TOKSISITAS SENYAWA ORGANIK
A. Pendahuluan 1. Kimia Organik Sekitar tahun 1850 senyawa organic didefinisikan sebagai kimia dari senyawa yang datang dari benda hidup sehingga timbul istilah organik. Definisi ini mulai using sekitar tahun 1950. Pada saat itu, ahli kimia mensintesa senyawa kimia baru di laboratorium dan banyak dari senyawa baru ini tidak mempunyai hubungan dengan benda hidup. Oleh karena itu pada saat ini kimia organic didefinisikan sebagai kimia senyawa karbon karena semua senyawa organik mengandung karbon (Fessenden, 1982). Kimia organic adalah ilmu yang mempelajari senyawa–senyawa karbon organik dan derivatnya. Perbandingan senyawa organik dengan senyawa anorganik 7 million senyawa organik dan 1,5 million senyawa anorganik (Rasdianah, 2013). Di antara beberapa golongan senyawaan organik adalah senyawa alifatik, rantai karbon yang dapat diubah gugus fungsinya; hidrokarbon aromatik, senyawaan yang mengandung paling tidak satu cincin benzena; senyawa heterosiklik yang mencakup atom-atom nonkarbon dalam struktur cincinnya; dan polimer, molekul rantai panjang gugus berulang (Wikipedia, 2013).
2. Toksikologi Munculnya berbagai perkembangan ilmu pengetahuan bidang kimia tak hanya berdampak baik bagi kehidupan manusia. Perkembangan ilmu ini juga berdampak negatif, salah satunya munculnya agen-agen toksin yang disebabkan oleh bahan-bahan kimia yang merugikan. Toksikologi adalah pemahaman mengenai pengaruh-pengaruh bahan kimia yang merugikan bagi organisme hidup. Pengaruh yang merugikan ini timbul sebagai akibat terjadinya inter aksi diantara agent-agent toksis (yang memiliki kemampuan untuk menimbulkan kerusakan pada organisme hidup) dengan sistem biologi dari organisme (Chadha, 1995). Toksikologi didefinisikan secara sederhana dan ringkas sebagai hakikat dan proses pengaruh racun dari berbagai bahan terhadap mahkluk hidup dan sistem kualitatif terhadap berat dan pengaruh racun yang dihubungkan dengan pajanan bahan kimia terhadap makhluk hidup tersebut. Dan untuk lebih jelasnya bahan kimia disini adalah
bahan kimia yang digunakan, diolah, dan dihaslkan di dalam industry. Toksikologi adalah ilmu tentang racun-racun. Racun adalah bahan kimia yang dalam jumlah sedikit telah berbahaya bagi kesehatan, bahkan dapat mengancam jiwa manusia. Suatu zat dikatakan beracun atau tidak sangatlah bergantung pada seberapa banyak bahan atau zat tersebut. Sehingga di dalam toksikologi industri yang peting adalah menyatakan seberapa banyaknya sebagai gambaran beracun tidaknya suatu zat atau bahan yang bersangkutan (Soeripto, 2008). Toksisitas dapat didefinisikan sebagai kapasitas untuk menimbulkan efek yang membahayakan organisme hidup. Zat yang sangat toksik dapat merusak suatu organisme walaupun diberikan dalam dosis yang rendah (mis., toksin botolinum); zat yang toksisitasnya rendah tidak akan menimbulkan efek yang menimbulkan efek yang merugikan kecuali jumlahnya yang sangat banyak (mis., natrium klorida, yang lazin disebut garam). Oleh karena itu toksisitas tidak dapat disebut tanpa menyinggung kuantitas (dosis) zat kimia ketika manusia terpapar padanya (Safitri, 2013). Suatu zat kimia dapat dikatakan berbahaya jika dia memiliki setidaknya jalur pemaparan. Jalur pemaparan adalah jalur masuknya zat kimia ke dalam tubuh. jalur pemaparan sendiri ada berbagai jenis dan tipe pemaparan itu sendiri akan mempengaruhi toksisitas zat kimia. Ada tiga jalur pemaparan yang pokok, yaitu: penetrasi melalui kulit (absorpsi dermal), absorpsi melalui paru-paru (inhalasi), dan absorpsi melalui pencernaan (ingesti). Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) merupakan bahan yang karena sifat atau konsentrasi, jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemari atau merusak lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain. Menurut data dari Environmental Protection Agency (EPA) tahun 1997, yang menyusun ”top-20” B3 antara lain: Arsenic, Lead, Mercury, Vinyl chloride, Benzene, Polychlorinated Biphenyls (PCBs), Kadmium, Benzo (a) pyrene, Benzo (b) fluoranthene, Polycyclic Aromatic Hydrocarbons, Chloroform, Aroclor 1254, DDT, Aroclor 1260, Trichloroethylene, Chromium (hexavalent), Dibenz [a,h] anthracene, Dieldrin, Hexachlorobutadiene, Chlordane (Lala, 2012).
