Daftar Isi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Indonesia
2009 BISA!
A-1 A-1 Anamnesis ………….....…………………………………………. 1 A-2 A-2 Pemeriksaan Fisik Umum & Tanda Vital ……………….… 3 A-3 A-3 Anamnesis Tumbuh Kembang ……….……………….…….. 9 A-4 Pendekatan Klinik …………………………………………….. …………………………………………….. 13 A-4 A-4 Teknik Steril ………………………………….……..…………. 15 A-5 A-5 Pemeriksaan Fisik Tumbuh Kembang ……………….….. 16 A-6 A-6 Pemeriksaan Kepala …………………………….………….... 21 A-7 A-7 Pungsi Vena ….…………………….……………….…………. 24 A-8 Pemeriksaan Ekstremitas Atas …………………………… 26 B-1 Pemeriksaan Fisik Ekstremitas Bawah ………………… 34 B-2 Fraktur Tulang Panjang dan Lower Back …………… 39 B-3 B-3 Pemeriksaan Fisik Leher ………………………………….… 42 ………………………………….… 42 B-4 B-4 Pemeriksaan Jalan Napas ………………………………….. 44 B-5 B-5 Injeksi Intramuskular ……………………………………..... ……………………………………..... 49 B-6 B-6 Pemasangan Kateter …………………………………………. 52 B-7 B-7 Rectal Touche ………………………………………………….. 54 B-8 B-8 Inspeksi Abdomen ……………………………………………. 55 C-1 C-1 Pemeriksaan Fisik Ginjal dan Ekstremitas …………….. 58 C-2 C-2 Nasogastric Tube ……………………………………………… 62 C-3 Elektrokardiografi Elektrokardiografi …………………………………………….. 64 C-4 C-4 Pemeriksaan Fisik Prekordial ……………………………… 70 C-5 C-5 Bunyi Jantung ………………………………………………… 74 C-6 C-6 Pemeriksaan THT dan Swab Tenggorok …………………. 75 C-7 C-7 Pemeriksaan Jasmani Paru ………………………………… 78 C-8 C-8 Endotracheal Intubation ……………………………………. 87
A-1 ANAMNESIS
Hallo ceman-ceman cemua.. Sepertinya udah pada ngerti banget lah ya materi tentir yang satu ini, yaitu tentang anamnesissss. Anamnesis itu susah-susah-gampang gemana getooo… Mungkin untuk saat ini, masih susah, karena kita belum paham benar tentang diagnosis berbagai penyakit. Kalo udah paham plus terbiasa, pasti gampang kok (amin). Oke langsung saja ke materi ya. Oh ya, teori anamnesis kayak dongeng gitu, jadi kalo mau dilewatin boleh, mau dibaca juga boleh. Anamnesis adalah proses wawancara dengan pasien mengenai keluhannya untuk mengetahui gambaran masalah yang sebenarnya ada pada pasien. Tujuan utama dari anamnesis itu adalah untuk mengumpulkan semua informasi dasar yang berkaitan dengan penyakit pasien dan adaptasi pasien terhadap penyakitnya, sehingga dari situ bisa dibuat penilaian tentang keadaan pasien. Pernah denger dari dokter siapa gitu, kalo 80% diagnosis itu bisa didapat dari anamnesis loh. Inget tuh yang dicari itu informasi yang berkaitan dengan penyakit pasien, termasuk data-data kaya faktor sosial, ekonomi dan kebudayaan juga. Terus kalo udah jago sih entar nanyanya bakal terarah ke diagnosis penyakit pasien dan udah punya tuh DD-nya di kepala. Biar jago, kita harus punya banyak pengalaman. Kunci keberhasilan dari anamnesis adalah komunikasi. Jadi, kita harus bisa menanyakan pertanyaan-pertanyaan kepada pasien dengan bebas. Yang mesti diingat nih, pertanyaannya itu harus mudah dimengerti sama sang pasien dengan menyesuaikannya dengan pengalaman medis pasien. Jadi untuk anamnesis itu kita perlu mengetahui istilah awam atau bahasa pasarannya, hal ini juga bisa memudahkan komunikasi dan untuk menghindari k esalapahaman. esalapahaman. Prinsip utama dalam anamnesis adalah membiarkan pasien mengutarakan riwayat penyakitnya dalam kata-katanya sendiri. Cara pasien mengutarakan riwayat penyakitnya mengungkapkan banyak sifat penyakit pasien tersebut. Pengamatan yang cermat mengenai ekspresi wajah pasien dan juga gerakan tubuhnya dapat memberikan petunjuk nonverbal yang berharga. Mendengarakan tanpa menyela itu merupakan hal yang penting dan memerlukan keterampilan. Perlakukanlah pasien dengan penuh penghargaan. Berhati-hatilah untuk tidak bertentangan dengan pasien. Kita harus bisa menahan diri untuk tidak berusaha memaksakan standar moral kita kepada pasien. Di sini pengetahuan tentang latar belakang social-ekonomi pasien akan membuat anamnesis berjalan lancar. Penampilan kita juga penting. Pasien mempunyai gambaran yang ideal tentang dokter dalam benaknya. Kebersihan dan kerapian penting (ini kata-kata dr.X yang rambutnya kayak landak.hihi). Jadi ada survey yang dilakukan terhadap pasien, yang hasilnya adalah
pasien itu lebih menyukai petugas medis yang memakai jas putih dan memakai sepatu biasa dan bukannya sepatu olahraga (TIDAAAAAAKKKKK….). Melakukan Anamnesis
Proses diagnostik dimulai pada saat pertama bertemu dengan pasien. Kita harus menyapa pasien dengan gelarnya yang tepat (seperti pak, bu, mbak, mas. Waktu itu kata dr.X sebaiknya jangan manggil „bang‟ jadi panggilnya „mas‟ aja untuk yang laki -laki mengaku masih muda dan ga mau dipanggil „pak‟, alasannya saya lupa karena kejadian ini sudah lama sekali kalo ga salah karena „bang‟ itu rasanya kurang formal dibandingkan den gan „mas‟, gommen ne) trus kenalin diri juga, mengadakan kontak mata, menjabat tangan dengan kuat dan tersenyum (tapi bukan cengengesan). Dari buku „Buku Ajar Diagnostik Fisik‟ karangan Mark H. Swartz (nemu di guglebuk) ada tulisan seperti ini: „panggilan formal menjelaskan sifat professional dari wawancara itu. Istilah- istilah seperti „Sayang‟ atau „Kakek‟ jangan dipakai.‟ Kita harus membuat pasien senyaman mungkin, jadi jangan lupa pasiennya di suruh duduk. Oiya pas salaman juga sebaiknya kita dalam posisi berdiri, kalo udah terlanjur duduk ya berdiri dulu lah sebentar untuk salaman dengan sang pasien. Pewawancara harus duduk di sebuah kursi menghadap langsung pada pasien untuk membuat kontak mata yang baik. Selama perkenalan itu kita juga sambil mengembangkan hubungan dokter-pasien. Kalau perkenalan telah dilakukan, anamnesis dapat dimulai dengan menanyakan pertanyaan terbuka yang sangat umum, kalo di buku sih kira-kira kaya nanya keluhan utama gitu deh. Setelah itu dilanjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan keluhan utama seperti lokasinya, bagaimana rasanya, keparahannya, kapan muncul dan hilangnya, apa yang memicunya, ada yang bikin tambah buruk atau malah membaik, dan manifestasi lain yang menyertainya. Secara alamiah ini akan berkembang kearah pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan bagian-bagian formal lainnya dari riwayat medis, seperti riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat sosial dan pendidikan, dan tinjauan sistem. Pewawancara harus memilih aspek-aspek tertentu di mana rincian selanjutnya harus digali dan mengarahkan pasien kepada hal-hal tersebut. Jadi nanyanya juga ga ngalor-ngidul ga jelas arahnya. Pewawancara harus bersikap waspada untuk dapat menangkap petunjuk-petunjuk yang tak kentara dari pasien untuk dapat dipakai sebagai petunjuk untuk pertanyaan selanjutnya. Pada kesimpulan akhir, kita bisa mendorong pasien untuk membicarakan problem tambahan lain atau bertanya. Pada saat ini, pewawancara pewawancara dapat mengucapkan terima kasih kepada pasien dan memberitahukan kepadanya bahwa kita telah siap untuk memulai melakukan pemeriksaan fisik. Oiya selama melakukan anamnesis, sebaiknya kita itu tidak melakukan gerakan-gerakan yang ga ada hubungannya dengan anamnesis, seperti mainin pulpen, goyang-goyangin 1
A-1 ANAMNESIS
Hallo ceman-ceman cemua.. Sepertinya udah pada ngerti banget lah ya materi tentir yang satu ini, yaitu tentang anamnesissss. Anamnesis itu susah-susah-gampang gemana getooo… Mungkin untuk saat ini, masih susah, karena kita belum paham benar tentang diagnosis berbagai penyakit. Kalo udah paham plus terbiasa, pasti gampang kok (amin). Oke langsung saja ke materi ya. Oh ya, teori anamnesis kayak dongeng gitu, jadi kalo mau dilewatin boleh, mau dibaca juga boleh. Anamnesis adalah proses wawancara dengan pasien mengenai keluhannya untuk mengetahui gambaran masalah yang sebenarnya ada pada pasien. Tujuan utama dari anamnesis itu adalah untuk mengumpulkan semua informasi dasar yang berkaitan dengan penyakit pasien dan adaptasi pasien terhadap penyakitnya, sehingga dari situ bisa dibuat penilaian tentang keadaan pasien. Pernah denger dari dokter siapa gitu, kalo 80% diagnosis itu bisa didapat dari anamnesis loh. Inget tuh yang dicari itu informasi yang berkaitan dengan penyakit pasien, termasuk data-data kaya faktor sosial, ekonomi dan kebudayaan juga. Terus kalo udah jago sih entar nanyanya bakal terarah ke diagnosis penyakit pasien dan udah punya tuh DD-nya di kepala. Biar jago, kita harus punya banyak pengalaman. Kunci keberhasilan dari anamnesis adalah komunikasi. Jadi, kita harus bisa menanyakan pertanyaan-pertanyaan kepada pasien dengan bebas. Yang mesti diingat nih, pertanyaannya itu harus mudah dimengerti sama sang pasien dengan menyesuaikannya dengan pengalaman medis pasien. Jadi untuk anamnesis itu kita perlu mengetahui istilah awam atau bahasa pasarannya, hal ini juga bisa memudahkan komunikasi dan untuk menghindari k esalapahaman. esalapahaman. Prinsip utama dalam anamnesis adalah membiarkan pasien mengutarakan riwayat penyakitnya dalam kata-katanya sendiri. Cara pasien mengutarakan riwayat penyakitnya mengungkapkan banyak sifat penyakit pasien tersebut. Pengamatan yang cermat mengenai ekspresi wajah pasien dan juga gerakan tubuhnya dapat memberikan petunjuk nonverbal yang berharga. Mendengarakan tanpa menyela itu merupakan hal yang penting dan memerlukan keterampilan. Perlakukanlah pasien dengan penuh penghargaan. Berhati-hatilah untuk tidak bertentangan dengan pasien. Kita harus bisa menahan diri untuk tidak berusaha memaksakan standar moral kita kepada pasien. Di sini pengetahuan tentang latar belakang social-ekonomi pasien akan membuat anamnesis berjalan lancar. Penampilan kita juga penting. Pasien mempunyai gambaran yang ideal tentang dokter dalam benaknya. Kebersihan dan kerapian penting (ini kata-kata dr.X yang rambutnya kayak landak.hihi). Jadi ada survey yang dilakukan terhadap pasien, yang hasilnya adalah
pasien itu lebih menyukai petugas medis yang memakai jas putih dan memakai sepatu biasa dan bukannya sepatu olahraga (TIDAAAAAAKKKKK….). Melakukan Anamnesis
Proses diagnostik dimulai pada saat pertama bertemu dengan pasien. Kita harus menyapa pasien dengan gelarnya yang tepat (seperti pak, bu, mbak, mas. Waktu itu kata dr.X sebaiknya jangan manggil „bang‟ jadi panggilnya „mas‟ aja untuk yang laki -laki mengaku masih muda dan ga mau dipanggil „pak‟, alasannya saya lupa karena kejadian ini sudah lama sekali kalo ga salah karena „bang‟ itu rasanya kurang formal dibandingkan den gan „mas‟, gommen ne) trus kenalin diri juga, mengadakan kontak mata, menjabat tangan dengan kuat dan tersenyum (tapi bukan cengengesan). Dari buku „Buku Ajar Diagnostik Fisik‟ karangan Mark H. Swartz (nemu di guglebuk) ada tulisan seperti ini: „panggilan formal menjelaskan sifat professional dari wawancara itu. Istilah- istilah seperti „Sayang‟ atau „Kakek‟ jangan dipakai.‟ Kita harus membuat pasien senyaman mungkin, jadi jangan lupa pasiennya di suruh duduk. Oiya pas salaman juga sebaiknya kita dalam posisi berdiri, kalo udah terlanjur duduk ya berdiri dulu lah sebentar untuk salaman dengan sang pasien. Pewawancara harus duduk di sebuah kursi menghadap langsung pada pasien untuk membuat kontak mata yang baik. Selama perkenalan itu kita juga sambil mengembangkan hubungan dokter-pasien. Kalau perkenalan telah dilakukan, anamnesis dapat dimulai dengan menanyakan pertanyaan terbuka yang sangat umum, kalo di buku sih kira-kira kaya nanya keluhan utama gitu deh. Setelah itu dilanjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan keluhan utama seperti lokasinya, bagaimana rasanya, keparahannya, kapan muncul dan hilangnya, apa yang memicunya, ada yang bikin tambah buruk atau malah membaik, dan manifestasi lain yang menyertainya. Secara alamiah ini akan berkembang kearah pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan bagian-bagian formal lainnya dari riwayat medis, seperti riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat sosial dan pendidikan, dan tinjauan sistem. Pewawancara harus memilih aspek-aspek tertentu di mana rincian selanjutnya harus digali dan mengarahkan pasien kepada hal-hal tersebut. Jadi nanyanya juga ga ngalor-ngidul ga jelas arahnya. Pewawancara harus bersikap waspada untuk dapat menangkap petunjuk-petunjuk yang tak kentara dari pasien untuk dapat dipakai sebagai petunjuk untuk pertanyaan selanjutnya. Pada kesimpulan akhir, kita bisa mendorong pasien untuk membicarakan problem tambahan lain atau bertanya. Pada saat ini, pewawancara pewawancara dapat mengucapkan terima kasih kepada pasien dan memberitahukan kepadanya bahwa kita telah siap untuk memulai melakukan pemeriksaan fisik. Oiya selama melakukan anamnesis, sebaiknya kita itu tidak melakukan gerakan-gerakan yang ga ada hubungannya dengan anamnesis, seperti mainin pulpen, goyang-goyangin 1
kaki, mukul-mukul meja, garuk-garuk pala, jedotin pala ke tembok, ngupil, ngorok, main BB, dan hal lainnya yang tidak berhubungan dengan anamnesis. Menjaga sikap tubuh yang condong ke depan dan kaki tidak bersila juga penting tuh, harus terlihat sebagai dokter yang menyenangkan, baik hati, ramah dan tidak sombong. Trus yang penting juga jaga kontak mata 70%, jangan nunduk ke bawah terus atau ngeliat ke langit-langit atau asyik mencatat dan lupa dengan pasien di depannya. Trus kalo ada pertanyaan yang ingin ditanyakan yang berhubungan dengan keadaan pasien dan penyakitnya dan kita kira-kira udah tau jawabannya, tetep harus ditanyakan dan jangan berasumsi (kata dr.X seperti itu). Jadi harus denger dari pasiennya atau penerjemahnya penerjemahnya atau yang bisa dipercaya deh. Teknik Anamnesis
Mendengar aktif. Adaptive questioning o
Pertanyaan langsung
Daftar Pustaka
o
Questioning to elicit graded response
o
Menanyakan pertanyaan berseri, tapi nanyanya satu-satu
o
Multiple choices for answers
1. 2. 3.
Mengklarifikasi Mengklarifikasi maksud pasien Komunikasi nonverbal Fasilitasi merupakan teknik komunikasi verbal atau nonverbal yang mendorong pasien untuk terus berbicara tetapi tidak mengarahkannya ke satu topik, seperti „terus?‟, „kemudian?‟,‟ ehm hem‟, hem‟, atau hanya sekedar menganggukkan kepala. kepala. Echoing, seperti pengulangan singkat dari perkataan pasien. Respon empati Validasi, kalo yang saya tangkep sih kaya mengerti perasaan pasien gitu sih, mirip refleksi perasaan mungkin. o
penyalahgunaan zat seperti rokok, alkohol dan obat narkotik, diet, pola tidur dan obatobatan yang sedang digunakan. Riwayat pekerjaan dan lingkungan. Untuk mempertimbangkan pemaparan dengan zatzat atau lingkungan yang secara potensial dapat menimbulkan penyakit. Semua pekerjaan dan lamanya bekerja perlu ditanyakan. Pemakaian alat pelindung dan praktek-praktek kebersihan kebersihan dan juga pekerjaan di daerah y ang berdekatan juga harus ditanyakan. Riwayat keluarga. Memberikan informasi mengenai kesehatan seluruh keluarga, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Jika seorang anggota keluarga meninggal dunia, umur orang tersebut dan penyebab kematian harus dicatat. Riwayat psikososial. Mencakup informasi pendidikan, pengalaman hidup dan hubungan pribadi pasien. Di dalam sini juga termasuk riwayat seksual.
Swartz MH. Buku ajar diagnostik fisik. Jakarta: EGC; 1995. p. 3-17. Burnside JW. Diagnosis fisik. Edisi 17. Jakarta: EGC; 1995. p. 11-30. Bickley LS. Bates pocket guide to physical examination and history taking. Lippincott Williams & Wilkins; 1995. p. 37-45.
Reassurance Summarization Highlighting transitions, jadi kalo mau pindah topik tuh dibilangin secara eksplisit.
Format Riwayat Penyakit
Identitas pasien. Mencakup nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, status pernikahan, suku, agama. Keluhan utama. Merupakan pernyataan singkat pasien yang menjelaskan mengapa ia mencari bantuan medis. Riwayat penyakit sekarang. Menunjukkan perubahan dalam kesehatan akhir-akhir ini yang membuat pasien mencari bantuan medis sekarang. Riwayat penyakit yang lalu. Merupakan penilaian kesehatan pasien secara keseluruhan sebelum penyakit sekarang ini. Riwayat ini mencakup keadaan kesehatan umum, penyakit yang lalu, cedera, perawatan di rumah sakit, pembedahan, alergi, imunisasi, 2
Teman2, kita telah membahas tentang penilaian kesadaran dan sekarang akan dibahas tentang penilaian bentuk tubuh. Nah, sebenarnya penilaian bentuk tubuh bisa kita lakukan pas pertama kali melihat pasien, namun untuk lebih jelasnya harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
A-2 PEMERIKSAAN FISIK UMUM DAN TANDA VITAL A. PENILAIAN FISIK UMUM
Tujuan pemeriksaan fisis umum adalah mendapatkan atau mengidentifikasi keadaan umum pasien saat diperiksa, dengan penekanan pada tanda-tanda kehidupan ( vital sign ), keadaan sakit, keadaan gizi, dan aktivitas baik dalam keadaan berbaring atau pun berjalan. Pemeriksaan fisis mencakup penilaian status mental, keadaan kulit, kelenjar getah bening, kepala, mata, telinga, hidung mulut dan tenggorokan, leher, jantung, paru, abdomen, serta refleks-refleks. Hasil pemeriksaan ini dapat memberikan gambaran umum tentang keadaan pasien. Begitu banyak pemeriksaan fisik umum, namun yang akan dibahas dalam bagian ini adalah penilaian kesadaran dan penilaian bentuk tubuh serta beberapa tambahan lainnya. Ketika berhadapan dengan pasien, maka amati keadaan umum pasien, mulailah dengan derajat kesadarannya. Berikan pertanyaan-pertanyaan singkat mengenai dirinya dan keadaan di sekelilingnya (nama, waktu, tempat pasien berada, dsb). 1.
Derajat kesadaran biasanya dinyatakan sebagai: a. Kompos mentis
Sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan di sekelilingnya. b. Apatis
Keadaan kesadaran pasien yang segan untuk berhubungan dengan keadaan sekitarnya, sikap acuh tak acuh. c.
Letargi
Keadaan kesadaran pasien yang tampaknya lesu dan mengantuk. Istilah lain : suf (Belanda), drowsy (Inggris) d.
Somnolen
Keadaan kesadaran pasien yang selalu mau ti dur saja, dapat dibangunkan dengan rasa nyeri, atau untuk makan/minum, namun jatuh tertidur kembali. e.
Sopor
Keadaan kesadaran pasien yang mirip koma, berbaring dengan mata tertutup, tidak menunjukkan reaksi jika dibangunkan, kecuali dengan rangsang nyeri. Refleks kornea masih ada meskipun lemah; reaksi pupil positif. Istilah lain: stupor. f.
Koma
Keadaan kesadaran yang hilang sama sekali, dengan rangsang apapun reaksi atas rangsang tak akan timbul. Refleks apapun tidak didapatkan lagi, bahkan batuk atau muntah tidak ada.
2.
Penilaian Bentuk Tubuh
Perhatikan habitus dan bentuk tubuh PS. Lakukan penilaian secara sistematis, mulai dari kelainan di kepala, wajah, ekstremitas, dan tulang belakang. Ketika kita menginspeksi pasien salah satu yang bisa kita nilai ialah: a. Habitus: - Astenikus
Bentuk tubuh yang tinggi, kurus, dada rata/cekung. Angulus costae dan otot-otot tidak bertumbuh dengan baik. - Atletikus Bentuk tubuh olahragawan, kepala dan dagu terangkat ke atas, dada penuh, perut rata, lengkung tulang belakang dalam batas normal. - Piknikus Bentuk tubuh cenderung bulat, penuh dengan penimbunan jaringan lemak subkutan.
Berbagai kelainan/bentuk tubuh abnormal dapat dijumpai, misalnya: Akromegali Bentuk tubuh sebagai akibat hiperfungsi kelenjar pituitari anterior setelah tertutupnya epifisis. Kepala tampak lebih besar dari biasanya, hidung, dagu serta rahang bawah membesar dan menonjol sedemikian rupa, sehingga gigi-gigi rahang atas dan bawah tidak dapat saling bertemu. Berbagai keadaan salah bentuk (malformation ); misalnya bibir sumbing, paralisis saraf muka Kelainan bentuk tulang belakang , berupa: Kifosis o Lengkung tulang belakang ke arah belakang yang abnormal; ditemui pada tuberkulosis tulang, penyakit Paget. Lordosis o Lengkung tulang belakang ke arah depan yang abnormal; ditemui pada tuberculosis tulang pinggul. Skoliosis o Lengkung tulang belakang ke arah lateral yang abnormal; ditemui pada poliomyelitis. Nah, penilaian di atas merupakan penilaian yang diajarkan di KKD pada bagian pemeriksaan fisik umum dan tanda vital, tapi disini akan sedikit diberikan tambahan. 3
Pemeriksaan fisik umum sebenarnya ada banyak, tapi insyaallah akan dibahas di tentir yang dibuat teman2 kelompok lain. Yang akan dibahas dalam kesempatan ini adalah taksiran umur, cara berbaring dan mobilitas, cara berjalan, keadaan gizi, dan aspek kejiwaan/status mental. 3.
Taksiran Umur
Taksiran pemeriksa akan umur pasien kadang-kadang tidak sesuai dengan kenyataan, misalnya pada orang normal dengan kelainan pada raut muka, sikap badan, dan warna rambut atau pada pasien dwarfism, kusta. 4.
Cara Berbaring dan Mobilitas
Pasien yang masih bisa memiringkan badannya tanpa kesulitan, dikatakan sikap berbaringnya aktif, sebaliknya yang lemah, sikap berbaring yang pasif. Mobilitas pasien yang tidak diharuskan tirah baring, kadang ada yang gelisah contohnya pada pasien hipertiroidisme. 5.
Cara Berjalan
Pada beberapa penyakit tulang, sendi, dan saraf, cara berjalan dapat memberikan petunjuk-petunjuk yang sangat berharga, misalnya pasien hemiplegia biasanya mengangkat kaki yang lumpuh dalam gerakan setengah lingkaran sewaktu ia berjalan. Lengan yang lumpuh biasanya dalam keadaan kaku dan sedikit fleksi bila dibandingkan dengan yang sehat. Untuk bagian ini, sepertinya akan lebih diperinci oleh teman2 yang membuat tentir KKD yang ada di modul muskuloskeletal. 6.
Keadaan Gizi
Penilaian keadaan gizi dapat berupa normal, gemuk atau kurus. Hal ini dinilai dengan mengukur tinggi serta berat badan. Untuk menentukan status gizi dapat pula dipakai indeks masa tubuh (IMT). IMT dihitung dengan rumus IMT= BB (kg)/TB2 (m2). Klasifikasi IMT (kg/ m 2):
Oya, ada juga istilah “Kakeksia”. hehe. Lucu juga pertama kali mendengar istilahnya dan istilah ini mudah diingat, tp sangat kasihan jika mengetahui artinya. Semoga kelak kita bisa membantu orang-orang seperti ini kawan.
Kakeksia adalah keadaan kurus yang sangat, dapat dijumpai pada penyakit-penyakit
lama dan berat, misalnya tuberkulosis, keganasan. 7. Aspek Kejiwaan/Status Mental
Penilaian aspek kejiwaan seorang pasien meliputi: 1. Tingkah laku o Wajar o Tenang atau gelisah o Hipoaktif atau hiperaktif 2. Alam perasaan: biasa, sedih, gembira cemas, takut atau marah. 3. Cara proses berpikir Wajar o Cepat, lambat, atau terhambat o o Adanya gangguan waham, fobia, atau obsesi Hmm, sepertinya untuk materi aspek kejiwaan ini akan lebih di psikiatri. Nah, berdasarkan data2 yang telah dijelaskan sebelum-sebelumnya, pemeriksa dapat mengambil kesimpulan tentang keadaan umum pasien, keadaan sakitnya, serta keadaan gizinya. B. PENILAIAN TANDA VITAL 1. Penilaian Denyut Arteri Perifer
Pemeriksaan nadi dilakukan dengan palpasi pada arteri radialis kanan dan kiri di dekat pergelangan tangan. Palpasi dilakukan 2 atau 3 jadi. Bila perlu, dapat dilakukan di tempat lain yang memiliki arteri di dekat permukaan seperti arteri femoralis dan dorsalis pedis. Yang harus diperhatikan: 1. Frekuensi denyut nadi per menit. 2. Irama denyut nadi 3. Besarnya pengisian nadi 4. Kualitas nadi 5. Tegangan nadi Mari kita bahas satu persatu.. 1. Frekuensi nadi memiliki Range normal pada 60-100x per menit. Bila lebih maka takikardi dan bila kurang bradikardi. Sebaiknya dilakukan setelah istirahat 5-10 menit. Di bawah 50x per menit kadang-kadang disebabkan hantaran rangsang jantung terganggu. Keadaan di mana kenaikan suhu tidak sesuai dengan kenaikan kecepatan nadi disebut bradikardi relatif (biasa pada demam tifoid). 2. Irama denyut nadi ditentukan teratur atau tidak teratur. Keadaan tidak teratur tersebut biasa saja karena : sinus aritmia, ekstrasistolik, fibrilasi atrial, dan blok AV. 4
3.
4.
5.
