BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring berkembangnya zaman di era globalisasi saat ini, terjadi peningkatan jumlah penduduk baik populasi maupun variasinya. Keadaan ini memungkinkan adanya multikultural atau variasi kultur pada setiap wilayah. Tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang berkualitas pun semakin tinggi. Hal ini menuntut me nuntut setiap tenaga kesehatan profesional termasuk perawat untuk mengetahui dan bertindak setepat mungkin dengan prespektif global dan medis bagaimana merawat pasien dengan berbagai macam latar belakang kultur atau budaya yang berbeda dari berbagai tempat di dunia dengan memperhatikan namun tetap pada tujuan utama yaitu memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas. Penanganan pasien dengan latar belakang budaya disebut dengan transkultural nursing. Tanskultural nursing adalah suatu daerah/wilayah keilmuan budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokusnya memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepda manusia (Leininger, 2002). Proses keperawatan transkultural diaplikasikan untuk mengurangi konflik perbedaan budaya atau lintas budaya antara perawat sebagai profesional dan pasien B. Rumusan Masalah
1. 2. 3. 4. 5.
Apa yang dimaksud dengan transkultural ? Apa saja peran dan fungsi perawat ? Bagaimana pengkajian asuhan keperawatan budaya ? Apa saja instrumen pengkajian budaya ? Bagaiman aplikasi konsep & prinsip transkultural nursing sepanjang daur kehidupan manusia ? 6. Bagaimana penerapan konsep kultur lainnya ? C. Tujuan
1. Tujuan Umum Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini diharapkan mahasiswa mampu mengetahui dan memahami bagaimana aplikasi transkultural nursing sepanjang daur kehidupan manusia. 2. Tujuan Khusus Mahasiswa diharapkan mampu : a. Menjelaskan pengertian transkultural 1
b. Menjelaskan peran dan fungsi perawat c. Menjelaskan pegkajian asuhan keperawatan budaya d. Menjelaskan instrumen pengkajian budaya e. Menjelaskan aplikasi konsep & prinsip transkultural ursing sepanjang daur kehidupan manusia f. Menjelaskan penerapan konsep kultur lainnya
D. Manfaat
1. Bagi penulis Menambah wawasan tentang aplikasi transkultural nursing sepanjang daur kehidupan manusia 2. Bagi Pembaca Memberikan Wawasan tentang aplikasi transkultural nursing sepanjang daur kehidupan manusia, serta dapat meningkatkan wawasan pengetahuan.
2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Transkultural
Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002). Asumsi mendasar dari teori adalah perilaku Caring. Caring adalah esensi dari keperawatan, membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan keperawatan. Tindakan Caring dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan dalam memberikan dukungan kepada individu secara utuh. Perilaku Caring semestinya diberikan kepada manusia sejak lahir, dalam perkembangan dan pertumbuhan, masa pertahanan sampai dikala manusia itu meninggal. Human caring secara umum dikatakan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan dukungan dan bimbingan pada manusia yang utuh. Human caring merupakan fenomena yang universal dimana ekspresi, struktur dan polanya bervariasi diantara kultur satu tempat dengan tempat lainnya B. Peran Dan Fungsi Perawat
Budaya mempunyai pengaruh luas terhadap kehidupan individu. Oleh sebab itu, penting bagi perawat mengenal latar belakang budaya orang yang dirawat (Pasien). Misalnya kebiasaan hidup sehari – hari, seperti tidur, makan , kebersihan diri, pekerjaan, pergaulan social, praktik kesehatan, pendidikan anak, ekspresi perasaan, hubungan kekeluargaaan, peranan masing – masing orang menurut umur. Kultur juga terbagi dalam sub – kultur. Subkultur adalah kelompok pada suatu kultur yang tidak seluruhnya menganut pandangan kelompok kultur yang lebih besar atau memberi makna yang berbeda . Kebiasaan hidup juga saling berkaitan dengan kebiasaan cultural. Nilai – nilai budaya Timur, menyebabkan sulitnya wanita yang hamil mendapat pelayanan dari dokter pria. Dalam beberapa setting, lebih mudah menerima pelayanan kesehatan pre-natal dari dokter wanita dan bidan. Hal ini menunjukkan bahwa budaya Timur masih kental dengan hal – hal yang dianggap tabu. Dalam tahun – tahun terakhir ini, makin ditekankan pentingknya pengaruh kultur terhadap pelayanan perawatan. Perawatan Transkultural merupakan bidang yang relative baru ; ia berfokus pada studi perbandingan nilai – nilai dan praktik budaya tentang kesehatan dan hubungannya dengan perawatannya. Leininger ( 1991 ) mengatakan bahwa 3
transcultural nursing merupakan suatu area kajian ilmiah yang berkaitan dengan perbedaan maupun kesamaan nilai – nilai budaya ( nilai budaya yang berbeda ras, yang mempengaruhi pada seseorang perawat saat melakukan asuhan keperawatan kepada pasien. Perawatan transkultural adalah berkaitan dengan praktik budaya yang ditujukan untuk pemujaan dan pengobatan rakyat (tradisional). Caring practices adalah kegiatan perlindungan dan bantuan yang berkaitan dengan kesehatan. Menurut Dr. Madelini Leininger, studi praktik pelayanan kesehatan transkultural adalah berfungsi untuk meningkatkan pemahaman atas tingkah laku manusia dalam kaitan dengan kesehatannya. Dengan mengidentifikasi praktik kesehatan dalam berbagai budaya (kultur), baik di masa lampau maupun zaman sekarang akan terkumpul persamaan – persamaan. Lininger berpendapat, kombinasi pengetahuan tentang pola praktik transkultural dengan kemajuan teknologi dapat menyebabkan makin sempurnanya pelayanan perawatan dan kesehatan orang banyak dan berbagai kultur. C. Pengkajian Asuhan Keperawatan Budaya
