TINEA NIGRA Sunarso Suyoso, Linda Astari SINONIM
Tin Tinea nigra gra pal palmaris, aris, kerat eratom omikosi ikosis s nigr igrika ikans palm palmaris, aris, klad ladospor sporio iosi sis s epid pidemika, ika, 1,2 pitiriasis nigra, mikrosporosis nigra. DEFINISI
Tin Tinea nig nigra adal adalah ah inf infeksi eksi jam jamur kuli ulit asim asimptomatik atik,, sup superf erfisia isial, l, bia biasany sanya meny enyeran erang g kulit palmar (telapak tangan) disebabkan karena Hortae werneckii (dulu namanya PhaeoanneIlomyces werneckii dan Exophiala werneckii) 3. ETIOLOGI
Umumnya disebabkan oleh Hortae werneckii (PhaeoanneIlomyces werneckii 2,3,4 = 1,2 , Cladosporium werneckii 1,5) yang merupakan jamur Exophiala werneckii1,2 dematiaceous seperti ragi.4 Arti dematiaceous adalah jamur kapang (mould/mold ) berwarna coklat.6 Dapat juga disebabkan oleh jamur dematiaceous yang lainnya yaitu Stenella araguata . 1,2 EPIDEMIOLOGI 3,6 Penyakit ini jarang terjadi.3,6 Kasus tinea nigra terjadi secara sporadik dibeberapa bagian belahan dunia terutama didaerah pantai negara-negara tropis dan subtropis seperti misalnya : Kepulauan Karibia, Amerika Tengah dan Selatan, Asia, Afrika dan Australia.2,7
P enyakit ini paling s sering ering menyerang menyerang anak-anak anak-anak dan dewasa muda, muda, berum berumur ur kurang dari 19 tahun, pada wanita 3 kali lebih sering dibandingkan pada pria dan hampir sebagian besar infeksi dilaporkan terjadi pada individu imunokompeten.1,2,7 CARA PENULARAN
J amur pen peny yebab ebab berad erada a sap saprof rofit di tan tanah ah,, lim limbah bah, sampah/t ah/tum umbuh-t uh-tu umbuhan han bu busuk suk 1,6 1,6 dan humus. J uga tumbuh di kayu dan cat pada lingkungan lembab lembab dan tirai kam kamar 1 mandi. Lesi diduga terjadi melalui inokulasi langsung pada kulit yang sebelumnya mengalami trauma minor.8 Dapat terjadi autoinokulasi.4 Dicurigai dapat penularan dari manusia ke manusia,8 yang biasanya jarang terjadi,3 tapi ada yang menyanggahnya.6
1
PATOGENESIS
Faktor predisposisi adalah telapak tangan yang hiperhidrosis.6 Ada yang menyatakan tidak ada faktor predisposisi dan tidak ada hubungan dengan kegagalan sistem imunologis, serta tidak ada hubungan dengan penyakit lain dan tidak ada predisposisi genetik.1 Infeksi hanya terbatas pada stratum korneum dan biasanya tidak merangsang timbulnya reaksi inflamasi.7
GEJAL A KLINIS
Masa inkubasi 10-15 hari hingga 7 minggu, dapat beberapa tahun1,2,3 sampai 20 tahun.3 Lesi khas berupa satu makula berbatas jelas, berwarna coklat kehitaman, tidak berskuama dan asimptomatik (tidak gatal, tidak nyeri).1,2,9,10 Lesi mula-mula kecil kemudian dapat melebar secara sentrifugal atau bersatu dengan lesi lainnya membentuk tepi yang tidak beraturan atau polisikllis.1,2,4,11 Pigmentasi tidak merata, paling gelap didapatkan pada bagian tepi.1,2,3,7,10 Tidak didapatkan eritema atau tanda-tanda inflamasi lain.6 Karena asimtomatis menyebabkan tidak terdiagnosis dalam waktu yang lama. 6 Lesi umumnya terbatas pada satu telapak tangan, namun dapat mengenai jari tangan, telapak kaki, pergelangan tangan, dada dan leher, 1,3,4,10 wajah tidak pernah terkena.8
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan : 1. Anamnesis dan gambaran klinis yang khas. 1,2,10 2. Pemeriksaan langsung dengan KOH 10-20 % tampak miselium yang terdiri atas hifa bercabang banyak, berukuran besar diameter sampai 6 µm, septa berdinding tebal, berwarna kecoklatan, dan tampak budding cells berbentuk bulat memanjang. Bagian akhir hifa biasanya hialin (tidak berwarna).1,2,10 Hasil pemeriksaan langsung ini sudah dapat menyokong/ memastikan diagnosis tinea nigra. 3. Bila dilakukan kultur pada medium Sabouraud's dextrose agar (DA) dengan sikloheksimid dan khlorampenicol3 tumbuh 7 sampai ± 14 hari. Mula-mula berwarna putih, lembab dan seperti ragi (yeast) kemudian koloni menjadi hijau kecoklatan atau hitam. Permukaannya kemudian sering menjadi abu-abu atau kehijauan. Permukaan bawah koloni berwarna hitam.1,4,5,10 Pemeriksaan mikroskopik pada kultur dini tampak sel seperti ragi, sering bentuk dua-dua (2 sel dipisahkan septum). Kemudian tampak hifa bersepta, berlekuk dan berwarna gelap dan tumbuh konidia oval di sepanjang hifa. Pigmentasinya tidak sama.1,4,5,10