Besar pengisian nadi dibagi menjadi 2, yaitu pulsus parvus (isi kecil) dan pulsus magnus (isi besar). Penting untuk diukur adalah apakah tiap pengisian sama
atau tidak, bila sama maka ekual, bila tidak unekual. Selain itu, simetris tidaknya antara ekstremitas kiri dan kanan harus diperhatikan. Kualitas nadi tergantung pada perbedaan tekanan nadi, apabila perbedaan sistol dan diastole besar, maka disebut pulsus celer, dan apabila sebaliknya pulsus dartus. Tegangan nadi tergantung pada kondisi arteri radialis dan tekanan darah arteri radialis. Pada arteries yang sklerosis, maka akan mengeras dan menebal serta kaku. (biasanya tekanan darah juga meningkat)
Keadaan lain yang mungkin terdapat: Dicrotic pulse : segera setelah terasa pulsasi arteri radialis, teraba lagi puncak -
pulsasi berikutnya -
Pulsus paradoksus : keadaan di mana saat inspirasi nadi lemah dan mengeras
-
saat ekspirasi. Apabila nadi tetap lemah pada awal sampai akhir inspirasi dan kembali nmormal saat awal ekspirasi, maka disebut pulsus paradoksus mechanicus (pada pasien perikarditis adhesive). Pulsus alternans : Saat denyut nadi kuat dan lemah silih berganti. Denyut lemah dapat disebabkan melemahnya kontraksi miokard. Pulsus bigeminus : keadaan di mana nadi terjadi dua kali berturut kemudian disusul pause yang lama. Biasa pada intok siskasi digitalis.
-
2. Pengukuran Tekanan Darah Tekanan darah merupakan daya yang dihasilkan darah terhadap setiap satuan luas dinding pembuluh darah. Tekanan sistolik merupakan tekanan maksimum yang dicapai saat ventrikel berkontraksi (sistol), sementara tekanan diastolik merupakan
tekanan minimum saat ventrikel berelaksasi (diastol). Di dalam KKD tanda vital yang kita lakukan, pengukuran tekanan darah pada a. brakhialis dilakukan dengan dua cara, yaitu auskultasi dan palpasi. Cara ini merupakan pengukuran tekanan darah secara tidak langsung . Sementara pengukuran secara langsung dengan memasukkan kateter dianggap invasive , sehingga jarang dilakukan. Tekanan sebesar 100 mmHg menunjukkan bahwa daya yang dihasilkan cukup untuk mendorong kolom air raksa melawan gravitasi sampai setinggi 100 mm. Berikut ini klasifikasi tekanan darah pada dewasa menurut JNC VII. Tekanan darah
Kategori
< 120/80 mmHg 120-139/80-89 mmHg ≥ 140/90 mmHg 140-159/90-99 mmHg 160-180/100-10 9 mmHg
Normal Prehipertensi Hipertensi Stage 1 Stage 2
Secara umum, awal dari pengukuran tekanan darah adalah: 1. PS dalam keadaan duduk tenang 2. Pasang manset sfigmomanometer pada lengan kanan PS, syarat pemasangannya adalah: a. Lengan baju digulung supaya tidak terlilit manset b. Tepi bawah manset + 2-3 cm di atas fossa cubiti c. Balon dalam manset harus menutupi lengan atas sisi ulnar (di atas a. brachialis), tetapi pipa karet jangan menutupi fossa cubiti d. Manset diikat cukup ketat. Ukuran lebar balon dalam manset. 20% lebih besar dari diameter lengan dan panjang cukup melingkari ½ lengan. 3. Palpasi a. brakhialis (untuk tempat meletakkan stetoskop – di daerah fossa cubiti) dan a. radialis. Perabaan keduanya penting pada pengukuran secara palpasi. Pemeriksaan tekanan darah sebaiknya dilakukan dalam posisi duduk dengan siku lengan menekuk di atas meja dengan posisi telapak tangan menghadap ke atas dan posisi lengan sebaiknya setinggi jantung . Cara auskultasi:
1.
2.
3.
4.
Pasang stetoskop di telinga, pompa manset sembari meraba a. radialis/ a. brachialis sampai denyut tidak teraba. Perabaan ini dilakukan untuk menghindari silent gap (nah, biasanya saat tekanan manset diturunkan, bunyi Korotkoff dapat hilang pada tekanan diatas diastole, dan kemudian muncul kembali pada tekanan lebih rendah hal inilah yang disebut silent gap atau auscultary gap ) Naikkan tekanan dalam manset sebesar + 30 mmHg di atas tekanan sistolik palpasi. (apabila denyut sudah tidak teraba, maka tekanan sistolik telah dilampaui). Dianjurkan untuk menurunkan tekanan dengan kecepatan + 2-3 mmHg per interval denyut nadi. Bila terlampau cepat, nilai yang dicari dapat luput/lebih rendah daripada seharusnya. Bila terlampau lambat, darah terlalu lama terbendung di lengan sehingga mengakibatkan terjadinya vasodilatasi, yang juga akan mempengaruhi hasil pengukuran. Letakkan stetoskop sesuai letak a. brachialis. (Stetoskop tidak perlu ditekan kuat karena dapat menimbulkan pembendungan, cukup dengan meletakkan stetoskop hingga semua tepi corong merapat pada kulit Sambil melakukan auskultasi, tekanan manset diturunkan secara perlahan (+2-3 mmHg/s) dan tetapkan kelima fase Korotkoff. Bunyi Korotkoff dihasilkan dari aliran turbulensi darah yang mengalir setelah tekanan d iturunkan mencapai tekanan sistolik. Berikut ini fase pada bunyi Korotkoff: a. b.
Sudden appearance of clear, but often faint, tapping sound growing louder during the succeeding 10 to 14 mmHg fall in pressure. The sound takes on a murmuring in quality during the next 15 to 20 mmHg fall in pressure.
5
c.
Sound changes little in quality but becomes clearer and louder during the next 5 to 7 mmHg fall in pressure. Muffled quality lasting throughout the next 5 to 6 mmHg fall in pressure. After this all sound disappears. Point at which sound disappear. tekanan lebih kecil dari tekanan diastolic darah mengalir secara laminar sehingga tidak terdengar bunyi.
d. e.
5. 6.
Catat hasil pengukuran (tekanan sistolik/ tekanan diastolic mmHg) metode lama: TS (fase I), TD (fase IV). Sementara metode baru: TS (fase I), TD (fase V). Ulangi pengukuran dan hasil pengukuran merupakan rata-rata dari kedua pengukuran. Saat melakukan pengukuran kembali, air raksa harus dikembalikan paa angka 0 (menghindari pembendungan). Beri waktu istirahat 2-3 menit untuk memulihkan aliran darah di distal pembendungan.
1.
2.
Cara palpasi:
1. 2.
3.
Tanpa stetoskop, pompa manset sembari meraba a. radialis hingga tidak teraba kembali, dan tambahkan tekanan manset sebesar 30mmHg. Turunkan tekanan manset secara perlahan-lahan + 2-3 mmHg/detik sambil melakukan palpasi pada a. radialis. Tepat pada saat denyut a. radialis teraba lagi, manometer air raksa menunjukkan angka tekanan sistolik PS tersebut. Ulangi pengukuran seperti langkah 10-12 sehingga didapatkan 2 hasil pengukuran untuk mendapatkan nilai rata-rata, dan catat hasilnya. 3.
Perbedaan pengukuran pada auskultasi dan palpasi:
a. b.
3.
Pada auskultasi didapatkan tekanan sistolik dan diastolik, sementara pada palpasi hanya didapatkan tekanan sistolik Tekanan darah pada cara palpasi biasanya lebih rendah 2 - 5 mmHg dibandingkan dengan cara auskultasi (adanya kesulitan saat pulsasi pertama kali t eraba)
Frekuensi pernapasan PS (merasakan gerakan naik turun dinding abdomen) - Frekuensi pernapasan dihitung selama 1 menit. - Frekuensi pernapasan yang normal adalah 12 – 18 kali per menit . - Pernapasan <12x/menit disebut bradipnea, ditemukan pada pemakaian obat narkotik atau terdapat kelainan serebral - Pernapasan >18x/menit disebut takipnea, ditemukan pada pneumonia, anxietas (kecemasan), asidosis. Sifat pernapasan PS: - Torakal (gerakan dinding dada lebih dominan dibandingkan gerakan dinding perut), terdapat pada pasien dengan tumor dalam perut. - Abdominal (gerakan dinding perut lebih dominan dibandingkan gerakan dinding dada), terdapat pada pasien PPOK lanjut. - Kombinasi [ jenis pernapasan ini yang terbanyak, terdiri dari pernapasan torako-abdominal (umumnya pada wanita sehat ) dan pernapasan abdomino-torakal (umumnya pada laki-laki sehat )] Pada pernapasan torako-abdominal gerakan dada/pernapasan torakal sedikit lebih dominan, sedangkan pada pernapasan abdomino-torakal gerakan perut/pernapasan abdominal sedikit lebih dominan. Hal ini disebabkan bentuk anatomi dada dan perut pada wanita dan pria memiliki perbedaan. Lihat apakah terdapat bagian dada yang tertinggal, atau pemakaian otot-otot bantu pernapasan saat bernapas (misalnya pasien TB Paru atau PPOK) Penilaian kedalaman pernapasan , yaitu napas dangkal dan napas dalam. Berikut ini adalah beberapa kelainan frekuensi dan kedalaman pernapasan. - Napas cepat dan dangkal ( takipnea ) /hiperventilasi) - Napas cepat dan dalam ( hiperpnea - Napas lambat ( bradipnea )
Penilaian Pernapasan
Check List No
1. 2.
PENILAIAN LANGKAH KEGIATAN PENILAIAN PERNAPASAN
Memberi instruksi kepada PS untuk berbaring terlentang Merasakan gerakan naik turun dari dinding abdomen dengan meletakkan telapak tangan di dinding abdomen, untuk menentukan frekuensi pernapasan PS (penilaian selama 1 menit)
3. 4. 5. 6. 7.
Menentukan dengan benar sifat pernapasan PS (abdominal/torakal/kombinasi) Melakukan penilaian kedalaman pernapasan (dalam atau dangkal) Menentukan jenis irama pernapasan Melaporkan secara lisan seluruh penilaian pernapasan meliputi frekuensi pernapasan selama 1 menit, sifat, kedalaman dan jenis irama pernapasan Menuliskan hasil penilaian pernapasan pada lembar yang disediakan
4.
Jenis irama pernapasan - Pernapasan normal, dilakukan secara teratur dengan fase-fase inspirasi-ekspirasi yang teratur bergantian .
6
-
-
-
Pernapasan mendesau (ekspirasi memanjang), napas bersela dengan desau yang sering. Seringkali dikaitkan dengan sindrom hiperventilasi. Apabila hanya ditemukan sesekali masih termasuk normal. Pernapasan Cheyne Stokes, terdapat periode apnea (berhentinya gerakan pernapasan) kemudian disusul periode hiperpnea (pernapasan mula-mula kecil amplitudonya kemudian cepat membesar dan kemudian mengecil lagi). Siklus ini terjadi berulang-ulang. Terdapat pada pasien dengan kerusakan otak, hipoksia kronik karena terlambatnya respon reseptor klinis medula otak terhadap pertukaran gas. Pernapasan Biot (pernapasan ataxic), bentuk pernapasan tidak teratur mengenai cepat dan dalamnya. Terdapat pada cedera otak.
4. Pengukuran Suhu Pengaturan Suhu Tubuh
Suhu tubuh dikontrol oleh hipotalamus yang merupakan pusat regulasi panas di otak. Panas tubuh dihasilkan melalui proses metabolisme yang sebagian besar berasal dari otot dan aktivitas kelenjar. Misalnya, ketika otot bekerja, hal itu akan menghasilkan panas. Begitu juga ketika kita sedang merasa marah atau bahagia, kelenjar adrenal akan teraktivasi sehingga kita merasa hangat. Produksi panas juga dapat berkurang jika kita berada di tempat yang dingin, mengalami syok, atau mengonsumsi obat tertentu. Hipotalamus akan mendeteksi perubahan-perubahan ini dan melakukan penyesuaian. Suhu Tubuh Normal Range suhu tubuh normal sebenarnya cukup sempit, namun perbedaan beberapa derajat di
luar range itu dapat dianggap normal jika orang yang mengalaminya tidak menunjukkan tanda-tanda demam atau hipotermia. Suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain: 1. Waktu Suhu tubuh manusia biasanya lebih rendah di pagi hari dan lebih tinggi di siang dan sore hari. 7
2. 3.
Usia Suhu tubuh normal untuk neonatus lebih tinggi daripada orang dewasa. Faktor lain Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi suhu tubuh antara lain ovulasi, kelahiran bayi, dan perbedaan metabolisme pada masing-masing individu. Berikut ini akan ditampilkan tabel range suhu tubuh normal.
Peningkatan Suhu Tubuh
Peningkatan suhu tubuh terjadi saat produksi panas tubuh meningkat dan pelepasan panas berkurang. Jika panas tubuh meningkat, akan terjadi demam. Demam biasanya merupakan pertanda adanya penyakit atau tubuh sedang melawan suatu infeksi.
Penurunan suhu tubuh
Suhu tubuh yang kurang dari normal disebut hipotermia. Hipotermia dapat disebabkan oleh paparan terhadap udara dingin yang berlebihan. Penurunan suhu tubuh menyebabkan berkurangnya metabolisme dan kebutuhan tubuh akan oksigen. Namun hipotermia yang parah memerlukan penanganan segera dan dapat menyebabkan kematian.
saja mengalami bedah mulut, memiliki cedera di bagian oral, pasien dengan kondisi harus bernapas lewat mulut, atau yang sedang menerima oksigen. Karena, saat suhu sedang diukur, pasien harus mampu menjaga daerah sublingual tetap tertutup.
Waktu KKD, kita mempelajari tentang pengukuran suhu oral, berikut ini adalah langkahlangkahnya: 1. Bersihkan termometer maksimum dengan alkohol. 2. Turunkan meniskus air raksa sampai di bawah skala dengan mengayun-sentakkan termometer tersebut beberapa kali. 3. Letakkan reservoir termometer di bawah lidah dan suruh PS menutup mulutnya rapat-rapat. 4. Diamkan selama 3 menit, kemudian baca dan catat suhu mulut PS.
Pengukuran suhu melalui rektum sangat akurat karena termometer ditempatkan dalam ruangan tertutup, namun memiliki kekurangan karena menimbulkan rasa tidak nyaman untuk pasien. Metode ini digunakan pada pasien yang dikontraindikasikan untuk pengukuran suhu tubuh secara oral (meski metode timpani dan arteri temporalis lebih sering digunakan). Pengukuran suhu rektum dikontraindikasikan bagi pasien yang baru mengalami operasi rektum atau vagina, atau sedang dalam kondisi diare, kolitis, atau kanker rektum.
Mengukur Suhu Tubuh
Terdapat beberapa tempat yang bisa digunakan untuk mengukur suhu tubuh, antara lain oral (mulut), rektum, aksila (ketiak), timpani (lubang telinga), dan arteri temporalis (dahi). Namun yang akan dibahas di sini adalah pengukuran suhu tubuh secara oral, rektum, dan aksila.
Pengukuran Suhu Oral
Metode untuk mengukur suhu tubuh secara oral cukup mudah dan sering digunakan. Cara ini lebih akurat daripada pengukuran suhu aksila namun kurang akurat dibandingkan pengukuran suhu rektum. Jika pasien yang akan diukur suhunya baru saja meminum minuman yang terlalu panas atau dingin atau habis merokok, tunggu 15 menit sebelum mengukur suhunya. Jangan gunakan metode ini untuk pasien yang tidak sadar atau kejang. Jangan juga digunakan untuk anak-anak karena mereka bisa menggigit termometernya. Metode ini dikontraindikasikan untuk orang-orang yang baru
Pengukuran Suhu Rektum
Pengukuran Suhu Aksila
Pengukuran suhu aksila adalah yang paling tidak akurat di antara cara pengukuran lainnya, sebab kulit aksila tidak dapat menutup sempurna untuk membentuk ruangan tertutup di ujung termometer. Metode ini biasa digunakan untuk memeriksa suhu tubuh neonatus. Untuk pasien selebihnya, metode ini hanya digunakan jika metode lainnya menjadi kontraindikasi. Sekian tentir pemeriksaan fisik umum dan tanda vital, semoga bermanfaat,, tetap semangat dan semoga sukses!! 2009 BISA!!
8
A-3 ANAMNESIS TUMBUH KEMBANG
Kali ini kita akan me review beberapa hal terkait tumbuh kembang anak. Buat apa ? Sebagai pedoman untuk kita dalam menganamnesis. Yuk kita mulai... Ingat kalau tumbuh kembang itu mengandung dua hal, yaitu tumbuh dan kembang. Teman2 juga udah pada tau kan, kalau pertumbuhan itu artinya pertambahan jumlah, ukuran, dan dimensi pada tingkat sel, organ, maupun individu. Ini bersifat kuantitatif. Contoh : tinggi badan, berat badan, lingkar kepala, umur tulang, dan keseimbangan metabolik.
6.
Pola perkembangan anak dalam keluarga
Coba tanyakan bagaimana dengan saudaranya, atau bahkan anggota keluarga lainnya mengenai pola pertumbuhan dan perkembangan mereka. Karena terkadang memang ada keluarga yang tumbuh kembangnya terhambat atau malah terlalu cepat. Dari pemaparan di atas, maka ternyata kita perlu mengingat lagi nih, bagaimana milestone perkembangan anak yang normal. Ada beberapa hal yang perlu dilihat ketika kita menganalisis pola tumbuh kembang anak, yaitu tumbuh kembang fisik, kognitif, sosial dan emosional.
Nah, sedangkan perkembangan adalah suatu rangkaian bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang memiliki pola teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil proses pematangan. So, kita dapat meihat bahwa pertumbuhan lebih berkaitan dengan fisik sedangkan perkembangan lebih berkaitan dengan pematangan fungsi organ/individu. Tapi mereka ini terjadi secara sinkron pada setiap individu. Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam anamnesis tumbuh kembang anak adalah sebagai berikut : 1. Anamnesis faktor prenatal dan perinatal
Di sini kita bisa tanyakan faktor risiko yang mungkin berhubungan dengan kondisi yang terlihat pada anak selama kehamilan. Atau kita bisa tanyakan penyakit keturunan, bahkan kita bisa menanyakan apakah ada perkawinan antar keluarga. 2.
Usia Kelahiran
Kok penting sih mengetahui sang anak lahir prematur, matur, atau postmatur. Karena saat anak lahir prematur maka kita dapat memperkirakan adanya proses pertumbuhan intrauterine yang terlewatkan. Atau saat postmatur mungkin terjadi insufisiensi plasenta. 3. Anamnesis harus menyangkut faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan anak
Misal kita tanyakan bagaimanakah perkembangan motorik anak kemudian kita kaitkan dengan berat badan anak. Atau kita bisa juga bertanya apakah sang anak diberikan kesempatan untuk mencoba melakukan sesuatu sendiri, contoh : mencoba makan sendiri. 4. Penyakit yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang dan malnutrisi 5. Anamnesis kecepatan pertumbuhan anak Anamnesis yang teliti tentang milestone perkembangan anak akan membuat kita
mengetahui tingkat perkembangan anak tersebut. 9
Berikut ini adalah pola tumbuh kembang anak mulai dari lahir hingga usia 1 tahun.
Kemudian gambar berikutnya memperlihatkan pola tumbuh kembang anak usia 1 hingga 5 tahun.
Lalu, pola tumbuh kembang anak usia 5 hingga 10 tahun.
10
Dan akhirnya sampailah ke pola tumbuh kembang usia anak 11 hingga 20 tahun atau kita kenal dengan masa remaja.
a.
Berat badan
Tabel di atas lebih memperlihatkan BB pada anak yang baru lahir. Kemudian kita akan melihat BB anak selama masa pertumbuhan. Pada fase bayi hingga anak-anak, umumnya pertumbuhan BB anak baik laki-laki maupun perempuan adalah sama. Akan tetapi, ketika mulai masuk masa pubertas mulai terlihat perbedaan. Remaja perempuan akan mengalami pubertas terlebih dulu dibanding laki-laki. Perlu diketahui bahwa growth spurt terjadi di masa pubertas tersebut. Perempuan mengalami pubertas sekitar usia 8 hingga 18 tahun, sedangkan laki-laki saat berusia 10 hingga 20 tahun. Berikut ini adalah gambaran pertumbuhan BB pada perempuan dan laki-laki.
Kalau dilihat2 kayaknya penjelasan di atas lebih mengarah ke perkembangan gak sih ?? Nah, kalau untuk pertumbuhannya gimana dong? 11
b.
Tinggi Badan
Kalau pada anak-anak hingga dewasa, kita memang mengenal istilah tinggi badan. Akan tetapi, pada bayi lebih sering disebut panjang badan. Mengapa? Karena dari cara mengukurnya di mana bayi harus diukur dalam keadaan berbaring.
c.
Lingkar Kepala
Lingkar kepala anak saat lahir sekitar 34 cm. Dan proporsi lingkar kepala pada neonatus memang lebih dominan daripada lingkar dada. Akan tetapi, lama-kelamaan pertumbuhan lingkar kepala akan lebih lambat dibandingkan dengan lingkar dada sehingga akan kita dapatkan proporsi tubuh seperti kita saat ini.
Perlu diingat bahwa lingkar kepala anak juga menggambarkan pola perkembangan otak. Fungsi otak akan berkembang pesat saat baru lahir hingga usia 2 tahun. Sedangkan pertumbuhan otak setelah itu lebih kepada pertambahan jumlah selnya bukan pada sinapsnya. Meskipun tetap ada pembentukan sinaps-sinaps. Ya, teman2.. itulah sedikit tentang pola tumbuh kembang anak yang akan memandu kita untuk menilai apakah anak tersebut mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang baik, atau malah sebaliknya. Untuk cara penghitungan BB, TB, dan LK, bisa dibaca di checklist. Atau mungkin akan dijelaskan di t entir PF Tumbang.
Sekarang kita sedikit melirik pada imunisasi dan perkembangan pola makan pada anak. Imunisasi pada anak
Lima Imunisasi Lengkap: BCG DPT Polio Campak Hepatitis B
diberikan
pada
diberikan
1 kali 3 kali diberikan 4 kali diberikan 1 kali diberikan 1 kali
pada
usia 1 bulan usia 2,3,dan 4 bulan pada usia 1,2,3, dan 4 bulan pada usia 9 bulan pada usia 0-7 hari
12
Perkembangan pola makan anak hingga usia 1 tahun.
A-4 PENDEKATAN KLINIK Jujur aja ni,, bingung mau bikin kyk gmn utk tentir pendekatan klinik,, soalnya kan kalo dlm kenyataannya ni smacam dskusi gt. Jdi dlm tentir ini cm dbhas yg bhubungan dgn kasus (kasus tdk akan dcantumkan lg).. maaf ya kalo ada kekurangan ato kesalahan,,huhuhu.. dtunggu saran dn kritikny.. :D IDENTITAS:
Nama: ga ada Jenis kelamin: jelas perempuan lah ya..hehe Usia: 28 th Pekerjaan: wirasawasta Alamat: jalan Marzuki nomor 42 kelurahan Penggilingan Jakarta Timur Agama: Islam Suku: Sunda Keluhan Utama : ( ini merupakan masalah utama yang bikin si pasien dtg ke tmpt praktik kalian.. *uda pada tau kan ya,,hehe) “sesak nafas yang memberat saat beraktivitas sejak 1 minggu sejak masuk rumah sakit”
Dari keluhan utama berupa sesak ini, kita bisa mulai berpikir apakah ini masalah jantung ato paru ato masalah yg laen. Tapi untuk spesifiknya ,sesak nafas pd penyakit jantung terjadi karena kongesti vena pulmonalis, shg biasanya gejala ini akan disertai dengan orthopnea (tidur dgn bantal bertumpuk2) dan paroxysmal nocturnal dyspnea (terbangun malam hari krn sesak). Riwayat Penyakit Sekarang : (kalo yg ini masih berhubungan dgn keluhan utama,,)
Sejak 1 minggu sebelum msuk RS pasien mengaku sesak napas yang memberat saat bekerja di warungnya. Hal ini dipicu oleh pasien mengangkat beban berat dan pada akhirnya menimbulkan sesak yang semakin lama semakin berat dan dada terasa berdebardebar, sesaknya akan berkurang bila pasien duduk istirahat.
Alhamdulillah, untuk teori dalam anamnesis tumbang sudah selesai. Terus jaga semangatnya, dan jangan lupa turut menyemangati yang lainnya. insyaAllah kemudahan akan diberikan kepada kita semua saat ujian kelak. Dan pada akhirnya, kita semua bisa tertawa lepas bersama- sama, sambil berkata “Yap, kita lulus dengan nilai yang luar biasa”
3 hari sebelum masuk RS pasien tidur dengan 3 bantal / Orthopnea (+) dan sejak 2 hari sebelum msuk RS suka terbangun malam hari karena sesak / PND (+). Sesak akan berkurang bila pasien duduk dan kemudian pasien bisa tidur kembali. Pasien juga menyadari kaki pasien tampak bengkak sejak 2 hari sebelum masuk RS yang semakin bertambah pada sore hari dan hilang pada pagi hari. Nah, tanda2 ini sudah mengarah ke gagal jantung kongestif, Hayoo.. kalo ngliat riwayat sesak nafasnya pasien ini termasuk yg mana,, menurut klasifikasi NYHA??
13
Riwayat Penyakit Dahulu :
o
awalnya
pasien
ini
terinfeksi
bakteri
streptococcus
beta-
Tanda-tanda ini mrupakan tanda gagal jantung, ini merupakan komplikasi dari penyakit jantung reumatik yang terjadi karena infeksi bakteri berulang.
Kalo kata dokter KKD, pernyataan jantung bocor, bisa jadi sebenarnya pasien ini memiliki penyakit jantung bawaan, maka dari itu perlu kita perdalam pertanyaan tentang bagaimana riwayat kelahirannya dan bila perlu minta gambar radiologi yg menunjukkan jantungnya benar2 tdpt kelainan atau ada kebocoran spt yg dikatakan oleh dokter terdahulu.
Saat melahirkan Anto pasien merasa sesak dan perlu dibantu alat dan pasien dianjurkan dokter untuk tidak hamil lagi o Anjuran ini menunjukkan bahwa kelainan jantung yg dialami pasien sudh cukup parah.
Riwayat penyakit paru disangkal
Riwayat penyakit keluarga: Riwayat Sosial
Sejak 2 tahun lalu pasien membuka warung di rumah karena suami terkena PHK. Penghasilan dari warung sangat membantu pendapatan rumah tangga karena pasien tinggal di lingkungan yang padat di jalan Marzuki nomor 42 kelurahan Penggilingan Jakarta Timur. Pasien menjual kebutuhan pokok rumah tangga termasuk minyak tanah, beras dan minuman aqua galon. Bila mengangkat beras atau minyak tanah pasien merasa sesak. Biasanya pasien tidak mengangkat barang berat karena dibantu oleh suami. Sejak 1 minggu lalu suami pasien pulang ke Kutoarjo untuk menjenguk ayah yang sakit k eras. Suami pasien dari suku Jawa. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak Sakit Berat Keadaan Vital : tekanan darah 120/ 70 mmHg, nadi 120 kali per menit , teratur, isi cukup, nafas 26 kali permenit, temperature 36,8 derajat celscius. Mata : konjungtiva tak pucat, sclera tak ikterik Leher : JVP 5+2 cm H2O, kelenjar getah bening tak teraba, kelenjar tiroid tak membesar o
Naiknya JVP ini krn peningkatan tekanan di atrium kanan.
Jantung : a. Inspeksi : iktus kordis terlihat di sela iga 5, b. Palpasi : iktus kordis teraba di 1 jari lateral garis midklavikular kiri di sela iga ke 5, heaving (-), thrill (-), c. Perkusi : batas jantung kanan linea sternalis kanan, batas jantung kiri 1 jari lateral garis midklavikular kiri di sela iga ke 5, pinggang jantung sela iga 2 garis parasternalis kiri.
Pada palpasi dan perkusi ditemukan pembesaran ventrikel kiri
d. Auskultasi : bunyi jantung 1 mengeras, middiastolik murmur pada apeks kordis menjalar ke lateral, gallop (-).
