Tipe Plasenta Pada Ternak Menurut anatomi/bentuknya, dibagi menjadi 4 macam Plasenta Diffusa, Plasenta Cotyledonaria, Plasenta Zonaria, dan Plasenta Discoidalis. Plasenta Diffusa
Pada kuda danbabi Hampir seluruh permukaan chorion dan endometrium uterus bersama-sama membentuk plasenta,kecuali bagian-bagian apek chorion yang berbatasan dengan chorion dari fetus babi disebelahnya Seluruh permukaan allanto-chorion mengandung villi-villi sederhana yang menjorok ke dalam kripta-kripta endometrium uterus.
Plasenta cotyledonaria
Plasenta cotyledonaria atau tipe multiplek Pada sapi, kerbau, domba, kambing, dan ruminansia lainnya Beberapa tempat dari seluruh permukaan endometrium uterus membentuk plasenta induk yang disebut caruncula. Caruncula itu merupakan peninggalan dari endometrium yang pada sapi besar nya berayun antara sebesar biji kemiri sampai sebesar kentang. Permukaannya berpori-pori halus sehingga rupanya menyerupai batu karang. Ke dalam pori-pori caruncula tersebut menjulur allanto-chorion. Seluruh penjuluran allanto-chorion yang masuk kedalampori-pori carunculata didisebut cotyledon,bagian inilah yang disebut plasenta fetus. Cotyledonbersama-sama dengan caruncula yang saling menjalin itu membentuk suatu placentom, ia merupakan satuan dari plasenta. Didalam uterus ruminansia caruncula tersebut tersusun dalam 4 baris,yaitu dua baris di ventral dan dua baris lagi disebelah dorsal dari panjang tanduk uterus. Jumlah placentom-placentom pada sapi antara75-120buah, pada biri-biri sekitar 80-90 buah Bentuk permukaan placentom pada sapi cembung,sedang pada biri-biri cekung. Bagian endometrium yang terletak diantara placentom-placentom disebut endometrium caruncularis dan cotyledonnya disebut “smoothchorion”.
Bagian-bagian tersebut tidak mengandung villi dan tidak berfungsi sebagai plasenta. Chorion yang bervilli disebut chorionfrondosum. Apabila plasenta fetus tidak dapat keluar dengan semestinya, keadaan ini disebut retention sekundinarium padasapi.
Plasenta zonaria
Pada hewan-hewan pemakan daging seperti kucing dan anjing Plasentanya berbentuk seperti pita, berwarna agak putih dan lebarnya berayun antara 2,54-7,62 cm mengitari uterus dibagian tengah allantochorionnya. Plasenta induknya berupa sedikit peninggian yang merata dari endometriumnya, dan ketempat ini menjulur villi chorion plasenta fetus memasuki kripta-kripta endometrium. Bagian chorion selebihnya adalah “smoothchorion”. Anjing dan kucing termasuk multipara, dari sebab itu uterus buntingnya terbagi menjadi beberapa loculi dan tiap-tiap loculus biasanya berisi satu fetus. Tiap-tiap fetus membangun plasenta sendiri.
Plasenta Discoidalis
Plasentanya berbentuk cakram atau oval, jumlah satu atau dua buah. Hubungan antara plasenta induk dan plasenta fetus erat sekali, hal ini membawa pengaruh diwaktu melahirkan anak. Pada hewan primate dan rodensia. Menurut erat tidaknya hubungan antara plasenta induk dan plasenta fetus, dibagi menjadi 3 macam:
1. Plasenta non deciduata 2. Plasenta semi deciduata 3. Plasenta deciduata
Plasenta non deciduata
Suatu plasenta yang hubungan kedua plasenta yang membentuk longgar, sehingga pada waktu fetusnya dilahirkan plasenta fetus tidak susah dilepas dari plasenta induknya. Yang termasuk plasenta non deciduata adalah plasenta diffusa
Plasenta semi deciduata
Hubungan kedua plasenta tidak rapat, karena susunan villinya tidak begitu sederhana. Disamping villi primer dikenal adanya villi sekunder. Contoh plasenta ini adalah plasenta cotyledonaria.