Perawat dalam menjalankan tugasnya sering menghadapi klien yang memiliki latar belakang etnik, budaya, dan agama yang berbeda. Untuk menghadapi situasi ini penting bagi perawat untuk memahami bahwa klien memiliki pendangan dan interpretasi mengenai penyakit dan kesehatan yang berbeda. Pandangan tersebut didasarkan pada keyakinan sosial-budaya klien. Perawat harus sensitif dan waspada terhadap keunikan warisan budaya dan tradisi kesehatan klien dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien dari latar belakang kebudayaan yang berbeda. Perawat harus mengkaji dan mendengarkan dengan cermat tentang konsistensi warisan budaya klien. Pengakajian tentang budaya klien merupakan pengkajian yang sisrematik dan komprehensif dari nilainilai pelayanan budaya, kepercayaan, dan praktik individual, keluarga, komunitas. Tujuan pengkajian budaya adalah untuk mendapatkan informasi yang signifikan dari klien sehingga perawat dapat menerapkan kesamaan budaya (Leininger dan MC Farland, 2002). Perawat dalam melakukan pengkajian terhadap kebudayaan klien dimulai dari menentukan warisan kultural budaya klien, latar belakang organisasi sosial, dan keterampilan bahasa sertamenayakan penyebab penyakit atau masalah untuk mengetahui klien mendapatkan pengobatan rakyat secara tradisional baik secara ilmiah maupun mesogisoreligus atau kata ramah, suci untuk mencegah dan mengatasi penyakit. Hal ini dilakukan untuk pemenuhan kompoen pengakajian budaya untuk menyediakan informasi yang berguna dalam mengumpulkan data kebudayaan klien. Model matahari terbit dari leininger menggambarkan keberagaman budaya dalam kehidupan sehari-hari dan membantu melaksanakan pengkajian budaya yang dilakukan secara komprehensif. Model ini beranggapan bahwa nilai-nilai pelayanan budaya, kepercayaan, dan praktik merupakn hal yang tidak dapat diubah dalam budaya dan dimensi struktur sosial masyarakat, konteks lingkungan, bahasa dan riwayat etik atau peristiwa bersejarah dari kelompok tertentu(Potter dan perry, fundamental keperawatan ed 7, 187) Tahapan pengkajian budaya dimulai dari mengetahui perubahan demografik populasi pada lingkungan praktik komunitas yang disebut dengan data sensus. Data sensus didapatkan dari data sensus lokal dan regional serta laporan pelayanan kesehatan. Langkah 4
berikutnya perawta menggunakan teknik wawancara yang terbuka, terfokus, dan kontras untuk mendorong klien menceritakan nilai-nilai, kepercayaan, dan praktik dalam warisan budayanya( Spradley, 1979). Dalam melaksanakan pengkajian budaya seorang perawt menjalin hubungan dengan klien dan memiliki keterampilam dalam berkomuknikasi. Pengkajian budaya yang komprehensif membutuhkan keterampilan, waktu hingga persiapan dan antisipasi sangat diperlukan. D. Beberapa Instrumen Pengkajian Budaya
Pada abad ke-21 ini,tuntutan terhadap asuhan keperawatan semakin besar, tak hanya asuhan keperawatan yang melihat sisi medisnya saja, tetapi juga melihat dari sisi budaya. Jika melihat dari sisi budaya, ini termasuk ilmu keperawatan yang memasuki level midle theory range, yaitu teori transkultural nursing. Transkultural nursing mempunyai tahapan yang sama dengan proses keperawatan; antara lain pengkajian, diagnosis, perencanaan, implemantasi dan evaluasi. Pengkajian dalam transkultural nursing memiliki instrument atau komponen tersendiri, antara lain; warisan dan sejarah etnik, variasi biologis, religious dan kepercayaan, organisasi sosial, komunikasi, waktu, kepercayaan perawatan dan prakteknya, serta pengalaman sebagai tenaga proposional. Warisan budaya dan sejarah etnik sering membawa pada nilai-nilai dan norma yang berlaku pada suatu adat istiadat, ras klien, atau dalam hal ini dapat dikaji tentang persepsin sehat dan sakit menurut budaya klien, keikutsertaan cara-cara budaya dalam proses perawatan. Relijius dan kepercayaan ini dalah faktor yang sangat mempengaruhi karena membawa motivasi tersendiri untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya. Kajian religious dapat meliputi agama yang dianut, sudut pandang pasien terhadap penyebab penyakit, proses penyembuhannya serta sisi positif agama pasien yang dapat membantu proses kesembuhanya. Variasi biologis, perbedaan biologis antara anggota kelompok kultur, seperti struktur dan bentuk tubuh, warna kulit, variasi enzimatik dan genetik, kerentanan terhadap penyakit, variasi nutrisi. Pengkajian organisasi sosial mengacu pada unit keluarga dan kelompok sosial, dimana di lihat tentang keadaan soal keluarga seperti ekonomi, pergaulan sosial. Sedangkan pada kelompok sosila klien dapat dilihat sejarah lingkungan dan kondisi lingkungan. Komunikasi adalah hal terpenting dalam pelaksanaan proses asuhan keperawatan, ketidak berhasilan komunikasi dapat menghambat proses diagnosis dan tindakaan serta dapat membawa pada hasil yang tragis. Dalam hal ini perawat harus dapat melihat bahasa yang digunakan pasien secara verbal maupun non verbal. Ruang personal menujukkan sikap klien yang harus ditanggapi oleh perawat secara sensitive, sehingga tidak menimbulkkan rasa ketidak nyamanan pasien. Bukan hanya mengenai ruang personal yang harus menjadi pertimbangan tetapi juga mengenai waktu ,orientasi waktu berbeda-deada dalam setiap ethic ada yang memprioritaskan pada saat ini ada juga yang saat mendatang. Perbedaan orientasi waktu ini akan membawa pada perencaan asuhan jangka panjang. Keyakinan perawtan klien juga menjadi factor kajian, di sini perawat harus melihat bagai mana keyakinan dan praktik pengobatan tradisional yang dipercai pasien dlam proses penyembuhannya apakah dapat membantu atau memperparah 5
penyakitnnya. Dan factor kajian terakhir yang mempengaruhi adalah pengalam an propesional perawtan itu sendiri dalam menangggapi atau dalam member asuhan keperawatan itu. E. Aplikasi Konsep Dan Prinsip Transkultural Nursing Sepanjang Daur Kehidupan Manusia