14 tahun pasien dirawat karena sakit tifus dan dokter yang merawat juga mengatakan jantungnya bocor. o
Menurut kami, hemolyticus.
11 tahun pasien merasa sesak nafas bila pasien ikut kegiatan olahraga lari di sekolah. Juga sering merasa sesak dan badan l emas bila berjalan jauh. o
9 tahun pasien pernah sakit tenggorakan disertai sendi lutut bengkak, merah dan sakit ketika itu pasien berobat ke mantri dan gejala membaik.
Pada pasien ini Middiastolik murmur ini menunjukkan stenosis katup mitral. Hal lain yang memperkuat pernyataan ini adalah riwayat pasien yang pernah faringitis dan stenosis ini karena PJR-nya.
Paru terdengar bunyi tambahan (ronki), abdomen hati membesar (hepatomegali), kaki bengkak (edema)
Bunyi ronki menunjukkan edema paru, kalo hepatomegali dan kaki bengkak ini tanda-tanda gagal jantung kanan.
RADIOLOGI
Hal yg bs dilihat di gambar hitam putih ini adalah: 1. Pertama, laporkan dulu CTR-nya (cardio-thoracic ratio), pada pasien ini CTR > 50%) kardiomegali 2. Pinggang jantung (-) / tidak ada pembesaran atrium kiri 3. Paru- nya keliatan “rame” (hehe..) ada edema paru
Dgn adanya pembesaran atrium kiri,, makin cocok nih kalo pasien mengalami stenosis katup mitral.. ELEKTROKARDIOGRAFI (EKG)
1. Frekuensi nadi = 125 x /menit 2. Gelombang P = normal 3. Interval PR = 0,16 s (normal) 4. Durasi QRS = 0,1 s (normal) 5. Aksis QRS I = sudut 96,34o (I = -1, aVF = 9) 6. Poor R progression 7. ST elevasi = tidak ada 8. ST depresi = tidak ada 9. Lain – lain = Terdapat inversi T (menandakan iskemia) di II, III, aVF (inferior), dan V1 V5 (anterior) 10. QTc = 0,604 Diagnosis: Left Ventricular Hypertrophy, RAD, dan Righ Ventricular Hypertrophy sehingga kesimpulannya perempuan ini menderita Congestive Heart Failure (CHF).
14
A-4 TEKNIK STERIL 1. 6 Langkah Mencuci Tangan Higienis
Mencuci tangan adalah cara yang paling mendasar dan yang paling penting dalam mengkontrol infeksi. Jadi sebenernya mencuci tangan itu tujuannya untuk menghilangkan mikroorganisme jahat yang ada di tangan karena bisa mengurangi jumlah mikroorganisme yang berpotensial untuk menginfeksi dan juga meng‟interupsi‟ kesempatan si mikroorganisme untuk berpindah ke pasien. Nah cuci tangan harus dilakukan secara menyeluruh, konsisten dan sesuai supaya perpindahan tadi ga terjadi antara petugas kesehatan dengan pasien dan sebaliknya. Berikut adalah indikasi untuk mencuci tangan dan dilakukan sebelum dan sesudah: a. Menyentuh pasien, karena kontak kulit adalah mekanisme transportasi yang paling mudah bagi mikroorganisme. b. Melakukan prosedur invasif, karena pasien yang memerlukan prosedur invasif sering memiliki risiko tinggi penularan terhadap mikroorganisme. c. Merawat pasien yang rentan, seperti orang-orang yang immunocompromised berat, karena mudah terinfeksi oleh organisme mereka sendiri dan sistem kekebalan tubuh mereka terganggu. d. Merawat bayi yang baru lahir, kita semua sudah tau ya kalau bayi baru lahir kekebalan tubuhnya masih belum berfungsi secara baik e. Merawat pasien yang terinfeksi atau terkolonisasi bakteri Mencuci tangan pastinya dilakukan pada air yang mengalir dan sebaiknya menggunakan sabun antiseptik. Kuku petugas kesehatan harus pendek, yang menggunakan cincin juga harus dilepas. Untuk membukan dan menutup keran, biasanya menggunakan siku ya. Nah, selanjutnya, bagaimana prosedur mencuci tangan yang baik dan benar? a. Palm to palm b. Palm to back c. Finger webs d. Finger tips e. Thumb f. Wrist Keenam langkah tersebut dilakukan untuk mengeluarkan mikroba pada permukaan kulit. Perlu diingat kalau setiap langkah 1-6 dilakukan selama 10-15 detik supaya lebih efektif.
2. Penggunaan Handscoon steril non Steril
Handscoon digunakan untuk mengahalangi transmisi kuman atau mikroorganisme dari petugas medis ke pasien dan sebaliknya dan untuk handsoon steril juga berfungsi untuk menjaga lapangan steril pada saat melakukan suatu prosedur. Handscoon steril digunakan pada prosedur operasi, prosedur yang invasive, dan juga untuk irigasi luka. Penggunaan handscoon tidak steril biasanya digunakan pada daerah yang tidak steril juga, seperti kalau mau rectal toucher dan bisa juga untuk pengambilan darah. Berikut adalah langkah-langkah menggunakan handscoon steril (sebelumnya lakukan prosedur mencuci tangan yang udah dijelasin tadi ya) a. Buka pembungkus kemasan bagian luar dengan hati-hati b. Dengan ibu jari dan dua jari lainnya dari tangan non-dominan, pegang tepi sarung tangan untuk tangan dominan (sentuh permukaan dalam sarung tangan) c. Dengan hati-hati tarik sarung tangan pada tangan dominan. Lebarkan sarung tangan dan pastikan bahwa sarung tangan tidak menggulung pada pergelangan tangan dan jari-jari berada pada posisi yang sesuai d. Dengan tangan yang dominan yang telah menggunakan sarung tangan, masukkan jari-jari tangan non-dominan dibawah sarung tangan kedua lalu tarik sarung tagan kedua pada tangan non dominan. Jangan biarkan jari-jari dan ibu jari sarung tangan dominan menyentuh bagian tangan nondominan yang terbuka. e. Pastikan jari-jari sudah berada pada sarung tangan dan cakupkan kedua tangan
15
A-5 PEMERIKSAAN FISIK TUMBUH KEMBANG A.
PEMERIKSAAN PERTUMBUHAN
Pemeriksaan Berat Badan
Salah satu pemeriksaan pertumbuhan anak adalah pemeriksaan berat badan yang juga menjadi indikator status gizi pada anak. Pengukuran berat bedan dapat dilakukan dengan dua cara, yakni menggunakan timbangan bayi atau timbangan injak. Alat dan bahan
Timbangan bayi/injak Cara kerja Timbangan bayi
Kalau kita udah pake handscoonnya, jaga supaya tangan berada di depan dan di atas pinggan. Jangan menyentuh apapun di luar bidang steril. Kalau menyentuh bidang non steril atau handscoon robek dan sebagainya, ulangi lagi prosedur penggunaan handscoonnya. Nah untuk handscoon non steril kita udah tau ya kalau ga ada prosedur khusus untuk pemakaiannya. REFERENSI
a.
b.
c. d.
International Federation of Perioperative Nurses “IFPN Guideline for General Handwashing in the Perioperative Setting” http://www.ifpn.org.uk/guidelines/1003_General_Handwashing.phtml Anonym http://www.ppsk.usm.my/ppsk/umum.nsf/4c97cfb7745f617548256b3b000b4591/ec4e 05b5b69b12b9482571290023e509/$FILE/man.%20it%20final%20b.pdf The Ohio State University Medical Center “Sterile Technique” http://medicalcenter.osu.edu/patiented/materials/pdfdocs/procedure/sterile.pdf Montefiore Medical Center “Discharge Instructions: Using Sterile Glove Technique” http://www.montefiore.kramesonline.com/HealthSheets/3,S,86557
Timbangan bayi diindikasikan untuk menimbang anak dibawa usia 2 tahun atau yang belum bisa berdiri dengan baik. 1. Letakkan timbangan pada permukaan yang keras dan datar serta tidak mudah bergoyang 2. Pastikan posisi jarum pada timbangan tepat menunjuk pada angka 0 3. Sebaiknya bayi ditimbang tanpa sehelai benang pun menempel pada tubuhnya aww 4. Baringkan bayi diatas timbangan dengan hati- hati 5. Lihat jarum timbangan setelah jarum berhenti, baca angka yang ditunjuk (kalo bayinya gabisa diem, jarumnya jadi goyang2 mlulu, ambil angka tengah2nya deh, tapi kalo histerisnya hebat boleh kali ya berhenti dulu kalo ga darurat) Timbangan injak
Kalau anak udah bisa berdiri, gunakan timbangan injak. Pada pengukuran ini, anak boleh memakai baju asal ga tebel2, dan pastikan tidak memakai alas kaki dan tidak ada barang berat atau perhiasan yang menempel pada tubuh si anak. Langkah kerjanya sama intinya. Bedanya, kalau tadi bayi dibaringkan, sekarang anak diinstruksikan untuk berdiri sendiri diatas timbangan. Pada bayi dan balita, sebaiknya ketelitian timbangan yang digunakan sampai dengan skala 100gr Berat badan lahir normal pada bayi adalah 3- 3.5kg, pada usia 5 bulan berat badan meningkat menjadi dua kali lipatnya. Pada usia 1 tahun berat badan menjadi 3 kali lipatnya. Pengukuran berat badan untuk anak dibawah 1 tahun sebaiknya dilakukan tiap bulan, pada balita setiap 3 bulan, dan untuk anak diatas 5 tahun setiap 6 bulan. Setelah berat badan didapatkan dan pengukuran tinggi badan dilakukan, hasil pengukuran diplot pada kurva CDC NCHS 2000
16
Pemeriksaan Tinggi badan
Tinggi badan merupakan indikator pertumbuhan linier anak. Gangguan pada pertumbuhan linier anak biasanya menggambarkan gangguan pertumbuhan yang bersifat kronik atau subkronik. Pengukuran Panjang Badan (PB) atau Tinggi Badan (TB): a. Cara mengukur dengan posisi berbaring: o o o o
o
o
Sebaiknya dilakukan oleh 2 orang. Bayi dibaringkan telentang pada alas yang datar. Kepala bayi menempel pada pembatas angka 0. Petugas 1 : kedua tangan memegang kepala bayi agar tetap menempel pada pembatas angka 0 ( pembatas kepala). Petugas 2 : tangan kiri menekan lutut bayi dengan lengan kiri bawah agar lurus, sedangkan tangan menjaga agar posisi kaki tetap lurus (tidak fleksi ataupun ekstensi). Tangan kanan menekan batas kaki ke telapak kaki. Petugas 2 membaca angka di tepi di luar pengukuran
Pengukuran Panjang Badan untuk Anak yang Belum Bisa Berdiri
Pengukuran panjang badan dimaksudkan untuk mendapatkan data panjang badan anak yang belum bisa berdiri agar dapat diketahui status gizi anak. 1. Letakan pengukur panjang badan pada meja atau tempat yang rata. Bila tidak ada meja, alat dapat diletakkan di atas tempat yang datar (misalnya, lantai). 2. Letakkan alat ukur dengan posisi panel kepala di sebelah kiri dan panel penggeser di sebelah kanan pengukur. Panel kepala adalah bagian yang tidak bisa digeser. 3. Tarik geser bagian panel yang dapat digeser sampai diperkirakan cukup panjang untuk menaruh bayi/anak. 4. Baringkan bayi/ anak dengan posisi terlentang, diantara kedua siku, dan kepala bayi/anak menempel pada bagian panel yang tidak dapat digeser. 5. Rapatkan kedua kaki dan tekan lutut bayi/ anak sampai lurus dan menempel pada meja/tempat menaruh alat ukur. Tekan telapak kaki bayi/anak sampai membentuk siku, kemudian geser bagian panel yang dapat digeser sampai persis menempel pada telapak kaki bayi/ anak. 6. Bacalah panjang badan bayi/anak pada skala kearah angka yang lebih besar. Misalkan: 67,5 cm
17
Pengukuran Tinggi Badan untuk Orang Dewasa dan Anak Berdiri
Pengukuran tinggi badan (cm) dimaksudkan untuk mendapatkan data tinggi badan semua kelompok umur, agar dapat diketahui status gizi penduduk. Alat: Pengukur tinggi badan : MICROTOISE dengan kapasitas ukur 2 meter dan ketelitian
0,1 cm. Sasaran: Responden dewasa atau anak yang sudah bisa berdiri Persiapan (Cara Memegang Microtoise) :
1. 2. 3.
4.
Gantungkan bandul benang untuk membantu memasang microtoise di dinding agar tegak lurus. Letakan alat pengukur di lantai yang DATAR tidak jauh dari bandul tersebut dan menempel pada dinding. Dinding jangan ada lekukan atau tonjolan (rata). Tarik papan penggeser tegak lurus keatas, sejajar dengan benang berbandul yang tergantung dan tarik sampai angka pada jendela baca menunjukkan angka 0 (NOL). Kemudian dipaku atau direkat dengan lakban pada bagian atas microtoise. Untuk menghindari terjadi perubahan posisi pita, beri lagi perekat pada posisi sekitar 10 cm dari bagian atas microtoise.
Prosedur Pengukuran Tinggi Badan :
1. 2. 3. 4. 5. 6.
7.
b.
Cara mengukur dengan posisi berdiri: o o o o o
Anak tidak memakai sandal atau sepatu. Berdiri tegak menghadap ke depan, kedua mata kaki rapat. Punggung, pantat dan tumit menempel pada tiang pengukur. Turunkan batas atas pengukur sampai menempel di ubun-ubun. Baca angka pada batas tersebut.
8.
Minta responden melepaskan alas kaki (sandal/sepatu), topi (penutup kepala). Pastikan alat geser berada diposisi atas. Responden diminta berdiri tegak, persis di bawah alat geser. Posisi kepala dan bahu bagian belakang, lengan, pantat dan tumit menempel pada dinding tempat microtoise di pasang. Pandangan lurus ke depan, dan tangan dalam posisi tergantung bebas. Gerakan alat geser sampai menyentuh bagian atas kepala responden. Pastikan alat geser berada tepat di tengah kepala responden. Dalam keadaan ini bagian belakang alat geser harus tetap menempel pada dinding. Baca angka tinggi badan pada jendela baca ke arah angka yang lebih besar (ke bawah ) Pembacaan dilakukan tepat di depan angka (skala) pada garis merah, sejajar dengan mata petugas. Apabila pengukur lebih rendah dari yang diukur, pengukur harus berdiri di atas bangku agar hasil pembacaannya benar.
18
Tanyakan tanggal lahir bayi / anak, hitung umur bayi / anako Hasil pengukuran dicatat pada grafik lingkaran kepala menurut umur dan jenis kelamin anak o Buat garis yang menghubungkan antara ukuran yang lalu dengan ukuran sekarang o Penilaian lingkaran kepala anak dilakukan dengan menandai ukuran lingkar kepala bayi/anak sesuai umur dan jenis kelamin pada kurve lingkar kepala Nellhaus tahun 1968. Interpretasi: o Bila ukuran lingkaran kepala anak berada di dalam “jalur hijau” (P3 – P97) maka lingkaran kepala anak normal. Bila ukuran lingkaran kepala anak berada di luar “jalur hijau” (
P97) o maka lingkaran kepala anak tidak normal Lingkaran kepala anak tidak normal ada 2 (dua), yaitu makrosefal bila berada di o atas “jalur hijau” dan mikrosefal bila berada di bawah “jalur hijau” o
-
Untuk memantau pertumbuhan, panjang / tinggi berat badan ditandai /digambarkan pada kurve pertumbuhan panjang/tinggi badan terhadap umur dari CDC NCHS 2000 sesuai dengan umur dan jenis kelamin anak Indikator Berat Badan Terhadap Tinggi Badan (BB/TB) o o
o
Tujuan indikator BB/TB adalah untuk menentukan status gizi anak Satus gizi anak dapat dikategorikan menjadi gizi normal, gizi kurang, gizi lebih termasuk obesitas Cara : tandai berat badan anak sesuai dengan panjang/tinggi badan anak pada kurve berat badan terhadap panjang/tinggi badan anak pada kurve CDC NCHS 2000
Pemeriksaan Lingkaran Kepala Anak (LKA) - Untuk mengetahui lingkaran kepala anak dalam batas normal atau di luar batas
-
-
normal. Jadwalnya disesuaikan dengan umur anak. o Umur 0-11 bulan dilakukan setiap tiga bulan. o Umur 12-72 bulan dilakukan setiap enam bulan. Cara mengukur: o Alat pengukur dilingkarkan pada kepala anak melewati dahi, menutupi alis mata, diatas kedua telinga, dan bagian belakang kepala yang paling menonjol. Tarik agak kencang. o Baca angka pada pertemuan dengan angka 0. 19
o
o
PEMERIKSAAN PERKEMBANGAN TUJUAN UMUM: Meningkatkan keterampilan dalam pemeriksaan perkembangan anak
dengan cara yang benar. TUJUAN KHUSUS :
1.
2.
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan perkembangan anak, khususnya melakukan pemeriksaan tapis perkembangan anak dengan metode KPSP (Kuesioner Pra-Skrining Perkembangan) Mengetahui milestones perkembangan pada anak
Pemeriksaan skrining perkembangan dengan KPSP
Kali ini kita akan melakukan pemeriksaan perkembangan dengan metode KPSP. Tujuannya adalah untuk mengetahui perkembangan anak normal atau ada penyimpangan. Jadwal skrining KPSP rutin, pada umur: o 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24 bulan, alias tiap 3 bulan sampai usia 2 tahun . ♫ 30, 36, 42, 48, 54, 60, 66 dan 72 bulan, jadi dipantau sampai usia 6 tahun. ♫ Jika anak belum mencapai umur skrining yang sesuai, minta ibu datang kembali pada umur skrining yang terdekat setelahnya. Misalnya bayi umur 7 bulan, mintalah ia kembali untuk skrining KPSP pada umur 9 bulan. Kenapa? Karena kuesionernya sendiri
o
sudah dirancang dengan target kemampuan sesuai umur-umur di atas. Karena tidak ada kuesioner untuk umur 7 bulan, jadi periksalah saat bayi berusia 9 bulan. Nah, bagaimana kalau ada keluhan masalah tumbuh kembang? Tentunya kita tidak bisa menunda-nunda. Jika umur anak bukan umur skrining, maka periksalah menggunakan KPSP untuk umur skrining terdekat - yang lebih muda. Jadi kalau ada anak usia 7 bulan datang dengan keluhan belum bisa duduk atau tengkurap sendiri (yang harusnya sudah bisa dilakukan sejak usia 6-6.5 bulan), maka periksalah si anak dengan KPSP untuk usia terdekat di bawahnya, alias 6 bulan. Instrumen: Formulir KPSP menurut umur, berisi 9 – 10 pertanyaan tentang kemampuan ♫ perkembangan yang t elah dicapai anak. Sasaran KPSP anak umur 0-72 bulan . ♫ Alat bantu pemeriksaan: pensil, kertas, bola sebesar bola tenis, kerincingan, 6 kubus berukuran sisi 2,5 cm, kismis, kacang tanah, potongan biskuit kecil berukuran 0.5 - 1 cm. Cara menggunakan: Anak harus dibawa pada waktu pemeriksaan/skrining. ♫ Tanyakan tanggal, bulan, dan tahun lahir anak. Bila umur >16 hari dibulatkan ♫ menjadi 1 bulan . Contoh: bayi umur 3 bulan 16 hari, dibulatkan menjadi 4 bulan. Bila umur bayi 3 bulan 15 hari, dibulatkan menjadi 3 bulan. Pilih KPSP sesuai umur anak. ♫ KPSP terdiri ada 2 macam pertanyaan, yaitu: ♫ 1. Pertanyaan yang dijawab oleh ibu/pengasuh, contoh: “Dapatkah bayi makan kue sendiri?” 2. Perintah kepada ibu/pengasuh/petugas untuk melaksanakan tugas yang tertulis pada KPSP. Contoh: “Pada posisi bayi anda telenta ng, tariklah bayi pada pergelangan tangannya secara perlahan- lahan ke posisi duduk”. ♫ Yakinkan orang tua agar tidak ragu atau takut menjawab jujur. Pastikan ibu/pengasuh anak mengerti apa yang ditanyakan. Tanyakan pertanyaan secara berturutan satu per satu. Ajukan pertanyaan yang ♫ berikutnya setelah ibu/pengasuh anak menjawab pertanyaan terdahulu. Setiap pertanyaan hanya ada 1 jawaban, Ya atau Tidak. Catat jawaban pada formulir. ♫ Teliti kembali apakah semua pertanyaan telah dijawab. ♫ Interpretasi hasil KPSP: Hitunglah berapa jumlah jawaban Ya. ♫ 1. Jawaban Ya, bila ibu/pengasuh anak menjawab: anak bisa atau pernah atau sering atau kadang-kadang melakukannya. 2. Jawaban Tidak , bila ibu/pengasuh anak menjawab: anak belum pernah melakukan atau tidak pernah atau ibu/pengasuh anak tidak tahu. Jumlah „Ya‟ = 9-10, perkembangan anak sesuai (S) dengan tahap ♫ 20
♫
perkembangannya. Jumlah „Ya‟ = 7-8, perkembangan anak meragukan (M). Ulangi pemeriksaan KPSP setelah 2 minggu. Jika skor tetap 7-8, rujuklah ke rumah sakit. Jangan lupa dukung sang ibu serta ajarkan cara menstimulasi anak dengan benar sesuai usia. Jumlah „Ya‟ = <6, kemungkinan ada penyimpangan (P). Jumlah jawaban „Tidak‟ perlu dirinci menurut jenis keterlambatan (gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa, sosialisasi dan k emandirian).
A-6 PEMERIKSAAN KEPALA Yang dicetak bold itu checklist ya teman2 WAJAH
Inpeksi 1.
Tahap
Usia
Perkembangan
0-1 bulan
Bayi posisi supine (hanya bisa berbaring) Bayi posisi duduk
1-2 bulan 3-6 bulan
6-9 bulan Mobile toddler
9-12 bulan 12-18 bulan 18-24 bulan
melihat dan merespon: mengangkat kepala, senyum, mengikuti benda yang bergerak menyerang dan punya tujuan: memindahkan benda antara kedua tangan, merespon saat dipanggil mulai mengguling pada usia 4 bulan bisa berguling ke dua arah pada usia 6 bulan mulai mengerti duduk tegak, melambai "bye-bye" usia mengerti: merangkak, menggenggam, mengatakan Mama, Dada, mengerti kata "tidak" Usia penasaran dan aktif: mengikuti perintah sederhana, berjalan, makan sendiri
Anak mulai berkomunikasi usia sekolah
3 tahun
bisa mendeskripsikan gejala
4 tahun >5 tahun
senang berkhayal ingin tahu apa dan mengapa
Check List KKD Penilaian Perkembangan Anak No
2. 3.
Menyapa ‟orangtua‟ pasien dengan ramah
2
Memperkenalkan diri
3
Menanyakan butir2 perkembangan kepada orangtua dengan lege artis
4
Menyimpulkan hasil skrining
5
Mengucapkan terima kasih
Jangan lupa ya teman-teman, cek kuesioner pra-skrining perkembangan di checklist kalian untuk mengetahui poin-poin penilaian dari perkembangan anak sengaja tidak dicantumkan, supaya kalian semua ga stres karena tentirnya udah cukup panjang dan demi menjaga keutuhan checklist kalian semua sampe jadi dokter hehe
Bentuk wajah: normal, deformitas, bengkak, benjolan kesimetrisan wajah: dilakukan dengan cara meminta pasien tersenyum
Asimetri muka dapat ditemukan pada paralisis N. VII, misalnya pada Bellis palsy. Otot wajah yang terserang akan mengalami paralisis dan pasien tidak dapat bersiul. Bila pasien diminta mengerutkan dahinya, maka dahi pada sisi yang lumpuh akan tetap rata. Mata pada sisi yang lumpuh juga tidak dapat menutup sehingga kornea akan mengering yang bila didiamkan akan menyebabkan keratitis dan ulkus kornea. 4.
Butir yang dinilai
1.
Ekspresi: Biasa/normal, kesakitan, takut
Ekspresi wajah sering menunjukkan tanda yang khas. Pembesaran kelenjar adenoid akan menyebabkan ekspresi wajah dengan mulut tergantung menganga dan dagu sedikit kebelakang. Pasien yang dehidrasi akan menunjukkan ekspresi wajah seperti orang susah, mata cekung, kulit kering telinga dingin yang disebut fasies hipocratic. Pada pasien parkinsonisme, tampak wajah tanpa ekspresi yang disebut wajah topeng. Pada pasien skleroderma akan tampak kulit yang menipis dan tegang sehingga pasien tidak dapat menutup mulut dan tidak dapat tersenyum. Pasien tetanus akan mengalami spasme tonik pada otot-otot wajah sehingga alis terangkat, sudut mata luar tertarik keatas dan sudut mulut tertarik ke samping membentuk wajah yang disebut risus sardonikus (muka setan). Sindrom down dapat menunjukkan wajah yang tidak normal (dismorfik) misalnya hipertelorisme (jarak antara kedua pupil lebih dari normal, normal 3,5-5,5 cm), telekantus (kantus medial tertarik ke lateral). Pasien lepra juga akan menunjukkan wajah yang khas akibat infiltrasi subkutan pada dahi, pipi dan dagu disertai dengan pendataran dan pelebaran pada hidung sehingga wajah mirip dengan wajah singa dan disebut facies leonina.
Tahap Perkembangan Newborn
5.
Gerakan involunter
Pada pasien spasmofilia akan didapatkan tanda Chovstek yaitu kontraksi pada sudut mulut atau sekitar mata bila dilakukan ketokan pada garis antara sudut mulut dengan telinga. Pada tic fasialis, didapatkan otot-otot wajah yang bergerak secara spontan tak terkendali. Sensibilitas Dilakukan untuk mengetahui fungsi sensorik N. Trigeminus (N. V). Bagian sensorik N. V terdiri dari ramus oftalmik yang mengurus sensibilotas dahi, mata, hidung, selaput otak, sinus paranasal dan sebagian mukosa hidung; ramus maksilaris mengurus sensibilias rahang atas, bibir atas, pipi, palatum durum, sinus maksilaris dan mukosa hidung; Ramus mandibularis yang mengurus sensibilitas rahang bawah, gigi bawah, mukosa pipi, 2/3 bagian depan lidah, sebagian telinga luar dan selaput otak. Gangguan refleks kornea seringkali juga merupakan gejala dini gangguan N V. 21
KULIT WAJAH
RAMBUT
Inspeksi
merupakan salah satu adneksa kulit yang dapat ditemukan pada seluruh tubuh, kecuali telapak tangan, telapak kaki, kuku, dan bibir Inspeksi
1.
Warna: normal, pucat, kemerahan, kuning
Pucat, ikterus dan sianosis akan segera terlihat pada wajah pasien. Sianosis akan ditemukan pada pasien kelainan jantung bawaan dengan shunt kanan ke kiri, penyakit paru obstruktif menahun atau keadaan hipoksia lainnya. Pasien lupus eritematosus akan menunjukkan gambaran eritema pada kedua pipinya yang disebut ruam malar atau butterfly rash.
1.
Pigmen rambut dapat berkurang atau menghilang sehingga akan timbul uban dan disebut kanitis. Kanitis dapat bersifat bawaan (misalnya pada albino) atau akibat usia menua (kanitis senilis). Uban juga dapat timbul pada usia yang lebih muda disebut kanitis prematur. Kadang-kadang didapatkan uban hanya pada jambul di dahi disebut white forelock. Pada sindrom warrdenburg, didapatkan white forelock, tuli, alis mata lebat dan pangkal hidung yang lebar.
KEPALA
Inspeksi: pasien disuruh duduk dihadapan pemeriksa dengan mata pasien sama tinggi dengan mata pemeriksa. 1.