Plasenta deciduata
Pada plasenta ini hubungan antara kedua plasenta yang membentuk erat sekali dan tidak gampang dilepas tanpa mengakibatkan kerusakan pembuluhpembuluh darah. Yang termasuk plasenta ini adalah plasenta zonaria dan plasenta discoidalis.
mhzzz dzikir dan fikir Lanjut ke konten
Beranda Perihal
22 November 2014 / hikmatazizat
MAKALAH REPRODUKSI TERNAK
K ebuntingan Oleh: Kelas : F Kelompok 7 Theodorik Agustian
200110130277
Faisal Nugraha
200110130278
Muhammad Hikmat Azizat
200110130280
Fajar Nurul Akbar
200110130281
Iim Ibrohim
200110130283
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN SUMEDANG 2014 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Kebuntingan pada pada ternak menjadi hal yang penting dipelajari dan dipahami oleh semua peternak. Kebuntingan merupakan awal dari tingginya produktivitas dari hewan ternak. Semakin tinggi kebuntingan, maka semakin banyak produksi ternak tersebut dan semakin memberikan keuntungan bagi peternak dan sebaliknya, peternak akan rugi bila tingkat kebuntingan ternak mereka rendah. Hal ini sesuai pernyataan Lestari 2006, yaitu Kebuntingan merupakan keberhasilan yang sangat penting dari pelaksanaan perkawinan, diharapkan berlanjut kepada keberhasilan melahirkan pedet. Deteksi kebuntingan dini pada ternak ruminansia menjadi penting bagi keberhasilan sebuah manajemen reproduksi sebagaimana ditinjau dari segi ekonomi. Pentingnya pemahaman akan kebuntingan tersebut, mendorong kami untuk menyusun makalah kebuntingan ternak ini. Makalah ini bberisikan tentang pengertian, sistem plasentasi, diagnosa kebuntingan dan hal lain yang berhubungan dengan proses kebuntingan khususnya pada hewan ternak. 1.2 Rumusan Masalah
Apa yang di maksud kebuntingan pada ternak? Bagaimana periode kebuntingan dan blastosis pada t ernak? Bagaimana sistem plasentasi pada ternak ? Apa saja tipe plasenta pada ternak? Bagaimana fungsi dan peranan plasenta dalam kebuntingan ternak? Apa yang dimaksud maternal recognition of pregnancy ? Bagaimana transport plasenta pada ternak?
Bagaimana regulasi hormon saat kebuntingan? Bagaimana Anabolisme selama kebuntingan? Bagaimana penanganan ternak bunting? Bagaimana lama kebuntingan pada ternak?
1.3 Tujuan
Mengetahui kebuntingan pada ternak. Mengetahui periode kebuntingan dan blastosis. Mengetahui sistem plasentasi pada ternak. Tipe plasenta pada ternak. Fungsi dan peranan plasenta dalam kebuntingan ternak. Mengetahui maternal recognition of pregnancy . Mengetahui transport plasenta pada ternak. Mengetahui regulasi hormon saat k ebuntingan. Mengetahui anabolisme selama kebuntingan. Mengetahui penanganan ternak bunting. Mengetahui lama kebuntingan pada ternak.
II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Kebuntingan
Kebuntingan merupakan periode yang dimulai dengan fertilisasi dan diakhiri dengan kelahiran. Rata-rata lama periode kebuntingan pada babi adalah 114 hari, domba 148 hari, kambing 149 hari, sapi 281 hari, dan kuda 337 hari. Lama kebuntingan pada induk yang mengandung anak jantan sedikit lebih panjang dibanding dengan mengandung anak beti na. Demikian halnya dengan kembar, kebuntingan lebih sedikit pendek disbanding dengan tidak kembar (Yusuf, Muhammad: 2012). Selama kebuntingan awal, embrio melayang bebas pertama di dalam uviduct dan kemudian di dalam uterus. Nutrisi embrio berasal dari dalam sitoplasmanya dan den gan penyerapan dari susu uterus (uterine milk). Setelah plasentasi terjadi (embrio melekat pada uterus), embrio memperoleh makanan dan membuang produk buangan melalui darah induk. Plasentasi setelah fertilisasi terjadi sekitar 12 – 20 hari pada babi, 18 – 20 hari pada domba, 30 – 35 hari pada sapi, dan 50 – 60 hari pada kuda (Yusuf, Muhammad: 2012). 2.2 Fase Perkembangan Embrio, Periode Kebuntingan dan Blastosis
Kebuntingan dibagi menjadi tiga periode, yaitu periode ovum, periode embrio, dan periode fetus. Periode ovum adalah mulainya fertilisasi sampai terjadinya implantasi, priode embrio adal ah mulai implantasi sampai terjadinya pembentukan organ tubuh bagian dalam, periode fetus adalah saat mulai pembentukan organ tubuh bagian dalam sampai kelahiran (partus). Secara garis besar kebuntingan dimulai dengan fertilisasi,syngami, pembentukan morula, blastula, organogenesis (Yusuf, Muhammad: 2012).