B. Toksisitas Senyawa Organik Senyawa organik dapat digolongkan menjadi senyawa alifatik, senyawa hidrokarbon aromatik dan senyawa heterosiklik. 1. Senyawa Alifatik Senyawa hidrokarbon alifatik adalah senyawa karbon yang rantai C nya terbuka dan rantai C itu memungkinkan bercabang. Berdasarkan jumlah ikatannya, senyawa hidrokarbon alifatik terbagi menjadi senyawa alifatik jenuh dan tidak jenuh. Pada senyawa alifatik, atom karbon dapat saling mengikat dalam bentuk rantai lurus bercabang maupun bercabang, atau cincin non aromatik (alisiklik), dengan ikatan tunggal, ganda dan tiga ikatan kovalen. Ikatan kovalen dapat mengikat unsur lain selain hidrogen, antara lain oksigen, nitrogen, belerang, klor. Beberapa contoh senyawa alifatik: a. n-heksana n-heksana merupakan pelarut organic bersifat non ploar yang sering digunakan dalam laboratorium. Adapun sifat-sifatnya adalah:
Rumus molekul: C6H14
Berat molekul: 86,18 gr mol−1
Penampilan: Cairan tidak berwarna
Densitas: 0,6548 gr/mL
Titik lebur: −95 °C, 178 K, -139 °F
Titik didih: 69 °C, 342 K, 156 °F
Kelarutan dalam air: 13 mg/L pada 20°C
Viskositas: 0,294 cP
Klasifikasi Uni Eropa: Dapat menyala (F), Berbahaya (Xn), Reproduksi Cat. 3, Berbahaya untuk lingkungan (N)
Titik nyala: −23,3 °C
Suhu menyala sendiri: 233,9 °C
n-heksana Toksisitas akut heksana relatif rendah, meskipun anestesi ringan. Inhalasi konsentrasi tinggi menghasilkan pertama keadaan euforia ringan, diikuti oleh
mengantuk dengan sakit kepala dan mual. Toksisitas jangka panjang n-heksana pada manusia terkenal. Kegagalan system saraf perifer luas diketahui terjadi pada manusia yang terpajan terhadap kadar n-heksana mulai 400-600 ppm, dengan eksposur sesekali hingga 2.500 ppm. Gejala awal kesemutan dan kram di lengan dan kaki, diikuti oleh kelemahan otot umum. Dalam kasus yang parah, atrofi otot rangka diamati, bersama dengan kehilangan koordinasi dan masalah penglihatan. Gejala yang sama diamati pada hewan model. Mereka terkait dengan degenerasi sistem saraf perifer (dan akhirnya sistem saraf pusat), dimulai dengan bagian distal lebih lama dan akson saraf yang lebih luas. Toksisitas ini bukan karena heksana sendiri tetapi salah satu metabolitnya, heksana-2,5-dion. Hal ini diyakini bahwa ini bereaksi dengan gugus amino dari rantai samping residu lisin dalam protein, menyebabkan ikatan-silang dan hilangnya fungsi protein. Intoksikasi kronis dari heksana telah diamati pada pelaku pelarut rekreasi dan pekerja dalam pembuatan sepatu, restorasi furnitur dan industri konstruksi mobil, dan baru-baru ini, daur ulang plastik dan perakit dan pembersih perangkat layar sentuh kapasitif (Ansari, 2014). b. Alkohol Dalam kimia, alkohol merupakan senyawa organik dimana memilki gugus fungsional hidroksil (-OH) terikat pada atom karbon. Jika orang berbicara tentang alcohol umumnya berarti tentang etanol atau etil yang biasanya digunakan dalam minuman beralkohol seperti bir, anggur dan minuman keras. Penyalahgunaan alcohol sering terjadi di masyarakat dan penyalahgunaan terus menerus dapat mengakibatkan ketergantungan. Orang yang meracuni dirinya sendiri sering menggunakan obat dengan dosis tinggi yang dicampurkan dengan minuman alcohol.
Keracunan alkohol adalah hasil dari minum alkohol yang berlebihan. Tapi ini bukan satu-satunya penyebab. Pada dasarnya, keracunan alcohol adalah bagaimana
tubuh memetabolisme alkohol. Setiap orang berbeda dan akan terkena dampak berbeda. Konsentrasi alkohol darah menunjukkan berapa banyak alkohol yang ada di dalam darah, seberapa cepat ia mengkonsumsi minuman, seberapa cepat tubuh memetabolisme minuman, seberapa kuat minuman ini dan berapa banyak makanan yang ada di perut. Berat badan individu juga memainkan peran. Dengan demikian, keracunan alkohol harus dipandang dengan perhatian. Menurut mula waktu terjadinya: Gejala dan diagnosis keracunan yaitu a) Kronik: di tegakkan karna gangguan timbul perlahan dan lama sesudah perjalanan. b) Akut: Timbul mendadak setelah pajanan dan sering mengenai pada banyak orang Menurut organ yang terkena: Racun ssp,racun jantung,ginjal dan lain- lain. Menurut jenis bahan kimia golongan alcohol,fenol,organokrin,dan lain lain. Cara mengatasi keracunan pada zat alcohol (etil) disertai dengan tanda dan gejala yaitu: muntah,delirium, dan depresi ssp. Penanganan Simtomatik beri kopi tubruk,Emetik dan mustard satu sendok makan dalam air atau garam dapur. Penanganan dan penyembuhan dengan dialysis peritoneal di percepat bila pada dialisat di tambahkan alkali dan di berikan etil alcohol diuresis paksa dengan simtomatik dengan memperbaiki asidosis pernapasn diawasi dan berikan etil alcohol untuk menghambat oksidasi methanol , dan berikan asam nikotin 4 (empat) untuk dilatasi arteri retina. Tindakan lain yang bisa di lakukan adalah dengan cara transfusi darah pada pasien yang mengalami kerusakan elemen darah dan akibat keracunan. Dialisis peritoneal bila kadar obat dalam darah besar,dialysis akan berguna begitupun sebaliknya seperti alcohol dan sebagainya. Dan selain itu tindakan memberi cairan parenteral dalam jumlah besar (0,5-1,5 it per jam). Untuk mempercepat eskresi obat melalui ginjal dengan sarat keracunan cukup berat,obat tidak di ekresikan melalui jalan lain seperti melalui usus dan paru ,dan tidak diikat protein dan lemak (Sihombing, 2013). c. Karbon tetra klorida (CCl4) Karbon tetraklorida, tetraklorometana atau dikenal dengan banyak nama lain (lihat di bawah), adalah senyawa kimia dengan rumus CCl4. Senyawa ini banyak digunakan dalam sintesis kimia organik. Dulunya karbon tetraklorida juga digunakan dalam pemadam api dan refrigerasi, namun sekarang sudah ditinggalkan. Pada keadaan standar (suhu kamar dan tekanan atmosfer), CCl4 adalah cairan tak berwarna dengan bau yang "manis" (Wikipedia, 2013).