Ukuran: normal, hidrosefali, mikrosefali Hidrosefalus : ukuran kepala sangat besar dibandingkan dengan ukuran muka dengan
dahi menonjol sedangkan mata tampak tenggelam. Mikrosefalus : ukuran kepala yang kecil dengan dahi dan kalvaria kecil dan muka tampak seperti orang yang terbelakang mental. Dolikosefalus (kepala panjang): bila diameter kepala fronto-oksipital lebih besar daripada diameter bitemporal. Brakisefalus (kepala bulat): bila diameter fronto-oksipital kurang lebih sama dengan diameter bitemporal. 2.
Bentuk: normal, lekukan, benjolan Tambahan
Penutupan sutura yang prematur seringkali menyebabkan kelainan bentuk kepala yang khas. Secara kolektif kelainan ini disebut kraniosinostosis atau kraniostenosis. Skafosefali : bila penutupan prematur terjadi pada sutura sagitalis maka akan timbul penonjolan di frontal dan oksipital dan kepala menjadi panjang dan sempit. Akrosefali : bila penutupan prematur terjadi pada sutura koronal sehingga kepala menjadi tinggi dan kecil. Plagiosefali : bila penutupan prematur hanya terjadi pada sutura koronal dan lambdoid pada satu sisi maka akan terjadi kraniostenosis asimetrik. Palpasi 1.
2.
Distribusi: merata, kebotakan di tempat tertentu
Kerontokan rambut disertai tidak tumbuhnya rambut (kebotakan) disebut aloplesia. Bila seluruh tubuh disebut aloplesia universalis, bila seluruh rambut kepala disebut aloplesia areata. Pada laki-laki sering didapatkan aloplesia androgenika, ditandai oleh kerontokan rambut kepala secara bertahap mulai dari bagian verteks san frontal pada awal umur 30 sehingga dahi menjadi terlihat lebar. Kelebatan rambut dapat bertambah. Bila rambut bertambah pada tempat-tempat yang biasa ditumbuhi rambut disebut hipertrikosis. Bila pertumbuhan rambut yang merupakan tanda seks sekunder, seperti kumis, janggul, atau jambang tumbuh berlebihan pada wanita dan anak-anak disebut hirsutisme. Pada pasien miksedema akibat hipotiroidisme akan didapatkan rambut yang jarang, kasar dan kering, dan tampak tidak bercahaya. Palpasi 1.
Kekuatan rambut: mudah dicabut atau tidak
MATA
Pemeriksaan mata dapat dimulai dengan mengamati pasien waktu masuk ke ruang periksa, misalnya apakah pasien dibimbing keluarganya, atau memegang satu sisi kepalanya yang menunjukkan adanya nyeri kepala yang hebat, atau mataa merah atau mata berdarah. Inspeksi 1.
Palpasi untuk menyakinkan apakah ada deformitas (lekukan, benjolan) atau nyeri tekan.
Kemungkinan adanya benjolan di kepala juga harus dicari, yang sering didapatkan adalah kista aterom pada kulit kepala. Penonjolan pada glabela atau pertengahan dahi bawah yang berdenyut bila ditekan, dengan lubang didasarnya akibat cacat bawaan pada tulang merupakan tanda dari ensefalokel.
Warna: normal, hitam, pirang, putih, merah
Bentuk: bola mata menonjol/cekung/normal, deformitas di sekitar mata Eksoftalmus : bola mata keluar karena fisura palpebra melebar, dapat dijumpai pada
tirotoksikosis, trombosis sinus kavernosus atau tumor orbita. Enoftalmus : bola mata tertarik ke dalam, biasanya didapatkan pada dehidrasi atau sindrom horner. Sindrom horner disebabkan oleh kerusakan saraf simpatis pada mata. 2.
Warna: Konjungtiva (normal/tidak anemi, pucat), Sklera (putih bersih, ikterik)
Konjungtiva adalah selaput mata yang melapisi palpebra (konjungtiva tarsal superior dan inferior) dan bola mata (konjungtiva bulbi). Pada keadaan anemi, konjungtiva akan 22
terlihat pucat. Pada radang konjungtiva (konjungtivitis), tampak konjungtiva berwarna merah, mengeluarkan air mata dan kadang-kadang sekret mukopurulen. Sklera: pada pasien kelainan metabolisme bilirubin sklera yang ikterik yaitu sklera yang berwarna kekuningan. Pasien osteogenesis imperfekta sklera berwarna biru. Reaksi hipersensitivitas episkleritis (reaksi radang jaringan ikat vaskular antara konjungtiva dan permukaan sklera) & skleritis (radang sklera yang bersifat bilateral, mata merah berair, fotofobia dan penurunan visus, nyeri hebat yang menjalar ke dahi, alis, dagu). 3.
4.
Refleks Pupil (menggunakan penlight): Refleks Cahaya Langsung dan Tidak Langsung
2.
Tulang mastoid
Tulang mastoid: dilihat warnanya apakah normal atau kemerahan (mastoiditis, bisa diyakinkan dengan palpasi untuk mengetahui ada nyeri atau tidak). Palpasi 1. 2.
Penekanan pada Tragus: normal, kalau nyeri berarti ada peradangan di liang telinga atau di telinga tengah Palpasi pada tulang mastoid: normal, kalau nyeri berarti ada peradangan/mastoiditis
SINUS PARANASALIS
Bentuk pupil normal bulat dengan ukuran 4-5 mm pada penerangan sedang. > 5 mm midriasis. <2 mm meiosis. Ukuran pupil sangat kecil pin point pupil. Ukuran pupil kiri kanan sama isokor. Ukuran pupil kiri kanan tidak sama anisokor. Posisi normal ditengah, bila agak eksentrik ektopia. Refleks pupil dilakukan dengan memberikan cahaya pada mata. Refleks langsung cahaya diarahkan langsung pada pupil dan memberikan hasil meiosis. Refleks pupil tidak langsung cahaya diarahkan pada pupil dan didapatkan meiosis pupil kontralateral.
sinus paranasalis adalah rongga-rongga di sekitar hidung dengan benuk bervariasi yang merupakan hasil pneumatisasi tulang kepala. Ada 4 pasang sinus: sinus maksilaris, sinus frontalis, sinus etmoidalis, dan sinus sfenoidalis. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung. Fungsinya pengatur kondisi udara pernapasan, penahan suhu, membantu keseimbangan suara, membantu resonasi suara, peredam perubahan tekanan udara, membantu produksi mukus untuk m embersihkan rongga hidung. Inspeksi
Gerakan Bola Mata
normal, kemerahan (kemungkinan ada peradangan kemudian bisa diyakinkan dengan palpasi apakah ada nyeri atau tidak). Perhatikan adanya pembengkakan pipi dan kelopak mata bawah yang menggambarkan adanya sinusitis maksilaris akut, pembengkakan kelopak mata atas menunjukkan sinusitis frontalis akut. Palpasi
Pergerakan bola mata perlu diperiksa untuk mencari kelainan pada N. III, IV, dan VI. Gerak bola mata yang normal adalah gerak terkonyugasi yaiut gerak bola mata kiri dan kanan yang selalu bersama-sama. Lirikan yang terkonyugasi dapat berlangsung cepat sebagai suatu respon terhadap stimulus visual di perifer yang mendadak disebut saccade. Pemeriksaan dapat juga dengan menyuruh pasien mengikuti jari pemeriksa yang digerakan ke lateral, medial, atas, bawah, atas lateral, medial bawah, atas medial dan bawah lateral sehingga terjadi lirikan mata yang mulus yang disebut pursuit.
1.
1.
Dilihat daerah sinus maksilaris, frontalis dan etmoidalis
Palpasi daerah sinus maksilaris, frontalis dan etmoidalis
normal, nyeri (berarti ada peradangan). Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketok pada gigi menunjukkan adanya sinusitis maksilaris, nyeri tekan pada medial ata orbita menunjukkan adanya sinusitis frontalis, nyeri tekan daerah kantus medius menunjukkan adanya sinusitis etmoidalis.
TELINGA
Inspeksi 1.
Bentuk daan warna
BIBIR
Suruh pasien duduk dengan posisi badan agak condong sedikit ke depan dan kepala lebih tinggi sedikit dari pemeriksa sehingga pemeriksa dapat melihat liang telinga luar dan mambran timpani. Pertama-tama perhatikan daun telinga, kemudian kebagian belakang telinga, daerah mastoid, adakah tanda peradangan atau sikatriks. Lihat bentuk dan warna apakah normal atau ada kelainan. Pada pasien gout terdapat benjolan keras pada daun telinga berupa penimbunan kristal monosodium urat. Untuk melihat liang telinga dan membran timpani, tarik daun telinga ke atas belakang sehingga liang telinga lebih lurus. Bila terdapat serumen, maka harus dibersihkan dulu. Setelah telinga bersih, perhatikan membran timpani, apakah masih utuh atau tidak, apakah sifat tembus sinar normal, adakah retraksi membran timpani yang menunjukkan perlekatan di telinga tengah.
Inspeksi 1.
Bentuk: normal, deformitas, ulkus, kering dan pecah-pecah, benjolan.
Tambahan Bibir tebal terdapat pada pasien akromegali dan miksedema. Bibir yang retak-retak pada pasien demam dan avitaminosis. Luka pada sudut mulut menandakan ariboflavinosis. Radang pada bibir disebut keilitis. 2.
Warna: pucat, merah, sianosis.
23
MULUT
Inspeksi (pakai penlight) 1. Warna: Mukosa (normal/tidak). Lidah (kemerahan normal, pucat anemi, merah 2.
3.
tua dan nyeri defisiensi asam nikotinat) Bentuk : Mukosa (normal tidak terdapat ulkus). Lidah: lihat ukurannya normal/tidak, kalau lebih besar disebut makroglosus kalau lebih kecil mikroglosus. Kadang-kadang terdapat kelainan kongenital dimana lidah bercabang yang disebut lingua bifida. Papil lidah terlihat kasar/tonjolan terlihat normal. papil halus tidak normal. Lihat distribusi papil kalau merata berarti normal. Gerakan lidah
Pasien disuruh untuk menjulurkan lidah kemudian dilihat apakah lidah keluar secara simetris (tidak cenderung ke arah kiri atau kanan), kemudian pasien diminta untuk menggerakkan lidah ke kiri dan ke kanan. GIGI
Inspeksi (pakai penlight) 1. Jumlah Gigi: Lengkap/ normal, tidak lengkap. 2. Kondisi: Bentuknya normal atau tidak, terdapat karies/ gigi berlubang atau tidak. Lihat oklusi gigi, normal bila barisan gigi pada rahang atas dan bawah dapat saling menangkap secara tepat. Lihat juga kondisi gusi apakah terjadi radang (ginggivitis) atau tidak. 3. Warna: gigi putih/ kuning/ plak hitam, gusi normal berwarna kemerahan
A-7 PUNGSI VENA 1.
Dasar Teori
Pungsi vena juga disebut venous puncture, venopuncture, venepuncture, venipuncture, phlebotomy, atau flebotomi. Fungsi dari pungsi vena adalah mengambil sampel darah yang selanjutnya akan digunakan untuk pemeriksaan laboratorium. Prosedur yang sama ini dapat dilakukan untuk injeksi intravena. Vena yang paling sering digunakan adalah vena mediana cubiti, vena cephalica, vena basillica, vena mediana basillica, atau vena mediana cephalica karena letaknya superfisial, mudah dicari dan tidak dekat dengan serat saraf besar (jika salah tusuk, ga begitu bahaya). Sebenarnya, vena-vena lain juga boleh ditusuk asal tempatnya gampang dicari dan ditusuk. Biasanya, vena yang ditusuk selain di tangan adalah di kaki, yaitu vena saphena magna dan vena saphena parva. Itu untuk anak-anak dan dewasa. Pada bayi, pungsi dilakukan di daerah tumit. Areanya? Yang warna ijo di gambar bawah ini yaaa
Ga begitu dapat referensi tentang vena apa yang ditusuk di daerah itu. Mungkin karena vena di daerah ini sangat terlihat, coba cek tumit teman-teman deh. Pada pungsi vena dilakukan pemasangan karet pembendung (tourniquet), pengepalan tangan, dan menekan-nekan vena berkali-kali. Hal ini bertujuan agar vena makin menggembung dan jadi lebih mudah terlihat. Pemasangan pembendung ini tidak boleh terlalu ketat karena dapat menyebabkan hemokonsentrasi. Jadi bolehkah melakukan prosedur ini? Boleh dooong 24
Namun, tourniquet ini tidak boleh digunakan untuk memeriksa kadar elektrolit darah. Karena pembendungan darah akan menyebabkan elektrolit ini keluar ke kompartemen interstitial (karena tekanan hidrostatik meninggi di bendungan) sehingga pemeriksaan kadar elektrolit jadi kehilangan kevalidannya. Pelepasan tourniquet dilakukan sebelum spuit dicabut, mengapa? Agar darah vena mengalir ke atas dan saat dicabut tidak banyak yang keluar. Komplikasi yang dapat terjadi pada pungsi vena adalah: infeksi, inflamasi (phlebitis)
dan hematoma subkutis. Komplikasi ini dapat kita turunkan resikonya dengan tindakan antisepsis, asepsis, dan prosedur yang dilakukan secara benar. 2.
Tujuan Pemeriksaan/Tindakan
Tujuan dari dilakukannya pungsi vena bermacam-macam: Pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium Injeksi intravena (obat, infus) Donor darah (menurut guideline WHO, donor darah itu termasuk dari phlebotomy) 3.
Indikasi dan Kontraindikasi
Kontraindikasi untuk prosedur ini adalah terapi infeksi di daerah penusukan, hematoma, dan pasien yang sedang kejang. 4.
Tips KKD
1.
2.
Menutup spuit harus dilakukan secara hati-hati jangan sampai sang dokter tertusuk spuit karena penyakit pasien bisa saja tertransmisi ke darah dokternya. Untuk itu, tutup spuit dengan satu tangan saja sesuai dengan teknik yang sudah diajarkan. Ingat kan caranya? Taruh tutup spuit di meja, masukan spuit tanpa memegang tutupnya. Di sseeeettt gitu masuk, ngerti kan yaa? Dokter mengajarkan posisi spuit dan tangan adalah sekitar 30°. Perlu ditekankan bahwa spuit harus stabil tertancap di vena. Jika tidak, maka pasien akan terasa sangat nyeri. Dan dengan posisi 30° ini, sebenarnya resiko spuit bergerak masih sangat tinggi, dan pasien pun akan terasa nyeri.
Untuk memudahkan, tempelkan spuit pada permukaan kulit (spuit berposisi sejajar 0° terhadap tangan) dan fiksasi kulit beserta spuit dengan tangan kiri. Hasilnya adalah posisi yang lebih stabil. 3. Jangan lupa jaga kebersihan!!! Sebelum melakukan pungsi vena harus cuci tangan, jangan lupa pakai handscoon, dan tentu saja sampah medis harus dibersihkan! Jangan jadi dokter jorok hehe 4. Selalu berhati-hati karena kita bermain-main dengan darah. Komplikasi yang terjadi pada pasien bisa membahayakan, dan juga praktisi klinis dapat kena imbasnya kalau tidak berhati-hati. Jadi, hati-hati ya!! 5. Kalau misalnya terjadi sesuatu saat pungsi vena, jangan panik. Lakukan hal-hal berikut ini! Misalnya tidak ada darah yang keluar saat inspirasi, bisa jadi terlalu dalam atau terlalu dangkal nusuknya, jadi dicoba ditarik keluar atau ditusuk lebih dalam lagi (jadi jangan lupa inspirasi sedikit untuk ngetes udah masuk vena atau belum ya). Kalau misalnya aliran darah dari vena (jadi lagi diinspirasi trus darahnya ga keluar lagi di tengah inspirasi) bisa jadi venanya collapse. Lepas tourniquet, atau keluarkan spuit dan ulangi prosedur apabila setelah dilepas tourniquetnya tidak ada perubahan. Kalau misalnya terjadi hematom, lepas tourniquet, tarik spuit keluar, lalu beri penekanan pada daerah yang hematom. - Apabila warna darahnya merah segar, tandanya kita salah tusuk ke arteri. Berikan tekanan selama kurang lebih 5 menit. Nah, anehnya di sumber tidak diberitahu nih spuit dikeluarin apa engga, tapi kayaknya sih dikeluarin ya.. masa iya ditanem gitu spuitnya -__(nah, poin 5 ini sumbernya internet, sumber ketiga, semoga valid amin) Yak, sekian dari tentir KKD pungsi vena ini. Maaf banget kalo masih banyak kurangnya karena nyari sumber yang dapat dipercaya (kan katanya jangan asal dari internet, dan di bates ga ada ) agak sulit. Jadi, sumber materinya: Pengetahuan saat KKD kelompok Guidelines phlebotomy dari WHO yang dapat diunduh di: http://whqlibdoc.who.int/publications/2010/9789241599221_eng.pdf Phlebotomy. Diunduh dari http://library.med.utah.edu/WebPath/TUTORIAL/PHLEB/PHLEB.html
(gini lho posisi spuitnya)
25
A-8 PEMERIKSAAN MUSKULOSKLETAL EKSTREMITAS ATAS
Nah, untuk pemeriksaan ekstremitas atas, akan dibagi menjadi 3 garis besar yaitu: (1) struktur anatomi bahu (untuk pemeriksaan bahu), (2) struktur anatomi siku (untuk pemeriksaan siku), dan (3) struktur anatomi tangan (untuk pemeriksaan perglangan tangan dan tangan). 1.
STRUKTUR ANATOMI BAHU
Sendi bahu dapat bergerak karena struktur yang kompleks dari 3 buah tulang besar, 4 buah sendi, 3 buah otot utama. Ketiga struktur yang saling berhubungan ini sering dikenal dengan istilah lengkung bahu ( shoulder girdle ). Dengan adanya strukturstruktur ini, sendi bahu mmiliki kisaran gerak yang luas. 1a. Struktur tulang
Struktur tulang pada bahu meliputi : Os. Humerus Os. Klavikula Os. Scapula 1b. Struktur sendi(Artikulasio) Ada 3 buah sendi yang saling mengadakan artikulasio pada bahu, yaitu : Artiukalasio glenohumeralis : pada sendi ini, kaput humeri yang bulat
membentuk persendian dengan cavitas glenoidalis skapulayang dangkal. Sendi ini terletak dalam dan normalnya tidak dapat diraba. Artikulasio glenohumeralis merupakan sendi peluru( ball and socket) sehingga memungkinkan lengan bergerak dengan lengkungan gerak yang luas, yaitu fleksi, ekstnsi, abduksi(gerakan menjauhi batang tubuh), adduksi(gerakan mendekati batang tubuh), rotasi dan sirkumduksi. Artikulasio sternoklavikularis : ujung medial klavikula yang cembung membentuk persendian dengan rongga sendi yang cekung pada sternum bagian atas. Sendi ini termasuk jenis sendi synovial dua sumbu. ujung lateral klavikula membentuk Artikulasio akromioklavikularis : persendian dengan prosesu akromialis os scapula. Sendi termasuk ini termasuk jenis sendi synovial. sendi‟ skapulotorasik : sendi ini bukan merupakan sendi yang sejati. Jadi sebenarnya os skapula berhubungan dengan skelton aksial hanya melalui artikulasio sternoklavikularis dan otot-otot yang berinsersio pada tulang tersebut.
1c. struktur otot
Ada 3 kelompok otot yang melekat pada bahu, yaitu :
Kelompok Skapulohumeri : kelompok ini membentang dari skapula ke humerus danmeliputi otot yang berinsersio langsung pada os humerus. Kelompok otot tersebut dikenal dengan istilah”SITS Muscles” of the rotator cuff. Kelompok otot ini meliputi : • M. supraspinatus berjalan di atas artikulasio glenohumeralis. Otot ini berinsersio pada tuberkulum mayus. • M. infraspinatus dan teres minor menyilang artikulasio glenohumeralis di sebelah posterior. Otot ini berinsersio pada tuberkulum mayus. • M. subskapularis(tidak diilustrasikan) berorigo pada permukan anterior skapula dan menyilang sendi di sebelah anterior. Otot ini berinsersio pada tuberkulum minus. Kelompok skapulohumeri memutar bahu ke lateral (rotator cuff) dan menekan serta memutar humeri. Kelompok Aksiokapula : kelompok ini melekatkan batang tubuh dengan skapula dan meliputi muskulus trapezius,romboideus, seratus anterior, dan levator skapula. Otot-otot ini memutar skapula. Kelompok Aksiohumeri : kelompok ini melekatkan batang tubuh dengan humerus dan meliputi muskulus pektoralis mayor serta minor dan muskulus latisimus dorsi, otot ini menghasilkan gerakan rotasi internal bahu. Muskulus biseps dan triseps yang menghubungkan skapula dengan tulang lengan bawah, juga terlibat dalam gerakan bahu, utamanya gerakan abduksi. GERAKAN 1d. Struktur tambahan :
Hal yang juga penting untuk gerakan bahu adalah kapsula sendi dan bursa artikularis. Bursa utama pada sendi bahu adalah bursa subakromialis yang terletak di atas tendon m.supraspinatus. abduksi bahu akan menekan bursa ini. Normalnya, tendon m.supraspinatus dan bursa subakromilasi tidak dapat diraba. Namun, jika permukaan bursa mengalami inflamasi(bursitis subakromialis), bisa terjadi nyeri tekan tepat dibawah ujung akromion, nyeri pada gerakan abduksi serta rotasi, dan kehilangan gerakan yang halus. 2. STRUKTUR ANATOMI SIKU
Sendi siku ini membantu pengaturan posisi tangan dalam ruang dan menstabilkan kerja mengungkit pada lengan bawah .Sendi siku dibentuk oleh os. humerus (bagian distal) dan dua buah lengan bawah yaitu, os radius (bagian proksimal) dan ulnar (bagian proksimal). Tulang-tulang ini mmiliki 3 buah artikulasio, yaitu : 1) artikulasio humeroulnaris, 2) artikulasio humeroradialis, dan 3) artikulasio radioulnaris. Oiya..pada saat melakukan pemerisaan jangan lupa mengidentifikasi epikondilus medilalis dan lateralis os humerus, serta prosesus olekranon os ulna. 26
• •
Otot-otot yang berjalan melintasi sendi siku meliputi :
Carpal Tunnel Saraf
M.
Pada gambar diatas, perhatikan juga bursa olekranon di antara prosesus olekranon dan kulit. bursa tersebut normalnya tidak dapat diraba tetapi jika mengalami inflamasi maka bursa tersebut akan membengkak dan nyeri ketika ditekan. Perhatikan juga Nervus Ulnaris, nervus ini berjalan turun kebawah di sisi medial arteri brakhialis sampai di pertengahan lengan atas dan kemudain berjalan ke posterior di antara epikondilus medialis dan prosesus olekranon. Sedangkan Nervus Radialis pada saat meninggalkan aksila, langsung masuk ke ruang fascial posterior lengan atas dan kembali ke ruang anterior tepat diatas epikondilus lateralis. Pada permukaan ventral lengan bawah, Nervus Medianus berada tepat di bawah medial arteri brakialis. 3.
STRUKTUR ANATOMI PERGELANGAN TANGAN DAN TANGAN
Terdiri dari Tulang : • Radius dan ulna distal • 8 Tulang Karpal • Ujung distal radius dan ulna • 5 metakarpal • Jari 2-5 : falangs proksimal, tengah, distal • Jempol : tidak memilki falang tengah Sendi : • Pergelangan tangan : • Radiokarpal • Radio-ulnar distal • Interkarpal • Tangan dan jari • Falangs metacarpal (MCP) • Interfalangs (PIP) • Interfalangs (DIP) Otot: • Fleksor • Ekstensor • Pronator • Supinator • Intrinsik (lumbrikal dan interosseus) Lain-lain: • Tendon dan sarung tendon
PEMERIKSAAN BAHU Inspeksi
Perhatikan bahu dari: Depan, samping, dan belakang Bentuk sendiri bahu: dilihat simetrisitasnya dan perbedaan tingginya Perhatikan penonjolan tulang ( bony prominence ) klavikula, scapula Kontur otot deltoid, trapezius, dan supraspinatus Perhatikan adanya pembengkakan, deformtias, atrofi otot, fasikulasi Perubahan warna kulit, gambaran pembuluh darah Palpasi
Minta pasien menunjuk daerah yang sakit: Nyeri pada puncak bahu: sendi akromioklavikular Nyeri pada aspek lateral: rotator cuff Nyeri bagian anterior: tendon bisipital Raba tonjolan-tonjolan tulang: adanya nyeri tekan Inspeksi kontur bahu & lingkar bahu dari depan & belakang Dapat ditemukan: atrofi otot, dislokasi anterior atau posterior kaput humerus. Kaji area nyeri/nyeri tekan: Sendi akromioklavikular: Lakukan palpasan; adduksikan lengan menyilang di dada (uji persilangan) Dapat ditemukan: arthritis, inflamasi Bursa subakromial dan subdeltoid: Angkat siku ke arah posterior; palpasi area anterior hingga ke akromion dan sekitar bursa subdeltoid Dapat ditemuka: bursitis subakromial/subdeltoid Rotator cuff: Angkat siku ke arah posterior; palpasi kaput humerus untuk menilai nyeri tekan sekitar insersi tendon pada otot “SITS” (Supraspinatus, Infraspinatus, Teres minor; Subskapularis tidak dapat dipalpasi) Dapat ditemukan: tendonitis rotator cuff Sulkus dan tendon bisipitalis: Rotasikan humerus ke arah eksternal; palpasi sulkus bisipitalis: secara bergantian, dengan posisi lengan bawah fleksi pada sudut kanan, supinasikan lengan bawah melawan tahanan Dapat ditemukan: nyeri tekan bisipital
27
PEMERIKSAAN SIKU Inspeksi
Kedua siku harus dapat terlihat dari depan, samping, dan belakang Perhatikan bentuk siku dalam ekstensi dan fleksi Perhatikan adanya benjolan atau bengkak
Palpasi
Inspeksi
Raba prosesus olekranon Raba epikondilus lateral dan medial Raba adanya nyeri tekan, bengkak, dan penebalan Raba N. Ulnaris antara prosesus olekranon dan epikondilus medialis
Inspeksi dan palpasi Prosesus olekranon Dapat ditemukan: Bursitis olekranon; dislokasi posterior akibat trauma langsung atau fraktur suprakondilar Epikondilus medial dan lateral Dapat ditemukan: nyeri tekan pada epikondilitis (medial “siku tenis”; lateral “siku pitcher”) Permukaan ekstensor ulna Dapat ditemukan: nodulus rheumatoid Sulkus yang mendasari sendi siku Dapat ditemukan: nyeri tekan pada kasus arthritis
Raba bagian distal dan sisi-sisi buku jari dengan ibu jari sambil jari telunjuk meraba kaput metacarpal pada daerah palmar Raba ibu jari dan jari lainnya dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk anda: bagian medial dan lateral PIP, DIP
Kontur pergelangan tangan, tangan, dan jari tangan Dapat ditemukan: deformitas pada arthritis rheumatoid dan degenerative, pembengkakan pada arthritis, ganglia; gangguan kesejajaran jari pada gangguan tendon fleksor Kontur telapak tangan Dapat ditemukan: atrofi tenar pada kondisi kompresi nervus medianus (sindrom carpal tunnel); atrofi hipotenar pada kompresi nervus ulnaris
Palpasi
Sendi pergelangan tangan Dapat ditemukan: pembengkakan pada arthritis rheumatoid, infeksi genokokus pada sendi atau sarung tendon ekstensor
Radius dan ulna distal Dapat ditemukan: nyeri tekan pada ulnar stiloid yang dapat dijumpai pada fraktur Colles Anatomical snuffbox, bagian distal ber lekuk sampai tul ang stiloid ra dial Dapat ditemukan: bila ada nyeri tekan dicurigai terdapat fraktur skafoid
PEMERIKSAAN PERGELANGAN TANGAN DAN TANGAN Inspeksi
Perhatikan posisi tangan: Dalam gerakan wajar (gerakan normal, wajar, dan lentur) At rest, jari-jemari dalam sedikit fleksi dan parallel satu dengan lainnya Permukaan dorsal dan palmar: Pergelangan tangan Tangan dan jari Perhatikan adanya pembengkakan pada sendi Deformitas pergelangann tangan, tangan, jari jemari Perhatikan kontur permukaan palmar: Tenar Hipotenar
Palpasi
Pergelangan tangan: perhatikan pembengkakan, nyeri Permukaan lateral dan medial (distal ulna & radial) Palpasi lekuk pada daerah dorsal dengan ibu jari dan jari-jari lain pada palmar Raba prosesus styloideus radii Raba anatomical snuffbox (distal dari prosesus styloideus radii) Raba ke-8 os carpalia, metacarpal, dan falanges Kompresi medial-lateral daerah MCP dengan genggaman ibu jari dan jari lainnya
Anatomical snuffbox memiliki nama latin foveola radialis. Merupakan struktur yang penting krn di dalamnya terdapat v.cephalica, a.radialis, dan n.radialis. Sendi metakarpofalanges Dapat ditemukan: pembengkakan pada arthritis rheumatoid
28
Namun, sebelum membahas teknik-teknik pemeriksaannya, ada sedikit kilas balik struktur pergelangan secara singkat, seperti yang telah kita dapat di modul muskuloskeletal dulu. Pergelangan tangan ( wrist ) merupakan bagian yang cukup kompleks (tapi tidak rumit kok) dan menjabat sebagai daerah yang sangat aktif selama kita bekerja. Bersamaan dengan banyaknya struktur penting yang melewati daerah ini, diperlukan proteksi yang lebih untuk mencegah kemungkinan disabilitas akibat trauma. Struktur tulang yang ada di daerah tersebut antara lain:
Sendi interfalanges proksimal dan distal Dapat ditemukan: nodulus proksimal yang dijumpai pada arthritis rheumatoid (nodus Bouchard), nodulus distal pada osteoarthritis (nodus Heberden)
Pergelangan tangan adalah sendi yang dibentuk oleh distal radius dan ulna dengan ke delapan tulang karpal yang imut-imut (apa aja yah? Tuh ada jawabannya di
samping). Perhatikan juga nama-nama sendi-sendi metakarpal-jari serta antarphalanges (maksudnya nama-nama MCP, PIP, dan DIP). Ingat juga bahwa ibu jari hanya terdiri atas MCP dan IP. Tangan mencakup tulang-tulang metakarpal dan phalanges. Sendi MCP dapat
dilihat dengan mengepalkan tangan seperti gambar berikut.