Blastosis pada kutub animal. Terkumpul dan berkembangnya sel-sel sebagai inner sel mass (ICM), yaitu kelompok sel-sel yang totipoten yang akan berkembang menjadi embrio. Sel-sel tutipoten dari ICM akan berkembang menjadi tiga bagian, yaitu: Ektoderm akan berkembang menjadi kulit, kuku, tanduk. Mesoderm akan berkembang menjadi tulang, otot, saraf. Endoderm akan berkembang menjadi usus, paru-paru, hati. kutub vegetal, terkumpul sel-sel yang berkembang sebagai tropoblas/tropektoderm. Tropoblas/tropektoderm dalam perkembangan embrional menjadi adneksa, yaitu suatu sistem plasentasi yang men ghubungkan secara fisiologis antara induk (endometrium uterus ruminansia = karunkula) dan anak (embrio/fetus) yang disebut kotiledon (Yusuf, Muhammad: 2012). Tahapan pertumbuhan dan perkembangan embrio dibedakan menjadi 2 tahap yaitu : 1. Fase Embrionik yaitu fase pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup selama masa embrio yang diawali dengan peristiwa fertilisasi sampai dengan terbentuknya janin di dalam tubuh induk betina. 2. Fase fertilisasi adalah pertemuan antara sel sperma dengan sel ovum dan akan menghasilkan zygote. Zygote akan melakukan pembelahan sel (cleavage) (Feradis: 2010).
Secara umum, sel embriogenik tumbuh dan berkembang melalui beberapa fase, antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Sel tunggal (yang telah dibuahi) Blastomer Blastula Gastrula Neurula Embrio / Janin
Tahapan fase embrionik yaitu : 1.
Morula
Morula adalah suatu bentukan sel sperti bola (bulat) akibat pembelahan sel terus men erus. Keberadaan antara satu dengan sel yang lain adalah rapat. Morulasi yaitu proses terbentuknya morula 1.
Blastula
Blastula adalah bentukan lanjutan dari morula yang terus mengalami pembelahan. Bentuk blastula ditandai dengan mulai adanya perubahan sel dengan mengadakan pelekukan yang tidak beraturan. Di dalam blastula terdapat cairan sel yang disebut dengan Blastosoel. Blastulasi yaitu proses terbentuknya blastula. 1.
Gastrula
Gastrula adalah bentukan lanjutan dari blastula yang pelekukan tubuhnya sudah semakin nyata dan mempunyai lapisan dinding tubuh embrio serta rongga tubuh. Gastrula pada beberapa hewan tertentu, seperti hewan tingkat rendah dan hewan tingkat tinggi, berbeda dalam hal jumlah
lapisan dinding tubuh embrionya. Triploblastik yaitu hewan yang mempunyai 3 lapisan dinding tubuh embrio, berupa ektoderm, mesoderm dan endoderm. Hal ini dimiliki oleh hewan tingkat tinggi page 1 /seperti Vermes, Mollusca, Arthropoda, Echinodermata dan semua Vertebrata. Diploblastik yaitu hewan yang mempunyai 2 lapisan dinding tubuh embrio, berupa ektoderm dan endoderm. Dimiliki oleh hewan tingkat rendah seperti Porifera dan Coelenterata. Gastrulasi yaitu proses pembentukan gastrula (Feradis: 2010). Organogenesis yaitu proses pembentukan organ-organ tubuh pada makhluk hidup (hewan dan manusia). Organ yang dibentuk ini berasal dari masing-masing lapisan dinding tubuh embrio pada fase gastrula. Contohnya : 1. Lapisan Ektoderm akan berdiferensiasi menjadi cor (jantung), otak (sistem saraf), integumen (kulit), rambut dan alat indera. 2. Lapisan Mesoderm akan berdiferensiasi menjadi otot, rangka (tulang/osteon) alat reproduksi (testis dan ovarium), alat peredaran darah dan alat ekskresi seperti ren. 3. Lapisan Endoderm akan berdiferensiasi menjadi alat pencernaan, kelenjar
pencernaan, dan alat respirasi seperti pulmo. Imbas embrionik yaitu pengaruh dua lapisan dinding tubuh embrio dalam pembentukan satu organ tubuh pada makhluk hidup.