1. Perawatan Kehamilan dan Kelahiran Kehamilan dan kelahiran bayi pun dipengaruhi oleh aspek sosial dan budaya dalam suatu masyarakat. Dalam ukuran-ukuran tertentu, fisiologi kelahiran secara universal sama. Namun proses kelahiran sering ditanggapi dengan cara-cara yang berbeda oleh aneka kelompok masyarakat (Jordan, 1993). Berbagai kelompok yang memiliki penilaian terhadap aspek kultural tentang kehamilan dan kelahiran menganggap peristiwa itu merupakan tahapan yang harus dijalani didunia. Salah satu kebudayaan masyarakat kerinci di Provinsi Jambi misalnya, wanita hamil dilarang makan rebung karena menurut masyarakat setempat jika wanita hamil makan rebung maka bayinya akan berbulu seperti rebung. Makan jantung pisang juga diyakini menurut keyakinan mereka akan membuat bayi lahir dengan ukuran yang kecil. Dalam kebudayaan Batak, wanita hamil yang menginjak usia kehamilan tujuh bulan diberikan kepada ibunya ulos tondi agar wanita hamil tersebut selamat dalam proses melahirkan. Ketika sang bayi lahir pun nenek dari pihak ibu memberikan lagi ulos tondi kepada cucunya sebagai simbol perlindungan. Sang ibu akan menggendong anaknya dengan ulos tersebut agar anaknya selalu sehat dan cepat besar. Ulos tersebut dinamakan ulos parompa. Pantangan dan simbol yang terbentuk dari kebudayaan hingga kini masih dipertahankan dalam komunitas dan masyarakat. Dalam menghadapi situasi ini, pelayanan kompeten secara budaya diperlukan bagi seorang perawat untuk menghilangkan perbedaan dalam pelayanan, bekerja sama dengan budaya berbeda, serta berupaya mencapai pelayanan yang optimal bagi klien dan keluarga. Menurut Meutia Farida Swasono salah satu contoh dari masyarakat yang sering menitikberatkan perhatian pada aspek krisis kehidupan dari peristiwa kehamilan dan kelahiran adalah orang jawa yang di dalam adat adat istiadat mereka terdapat berbagai upacara adat yang rinci untuk menyambut kelahiran bayi seperti pada upacara mitoni, procotan, dan brokohan. Perbedaan yang paling mencolok antara penanganan kehamilan dan kelahiran oleh dunia medis dengan adat adalah orang yang menanganinya, kesehatan modern penanganan oleh dokter dibantu oleh perawat, bidan, dan lain sebagainya tapi penangana dengan adat dibantu oleh dukun bayi. Menurut Meutia Farida Swasono dukun bayi umumnya adalah perempuan, walaupun dari berbagai kebudayaan tertentu, dukun bayi adalah laki laki seperti pada masyarakat Bali Hindu yang disebut balian manak dengan usia di atas 50tahun dan profesi ini tidak dapat digantikan oleh perempuan karena dalam proses menolong persalinan, sang dukun harus membacakan mantra mantra yang hanya boleh diucapkan oleh laki laki karena sifat sakralnya.
6
Proses pendidikan atau rekrutmen untuk menjadi dukun bayi bermacam macam. Ada dukun bayi yang memperoleh keahliannya melalui proses belajar yang diwariskan dari nenek atau ibunya, namun ada pula yang mempelajari dari seorang guru karena merasa terpanggil. Dari segi budaya, melahirkan tidak hanya merupakan suatu proses semata mata berkenaan dengan lahirnya sang bayi saja, namun tempat melahirkan pun harus terhindar dari berbagai k otoran tapi “kotor” dalam arti keduniawian, sehingga kebudayaan menetapkan bahwa proses mengeluarkan unsur unsur yang kotor atau keduniawian harus dilangsungkan di tempat yang sesuai keperluan itu. Jika dokter memiliki obat obat medis maka dukun bayi punya banyak ramuan untuk dapat menangani ibu dan janin, umumnya ramuan itu diracik dari berbagai jenis tumbuhan, atau bahan bahan lainnya yang diyakini berkhasiat sebagai penguat tubuh atau pelancar proses persalinan. Menurut pendekatan biososiokultural dalam kajian antropologi, kehamilan dan kelahiran dilihat bukan hanya aspek biologis dan fisiologis saja, melainkan sebagai proses yang mencakup pemahaman dan pengaturan hal-hal seperti; pandangan budaya mengenai kehamilan dan kelahiran, persiapan kelahiran, para pelaku dalam pertolongan persalinan, wilayah tempat kelahiran berlangsung, cara pencegahan bahaya, penggunaan ramuan atau obat-obatan tradisional, cara menolong kelahiran, pusat kekuatan dalam pengambilan keputusan mengenai pertolongan serta perawatan bayi dan ibunya. Berdasarkan uraian diatas, perawat harus mampu memahami kondisi kliennya yang memiliki budaya berbeda. Perawat juga dituntut untuk memiliki keterampilan dalam pengkajian budaya yang akurat dan komprehensif sepanjang waktu berdasarkan warisan etnik dan riwayat etnik, riwayat biokultural, organisasi sosial, agama dan kepercayaan serta pola komunikasi. Semua budaya mempunyai dimensi lampau, sekarang dan mendatang. Untuk itu penting bagi perawat memahami orientasi waktu wanita yang mengalami transisi kehidupan dan sensitif terhadap warisan budaya keluarganya. 2. Perawatan Dan Pengasuhan Anak Disepanjang daur kehidupannya, manusia akan melewati masa transisi dari awal masa kelahiran hingga kematiannya. Kebudayaan turut serta mempengaruhi peralihan tersebut. Dalam asuhan keperawatan budaya, perawat harus paham dan bisa mengaplikasikan pengetahuannya pada tiap daur kehidupan manusia. Salah satu contohnya yaitu aplikasi transkultural pada perawatan dan pengasuhan anak. Setiap anak diharapkan dapat berkembang secara sempurna dan simultan, baik perkembangan fisik, kejiwaan dan juga sosialnya sesuai dengan standar kesehatan, yaitu sehat jasmani, rohani dan sosial. Untuk itu perlu dipetakan berbagai unsur yang terlibat dalam proses perkembangan anak sehingga dapat dioptimalkan secara sinergis. Menurut Urie Bronfenbrenner (1990) setidaknya ada 5 (lima) sistem yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak,yaitu:
7