Movement dan Tes Khusus Pergelangan Tangan dan Jari
Movement dan test khusus pada pergelangan tangan meliputi fleksi/ekstensi, deviasi radial dan ulnar, serta kekuatan genggam tangan. Semua tes ini didasarkan pada kemampuan normal dari pergelangan tangan untuk mendeteksi adanya kelainan seperti ruptur tendon(mengingat kebanyakan tendon otot-otot penggerak jari berada di lengan bawah dan melintas melalui pergelangan ini) atau fraktur tulangtulang pergelangan dan struktur di dekatnya, seperti tulang karpal, distal radial dan ulnar (paling sering pada orang-orang dengan osteoporosis). Seperti biasa, pemeriksaannya meliputi inspeksi, palpasi, serta range of motion (ROM) dan manuver.
Struktur tambahan yang bersifat proteksi, yaitu fleksor retinakulum , berfungsi untuk melindungi dan memfiksasi tendon-tendon dan selubungnya ( tendon sheats ) ataupun arteri
dan nervus yang melintas di pergelangan tangan. Liang/terowongan yang terbentuk oleh fleksor retinakulum ini dinamakan carpal tunnel (masih inget dengan carpal tunnel syndrome kan yang melibatkan nervus medianus di dalamnya?). Untuk menunjang pemeriksaan nanti, kita juga harus tahu nervus-nervus yang mempersarafi daerah tersebut karena nanti akan ada tes sensoris jari-jari tangan. Nih gambarnya, dibuat sendiri ya jembatan keledainya, mau 2 ½ atau 1 ½ atau ½ aja terserah deh.
29
Struktur tambahan (lagi) yang perlu diketahui yaitu si anatomical snuffbox . Gambarnya
seperti ini.
Nah, sekian dulu pemanasannya, mari kita masuk ke pemeriksaannya...hahaha... 30
Inspeksi
Perhatikan: (1) posisi tangan, apakah dalam gerakan wajar dan lentur. Dalam keadaan istirahat, jari-jari akan terfleksi sedikit dan segaris hampir pararel satu dengan yang lain. Kemudian, (2) lihat permukaan dorsal dan palmar, apakah terdapat pembengkakan pada sendi-sendi, khsususnya interphalanges, perhatikan juga tangan, jari, serta pergelangan tangan. Jangan lupa (3) sebutkan apakah ada deformitas pergelangan tangan, tangan, dan jari jemari. Perhatikan juga (4) kontur permukaan palmar, mulai dari otot tenar dan hipotenar yang harus sedikit lebih menonjol (tidak sama rata) dengan daerah yang berada di antaranya (jadi ada sedikit cekungan di tengah sisi palmar). Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan meletakkan tangan pasien di atas salah satu tangan saudara karena hanya menginspeksi, tidak perlu raba-raba dulu. Palpasi (FEEL)
Kadang ada pembengkakan yang tidak dapat terdeteksi hanya dengan inspeksi saja, jadi perlu ditekan untuk mengecek apakah ada benjolan di bawah kulit atau timbunan cairan. Salah satu contohnya clubbing finger (mantra yang selalu muncul hampir ditiap pemeriksaan fisik, terutama yang berkaitan dengan oedema). Secara umum, metode ini dilakukan dengan meraba menggunakan ujung-ujung jari gently . Agar sistematis, kita perlu mulai memeriksa dari: (1) permukaan lateral dan radial (dari distal ulnar dan radial, dan ingat jika pasien merasa nyeri ketika dipalpasi pada daerah tersebut, mungkin ada Colles‟ fracture . Namun, kalau , lalu (2) palpasi lekukan pada daerah dorsal dengan ibu jari, sementara jari-jari lain pada palmar. Kemudian (3) meraba prosessus styloideus radii (hayoo, bagian apa itu? Itu loh bagian tajem dari ujung dista radius yang seakan-akan jadi “maleolus” atau mata kaki buat tangan kita). (4) raba anatomical snuffbox (seperti yang telah dijelaskan pada gambar sebelumnya, bisa juga dilihat pada gambar di bawah). Anatomical snuffbox adalah depresi dangkal yang terletak distal di bawah prosesus styloideus radii dan dibentuk oleh tendon muskulus abduktor dan ekstensor hallucis longus, akan lebih terlihat jika ibu jari di ekstensikan dari jari-jari lainnya, (5) raba ke delapan os carpalia, metakarpal, dan phalanges. (6) raba bagian distal dan sisi-sisi knuckles dengan ibu jari sambil jari telunjuk meraba kaput metakarpal pada daerah palmar (lihat gambar). Yang terakhir adalah (7) raba ibu jari dan keempat jari lainnya dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk Saudala: bagian medial dan lateral PIP dan DIP.
Meraba distal radius dan ulnar
Meraba anatomical snuffbox
Meraba knuckles dengan ibu jari sembari telunjuk meraba kaput MCP pada daerah palmar (ada di bawahnya tuh...). Perhatikan bahwa sendi MCP pasien agak sedikit ditekan ke arah tengah untuk mendeteksi apakah ada boggy dan nyeri pada sendi MCP oleh karena rheumatoid arthritis (jarang pada o steoarthritis) ROM dan Manuver
Sekarang kita akan menilai ROM dari pergelangan tangan, jari, dan ibu jari. Masih ingat kan gerakan apa saja yang dapat dilakukan di sendi pergelangan tangan ? (jawab: fleksi, ekstensi, deviasi ulnar/adduksi dan deviasi radial/abduksi). Dalam menilai ROM, ada yang namanya gerakan aktif dan pasif. Geraka aktif dilakukan oleh pasien sendiri berdasarkan instruksi dari pemeriksa dan sebaiknya dilakukan terlebih dahulu sebelum gerakan pasif. Gerakan pasif dilakukan dengan bantuan pemeriksa manakala pasien tidak mampu menggerakkan volunter karena adanya keterbatasan yang diakibatkan oleh trauma, deformitas, nyeri, dsb. Ingat, jangan dipaksakan yahh kalau sudah nyeri sekali. ROM untuk pergelangan tangan :
31
1.
Fleksi dan Ekstensi
Pemeriksaan Pemeriksaan ini dilakukan dengan menstabilkan lengan bawah dengan cara memegang siku. Setelah itu pergelangan tangan pasien di ekstensikan dan ujung-ujung tangan kita berada di telapak tangan pasien gently . Mintalah pasien memfleksikan secara aktif pergelangan tangannya untuk melawan gaya gravitas terlebih dahulu (masih dalam posisi horizontal kok), baru kemudian diminta untuk melawan tahanan bergradasi yang kita berikan. Sama juga halnya pada pemeriksaan ROM ekstensi pasien. Perhatikan gambar ilustrasi berikut.
3.
Kekuatan genggaman
Kekuatan genggaman ini dapat dicek dengan meminta pasien untuk menggenggam sekuat mungkin jari telunjuk ketika, setelah itu pemeriksa akan berusaha menarik jari telunjuk keluar dari genggaman. Dari sini dapat dinilai (mungkin agak subjektif) kekuatannya. ROM untuk jari-jemari antara lain: 1. Fleksi dan Ekstensi
Minta pasien untuk membuat kepalan yang kuat dan ketat pada tiap tangan dengan ibu jari melintang di hadapan sendi-sendi, dan kemudian direntangkan kembali. Jari-jemari harus dapat diekstensikan kembali dengan lembut, begitupula ketika dikepalkan. Pada sendi MCP, jari-jemari dapat diekstensikan melebihi posisi netralnya (jadi lebih melengkung ke atas gitu...), dan jangan lupa untuk mencoba fleksi-ekstensi ini pada tiap sendi interphalanges.
2.
Deviasi Ulnar dan Radial
Minta pasien untuk menggerakkan pergelangan tangan ke arah lateral dan medial.
2. Abduksi dan adduksi
Mintalah pasien untuk melebarkan jari-jemari menjauhi satu sama lain (untuk gerakan abduksi) dan kembali mendekatkan jari-jemari (adduksi). Perhatikan gerakan yang lembut dan terkoordinasi. Lihat pula kalau jari ketiga (jari tengah) akan menjadi sumbu pergerakan abduksi dan adduksi ini. Untuk gambar gerakan abduksi-adduksi ini saya rasa udah sangat bagus sih di penuntun KKD, lihat sendiri ya...(bikin bete nih..hahaha). ROM untuk ibu jari: (ibu jari kita tampil beda dari jari lainnya, karena dia ada gerakan tersendiri). Minta pasien untuk memfleksi-ekstensikan, abduksiadduksi, dan oposisi (hayo..masih inget kan?). Bedakan fleksi-ekstensi dan abduksi-aduuksi. Jika fleksi-ekstensi, ibu jari akan melintasi dan menyentuh basis jari kelima, dan untuk ekstensi, ibu jari akan menjauhi basis ini. Untuk abduksi, ibu jari akan bergerak ke arah ANTERIOR , sedangkan adduksi adalah lawannya, yaitu kembali ke tempat semula. Perhatikan gambar. Jangan lupakan oposisi yahh... 32
Yahh,sekian pemeriksaan pemeriksaan tangan yahh..semoga yahh..semoga menyenangkan menyenangkan dan membuantyuu,, BAHU MOVE/RANGE OF MOTION
Terdapat 6 gerakan „sendi bahu‟ (=‟shoulder girdle‟) fleksi (=forward flexion) : 0-1650 ekstensi (=backward extension) : 0-600 abduksi : 0-1700 adduksi : 0-500 rotasi internal (r.i.) dalam adduksi – ri dalam abduksi 90 rotasi eksternal (r.e.) (r.e.) dalam adduksi – re dalam abduksi 90 TEST KHUSUS : - „Apley scratch test‟ : pasien meraih skapula kontralateral. Tes ini menguji abduks i
serta rotasi eksternal dan adduksi serta rotasi internal. SIKU
MOVE/RANGE OF MOTION Fleksi Ekstensi Pronasi Supinasi (jangan lupa saat tes pronasi supinasi siku harus dalam posisi fleksi900) DAFTAR PUSTAKA
1. 2.
Barbara S. The Musculoscletal System in Bates‟ Guide to Physical Examination and History Taking. 8th ed.(pdf) P: 478-482 Snell, Richard S. Clinical Anatomy For Medical Student. 6st Ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins Inc. 2000. P: 443-449
Test Sensoris
Berdasarkan pembahasan inervasi tangan sebelumnya, tes sensoris dilakukan untuk mendeteksi integritas saraf perifer. Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengelus lembut permukaan tangan sambil meminta pasien menutup mata atau menusuk sedikit tangan pasien (jangan pake needle spuit yahh..). Minta feedback pasien akan sensasi tusukan. Sebaiknya diselingi dengan beberapa “penipuan”, misalnya tidak ditusuk, tapi ditanyain ada rasa ketusuk ato ga...ternyata pasien menjawab “yoo..ada dok”. Amburadul dah... 1. 2. 3.
Nervus medianus di pulpa jari telunjuk Nervus ulnaris di pupla jari kelima Nervus radialis di bagian dorsal webspace antara ibu jari dan telunjuk
33
B-1 PEMERIKSAAN FISIK EKSTREMITAS BAWAH Panggul I. Inspeksi
Pada inspeksi daerah panggul, disarankan untuk melepas pakaian yang menutupi daerah panggul, agar pemeriksaan dapat dilakukan dengan lengkap. 1.
Inspeksi gaya berjalan
Bertujuan untuk mengetahui gambaran umum keadaan muskuloskeletal pasien, khususnya panggul dan ekstremitas bawah. Pasien diminta berjalan seperti biasa, mendekati dan menjauhi pemeriksa. Yang perlu diperhatikan saat pasien berjalan: laju, irama, dan gerakan lengan. Dengan memperhatikan hal tersebut, pemeriksa dapat menentukan apakah terdapat kelainan pada gaya berjalan pasien.
II. Palpasi
1. Minta pasien berbaring telentang, kemudian palpasilah i. Krista iliaka ii. SIAS – spina iliaka anterior superior iii. SIPS – spina iliaka posterior superior iv. Regio inguinal dimulai dari SIAS hinga tuberkulum pubikum. Vena, arteri, dan nervus femoralis membagi dua ligamentum ingunale (lihat ) di bagian medial dari daerah ini, terdapat nodus limfe.
Apakah pasien mempunyai gaya jalan terhuyung- huyung? apakah kaki diangkat dan dijatuhkan dengan mantap? apakah langkahnya pendek dan terseret- seret? 2. Inspeksi daerah lumbal saat berjalan
Inspeksi dilakukan saat pasien bergerak menjauhi pemeriksa. Perhatikan apakah terdapat deformitas pada daerah lumbal saat berjalan. Sembari melihat keadaan lumbal, pada saat berjalan, dapat terlihat profil tulang belakang pasien secara keseluruhan. Oleh karena itu, dapat diketahui apakah terdapat kelainan pada tulang belakang pasien. 3.
[mnemonic: NAVEL: nervus, vena, empty space, lymph node] Pembesaran nodus limfe menunjukan adanya infeksi pada ekstremitas atas atau pelvis. Jika ditemukan tonjolan di sepanjang ligamentum inguinale, mungkin disebabkan oleh: hernia ingunalis, atau yang lebih jarang lagi aneurisma.
2. Lalu pasien diminta menghadap ke samping dengan kaki ditekuk. Palpasilah: i. Trokanter mayor
Inspeksi kulit sekitar panggul, kesimetrisan, kontur otot
Untuk inspeksi warna kulit sekitar panggul, perlu juga membandingkannya dengan kulit di bagian tubuh lain. Untuk ketidaksimetrisan, dapat berupa nodus, massa, atau deformitas. Selain itu dapat dapat juga dijumpai dijumpai tanda peradangan, peradangan, seperti seperti bengkak, kemerahan, hangat atau nyeri tekan. Pada kontur/ permukaan kulit dapat diperhatikan adanya elevasi, deperesi, atau dalam keadaan normal.
ii.
Nyeri namun tanpa adanya bengkak pada permukan posterolateral trokanter mayor menunjukan tendinitis lokalisata atau spasme otot (akibat adanya nyeri alih dari daerah panggul lain).
Tuberositas ischium
Gambar 2.2. Bursa 2.2. Bursa ischiogluteal (ki) dan bursa trokanterika (ka)
Di gambar ini, perhatikan cara palpasi! Kedua telapak tangan mendorong ke arah yg berlawanan. Tujuannya utk memprovokasi adanya nyeri.
34
III. Move
Terlentang :
Fleksi
Rotasi internal dan eksternal
Lihat gambar.
Restriksi rotasi internal merupakan indikator sensitif adanya kelainan panggul – artritis. Biasanya ketika rotasi internal terbatas, rotasi eksternal juga akan terbatas
Letakan tangan di daerah lumbar pasien. Lalu minta pasien mendekatkan lutut ke dada dan tarik sedekat mungkin ke abdomen. Jika pasien normal, dokter akan merasakan lumbar yg sewaktu berdiri terlihat lordosis ketika panggul difleksikan lumbar akan terasa lurus atau rata. Lihat sudut fleksi, biasanya paha hampir menyentuh dinding dada. Jika terjadi deformitas di daerah sekitar panggul atau pinggang, maka saat kaki ditekuk, punggung dan pelvis akan ikut naik utk mengurangi pergerakan panggul dengan demikian lordosis lumbar akan semakin jelas (ruang antara tempat tidur dan punggung pasien menjadi besar) dan pelvis anterior akan naik (anterior pelvic tilt).
Tengkurap :
Ekstensi
Tarik paha ke arah posterior
Lutut Anatomi
Lutut merupakan bagian dari ekstrimitas bawah pada tubuh manusia. Lutut terdiri dari
Abduksi
Stabilkan pelvis dengan menahan SIAS sementara satu tangan lain memegang pergelangan kaki. Lalu abduksikan kaki ke arah lateral. Tandai keterbatasan gerakan abduksi. Alternatif lain adalah dengan melebarkan kaki secara maksimal. Pasien diminta berdiri dekat kaki meja, lalu melebarkan kakinya semaksimal mungkin. Metode ini berguna utk melihat perbandingan keterbatasan pergerakan kedua kaki. Namun jika ROM nya tidak terbatas, metode ini tidak praktis karena pasien bisa melebarkan kakinya sejauh mungkin.
Gerakan abduksi yang terbatas – umum umum ditemukan pada penyakit panggul osteoarthritis. Adduksi
tulang patella, dan pertemuan antara tulang femoralis, tibia dan fibula. Lutut merupakan suatu sendi synovial yang bertipe sendi engsel. Sendi ini disokong pergerakannya oleh beberapa otot, namun terutama disokong oleh otot hamstring dan quadriceps.
Pergerakan lutut hanya 1 (oleh karena itu termasuk ke dalam sendi engsel) yaitu fleksi dan ektensi. Akan tetapi, saat pergerakan di sendi lutut juga akan terjadi
pergerakan di tulang-tulang penyokongnya yang berupa rotasi internal dan eksternal. Saat lutut dalam kondisi fleksi, akan terjadi rotasi internal tibia di femur, sedangkan ketika lutut dalam kondisi ekstensi, tibia akan berganti berotasi eksternal terhadap femur (Gambar A dan B). Selain itu terdapat juga pergerakan translasi dari tulang femur pada permukaan tulang tibia, dimana pergerakan terjadi saat fleksi lutut yaitu tulang femur yang bergeser ke belakang (Gambar C). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari gambar di bawah.
Stabilkan pelvis dengan menahan SIAS sementara satu tangan lain memegang pergelangan kaki. Lalu adduksikan kaki ke arah medial. 35
II. Palpasi
Otot juga berperan dalam pergerakan sendi lutut yaitu otot hamstring yang berkontraksi saat fleksi lutut dan otot quadriceps yang berkontraksi saat ekstensi lutut.
Mintalah pasien untuk duduk di tepi meja pemeriksaan dengan lutut pada posisi fleksi. Pada posisi ini, tulang-tulang akan lebih mudah terlihat, dan otot, tendon, dan ligamen lebih rileks sehingga lebih mudah untuk dipalpasi. Perhatikan jika terdapat tanda bengkak . Nyeri merupakan keluhan umum pada masalah di lutut sehingga penting untuk melokalisasi struktur yang menyebabkan nyeri. a. Sendi Tibiofemoral : Palpasi sendi tibiofemoral. Tempatkan jempol pada depresi jaringan lunak pada salah satu sisi patellar tendon . Indentifikasi lekukan dari sendi ti biofemoral. Patella terletak di atas garis sendi tersebut. Tekan jempol pada permukaan ke arah bawah, sehingga dapat dirasakan tepi tibia. Lakukan ke arah medial dan lateral hingga berhenti pada pusat femur dan tibia. Dengan menggerakkan jempol ke atas melalui garis tengah ke bagian atas patella, dapat diikuti pula permukaan sendi dari femur dan mengidentifikasi batas sendi. Periksa bagian medial dan lateral kompartemen sendi tibiofemoral dengan lutut ditekuk 90°. Lacak apakah terdapat rasa nyeri.
Gerakan ibu jari ke arah atas untuk mempalpasi kondilus femoral medial. Tuberkul adduktor berada di posterior kondilus femoral medial. Gerakan ibu jari ke arah bawah untuk mempalpasi tibialis medialis. Palpasi sepanjang batas sendi dan identifikasi ligamentum kolateral medial yang menghubungkan epikondil medialis femur dengan kondil medial dan permukaan superior medial tibia. Lakukan palpasi dari bagian origin ke insersio.
Pemeriksaan I. Inspeksi
Perhatikan cara dan ritme jalan pasien ketika memasuki ruangan. Pelurusan lutut hanya terjadi dalam fase heel-strike , sedangkan pada fase lainnya lutut berada dalam posisi tertekuk. Usaha meluruskan lutut dengan tangan selama fase heel- strike menunjukan menunjukan adanya kelemahan quadriceps Periksa kesegarisan dan kontur lutut. Perhatikan apakah terdapat kelemahan otot quadriceps seperti pada genu varum dan genu valgum Perhatikan hilangnya cekungan normal disekitar patella yang merupakan tanda pembengkakan di sendi lutut dan kantung suprapatellar. Pembengkakan pada patella menunjukan adanya prepatellar bursitis. Bengkak di atas tuberkul tibial menandakan adanya infrapatellar atau, pada daerah yang lebih medial, anserine bursitis
Kompartemen media
Kompartemen lateral
Pada lateral tendon patellar, gerakan ibu jari ke arah atas untuk mempalpasi tibialis lateral. Ketika lutut difleksi, epikondil femoral berada lateral dari kondil femoralis. Pada permukaan lateral, minta pasien untuk menyilangkan kaki sehingga kita bisa menemukan ligamentum kolateral lateralis b.
Kantung Suprapatellar, Bursa Prepatellar, dan Bursa Anserina
Carilah penebalan atau pembengkakan pada kantung suprapatellar dan daerah sepanjang patella melalui perabaan. 36
Palpasi dimulai pada 10 cm di atas batas superior patella. Rasakan jaringan lunak diantara ibu jari dan jari. Gerakan telapak tangan ke bagian distal secara perlahan. Identifikasi kondisi kantung suprapatellar. Lanjutkan palpasi sepanjang sisi patella. Catat apabila terdapat rasa nyeri atau hangat, bandingkan dengan jaringan sekitarnya.
c.
The balloon sign (pada efusi mayor)
Letakan ibu jari dan jari telunjuk kanan pada tiap sisi patella. Lakukan kompresi kantung supratellar melawan posisi femur dengan tangan kiri. Rasakan apabila terdapat cairan yang masuk ke daerah sekitar patella yang berada di bawah ibu jari dan telunjuk. Pada kondisi efusi hebat di lutut, kompresi suprapatellar menggerakan fluida ke dalam ruang disekitar patella. Gelombang yang terasa melalui palpasi menunjukan balloon sign positif yang signifikan. Gelombang cairan yang kembali ke kantung suprapatellar menandakan anefusi.
Periksa tiga bursa lainnya, apakah terdapat pembengkakan. Lakukakn palpasi pada bursa prepatellar, bagian atas bursa anserina pada sisi posteromedial lutut diantara ligamentum kolateral medial, dan tendon di daerah medial tibial. Pada permukaan posterior, periksa aspek medial fossa popliteal dengan posisi kaki diluruskan.
Tes Palpasi pada Efusi di Sendi Lutut Terdapat tiga jenis tes pada sendi lutut: the bulge sign , the balloon sign , dan balloting patella . The bulge sign (pada efusi minor)
Dalam posisi ekstensi lutut, letakan tangan kiri di atas lutut dan berikan tekanan pada kantung suprapatellar sehingga terjadi displacing cairan ke bagian distal. Lakukan penekanan ke bawah pada aspek medial lutut dan berikan penekanan untuk menggerakan cairn ke bagian alteral.Tepuk lutut pada margin lateral patella dengan tangan kanan. Gerakan fluida pada sisi medial diantara patella dan femuris mengindikasikan positif bulge sign yang konsisten dengan efusi
Balloting patella
Pemeriksaan ini dilakukan pada efusi besar. Kompresi pada kantung suprapatellar dan ballote atau pendorongan patella secara kuat melawan femur juga bisa dilakukan. Perhatikan aliran balik cairan ke kantung suprapatellar. 37
III. Range of Motion Periksa range of motion (ROM) lutut, sesuai dengan petunjuk tabel di bawah ini
5.
antar phalangs : sendi engsel, bisa fleksi & ekstensi
Tulangnya: Pergerakan Lutut Fleksi Ekstensi Rotasi Internal Rotasi Eksternal
Otot Utama yang Bekerja
Hamstring: biceps femoris, semitendinosu s, and semimembranosu s Quadriceps: rectus femoris, vastus medialis, lateralis, dan intermedius Sartorius, gracilis, semitendinosus, semimembranosus Biceps femoris
Manuver
Stabilitas ligament dan integritas meniskus perlu diperiksa apabila terdapat riwayat trauma atau timbul rasa nyeri dengan palpasi. Bandingkan antara lutut kanan dan kiri
1. 2.
tibia, fibula, talus (udah tau lah ya..) bonus kalo2 ditanya: di daerah tarsal ada 2 garis horisontal imajiner yg membatasi antara tulang : linea CHOPARTI (membatasi talus-calcaneus & navicularecuboideum), linea LISFRANCI (lbh distal, membatasi tarsal (ciboideum, cuneiform III-III) & metatarsal)
Gerakan (biar tau kl geraknya terganggu otot mana yg terganggu): 1. dorsifleksi : pake otot tibialis anterior 2. plantarfleksi: pake gastrocnemius & soleus 3. inversi : tibialis posterior & anterior (iya lah kan inversi geraknya ke sisi tibia, jdnya
4. 5.
