunan polikandrium, matriks , sel dan lacuna tulang rawan elastic sama dengan tulang rawan hialin. Akan tetapi serat kolagen tulang rawan elastic tidak tersebar dan nyata seperti pada tulang rawan hialin. Bentuk serat – serat elastic bergelombang . tulang rawan elastic terdapat pada epiglottis dan bagian luar telinga. 3) Tulang Rawan Fibrosa (Fibrokartilago) / Serat Matriksnya mengandung serabut kolagen kasar dan tidak teratur; terletak di perlekatan ligamen, sambungan tulang belakang, dan simfisis pubis. Sifat khas dari tulang rawan ini adalah lakuna – lakunanya bulat atau bulat telur dan berisi sel – sel (kondrosit). Kartilago pertama kali muncul pada embrio yang berumur lima minggu. Pertumbuhannya dimulai dengan kondensasi dari mesenkim yang menghasilkan pusat kondrifikasi (chondrification centre). Selsel mesenkim ini kemudian berproliferasi serta berdiferensiasi menjadi chondroblast. Chondroblast selanjutnya mensekresikan
serat-serat kolagen dan substansi dasar matirks. Chondroblast yang dikelilingi sekretnya ini disebut dengan chondrocyte. Chondrocyte akan terus menerus mengeluarkan matriks sehingga chondrocyte yang berdekatan akan saling mendorong. Lewat peristiwa ini, yang disebut pertumbuhan interstitial, kartilago akan bertambah panjang. Sel-sel mesenkim yang letaknya di perifer akan berdiferensiasi menjadi fibroblast. Fibroblast akan membuat suatu jaringan ikat kolagen yang padat, perichondrium. Lewat mekanisme yang mirip dengan pertumbuhan interstitial, osteoblast di perichondrium akan memperlebar diameter (pertumbuhan ke arah perifer) dari kartilago, yang disebut pertumbuhan aposisional. b. Tulang keras (Osteon) Bersifat keras dan berfungsi menyusun berbagai sistem rangka. Pembentukan tulang keras berawal dari kartilago (berasal dari mesenkim). Kartilago memiliki rongga yang akan terisi oleh osteoblas (sel-sel pembentuk tulang). Osteoblas membentuk osteosit (sel-sel tulang). Setiap satuan sel-sel tulang akan melingkari pembuluh darah dan serabut saraf membentuk SISTEM HAVERS. Matriks akan mengeluarkan kapur dan fosfor yang menyebabkan tulang menjadi keras. tersusun dari bagian – bagian sebagai berikut: 1) Ostreoprogenator,
merupakan
sel
khusus
yaitu
derivate
mesenkima yang memiliki potensi mitosis yang mampu berdiferensiasi
menjadi
osteoblas
terdapat
dibagian
luar
membrane ( periosteum) 2) Osteoblas merupakan sel tulang muda yang akan membentuk osteosit. 3) Osteosit merupakan sel – sel tulang dewasa. 4) Osteoklas merupakan sel yang berkembang dari monosit dan terdapat disekitar permukaan tulang . fungsi osteoklas untuk perkembangan, pemeliharaan , perawatan dan perbaikan tulang.
2. Sendi Sendi adalah suatu ruangan, tempat satu atau dua tulang berada saling berdekatan. Fungsi utama sendi adalah memberi pergerakan dan fleksibilitas dalam tubuh. 3. Otot Otot
ialah
jaringan
yang
mempunyai
kemampuan
khusus
yaitu
berkontraksi dan dengan jalan demikian maka gerakan terlaksana. Otot dibagi dalam tiga kelompok, dengan fungsi utama untuk kontraksi dan menghasilkan pergerakan sebagain atau seluruh tubuh. 4. Ligamen Ligamen adalah sekumpulan jaringan fibrosa yang tebal yang merupakan akhir dari suatu otot dan berfungsi mengikat suatu tulang. 5. Tendon Tendon adalah suatu perpanjangan dari pembungkus fibrosa yang membungkus setiap otot dan berkatian dengan periosteum jaringan penyambung yang mengelilingi tendon, khususnya pada pergelanan tangan dan tumit. 6. Fasia Fasia adalah suatu permukaan jaringan penyambung longgar yang didapatkan langsung di bawah kulit sebagai fasia superfisial (sebagai pembungkus tebal) jaringan penyambung fibrosa yang membungkus otot, saraf dan pembuluh darah. 7. Bursae Bursae adalah suatu kantong kecil dari jaringan penyambung, yang digunakan di atas bagian yang bergerak.
B.
Perubahan Patologi atau Patofisiologi Tulang bersifat terlalu rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan daya tahan pegas untuk menahan tekanan, tulang yang mengalami fraktur, biasanya diikuti kerusakan jaringan sekitarnya. Fraktur ini suatu permasalahan yang kompleks karena pada fraktur tersebut tidak dilukai luka terbuka,
sehingga dalam mereposisi fraktur tersebut perlu pertimbangan dengan fiksasi yang baik agar tidak timbul komplikasi selama reposisi. Penggunaan fiksasi yang tepat yaitu dengan internal fiksasi jenis plate and screw. Dilakukan operasi terhadap tulang ini bertujuan mengembalikan posisi tulang yang patah ke normal atau posisi tulang sudah dalam keadaan sejajar sehingga akan terjadi proses penyambungan tulang, yang menurut (Appley, Ronald, 1995). Stadium penyembuhan fraktur melalui beberapa tahap antara lain dapat dilihat pada tabel: Tahap-tahap atau proses penyembuhan tulang Hematoma
Proliferasi
Kalsifikasi
Konsolidasi
Remodeling
Sel-sel
Jaringan
Callus yang
Tulang
mengenai
periosteum
seluler yang
belum
menyambung
pembuluh
dan
keluar dari
masak akan
atau
darah
endosteum
masing-
membentuk
membentuk
paling
masing
callus
baik dari luar
menonjol
fragmen
maupun dari
pada tahap
yang sudah
dalam canalis
proliferasi
matang
medularis.
Proliferasi
Sel-sel
Berlangsung Osteoblast
dari sel-sel
memberi
bertahap
dalam
perlengkapan dan
periosteum
untuk
berubah-
tulang yang
yang
osteoblast.
ubah
lebih.