Contohnya : 1. Lapisan mesoderm dengan lapisan ektoderm yang keduanya mempengaruhi dalam pembentukan kelopak mata. Pertumbuhan dan perkembangan manusia. Setelah peristiwa fertilisasi, zygote akan berkembang menjadi embrio yang sempurna dan embrio akan tertanam pada dinding uterus ibu. Hal ini terjadi masa 6 – 12 hari setelah proses fertilisasi. Sel-sel embrio yang sedang tumbuh mulai memproduksi hormon yang disebut dengan hCG atau human chorionic gonadotropin, yaitu bahan yang terdeteksi oleh kebanyakan tes kehamilan. HCG membuat hormon keibuan untuk mengganggu siklus menstruasi normal,membuat proses kehamilan jadi berlanjut (Feradis: 2010).
Tabel Organogenesis Janin akan mendapatkan nutrisi melalui plasenta/ ari-ari. Embrio dilindungi oleh selaputselaput yaitu: 1. Amnion yaitu selaput yang berhubungan langsung dengan embrio dan menghasilkan cairan ketuban. Berfungsi untuk melindungi embrio dari guncangan. 2. Korion yaitu selaput yang terdapat diluar amnion dan membentuk jonjot yang menghubungkan dengan dinding utama uterus.pembuluh adarah ada di dalam. 3. Alantois yaitu selaput terdapat di tali pusat dengan jaringan epithel menghilang page 2 /3dan pembuluh darah tetap. Berfungsi sebagai pengatur sirkulasi embrio dengan plasenta, mengangkut sari makanan dan O2, termasuk zat sisa dan CO2.
4. Sacus vitelinus yaitu selaput yang terletak diantara plasenta dan amnion.merupakan tempat munculnya pembuluhdarah yang pertama (Feradis: 2010).
. Gambar morulla, blastula 2.3 Sistem Plasentasi
Plasenta adalah organ ekstra embrional yang berfungsi sebagai perantara hubungan fisiologis antara fetus dan induk serta sebagai organ sekresi internal dari beberapa hormone. Hubungan fetus dengan induk melalui system Vaskularisasi (pembuluh darah). Sistem plasentasi pada anak(adneksa) berupa selaput/membrane yang terdiri atas tiga bagian, yaitu: 1. Selaput Khorion
Selaput korion merupakan suatu selubung yang membalut seluruh permukan bagian luar dari embrio/ fetus. Selaput ini merekat secara erat dengan selaput alantois, dikenal sebagai selaput khorio-alantois. Selaput khorion membuat hubungan fisiologis antara selaput kho rio-alantois dengan endometrium uterus (system sirkulasi darah). 2. Selaput Alantois
Selaput alantois merupakan bagian dari penjuluran urakhus (system ekskresi emrio/ fetus) melalui umbilicus. Selaput ini akan membentuk kantong alantois, yaitu tempat penampungan ekkresi sisa metabolism dari system urakhus. Selaput ini berlekatan dengan selaput khorion. 3. Selaput Amnion
Selaput amnion merupakan bagian dari umbilicus/ tali pusar. Selaput ini membentuk kantong amnion yang berisi cairan yang disebut cairan amnion. Kantong amnion dan cairan amnion berfungsi sebagai peredam ( shock absorber) terhadap tekanan fisik dari luar bagian fetus (Soeparna, Solihati, nurcholidah: 2014). Gambar 2. Sistem plasentasi 2.4. Tipe Plasenta Ternak
Berdasarkan bentuknya, secara anatomik plasenta digolongkan 4 tipe: 1. Tipe Difusa
Seluruh permukaan korio-allantois dipenuhi baik mikro kotiledon, villi, dan mikro villi masuk ke dalam kripta endometrium (plasentasi) kecuali muara kelenjar uterin
Struktur ini komplek dan terbentuk setelah 150 hari usia kebuntingan Pada babi tipe plasentanya difusa inkomplete (karena dibagian kutub tidak ada plasentasi) Hampir seluruh permukaan chorion dan endometrium uterus bersama-sama membentuk plasenta, kecuali bagian-bagian apek chorion yang berbatasan dengan chorion dari fetus babi disebelahnya Villi menyebar hampir hampir merata pada seluruh permukaan selaput khorion. Contohnya pada babi dan kuda (Soeparna, Solihati, nurcholidah: 2014).