2
4. Pada pemeriksaan histopatologi dengan pengecatan hematoksilin eosin (HE) atau GMS (Gomori methenamine silver) tampak penebalan stratum korneum dan parakeratosis. Tampak hifa bercabang berwarna coklat di lapisan atas stratum korneum. Stratum lusidum tidak terkena dan tidak ada tanda-tanda inflamasi. 1,2,10 5. Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat dipakai untuk mempercepat identifikasi H. werneckii. 11 DIAGNOSIS BANDING
Pitiriasis versikolor, Akral lentigo melanoma maligna, Junctional nevus , Sifilis sekunder, Hiperpigmentasi pasca inflamasi, lesi pigmentasi Penyakit Addison’s, bahan pewarna perak nitrat, Tattto, Pinta. 1,2,6,10 PENGOBATAN Obat topikal :
1. Obat keratolitik : Salep Whitfield(=AAV II, berisi asidum salisilikum 6%, asidum benzoikum 12% dalam vaselin album ) dioleskan pagi dan malam.3 Salep AAV I (half strengh Whitfield ointment) tidak efektif. 10 2. Krim asam Undesilenik 2-3 minggu12 3. Krim Imidazol : mikonazol,3,10,11 klotrimazol11, ketokonazol3 dioleskan 2 x sehari. 4. Krim Terbinafin3,11,13 5. Asam Retinoid14 6. Ciclopirox14 Obat topikal dilanjutkan selama 2-4 minggu sesudah sembuh klinis untuk mencegah kambuh,3,6 , minimal 3 minggu pengobatan.6 Dianjurkan dikerok / dikupas dengan penempelan cellophane tape (selotip) terlebih dahulu, baru diolesi obat topikal.9 Obat oral
Indikasi obat oral adalah bila setelah pengobatan topikal yang adekuat tidak sembuh.10 Obat yang dapat diberikan : 1. Ketokonazol 200 mg/ hari selama 3 minggu.9,10 2. Itrakonazol.7 Pengobatan dengan oral Griseofulvin tidak efektif.7 PENCEGAHAN Tidak ada pencegahan khusus.1 PROGNOSIS Baik. Bila diobati dengan benar, penyakit akan sembuh dan tidak kambuh lagi, kecuali bila terpajan ulang dengan jamur penyebab.1,7
Resolusi spontan sangat jarang terjadi.2 Bila tidak diobati oleh karena asimptomatik akan menjadi kronis.1 3
DAFTAR PUSTAKA 1. Rippon J .W. Medical Mycology, Edisi ke 3. Philadelphia: WB Saunders Co, 1988. 2. Hay R.J . Ashbee H.R. Mycology. Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. editor. Rook’s Textbook of Dermatology. Edisi ke 8. Oxford : Wiley-Blackwell, 2010: 36.14 – 36.15. 3. Verma S & Heffernan MP. Superficial fungal infection : Dermatophytosis, onychomycosis, Tinea nigra, P iedra. Dalam ; Wolff K, Goldsmith LA. Katz S I, Gilchrest BA, Paller AS & Leffell DJ , editor. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi ke 7. New York : Mc Graw Hill 2008 : 1807 -1821 4. Crissey J .Th., Lang H., Parish L.C. Manual of Medical Mycology. Massachusetts: Blackwell Science, 1995. 5. Larone D.H. Medically important fungi. A guide to identification. Edisi ke 2. New York: Elsevier, 1987. 6. Richardson M.D and Warnock D.W. Fungal Infection. Edisi ke 3. Oxford: Blackwell Scientific Publications, 2003. 7. Sutton D.A, Rinaldi M.G, Sanche S.E. Dematiaceous fungi. Dalam: Anaissie E.J , McGinnis M.R, Pfaller M.A.editor. Clinical Mycology.Edisi ke-2. USA: Churchill Livingstone Elsevier 2009: 334-335, 347. 8. Faergemann J .N. Pityriasis (Tinea) vesicolor, Tinea Nigra and P iedra. Dalam: J acobs PH and Nall L. editor. Antifungal Drug Therapy. New York : Marcel Dekker, 1990: 23-9. 9. Cemizares 0, Herman R.R.M. Clinical tropical Dermatology. Edisi ke 2. Boston: Blackwell Scientific, 1992. 10. Sawitri, Zulkarnain I, Suyoso S. Tinea Nigra Palmaris, A case report. Dalam Abstracts The 15th Congress of The Asia Pacific Society for Medical Mycology. Bali, 1997: 114. 11. J ames WD, Berger TG & Elston DM. Andrews’Diseases of the skin. Clinical Dermatology. Edisi ke 10 Philadelphia : Saunders Elsevier, 2006. 12. Clayton YM, Moore MK. Superficial fungal infection. Dalam : Harper J , Oranje A dan Prose N editor. Textbook of Pediatric Dermatology edisi ke 2. Massachusetts : Blackwell Publishing 2006 : 542-569. 13. Paller AS & Mancini AJ . Hurwitz Clinical Pediatric Dermatology. Edisi ke 3. Philadelphia : Elsevir Saunders, 2006. 14. Mendoza N, Arora A, Arias C.A, Hernandez C.A, Madkam V, Tyring S.K. Cutaneous and Subcutaneous Mycosis. Dalam : Anaissie E.J ., McGinnis M.R., Pfaller M.A. editor. Clinical Mycology. Edisi ke-2. USA : Churchill Livingstone Elsevier 2009 : 509-523.
=====2011====
4
5