Tulang Tulang patah
Terbentuk hematoma di sekitar pepatahan
menutupi fraktur, selsel ini merupakan tumbuhnya
mengabsorbsi pembentukan
osteoblast Hematoma
Akan
Condoblast
Adanya
Berlangsung
dibentuk
melepaskan
membentuk
aktivitas
selama 24
jaringan
unsur-unsur
callus yang
osteoblast
minggu
lunak di
intraseluler
belum masak
menjadi
sampai 1
sekitarnya
dan
dan
tulang lebih
tahun
kemudian
membentuk
kuat dan
menjadi
jendolan.
masa
fragmen
strukturnya
lain
berlapislapis
Permukaan tulang yang
Berlangsung
patah tidak
selama 3-4
mendapatkan hari
Adanya
Berlangsung
rigiditas
setelah 12-
pada fraktur
14 minggu
supplay Berlangsung Berlangsung selama24 jam setelah terjadi perpatahan
selama 6-12 minggu
Tahap-tahap atau proses penyembuhan otot Peradangan Otot Radang adalah
Proliferasi
Remodeling
Terjadinya perbaikan jaringan
Terjadi
mekanisme
epitelium dan jaringan
pembentukan
pertahanan diri
penghubung (connectifity).
matrik jaringan
pada otot yang terluka.
Epitelium adalah lapisan yang membentuk epidemis kulit
Reaksi radang
dan lapisan permukan
menyebabkan
mukosa.
musnahnya agen yang membahayakan dan mencegah
atau diganti yang baru. Tanda-tanda
jaringan kolagen
fibriosis serta
jaringan ekstra selular.
jaringan
daerah yang mengalami
cidera diperbaiki
jaringan parut,
jaringan yang terdapat pada
luas.
jaringan yang
penguatan
dilepaskan oleh
Fibriobrasi akan berguna pada
menyebabkan
sebagai fase
Jaringan penghubung adalah
penyebaran yang
Radang juga
connective dan
peradangan dengan
connective masih bersifat lunak.
membentuk fibrin, lalu akan
Organisasi
membentuk jaringan parut
sejajar masih
yang akan menyokong tensil
terbentuk pada
strength untuk perbaikan.
permukaan luka
Disaat yang bersamaan sel endotel baru berkembang.
sehingga akan memelihara tensil strength.
radang: Bengkak
Setelah berlangsung selama 7
(tumor), berwarna
hari degenerasi protein
kemerahan
miofibril akan berlangsung
(rubon), panas
secara perlahan-lahan yang
(kalor), gangguan
diikuti dengan serangan
gerak (fungsiolesi) phagocytic.
Namun kekuatan maximum dari jaringan parut hanya 70% dari jaringan normal.
Sel-sel otot yang mati akan berpindah.
Tahap-tahap atau proses penyembuhan kulit Radang Kulit Pada 24 jam pertama
Poliferasi
Cicatrik
Setelah 3-9 hari epitel
Merupakan
akan mengalami reaksi
akan menutup kembali
fase
radang yang mendadak.
keratin dan meluasnya
pembentukan
permukaan luka yang
jaringan parut
berkembang.
permanen
Hal-hal di bawah merupakan kejadian hislogik yang terjadi 48
Epidermis yang
jam pertama
berhubungan dengan
penyembuhan luka.
selokan berkurang
8 jam, meluasnya area jaringan yang mengalami nekrosis pada kedua sisi sayatan.
karena mutasi atau perpindahan, dari fibrobast dan terisi oleh jaringan granulasi, jaringan granulasi
16 jam epitelium yang
tersusun dari
terletak antara jaringan
epitelialossel.
yang masih hidup dengan jaringan nekrotik mengalami penebalan 24 jam ke 2, epitel yang berasal dari jaringan epitel yang masih hidup dan berinvasi mendekatkan
jaringan parut tersebut akan berkonstruksi dan pembuluh darah yang terdapat didalamnya akan dilenyapkan, sehingga jaringan parut
Fibroblast yang
berubah putih,
melepaskan collagen
colagen
yang digunakan untuk
menjadi kuat,
pembentukan bekas
bekas luka
luka dan kapiler
tidak bisa
membantu terbentuknya
dihilangkan.
jaringan parut yang
Berlangsung beberapa
ke 2 ujungnya.
kemerahan.
40 sampai 48 jam
Jarinan garnulasi akan
kedua, epitel tersebut
terbentuk berdasarkan
akan bertemu dan
terjadinya luka.
membuang nekrotik dari lapisan jaringan yang keraktiosa, lalu keduanya bergabung dan menyatu di bawah luka dengan memutuskan hubungan pada luka yang
minggu sampai beberapa bulan
Sebelum permukaan epitel tersebut terbentuk, jaringan granulasi yang baru bergabung dengan fibroblast dan kapiler akan berangsur pulih.
bertujuan mengeluarkan
Lalu secara berangsur-
perompeng.
angsur akan terjadi konstruksi pada luka dipermukaan epitelium.
Tahap-tahap atau proses penyembuhan jaringan lunak Jaringan lunak Peradangan
Siklus perlukaan menyebabkan reaksi dari jaringan mengakibatkan merusak sel karena trauma, infeksi, ischemia, sekunder atau agen fisik. Reaksi radang untuk memulai proses healing, tetapi proses healing tidak terjadi sampai reaksi peradangan reda. Dengan dimulainya respon peradangan maka siklus perlukaan telah terlihat Dalam persendian dan struktur peri artikuler reaksi
jaringan
mengarah
kepada
reaksi
yang berlebihan,
synovial menjadi hipertensi, kadang hematrosis dan akhirnya proses ini tidak terlewati akan terjadi degenerasi. Jaringan lunak lainnya reaksi salah satunya adalah oedem dan kadang disertai hemorage. Perubahan ini membuat peradangan mengarah pada nyeri dan protektif spastic Pembekuan
Dengan adanya luka yang diikuti pendarahan dan vasokontriksi pada pembuluh darah. Mekanisme pembekuan, biasanya selesai selama 5 menit tetapi dapat memakan 24 sampai 38 jam Tromboplastin, tromboplastin (plasma protein) menjadi trombin dibantu enzim trombo plastin dan lonca trombin serta fibrinogen bergabung membentuk fibrin yang akhirnya fibrin bersama platelest menjadi bekuan darah.