Pertama, sistem mikro yang terkait dengan setting individual di mana anak tumbuh dan berkembang yang meliputi : keluarga, teman sebaya, sekolah dan lingkungan sekitar tetangga. Kedua, sistem meso yang merupakan hubungan di antara mikro sistem, misalnya hubungan pengalaman-pengalaman yang didapatkan di dalam keluarga dengan pengalaman di sekolah atau pengalaman dengan teman sebaya. Ketiga, sistem exo yang menggambarkan pengalaman dan pengaruh dalam setting sosial yang berada di luar kontrol aktif tetapi memiliki pengaruh langsung terhadap perkembangan anak,seperti,pekerjaan orang tua dan media massa. Keempat, sistem makro yang merupakan budaya di mana individu hidup, seperti : ideologi, budaya, sub-budaya atau strata sosial masyarakat. Kelima, sistem chrono yang merupakan gambaran kondisi kritis transisional (kondisi sosio-historik). Keempat sistem pertama harus mampu dioptimalkan secara sinergis dalam pengembangan berbagai potensi anak sehingga dibutuhkan pola pengasuhan, pola pembelajaran, pola pergaulan termasuk penggunaan media massa, dan pola kebiasaan (budaya) yang koheren dan saling mendukung. Proses sosialisasi pada anak secara umum melalui 4 fase, yaitu: a) Fase Laten (Laten Pattern), pada fase ini proses sosialisasi belum terlihat jelas. Anak belum merupakan kesatuan individu yang berdiri sendiri dan dapat melakukan kontak dengan lingkungannya. Pada fase ini anak masih dianggap sebagai bagian dari ibu,dan anak pada fase ini masih merupakan satu kesatuan yang disebut “two persons system”. b) Fase Adaptasi (Adaption), pada fase ini anak mulai mengenal lingkungan dan memberikan reaksi atas rangsangan-rangsangan dari lingkungannya. Orangtua berperan besar pada fase adaptasi, karena anak hanya dapat belajar dengan baik atas bantuan dan bimbingan orangtuanya. c) Fase Pencapaian Tujuan (Goal Attainment), pada fase ini dalam sosialisasinya anak tidak hanya sekadar memberikan umpan balik atas rangsangan yang diberikan oleh lingkungannya, tapi sudah memiliki maksud dan tujuan. Anak cenderung mengulangi tingkah laku tertentu untuk mendapatkan pujian dan penghargaan dari lingkungannya. d) Fase Integrasi (Integration), pada fase ini tingkah laku anak tidak lagi hanya sekadar penyesuaian (adaptasi) ataupun untuk mendapatkan penghargaan, tapi sudah menjadi bagian dari karakter yang menyatu dengan dirinya sendiri. Interaksi anak dengan lingkungannya secara tidak langsung telah mengenalkan dirinya pada kultural atau kebudayaan yang ada di sekelilingnya. Lingkungan dan keluarga turut berperan serta dalam tumbuh kembang anak. Hal ini pun tidak terlepas dari pengaruh-pengaruh budaya yang ada di sekitarnya. Sebagai perawat, dalam memberikan pengasuhan dan perawatan perlu mengarahkan anak pada perilaku perkembangan yang normal, membantu dalam memaksimalkan kemampuannya dan menggunakan kemampuannya untuk koping dengan membantu mencapai keseimbangan perkembangan yang penting. Perawat juga harus sangat melibatkan anak dalam merencanakan proses perkembangan. Karena preadolesens memiliki
8
keterampilan kognitif dan sosial yang meningkat sehingga dapat merencnakan aktifitas perkembngan. Dalam lingkungannya, anak diharuskan bekerja dan bermain secara kooperatif dalam kelompok besar anak-anak dalam berbagai latar belakang budaya. Dalam proses ini, anak mungkin menghadapi masalah kesehatan psikososial dan fisik (misalnya meningkatnya kerentanan terhadap infeksi pernapasan, penyesuaian yang salah di sekolah, hubungan dengan kawan sebaya tidak adekuat, atau gangguan belajar). Perawat harus merancang intervensi peningkatan kesehatan anak dengan turut mengkaji kultur yang berkembang pada anak. Agar tidak terjadi konflik budaya terhadap anak yang akan mengakibatkan tidak optimalnya pegasuhan dan perawatan anak. F. Penerapan Konsep Kultur Lainnya
Sistem pengobatan tradisional merupakan sub unsur kebudayaan masyarakat sederhana, pengetahuan tradisional. Dalam masyarakat tradisional, sistem pengobatan tradisional ini adalah pranata sosial yang harus dipelajari dengan cara yang sama seperti mempelajari pranata social umumnya dan bahwa praktek pengobatan asli (tradisional) adalah rasional dilihat dari sudut kepercayaan yang berlaku mengenai sebab akibat. Beberapa hal yang berhubungan dengan kesehatan (sehat – sakit) menurut budaya – budaya yang ada di Indonesia diantaranya adalah : Untuk menentukan sebab – sebab suatu penyakit ada dua konsep, yaitu konsep personalistik dan konsep naluralistik . Dalam konsep personalistik, penyakit disebabkan oleh makhluk supernatural (makhluk gaib), makhluk yang bukan manusia (hantu, roh leluhur, roh jahat) dan manusia (tukang sihir, tukang tenung). Penyakit ini dikatakan tidak wajar / tidak biasa. Penyembuhannya adalah berdasarkan pengetahuan secara gaib atau supernatural, misalnya melakukan upacara dan sesaji. Penyembuhan dapat melalui seorang dukun atau “ wong tuo “. Ada beberapa kategori dukun pada masyarakat Jawa yang mempunyai nama dan fungsi masing – masing : 1) Dukun bayi : khusus menangani penyembuhan terhadap penyakit yang berhubungan dengan kesehatan bayi, dan orang yang hendak melahirkan. 2) Dukun pijat/tulang (sangkal putung) : Khusus menangani orang yang sakit terkilir , patah tulang , jatuh atau salah urat. 3) Dukun klenik : khusus menangani orang yang terkena guna – guna. 4) Dukun mantra : khusus menangani orang yang terkena penyakit karena kemasukan roh halus. 5) Dukun hewan : khusus mengobati hewan. Sedangkan konsep naturalistik,penyebab penyakit bersifat natural dan mempengaruhi kesehatan tubuh, misalnya karena cuaca, iklim, makanan racun, bisa, kuman atau kecelakaan . Di samping itu ada unsur lain yang mengakibatkan ketidakseimbangan dalam tubuh, misalnya dingin, panas, angin atau udara lembab. Oleh orang Jawa hal ini disebut dengan penyakit biasa. Adapun penyembuhannya dengan model keseimbangan dan keselarasan , artinya dikembalikan pada keadaan semula sehingga orang sehat kembali .