Hati dan ginjal sangat rentan terhadap pengaruh zat kimia. Kerentanan ini akibat dari posisi organ hati dan ginjal dalam sirkulasi cairan badan. Seperti kita ketahui, hati dapat mudah berhubungan melalui vena portal dengan zat yang diserap dari lambung-usus dan ginjal karena fungsi ekskresinya berhubungan erat sekali dengan darah dan zat yang terdapat di dalamnya. Kerusakan hati berjalan seiring dengan nekrosa hati (kematian sel) sehingga fungsi hati sebagai gudang penawar racun (detoksikasi) abnormal dan terjadi perlemakan hati (penimbunan trigliserida) di dalam sel hati. Mekanisme kerja CCl4 yaitu membentuk radikal karbon tetraklorida (molekul dengan electron yang tidak berpasangan sehingga reaktif) di dalam hati. Kemudian menyebabkan peroksidasi lipida dalam membran sel. Di sini metokhondria terserang dan melepaskan ribosom dari reticulum endoplasma. Proses fosforilasi pernapasan oksudatif di dalam membran mitokondria terganggu sehingga pemasokan energi yang diperlukan untuk memelihara fungsi dan struktur reticulum endoplasma macet, sintesis protein menurun drastis, sel kehilangan daya untuk mengeluarkan trigliserida dan mengakibatkan degenerasi lemak sel hati. Jika terjadi kerusakan hati maka keracunan gawat sekali karena tidak ada lagi detoksikasi. Gejala yang timbul antara lain kejang-kejang pada perut, malaise yang menyeluruh, insufisiensi ginjal dan terganggunya fungsi otak (Alzhar, 2011).
d. Glikol dan eter glikol Glikol dan eter-eternya digunakan sebagai solven (pelarut) untuk plastik, aditif pada bahan makanan, bahan-bahan farrnasi, pernis, tinta, dan cat. Mereka merupakan zat anti beku, berubah jika kena panas, dan merupakan cairan hidraulik. Glikol mempunyai tekanan uap yang sangat rendah, dan oleh karena itu ia hanya akan berada di udara dalam konsentrasi tertentu jika larutannya dipanaskan. Glikol tidak mengiritasi kulit atau mata. Derivatnya yang harus diperhatikan dengan serius adalah etilen glikol, yang di dalam tubuh dimetabolisme menjadi asam oksalat, suatu senyawa yang menyebabkan kerusakan serius terhadap ginjal. Eter-eter glikol, disebut juga cellosolves, adalah lebih mudah menguap dan lebih toksik, Metil cello solve adalah suatu iritan terhadap saluran pernafasan. Ia diabsorpsi dengan cepat melalui kulit, dan di dalam tubuh ia menyebabkan kerusakan ginjal dan susunan syaraf pusat.Butil cellosolve memiliki sifat toksik yang hampir sama, dan ditambah dengan merusak sel-sel darah rnerah, menyebabkan hemoglobin bisa
muncul di dalam urin. Etil cellosolve kelihatannya kurang toksik terhadap organorgan dalam. Namun, keduanya metil dan etil cellosolve ternyata merusak sistem reproduksi pria (the male reproductive system). Selanjutnya, etil cellosolve baru-baru ini diketahui merupakan teratogenik terhadap tikus. Propilen glikol digunakan dalam bidang farmasi, kosrnetik, dan makanan tanpa kesukaran. Eter propilen glikol tidak toksik dan tidak rnemiliki sifat-sifat teratogenik (Effendy, 2003).
e. Eter Seperti Hidrokarbon, eter adalah suatu struktur tanpa reaktivitas kimia. Sifat ini membuat mereka berguna sebagai media tempat terjadinya reaksi tanpa ada interferensi solven. Mereka adalah solven nonpolar dan mampu melarutkan solute nonpolar, tetapi dengan adanya oxigen menyebabkan rnereka berinteraksi dengan dan melarutkan air dalam derajat yang lebih besar dibandingkan dengan pelarut nonpolar lainnya. Juga seperti hidrokarbon, eter-eter mempunyai sifat norkose. Dietil eter digunakan sebagai suatu anaestetik dalam operasi pembedahan selama bertahuntahun. Ia sangat mudah meficouap, cepat diabsorbsi melalui paru-paru, dan sedikit mengiritasi. Diisopropil eter adalah lebih toksik dan lebih mengiritasi dibanding dengan dietil eter, sementara eter-eter tidak jenuh dan terklorinasi bersifat lebih toksik. Dua eter siklik yang umum digunakan adalah dioksan dan tetrahidrofuran. Dioksan digunakan di industri dalam jumlah yang besar. Ia mengiritasi bagian atas saluran pemafasan dan mata, dan menyebabkan bermacam-macam simptom. Ia dapat diabsorbsi melalui paru-paru dan kulit. Ginjal, lever, dan susunan syaraf pusat akan rusak sebagai akibat terpapar dengan dioksan. Ia menunjukkan sifat karsinogenik pada binatang percobaan. Tetrahidrofuran adalah suatu narkotik kuat dan menyebabkan kerusakan ginjai, namun ia tidak begitu toksik terhadap ginjal jika dibandingkan dengan dioksan. Konsentrasi tinggi sebesar 3000 ppm menyebabkan iritasi (Kusnoputranto, 1995).