Reconstitution Dengan of communty
istirahat
dan
terapi
yang
adekuat
akan
mempercepat penanganan sehingga respon penyembuhan dapat terjadi. Berpengaruh terhadap perbaikan, regenerasi, hypertrophy, pengurangan nyeri, pengembalian ROM, menjadikan jaringan normal, perbaikan kekuatan, perbaikan pola gerakan normal
Tahap-tahap atau proses penyembuhan syaraf Syaraf
Jaringan lunak Proses penyembuhan neufibril bagian proksimal cidera menuju distal. Pembentukan selubung myelin dari selubung chutan terus berkembang, neurofibril tumbuh di sekeliling protoplasma. Pertumbuhan ini terjadi 1 mm/hari. Bila selubung myelin sembuh sempurna maka fungsi syaraf akan pulih. Tanda awalnya bila disentuh akan terasa nyeri pada syaraf. Proses perbaikan syaraf tergantung dari: Panjang luas yang mengalami cidera, teknik pembedahan, lama waktu penyembuhan
C.
Proses Penyembuhan Tulang Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu: 1. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali. 2. Stadium Dua-Proliferasi Seluler. Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum, dan bone marrow yang
telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya. 3. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus Sel – sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu. 4. Stadium Empat-Konsolidasi Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal. 5. Stadium Lima-Remodelling Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya
dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya. (Black, J.M, et al, 1993 dan Apley, A.Graham,1993) Lamanya proses penyembuhan untuk tiap tulang berbeda, tergantung dengan ketebalan dan besarnya tulang secara relative, serta macamnya tulang : 1. Fraktur cruris : 8 minggu 2. Fraktur femur : 3. Ante brachii
10
minggu
: 4 minggu
4. Brachii dan humerus : 6 Minggu
D. Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Fraktur Reduksi. fragmen tulang yang bergeser harus benar-benar akurat dan dipertahankan dengan sempuma agar penyembuhan benar-benar lerjadi. Tulang yang terkena harus mempunyai peredaran darah yang rnemadai. Usia pasien dan jenis fraktur juga berpengaruh pada waktu penyembuhan. Secara umum, patah pada tulang pipih (pelvis, skapula) sembuh cukup cepat. Patah pada ujung tulang panjang, di mana tulang lebih vaskuler (pertengahan batang tulang panjang). Pembebanan berat badan akan merangsang penyembuhan pada fraktur panjang yang telah stabil pada ekstremitas bawah. Selain itu, aktivitas akan meminimalkan terjadinya osteoporosis yang berhubungan dengan aktivitas (reduksi masa total, menghasilkan tulang porotik dan rapuh akibat ketidakseimbangan homeostasis, pergantian tulang). Bila penyembuhan fraktur terhambat, waktu penyatuan tulang mengalami keterlambatan
atau
berhenti
total.
Faktor
yang
dapat
menghambat
penyembuban meliputi asupan darah yang tak memadai ke tempat fraktur atau jaringan sekitarnya, jarak antara fragmen tulang yang ekstensif, imobilisasi tulang yang tidak memadai, infeksi, komplikasi dari penanganan, dan kelainin metabolisme. Penyembuhan dipengaruhi oleh : (berhubungan dengan proses menua) 1. Nutrisi adekuat 2. Kalsium
3. Posfor 4. Protein 5. Vitamin D 6. Penyakit sistemik
penyakit
pada saat penyembuhan. 7. Penurunan estrogen
pada vaskuler
menurunkan
suplai darah
BEDAH FRAKTUR
CRURI S
A. Bedah Fraktur Cruris Kondisi fraktur pada cruris (cruris) tertutup, baik pada fase awal atau dalam kondisi malunion, membutuhkan tindakan invasive bedah fiksasi internal reduksi terbuka (Open Reduction Internal Fixation/ORIF) sebagai intervensi untuk mempertemukan serta memfiksasi kedua ujung fragmen tulang yang patah. Hal ini berimplikasi pada perawat untuk memberikan asuhan keperawatan perioperatif pada psien. Pada kondisi fraktur cruris multiple dengan disertai kerusakan jaringan luas intervensi medic yang dilakukan adalah fiksasi eksternal reduksi terbuka (Open Reduction External Fixation/OREF) yang meberikan asuhan keperawatan perioperatif yang berbeda dengan ORIF.
B. Reduksi Terbuka dengan Fiksasi Internal dan Ekternal Fiksasi internal merupakan metode yang umum digunakan untuk terapi fraktur. Metode ini memerlukan reduksi pembedahan terbuka dan pemasangan pin, sekrup, kawat, paku, batang dan atau lempeng untuk mempertahankan reduksi. Perangkat fiksasi internal tersedia dalam berbagai bentuk dan konfigurasi untuk digunakan pada berbagai ukuran tulang dan jenis fraktur. Metode ORIF untuk terapi fraktur memungkinkan ahli bedah melihat secara langsung
kerusakan
pada
struktur-struktur
di
sekitar
fraktur;
untuk
membersihkan dan memperbaiki tempat fraktur sesuai keperluan; dan untuk melakukan penyatuan anatomis fraktur yang kompleks. Selain itu, proses penyembuhan tidak memerlukan imbilisasi berkepanjangan. Kekurangan ORIF meliputi perlunya anastesi umum dan peningkatan resiko infeksi yang terjadi pada semua prosedur terbuka. Fiksasi ekternal memberikan stabilisasi yang kaku pada tulang melalui alat-alat ekternal jika intervensi lainnya dalam melakukan imobilisasi dianggap tidak sesuai. Teknik ini paling sering digunakan untuk fraktur cruris
terbuka yang disertai kerusakan jaringan lunak yang cukup banyak. Fikssi eksternal memungkinkan tungkai dan status luka diawasi secara langsung dan memungkinkan terapi yang agresif dan simultan terhadap cidera tulang dan jaringan lunaknya. Mobilisasi dapat dilakukan secara dini dan gerakan sendi proksimal
dan
distal
di
dekatnya
tidak
terbatasi.
