Bagian Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
PARASETAMOL Dipresentasikan pada tanggal: 29 Oktober 2013
Oleh:
Indah Ria Rezeki M. Pembimbing:
dr. Sjarif Ismail, M.Kes.
Dibawakan dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik pada Lab/SMF Farmakologi Klinik RSUD A. Wahab Sjahranie
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA 2013
1
PENDAHULUAN Nyeri
merupakan
mekanisme
protektif
yang dimiliki
tubuh dan
dimaksudkan untuk menimbulkan kesadaran bahwa telah atau akan terjadi kerusakan jaringan. Sedangkan demam mengacu kepada peningkatan suhu tubuh sebagai akibat dari infeksi atau peradangan (Sherwood, 2001). Obat analgesik antipiretik merupakan salah satu kelompok obat yang banyak diresepkan serta digunakan tanpa resep dokter. Sebagian besar efek terapi dan efek samping obat ini berdasarkan atas penghambatan biosintesis prostaglandin (Wilmana, 2008). Parasetamol adalah salah satu obat yang terpenting untuk pengobatan nyeri ringan sampai sedang, bila efek anti-inflamasi tidak diperlukan. Obat ini adalah penghambat prostaglandin yang lemah pada jaringan perifer dan tidak memiliki efek anti-inflamasi yang bermakna (Katzung, 1998).
2
PARASETAMOL DATA FISIK DAN KIMIA
Obat untuk Nyeri dan Perawatan Paliatif
Non-Opioid dan Non-Steroid AntiInflamasi
Asam asetilsalisilat
Obat untuk gejala umum pada perawatan paliatif
Analgesik Opioid
Parasetamol*
Ibuprofen
tidak direkomendasikan untuk penggunaan sebagai anti-inflamasi karena kurangnya bukti mengenai keuntungan akan efek tersebut. (WHO, 2013).
Nomenklatur
Nama Kimia
N -(4-Hydroxyphenyl)acetamide
Nama Sistematis IUPAC
4 -Hydroxyacetanilide
Sinonim
4- Acetamidophenol; Acetaminophen; 4- acetaminophenol; 4-(acetylamino)-phenol; 4-( N -acetylamino)phenol; 4-hydroxyacetanilide;
’
4 -hydroxyacetanilide; N -(4-hydroxyphenyl)acetamide (WHO, 1999). ’
3
Struktur, rumus molekul, dan massa relatif molekul
C8H9 NO2
Massa relatif molekul: 151,17 (Kalantzi, 2006).
Sifat Fisikokimia
Deskripsi: bubuk kristal putih jernih
Titik didih: 170 oC
Kepadatan: 1.293 gram/cm3 pada suhu 21 oC
Daya larut: tidak dapat larut dalam air, sangat larut dalam alkohol (WHO, 1999).
INDIKASI
Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik, telah menggantikan penggunaan salisilat. Sebagai analgesik lainnya, parasetamol sebaiknya tidak diberikan terlalu lama karena kemungkinan menimbulkan nefropati dan analgesik. Jika dosis terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak menolong. Karena hampir tidak mengiritasi lambung, parasetamol sering dikombinasi dengan AINS untuk efek analgesik (Wilmana, 2008). Indikasi penggunaan parasetamol antara lain:
Meringankan sementara nyeri yang berhubungan dengan sakit kepala, migraine, tension headache, nyeri sinus, sakit gigi, nyeri punggung, nyeri otot, arthritis, osteoarthritis, nyeri rematik, sakit tenggorokan, dan menurunkan demam.
4
Untuk pediatrik, indikasi tambahan yang sesuai untuk kelompok umurnya bisa diindikasikan untuk meringankan nyeri yang berhubungan dengan tumbuh gigi, sakit telinga, dan imunisasi. (Therapeutic Goods Administration, 2013).
FARMAKODINAMIK
Parasetamol bekerja dengan mengurangi produksi prostaglandin dengan mengganggu enzim siklooksigenase (COX). Parasetamol menghambat kerja COX pada sistem saraf pusat yang tidak efektif dan sel endothelial dan bukan pada sel imun
dengan
peroksida
tinggi.