f. Aldehid Aldehid adalah yang bersifat iritasi kuat terhadap kulit, mata dan saluran pernafasan. Pengaruhnya terutama oleh aldehid dengan Berat Molekul lebih rendah dan menguap, dan memiliki ikatan rangkap dalam strukturnya. Pemaparan biasanya dibatasi oleh ketidaksadaran pekerja yang menginhalasinya dalam dosis yang berbahaya. Asetaldehid digunakan secara luas di industri. Secara toksikologi, ia
bukan merupakan ancaman yang serius, namun terhadap binatang ia menunjukkan efek teratogenik dan embriotoksik. Inilah suatu kasus dimana hasilnya terhadap binatang tidak bisa diekstrapolasi terhadap manusia (Scott, 1989).
g. Keton Keton, terutama aseton dan metil etil keton digunakan secara luas dimana solven yang le bih polar dibutuhkan. Keton dalam jumlah besar digunakan dalam industry penyalut (the coatings industry). Seperti aldehid, keton juga bersifat mengiritasi, dan dengan alasan itu ia tidak dibenarkan diinhalasi dalam jumlah yang berbahaya (in dangerous quantity). Toksisitas bertambah dengan bertambahnya Berat Molekui, dan jika ikatan rangkap ditambahkan ke dalam strukturnya. Aseton, umumnya suatu senyawa yang sangat atnan, dan hanya akan menyebabkan perasaan mengantuk dan iritasi pada dosis yang tinggi. Metil etil keton sama seperti solven dengan bahaya yang rendah (a low-hazard solvent), tetapi metil buill keton dimetabolisme, seperti juga heksan, menjadi suatu neurotoksin yang kuat 2,5 hexsanedione (Effendy, 2003).
2. Senyawa Aromatik a. Polisiklik aromatic hidrokarbon (PAHs) Hidrokarbon polisiklik aromatic (contoh: naftalena, penantrena dan antrasen) tertentu ada yang bersifat karsinogenik, artinya ada yang bersifat kanker. Senyawa ini dapat menghasilkan tumor pada tikus dalam waktu yang sangat singkat meskipun hanya sedikit yang dioleskan pada kulitnya. Hidrokarbon karsinogenik ini tidak hanya terdapat pada tar batu bara, melainkan juga pada jelaga dan asap tembakau dan dapat terbentuk dalam daging baker. Efek biologisnya telah diketahui sejak lama, yaitu sejak 1775, ketika jelaga didefinisikan sebagai penyebab kanker zakar para pembersih cerobong. Kejadian kanker bibir dan jantung juga dijumpai pada pengisap rokok. Cara karsinogen ini menyebabkan kanker sekarang sudah mulai terungkap. Untuk mengeliminasi hidrokarbon, tubuh mengoksidasinya agar lebih larut dalam air, sehingga lebih mudah diekskresikan. Produk oksidasi metabolik tampaknya merupakan penyebab utama kanker. Contohnya, salah satu karsinogen yang paling kuat dari jenis ini adalah benzo[a]pirena. Benzena sangat beracun (toksik) bagi manusia dan dapat menyebabkan kerusakan hati yang parah, tetapi toluena, meskipun bukannya tidak berbahaya, jauh kurang beracun. Bagimana mungkin dua
senyawa yang serupa ini berperilaku berbeda? Untuk mengeliminasi benzena dari tubuh, cincin aromatik harus di oksidasi, dan intermediet dari oksidasi ini yang bersifat merusak. Namun rantai samping metil dari toluena dapat dioksidasi menghasilkan asam benzoat, yang dapat diekskresikan. Intermediet dalam proses ini tidak dapat menimbulkan masalah kesehatan. Walaupun beberapa zat kimia dapat menyebabkan kanker, zat lainnya dapat mengubah atau menyembuhkannya. Banyak zat yang dapat mencegah pertumbuhan kanker, dan pengkajian kemoterapi kanker telah banyak sumbangnya terhadap kesehatan manusia (Nurlaila, 2005). b. Benzena Benzena adalah senyawa kimia organik cair yang dikenal pula sebagai bensol. Benzena memiliki bau manis, tidak berwarna, dan mudah terbakar. Senyawa ini adalah pelarut industri utama dan digunakan dalam proses produksi plastik, minyak, karet sintetis, dan pewarna. Berikut sifat fisik dan kimia dari benzene: (Rolifhartika, 2014).