Fiksasi
eksternal
menguntungkan bagi luka tercemar, karena teknik ini memungkinkan perawat melakukan intervensi terhadap kemungkinan infeksi yang timbul. Penyulit utama yang berkaitan dengan fiksasi eksternal adalah infeksi lubang pin, gangguan neurovaskuler, delayed union dan nonunion.
C. Proses Keperawatan Pra Operatif Bedah Fraktur Cruris Fraktur cruris (cruris) merupakan suatu kondisi terputusnya hubungan tulang tibia dan fibula. Pada kondis klinik, fraktur cruris bisa dalam kondisi fraktur tertutup dan fraktur terbuka apabila disertai kerusakan pada jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, pembuluh darah) sehingga memungkinkan terjadinya hubungan antara fragmen tulang yang patah dengan udara luar akibat dari trauma langsung yang mengenai kaki. 1. Pengkajian Anamnesis Pengkajian difokuskan pada riwayat trauma dan area yang mengalami fraktur. Pasien yang akan menjalani pemasangan fiksasi internal pada fraktur cruris biasanya ada riwayat trauma baik langsung dan tidak langsung yang mana tulang tidak mampu menahan tekanan sehingga patah. Keluhan utama pada pasien frakturadalah nyeri akibat kompresi saraf atau pergerakan fragmen tulang, kehilangan fungsi ekstremitas yang mengalami fraktur dan hambatan mobilitas fisik. Pengkajian riwayat kesehatan diperlukan untuk menghindari komplikasi pada intraoperatif dan pascaoperatif. Pasien yang mempunyai riwayat peningkatan kadar glukosa darah dan hipertensi perlu dikoreksi sebelum pembedahan. Kaji adanya riwayat alergi obat-obatan.
Pengkajian psikologis dilakukan untuk menilai kecemasan dan pengetahuan
pasien
tentang
pembedahan
dan
pengetahuan
penatalaksanaan pascabedah. 2. Pemeriksaan Fisik Fokus Look . Pada fase awal trauma, wajah pasien terlihat meringis kesakitan. Adanya deformitas dengan pembengkakan dan ketidaksejajaran pada tulang yang mengalami fraktur. Pada fraktur cruris terbuka, terlihat adanya luka terbuka pada tungkai bawah dengan deformitas yang jelas. Kaji berapa luas kerusakan jaringan lunak yang terlibat. Kaji apakah pada luka terbuka ada fragmen tulang yang keluar dan terdapat adanya kerusakan pada arteri yang berisiko meningkatkan respons syok hipovolemik. Pada fase awal trauma sering didapatkan adanya serpihan di dalam luka, terutama pada trauma kecelakaan lalu lintas darat yang berisiko tinggi mengalami infeksi. Kaji adanya respons dari pembengkakan pada bagian proksimal betis dimana hal ini merupakan tanda-tanda penting terjadinya sindrom kompartemen yang harus dihindari perawat. Apabila kondisi ini tidak segera diintervensi dalam waktu 6 jam (batas waktu kemampuan jaringan perifer), maka akan terjadi nekrosis jaringan distal. Feel . Nyeri tekan (tenderness) pada area fraktur. Move.
Ketidakmampuan
dalam
menggerakkan
ekstremitas
yang
mengalami fraktur. Daerah tungkai yang patah tidak boleh digerakkan, karena akan memberikan respons trauma pada jaringan lunak di sekitar ujung fragmen tulang yang patah. Tanda khas untuk dilakukan fasiotomi pada sindrom kompartemen adalah 5P, yaitu : a. Pain (nyeri lokal); b. Paralysis (kelumpuhan tungkai); c. Pallor (pucat bagian distal); d. Parastesia (tidak ada sensasi);
e. Pulseslessness (tidak ada denyut nadi, perubahan nadi, perfusi yang tidak baik dan pengisian kapiler > 3 detik pada bagian distal kaki).
3. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnostik rutin yang diperlukan hampir sama seperti pada diagnostik praoperatif pada umumnya. Pemeriksaan darah rutin dan radiologi pada area fraktur diperlukan sebagai bahan persiapan koreksi pemasangan fiksasi internal.
Risiko tinggi sindrom kompartemen berhubungan dengan terjebaknya pembuluh darah, saraf, dan jaringan lunak lainnya akibat pembengkakan. Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam risiko sindrom kompartemen tidak terjadi. Kriteria evaluasi :
Pasien tidak mengeluh nyeri lokal hebat.
Skala nyeri 0 – 1 (dari skala 0 - 4).
Pengisian kapiler < 3 detik.
Akral pada sisi lesi hangat.
Nadi pada sisi lesi sama dengan sisi yang sehat Intervensi
rasional
Monitor pulsasi nadi, perfusi perifer, dan
Perubahan nadi, perfusi, dan
pengisian kapiler pada sisi lesi setiap
meningkatkan pengisian kapiler pada
jam.
sisi lesi berindikasi pada tanda awal tidak sebaiknya system vaskuler dampak dari pembengkakan.
Monitor status nyeri setiap jam.
Keluhan nyeri local hebat pada pasien dengan fraktur disertai pembengkakan merupakan peringatan pada perawat gejala sindrom kompartemen.
Kaji dan bebaskan apabila ada bagian
Pembebatan merupakan stimulus yang
pembebatan yang kuat pada bagian
dapat meningkatkan respon penjepitan
proksimal
pada pembuluh darah dan jaringan lunak lainnya. Oleh karena itu, harus didedaskan.
Kolaborasi
Debridement dan fasiotomi
Intervensi untuk menurunkan dan menghilangkan respons penjepitan pada bagian proksimal
D. Proses Keperawatan Intra Operatif Bedah Fraktur Cruris 1. Di Kamar Operasi Asuhan keperawatan pada kondisi pemberian anestesi pada bedah ORIF fraktur cruris pada prinsipnya sama dengan asuhan keperawatan pada saat pemberian anestesi secara umum yang telah dibahas pada bab sebelumnya. Pengkajian intraoperatif fiksasi internal reduksi terbuka (ORIF) pada cruris secara ringkas dilakukan berhubungan dengan pembedahan. Pengkajian kelengkapan pembedahan terdiri atas hal-hal sebagai berikut. a. Data laboraturium dan laporkan temuan yang abnormal. b. Pemeriksaan radiologi area fraktur cruris yang akan dilakukan ORIF. c. Transfuse darah (cek kesamaan golongan darah dan rhesus pasien dengan donor) d. Kaji kelengkapan saran pembedahan (benang, cairan intravena, obat antibiotic profilaksis) sesuai dengan kebijakan institusi. e. Pastikan bahwa system fiksasi internal, instrumentasi dan peranti keras(seperti sekrup, kompresi, metal, dan pen bersonde multipel), dan alat seperti bor, mata bor telah tersedia dan berfungsi dengan baik.