2. Tipe kotiledonaria
Pada hewan ruminansia Hanya sebagian karunkula dan kotiledon yang membentuk plasentom Lebih komplek dibanding tipe difusa Plasentom tersusu empat bans, dua ventral dan dua dorsal sepanjang komu Pada sapi, mempunyai 75-120 plasentom sedang kambing 80-90 Bentuk plasentom sapi cembung, kambing cekung Diantara karunkula disebut interkarunkula Diantara kotiledon disebut interkotiledonaria Karunkula sebagai plasenta maternalis, sedangkan kotiledon sebagai plasenta fetalis (Soeparna, Solihati, nurcholidah: 2014).
3. Tipe Zonaria
Plasenta induknya berupa sedikit peninggian yang merata dari endometriumnya, dan ketempat ini menjulur villi chorion plasenta fetus memasuki kripta-kripta endometrium. Bagian chorion selebihnya adalah “smoothchorion”. Anjing dan kucing termasuk multipara, dari sebab itu uterus buntingnya terbagi menjadi beberapa loculi dan tiap-tiap loculus biasanya berisi satu fetus. Bentuknya melingkar seperti sabuk dengan lebar 2,5-7,5 cm Villi terletak pada zona tertentu pada selaput khorion, sehingga menyerupai ikat pinggang. Contohnya pada hewan karnivora yaitu anjing dan kucing (Soeparna, Solihati, nurcholidah: 2014).
4. Tipe diskoidalis
Pada primata dan rodensia. Pertautannya paling erat Bentuknya melingkar seperti cakram. Hubungan antara plasenta induk dan plasenta fetus erat sekali, hal ini membawa pengaruh diwaktu melahirkan anak. Menurut erat tidaknya hubungan antara plasenta induk dan plasenta fetus, dibagi menjadi 3 macam:
1. Plasenta non deciduata 2. Plasenta semi deciduata 3. Plasenta deciduata
Villi terkonsentrasi berbentuk cawan atau mangkuk pada selaput khorion. Contohnya pada primata yaitu manusia dan kera (Soeparna, Solihati, nurcholidah: 2014).. Tipe Plasenta non deciduata o Suatu plasenta yang hubungan kedua plasenta yang membentuk longgar, sehingga pada waktu fetusnya dilahirkan plasenta fetus tidak susah dilepas dari plasenta induknya. Yang termasuk plasenta non deciduata adalah plasenta diffusa
6. Plasenta semi deciduata
Hubungan kedua plasenta tidak rapat, karena susunan villinya tidak begitu seder hana. Disamping villi primer dikenal adanya villi sekunder. Contoh plasenta ini adalah plasenta cotyledonaria.
7. Plasenta deciduata
Pada plasenta ini hubungan antara kedua plasenta yang membentuk erat sekali dan tidak gampang dilepas tanpa mengakibatkan kerusakan pembuluh-pembuluh darah. Yang termasuk plasenta ini adalah plasenta zonaria dan plasenta discoidalis.
8. Plasenta Epithelio-khorial
Vili khorion menyebar merata di seluruh permukaan endometrium uterus. Contoh pada Plasenta diffusa (kuda dan babi) (Soeparna, Solihati, nurcholidah: 2014).
9. Plasenta Syndesmo-khorial
Villi uterus membalut kotiledon pada daerah sirkuler karunkula. Jumlah karunkula pada domba antara 90-100 buah, dan pada sapi antara 70 -120 buah (Soeparna, Solihati, nurcholidah: 2014).