Benzena Sifat Fisik 1. Benzena merupakan senyawa yang tidak berwarna. 2. Benzena berwujud cair pada suhu ruang (270C). 3. Titik didih benzena : 80,10C, Titik leleh benzena : -5,50C 4. Benzena tidak dapat larut air tetapi larut dalam pelarut nonpolar 5. Benzena merupakan cairan yang mudah terbakar Sifat Kimia 1. Benzena merupakan cairan yang mudah terbakar 2. Benzena lebih mudah mengalami reaksi substitusi daripadaadisi Paparan benzena bisa mengakibatkan efek kesehatan yang sangat serius. Paparan tingkat tinggi menyebabkan gangguan pernapasan, pusing, mengantuk, sakit
kepala, dan mual. Jika tertelan, benzena membuat detak jantung menjadi lebih cepat, muntah, dan iritasi lambung. Benzena yang tertelan dalam jumlah besar bahkan bisa mengakibatkan kematian. Tingkat eksposur benzena pada seseorang dapat diukur dengan tes napas atau tes darah. Kedua tes ini harus dilakukan segera setelah paparan karena benzena cepat menghilang dari tubuh. Jika benzena kontak dengan kulit atau mata, iritasi atau cedera pada jaringan dapat terjadi. Saat terkena kulit, segera ganti pakaian dan cuci kulit yang terpapar dengan air dan sabun. Keracunan jangka panjang benzena dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh serta meningkatkan risiko infeksi. Pada wanita, paparan berkelanjutan akan mengubah siklus menstruasi dan mengecilkan ovarium. Benzena adalah karsinogenik yang berpotensi memicu kanker jika seseorang terpapar dalam jangka panjang (Anonim, 2014). c. Naftalena Naftalena adalah hidrokarbon kristalin aromatik berbentuk padatan berwarna putih dengan rumus molekul C10H8 dan berbentuk dua cincin benzena yang bersatu. Senyawa ini bersifat volatil, mudah menguap walau dalam bentuk padatan. Uap yang dihasilkan bersifat mudah terbakar.
naftalena
Senyawa ini bersifat volatil, mudah menguapwalau dalam bentuk padatan. Uap yang dihasilkan bersifat mudahterbakar. Naftalena paling banyak dihasilkan dari destilasi tar batu bara, dan sedikit darisisa fraksionasi minyak bumi. Naftalena merupakan suatu bahan keras yang putih dengan bau tersendiri, dan ditemui secara alami dalam bahan bakar fosil seperti batu bara danminyak. Efek yang mungkin dari naftalena terhadap kesehatan Eksposur terhadap jumlah besar naftalena dapat mengakibatkan kerusakan pada sel darah,dan menyebabkan penyakit yang dikenal sebagai haemolytic anaemia. Penyakit ini telah diperhatikan pada orang tertentu, terutama anak-anak, setelah termakan kapur barus yang mengandung naftalena. Antara gejala yang mungkin
terjadi setelah eksposur terhadap jumlah besar naftalena adalah lelah, hilang nafsu makan, mual, muntah dan diare. Kulit mungkin menjadi pucat atau kuning. Bayi yang baru lahir terutama menghadapi risiko sel darahnya rusak jika terpejan pada naftalena. Kerusakan terhadap sel darahnya melepaskan suatu produk (bilirubin) yang menyebabkan bayi tersebut menjadi kuning dan dalam kasus parah, mungkin mengakibatkan kerusakan otak. Ada orang yang lahir dengan penyakit lahir genetis (G6PD deficiency) yang menjadikannya lebih cenderung menderita akibat dari naftalena, maka gejala dapat diperhatikan setelah eksposur terhadap jumlah naftalena yang kecil sekalipun (Putri, 2013). d. Asam Benzoat Asam benzoat adalah zat pengawet yang sering dipergunakan dalam saos dan sambal. Asam benzoat disebut juga senyawa antimikroba karena tujuan penggunaan zat pengawet ini dalam kedua makanan tersebut untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri terutama untuk makanan yang telah dibuka dari kemasannya. Jumlah maksimum asam benzoat yang boleh digunakan adalah 1000 ppm atau 1 gram per kg bahan. Pembatasan penggunaan asam benzoat ini bertujuan agar tidak terjadi keracunan. Konsumsi yang berlebihan dari asam benzoat dalam suatu bahan makanan tidak dianjurkan karena jumlah zat pengawet yang masuk ke dalam tubuh akan bertambah dengan semakin banyak dan seringnya mengkonsumsi. Lebih-lebih lagi jika dibarengi dengan konsumsi makanan awetan lain yang mengandung asam benzoat. Asam benzoat mempunyai ADI 5 mg per kg berat.
Asam Benzoat Asam benzoat berdasarkan bukti-bukti penelitian menunjukkan mempunyai toksinitas yang sangat rendah terhadap manusia dan hewan. Pada manusia, dosis racun adalah 6 mg/kg berat badan melalui injeksi kulit tetapi pemasukan melalui mulut sebanyak 5 sampai 10 mg/hari selama beberapa hari tidak mempunyai efek negatif terhadap kesehatan. Bahaya asam benzoat yang utama yaitu iritasi pada mata. Paparan jangka pendek dari konsumsi asam benzoate yaitu sakit tenggorokan, mual,
muntah, dan sakit perut. Sedangkan paparan jangka panjangnya yaitu terjadinya iritasi pada konjungtivitas (Kharismasetya, 2012). e. Asam salisilat Asam salisilat (asam ortohidroksibenzoat) merupakan asam yang bersifat iritan lokal, yang dapat digunakan secara topikal. Terdapat berbagai turunan yang digunakan sebagai obat luar, yang terbagi atas 2 kelas, ester dari asam salisilat dan ester salisilat dari asam organik. Asam salisilat merupakan turunan dari senyawa aldehid. Senyawa ini juga biasa disebut o-hidroksibensaldehid, o-formilfenol atau 2formilfenol. Senyawa ini stabil, mudah terbakar dan tidak cocok dengan basa kuat, pereduksi kuat, asam kuat, dan pengoksidasi kuat (Anonim, 2014).