Diagnosa keperawatan intraoperatif bedah ORIF yang lazim ditegakkan adalah sebagai berikut. a. Risiko cedera berhubungan dengan pengaturan posisi bedah, trauma prosedur pembedahan. b. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya port de entrée luka pembedahan penurunan imunitas sekunder efek anastesi. 2. Rencana Intervensi Tujuan utama keperawatan pada jenis pembedahan bedah fraktur cruris adalah intraoperatif,
menurunkan dan
risiko
optimalisasi
cidera,
hasil
mencegah
pembedahan.
kontaminasi
Kriteria
yang
diharapkan, misalnya : pada masuk ruang pemulihan kondisi TTV dalam batas normal, tidak terdapat adanya cidera tekan sekunder dari pengaturan posisi bedah, dan luka pasca bedah tertutup kasa. Rencana yang disusun dan akan dilaksanakan baik pada risiko cidera maupun risiko infeksi adalah sebagai berikut. Intervensi
Rasional
Kaji ulang identitas pasien dan
Perawat ruang operasi memeriksa
pemeriksaan diagnostic
kembali identitas dan kardeks pasien lihat kembali lembar persetujuan tindakan, riwayat kesehatan, hasil pemeriksaan fisik dan berbagai hasil pemeriksaan diagnostic. Pastikan bahwa alat protease dan barang berharga telah dilepas dan diperiksa kembali rencana perawatan intraoperatif.
Lakukan persiapan meja bedah dan
Meja bedah disesuaikan dengan posisi
sarana pendukung
bedah yang akan dilakukan. Perawat sirkulasi melakukan pengkajian setiap fungsi dari kemampuan meja bedah dan
persiapan kelengkapan endukung seperti sabuk dan penahan lengan dari meja bedah yang terdapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengaturan posisi. Siapkan sarana scrub
Sarana scrub meliputi cairan antiseptik untuk desinfeksi area bedah reduksi terbuka fiksasi internal, cairan antiseptik untuk cuci tangan pada tempatnya, gaun terdiri dari gaun kedap air dan baju bedah steril, duk penutup dan duk berlubang dalam kondisi lengkap dan siap pakai.
Siapkan instrumen bedah fiksasi
Manajemen instrumen dari perawat
internal reduksi terbuka pada tibia
scrub sebelum pembedahan. Perawat instrumen bertanggung jawab terhadap kelengkapan instrumen bedah fiksasi internal reduksi terbuka dan sebagai antisipasi diperlukan instrumen cadangan dalam suatu tromol steril yang akan memudahkan pengambilan apabila diperlukan tambahan alat instrumen.
Siapkan sarana pendukung
Sarana pendukung seperti kateter urin
pembedahan
lengkap, alat penghisap (suction) lengkap dan spons dalam kondisi siap pakai.
Siapkan alat hemostasis dan alat
Alat hemostasis merupakan fondasi dari
cadangan dalam kondisi siap pakai.
tindakan operasi untuk mencegah terjadinya perdarahan serius akibat
kerusakan pembuluh darah arteri. Perawat memeriksa kemampuan alat tersebut siap pakai untuk menghindari resiko akibat perdarahan intraoperasi. Siapkan obat-obatan untuk pemberian
Obat-obat anestesi yang disiapkan
anestesi umum
meliputi obat pelemas otot dan obat anestesi umum.
Siapkan alat-alat intubasi endotrakheal
Intubasi endotrakeal digunakan untuk menjaga kepatenan jalan napas intraoperasi. Penata anestesi memeriksa kondisi lampu pada laringioskop. Kondisi selang endotrakeal harus berfungsi optimal sebelum pemasangan dilakukan.
Siapkan obat dan peralatan emergensi
Selain pemantauan, peralatan darurat dasar, obat-obatan dan protokol pengobatan juga harus tersedia. Juga harus ada defibrilator yang berfungsi baik. Peralatan jalan napas juga diperlukan termasuk laringioskop, selang endotrakeal dan jalan napas oral dan nasal faringeal. Selain itu masker dan kantong resusitasi self-inflating (ambu type) adalah alat yang penting dan harus mudah diakses.
Lakukan pemasangan manset tekanan
Manset tekanan darah dipasang untuk
darah dan monitor dasar, oksimetri
melihat perkembangan kondisi
pada jari dan pertahankan kelancaran
hemodinamik intraoperasi.
intravena. Beri dukungan praanestesi
Hubungan emosional yang baik antara
penata anestesi dan pasien akan mempengaruhi penerimaan anestesi. Hindari pembicaraan tentang
Apabila pasien masih sadar setelah
pembedahan
dilakukan prainduksi, maka perawat harus berhati-hati untuk tidak membicarakan tentang pembedahan yang pasien bisa mengerti agar proses induksi dapat berjalan dengan normal.
Lakukan
manajemen
asepsis
area
bedah
Manajemen asepsis dilakukan untuk menghindari kontak dengan zona steril
meliputi
pemakaian
baju
bedah, duk, penyerahan alat yang diperlukan
perawat
instrument
dengan perawat sirkulasi
Manajemen
asepsis
intra
operasi
merupakan tanggung jawab perawat instrument dengan mempertahankan intergritas lapangan steril selama pembedahan dan bertanggung jawab untuk mengkomunikasikan kepada tim bedah setiap pelanggaran teknik aseptik atau kontaminasi yang terjadi selama pembedahan. Lakukan optimalisasi akses bedah
Akses bedah pada intervensi fiksasi internal sesuai
reduksi dengan
terbuka area
dilakukan
bedah
untuk
memudahkan panjanan bagi ahli bedah
Pasang penutup pada bagian kaki
Sarung tangan karet ukuran besar ( biasanya No. 8) sering digunakan untuk menutup area kaki. Perlu keterampilan khusus dalam teknik memasang penutup pada kaki agar sarung tangan bisa menutup pada keseluruhan kaki dan tidak sobek.