6.
otot2 yg di sisi tibia yg kontraksi/memendek) eversi : pake trio otot fibularis (longus, brevis, tertius), kan eversi geraknya ke sisi fibula jd otot2 yg di sisi fibula yg kontraksi oya slain faktor otot, bisa juga gerakan terganggu krn nervus rusak (kl kaya gini biasanya ototnya skalian atrofi krn disuse ), mis: N. peroneus communis kl rusak jd ga bisa dorsifleksi (jd bikin foot drop ), kl N. tibialis rusak jd ga bisa plantarfleksi trus mungkin juga tendon yg putus (yg ini sih biasanya udah keliatan ada deformitas di sendinya pas inspeksi), mis. tendon achilles (calcaneal) rusak jd ga bisa plantarfleksi
Teknik pemeriksaan : spt biasa pakai urutan look, feel, move 1. Inspeksi/look
(Biar gampang liatnya diurutin dari paling luar ke dalam aja) mulai dari kulit (warna ada sianosis atau tidak, scar, bengkak, kapalan, nodul, mata ikan, kutil, ulkus/luka), otot (atrofi/tidak), sendi (deformitas atau tidak), saraf, tulang (pokoknya lihat dalam 3 dimensi, apakah ada deformitas: rotasi, angulasi, perpendekan) Kelainan bentuk di jari kaki ada hallux valgus (ujung distal metatarsal I besar/nonjol, sedangkan phalangs I proksimal jd ke lateral), hammer toes (deformitas sendi interphalangs proksimal, jd jari kakinya bengkok scr permanen kaya palu) Ankle & Kaki Anatomi Macam2 sendi yg ada di sini (terutama yg no 1 & 2): 1. tibia-fibula & talus (talocrural) : ini sendi sinovial engsel, yang membuat ankle bisa
2. 3. 4.
bergerak dorso & plantar fleksi talus & calcaneus (subtalar) : ini sendi sinovial plane (sori ga tau indo nya apa, sendi geser kali ya), persendian ini yg bikin ankle bisa inversi & eversi tarsal-metatarsal : juga plane , geraknya sangat terbatas metatarsal-phalang proksimal : kondiloid (sendi telur, bisa gerak ke 2 sumbu), bisa fleksi, ekstensi, abduksi, aduksi , kl jempol kaki bisa sirkumduksi juga 38
2.
3.
Palpasi / feel Palpasi bagian ankle untuk merasakan sendi pergelangan kaki. Rasakan juga tendon achilles pasien dan palpasi setiap sendi metatarsal-phalang I-V, serta palpasi bagian telapak kaki. Carilah apakah ada nyeri tekan, rasa hangat pada kulit, massa, dan kelainan lainnya. Bila ada massa, deskripsikan massa tsb: regionya, ukurannya (sebesar apa), mobilitasnya (gerak atau tidak), konsistensi (kenyal/tidak), nyeri (ya/tidak), batasnya (jelas/tidak), dll (deskripsi normal massa). Jangan lupa palpasi PULSASI (selain cek capilary refill, cek juga pulsasi a. dorsalis pedis dan a. tibialis posterior. Ingat juga untuk meraba dan membandingkan kekuatan denyut dan frekuensi kedua arteri tersebut (siapa tau terjadi fraktur yang hanya merusak a. dorsalis pedis saja, a. tibialis posterior saja, maupun dua-duanya). Jangan lupa juga untuk membandingkan kekuatan denyut dan frekuensi arteri kiri-kanan (bandingkan a. tibialis posterior kiri – kanan, kalau denyut melemah di salah satu sisi mungkin terjadi compartement syndrome ataupun trombosis arteri)
B-2 PEMERIKSAAN FISIK FRAKTUR TULANG PANJANG DAN LOWER BACK A. 1.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. 2.
Tujuan
Mampu melakukan diagnosis fraktur, antara lain: Memastikan ada atau tidaknya tanda – tanda: o Syok (akral dingin, nadi lemah dan cepat) atau melihat pendarahan o Penurunan kesadaran (gangguan otak), medula spinalis atau viscera dan juga penyakit penyerta lainnya. Menangani jaringan atau ekstremitas yang terkena cedera dengan „gentle‟. Tanda krepitus atau gerakan abnormal akan menimbulkan rasa nyeri. Melakukan inspeksi/look : bengkak, memar, deformitas, luka. Melakukan palpasi/feel: nyeri tekan, nyeri goyang, nyeri sumbu (pada fraktur incomplete), NVD (neurovascular disturbance). Melakukan move/ROM
Move/range of motion
Minta pasien melakukan gerakan inversi, eversi, dorso & plantar fleksi,, tapi kalau sudah jelas pasiennya patah kaki di fibula/tibia ato di daerah deket ankle ya JANGAN DILAKUKAN (risiko tambah parah). Sebagai gantinya bila ingin mengecek apakah sarafnya rusak atau tidak akibat fraktur tsb, minta pasien menggerakkan sendi yang lebih distal, misalnya minta pasien menekuk jari-jari kaki.
Pemeriksaan Fraktur Tulang Panjang 1,2,3 Definisi
3.
Patofisiologi
4.
Sumber: Slide Anatomi Modul Muskuloskeletal Panduan KKD Muskuloskeletal Bates B.
Rudapaksa/trauma/tenaga fisik/pukulan keras. Perdarahan/syok jika terjadi fraktur dan diskontinuitas jaringan serta pada luka dan fraktur yang masih basah. Aliran darah ke kapiler menurun sehingga merangsang pengeluaran kimia darah dengan mengeluarkan serotinin, bradikinin, dan histamin.
Klasifikasi
Fraktur dapat dibagi menjadi dua macam yaitu : Fraktur tertutup (closed) , bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan hubungan dunia luar. Fraktur terbuka (Open atau Compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan dikulit. Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat (menurut R Gustillo), yaitu : Derajat I : Luka < 1 cm Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk Fraktur sederhana, tranversal, oblik, atau kominutif ringan Kontaminasi minimal
Derajat II
Laserasi > 1 cm 39
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas : o Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi luas, atau fraktur segmental/sangat kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka. Kehilangan jaringan lunak dengan besarnya fraktur tulang yang o terpapar atau kontaminasi masif o Luka pada pembuluh arteri atau saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan jarigan lunak
B.
C.
7.
Cari apakah terdapat: Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnormal (misalnya pada fraktur kondilus lateralis humerus), angulasi, rotasi, dan pemendekan. Lihat juga pada kulit apakah terdapat bengkak, memar, luka yang terbuka, dll.
MOVE
Kontraindikasi
Kemaren dibilangin sama dokternya apabila saat palpasi pasien merasa sakit karena ada fraktur maka kita tidak boleh gerakin bagian-bagian itu karena nanti malah kita ngelukain orangnya ato bikin tambah parah. 8.
LOOK
Apakah terdapat nyeri. Bisa dilakukan dengan melakukan pemeriksaan: Nyeri tekan lokal , lakukan penekanan pada daerah yang terlihat o mengalami deformitas. Nyeri goyang, yaitu dengan menggoyangkan secara gentle daerah o sekitar yang dicurigai mengalami fraktur. Nyeri sumbu (dilakukan pada fraktur yang inkomplit). Pemeriksaan o dilakukan dengan cara: misalnya frakturnya di paha atau betis, nah nyeri sumbu ini dilakukan dengan melakukan penekanan pada telapak kaki dan agak didorong gitu. Rasanya akan sakit sekali. Pemeriksaan nyeri sumbu TIDAK DIANJURKAN dilakukan lagi karena akan menambah trauma. Jadi kalo udah kelihatan itu fraktur ya udah ga usah cek ini lagi.
Dilakukan untuk mencari: Krepitasi, terasa bila fraktur digerakan. Tetapi pada tulang spongiosa atau tulang rawan epifisis tidak terasa krepitasi. Pemeriksaan ini sebaiknya tidak dilakukan karena akan menambah trauma. Nyeri bila digerakan , baik pada gerakan aktif maupun pasif Seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak mampu digerakan, range of motion ( derajat dari ruang lingkup gerakan sendi ), dan kekuatan.
Pemeriksaan umum
A.
Ukuran panjang tulang, bandingkan kiri dan kanan, misalnya, pada tungkai bawah meliputi apparenth length ( jarak antara umbilikus dengan maleolus medialis ) dan true lenght (jarak antara SIAS dengan maleolus medialis )
FEEL
Adanya nyeri/nyeri tekan Deformitas Hematom Edema berat Fungsio laesa Asimetris Krepitasi Nyeri bila digerakkan
Kita harus mampu melakukan diagnosis fraktur. Hal pertama yang dilakukan adalah memastikan ada atau tidaknya tanda-tanda syok berupa: akral yang dingin, nadi yang lemah dan cepat; melihat adanya perdarahan; penurunan kesadaran (gangguan otak); gangguan pada medulla spinalis dan juga penyakit penyerta lainnya. Kemudian kita harus mampu melakukan penanganan pada jaringan atau ekstremitas yang mengalami cedera dengan gentle. Hal yang harus dilakukan adalah:
Functiolaesa (hilangnya fungsi), misalnya pada fraktur kruris tidak bisa
berjalan.
Tanda dan Gejala
6.
Derajat III
5.
Kerusakan jaringan lunak, tidak luas Fraktur kominutif sedang Kontaminasi sedang
Tambahan dari dokternya
Tidak perlu dilakukan nyeri goyang dan nyeri sumbu kalo emang waktu nyeri tekan tuh udah terasa sakit
40
B.
Pemeriksaan Lower Back 3,4,5 1. Tujuan:
Secara umum, pemeriksaan lower back dilakukan untuk melihat kondisi punggung bagian bawah yang utamanya berkaitan dengan adanya keluhan nyeri punggung bawah (low back pain ). Dengan begitu, identifikasi penyebab utamanya nyeri punggung tersebut dapat dilakukan. Selain pemeriksaan fisik, sebenarnya riwayat kelainannya sangat penting untuk digali apalagi kalau ada red flag atau yellow flag . Meskipun ada banyak penyebab, prevalensi degenerasi diskus yang simptomatik merupakan yang prevalensinya tertinggi dalam kasus low back pain. Jika memang pasien mengalami keterbatasan saat melakukan pemeriksaan, manuver dalam pemeriksaan tidak boleh dipaksakan. Hal tersebut justru menjadi sebuah catatan bagi kita dalam mengetahui kondisi pasien. Misalnya, pasien merasa terlalu sakit saat melakukan gerakan ekstensi atau fleksi. Jika ada kecurigaan fraktur tulang belakang, tentunya manuver-manuver dalam pemeriksaan yang beresiko semakin mencederai tulang belakang tersebut tidak boleh dilakukan.
-
Berbaring kesamping fleksi panggul dan lutut
perhatikan
Nervus
Ischiadicus. ROM
Fleksi dan Ekstensi
Mampu melakukan pemeriksaan fisik Lower back meliputi: 1. 2. 3. 4. 2.
Inspeksi Palpasi Move Test Khusus
Rotasi ke kiri dan kanan Lateral bending
Dasar Teori: Inspeksi
1.
Perhatikan postur pasien, gaya berjalan saat masuk. Apakah condong miring ke kiri,kanan, atau depan belakang? Apakah ada tanda-tanda pincang, jalan diseret dsb?
2. 3.
4.
Kemudian Pasien membuka baju ke atas Dari belakang Perhatikan kesegarisan kepala, leher, punggung dan sacrum ( Apakah ada lordosis, kifosis, atau skoliosis) Bagaimana dengan kurvaturanya? Perhatikan pula bahunya, dan lihat condong ke kiri atau kanan? Dari samping perhatikan apakah ada lordosis atau tidak?
Palpasi -
-
Perhatikan apakah ada nyeri tekan pada prosesus spinosus dan sendi sakroiliaka. Gentle percussion pada vertebra. Pada otot paraspinal perhatikan nyeri tekan, dan spasme.
Daftar Pustaka 1. Slide – slide kuliah selgen 2. Guyton bab 24 halaman 293 - 296, 557 3. Catatan saat KKD 4. Nair K. Lower Back Pain. Diunduh dari http://physicalexamination.org/?q=node/86. Diakses 17 Juni 2011 5. Silber jr. Decision Making in Spinal Care:Lumbal Disk Disease and Low Back Pain. United States: Thieme; 2007.
41
B-3 PEMERIKSAAN FISIK LEHER
Pemeriksaan fisik leher terdiri dari pemeriksaan tekanan vena jugularis (JVP), pemeriksaan kaku kuduk, dan pemeriksaan kelenjar tiroid . Indikasi PF leher
Pasien dicurigai adanya infeksi yang menyebabkan pembesaran kelenjar getah bening, edema jugular, dan kelainan kardiovaskular (seperti dekom kanan misalnya). Kontraindikasi
Apabila dicurigai adanya trauma leher karena apabila PF ini tetap dilakukan pada trauma leher dapat memperparah trauma tersebut. Dasar Teori
Untuk tujuan deskriptif, daerah leher dibagi menjadi dua area segitiga yang dibatasi oleh otot sternomastoid. Kedua area tersebut adalah segitiga anterior dan segitiga posterior (lihat gambar).
Sekarang identifikasi struktur berikut: 1) Tulang hyoid yang mobile, terletak tepat di bawah mandibula 2) Kartilago thyroid, dapat diidentifikasi melalui tonjolan (notch) pada batas superiornya 3) Kartilago krikoid 4) Cincin tracheal 5) kelenjar thyroid.
Untuk segitiga anterior, dibatasi mandibula (superior), otot sternomastoid (lateral), dan garis tengah leher (medial). Sedangkan untuk segitiga posterior dibatasi oleh otot sternomastoid dan trapezius, dan klavikula. Di dalam sternomastoid, berjalan pembuluh darah besar leher: arteri karotid dan vena jugularis interna. Vena jugularis eksterna melewati bagian atas permukaan sternomastoid secara diagonal dan dapat membantu pada percobaan untuk mengidentifikasi tekanan vena jugularis.
Isthmus kelenjar thyroid terletak melintang melintasi trachea di bawah krikoid. Lobus
lateral pada kelenjar ini melengkung ke posterior mengelilingi sisi trakea dan esofagus. Kecuali di garis tengah, kelenjar thyroid ditutupi oleh otot pelilit yang tipis. Pada bagian ini, hanya sternomastoid yang terlihat. Pada perempuan, kelenjar ini lebih besar dan lebih mudah dipalpasi. 42
Nodus limfa kepala dan leher diklasifikasikan dalam banyak cara. Salah satunya ditunjukkan pada gambar, dengan arah drainasenya. Aliran cervical profunda sebagian besar ditutupi otot sternomastoid, tetapi pada ujungnya, nodus tonsillar dan supraklavikular dapat terpalpasi. Nodus submandibular terletak superfisial terhadap kelenjar submandibular, oleh karena itu harus dapat dibedakan. Nodus biasanya bulat atau oval, halus, dan lebih kecil daripada kelenjar. Kelenjar lebih besar dan berlobus, memiliki permukaan yang cukup irregular. Pengetahuan tentang sistem limfatik penting untuk klinis Kapanpun
keganasan atau inflamasi terobservasi, lihat keterlibatan nodus limfa regional yang melaluinya; kapanpun nodus membesar atau nyeri, lihat sumbernya, seperti infeksi pada area yang dilaluinya.
II. Pemeriksaan kaku kuduk
a. b. c. d.
III. Pemeriksaan kelenjar tiroid a. As usual , perkenalkan diri, kasih penjelasan, dan minta izin ke pasien tentang
b. c. d. e.
f. g. Nah, sekarang mari kita ulangi kembali hal-hal apa saja yang dilakukan pada PF leher.
I. Pemeriksaan JVP a. Perkenalkan diri, beri penjelasan mengenai pemeriksaan yang akan kita lakukan, dan meminta izin kepada pasien. b. Minta pasien untuk tidur telentang dengan bantal yang ditumpuk (kira-kira sudut 300-450) c. Tekan vena dengan 1 jari di sebelah atas klavikula d. Kemudian, tekan vena di sebelah atas dekat mandibula dengan jari yang lain e. Lepaslah tekanan vena sebelah bawah (dekat klavikula tadi) f. Perhatikan kedut terisinya vena g. Hitung jarak dengan bidang datar yang melalui angulus ludovici (bagian datar di bawah klavikula), pake penggaris 2 buah yah.. ^^ h. Tinggi tekanan vena yang diukur nilai normalnya = 5-2 cm H 20. Kalo nilainya 5-1, 5+2, 5-3, dll itu gak normal. Dari catatan, kalau 5-3 cm H 2O berarti pasiennya terkena dehidrasi. Jangan lupa untuk melakukan pemeriksaan dengan gentle dan menyenangkan.
Seperti biasa, perkenalkan diri, kasih penjelasan, dan minta izin ke pasien tentang pemeriksaan yang akan dilakukan Minta pasien telentang tanpa bantal dengan posisi tungkai lurus ke depan Letakkan tangan kita di belakang kepala pasien dan lakukan fleksi leher pada pasien Laporkan hasil pemeriksaan, contoh: kalo pasiennya bisa fleksi, laporkan kalau tidak ditemukan kelainan pada pasien.
h.
i.
j.
pemeriksaan Minta pasien untuk duduk dan sedikit mengekstensikan kepalanya Lakukan inspeksi. Yang dilihat: apakah ada pembesaran tiroid (kalau ada laporkan panjang, lebar, dan dalam tiroidnya), perhatikan tanda radang. Berdiri di belakang pasien Lakukan palpasi dengan menggunakan ujung jari dari kedua tangan dimulai dari mandibula, submentalis, preauricular, retroauricular, dan occipital. Pemeriksaan ini untuk memeriksa kelenjar getah bening. Apabila teraba benjolan, laporkan lokasinya, panjang, lebar, tebal, konsistensi, mobile/immobile, apakah ada nyeri tekan. Lakukan palpasi pada regio tiroid dengan menggunakan ujung jari. Periksa apakah ada benjolan/tidak. Jika ada, laporkan karakteristik benjolannya . Minta pasien untuk menelan. Yang normal: Tiroid bergerak seirama dengan gerakan menelan. Apabila ada benjolan biasanya tidak bergerak seirama dengan gerakan menelan. Memeriksa seluruh kelenjar tiroid pada daerah segitiga anterior dan posterior (gambar bisa dilihat di bagian dasar teori paling atas). Laporkan apakah ada benjolan/tidak Auskultasi dengan menggunakan stetoskop. Apabila terdengar adanya bruit (bunyi seperti bunyi angin yang memasuki celah sempit), artinya terdapat aliran yang terhambat di pembuluh darah. Laporkan semua hasil pemeriksaan dengan benar
Jangan lupa yaa untuk meriksa dengan benar, gentle, dan menyenangkan NB: Kalau ada yang kurang atau ada kritik tentang tentir PF leher, ditunggu loh ^^
Daftar Pustaka 1. Checklist KKD dan pesan dari dokter fasilitator 2. Bates physical examination 43
dalam sistem respirasi dan pencernaan. Orofaring ditempati oleh 2 pasang tonsil yaitu tonsil palatin dan lingual . Laringofaring atau hipofaring dimulai dari bagian tulang hyoid dan ujung bawahnya berbatas dengan esofagus di bagian posterior dan laring di bagian depan. Sama halnya dengan orofaring, laringofaring juga merupakan saluran untuk sistem pencernaan dan respirasi. Jadi…ringkasannya, j alan napas atas terdiri dari mulut dan hidung pharynx . Umumnya manusia bernafas melalui hidung, namun bila terpaksa manusia bernafas melalui mulut. Udara yang berasal dari lingkungan memiliki suhu dan kelembaban yang berbeda dengan tubuh. Ketika melalui hidung udara pernafasan dilembabkan dan dihangatkan. Udara juga mengalami penyaringan dari debu dan kotoran oleh rambut-rambut hidung. Udara yang melewati hidung atau mulut akan melewati pharynx (orofaring dan nasofaring).
B-4 PEMERIKSAAN JALAN NAPAS Teman- teman 2009 tercinta, belum bosen kan baca tentirnya? Ayo semangad…:D. Nah untuk tentir KKD kali ini, kita akan membahas pertolongan pertama pada orang yang mengalami sumbatan jalan napas dan juga sekalian oksigenasi. Saluran napas yang biasanya tersumbat adalah saluran napas atas. Oleh karena itu, intip dulu yuk anatomi salura n napas atasnya…
Hidung 1
Hidung memiliki bagian eksternal yaitu yang bisa dilihat dari luar termasuk kartilago septal nasal, kartilago nasal lateral, dan kartilago alar. Namanya juga kartilago, makanya mereka dibentuk oleh tulang dan hyalin. Tulang dan kartilago hyalin ini dilapisi oleh otot dan kulit serta membran mukosa. Hidung bagian eksternal memiliki fungsi: menghangatkan, melembabkan, dan menyaring udara yang masuk mendeteksi stimulus olfaktori memperbesar vibrasi suara ketika melewati ruang resonansi Hidung bagian internal bergabung dengan hidung bagian eksternal di bagian depan, dan terhubung dengan faring di bagian belakang melalui 2 bukaan yaitu nares internal atau choanae. Hidung bagian internal terdiri dari rongga hidung yang pada bagian anterior langsung berbatas dengan lubang hidung yang disebut vestibulum nasalis . Rongga hidung ini dibagi menjadi 2 oleh septum nasalis menjadi bagian kanan dan kiri.
Eitss…jangan lupakan saluran na pas bawah juga, cek: Faring
1
Berbentuk tabung (corong) berukuran 13 cm yang dimulai dari nares internal dan memanjang ke kartilago krikoid, dan di bagian paling bawahnya terdapat laring (kotak suara). Faring berfungsi sebagai saluran untuk udara dan makanan lewat, menjadi ruangan untuk resonansi suara dan tempat tonsil. Faring dibagi menjadi tiga yaitu nasofaring, orofaring dan laringofaring. Nasofaring terletak di posterior rongga hidung dan memanjang ke palatum mole (bagian yang lunak). Nasofaring menerima udara melalui nares internal, dan mempertukarkan sedikit udara tersebut dengan tuba auditorius untuk menyeimbangkan tekanan udara antara faring dan telinga bagian tengah. Orofaring merupakan bagian tengah faring, yang terletak di posterior rongga mulut dan memanjang dari palatum molle menuju tulang hyoid ke arah bawah. Fungsinya sebagai saluran untuk udara, air, dan makanan. Dengan kata lain, orofaring berfungsi
Pada akhir faring saluran bercabang menjadi dua. Bagian depan/anterior adalah laring yang merupakan saluran nafas, sedangkan bagian belakang/posterior adalah esophagus yang merupakan baguan dari saluran cerna. Sebelum melewati laring akan didapatkan epiglotis (katup memisahkan saluran nafas dan cerna). Setelah melewati laring udara masuk ke trakea bronkus bronkeolus alveolus.1 Back to the topic , sumbatan jalan nafas merupakan salah satu penyebab kematian utama
yang kemungkinan masih dapat diatasi. Penolong harus dapat mengenal tanda-tanda dan gejala-gejala sumbatan jalan nafas dan menanganinya dengan cepat walaupun tanpa menggunakan alat yang canggih. Kita dapat mengetahui adanya sumbatan jalan nafas dengan cara sebagai berikut: 2 LOOK : lihat pergerakan dada atau perut LISTEN: dengarkan suata pernapasan dari mulut atau hidung, perhatikan apakah ada suara yang abnormal FEEL: rasakan aliran udara yang keluar dari hidung atau mulut Selain itu, ada hal-hal lain yang harus diperhatikan: Penurunan kesadaran dan agitasi (gaduh dan gelisah)
hipoksia
Sianosis
44
Pada korban yang mengalami luka bakar harus dicurigai adanya trauma inhalasi atau terhirupnya gas beracun. Pada korban yang menolak berbaring karena alasan tidak nyaman dicurigai adanya gangguan saluran nafas
Nah, gangguan napasnya itu tandanya apa? Ini dia: Adanya suara nafas tambahan baik saat ekspirasi maupun inspirasi. Adanya retraksi (penarikan ke dalam) otot bantu pernafasan : suprasternal,
intercostal, sternomasitoid, dan pernafasan cuping hidung. Sianosis yang dapat dilihat di ujung jari dan bibir.
Jenis sumbatan dapat berupa benda padat, cair, atau bagian tubuh itu sendiri. Contoh
sumbatan yang sering: Makanan Gigi palsu Muntahan Lidah pada orang yang tidak sadar. Jaringan tubuh disepanjang jalan nafas yang mengalami pembengkakan dan luka potensial.
Sumbatan jalan napas ada yang total ada yang parsial. 2,5 1. Pada sumbatan jalan nafas total tidak terdengar suara nafas atau tidak terasa
adanya aliran udara lewat hidung atau mulut. Terdapat pula tanda tambahan yaitu adanya retraksi pada daerah supraklavikula dan sela iga bila penderita masih bisa bernafas spontan dan dada tidak mengembang pada waktu inspirasi. Pada sumbatan jalan nafas total bila dilakukan inflasi paru biasanya mengalami kesulitan walaupun dengan tehnik yang benar. Selain itu memperlihatkan tanda-tanda universal ( universal sign of choking ) : • Korban memegang lehernya • Tidak bisa bicara, bernafas ataupun batuk • Kesadaran dapat dengan cepat menurun. • Yang berusaha bernafas, tampak sebagai gerakan paradoksal dada dan perut (see-saw breathing) . 2.
Pada sumbatan jalan nafas parsial terdengar aliran udara yang berisik dan
kadang-kadang disertai retraksi. Bunyi lengking menandakan adanya laringospasme, dan bunyi seperti orang kumur menandakan adanya sumbatan oleh benda asing. Tambahannya: • Masih bisa bernafas dan bicara (bagi yang sadar) tidak adekuat dan kurang memadai. • Pada pasien yang pernafasannya masih baik punya reflek batuk
•
Terdengar suara nafas tambahan baik ekspirasi maupun inspirasi. Suara nafas tambahan pada sumbatan airway parsial antara lain: o Mengorok (snoring) Biasanya disebabkan jatuhnya pangkal lidah ke belakang pada korban yang tidak sadarkan diri. Suara mengorok biasanya terdengar terutama saat mengeluarkan nafas. o Berkumur-kumur (gurgling) Dihasilkan bila cairan atau benda semi cair (ex: darah, muntah, lendir) menyumbat jalan nafas. o Stridor Suara keras mirip burung gagak yang terdengar saat inspirasi. Terjadi bila ada peradangan dan pembengkaan laring. Dapat ditemukan pada bayi yang mengalami infeksi saluran nafas, luka inhalasi atau terhirupnya gas beracun, cedera langsung pada laring.
Kalo di batuk-batukin ga keluar juga sumbatannya, kita bisa lakukan dua hal: 2 Back blow: Lakukan 3 sampai 5 kali pukulan dengan pangkal telapak tangan diatas tulang belakang korban diantara kedua tulang belikatnya. Jika mungkin rendahkan kepala dibawah dadanya untuk memanfaatkan gravitasi. Heimlich Manuever : Bila dengan back blow tidak berhasil, segera lakukan maneuver ini. Segera penolong berdiri di belakang korban, satu kaki penolong letakkan diantara kedua kaki korban, rangkul korban dari belakang. Tujuan kaki diletakkan di anatar kedua kaki korban adalah karena korban bisa saja tiba-tiba pingsang, sehingga dengan posisi seperti ini akan membantu penolong untuk dapat berdiri dengan stabil. Letakkan genggaman pada titik hentak, letakkan sisi ibu jari dari tangan yang terkuat (kanan atau kiri) lalu letakkan telapak tangan yang satunya pada tangan yang terkuat tadi. Letakkan di atas pusar Berikan tekanan ke arah atas dan dalam (upward and inward) Lakukan hentakan 5 kali Sebelum melakukan kedua hal ini, JANGAN LUPA IZIN KE KORBAN TERLEBIH DAHULU!!, karena tindakan ini lumayan bikin sakit. Heimlich maneuver akan mengangkat diafragma dan memaksa udara keluar dari paru-paru dan membuat batuk buatan. 45
Jika korban tidak sadar?