Gambar tipe plasenta. 2.5 Fungsi dan Peranan Plasenta
Plasenta adalah organ ekstra embrio yang merupakan pertautan antara jaringan embrio dan jaringan induk. Jaringan induk yang ikut serta dalam pembentukan plasenta adalah endometrium uterus bagian desidua basalis (Ondho Supri, Y: 2012). Fungsi Plasenta: melayani segala kebutuhan embrio/ fetus, dalam hal: respirasi, nutrisi, ekstresi, proteksi, juga sebagai kelanjar endokrin (penghasil hormon). Fungsi Plasenta sebagai Kelenjar Endokrin. Sebagai kelenjar endokrin, plasenta menghasilkan hormon-hormon yang berperan penting dalam memelihara kelangsungan hidup embrio. Hormon-hormon yang dihasilkan oleh plasenta antara lain: Progesteron. Hormon ini berfungsi untuk memelihara agar endometrium uterus tetap tebal (tidak luruh) dan kaya pembuluh darah. Pada manusia, progesteron mulai disintesis oleh plasenta pada minggu ke-4 setelah implantasi. Menjelang kelahiran, produksi hormon ini menurun. Estrogen. Pada manusia, hormon ini mulai dihasilkan oleh plasenta pada minggu ke-4 setelah implantasi, selain itu juga dihasilkan o leh kelenjar adrenal fetus. Estrogen
berperan untuk memelihara kehamilan. Produksi estrogen terus meningkat sampai menjelang kelahiran bayi (Ondho Supri, Y: 2012). Selain itu, menurut Soeparna dan Nurcholidah Solihati tahun 2014, fungsi dan peranan plasenta: 1. Pengikat /fiksasi uters
Fiksasi ini cukup kuat untuk mencegah abortus. Pada periode kelahiran, fiksasi melonggar karena reduksi volume vili yang bertautan antara induk dan fetus (Soeparna, Solihati, nurcholidah: 2014). 2. Pengaturan sistem permeabilitas
Sistem komunikasi darah antara anak dan induk tidak ada, tetapi melalui diffusi barier (sistem membran hidup). Antobodi tertentu (pada umumnya) sulit melewati sistem membran plasenta. Pada kolostrum kaya antibody, penting diberikan pasca lahir karena selama periode prenatal fetus tidak memperoleh dari induknya (Soeparna, Solihati, nurcholidah: 2014). 3. Penghasil hormon
Pada awal kebuntingan, korpus luteum pada ovarium merupakan penghasil progesteron yang berfungsi sebagai pemelihara kebuntingan. Korpus luteum yang berada pada masa kebuntingan adalah korpus luteum gravidatatum. Peranan korpus luteum sebagai penghasil progesterone pada usia kebuntingan tertentu akan digantikan oleh plasenta, pada domba yaitu sampai dengan 50 hari kebuntingan dan sapi sampai dengan 207 hari kebuntingan. Plasenta mengambil alih fungsi korpus luteum dan mulai memproduksi progesterone pada semua ternak mamalia (Soeparna, Solihati, nurcholidah: 2014). 2.6. Maternal Recognition of Pregnancy .
Keberhasilan perkawinan dan proses fertilisasi , diikuti oleh konseptus yang memberikan sinyal kehadirannya kepada sistem maternal serta memblok regresi corpus luteum (CL) guna memelihara produksi progesterone oleh sel-sel lutealnya. Pemeliharaan atau maintenance CL adalah penting untuk berlangsungnya kebuntingan pada semua spesies ternak. Konseptus mensintesa atau mensekresi steroid dan atau protein sebagai tanda atau sinyal kehadirannya pada sistem maternal. Molekul-molekul ini mengatur sintesa dan atau merilis luteolitik prostaglandin F2ά (PGF2α) dari uterus yang dapat mencegah terjadinya regresi CL). Selama periode kritis sekresi PGF2α dari uterus, konseptus harus dapat mengatasi sebagian besar endometrium maternal yang mengatur produksi PGF2α. Pada babi, proses ini dilakukan oleh multiple konseptus, sedang pada kuda proses ini terjadi oleh adanya migrasi dari konseptus. Periode kritis pemberian sinyal oleh konseptus untuk memblok luteolisis dan memungkinkan berlangsungnya suatu kebuntingan inilah yang disebut sebagai maternal recognition of pregnancy. Pada domba, protein yang disekresi oleh konseptus antara hari ke 12 dan 21 kebuntingan, menghambat produksi PGF2α oleh endometrium uterus. Pada sapi, maternal recognition terjadi antara hari ke 16 dan 19 kebuntingan (Lestri, D Tita. Ismudiono).