Lakukan peran perawat sirkulasi dalam
Perawat sirkulasi menfokuskan aktivitas
mendukung pembedahan.
manajemen
kamar
operasi
agar
kelancaran pembedahan dapat optimal dilaksanakan, sejak pengaturan posisi bedah sampai dokter bedah melakukan penutupan penutup luka. Pasang strap tourniquet tungkai dari
Pemasangan stap
distal ke proksimal
elastis
dilakukan
proksimal.
tourniquet perban dari
Kemudian
distal
ke
dilepas
dan
dilakukan penguncian elastis pada area paha untukmenurunkan sementara aliran darah dari dank e ekstremitas bawah. Lakukan persiapan alat bedah secara
Persiapan
alat
setelah
scrub.
mengalami scub merupakan
perawat tanda
bahwa pembedahan sudah bisa dimulai. Bandingkan
status
neurovascular
Mendeteksi kapan terjadinya penyebab
sebelum dan setelah operasi
cedera.
Bantu ahli bedah pada saat dimulainya
Insisi bedah memerlukan scalpel (alat
insisi dan membuka jaringan
penjepit) dan pisau bedah yang sesuai dengan area yang akan dilakukan insisi. Perawat instrument bertanggung jawab menyerahkan alat insisi dan refraktor bergarpu empat yang diperlukan dalm
membuka akses bedah sampai menuju bagian tulang. Asisten pertama berperan membantu menarik refraktor secara hatihati. Bantu ahli bedah pada
saat
akses Perawat instrument menyerahkan kuret
bedah tercapai untuk membersihkan periosteum pada ahli bedah dan perawat fragman tulang.
asisten
bedah
melakukan
penarikan
refraktor. Perawat intrumen kemudian melakukan irigasi normal salin agar asisten
bedah
dapat
melakukan
suctioning sisa fragman tulang yang lepas. Bantu ahli bedah untuk melakukan
Tujuan
dari
reduksi tulang
melakukan
bedah
reduksi
ORIF (
usaha
adalah untuk
menempatkan kedua ujung fragman tulang dalam posisi yang paling optimal ).
Perawat
instrumen
menyerahkan
instrument dua buah pemegang tulang untuk kedua sisi fragman. Perawat asisten bedah membantu menarik salah satu susi tulang untuk mengoptimalkan reduksi. Bantu ahli bedah dalam pemasangan
Tujuan bedah utama dangan memasang
fiksasi internal.
fiksasi
internal
agar
kedua
ujung
fragmen tulang tidak bergerak. Perawat instrument menyerahkan peranti keras yang sesuai dengan kondisi fraktur atas arahan ahliu bedah. Perawat asisten bedah membantu membuka jaringan dengan refraktor dan menahan sisi lain
dari piranti fiksasi internal.
Bantu ahli bedah dalam penutupan
jaringan
Prosedur
penutupan
jaringan
setelah
tujuan
dilakukan
pembedahan sudah selesai di laksanakan.
Penutupan
di
lakukan lapis demi lapis sesuai area atau jaringan yang telah di lakukan pembedahan.
Pearawat
instrument
menurunkan dengan
resiko
cedera
mempersiapkan
memilih
sarana
dengan
dan
penjahitan
memperhatikan
ketajaman jarum jahit, benang jahitan yang akan di gunakan disesuaikan
dengan
jaringan
yang akan dijahit, dan kondisi atau kelayakan instrument agar kerusakan
jaringan
dapat
minimal.
Penjahitan dapat dilkukan ahli bedah
atau
asisten
bedah.
Apabila dilakukan ahli bedah maka asisten bedah membantu penutupan jaringan agar dapat terlaksana secara efektif dan efisien agar kerusakan jaringan
dapat minimal. Lakukan penutupan luka bedah
Sebelumnya, area bedah bekas darah dan
lainnya
dibersihkan.
didesinfeksi Kemudian
dan perawat
mengangkat duk, menutup dengan kasa, dan dilakukan fiksasi. Lakukan pemasangan gips spalk pada
pemasangan gips spalk pada area pasca
area pasca bedah.
bedah fiksasi internal eduksi terbuka dilakukan
untuk
mengimobilisasi
kondisi fragmen tulang yang masih lemah. Gips spalk akan membantu menjaga
kestabilan
posisi
fiksasi
internal reduksi terbuka. Terutama pada saat fase awal penyembuhan penyatuan tulang. Lakukan penghitungan jumlah kasa
Penghitungan yang tepat akan mencegah
dan instrument yangh telah digunakan.
tertinggalnya kasa pada area bedah sehingga menurunkan resiko cedera pada pasien.
Rapikan dan bersihkan instrument.
Instrumen
dibesihkan
di
tempat
pembersihan dengan air yang mengalir. Pearawat membersihkan seluruh bagian instrument
dari
sisa
pembedahan.
Instrumen yang telah di keringkan kemudian dipaket untuk disterilisasi kembali. Lakukian intraoperatif
Catatan keperawatan intraoperatif diisi lengkap sebelum pasien dipindahkan keruang pulih sadar agar askep yang di berikan berkesinambungan
E. Proses Keperawatan Pasca Operatif Bedah Fraktur Cruris Proses keperawatan pascaoperatif bedah ORIF cruris merupakan salah satu bagian dari asuhan keperawatan perioperatif, dimana asuhan trdiri dari :
Asuhan yang diberikan pada pasiendari kamar operasi dan diruang pulih sadar sampai kesadaran pasien optimal.
Asuhan lanjutan setelah pasien kembali ke bangsal rawat inap bedah ortopedi untuk dilakukan perawatan lanjutan.