Sebagaimana
diketahui
bahwa
enzim
siklooksigenase ini berperan pada metabolism asam arakidonat menjadi prostaglandin, suatu molekul yang tidak stabil yang dapat berubah menjadi berbagai senyawa pro-inflamasi. Kemungkinan lain mekanisme kerja parasetamol ialah bahwa parasetamol menghambat enzim siklooksigenase seperti halnya aspirin mengurangi produksi prostaglandin, yang berperan dalam proses nyeri dan demam sehingga meningkatkan ambang nyeri, namun hal tersebut terjadi pada kondisi inflamasi, dimana terdapat konsentrasi peroksida yang tinggi. Pada kondisi ini oksidasi parasetamol juga tinggi, sehingga menghambat aksi anti inflamasi. Hal ini menyebabkan parasetamol tidak memiliki khasiat langsung pada tempat inflamasi, namun malah bekerja di sisitem saraf pusat untuk menurunkan temperatur tubuh dimana kondisinya tidak oksidatif. Kemampuan menghambat kerja enzim COX yang dihasilkan otak inilah yang membuat parasetamol dapat mengurangi rasa sakit kepala dan dapat menurunkan demam tanpa menyebabkan efek samping seperti iritasi lambung pada penggunaan analgesik lainnya (Wilmana, 2008).
FARMAKOKINETIK Absorpsi dan Bioavailabilitas
Parasetamol diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna (Wilmana, 2008). Bioavailabilitas (absolute bioavailability, BA) mutlak pada keadaan puasa dilaporkan sekitar 62-89%. BA mutalk inkomplit disebabkan oleh klirens presistemik sekitar 20% dari dosis oral. Konsentrasi puncak plasma
5
dicapai dalam waktu 0,17-1,2 jam. Nilai BA mutlak per oral dilaporkan tidak terlalu bervariasi dengan kisaran dosis antara 5 dan 20 mg/kg, tapi penulis lain melaporkan konsentrasi puncak plasma bergantung oleh dosis dengan dosis antara 325 dan 2000 mg. Adanya makanan mengurangi absorpsi tablet parasetamol dengan meningkatkan nilai t max dan menurunkan nilai C max. Efek makanan utamanya disebabkan penundaan pengosongan lambung. Walaupun tidak ada langsung mengenai BA mutlak pada keadaan gaster terisi, tetapi makanan tidak berefek kepada jumlah total parasetamol yang mencapai darah (Kalantzi, 2006).
Distribusi
Parasetamol tersebar ke seluruh cairan tubuh (Wilmana, 2008). Volume distribusi nyata dari parasetamol dilaporkan sekitar 0,69-1,36 L/kg. Dalam konsentrasi terapeutik, 20-25% terikat protein plasma. Parasetamol dapat melewati plasenta dan terdapat pada air susu ibu dengan konsentrasi ratio sekitar 1,24 dan 85% terikat dengan protein susu (Kalantzi, 2006).
Metabolisme
Parasetamol dimetabolisme oleh enzim mikrosomal di hepar, dengan 8590% obat mengalami glukuronidasi dan dikonjugasi dengan asam sulfat menjadi metabolit inaktif dan sebagian kecil dikonjugasi dengan sistein dan asam merkapturik (Wilmana, 2008).
Eliminasi
Obat ini diekskresi melalui ginjal, sebagian kecil sebagai parasetamol (35%) dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi (Wilmana, 2008). Total ekskresi parasetamol melalui urin dalam 24 jam yaitu sekitar 71,5%-95% sebagai parasetamol dan/atau terkonjugasi. Nilai klirens sekitar 11,8 dan 22,3 L/jam (Kalantzi, 2006).