9
Adapun beberapa contoh pengobatan tradisional masyarakat jawa yang tidak terlepas dari tumbuhan dan buah – buahan yang bersifat alami adalah : 1) Daun dadap sebagai penurun panas dengan cara ditempelkan di dahi. 2) Temulawak untuk mengobati sakit kuning dengan cara di parut , diperas dan airnya diminum 2 kali sehari satu sendok makan , dapat ditambah sedikit gula batu dan dapat juga digunakan sebagai penambah nafsu makan. 3) Akar ilalang untuk menyembuhkan penyakit hepatitis 4) Mahkota dewa untuk menurunkan tekanan darah tinggi, yakni dengan dikeringkan terlebih dahulu lalu diseduh seperti teh dan diminum seperlunya. 5) Brotowali sebagai obat untuk menghilangkan rasa nyeri, peredam panas, dan penambah nafsu makan. 6) Jagung muda (yang harus merupakan hasil curian = berhubungan dengan kepercayaan) berguna untuk menyembuhkan penyakit cacar dengan cara dioleskan dibagian yang terkena cacar. 7) Daun sirih untuk membersihkan vagina. 8) Lidah buaya untuk kesuburan rambut. 9) Cicak dan tokek untuk menghilangkan gatal – gatal. 10) Mandi air garam untuk menghilangkan sawan. 11) Daun simbung dan daun kaki kuda untuk menyembuhkan influenza. 12) Jahe untuk menurunkan demam / panas , biasanya dengan diseduh lalu diminum ataupun dengan diparut dan detempelkan di ibu jari kaki 13) Air kelapa hijau dengan madu lebah untuk menyembuhkan sakit kuning yaitu dengan cara 1 kelapa cukup untuk satu hari , daging kelapa muda dapat dimakan sekaligus , tidak boleh kelapa yang sudah tua. Budaya Sunda a) Sakit Demam Keluhan demam ditandai dengan badan terasa pegal – pegal, menggigil, kadang – kadang bibir biru. Penyebab demam adalah udara kotor, menghisap debu kotor, pergantian cuaca, kondisi badan lemah, kehujanan, kepanasan cukup lama, dan keletihan. Pencegahan demam adalah dengan menjaga kebersihan udara yang dihisap, makan teratur, olahraga cukup, tidur cukup, minum cukup, kalau badan masih panas/berkeringat jangan langsung mandi, jangan kehujanan dan banyak makan sayuran atau buah. Pengobatan sendiri demam dapat dilakukan dengan obat tradisional, yaitu kompres badan dengan tumbuhan daun melinjo, daun cabe atau daun singkong, atau dapat juga dengan obat warung yaitu Paramek atau Puyer bintang tujuh nomor 16. b) Keluhan Batuk Batuk TBC, yaitu batuk yang sampai mengeluarkan darah dari mulut, batuk biasa, dan batuk yang terus menerus dengan suaranya melengking dengan gejala tenggorokan gatal, terkadang hidung rapet, dan kepala sakit. Penyebab batuk TBC adalah karena orang tersebut menderita penyakit TBC paru, sedangkan batuk biasa atau batuk bangkong adalah menghisap debu dari tanah kering yang baru tertimpa hujan, alergi salah satu makanan, makanan basi, masuk angin, makan makanan 10
yang digoreng dengan minyak yang tidak baik, atau tersedak makanan/keselek. Pencegahan batuk dilakukan dengan menjaga badan agar jangan kedinganan, jangan makan makanan basi, tidak kebanyakan minum es, menghindari makanan yang merangsang tenggorokan, atau menyebabkan alergi. Pengobatan sendiri batuk dapat dilakukan dengan obat warung misalnya konidin atau oikadryl. Bila batuk ringan dapt minum obat tradisional yaitu air perasan jeruk nipis dicampur kecap, daun sirih 5 lembar diseduh dengan air hangat setengah gelas atau rebusan jahe dengan gula merah. c) Sakit Pilek Keluhan pilek ringan, yaitu hidung tersumbat atau berair, dan pilek berat yaitu pilek yang disertai sakit kepala, demam, badan terasa pegal dan tenggorokan kering. Penyebab pilek adalah kehujanan menghisap debu kotor, menghisap asap rokok, menghisap air, pencegahan pilek adalah jangan kehujanan, kalau badan berkeringat jangan langsung mandi, apabila muka terasa panas, jangan mandi langsung minum obat, banyak minum air dan istirahat. Pengobatan sendiri, pilek dapat dilakukan dengan obat warung yaitu mixagrib diminum 3x sehari sampai keluhannya hilang. Dapat juga digunakan obat tradisional untuk mengurangi keluhan , misalnya minyak kelapa dioleskan di kanan dan kiri hidung. d) Sakit Panas Sakit panas adalah sakit yang menyebabkan sekujur tubuh seseorang terasa panas biasanya yang disertai. Untuk mengobatinya, orang sunda biasa dengan menggunakan labu yang diparut, kemudian dibungkus kain dan di kompreskan ke tubuh orang yang sakit panas tersebut hingga panasnya turun. Selain itu juga bisa dengan menggunakan kompres air dingin.
Budaya Batak
Bagi orang batak, di samping penyakit alamiah, ada juga beberapa tipe spesifik penyakit supernatural, yaitu : a) Jika mata seseorang bengkak, orang tersebut diyakini telah melakukan perbuatan yang tidak baik (mis : mengintip). Cara mengatasinya agar matanya tersebut sembuh adalah dengan mengoleskan air sirih. b) Nama tidak cocok dengan dirinya (keberatan nama) sehingga membuat orang tersebut sakit. Cara mengobatinya dengan mengganti nama tersebut dengan nama yang lain, yang lebih cocok dan didoakan serta diadakan jamuan adat bersama keluarga. c) Ada juga orang batak sakit karena tarhirim Misalnya : seorang bapak menjanjikan akan memberi mainan buat anaknya, tetapi janji tersebut tidak ditepati . Karena janji tersebut tidak ditepati, si anak bisa menjadi sakit.
11
d) Jika ada orang batak menderita penyakit kusta, maka orang tersebut dianggap telah menerima kutukan dari para leluhur dan diasingkan dalam pergaulan masyarakat. Di samping itu, dalam budaya batak dikenal adanya “kitab pengobatan” Di dalam kehidupan Si raja Batak dahulu ilmu pengobatan telah ada, mulai sejak dalam kandungan sampai melahirkan. Obat-obatan tersebut antara lain: 1) Obat mulai dari kandungan sampai melahirkan 2) Dappol Siburuk (obat urut dan tulang) 3) Biji sirintak (Untuk mengobati sakit mata) 4) Tawar mulajadi (Mengobati penyakit kulit yang sampai membusuk) e) Jika ada orang batak yang menderita penyakit gondok , maka cara pengobatannya dengan menggunakan belau. f) Apabila ada orang batak yang menderita penyakit panas ( demam ) biasanya pengobatannya dengan cara menyelimutinya dengan selimut / kain yang tebal
Budaya Flores
Damianus Wera orang Flores satu ini punya karunia yang sangat langka . Dami dikenal sebagai penyembuh alternative unik. Menurut Dami ada tiga jenis penyakit yang dikeluhkan para pasien : Pertama, jenis penyakit nonmedis atau santet/guna – guna. Kedua, penyakit medis seperti jantung koroner, tumor, kanker, dll.