1. Di Ruang Pulih Sadar Asuhan keperawatanpasca bedah spina di ruang pulih sadar secara umum sama dengan asuhan keperawatan pasca bedah dengan anestesi umum lainya. 2. Patofisiologi ke Masalah Keperawatan Pascabedah ORIF Cruris Pasien pascabedah akan mengalami perubahan fisiologis sebagai efek dari anestesi dan intervensi bedah. Efek dari anestesi umum akan memberikan respon pada sistem respirasi dimana akan terjadirespon depresi pernapasan sekunderdari sisa anestesi inhalasi, yaitu: penurunan kemampuan terhadap kontrol kepatenan jalan napas, dimana kemampuan memposisikan lidah secara fisiologis masih belum optimal, sehingga cenderung menutup jalan napas; selain itu juga kemampuan untuk melakukan batuk efektif dan muntah masih belum optimal. Kondisi ini menunjukan adanya masalah keperawatan jalan napas tidak efektif dan resiko tinggi pola napas tidak efektif.
Pascaoperatif bedah ORIF Cruris
Efek anestesi umum respons prosedur pasca bedah
Status respirasi
Status kardiovaskular
Respons depresi pernafasan: kontrol kepatenan jalan nafas (lidah) ↓ kontrol batuk efektif dan muntah↓
Depresi mekanisme regulasi sirkulasi normal. Perubahan kemampuan kontrol suhu tubuh.
Resiko tinggi pola nafas tidak efektif. Jalan nafas tidak efektif
Resiko tinggi penurunan perfusi jaringan hipotermi
Status neurologis
Sistem perkemihan
Sistem pencernaan
Status muskuloskeletal
Kontrol kesadaran masih ↓ nyeri pascaoperatif kecemasan pascaoperatif
Kontrol kemampuan miksi ↓
Kontrol peristaltik usus me ↓ kemampuan pengosongan lambung ↓
Respons risiko posisi bedah luka pasca bedah penurunan kontrol otot dan keseimbangan
Resiko tinggi aspirasi muntah konstipasi
Resiko tinggi infeksi
Penurunan kesadaran nyeri kecemasan
Gangguan pemenuhan eliminasi urin
Efek anestesi akan mempengaruhi mekanisme regulasi sirkulasi normal sehingga mempunyai resiko terjadinya penurunan kemampuan jantung dalam melakukan stroke volume efektif yang memberikan implikasi penurunan curah jantung. Efek intervensi bedah dengan adanya cedera vaskular dan banyaknya jumlah volume darah yang keluar dari vaskular memberikan dampak terjadinya penurunan perfusi perifer, perubahan
elektrolit
dan
metabolisme
karena
terjadi
mekanisme
kompensasi pengaliran suplai hanya untuk organ vital. Efek anestesi juga mempengaruhi pusat pengaturan suhu tubuh sehingga kondisi pascabedah pasien cenderung mengalami hipotermi. Efek anestesi pada sistem saraf pusat akan mempengaruhi penurunan kontrol kesadaran dan kemampuan dalam orientasi pada lingkungan sehingga pada pasien yang mulai sadar biasanya gelisah. Kondisipenurunan reaksi anestetik akan bermanifestasi pada munculnya keluhan nyeri akibat kerusakan neuromuskular pascabedah. Pasienpasca bedah cenderung mengalami kecemasan pascabedah sehubungan dengan ketidakmampuan dan penurunan kemampuan adaptasi normal.
Efek anestesi juga mempengaruhi terhambatnya jaras aferen dan eferen terhadap kontrol miksi sehingga memberikan implikasi masalah gangguan pemenuhan eliminasi urinarius. Efek anestesi akan menimbulkan penurunal paristaltik usus dan memberikan implikasi peningkatan resiko paralisis usus dengan distensi otot – otot abdomen dan timbulnya gejala obstruksi gastrointestinal. Efek anestesi juga mempengarui penurunan kemampuan pengosongan lambung sehingga cenderung tergadi reflukss esofagus dan makanan keluar ke kerongkongan yang berindikasi terjadinya aspirasi makanan kesaluran napas. Respon pengaturan posisi bedah akan menimbulkan peningkatan risiko terjadinya tromboembosis, parastesia dan cedera tekan pada beberapa penonjolan tulang. Efek intervensi bedah akan meninggalkan adanya kerusakan integritas jaringan dengan adanya luka pascabedah dan adanya system drainase pada sisi luka bedah. Efek anestesi akan mempengaruhi penurunan control otot dan keseimbangan secara sadar sehingga pasien pascabedah mempunyai risiko tinggi cedera. 3. Pengkajian awal Pengkajian yang dilakukan pascaoperatif :
Diagnosis medis dan jenis pembedahan yang dilakukan.
Usia dan kondisi umum pasien, kepatenan jalan napas, dan tanda – tanda vital.
Anestetik dan medikasi lain yang digunakan.
Cairan yang diberikan, kehilangan darah dan penggantian.
Segala selang, drain, kateter atau alat bantu pendukung lainya.
Informasi spesifik tentang siapa ahli bedah atau ahli anestesi yang akan diberitahu.