6
DOSIS, CARA PEMBERIAN DAN LAMA PEMBERIAN
Untuk dewasa dan anak usia 12 tahun ke atas Bentuk dosis dan
Dosis maksimum
Dosis tunggal
Interval dosis
500 mg tablet,
1-2 tablet, kapsul,
Setiap 4-6 jam
8 tablet dalam 24
kapsul, bubuk oral
atau sachet
sesuai keperluan
jam
600 mg bubuk oral
1 sachet
Setiap 4-6 jam
6 sachet dalam 24
sesuai keperluan
jam
Setiap 4-6 jam
4 sachet dalam 24
sesuai keperluan
jam
kekuatan
1000 mg bubuk
1 sachet
oral
harian
(Therapeutic Goods Administration, 2013) Dosis produk sediaan cair untuk anak usia 1 bulan sampai 12 tahun Rata-rata Umur
berat badan (kg)
Dosis tunggal
Dosis tunggal
Dosis tunggal
(mL)
(mL)
(mL)
24mg/mL
48 mg/mL
100 mg/mL
cairan oral
cairan oral
cairan oral
1-3 bulan
4-6
-
-
0,6-0,9 mL
3-6 bulan
6-8
-
-
0,9-1,2 mL
6-12 bulan
8-10
-
-
1,2-1,5 mL
1-2 tahun
10-12
6-8 mL
3-4 mL
1,5-1,8 mL
2-3 tahun
12-14
8-9 mL
4 mL
-
3-4 tahun
14-16
9-10 mL
4-5 mL
-
4-5 tahun
16-18
10-11 mL
5-6 mL
-
5-6 tahun
18-20
11-13 mL
6 mL
-
6-7 tahun
20-22
13-14 mL
6-7 mL
-
7-8 tahun
22-25
14-16 mL
7-8 mL
-
8-9 tahun
25-28
16-18 mL
8-9 mL
-
9-10 tahun
28-32
18-20 mL
9-10 mL
-
10-11 tahun
32-36
20-23 mL
10-11 mL
-
11-12 tahun
36-41
23-26 mL
11-13 mL
-
Dosis diberikan setiap 4-6 jam sesuai keperluan, dengan dosis maksimal 4 kali dalam 24 jam (Therapeutic Goods Administration, 2013). 7
Dosis padat untuk penggunaan pediatrik Bentuk dosis dan kekuatan
Umur (tahun)
Berat
Dosis
badan rata-
tunggal
rata (kg)
(tablet)
Interval dosis
Dosis harian maksimum 4 dosis
Setiap 4-6 jam sesuai keperluan
dalam 24
Setiap 4-6
4 dosis
jam sesuai
dalam 24
250 mg
keperluan
jam
tablet larut
Setiap 4-6
4 dosis
jam sesuai
dalam 24
keperluan
jam
Setiap 4-6
4 dosis
jam sesuai
dalam 24
keperluan
jam
2-3
3-7
7-10
10-12
12-14
14-22
22-32
32-41
500 mg tablet/ kapsul
7-12
22-41
½-1
1
1-2
2
jam
4 tablet/
½-1
Setiap 4-6
tablet/
jam sesuai
kapsul
keperluan
kapsul dalam 24 jam
(Therapeutic Goods Administration, 2013).
8
Kepustakaan lain menyebutkan dosis parasetamol untuk anak berdasarkan berat badan adalah 10-15 mg/kg per oral. Perhitungan lain yaitu dosis berdasarkan umur yang secara umum digambarkan sebagai berikut: Usia
Dosis
12-24 bulan
120 mg
2-3 tahun
160 mg
4-5 tahun
180 mg
6-8 tahun
320 mg
9-10 tahun
400 mg
11-12 tahun
480 mg
Dosis tersebut dapat diulang sampai 5 kali dalam 24 jam (Silver, Kempe, Bruyn, Fulginiti, 1987).
BENTUK SEDIAAN OBAT
Parasetamol tersedia sebagai obat tunggal berbentuk tablet atau sirup dan sebagai sediaan kombinasi tetap, dalam bentuk tablet maupun cairan (Wilmana, 2008). Bentuk sediaan oral (Therapeutic Goods Administration, 2013). Zat aktif
Kekuatan dosis
Bentuk sediaan
Parasetamol
250 mg
Tablet larut
500 mg
Tablet ( soluble atau effervescent ) Kapsul
500 mg
Bubuk oral
600 mg
Bubuk oral
1000 mg
Bubuk oral
24 mg/mL (120 mg/5mL)
Sirup atau suspensi
48 mg/mL (240 mg/5mL)
Sirup atau suspensi
100 mg/mL
Sirup
9
Sediaan yang tersedia di pasaran (MIMS, 2013) Nama dagang
Produsen
Alphamol
Molex Ayus
Dumin
Actavis
Farmadol Fasgo Forte
Ikacetamol
Fahrenheit Hexpharm Jaya Armoxindo Farma Ikapharmindo
Kamolas
Solas