Asam salisilat Asam salisilat dan derivatnya sering dipakai sebagai analgetik, antiperitik, keratolitik dan antireumatik. gejala toksik umumnya berupa asidosis metabolik sedangkan gejala utama berupa salisilismus. Gejala toksik natrium salisilat pada orang dewasa terjadi jika menelan 10g/lebih dalam periode 12-14 jam (kadar plasma >30mg/100ml) dan akan bersifat letal dengan dosis 20-30 g. Dosis letal pada anak yaitu pada 2,7 g metol salisilat (Staf Pengajar FKUI, 1985). Gejala Keracunan Salisilat : rasa terbakar di tenggorokan dan lambung, pernapasan yang cepat dan dalam, anoreksia, apatis dan lemah (tanda awal keracunan), mual, muntah, haus, diare, dan dehidrasi berat, sakit kepala, pusing, sukar mendengar, tinitus, dan pandangan menjadi kabur, mudah tersinggung, bingung dan disorientasi, delirium, mania, halusinasi, kejang umum, koma yang dalam dan kematian karena kegagalan pernafasan, reaksi lain yang kadang-kadang terjadi : demam tinggi, haus dan banyak berkeringat, pendarahan, erupsi kulit, reaksi alergik seperti edema angineurotik, edema laring, asfiksia dan asma. Pengobatan dapat
dilakukan dengan pertolongan pertama dapat menggunakan norit atau emetik, melakukan cuci lambung dengan air atau larutan natrium bikarbonat 3-5 % dan masih efektif hingga 6 jam setelah menelan obat, memberikan 15-30 g MgSO4 dalam air sebagai katartik dan pemeriksaan pH darah dengan segera (Tata, 2011). 3. Senyawa Heterosiklik a. Piridin Piridina adalah sebuah senyawa organik heterosiklik yang berbentuk cincin aromatik sederhana. Rumus kimianya adalah C5H5N. Senyawa ini dipakai sebagai bahan pemula di agrokimia dan farmasi, dan merupakan bahan pelarut dan reagent yang penting. Strukturnya mirip dengan benzena, dimana sebuah gugus CH di dalam cincin aromatis yang terdiri dari enam atom diganti dengan nitrogen. Senyawa ini berbentuk cairan tidak berwarna yang berbau aroma khas seperti ikan (Wikipedia, 2013).
Piridin Piridin berbentuk cairan higroskopis tidak berwarna dengan bau yang khas. titik didih 115°C; berat jenis relatif (air = 1)0,98; mudah larut dalam air; berat molekul 79,10 g/mol; Rumus Molekul C5H5N; Titik Nyala 17,0° C; Titik Leleh 42°C; pH 8,5 – 15,82 g/l pada suhu 25°C; Tekanan Uap (26,7 hPa pada 25° C); Kepadatan Relatif (0,978 g/cm3 pada 25° C); Berat jenis campuran uap air pada 20° C (udara =1) 1.03; titik nyala117° C; Suhu auto-pembakaran 480° C; Batas ledakan (vol % alam udara) 1,7 – 10,6 dan koefisien partisi oktonal/air sebagai log Pow : 0,65. Jalur pemajanan bahan ini, dapat terabsorsi kedalam tubuh melalui inhalasi, kulit dan penelanan. Pada risiko inhalasi, dimana pada kontaminasi melalui udara yang membahayakan dapat dicapai dengan cepat pada penguaapan bahan ini pada 20° C (J. Maryadele, 2006).
Risiko Paparan Terhirup: Bahan mengiritasi parah pada saluran pernapasan. Gejala yang ditimbulkan sakit kepala, pusing, mual, sesak napas, batuk, insomnia. Tertelan: Bahan mempengaruhi susunan saraf pusat. Perut rasa perih, diare, muntah, kelemahan ( kemudian lihat gejala inhalasi ) Kontak Kulit: Bahan kontak dengan kulit menyebabkan kemerahan, iritasi (kemudian lihat gejala inhalasi), serta dapat menyebabkan dermatitis. Kontak Mata: Bahan menyebabkan iritasi mata, kemerahan, rasa terbakar pada mata, kerusakan mata. Pertolongan pertama Terhirup: jika terhirup, pindahkan segera orang yang terhirup ke udara segar. Jika tidak bernapas, berikan pernapasan buatan. Konsultasikan dengan dokter. Kontak dengan Kulit: Cuci bagian kulit yang terkontak dengan sabun dan bilas dengan air. Konsultasikan dengan dokter. Kontak dengan mata: Bilas sampai bersih dengan banyak air sedikitnya selama 15 menit dan hubungi dokter. Tertelan: Jangan dipaksa untuk dimuntahkan. Jangan pernah memberikan apapun melalui mulut pada kondisi tidak sadar. Bilas mulut dengan air. Periksakan ke dokter. b. Tetrahidrofuran (THF) Tetrahydrofuran, atau dikenal sebagai THF, adalah senyawa organik heterosiklik dengan rumus kimia (CH2)4O. Ia berupa cairan berviskositas rendah dan memiliki aroma seperti dietil eter. Ia termasuk dalam molekul eter yang paling polar. THF adalah analog yang terhidrogenasi dari senyawa aromatik furan. THF adalah pelarut aprotik dengan tetapan dielektrik 7,6. Ia memiliki kepolaran yang sedang dan melarutkan berbagai macam senyawa nonpolar maupun polar.