Ketiga, sakit
psikologis mis : banyak utang, stress, dll. “Dami mengingatkan kunci sehat itu sebenarnya ada di pikiran yang sehat. Sebaliknya, pikiran yang ruwet, penuh beban dan tekanan, justru memicu munculnya penyakit dalam tubuh manusi a” Dami mempunyai 7 metode untuk mengatasi penyakit : 1) Berdoa. 2) Air 3) Kapsul ajaib 4) Pijat refleksi 5) Suntik. 6) Telur ayam ( kampung ) dan gelas 7) Operasi / bedah a) Bawang merah : untuk mengobati batuk , yakni dengan cara dihancurkan (dikunyah ) lalu dibungkus dengan sepotong kain , kemudian ditempelkan di tenggorokan . Cara ini baik diterapkan pada waktu sebelum tidur malam.
12
b) Daun sirih :untuk mengobati orang yang mimisan , yaitu dengan digulung kemudian disumbatkan ke lubang hidung yang keluar darah. c) Daun papaya yang masih muda : untuk menghentikan keluarnya darah dari bagian tubuh yang luka , yaitu dengan dikunyah sampai halus kemudian ditempelkan di bagian yang luka tersebut.
13
Analisa Kasus A. Pengkajian 1. Indetitas a. Indetitas klien Nama Usia Agama Pendidikan Pekerjaan Suku Alamat Diagnose Medis
: Ny, N : 22 Tahun : Islam : SD :: Sunda : Kp. Lebak Desa Tanjung Kerta Sukamantri : Post Natal 1 hari (G0P2A0)
b. Indetitas Penanggung Jawab Nama : Tn. L Usia : 23 Tahun Agama : Islama Pendidikan : SD Pekerjaan : Wiraswasta Suku : Sunda Alamat : Kp. Lebak Desa Tanjung Kerta Sukamantri Hubungan dengan : Suami klien 2. Riwayat kesehatan sekarang Klien post natal 1 hari, melahirkan di bidan pukul 22:00 WIB dengan usia kehamilan 40 minggu. Kehamilan yang kedua dan diharapkan oleh pasangan suami istri. Mulai merasakan mulas sejak pukul 12:00 dinihari, berharap dapat melahirkan di emak paraji (indung beurang). Pukul 04:00 klien merasakan adanya cairan yang keluar dari kemaluannyan, berwarna bening, oleh indung beurang dicoba untuk mengeluarkan bayi dengan cara diurut dari bagian atas perut, minum air kelapa muda tetepi bayi tidak mau keluar. Setelah klien kecapaian dan tidak ada tenaga lagi untuk mengejan oleh indung beurang klien dibawa ke puskesmas yang jarkanyan 50 km (1jam perjalan menggunakan ojek) dari tempat tinggal klien. Setalah dirangsang bayi keluar pukul 22:00 di Puskesmas. Keluarga memaksa pulang bayi dan ibu yang baru melahirkan karena menurutnya bayi tidak boleh berada terlalu lama di luar rumah. 3. Factor teknologi Klien memeriksakan kehamilannya kepada indung beurang dan melahirkan disana. Sebelum kehamilan klien tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi dan setalah melahirkan klien dan suami berencana mengguanakan alat KB tradisional yaitu dengan minum bunga pohon jati yang telah direbus.
14
4. Factor agama dan falsafat hidup Klien menyatakan beragam Islam, percaya kepada ilmu sihir dan hal – hal gaib. Klien percaya bila bayinyan dibawa terlalu lama dari rumah maka bayinya akan hilang dibawa gendolwewe atau kolongwewe. biasanyan bayi tersebut akan dibawa selepas maghrib, karena menurut meraka bayi masih berbau amis dan mahluk gaib sangat menyukain hai – hal yang berbau amis. Bayi tersebut biasanya digunakan tumbal oleh meraka yangmemuja ingin awet muda. Biasanyan bagi keluarga yang baru saja memliki bayi akan menggunakan tradisi “meutingan” yaitu tradisi menginap di rumah keluaga yang baru saja melahirkan. Mereka biasanyan ngaos (membaca ayat – ayat suci AL Qur’an) selama 7 hari 7 malam yang dimulai selepas maghrib sampai dengan isya. Meraka percaya dengan cara tersebut bayi yang baru saja lahir tidak akan hilang. 5. Factor social dan keterikatan keluarga Hubungan kekeraban masih sangat kuat terutama dari keluarga perempuan. Ibu dari pihak wanita, uwak (kakak orang tua wanita), bibi ( adek dari orang tua) akan menginap dan mendukung anak wanitanya yang baru saja melahirkan sampai dengan bayi berusia 1 minggu. Keputusan dalam keluarga dipegang oleh suami. Biasayan pasangan akan menayakan terlebih dahulu kepada orang tua masing – masing bagaimana yang terbaik. Tetepi keputusan tetep diambil oleh suami. Selama proses setlah melahirkan sampai dengan 40 hari biasanya akan tinggal dipihak suami. 6. Factor nilai – nilai budaya dipihak gaya hidup Bahsa yan digunakan adalah bahasa Sunda. Wanita setalah melahirkan pantang makan – makanan yang berbau hanyir (amis) seperti ikan, telur karena akan menyebabkan proses penyembuhan pada alat kelamin akan lama (sulit kering). Ibu diwajibkan menggunakan kain panjang (stagen) agar perut ibu dapat kembali seperti keadaan semua keadaan semua sebelum hamil 3 bulan. Bagi bayi, sebelum berusia 40 hari bayi akan dipasangkan bawang putih, peniti, jarum, dan gunting yang dimasukkan ke dalam kantong (buntel kadut) dan disematkan pada baju bayi. Pada saat kehamilan anak pertama ibumembuang air susu petama yang masih berwarna bening (colostrum) karena menurut ibu dan orang tua bayi akan mengalami keracunan dan mati. Bayi yang belum diberi ASI akan diberi air gula jawa sampai usia ± 3 hari, bahkan anak yang pertama pada hari kedua diberi makan dengn pisang karena bayinya yang masih lapar meskipun sudah diberi air gula jawa. Untuk plasenta bayi, orang tua byi akan mencuci bal sampai bersih, diberi pelengkapan (tujuh potong kain perca dengan warna berbeda), dibungkus dengan kain putih bersih dan dikubur dibelakang rumah. Selama 7 hari 7 malam deberi penerangan dengan tujuan agar bayi yang baru lahir juga aka terang. Meraka percaya bahwa bali adalah saudara muda yang akan mendapingi bayi dalam keadaan suka dan duka.