Tes dulu kesadarannya dengan AVPU: Alert: diguncang2kan korbannya o Voice: dipanggil2, diajak bicara o Pain : beri ransang nyeri pada sternum, atau pada tulang alis o o Unresponsive: korban tidak bereaksi terhadap rangsang apapun yangdiberikan oleh penolong. Tidak membuka mata, tidak bereaksi terhadap suara atau sama sekali tidak bereaksi pada rangsang nyeri. Jika ternyata positif tidak sadar, langsung aktifkan SPGDT Lalu kita buka jalan napasnya ( Open airway): bisa dengan head tilt chin lift, atau triple airway maneuver (head tilt, chin lift, open mouth). Namun, perhatian untuk yang mungkin dicurigai adanya cedera servikal, buka jalan napas dengan jaw thrust. Jika sumbatan padatan terlihat, ambil segera dengan sapuan jari. Jika ternyata cairan, dapat diambil dengan memasukkan tangan yang sudah dilapisi kassa untuk menyerap cairan yang berada di dalam mulut, atau kepala korban dapat dimiringkan ke samping (jika tidak ada cedera servikal) untuk dapat mengeluarkan cairan. Atau lebih bagus lagi kalo ada alat suction , langsung bisa disedot cairannya.. Ingat ya ! tindakan ini dilakukan HANYA jika penolong dapat melihat adanya sumbatan, sehingga jangan dipaksakan jika memang sumbatan tidak terlihat. Jika ternyata sumbatan sudah keluar, kita perhatikan korban, apabila ternyata ia tetap sulit bernapas, kita dapat memberikan napas tambahan sebanyak 2 kali. Caranya? o Pertahankan posisi jalan napas ( triple airway maneuver) o Tutup hidung korban o Berikan napas buatan dengan mulut penolong menutupi seluruh mulut korban karena tujuannya adalah ingin memasukkan udara ke paru-paru korban, sehingga JANGAN sampai ada udara yang bocor. o Berikan pernapasan biasa, penolong jangan memaksakan dengan inspirasi maksimal Jarak antara satu napas tambahan dengan o napas tambahan selanjutnya jangan terlalu cepat, berikan kesempatan dada mengembang dan mengempis terlebih dahulu. Jika korban sudah mulai bernapas kembali, o untuk membantu pernapasan korban kita dapat menggunakan oropharyngeal tube . o Oropharyngeal tube harus diukur terlebih dahulu o Lalu mulai masukkan oropharyngeal tube
o
dengan ujung tube menghadap langit2 mulut, lalu diputar ke bawah. Bingung? Liat gambar.. Pemasangan tube ini dapat membuat muntah, sehingga pasien harus tidak sadar Nah, tadi kan jika sumbatan terlihat, jika sumbatan tidak terlihat kita dapat melakukan abdominal thrust . Caranya mirip2 kayak CPR. 2 Abdominal thrust dilakukan terus sampai 5 atau 6 kali. Bagaimana tanda sumbatan sudah keluar? Yaaaa sumbatannya tau2 nanti mental dari mulutnya. Atau jika pasien sudah bisa mulai bernapas spontan.
Wah, tadi banyak juga ya alat- alatnya, biar ga bingung, pelajari yuk satu per satu…
Alat bantu jalan napas adalah peralat an yang diranca ng khusus untuk membantu mempertahankan terbukanya jalan napas, dapat digun akan pada awal penang anan pasien yang tidak responsif dan dilanjutkan sepanjang perawatan. Alat bantu jalan napas yang paling umum digunakan pada penderita adalah pipa orofaring dan pipa nasofaring. Oro - berarti mulut, naso - berarti hidung dan faring berarti tenggorokan. Pipa orofaring dimasukkan ke dalam mulut dan membantu menjaga agar lidah tidak jatuh ke belakang ke arah faring. Pipa nasofaring dimasukkan melalui hidung dan berhenti di faring, juga membantu menjaga lidah menutupi jalan napas. 3,4 Beberapa kaidah umum penggunaan pipa orofaring dan pipa nasofaring: 1) Gunakan alat bantu jalan napas pada semua pasien yang tidak sadar yang tidak menunjukkan adanya gag reflex (reflek muntah). 2) Buka jalan napas pasien secara manual terlebih dahulu sebelum menggunakan alat bantu jalan napas . 3) Masukkan pipa secara hati-hati jangan sampai mendorong lidah pasien ke dalam faring. 4) Jangan melanjutkan memasukkan pipa jika pasien mulai menunjukkan reflek muntah. 5) Jika pipa telah terpasang pada tempatnya, Anda harus mempertahankan head-tilt, chin lift atau jaw-t hrust dan memonitor jalan napas. 46
6) 7)
Lakukan penghisapan jalan napas pasien untuk membersihkan sekresi yang timbul saat pipa telah terpasang pada tempatnya. Jika pasien mulai sadar atau reflek muntah mulai muncul, lepaskan pipa secepatnya.
Pipa Orofaring
3,4
Pipa orofaring adalah peralatan berbentuk kurva, biasanya terbuat dari plastik yang dapat dimasukkan ke dalam mulut pasien. Penggunaan yang benar dari alat ini dapat mengurangi kemungkinan jalan napas penderita mengalami obstruksi. Alat ini tidak efektif jika ukuran yang digunakan tidak sesuai. Ukuran yang sesuai dapat diukur dengan membentangkan pipa dari sudut mulut pasien ke arah ujung daun telinga (bagian lobulus) sisi wajah yang sama. Metode lain untuk mengukur pipa yaitu dengan mengukur dari tengah mulut pasien ke arah sudut tulang rahang bawah.
menyumbat jalan napas. Metode ini lebih dipilih untuk memasukkan pipa pada bayi atau anak. Pipa Nasofaring 3,4
Pipa nasofaring lebih menguntungkan karena sering tidak menimbulkan reflek muntah. Sehingga diperbolehkan digunakan bagi pasien dengan kesadaran yang menurun namun reflek muntahnya masih baik. Keuntungan lain adalah dapat digunakan walau gigi mengatup rapat atau terdapat cedera pada mulut. Agar efektif, ukur pipa nasofaring dari lubang hidung pasien ke lobulus telinga atau ke sudut rahang pasien. Memilih panjang yang benar akan memastikan diameter yang sesuai. Peringatan: Jangan mencoba menggunakan pipa nasofaring jika ada bukti keluarnya cairan bening (cairan serebrospinal) dari hidung atau telinga . Keadaan ini
mengindikasikan fraktur tulang tengkorak pada daerah yang akan dapat dilalui pipa. Pada keadaan darurat pada waktu tidak dijumpai pipa nasofaring dapat menggunakan
Langkah-langkah memasukkan pipa orofaring: 1. Tempatkan pasien pada posisi terlentang dan gunakan teknik chin lift-head tilt/jaw thrust untuk mengamankan jalan napas secara manual. 2. Silangkan ibu jari dan jari telunjuk tangan yang sama dan letakkan pada gigi bagian atas dan bawah di sudut mulut pasien. Lebarkan/jauhkan jari Anda untuk membuka rahang pasien ( teknik crossed - finger ). 3. Masukkan pipa secara terbalik (ujung pipa ke langit-langit) dan jalankan sepanjang dasar mulut pasien, melewati jaringan lunak menggantung dari belakang (uvula), atau hingga anda menemukan tahanan melawan palatum mole. 4. Putar pipa 180 o dengan hati-hati, sehingga ujungnya mengarah ke bawah ke faring pasien. 5. Tempatkan pasien non-trauma dalam posisi head-tilt . Jika ada kemungkinan cedera spinal, pertahankan stabilisasi leher sepanjang waktu manajemen jalan napas. 6. Periksa dan lihat respon penderita setelah pipa terpasang. Pertimbangkan apakah pipa sudah terpasang dengan baik. Jika pipa terlalu panjang atau pendek, lepas dan ganti dengan ukuran yang sesuai. 7. Tempatkan masker yang akan Anda gunakan untuk ventilasi pasien di atas alat bantu jalan napas. 8. Monitor pasien dari dekat. Jika ada gag reflek, lepaskan alat bantu jalan napas segera. Lepaskan alat bantu jalan napas dengan mengikuti lekukan anatomis. Anda t idak p erlumem utar a lat saa t mel epasnya .
pipa endotrakheal yang dimodifikasi (dipendekkan).
Metode ini akan mencegah terdorongnya lidah pasien ke belakang. Cara lain, masukkan pipa dengan ujung yang telah mengarah ke bawah ke arah faring pasien, gunakan depressor lidah untuk menekan lidah ke bawah depan untuk mencegahnya
konsentrasi tinggi pada pasien yang bernafas. Peralatan ini harus dipasang dengan benar pada wajah pasien sehingga benar-benar tersegel dan dihantarkan oksigen konsentrasi tinggi. Reservoir bag harus dikembangkan sebelum masker dipasang pada wajah pasien. Untuk mengembangkan reservoir bag , gunakan jari Anda untuk
Untuk memasukkan pipa nasofaring ikuti langkah-langkah berikut: 1. Tempatkan pasien pada posisi terlentang dan gunakan teknik chin lift-head tilt/jaw thrust untuk mengamankan jalan napas secara manual. 2. Lubrikasi bagian luar pipa dengan lubrikan berbahan dasar air sebelum dimasukkan. Substansi seperti jelly dan bahan lain dapat merusak jaringan yang melapisi rongga hidung dan faring dan meningkatkan resiko infeksi. 3. Dorong dengan hati-hati ujung hidung ke atas. Hampir semua pipa nasofaring dirancang untuk digunakan pada lubang hidung kanan. Bevel (bagian sudut ujung selang) harus menghadap dasar lubang hidung atau septum nasi. 4. Masukkan pipa ke dalam lubang hidung. Majukan terus hingga bagian pinggir pipa berhenti dan tertahan kuat pada lubang hidung pasien. JANGAN PERNAH MENDORONG KUAT , jika sulit untuk memajukan pipa tarik keluar dan coba pada lubang hidung yang lain. Rebreathing Mask
3,4
Masker dengan lubang pada sisinya, pemakainnya pada pemberian oksigen lebih baik dibandingkan pada kanul hidung karena konsentrasi oksigen yang dihasilkan lebih tinggi yaitu sekitar 35-60%. Non Rebreathing Mask 3,4 Masker nonrebreather adalah cara terbaik bagi penolong untuk memberikan oksigen
47
menutup exhaust port atau penghubung antara masker dan reservoir. Reservoir harus selalu terisi dengan oksigen yang cukup sehingga tidak akan mengempis lebih dari sepertiga saat pasien melakukan inspirasi terdalam. Ini dapat dipertahankan dengan aliran oksigen yang tepat (10-15 liter per menit). Udara yang dikeluarkan pasien tidak dapat kempali ke reservoir (tidak untuk bernafas lagi – non rebreathed ). Udara ekspirasi akan keluar melalui katup flutter pada bagian wajah. Masker ini akan memberikan konsentrasi oksigen bervariasi antara 80-90%. Laju aliran minimal 8 liter per menit. Aliran maksimal bervariasi antara 12-15 liter, tergantung pada perusahaan pembuatnya. Desain baru dengan satu lubang darurat pada masker, sehingga pasien dapat tetap menerima oksigen atmosfer jika sistem penyuplai oksigen gagal. Model ini akan menjaga masker tetap bisa menghantarkan oksigen 100% namun keamanan didapatkan. Masker ini sangat baik untuk digunakan pada pasien dengan pernapasan yang tidak adekuat atau yang mengalami sianosis (biru atau abu-abu), dingin, lembab, nafas pendek, atau menderita nyeri dada, atau perubahan status mental.
Setelah dipasang alat-alat untuk tetap membuka jalan napas, diharapkan korban dapat bernapas sendiri dengan lancar. Namun…kalau tidak bisa, kita harus melakukan oksigenasi. Oksigenasi adalah memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh dengan cara melancarkan saluran masuknya oksigen atau memberikan aliran gas oksigen (O2) sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam tubuh. Tujuannya untuk mempertahankan oksigen yang adekuat pada jaringan, menurunkan kerja paru-paru dan jantung. Indikasinya apa saja? Mangga atuh disimak… 3,4 1.
Jangan salah teman, ternyata suplementasi oksigen ini tidak direkomendasikan pada: Pasien dg keterbatasan jalan napas yg berat dengan keluhan utama dispneu, tapi dengan PaO2 >60mmHg dan tidak mempunyai hipoksia kronis Pasien yg meneruskan merokok kemungkinan prognosis buruk dan dapat meningkatkan risiko kebakaran Pasien yg tidak dapat menerima terapi adekuat
Nasal Kanula dan Masker Oksigen
Nasal Kanula dan Selang Oksigen
Terapi oksigen jangka pendek
2.
PaO2 istirahat 56-59 mmHg atau saturasi O 2 89% pada salah satu keadaan: Edema karena CHF P pulmonal terjadi pada pemeriksaan EKG (gel P >3mm pd lead II, III, aVF) Eritrosemia (hematokrit >56%) Pemberian Oksigen tidak kontinyu pada saat: Selama latihan : PaO2 <55mmHg atau Sat O 2 <88% Selama tidur : PaO 2 <55mmHg atau sat O 2 <88% dengan komplikasi seperti hipertensi pulmoner, somnolen dan aritmia
Hipoksemia akut (PaO2 <60mmHg; Saturasi O2 <90%) Cardiac arrest dan respiratory arrest Hipotensi (TD sistolik <100 mmHg) Curah jantung rendah dan asidosis metabolik (bikarbonat <18 mmol/L) Respiratory distress (frek napas >24x/menit)
Terapi oksigen jangka panjang
Pemberian oksigen secara kontinyu pada saat: PaO2 istirahat <55mmHg atau saturasi O 2 <88% 48
Ventilasi dengan Bagging: 3,4,5 1. Pasti kan aiway dengan head tilt dan chin lift , singkirkan semua sumbatan yang ada
2. 3. 4.
Jika perlu gunakan OPA jika saluran napas tersumbat atau pasien tidak sadar Tentukan ukuran OPA dengan melihat ukuran dari sendi rahang bawah Masukan OPA dari samping mulut dengan bagian yang cembung berhadapan dengan lidah, setelah masuk sampai faring, putar OPA 180 derajat. 5. Ambil masker bagging yang cocok, sambungkan dengan supply oksigen dengan flow rate 15 L permenit 6. Pasang masker dengan tangan kiri dan membentuk huruf C, dimana jempol akan menahan yang bagian hidung dan sisa keempat jari berada pada dagu. Dilakukan tetap pada posisi head tilt dan chin lift. 7. Gunakan tangan yang bebas untuk kompresi dengan kecepatan 10 kompresi permenit
B-5 TENTIR INJEKSI INTRAMUSKULAR
Obat dapat diserap melalui injeksi intramuskular bergantung pada besarnya aliran darah ke tempat injeksi dan komposisi lemak dibandingkan otot ditempat tersebut. Obat dapat dimodulasi sampai batas tertentu akbat adanya panas lokal, massage , atau olahraga. Secara umum, tingkat penyerapan di otot deltoid atau vastus lateralis lebih cepat dari pada injeksi pada otot gluteus medius. Tingkat penyerapan di otot gluteus medius lebih lambat lagi pada wanita. Kelebihan injeksi intramuskular adalah obat yang disuntikkan dalam bentuk solution, oil, atau depot akan diserap dengan lambat dan konstan. Pertimbangan utama dalam pemilihan lokasi injeksi intramuskular adalah memilih lokasi yang jauh dari pembuluh darah besar, saraf dan tulang. 1 -
Wuahh…akhirnya selesai juga pembahasan mengenai pemeriksaan jalan napas…:D. Sekian persembahan dari kami, kelompok KKD B4, ada Adiba, Herli, Irsa, Jeffry, Lyries, Rido dan William. Mohon maaf ya jika banyak kekurangan. Semoga membantu. Selamat belajar, teman- teman semuanya. Tetap semangad lanjut baca bagian berikutnya ya…
-
Referensi:
1. 2. 3. 4. 5.
Tortora GJ, Derrickson BH. Principles of anatomy and physiology: the respiratory system. 12th ed. Vol 2. Asia: John Wiley & Sons, Inc; 2009, p. 875-9. Burton NL, Birdi K. Clinicals Skill for OSCEs. 2nd edition. UK: Informa Health Care; 2006. p. 275-95 http://www.scribd.com/doc/4031584/OKSIGENASI http://www.scribd.com/doc/12878839/2Terapi-Oksigen-Dan-Penatalaksanaan-JalanNapas http://www.scribd.com/doc/14563519/Prosedur-Penatalaksanaan-Obstruksi-PadaJalan-Nafas-Remaja
Indikasi untuk injeksi intramuskular o pasien yang tidak kooperatif obat tidak dapat diberikan secara peroral o Kontraindikasi untuk injeksi intramuskular adalah daerah yang inflamasi, udem, teriritasi, tahi lalat, tanda lahir, jaringan parut o kelainan koagulasi o penyakit vaskuler perifer o o syok o pasca terapi trombolitik o
-
acute myocardial infarction
Komplikasi yang dapat terjadi pada injeksi intramuskular : Rasa tidak nyaman dan nyeri; bisa terjadi memar atau bengkak pada tempat injeksi Berpotensi mencederai nervus yang berdekatan dengan situs injeksi Jangka panjang: fibrosis otot dan kontraktur, abses pada tempat injeksi, gangrene dan cedera saraf (nervus radialis), infeksi hepatitis B dan C atau HIV Tidak merotasi lokasi pada pasien dengan injeksi berulang mengakibatkan obat yang tidak terabsorbsi. Deposit tersebut efek farmakologi yang diinginkan sehingga menyebabkan abses atau fibrosis jaringan
Tabel availabilitas (Table from Katzung ) Rute pemberian
Bioavailabilitas (%)
Intravena (IV) Intramuskular (IM) Subkutan (SC) Oral (PO) Rectal (PR) Inhalasi Transdermal
100 75 sampai ≤ 100 75 sampai ≤ 100 5 sampai < 100 30 sampai < 100 50 sampai < 100 80 sampai <100
Karakteristik
Onset paling cepat Untuk volume besar; mungkin terasa sakit Volume < IM; mungkin terasa sakit Paling nyaman; first-pass metabolism (+) First pass metabolism lebih rendah dibanding oral Onset cukup cepat (masih di bawah IV) Absorpsi sangat lambat, durasi kerja panjang,
49
Terdapat 4 tempat utama Injeksi Intramuskular, yaitu: 3
Deltoid
Volume suntikan ideal adalah antara 2-4 ml. Minta pasien berbaring ke samping dengan lutut sedikit fleksi. Indikasi : dosis 1 – 3 cc, (≤ 5 cc), 20 – 23 gauge, 1 – ½ inch jarum, sudut 90⁰ KontraIndikasi: anak < 2 tahun atau OP berbadan kurus Langkah: OP berbaring miring atau telentang, kemudian menekuk lutut dr sisi injeksi atau memutar ke arah dalam jari kaki untuk merotasi paha. Temukan spina iliaka posterior garis penghubung ke trochanter terbesar atau 5 – 7,6 cm di bawah puncak iliaka. Area: di atas dari titi k tengah garis khayal tersebut
Ventro Gluteal (M. Gluteus Medius)
Mudah dan dapat dilakukan pada berbagai posisi, Namun kekurangannya adalah area penyuntikan kecil, jumlah obat yang ideal (antara 0,5 – 1 mm). Volume suntikan ideal adalah antara 1 – 4 ml dan maksimal 5 ml. Jarum disuntikan kurang lebih 2,5 cm tepat dibawah tonjolan akromion. Organ penting yang dapat terkena adalah arteri Brachialis atau nervus radialis. Hal ini terjadi apabila kita menyuntik terlalu jauh kebawah. Minta pasien untuk meletakkan tangan di pinggul seperti gaya seorang pragawati, dengan demikian tonus ototnya akan berada pada kondisi yang mudah disuntik dan dapat mengurangi nyeri.
Dorso Gluteal (M. Gluteus Lateralis)
Indikasi : org dewasa dan anak < 7 bulan Dosis obat 1 – 3 cc, 20 – 23 gauge, 1 – ½ inch jarum Langkah : o Posisikan OP telentang lateral o Letakan tangan kanan anda pada pinggul kiri pasien pada Trochanter Mayor atau sebaliknya posisikan jari telunjuk sehingga menyentuh SIAS. Kemudian gerakkan jari tengah anda sejauh mungkin menjauhi jari telunjuk sepanjang crista iliaca. Maka jari telunjuk dan jari tengah anda akan membentuk huruf “V”. Suntikan jarum ditengah-tengah huruf V, maka jarum akan menembus M.Gluteus Medius. o Volume suntikan ideal antara 1 – 4 ml o Lokasi ini cocok untuk anak di atas usia 7 tahun dan dewasa. Posisi saat injeksi telungkup, telentang atau miring. Namun paling memudahkan dalam posisi miring dengan lutut di tekuk dan agak dinaikkan menuju dada.
Paling mudah dilakukan, namun angka terjadinya komplikasi paling tinggi Hati-hati terhadap n.sciatus dan arteri glutea superior. 50
Vastus Lateralis
sampai gelembung udaranya tidak ada lagi atau pindah ke atas. Kenapa gak boleh ada udara? Soalnya. Udara itu kalo masuk ke pembuluh darah bisa bikin emboli. Setelah syringe diisi dengan jumlah obat yang dibutuhkan, lokasi penyuntikan harus terlebih dahulu ditentukan, apakah gluteus medius, ventrogluteal, atau vastus lateralis. Kemudian, daerah suntikan yang ditentukan harus diantisepsis dengan pengusapan alkohol. Pengusapan ini dilakukan untuk mensterilkan tempat penyuntikan untuk menghindari masuknya bakteri baik flora normal maupun bakteri patologis ke dalam tubuh akibat trauma suntikan. Dalam hal ini, digunakan alkohol 70% karena kadar alkohol tersebut merupakan kadar alkohol yang bersifat bakterisidal. Setelah diusap, tunggu hingga alkohol tersebut kering. Jangan mengipas atau memberikan angin sehingga alkohol tersebut cepat kering karena hal tersebut hanya mendorong bakteri ke tempat yang telah dilakukan antisepsis. Setelah dilakukan tindakan antisepsis, daerah suntikan diregangkan dengan jari jempol dan telunjuk. Hal ini bertujuan untuk memfiksasi kulit di atas tempat suntikan. Kemudian, jarum ditusukkan ke tempat suntikan dengan sudut 90 0 dengan cepat dan lurus hingga ke otot. Gerakan ini dilakukan oleh pergelangan tangan. Panjang jarum yang dimasukkan yaitu sekitar ¾ panjangnya supaya mencapai daerah otot.
Pada orang dewasa M. Vastus Lateralis terletak pada sepertiga tengah paha bagian luar. Pada bayi atau orang tua, kadang-kadang kulit diatasnya perlu ditarik atau sedikit dicubit untuk membantu jarum mencapai kedalaman yang tepat. Indikasi : bayi dan anak < 7 mo Dosis obat 1 – 4 ml (1 – 3 ml u/ bayi) Langkah: o Posisikan OP telentang atau duduk o Temukan trochanter terbesar dan kondilus femur lateral. Area suntik : 1/3 tengah dan aspek antero lateral paha Volume ideal antara 1 – 5 ml (untuk bayi 1 - 3 ml). o Sumber: Immunization Action Coalition. Diambil dari www.immunize.org/catg.d/p2020.pdf.
Injeksi Intramuskular 4,5,6
Penyuntikan intramuskular merupakan cara memasukkan obat/zat lain ke dalam tubuh melalui jalur parenteral. Parenteral berasal dari bahasa Yunani, yaitu para enteron (selain pencernaan) yang bisa melalui jalur intravena, sublingual, dan salah satunya intramuskular. Cara penyuntikan intramuskular
Nah, sebelum kita menginjeksikan obat yang sudah kita ambil dari ampulnya. Cek terlebih dahulu syringenya. Pastikan tidak ada udara didalamnya. Kalo ada, spuitnya disentil-sentil
Kemudian dilakukan aspirasi, yaitu menarik plunger syringe sedikit dengan tangan yang satunya atau tangan yang sama kalau bisa, dan dinilai apakah ada darah yang terisap atau tidak. Bila terdapat darah, hal tersebut berarti lubang jarum berada di pembuluh darah. Hal ini tidak seharusnya dilakukan karena perbedaan sediaan obat untuk intramuskular dan intravena, sehingga jarum harus cepat ditarik kembali dan jarumnya diganti dengan yang baru. Bila darah yang diisap masih sebatas di jarumnya, belum masuk ke barrel syringenya dan obatnya belum tercemar, jarumnya saja yang diganti tidak apa-apa. Tapi, kalau darahnya lebay masuk sampai barrel syringe, sebaiknya obatnya dan jarumnya juga diganti. 51
Bila tidak ada yang terisap, berarti lubang jarum berada dalam otot sehingga penyuntikan bisa dilanjutkan. Pemasukan obat ini sebenarnya tergantung obatnya, harus diberi secara cepat atau lambat. Tapi jangan memasukkan obatnya terlalu cepat karena bisa membuat sakit. Setelah semua obat dimasukkan, jarum ditarik kembali dengan cepat lalu daerah bekas suntikan ditekan dengan kapas alkohol dan ditekan selama sekitar ½ - 1 menit. Hal ini juga bertujuan mensterilkan luka dan menghindari infeksi pada daerah suntikan. Setelah itu, syringe yang telah digunakan ditutup dan dibuang bersama kapas alkohol yang telah digunakan ke tempat sampah medis.
B-6 PEMASANGAN KATETER Definisi :
Kateterisasi adalah tindakan memasukkan tabung panjang ke dalam kantung kemih pasien via uretra. Kegunaan :
Untuk segera mengatasi distensi kandung kemih. Untuk pengumpulan spesimen urine. Untuk mengukur residu urine setelah miksi di dalam kandung kemih. Untuk mengosongkan kandung kemih sebelum dan selama pembedahan.
Daftar Pustaka
1. 2. 3.
4. 5. 6.
Goodman and Gilman Katzung 10th edition Meirina CP, Amala AN, Latifah SE, Maelani N, Jacha F, Septani D, et al. Injeksi intramuscular [internet]. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran Bandung. 2010. Available from: http://www.scribd.com/doc/56160175/RESPONSI-OS http://www.ivf1.com/intramuscular-injections/ http://www.drugs.com/cg/how-to-give-an-intramuscular-injection.html http://www.immunize.org/catg.d/p2020.pdf
Perhatian :
Pelaksana harus memiliki pengetahuan dasar tentang anatomi dan fisiologi dan sterilitas dalam rangka tindakan preventif memutus rantai penyebaran infeksi nosokomial. Cukup ketrampilan dan berpengalaman untuk melakukan tindakan dimaksud Usahakan jangan sampai menyinggung perrasaan pasien, melakukan tindakan harus sopan, perlahan-lahan dan berhati-hati . Diharapkan pasien telah menerima penjelasan yang cukup tentang prosedur dan tujuan tindakan. Pasien yang telah mengetahui dengan jelas segala sesuatu tentang tindakan yang akan dilakukan pasien atau keluarga diharuskan menandatangani informed consent
Persiapan Alat: Alat
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Set kateter Sarung tangan steril Set bengkok + pinset steril Spuit Alas / perlak alas Handuk kecil + baskom Lampu Duk bolong steril Perban Urine bag
Bahan
1. 2. 3.
Kapas + cairan sublimate Jelly Plester + aqua steril + isi air hangat + sabun
Jenis Kateter :
Kateter Foley (kateter yang biasa kita pakai) dipertahankan dengan cara mengembangkan balon di ujung yang mengembang dengan air steril. Balon ada 52
dalam dua ukuran yang berbeda: 5 cc dan 30 cc. Kateter terbuat dari karet silikon dan karet alam. Untuk drainase pada kasus hematuria bisa digunakan kateter yang three way. Kateter intermitten Robinson adalah kateter fleksibel yang digunakan untuk drainase jangka pendek urin.Berbeda dengan kateter Foley, ia t idak memiliki balon pada ujungnya dan karena itu tidak bisa dipertahankan di tempat kecuali dengan bantuan. Kateter bisa dilapisi lapisan hidrofilik atau non hidrofilik. Kateter Coudé memiliki bentuk dengan ujung melengkung yang membuatnya lebih mudah untuk melewati lengkungan uretra prostat.
Diameter kateter berukuran skala kateter Perancis (F).Ukuran paling umum adalah 10 F (3.3mm) sampai 28 F (9.3mm). Ukuran yang lebih besar dapat menjadi diperlukan bila urin tebal, berdarah atau mengandung sejumlah besar sedimen. Namun, kateter yang lebih besar, menyebabkan kerusakan pada uretra. Kontraindikasi Kateter Uretra Absolut: o
o
4.