Moretic
Gracia Pharmindo
Naprex
Medifarma
Nasamol Nufadol Pamol
Nicholas Nufarindo Interbat
Panadol
Sterling
Paracetamol OGB Dexa Progesic
Dexa Medica Metiska Farma
Pyrex
Novell Pharma
Pyridol
Pyridam
Sanmol
Sanbe
Tempra
Taisho Pharmaceutical
Turpan
Corsa
Xepamol
Metiska Farma
Fevrin
Sediaan Kaps 500 mg, 600 mg, sirup 60 mL (120 mg/5 mL), tetes 15 mL (60mg/0,6 mL) Tab 500 mg, 1000 mg, sirup 60 mL (120 mg/5 mL) Tab 500 mg, vial 100 mL (10 mg/mL) Kapl 650 mg Tab 500 mg, 1000 mg, sirup 60 mL (120 mg/5 mL), tetes 15 mL (60mg/0,6 mL) Sirup 60 mL (120 mg/5 mL) Kapl 500 mg, 1000 mg, sirup 60 mL (120 mg/5 mL), tetes 15 mL (100mg/mL) Tetes 15 mL (60mg/0,6 mL) Susp 60 mL (250 mg/5 mL), Tetes 15 mL (60mg/0,6 mL) Tab 500 mg Kapl 500 mg, sirup 60 mL (120 mg/5 mL) Tab 500 mg, sirup 60 mL (120 mg/5 mL) Kapl 500 mg, 100 mg, tab kunyah 120 mg, sirup 30 mL (160 mg/5 mL), tetes 15 mL (100 mg/mL) Sirup 60 mL (120 mg/5 mL) Tab 500 mg, sirup 60 mL (250 mg/5 mL) Tab 500 mg, sirup 60 mL (120 mg/5 mL), tetes 15 mL (60 mg/0,6 mL) Tab 500 mg, sirup 60 mL (120 mg/5 mL), tetes 25 mL (60 mg/0,6 mL) Tab 500 mg, sirup 60 mL (120 mg/5 mL), tetes 15 mL (60 mg/0,6mL) Sirup 60 mL, 100 mL (120 mg/5 mL), tetes 15mL (80mg/0,8 mL) Tab 500 mg, sirup 60 mL (160 mg/5 mL), tetes 15 mL (100mg/mL) Tetes 15 mL (60 mg/0,6mL)
INTERAKSI OBAT
Resiko toksisitas parasetamol dapat meningkat pada pasien yang mendapatkan obat hepatotoksik lain atau obat yang menginduksi enzim mikrosomal hepar. Absopsi parasetamol dipercepat oleh metoklopramid. Ekskresinya dipengaruhi oleh perubahan konsentrasi plasma oleh penggunaan probenecid. Kolestiramin mengurangi absorpsi parasetamol jika diberikan dalam
10
waktu 1 jam setelah konsumsi parasetamol. Penggunaan alkohol dan dosis tinggi parasetamol dapat menyebabkan toksik liver (Sweetman, 2005). Antibakteri. Hepatotoksisitas berat pada dosis terapeutik pernah dilaporkan pada
pasien yang menerima isoniazid saja atau obat anti tuberkulosis lain. Antiepilepsi. Dosis parasetamol perlu dikurangi pada pasien pengguna
carbamazepin, fenobarbital, dan fenitoin karena obat-obat ini tergolong obatobatan yang menginduksi enzim. Antivirus. Pasien dengan pengobatan interferon alfa yang juga mendapatkan
parasetamol didapatkan peningkatan nilai enzim liver. Parasetamol juga didapatkan meningkatkan efek antivirus interferon alfa pada subyek sehat. Probenesid.
Penggunaan
dengan
probenecid
dapat
menurunkan
klirens
parasetamol dan meningkatkan waktu paruh plasma. Walaupun ekskresi parasetamol terkonjugasi dan parasetamol bebas tidak berubah. Analgetik lain. Parasetamol biasa digunakan bersama analgetik lain seperti
aspirin untuk mengatasi nyeri pada rematik sebab parasetamol tidak mempunyai efek anti inflamasi seperti aspirin sehingga bila keduanya digabung maka akan didapatkan sinergi pengobatan yang baik pada penyakit rematik.
KONTRAINDIKASI
Parasetamol harus diberikan secara hati-hati kepada pasien dengan penurunan fungsi ginjal atau hepar. Pemberian obat ini juga harus diperhatikan pada pasien dengan ketergantungan alkohol (Sweetmann, 2005).