15
7. Factor kebijakan dan peraturan yang berlaku Indung beurang adalah wanita yang sangat dihormati oleh masyarakat setempatkehamilan dan melahirkan, wanita di daerah tersebut diwajibkan untuk berobat hanya pada indung berurang, bila berobat ke pertugas kesehtan meskipun dekat akan dikucilkan oleh warga setempat. selama 7 hari setelah bayi lahir, indung becurang akan dating setiap hari ke rumah bayi untuk memandikan bayi, mengurut bayi dan merawat tali pusat bayi. 8. Factor ekonomi Keduanya adalah pasangan muda, yang mencari nafkah hanya laki – laki, berkerja dengan cara merantau ke daerah lain untuk berdagang, kehadiran mertua dan ibu dari pihak wanita sangat membantu ibu dalam perawatan bayi. Biaya persalinan ditanggung bersama – sama antar keluarga perempuan dan laki – laki. 9. Factor pendidikan Pendidikan keduanyan adalah SD, meraka tidak mengetahui adanya Kontrasepsi moderan karena selam pendidikan belum pernah mendengar alat kontrasepsi moderan. Keluarga tidak punya biaya untuk menyekolahkan ke SMP karena untuk sekolah ke SMP sangat jauh dan mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk sekali berangkat ke sekolah. B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dapat ditegakkan pada kasus ini adalah : resiko ketidak patuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sisitem nilai yang diyakini. C. Perencanaan dan Pelaksanaan
Berdasarkan data – data yang ada dimana ibu melahirkan anak ke dua, anak pertama tidak diberi ASI colostrum, diberi makan pisang maka tindakan yang harus dilakukan adalah : a. Cultural care preservation/maintenance 1) Indetitas perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses melahirkan dan perawatan bayi. 2) Bersikap tenang dan tidak terburu – buru saat berinteraksi dengan klien. 3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat. b. Cultural care accommodation/negotiation 1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien. 2) Jelakan tentang pentingnya makan – makanan yang mengandung protein. Ikan dan telur boleh saja tidak makan tetepi harus diganti dengan temped an tahu, kalau bias sekali- kali makan daging ayam untuk memenuhi kebutuhan protein hawani baik kepada orang tua maupun keluarga klien. 3) Libatkan keluarga dalam perancanaan perawatan. c. Cultural care repartening/recodtruction 1) Jelaskan kepada klien tentang pentingnya pemberian colostrum untuk meningkatkan pertahanan tubuh bayi. 16
2) Jelaskan kepada klien akan pentingnya pemberian ASI exclusive sampai dengan 6 bulan, tanpa pemberian makanan lain, hanya ASI 3) Gunakan gambar – gambar yang lebih mudah dipahami oleh klien. 4) Jelaskan pada klien bahwasanya pemberian pisang pada hari kedua akan sangat membahayakan kesahatan percernaan bayi dan berikan contoh – contoh dimana bayi yang baru lahir makan pisang dapat mengakibatkan kematian. 5) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan melaksanakannya. 6) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok. 7) Gunakan pihak ketiga misalnya keluarga yang sekolah sampai ke tahap SMA atau pada saat menjelaskan juga menghadirkan kepada desa sebagai pemimpin di daerah tersebut. 8) Terjemahkan terminologigejala pasein ke dalam bahasa kesehtan yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua. 9) Berikan informasi pada klien tenteng saranan keshatan yang dapat dugunakan misalnya imunisasi di Puskesmas untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit mematikan. D. Evaluasi
Evaluasi dilakukan terhadap peningkatan pemahaman klien tentang: 1. Makan – makan protein nabati seperti tempe dan tahu dan makan protein hewani selain ikan dan telur misalnya daging ayam. 2. Pemberian ASI (colostrum) kepada bayi, setelah diberikan penjelasan ibu tidak lagi membuang ASI Colostrumnya tetapi justru memberikan kepada bayi. 3. Tidak lagi memberi makan pisang kepada bayi meskipun bayi tersebut menangis. Makanan yang diberikan hanyalah ASI sampei dengan 6 bulan (ASI exclusive) PEMBAHASAN
Proses keperawatan adalah suatu tahapan desain tindakan yang ditujukan untuk memenuhi tujuan keperawatan yang meliputi : mempertahankan keadaan kesehatan klien yang optimal, apabila keadaannya berubah membuat suatu jumlah dan kualitas tindakan keperawatan terhadap kondisinya guna kembali ke keadaan yang normal. Jika kesehatan yang optimal tidak dapat tercapai, proses kesehatan harus dapat memfasilitasi kualitas kehidupan yang maksimal berdasarkan keadaannya untuk mencapai derajat kehidupan yang lebih tinggi selama hidupnya (Iyer et al, 1996). Pearson (1996) menyatakan konsep proses keperawatan dalam konteks budaya mendefinisikan sebagai siklus, ada saling keterkaitan antar elemen proses keperawatan dan bersifat dinamis (Royal College Nursing, 2006). Keperawatan transkultural adalah suatu proses pemberian asuhan keperawatan yang difokuskan kepada individu dan kelompok untuk mempertahankan, meningkatkan perilaku sehat sesuai dengan latar belakang budaya. Sehingga didapatkan kesinambungan antara proses keperawatan dengan keperawatan transkultural.