2.7. Transport Plasenta
Nutrisi embrio berasal dari dalam sitoplasmanya dan dengan penyerapan dari susu uterus (uterine milk). Setelah plasentasi terjadi (embrio melekat pada uterus), embrio memperoleh makan an dan membuang produk buangan melalui darah induk. Plasentasi setelah fertilisasi terjadi sekitar 12 – 20 hari pada babi, 18 – 20 hari pada domba, 30 – 35 hari pada sapi, dan 50 – 60 hari pada kuda (Yusuf, Muhammad: 2012). 2.8. Regulasi Hormon selama Kebuntingan Konsentarsi hormon di dalam darah dan urin
Terdapat perbedaan pada beberapa spesies hewan memalui sekresi hormone estrogen melalui urin. Pada kuda betina konsentrasi hormone estrogen di dalam plasma darah cenderung rendah pada tiga bulan pertama umur krbuntingan, kemudian menngkat secara signifikan sampai puncaknya antara bulan kesembilan sampai bulan keseelas umur kebuntingan. Peningkatan dan penurunan dari perkembangan gonad sinergi dengan penurunan dan penin gkatan konsentrasi estrogen dalam plasma darah dan estrogen dalam urin selama pertengahan kedua dari kebuntingan (Lestari, D Tita, Ismudiono : 2013). Progesteron
Progesterone adalah hormone utama untuk memelihara kebuntingan. CL yang hadir selama kebuntingan terjadi pada semua ternak mamalia kecuali pada kuda. Sumber progesterone selama pertengahan akhir kebuntingan berasal dari plasenta (kuda dan domba) dan dari CL (sapi, kambing dan babi) (Lestari, D Tita, Ismudiono : 2013). . Konsentarsi progesterone dalam darah tetap konstan sepanjang masa kebuntingan pada domba dan sapi sementara pada babi mencapai konsentrasi yang tinggi pada awal kebuntingan. Pada kuda konsentrasi progesterone hingga hari ke-35 disekresi terutama dari CL. Konsentrasi (corpora lutea secondary), sampai corpoa lutea tersebut mulai regresi pada hari ke-150. Selama masa ini plasenta sudah cukup berkembang untuk mengambil alih produksi progesteron ( Lestari, D Tita, Ismudiono : 2013). Estrogen
Terjadi perbedaan antar spesies dalam eksresi estrogen dari saluran urinaria. Pad a kuda, konsentrasi plasma estrogen tetap rendah selama 3 bulan pertama kebuntingan, kemudian meningkat mencapai puncak antara bulan ke-9 dan 11, setelah itu menurun hingga waktu melahirkan (Lestari, D Tita, Ismudiono : 2013). Pada babi, rata-rata estrogen urinary total (estrogen) menunjukkan peningkatan antara minggu kedua dan kelima kebuntingan, menurun antara minggu kelima dankedelapan dan mulai naik dengan cepat mencapai puncak pada saat kelahiran lalu menurun dengan cepat setelah kelahiran (Lestari, D Tita, Ismudiono : 2013).
Equine Chorionic
Antara hari 40-130 kebuntingan, eCG (juga dikenal dengan nama PMSG) dengan konsentrasi tinggi hadir dalam sirkulasi darah maternal tetapi tidak dalam darah fetus. eCG yang disekresi oleh sel-sel tropoblas dan bukan oleh endometrium, melisiskan meluteinisasi folikel dan memelihara fungsi corpora lutei sekunder (Lestari, D Tita, Ismudiono : 2013 ). 2.9. Anabolisme Selama Kebuntingan
Kebutuhan pakan/nutrisi selama periode kebuntingan diprioritaskan untuk fetus dari pada induk. Pakan/nutrisi yang berimbang sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan fetus. Pemberian pakan kepada induk mencakup dari komponen kebutuhan dasar, yaitu untuk hidup pokok dan untuk pertumbuhan/perkembangan fetus (Soeparna, Solihati, nurcholidah: 2014). Kekurangan pakan (defisiensi/malnutrisi) secara fisiologis akan menyebabkan induk membongkar persediaan makanan yang berada dalam tenunan tubuh. Peruses pembongkaran tenunan tubuh terjadi secara berurutan mulai dari: 1. Tenunan lemak
Lemak subkutan dan lain-lain akan dibongkar sehingga induk menjadi kurus. 2. Tenunan otot/muskulatur, sehingga induk akan mengalami miotrofi. 3. Tenunan tulang, sehingga induk akan mengalami de kalsifikasi 4. Tenunan saraf, sehingga induk akan mengalami neurodegenerasi (Soeparna, Solihati, nurcholidah: 2014).
2.10. Penanganan Ternak Bunting
Pada saat sudah diketahuinya seekor/sekelompok ternak bunting, segera tempatkan pada kandang yang mendukung perkembangan fetus untuk menghindari abortus. Langkah-langkah yang harus dilakuak terhadap ternak bunting adalah: 1. Ternak bunting dipisahkan dari pejantan. 2. Pelihara ternak bunting dengan hati-hati
Hindari penggunaan feed adtivel /obat yang dapat mengganggu pertumbuhan etus. Lakukan vaksinasi Siapkan tindakan pembedahan/operasi. Sediakan exercise/jalan-jalan (Soeparna, Solihati, nurcholidah: 2014)..
