Terapi Non Farmakologi Farmakologi
a. Terapi Non Farmakologi AKI Dalam situasi dimana pemberian nefrotoksin tidak dapat dihindari, seperti bila pewarnaan radiokontras diberikan, terapi non farmakologi dapat digunakan untuk mencegah AKI. Kunci pencegahan AKI secara nonfarmakologis adalah dengan penghapusan faktor risiko pasien sampai pada tingkat yang memungkinkan. Terapi non farmakologi ini juga ditujukan untuk pemeliharaan curah jantung yang cukup dan tekanan darah untuk mengoptimalkan perfusi jaringan sambil mengembalikan fungsi ginjal ke baseline pra-AKI(Wells et al ., ., 2009). Obat yang terkait dengan berkurangnya aliran darah ginjal harus dihentikan. Lalu, penggantian cairan yang tepat harus segera dilakukan. Penghindaran nefrotoksin sangat penting dalam pengelolaan pasien AKI. Terapi Renal Replacement Therapy (RRT), seperti hemodialisis dan dialisis peritoneal, ditujukan untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit saat mengeluarkan produk limbah. Berikut ini adalah tabel indikasi yang dibutuhkan untuk melaksanakan RRT pada pasien AKI: (Wells et al ., ., 2009).
Pada RRT intermiten seperti hemodialisis memiliki keuntungan pada ketersediaannya yang luas dan kenyamanan akan bertahan hanya 3 sampai 4 jam. Kekurangannya meliputi akses dialisis vena yang sulit pada pasien hipotensi dan hipotensi akibat pemindahan sejumlah cairan dengan cepat. Beberapa varian terapi Continuous Renal Replacement Therapy Therapy (CRRT) telah dikembangkan. CRRT yang dilakukan adalah hemodialisis terus menerus, hemofiltrasi terus menerus, atau
keduanya, telah menjadi semakin populer. CRRT secara bertahap menghilangkan zat terlarut yang menghasilkan tolerabilitas yang lebih baik pada pasien yang kritis. Kekurangan terdapat pada terbatasnya ketersediaan tenaga, yang mana kebutuhan asuhan keperawatan dibutuhkan selama 24 jam, biaya tinggi, dan pedoman dosis obat yang tidak lengkap (Wells et al ., 2009).
b. Terapi Non Farmakologi Pre-Eklampsia dan Eklampsia -
Istirahat WHO menyatakan bahwa mungkin ada situasi di mana berbagai tingkat istirahat, baik di rumah atau di rumah sakit, dapat ditunjukkan untuk pasien. Namun, rekomendasi di atas tidak mencakup saran mengenai keseluruhan aktivitas fisik dan pekerjaan manual atau kantor. Pasien juga mungkin perlu dirawat di rumah sakit dengan alasan selain bedrest, seperti untuk pengawasan ibu dan janin. WHO telah menyepakati bahwa rawat inap untuk pengawasan ibu dan janin bersifat intensif dan harus dianggap sebagai prioritas untuk penelitian dan rekomendasi di masa depan (WHO, 2011).
-
Praktik Diet Sehat WHO sepakat bahwa praktik diet sehat harus dipromosikan pada khalayak umum, termasuk di kalangan wanita hamil. WHO menyarankan untuk dilakukannya penghindaran asupan garam diet yang berlebihan sebagai praktik diet sehat. Lalu disarankan pula untuk mengonsumsi kalsium sebagai asupan diet sehat. Terdapat bukti yang menyatakan bahwa suplementasi kalsium dapat mengurangi risiko perkembangan pre-eklampsia. Namun disini perlu diluruskan bahwa suplementasi kalsium tidak bertindak sebagai agen terapeutik (WHO, 2011).
Daftar Pustaka Wells, BG., DiPiro JT., Schwinghammer TL., DiPiro CV. 2009. Pharmacotherapy Handbook seventh edition. McGraw-Hill Companies Inc. New York. WHO. 2011. WHO recommendations for Prevention and treatment of pre-eclampsia and eclampsia. WHO Press. Geneva.