Tetrahidrofuran (THF) THF berbahaya dalam kasus kontak kulit (iritan), kontak mata (iritan). Sedikit berbahaya dalam kasus kontak kulit (permeator), dari menelan. Efek mutagenik untuk sel somatik mamalia. mutagenik untuk bakteri dan atau ragi. Substansi mungkin menjadi racun bagi darah, ginjal, paru-paru, hati, saluran pernapasan bagian atas, kulit, mata, sistem saraf pusat (SSP). Berulang atau kontak yang terlalu lama substansi dapat menghasilkan kerusakan organ target (Sari, 2013). 4. Senyawa-senyawa lain Hidrokarbon terklorinasi
Secara kimiawi, senyawa-senyawa ini adalah hidrokarbon petroleum, biasanya dengan beberapa atom klor per molekul menggantikan atom hidrogen. Mereka adalah pelarut nonpolar yang unggul, dan memiliki tambahan keuntungan karena tidak mudah menguap. Sekitar 1.5 biliun pound setiap tahunnya solven hidrokarbon terklorinasi terutama 1,1,1-trikloroetan, metilen klorida, perkloro etilen, dan trikloro etilen diproduksi dan digunakan untuk kepentingan Amerika Serikat. Karena adanya tekanan dari para pencinta lingkungan dan juga adanya peraturan, maka penambahan jumlah dari senyawa-senyawa ini harus melalui daur ulang (recyling). Diketahui bahwa solven baru yang diproduksi setiap tahunnya sekitar 0,4 biliun pound di daur ulang oleh pengguna solven, dan 0.26 biliun pound didaur ulang oleh perusahaan. Solven-solven hidrokarbon terklorinasi digunakan secara luas sebagai solven di industri dan merupakan solven pilihan (the solvent of choise) penghilang lemak dan zat pembersih/pengering. Trikloretilen dan 1,1,1-trikloroetan digunakan terutarna untuk membersihkan minyak dari logam, sementara perkloroetilen sangat berguna untuk pembersih kering. Karbon tetra klorida digunakan dalam jumlah besar sebagai solven pembersih kering (dry cleaning)., sebagai cairan pada alat pemadam api, dan lain-lain, tetapi sekarang ia sudah banyak digantikan dengan solven lain yang lebih aman. Beberapa solven hidrokarbon terklorinasi digunakan pada adhesive. Metilen klorida
digunakan dalam aerosol, dan untuk melarutkan plastik, karet, minyak dan lilin. Untuk keperluan di rumah tangga biasanya dipakai sebagai solven penghapus cat. Metil klorida digunakan sebagai suatu pendingin dan sebagai suatu propellan (bahan pembakar) aerosol. Senyawa hidrokarbon lainnya juga menyebabkan iritasi kulit dan hilangnya lemak kulit serta menekan, susunan syaraf pusat. Beberapa solven terklorinasi menyebabkan timbulnya bengkak pada kulit seperti jerawat, suatu kasus yang disebut dengan jerawat klor (chloracne). Depresi susunan syaraf pusat dapat menyebabkan anaestesia. Terbukti bahwa salah satu dari senyawa ini, Kloroform, bersifat anaestesi dan digunakan selama bertahun-tahun sebagai anaestetika. Karbon tetraklorida mempunyai efek yang tidak baik terhadap kesehatan. Senyawa ini diabsorbsi segera melalui kulit atau paru-paru. Di dalam tubuh, karbon tetraklorida menyebabkan kerusakan pada hati dan ke mudian ginjal bila terpapar secara terus menerus (on continued exposure). Karbon tetraklorida juga potensial menyebabkan tumor hati. Kloroform mempunyai efek yang sama dengan karbon tetraklorida, termasuk kemampuannya menyebabkan kanker pada binatang percobaan. Namun Kloroform sangat sedikit digunakan sebagai solven dibanding dengan Karbon tetraklorida. Toluene, Xylene, Ethyl Benzene, dan Cumene Senyawa-senyawa ini umumnya adalah solven hidrokarbon aromatis. Semua senyawa ini diproduksi sampai level jutaan metrik ton per tahun. Xylene, juga disebut xylol, sebenarnya merupakan suatu campuran dari tiga derivat benzene. Ethyl benzene dan cumene disubstitusikan ke dala m struktur benzene, dimana grup ini menjadi lebih besar. Penggunaan, termasuk sebagai bahan tambahan pada bahan bakar motor, sama seperti penggunaan benzene.Pada umumnya solven-solven aromatis ini menyebabkan lebih mengiritasi kulit dari pada benzene. Kecuali untuk cumene, mereka kurang baik diserap melalui kulit dari pada benzene, dan tidak menyebabkan kerusakan pada sumsum tulang, tetapi efeknya lebih besar terhadap Susunan Syaraf Pusat dari pada benzene. Sebagai suatu komponen perekat, di dalam rumah tangga, toluene tercium seperti bau narkotika oleh orang yang menggunakan perekat tersebut dan dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal dan hati (Manahan, 1994).
Toksisitas Pestisida Pestisida
dapat
digolongkan
menurut
penggunaannya
dan
disubklasifikasi menurut jenis bentuk kimianya. Dari bentuk komponen bahan
aktifnya maka pestisida dapat dipelajari efek toksiknya terhadap manusia maupun makhluk hidup lainnya dalam lingkungan yang bersangkutan.