17
Kasus yang dibahas pada makalah ini adalah kasus pada pasien pasca melahirkan. Kasus ini pada umumnya menggunakan format pengkajian pasca melahirkan. Penggunaan format pengkajian ini pada umumnya hanya melihat kebutuhan fisik pada ibu melahirkan. Penggunaan pengkajian aspek budaya pada saat ini dianggap penting karena bila perawat tidak melihat konteks budaya maka pasien mungkin saja mengikuti apa yang dianjurkan oleh perawat tetapi hanya pada saat dirawat, setelah kembali ke rumah karena kuatnya pengaruh budaya maka pasien akan kembali kepada budayanya sendiri. Bila hal ini terjadi maka tujuan dari asuhan keperawatan tidak akan tercapai. A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistemis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Iyer, Taptich & Bemochi,1996). Pengkajian pada konteks budaya didefinisikan sebagai proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar,1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada “ sunrise model ” yaitu :1). Faktor teknologi ,2) agama dan filosofi ,3) faktor sosial dan kekerabatan keluarga, 4)Nilai budaya dan gaya hidup, 5) faktor ekonomi ,6) faktor pendidikan,7) faktor politik dan peraturan yang berlaku. 1. Faktor teknologi Faktor ini menguraikan alasan klien memilih pengobatan tradisional. Pada kasus tersebut mungkin disebabkan karena tempat tinggal klien yang jauh dari pusat kota , ketidakadaan pelayanan kesehatan dan didukung pula oleh adanya peraturan yang tidak tertulis bils berobat ke petugas kesehatan akan dikucilkan oleh masyaratkan setempat. Penggunan rebusan air daun jati untuk m,enjarangkan kehamilan menurut pasien dianggap cukup efektif dan tetbukti dengan jarak antara putra pertama dan kedua yang cukup jauh yaitu 7 tahun(menikah pada usia 15tahun, memiliki anak pertama 16 tahun dan sekarang adalah kehamilan kedua). 2. Faktor agama dan falsafah hidup Meskipun pasien beragama islam tetapi karena kuatnya budaya membuat ia percaya halhal gaib. Meskipun pada saat itu belom belom diperbolehkan pulang pasienmemaksa untuk pulang karena pasien tidak menghendaki kejadian yang menimpa tetangganya terjadi pula pada dirinya. Penggunan bawang putih dan lainya digunakan untuk menolak bala. Bila dilihat dari aspek medis dan penjelasan ilmiah maka hal tersebut dapat dipercaya. Tetapi sebagai perawat yang memahami konteks budaya maka tidak dapat dipaksakan untuk tidak menggunkan alat seperangkat alat penolak bala. Bila dilihat dari 18
efek negatifterhadap kesehatan penggunan seprangkat alat yang ditempelkan di baju bayi tidak membahayakan bayi. Hanya saja mungkin bau yang menyengat akan menggangu rasa nyaman baik ibu maupun bayi. 3. Faktor sosial dan keterikatan keluarga Keterikatan keluarga pada kasus ini cukup kuat. Perawat yang tidak mengetahui konteks budaya mungkin akan mengabaikan peran keluarga dalam mengambil keputusan. Keputusan yang dianggap
penting adalah ibu dan suami. Tetapi dalam konteks ini
ternyata bukan ibu yang paling berperan dalam pengambilan keputusan melainkan suamidan pihak dari keluarga suami. Sehingga tindakan yang diberikandapat dilaksanakan dengan dukungan dari keluarga. 4. Nilai budaya dan gaya hidup Nilai budaya dan gaya hidup yang dimiliki oleh pasien dari kasus yang ada nampak sangat bertentangan dengan kesehatan. Hal ini jelas dilihat dari dibuangnya ASI pertama karena dapat menyebabkan kematian, pemberian pisang pada hari-hari pertama bayi lahir karena dianggap bayi lapar. Colostrum yang seharusnya diberikan dan tidak diberikan makanan lain selain ASI justru dillaksanakan oleh pasien(ibu). Untuk mengatasi hal tersebut
maka harus ada tindakan yang mengubah pola pandang keluarga berkaitan
dengan budaya yang diyakini. Tetapi tentu aja pelaksanaanini harus dilaksanakan dengan sangat hati-hati agar tidak menimbulkan ketidaksesuainkepada perawat. 5. faktor politik dan peraturan yang berlaku Hasil penkajian bahwasanya indung beurang sangat memilik peran didaerah diamana pasien tersebut tinggal. Perawat bila akan melakukan intervensi pada masalah ini tentunya harus melibatkan orang ketiga yang dianggap cuku bwerpengaruh sehingga tidka menimbulkanancaman baik kepada petugas kesehatan maupunkepada pasien itu sendiri. Bila hal ini tidak diperhatikan maka ada kemungkinan pasien tidak akan melakukan apa yang disarankan oleh perawat. B. Diagnosa Keperawatan
Terdapat tiga diagnose keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transcultural yaitu: gangguankomunikasi verbal berhubunagan dengan perbedaan kultural, gangguan interaksi sosial berhubungan dengan system nilai yang diyakini. Pada kasus ini 19
diagnosa yang diangkat adalah resiko ketidakpatuhan dalam pengobatan yang berhubungan dengan system nilai yang diyakini . diagnosa yang diangkat berdasarkan data yaitu ASI (colostrum) tidak diberikasn kepada bayi, diberikannya pisang pada hari hari pertama bayi lahir dan ibu tidak diperbolehkan makan makaan protein hewani yang berbau amis misalkan ikan. Data-data tersebut lebih cenderung kepada diagnosa ketidakpatuhan pengobatan karena system nilai yang dimiliki pasien sangat kuat. C. Perencanaan dan pelaksanaan
Untuk mengatasi budaya klien dimana dimana klien tidak diperbolehkan makan makanan protein hewani yang berbau amis misalkan telur dan ikan, tindakan yang dilakukan adalah mengakomodasi budaya klien yang tidak menguntungkan. Intervensi yang diberikan adalah mengganti protei nabati atau hewan yang tidak berbau amis misalnya daging ayam. Sedangkan budaya yang merugikan kesehatan bayiyaitu dibuangnya kolostrum dan diberi makan pisang maka perawat harus mampu mengubah budaya klien. Hanya saja dalampelaksanaan tindakanya tidak dapat langsung menyalahkan teteapi dengan dukungan, dengan pemberian informasi yang adekuat dan dengan penuh kesabaran serta menggunakan pihak ke3 yang memiliki pengaruh yang cukup kuat dari daerah tersebut. D. Evaluasi
Kemajuan perkembangan pasien dilihat dari apakah klien mengganti protein hewani dengan protein nabati untuk memenuhi kecukupan gizi ibu dan bayi, apakah ibnu tidak membuang kolostrum dan apakah ibu tidak memberikan makanan tambahan selain hanya ASI. Bila ini tidak
berhasil
maka
petugas
harus
melakukan
evaluasi
ketidakberhasilan
dan
berupayamemberikan penyuluhan kepada masyarakat yang ada didaerah tersebut serta melibatkan INDUNG BEURANG Agar tujuan asuhan keperawatan dapat tercapai.
20
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan
Budaya mempunyai pengaruh luas terhadap kehidupan individu. Oleh sebab itu, penting bagi perawat mengenal latar belakang budaya orang yang dirawat. misalnya kebiasaan hidup sehari-hari, seperti tidur, makan, pekerjaan, pergaulan sosial dan lain-lain. Kultur juga terbagi dalam sub kultur. Nilai-nilai budaya timur masih sangat kental, seperti misalnya wanita yang sedang hamil ingin diperiksa oleh bidan atau perawat wanita daripada dengan dokter pria. Hal ini menunjukkan bahwa budaya timur masih kental dengan hal-hal yang dianggap tabu. Dalam Masyarakat tradisional sistem pengobatan tradasional ini adalah pranata sosial yang harus dipelajari dengan cara yang sama seperti mempelajari pranata sosial umumnya dan bahwa praktek pengobatan asli (tradisional) adalah rasional dilihat dari sudut kepercayaan yang berlaku mengenai sebab akibat. B. Saran
Pihak penulis menyarankan agar para pembaca sekalian dapat mengikuti sebagian besar petunjuk yang telah dirangkum dalam penulisan makalah ini, hal ini dikarenakan untuk mengetahui transkultural nursing dan perawat harus mengetahui budaya individu yang dirawat karena sangat berpengaruh dengan kehidupan individu maupun kelompok.
21