a. Status respirasi
Kontrol Pernapasan 1) Kaji adanya pernapasan yang dangkal dan lambat serta batuk yabg lemah. 2) Peraawat
mengkaji
frekuensi,
irama,
kedalaman
ventilasi
pernapasan, kesimetrisan grakan dinding dada, bunyi napas dan wana membran mukosa. Apabila pernapasan dangkal, letakkan tangan perawat di atas muka atu mulut pasien sehingga perawat dapat merasakan udara yang keluar. b. Kepatenan jalan napas
1) Jalan napas oral atau oral airway masih dipasang untuk mempertahankan
kepatenan
jalan
napas
sampai
tercapai
pernapasan yang nyaman dengan kecepatan normal. 2) Apabila fungsi pernapasan sudah kembali normal, perawat mengajarkan pasien membersihkan jalan napas dengan cara meludah. Kemampuan melakukan hal tersebut menandakan kembalinya refleks muntah normal. 3) Salah satu kekhawatirsn terbesar perawat adalah obstruksi jalan napas akibat aspirasi muntah, akumulasi sekresi mukosa di faring, spasme faring. c. Status sirkulasi
1) Pasien pasca bedah ORIF cruris beresiko mengalami komplikasi kardiovaskular akibat kehilangan darah secara aktul atau risiko dari tempat pembedahan, efek samping anestesi, ketidakseimbangan elektrolit, dan dpresi mekanisme regulasi sirkulasi normal. 2) Pengkajian kecepatan denyut dan irama jantung yang teliti serta pengkajian tekanan darah menunjukkan status kardiovaskular pasien. 3) Perawat membandingkan TTV pra operatif dengan pasca operatif. Dokter harus diberitahu jika tekanan darah pasien terus menurun
dengan cepat pada setiap pemeriksaan atau jika kecepatan denyut jantung menjadi semakin tidak teratur. d. Status Neurologis
Perawat mengkaji tingkat kesadaran pasien dengan caa memanggil namanya dengan suara sedang. Perawat memperhatikan apakah pasien berespons dengan cepat atau terlihat bingung dan disorientasi. Apabila pasien tetap tidur atau tidak berespons, perawat mencoba
mengkaji
pasien
dengan
cara
menyentuhnya atau
menggerakkan bagian tubuh pasien dengan lembut. Perawat dapat memeriksa refleks pupil, refleks muntah, dan mengkaji genggaman tangan serta pergerakan ekstremitas pasien. Kaji tingkat respons sensibilitas dengan membandingkan peta dermatom untuk menilai kembalinys fungsi sensasi taktil. e. Respon Nyeri
Pengkajian skala nyeribmerupakan metode efektif bagi perawat untuk mengkaji nyeri pasca operatif, mengevaluasi respons pasien terhadap pemberian analgesik, dan mendokumentasikan beratnya nyeri secara obyektif. Pengkajian skala nyeri pra operatif digunakan sebagai dasar bagi perawat untuk mengevaluasi efektifitas intevensi selama pemulihan pasien. f.
Muskoloskeletal Kaji kondisi organ pada area yang rentan mengalami cedera posisi pasca bedah yang diposisikan telentang meliputi risiko cidera peregangan pleksus brakhialis, tekanan berlebihan pada tonjolan – tonjolan tulang yang berada di bawah (bokong, skapula, kalkaneus), tekanan pada veba femoralis atu abdomen, dan cedera otot tungkai.
4. Diagnosis Keperawatan Pasca Operatif Perawat menentukan status masalah yang diidentifikasi dari diagnosis keperawatan pasca operatif dan mengelompokkan data baru yang relevan untuk mengidentifikasi diagnsis baru. Diagnosis sebelumnya, seperti gangguan integritas kulit, dapat berlanjut menjadi pasca operatif.
Perawat juga dapat mengidentifikasi faktor risiko yang mengarah pada identifikasi diagnosa keperawatan baru. Berdasarkan pada data pengkajian, diagnosis keperawatan yang dapat ditegakkan adalah sebagai berikut. a. Risiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kontrol pernapasan sekunder efek anestesi. b. Jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kontrol kepatenan jalan napas (lidah), penurunan kontrol batuk efektif dan muntah sekunder efek anestesi, efek depresan dari medikasi dan agens anestetik. c. Penurunn perfusi perifer berhubungan dengan depresi mekanisme regulasi sirkulasi normal, penurunan curah janung, hipovolemia, pengumpulan darah perifer, dan vasokonstriksi. d. Nyeri berhubungan dengan cedera jaringan lunak bedah spina, kerusakan neuromuskular pasca bedah. e. Risiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan kerentanan terhadap bakteria. f.
Konstipasi yang berhubungan dengan penurunan motilitas lambung dan selama periode intra operatif.
g. Perubahan eliminasi urinarius yang berhubungan dengan penurunan aktivitas, efek medikasi, dan penurunan masukan cairan. h. Kecemasan
berhubungan
dengan
diagnosis
pasca
operatif,
kemungkinan perubahan dalam gaya hidup, dan perubahan dalam konsep diri. 5. Intervensi Keperawatan Tujuan rencana intervensi yang disusun oleh perawat pada pascabedah ORIF cruris, antara lain sebagai berikut. 1. Penurunan risiko ketidakefektifan pola napas dan jalan napas. 2. Peningkatan perfusi perifer. 3. Penurunan respons nyeri. 4. Penurunan risiko infeksi.
5. Peningkatan motilitas gastrointestinal. 6. Peningkatan kemampuan miksi. 7. Penurunan respons cemas. Rencana intervensi yang akan dilaksanakan disesuaikan dengan kondisi individual pasien pasca bedah dan biasanya hampir sama pada intervensi pasca bedah lainnya.
ORIF (OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION)
A. Persiapan lingkungan : 1. Meja operasi dan alas 2. Lampu operasi 3. Meja instrument 4. Mesin suction 5. Mesin diathermi 6. Plat diathermi 7. Standart infuse 8. Tempat sampah
B. Persiapan pasien Pasien dikondisikan : 1.
Puasa
2.
Menanggalkan semua persiapan dan gigi palsu (jika ada)
3.
Inform consent
4.
Persiapan psikologis
C. Persiapan alat 1. Alat steril : Basic set : a. Desinfeksi klem
1 buah
b. Doek klem
7 buah
c. Handfat mess
2 buah
d. Pinset anatomis
2 buah
e. Pinset sirurgis
2 buah
f.
5 buah
Arteri klem van pean
g. Arteri klem van kocher
5 buah
h. Gunting metzembaum
1 buah
i.
Gunting benang
1 buah
j. Naldfoelder
2 buah
k. Hak gigi 4 tajam
2 buah
l.
2 buah
Langenbeck
m. Selang suction
1 buah
n. Canule suction
1 buah
o. Cucing
2 buah
p. Bengkok
2 buah
2. Extra set Set : a. Respatorium
1 buah
b. Bone levers atau cobra
2 buah
c. Bone currets
2 buah
d. Verbugger atau dinosaurus
2 buah
e. Reduction
2 buah
f.
Knable tang atau bone rouneurs 1 buah
g. Bone chisels atau tatah
1 buah
h. Mallet atau hammer
1 buah
i.
Plat screw set
1 buah
j.
Bor set
1 buah
k. Drills atau mata bor set
1 buah
l.
1 buah
Dept gaugh
m. Taper
1 buah
n. Slep
1 buah
o. Bander
2 buah
p. Screw driver
1 buah
3. Linen steril a. Doek besar
3 buah
b. Doek kecil
1 buah
c. Schort
5 buah
d. Handuk steril
5 buah