Klasifikasi
Bentuk kimia
Bahan aktif
keterangan
1. Insektisida
Botani
Nikotine
Tembakau
Pyrethrine
Pyrtrum
Rotenon
-
Carbaryl
toksik kontak
Carbofuran
toksik sistemik
Methiocorb
bekerja pada lambung
Thiocarb
juga moluskusida
Dichlorovos
toksik kontak
Dimethoat
toksik kontak,
Palathion
sistemik
Malathion
toksik kontak
Diazinon
toksik kontak
Chlorpyrifos
kontak dan ingesti
Carbamat
Organophosphat
Organochlorin
2. Herbisida
DDT Lindane
kontak, ingesti
Dieldrin
persisten
Eldrin
persisten
Endosulfan
kontak, ingesti
gammaHCH
kontak, ingesti
Aset anilid
Atachlor
Sifat residu
Amida
Propachlor
Diazinone
Bentazaone
Carbamate
Chlorprophan
Kontak
Asulam Triazine
Athrazin Metribuzine
3. Fungisida
Triazinone
Metamitron
Toksin kontak
Inorganik
Bordeaux mixture
Protektan
Copper oxychlorid
Proteoktan
Mercurous chloride Sulfur Thiabendazole Benzimidazole Hydrocarbonpheno
Tar oil
Protektan, sistemik Protektan, kuratif
lik
Organophosphate Lebih dari 50.000 komponen organophosphate telah disynthesis dan diuji untuk aktivitas insektisidanya. Tetapi yang telah digunakan tidak lebih dari 500 jenis saja dewasa ini. Semua produk organophosphate tersebut berefek toksik bila tertelan, dimana hal ini sama dengan tujuan penggunaannya untuk membunuh serangga. Beberapa jenis insektisida digunakan untuk keperluan medis misalnya fisostigmin, edroprium dan neostigmin yang digunakan utuk aktivitas kholinomimetik (efek seperti asetyl kholin). Obat tersebut digunakan untuk pengobatan gangguan neuromuskuler seperti myastinea gravis. Fisostigmin juga digunakan untuk antidotum pengobatan toksisitas ingesti dari substansi antikholinergik (mis: trisyklik anti depressant, atrophin dan sebagainya). Fisostigmin, ekotiopat iodide dan organophosphorus juga berefek langsung untuk mengobati glaucoma pada mata yaitu untuk mengurangi tekanan intraokuler pada bola mata. a) Mekanisme toksisitas Organophosphat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang. Maka hanya dalam jumlah sedikit saja dapat menyebabkan kematian, tetapi diperlukan lebih dari beberapa mg untuk dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa. Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah dan pada sinapsisnya. Enzim tersebut secara normal menghidrolisis asetylcholin menjadi asetat dan kholin. Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah asetylkholin meningkat dan berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada system saraf pusat dan perifer. Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh. Penghambatan kerja enzim terjadi
karena organophosphate melakukan fosforilasi enzim tersebut dalam bentuk komponen yang stabil. b) Gejala keracunan Gejala keracunan organofosfat sangat bervariasi. Setiap gejala yang timbul sangat bergantung pada adanya stimilasi asetilkholin persisten atau depresi yang diikuti oleh stimulasi.saraf pusat maupun perifer. Carbamate Insektisida karbamat telah berkembang setelah organofosfat. Insektisida ini biasanya daya toksisitasnya rendah terhadap mamalia dibandingkan dengan organofosfat, tetapi sangat efektif untuk membunuh insekta. Struktur karbamate seperti physostigmin, ditemukan secara alamia dalam kacang Calabar (calabar bean). Bentuk carbaryl telah secara luas dipakai sebagai insektisida dengan komponen aktifnya adalah SevineR. Mekanisme toksisitas dari karbamate adalah sama dengan organofosfat, dimana enzim achE dihambat dan mengalam karbamilasi. Organochlorin Organokhlorin atau disebut “Chlorinated hydrocarbon” terdiri dari beberapa kelompok yang diklasifikasi menurut bentuk kimianya. Yang paling populer dan pertama kali disinthesis adalah “Dichloro-diphenyl-trichloroethan” atau disebut DDT. Mekanisme toksisitas dari DDT masih dalam perdebatan, walaupun komponen kimia ini sudah disinthesis sejak tahun 1874. Tetapi pada dasarnya pengaruh toksiknya terfokus pada neurotoksin dan pada otak. Saraf sensorik dan serabut saraf motorik serta kortek motorik adalah merupakan target toksisitas tersebut. Dilain pihak bila terjadi efek keracunan perubahan patologiknya tidaklah nyata. Bila seseorang menelan DDT sekitar 10mg/Kg akan dapat menyebabkan keracunan, hal tersebut terjadi dalam waktu beberapa jam. Perkiraan LD50 untuk manusia adalah 300-500 mg/Kg. DDT dihentikan penggunaannya sejak tahun 1972, tetapi penggunaannya masih berlangsung sampai beberapa tahun kemudian, bahkan sampai sekarang residu DDT masih dapat terdeteksi. Gejala yang terlihat pada intoksikasi DDT adalah sebagai berikut: Nausea, vomitus Paresthesis pada lidah, bibir dan muka Iritabilita, Tremor, Convulsi, Koma, Kegagalan pernafasan, dan Kematian. Pengobatan dilakukan dilakukan terutama untuk toksisitas organophosphat. Bila dilakukan terlambat dalam
beberapa menit akan dapat menyebabkan kematian. Diagnosis keracunan dilakukan berdasarkan terjadinya gejala penyakit dan sejarah kejadiannya yang saling berhubungan. Pada keracunan yang berat , pseudokholinesterase dan aktifits erytrocyt kholinesterase harus diukur dan bila kandungannya jauh dibawah normal, kercaunan mesti terjadi dan gejala segera timbul. Pengobatan dengan pemberian atrophin sulfat dosis 1-2 mg i.v. dan biasanya diberikan setiap jam dari 25-50 mg. Atrophin akan memblok efek muskarinik dan beberapa pusat reseptor muskarinik. Pralidoxim (2PAM) adalah obat spesifik untuk antidotum keracunan organofosfat. Obat tersebut dijual secara komersiil dan tersedia sebagai garam chlorine (Anonim, 2010).