3. Penghentian pemerahan (kering kandang)
Pada sapi: kering kandang dilakukan minimal dua bulan sebelum fetus dilahirkan. Kegunaan kering kandang adalah:
Memberikan kesempatan kelenjar alveoli ambing/kelenjar mamae untuk istirahat dan akan berguna untuk persiapan produksi susu yang akan datang. Selama periode kering kandang betina bunting dipersiapkan untuk memperbaiki metabolism pertumbuhan fetusnya (Soeparna, Solihati, nurcholidah: 2014).
4. Pemberian pakan yang berimbang
Pakan yang diberikan pada induk digunakan untuk hidup pokok dan perkembangan fetus. Hindari pakan yang dapat menyebabkan t impani, dan meteorismus (pada sapid an domba), serta kolik (pada kuda). Pakan yang diberikan harus mengandung unsure mineral yang cukup antara kalsium dan fosfor. Hal ini karena pada akhir kebuntingan kelenjar para tiroid mensekresikan paratiroid (PTH) yang merangsang pertumbuhan kelenjar ambing sehingga sekresi kalsium dalam air susu tinggi. Kadar kalsium yang tinggi dalam air susu menyebabkan kadar kalsium dalam darah r endah sehinggamenyebabkan ternak induk mengalami kekurangan unsure kalsium (hipokalsemia) dan timbul gejala penyakit Paresis Puerpuralis ( milk fever ). Gejala yang timbul adalah ternak berbaring dengan pososo pada suatu sisi,kepala dan leher melipat lateral, pernafasan/respirasi frekuen, lumpuh sementara sehingga induk hewan tidak dapat berdiri. Pakan yang diberikan harus cukup mengandung magnesium (Mg). daerah dengan tanah miskin kandungan Mg akan menyebabkan kandungan Mg pada hijauan rendah sehingga menimbulkan gejala penyakit Grass titani. Gejalanya adalah terak kejang-kejang (tonis/klonis), kejadian ini biasanya endemic dan sporadic (Soeparna, Solihati, nurcholidah: 2014).
2.11. Lama Kebuntingan
Lama kebuntingan adalah lama waktu dari perkawinan sampai terjadi partus atau kelahiran. Lama kebuntingan berbeda antarbangsa dan persilangan. Lama kebuntingan setiap ternak secara genetik sudah ditentukan, akan tetapi dapat juga dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor induk, anak dan lingkungan. Faktor induk di antaranya umur induk saat bunting, semakin tua umur induk kebuntingan semakin lama (Soeparna, Solihati, nurcholidah: 2014).. Faktor anak yang memengaruhi lama kebuntingan adalah jumlah anak yang dikandung, semakin banyak jumlah anak, kebuntingan semakin pendek. Jeis kelamin jantan biasanya satu sampai dua hari lebih lama dibandingkan dengan anak betina, demikian juaga dengan ukuran anak yang dikandung, semakin besar anak, semakin lama kebuntingan. Faktor lain adalah genetik,anakanak hasil perkawinan silang biasanya lebih lama dibandingkan dengan yang murni (Soeparna, Solihati, nurcholidah: 2014). Tabel lama kebuntingan antar spesies
III KESIMPULAN
· Kebuntingan dibagi menjadi tiga periode, yaitu periode ovum, periode embrio, dan periode fetus.
Plasentasi adalah organ ekstra embrioner yang berfungsi sebagai perantara dalam hubungan fisiologis antara fetus dan iduk serta sebagai organ eksresi inter nal dari beberapa hormon. Fungsi dan peranan plasenta antara lain: pengikat, pengaturan sistem permeabilitas, dan penghasil hormon. Anabolisme selama kebuntingan adalah kebutuhan nutrisi diprioritaskan untuk fetus bukan induk. Penanganan ternak bunting antara lain: dipisahkan dari pejantan, memelihara dengan hati-hati, penghentian pemerahan dan pemberian pakan yang berimbang. Lama kebuntingan adalah lama waktu dari perkawian sampai terjadi partus atau kelahiran.
Daftar Pustaka
Feradis. 2010. “Reproduksi Ternak”. Penerbit Alfabeta : Bandung. Lestari, Tita Damayanti., Ismudiono. 2013. “Ilmu Reproduksi Ternak”. Surabaya: Airlangga University Press. Soeparna., Solihati, Nurcholidah. 2014. “Ilmu reproduksi Ternak ”. IPB Press: Bogor. 2012.
Supri Ondho.2012. Presentasi “Kebuntingan”. Universitas Diponegoro, Semarang.
Yusuf, Muhammad. 2012. “Ilmu Reproduksi Ternak ”. Uniiversitas hasanudin: Makassar.