TOKSISITAS
Akibat dosis toksik yang paling serius ialah nekrosis hati. Nekrosis tubuli rrenalis serta koma hipoglikemik dapat juga terjadi. Hepatotoksisitas dapat terjadi pada pemberian dosis tunggal 10-15 gram (200-250 mg/kg) parasetamol. Gejala pada hari pertama keracunan akut parasetamol belum mencerminkan bahaya yang mengancam. Anoreksia, mual, muntah, serta sakit perut terjadi dalam 24 jam pertama dan dapat berlangsung selama seminggu atau lebih. Gangguan hepar dapat terjadi pada hari ke dua, dengan gejala peningkatan aktivitas serum transaminase, laktat dehidrogenase, kadar bilirubin serum, serta pemanjangan
11
masa protrombin. Aktivitas alkali fosfatase dan kadar albumin serum tetap normal. Kerusakan hati dapat mengakibatkan ensefalopati, koma, dan kematian. Kerusakan hati yang tidak berat pulih dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan. Masa paruh parasetamol pada hari pertama keracunan merupakan petunjuk beratnya keracunan. Masa paruh lebih dari 4 jam merupakan petunjuk akan terjadinya nekrosis hati dan masa paruh lebih dari 12 jam meramalkan akan terjadinya koma hepatik. (Wilmana, 2008).
EFEK SAMPING OBAT
Efek samping parasetamol jarang muncul dan biasanya ringan, walaupun reaksi
hematologi
termasuk
trombositopenia,
leukopenia,
pansitopenia,
neutropenia, dan agranulositosi pernah dilaporkan. Ruam kulit dan reaksi hipersensitivitas lain adakalanya muncul (Sweetman, 2005). Perhatian penggunaan
Menyusui Tidak didapatkan efek samping penggunaan pada ibu menyusui sehingga parasetamol cenderung aman bagi ibu menyusui. Jumlah parasetamol yang masuk ke air susu cenderung kecil sehingga tidak membahayakan bagi bayi (Sweetman, 2005). Kehamilan Secara umum parasetamol menjadi analgetik pilihan untuk ibu hamil. Tetapi, penggunaan rutin parasetamol (penggunaan harian) pada kehamilan trimester akhir meningkatkan risiko wheezing menetap pada bayi. Namun, jumlah ibu hamil yang menggunakan parasetamol secara rutin setiap hari sangat jarang sehingga penggunaan parasetamol untuk ibu hamil sebagai analgetik masih merupakan pilihan utama (Sweetman, 2005).
12
PENUTUP Dari penjelasan mengenai parasetamol tersebut dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
Parasetamol merupakan obat yang cenderung aman dengan efek samping minimal untuk indikasi analgetik dan antipiretik.
Perlu diingat bahwa obat ini tidak memiliki efek anti inflamasi sehingga tidak tepat jika digunakan untuk penggunaan dengan tujuan menekan proses radang.
Meski penggunaannya cenderung aman, tetapi tetap perlu diperhatikan pada pasien dengan gangguan hepar, gangguan ginjal, dan ketergantungan alkohol.
Parasetamol aman diberikan pada wanita hamil dan menyusui namun tetap dianjurkan pada wanita hamil untuk meminum obat ini bila benar-benar membutuhkan dan dalam pengawasan dokter.
13
DAFTAR PUSTAKA Kalantzi, M. 2006. Biowaiver Monographs for Immediate Release Solid Oral Dosage Forms: Acetaminophen (Paracetamol). In Journal of Pharmaceutical Sciences, Vol. 95, No. 1, pg. 4-14. Wiley Inter Science Katzung, Bertram. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik edisi VI. Jakarta: EGC. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Edisi 12. 2012/2013. Jakarta: PT. Infomaster Lisensi dari CMPMedica. Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC. Silver, Henry et al. 1987. Handbook of Pediatrics Ed. 15. Singapore: Prentice Hall International Inc. Sweetman, Sean. 2005. Martindale: The Complete Drug Reference Ed. 34. Great Great Britain: Pharmaceutical Press. Therapeutics Goods Administration. Juni 2013. OTC Medicine Monograph: Paracetamol for oral use only. Version 1.0. OTC Medicine Evaluation/OMA Australian Government Departement of Health and Ageing. WHO. 1999. Paracetamol . In IARC Monographs on the Evaluation of Carcinogenic Risks to Humans Volume 73. Lyon, France: WHO. WHO. April 2013. WHO Model List of Essential Medicine Ed. 18 th list. http://www.who.int/medicines/publications/essentialmedicines/18th_EML _Final_web_8Jul13.pdf . (diakses 22 Oktober 2013). Wilmana, Freddy P. 2008. Analgesik-Antipiretik, Analgesik Anti-Inflamasi Non Steroid, dan Obat Gangguan Sendi Lainnya. Pada Sulistia Gan. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
14