Kateter dimasukkan ke bagian orificium uretra eksterna/ OUE (nama Indonesia: penis bagian ujung) 5. Asepsis dan antisepsis daerah penis sebaiknya dilakukan minimal 2 kali 6. Setelah memasukkan jelly dengan tangan kanan, langsung tutup OUE selama 5 menit untuk memastikan bahwa daerah tersebut telah teranestesi (sebenarnya obat sudah bekerja dalam 2-3 menit). 7. Jangan gunakan betadine untuk melumuri kateter karena meningkatkan resiko terjadinya laserasi 8. Memastikan kateter masuk ke dalam kandung kemih dengan cara spuit atau urin biasanya akan langsung keluar ketika kateter dimasukkan 9. Mengisi balon kateter dengan cairan sebanyak 15-25 cc y ang berfungsi untuk fiksasi 10. Fiksasi penis harus ke atas untuk menghindari terjadinya striktur/ nekrosis 11. Kateter ada yang memiliki 3 cabang yaitu untuk pembilasan/ lanset pada hematuria, balon, dan untuk keluar urin. Biasanya, hanya terdapat 2 cabang yaitu hanya untuk keluar urin dan balon 12. Kateter silicon dapat digunakan sampai 1 bulan
Trauma uretra (terbukti atau dicurigai). Trauma uretra biasanya ditemui pada pasien dengan trauma pelvis atau fraktur pelvis. Contohnya yaitu: 1. Meatus bleeding and gross hematuria ditemukan pada 90 % kasus disrupsi uretra. 2. High-riding prostate dapat tertutupi oleh hematoma pelvis yang besar atau bahakan tidak terdeteksi bila pasien menolak untuk diperiksa bila ada “tenderness” di area ini. 3. Perineal Hematoma Bila curiga adanya trauma uretra, periksa dengan uretrografi!!
Relatif : Striktur uretra, operasi kandung kemih atau uretra yang baru dilakukan, dan
pasien yang tidak bisa berkoordinasi. Indikasi Kateter Uretra
1. 2. 3. 4. 5.
Retensi urin Monitoring produksi urine Drainase pada neurogenic bladder Pengambilan sample urine Pasien tidak sadar
Catatan Tambahan Dokter :
1. 2. 3.
Jelly yang digunakan berfungsi sebagai anastesi lokal dan analgesic Kateter ada 2 jenis yaitu yang 2 way dan 3 way Kateter ukuran 16/18 untuk dewasa 53
B-7 RECTAL TOUCHE (yang diberi italic artinya tambahan yang diberikan oleh tutor KKD yang pernah mengajar di B7)
Rectal Touche adalah salah satu pemeriksaan fisik yang mudah dilakukan (karena gak pake alat special). A. Alat yang diperlukan adalah: -
tempat tidur sarung tangan jeli lampu selimut/linen penuntup/celana khusus Kain kassa
Jangan lupa kalau pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan di ruangan yang tidak dilihat orang lain dan memiliki penerangan yang cukup. B.
Indikasi dan Kontraindikasi
Rectal touché diindikasikan pada hampir semua kelainan pada abdomen. Sedangkan untuk kontraindikasinya, katanya sih hampir tidak ada. C.
Persiapan pasien
Beberapa hal dalam pasien harus dikondisikan. Pertama ya perkenalkan diri dulu dan jelaskan pemeriksaan ini (terkadang pasien ada yang menolak karena mereka tidak mengerti apa itu colok dubur, oleh karena itu sebaiknya kita menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti, misalnya “Pak, saya mau periksa lubang pantat bapak ya” ). Minta pasien buka celananya. Persiapan yang penting adalah posisi pasien.
Terdapat beberapa posisi yang dipakai antara lain: SIMS/left lateral prone Knee-chest position Lithotomi Posisi, kelebihan, serta kekurangan masing-masing posisi dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
54
Langkah pemeriksaannya adalah: Posisi Terlentang diatas meja periksa dengan kedua lutut ditekut dan sedikit terbuka -
-
dengan celana yang telah dibuka kemudian ditutup dengan selimut Pemeriksa menggunakan sarung tangan sesuai ukuran berdiri disisi kanan pasien Dilakukan inspeksi daerah regio-anal dengan penerangan yang cukup (apakah terdapat benjolan, ulkus, atau pun inflamasi) Jari telunjuk kanan pemeriksa diberi bahan pelicin dan dioleskan ditepi anus, tangan kiri pemeriksa letakan didaerah subrasimpisis, jari telunjuk kanan dimasukan kedalam anus (pencet-pencet dulu daerah di sekeliling anus sebelum dicolok, katanya biar pasiennya tidak terlalu kaget )
Penilaian yang dilakukan adalah: 1. Tonus sprincter ani (pasien disuruh seolah ”memotong” feses ) : Jepitan kuat atau lemah -
2.
3.
4.
Ampula recti : Kolaps atau tidak kolaps (kalau kolaps, biasanya ada obstruksi pada usus besar atau rektumnya ) Mukosa rekti : - Ada benjolan atau tidak ada Jika ada benjolan sirkuler pada jam berapa ( biasanya kalau benjolannya sirkuler itu keganasan ) Rapuh atau tidak rapuh ( lesinya “mobile” atau tidak “mobile” ) Jarak dari anocutanline ( ini berguna untuk menentukan terapi, misalnya jika diperlukan pembedahan ) Prostat teraba pool atas atau tidak dan teraba nodul / keras atau tidak ( ukuran normal
prostat itu 2-3 cm, lebih dari itu mungkin terjadi pembesaran, dan normalnya prostat itu smooth dan firm, serta memiliki konsistensi seperti bola karet yang keras – kalau kata dokternya susah buat mendeskripsikannya, mendingan langsung cobain pegang prostat orang aja pas lagi jaga ) 5. Ada benjolan diluar lumen atau tidak (biasanya kalau benjolannya di luar lumen, terasanya bakal licin, tapi kalau di dalam lumen, tidak licin ) 6. Ada nyeri atau tidak bila ada pada jam berapa ( yang jadi patokan itu alat kelamin, alat kelamin itu pokoknya terletak pada jam 12 )
7.
Jari telunjuk kanan dikeluarkan Penilaian sarung tangan : ada feces atau tidak bila ada nilai warnanya - Ada darah atau tidak - Ada lendir atau tidak
Setelah selesai melakukan rectal touché, bersihkan anus pasien dengan kain kassa. Kemudian pemeriksaan selesai dan kita dapat menjelaskan penemuan kita kepada pasien serta menulis laporan.
B-8 INSPEKSI ABDOMEN
Inspeksi dilakukan dengan penerangan yang cukup. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam inspeksi abdomen, antara lain: 1.
Bentuk Abdomen Simetris: Dalam keadaan normal, dinding perut terlihat simetris dalam posisi
2.
terlentang. Adanya tumor, abses, atau pelebaran setempat lumen usus membuat bentuk perut tidak simetris. Membuncit atau tidak : Abdomen yang membuncit dalam keadaan normal dapat terjadi pada pasien yang gemuk, sedangkan situasi patologis yang menyebabkan perut membuncit adalah ileus paralitik, meteorismus, asites, kistoma ovarii, dan graviditas. Tonjolan yang bersifat setempat dapat diartikan sebagai kelainan organ yang dibawahnya.
Dinding Perut Keadaan kulit: Perhatikan apakah ada sikatriks akibat ulserasi/operasi/luka tusuk
pada kulit. Pada tempat insisi operasi, sering terdapat hernia insisialis.
3.
Vena dan umbilikus : Pelebaran vena terjadi pada hipertensi portal. Pelebaran di
sekitar umbilikus disebut juga dengan kaput medusa yang terdapat pada sindrom Banti . Pergerakan Dinding Perut akibat peristaltik dalam keadaan normal/fisiologis tidak terlihat. Bila terlihat adanya gerakan peristaltik usus, dapat dipastikan adanya hiperperistaltik dan dilatasi sebagai akibat obstruksi lumen usus baik oleh tumor, perlengketan, strangulasi, maupun hiperperistaltik sementara akibat skibala.
PALPASI ABDOMEN
Palpasi abdomen dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Palpasi Superfisial Posisi tangan menempel pada dinding perut. Umumnya, penekanan dilakukan oleh ruas terakhir dan ruas tengah jari-jari (bukan dengan ujung jari). Palpasi superfisial dilakukan pada seluruh abdomen. Palpasi ini sering disenut sebagai palpasi awal untuk orientasi sekaligus memperkenalkan prosedur palpasi kepada pasien. 2. Palpasi Dalam Tujuan dilakukannya palpasi dalam, antara lain: mengidentifikasi kelainan/rasa nyeri yang ti dak didapatkan pada palpasi superfisial lebih menegaskan kelainan yang didapat pada palpasi superfisial palpasi organ secara spesifik, misalnya palpasi hati, limpa, dan ginjal. Selain itu, palpasi dalam juga sangat penting untuk dilakukan pada pasien yang gemuk atau pasien dengan otot dinding yang tebal.
55
PALPASI HEPAR DAN LIMPA
Hati adalah organ terbesar dalam tubuh kita, dan dalam perkembangan, ukurannya meningkat seiring dengan bertambahnya usia: rata-rata bertambah 5 cm (satu jengkal) pada umur 5 tahun dan mencapai ukuran dewasa pada usia 15 tahun. Ukuran ini bergantung pada beberapa faktor, yaitu usia, jenis kelamin, serta bentuk dan ukuran tubuh. Berat hati pada perempuan dewasa mencapai 1200-1400 gram dan pada laki-laki dewasa 1400-1500 gram. Untuk pemeriksaan hati, kita inspeksi dulu apakah ada penonjolan di region hipokondrium kanan. Jika ada pembesaran hati yang ekstrim (missal pada tumor), akan terlihat permukaan abdomen yang asimetris antara daerah hipokondrium kanan dan kiri. Untuk memudahkan perabaan hati itu diperlukan: 1. dinding usus yang lemas dengan cara kaki ditekuk sehingga membentuk sudut sudut 45-60˚ 2. pasien diminta untuk menarik napas panjang 3. pada saat ekspirasi maksimal, jari ditekan ke bawah, kemudian pada awal inspirasi jari bergerak ke kranial dalam arah parabolik 4. jika hati membesar, diharapkan akan terjadi sentuhan antara jari pemeriksa dengan hati pada saat inspirasi maksimal. Posisi pasien berbaring terlentang dengan kedua tungkai dilipat membentuk sudut 45- 60˚ supaya dinding abdomen lebih lentur. Sebelumnya, minta pasien untuk bernapas teratur dahulu supaya kita nanti mudah memeriksanya. Setelah itu, kita lakukan palpasi pada dinding abdomen dengan menggunakan sisi palmar radial jari tangan kanan (bukan ujung jari) dengan posisi ibu jari terlipat di bawah palmar manus. Pasien diminta untuk menarik napas dalam. Lalu, kita lakukan palpasi dari region iliaka kanan menuju tepi lengkung iga kanan untuk memeriksa lobus kanan hati. Dinding abdomen ditekan ke bawah dengan arah dorsal dan kranial sehingga akan dapat menyentuh tepi anterior hati. Gerakan ini dilakukan berulang dan posisinya digeser 1-2 jari ke arah lengkung iga. Ingat, digeser, jangan diangkat dari dinding abdomen! Bila pada palpasi kita meraba adanya pembesaran hati, kita deskripsikan sebagai berikut: Berapa lebar jari tangan di bawah lengkung iga kanan? Keadaan tepi hati? Tajam hepatitis akut, tumpul tumor hati Konsistensinya? Kenyal normal, keras tumor hati Permukaannya? Berbenjol tumor hati Ada nyeri tekan? Ada abses hati, tumor hati. Nah, tadi kan daerah di lobus kanan. Kalau di lobus kiri, cara pemeriksaannya sama, tetapi tempatnya berbeda. Palpasi dilakukan pada garis tengah abdomen ke arah epigastrium. Normalnya, batas hati terdapat pada sela iga 6. Pada beberapa keadaan patologis, misalnya emfisema paru, batas ini akan lebih rendah. Normalnya hati tidak teraba, kecuali pada beberapa kasus dengan tubuh yang kurus (sekitar 1 jari). Terabanya hati 1-2 jari di bawah lengkung iga harus dikonfirmasi apakah hal
tersebut memang suatu pembesaran hati atau karena adanya perubahan bentuk diafragma (misal emfisema paru). Teknik palpasi limpa tidak berbeda dengan palpasi hati. Normalnya, limpa juga tidak teraba. Limpa membesar mulai dari bawah lengkung iga kiri, melewati umbilikus sampai regio iliaka kanan. Seperti halnya hati, limpa juga bergerak sesuai inspirasi. Palpasi dimulai dari regio iliaka kanan, melewati umbilikus di garis tengah abdomen, menuju ke lengkung iga kiri. Pembesaran limpa diukur dengan menggunakan garis Schuffner , yaitu garis yang dimulai dari titik di lengkung iga kiri menuju ke umbilikus dan diteruskan sampai di SIAS kanan. Garis tersebut terbagi menjadi 8 bagian yang sama. Setelah tepi bawah limpa teraba, kita deskripsikan yaitu: Berapa jauh dari lengkung iga kiri pada garis Schuffner (S-I sampai S-VIII)? Konsistensinya? Kenyal splenomegali karena hipertensi portal. Keras malaria. Untuk meyakinkan bahwa yang teraba itu adalah limpa, harus diusahakan meraba insisuranya. PEMERIKSAAN CAIRAN BEBAS (ASITES): SHIFTING DULLNESS
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menentukan adanya redup yang berpindah. Teknik ini dilakukan dengan perkusi dari tengah ke lateral. Dicari letak ada perubahan bunyi. PEMERIKSAAN CAIRAN BEBAS (ASITES): TEKNIK GELOMBANG CAIRAN
Cara ini dilakukan pada pasien dengan asites yang cukup berat dan perut yang agak tegang. Pasien dalam keadaan berbaring terlentang dan tangan pemeriksa diletakkan pada satu sisi, sedangkan tangan lainnya mengetuk-ngetuk dinding perut pada sisi lainnya. Sementara itu, untuk mencegah gerakan yang diteruskan melalui dinding abdomen sendiri, tangan pemeriksa lainnya (dapat pula dengan pertolongan tangan pasien sendiri) diletakkan di tengah-tengah perut dengan sedikit t ekanan. PEMERIKSAAN CAIRAN BEBAS (ASITES): KNEE-CHEST POSITION Untuk Tujuan:
memeriksa adanya cairan yang tidak telalu banyak, tepatnya yang masih belum bisa terdeteksi secara pasti dengan pemeriksaan asites lainnya, seperti shifting dullness dan teknik gelombang cairan. Tata Cara: Meminta pasien untuk mengambil posisi tengkurap dan menungging. Kemudian lakukan perkusi di 56
bagian abdomen pasien dimulai dari daerah umbilikus menuju ke lateral. Setelah itu, dengarkan ada/tidaknya perubahan bunyi yang dihasilkan dari perkusi tersebut. Lakukan untuk kedua sisi: dari umbilikus menuju sisi lateral kanan dan juga lateral kiri. Bandingkan suara dari keduanya. Jika ada perubahan bunyi redup ke timpani, tandanya ada cairan asites.
iga ke-12. Lakukan penekanan mendadak dan rasakan ginjal dengan tangan lainnya. Ginjal kiri dapat diperiksa dengan menjangkau sisi kiri pasien dari kanan.
PEMERIKSAAN CAIRAN BEBAS (ASITES): PUDDLE SIGN Tujuan: Untuk mendengarkan
suara cairan dalam rongga abdomen secara langsung dengan auskultasi abdomen. Tata Cara: Meminta pasien untuk mengambil posisi tengkurap dan menungging seperti pada knee-chest position . Kemudian letakkan stetoskop di daerah perut paling bawah (pada posisi knee-chest dengan harapan cairan akan cenderung ke daerah paling bawah akibat gravitasi). Ketuk sisi perut lainnya dan dengarkan suara cairan yang ditimbulkan akibat ketukan tersebut. Bila ada perubahan suara, ada kemungkinan terdapat cairan dalam rongga abdomen (asites).
AUSKULTASI ABDOMEN
Auskultasi adalah suatu tahap pemeriksaan abdomen setelah 3 tahap terakhir itu atau bisa juga dilakukan pada saat bersamaan ketika inspeksi pertama kali. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan stetoskop. Pemeriksaan auskultasi dilakukan untuk mendengarkan beberapa suara, yaitu: 1.
Suara peristaltik (bising usus) normalnya dapat didengar tanpa stetoskop, setelah makan atau dalam keadaan lapar. Bising usus ini terdengar lebih dari 3 kali/menit. Namun, bila terdapat obstruksi usus, bising ini dapat meningkat, apalagi pada saat timbul rasa sakit yang bersifat kolik. Peningkatan ini disebut borborigmi . Pada keadaan kelumpuhan usus (paralisis), misalnya pada pasien pasca-operasi atau keadaan peritonitis umum, suaranya sangat melemah bahkan menghilang. Selain itu, suara ini bisa terdengar pada tahap lanjut dari obstruksi usus dimana usus sangat melebar dan atoni (tidak dapat berkontraksi). Pada ileus obstruksi, kadang terdengar suara peristaltik dengan nada yang tinggi dan suara logam ( metallic sound ).
PALPASI TITIK MC BURNEY Pemeriksaan pada titik Mc Burney bertujuan untuk mendiagnosis apendisitis. Titik Mc Burney terletak di sepertiga lateral garis yang menghubungkan umbilikus dan SIAS
(sepertiga jalan menuju umbilikus dari SIAS). Apendiks biasanya terletak di sekitar titik ini, kecuali pada pasien dengan appendiks retrocecal . Teknik Pemeriksaan: Pasien dalam posisi berbaring dan perut terbuka. Lakukan palpasi untuk mencari daerah yang sakit bila ditekan ( abdominal tenderness ) di sekitar titik Mc Burney . Tanda ini bisa saja tidak ditemukan pada beberapa pasien, misalnya pasien dengan apendiks retrocecal . Juga dapat dicari apakah ada rasa sakit saat tekanan dilepaskan (rebound tenderness) yang menandakan keterlibatan peritoneum. Perhatikan juga ekspresi wajah pasien: apakah ada fleksi pada pinggul kanan dan gerakan melindungi sebagai bukti adanya rasa sakit. PEMERIKSAAN BALLOTTEMENT Ballottement adalah tes untuk memeriksa benda padat yang terapung dalam cairan.
Normalnya, ginjal tidak teraba, kecuali pada orang kurus. Perbesaran ginjal bisa disebabkan oleh hidronefrosis, kista, dan tumor. Teknik Pemeriksaan : Pasien dalam posisi berbaring dan perut terbuka. Untuk ginjal kanan, letakkan tangan kanan di kuadran kiri atas, lateral, dan paralel terhadap m. rektus abdominis. Tangan kiri diletakkan di belakang pasien, tepat di bawah dan paralel terhadap
Suara Peristaltik
2.
Suara Pembuluh Darah
Suara sistolik dan diastolik atau murmur dapat didengar dengan auskultasi abdomen. Bruit sistolik dapat didengar pada pasien aneurisma aorta atau pembesaran hati karena hepatoma. Bising vena juga terdengar dan biasanya disertai getaran ( thrill ), terdengar di umbilikus dan epigastrium. Pada keadaan fistula arteriovenosa intraabdominal, kadang-kadang terdengar murmur juga. Daftar Pustaka 1. Bates‟ Guide to Physical Examination and History Taking 2. Harrison‟s principles of internal medicine, 17th edition 3. Markum, HMS. Penuntun Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis. Pusat Informasi dan Penelitian Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. 4. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi V jilid I. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit dalam FKUI; 2010. 5. Buku IPD jilid I bab 12: Pemeriksaan abdomen, urogenital, dan anorektal
57
C-1 PEMERIKSAAN FISIK PENYAKIT GINJAL DAN EKSTREMITAS I. Inspeksi Tangan
Pada inspeksi kita harus memperhatikan di daerah palmar kedua tangan pasien dan juga ujung jari. Apakah ada eritem palmar, edema atau juga clubbing finger. ERITEMA PALMAR yaitu kondisi kulit memerah di daerah palmar biasanya di daerah tenar, hipotenar dan jari. Eritema palmar lebih tepat disebut marker daripada tanda untuk menentukan diagnosis. Penyebab Eritema Palmar: Idiopatik Sirosis Penyakit Hati kronik konsumsi alkohol berlebihan kehamilan kelainan jaringan ikat Rheumatoid artritis o sarcoidosis o SLE o tirotoksikosis polisitemia leukimia eksem dan psoriasis CLUBBING FINGERS atau jari tabuh atau digital clubbing adalah kelainan bentuk jari dan kuku tangan yang menjadikan jari tangan dan kaki membulat yang berkaitan dengan penyakit jantung dan paru-paru. Penyebab : penambahan jaringan ikat yang terjadi pada bagian jaringan lunak di dasar kuku yang berkaitan dengan k ekurangan oksigen kronik/hipoksia kronik. Tanda-tanda clubbing fingers yaitu : Setiap jari membulat dan mengembung (adanya penebalan pada seluruh distal jari tangan). Bantal kuku menjadi cembung dan melengkung. Ketika dipalpasi terasa seperti busa. Perubahan sudut antara kuku dan dasar kuku lebih dari 180 derajat (susut kuku normal : 160 derajat) Timbul aspek mengkilap pada jari dan kulit
II. Pemeriksaan Kaki 1. Inspeksi kaki kanan dan kiri (otot, kulit)
Pada inspeksi, kita harus memperhatikan beberapa aspek umum: 1. Warna Warna yang dimaksud di sini adalah pigmentasi, kemerahan, pucat, sianosis, ataupun kekuningan. Kemerahan dapat menunjukkan inflamasi lokal ataupun nekrosis yang segera terjadi. Kemerahan juga bisa tanda garukan, lihat juga ada ekskoriasi atau tidak. Warna yang pucat menunjukkan anemia atau menurunnya aliran darah (seperti pada insufisensi arteri). Bisa juga sianosis/kebiruan yang tampak jari kaki dan kukunya tanda venous return yang abnormal pada kaki ataupun gagal jantung kongestif yang berakibat sianosis perifer. Warna kuning menunjukkan adanya jaundice yang bisa disebabkan kelainan hati atau hemolisis sel darah merah. Karotenemia juga menunjukkan gejala kulit kuning namun tidak mempengaruhi warna sclera, biasanya dikarenakan konsumsi wortel atau sayuran kuning yang tinggi. Pada pigmentasi, mungkin ditemukan cafe-au-lait (makula kecoklatan dengan batas tidak jelas, 0,5-1,5 cm yang menunjukkan neurofibromatosis), atau panu (bintik putih atau hit am dengan batas tegas, akibat infeksi fungus Tinea versicolor ). (hiperpigmentasi seperti pada tahi lalat) juga dapat ditemukan. Dapat bersifat jinak maupun ganas (pada melanoma maligna) 2. Bekas luka dan deformitas Bekas luka, scar, atau jahitan diperhatikan di bagian kaki, terutama betis. Scar merupakan penggantian jaringan normal yang rusak dengan jaringan fibrosa. Deformitas terjadi mungkin akibat trauma langsung pada kaki bisa akibat kecelakaan. Bekas jahitan juga diperhatikan yang merupakan tanda pernah dioperasi. 3. Kontur otot Bandingkan kontur otot kiri dan kanan, apakah simetris atau tidak. Salah satu oto mungkin terlihat lebih kecil dari satu kaki yang lain Atrofi. Pada atrofi, ditemukan penipisan kulit dan hilangnya alur otot yang normal. Kulit menjadi lebih terang dan translusen, contohnya pada insufisiensi arteri 4. Pembuluh darah Kelainan pembuluh darah salah satunya Telangiectasiasis yang merupakan dilatasi pembuluh darah (bisa venula, arteriol, kapiler) bisa terlihat biru atau merah. Bisa muncul sendirinya atau bersamaan dengan penyakit lain seperti karsinoma sel basal atau radiodermatitis. Lihat juga adakah penonjolan vena di betis varises. 58
menurun maka semakin banyak air yang bebas shg filtrasi keluar pembuluh darah pun makin besar) sementara jumlah cairan yang direabsorpsi kurang dari normal (karena pada tekanan onkotik rendah kan cuma ada sedikit protein yang bisa narikin air kembali ke pembuluh darah) sehingga terjadilah edema. Biasanya edema yg terjadi karena kelainan ginjal itu pitting edema. Mengapa edema pertama terlihat di tungkai? Ya karena efek gravitasi.
2. Palpasi di daerah pretibia (edema) Landasan Teori
Edema adalah kelebihan cairan interstitium yang menyebabkan pembengkakan jaringan. Penyebab edema dapat dikelompokkan menjadi 4 kategori umum: Penurunan konsentrasi protein plasma Peningkatan permeabilitas dinding kapiler Peningkatan tekanan vena Penyumbatan pembuluh limfe Edema digolongkan menjadi 2: Nonpitting edema: tidak melekuk bila ditekan, biasanya disebabkan oleh limfedema akibat penyumbatan pembuluh limfe. Pitting edema: melekuk ( pitting ) bila ditekan (penyebabnya ya selain limfedema dari keempat penyebab itu). kenapa dia bisa menyisakan pitting kalau ditekan? Di guyton disebutkan bahwa cairan bebas di interstitial biasanya menyebabkan filament2 proteoglikan yang fungsinya menstabilkan area interstitial biar kayak gel malah pada terpisah-pisah sehingga cairan bebas tadi bisa dengan bebasnya berpindah di area space jaringan (karena udah nggak dalam bentuk gel lagi). Patofisiologi edema akibat kelainan ginjal Kita tau sekitar sepertiga dari jumlah total air dalam tubuh terdapat di bagian ekstraseluler. Sekitar 20% cairan ekstraseluler berupa plasma dan sisanya (80%) adalah cairan interstitial. Jadi sebenarnya, pada ujung arteriolar kapiler, tekanan hidrostatik (yang ditimbulkan oleh cairan) dalam pembuluh darah dan tekanan osmotik koloid (yang ditimbulkan oleh zat2/elektrolit) di dalam jaringan interstitial menyebabkan cairan bergerak keluar dari pembuluh darah ke dalam jaringan. Setelah pada keluar ke jaringan, normalnya dalam tubuh kita akan ada mekanisme pengembalian cairan ke vaskular yang terjadi di ujung venous kapiler dan saluran limfatik. Di ujung venous kapiler dan dalam saluran limfatik, tekanan hidrostatik dalam jaringan interstitial serta tekanan onkotik protein plasma menyebabkan pengaliran cairan kembali ke dalam pembuluh. Sejumlah keadaan klinis akan mengganggu keseimbangan ini sehingga terjadi edema. Pada bebepara penyakit ginjal, permeabilitas kapiler glomerulus meningkat dan protein dapat ditemukan di urin dalam jumlah yang lebih besar dari pada normal (proteinuria). Jumlah protein bisa sangat besar, dan khususnya pada sindrom nefrotik, kehilangan protein melalui urin dapat melampaui kemampuan hati menyintesis protein plasma sehingga terjadilah hipoproteinemia. Hipoproteinemia yang timbul ini menurunkan tekanan onkotik, dimana itu akan mengakibatkan filtrasi cairan berlebihan keluar dari pembuluh darah (protein plasma kan salah satu fungsinya juga mengikat air, jadi ketika jumlahnya
Teknik Pemeriksaan:
Lakukan penekanan yg cukup kuat tetapi tetap hati2 memakai ibu jari Anda selama sedikitnya 5 detik pada permukaan anterior samping tibia yaitu daerah pretibia. Penekanan dilakukan di pretibia bagian bawah, karena apa? Karena – sekali lagi – gravitasi membuat cairan menumpuk dibagian bawah. 3. Palpasi arteri dorsalis pedis di dorsal pedis dan membandingkan denyutan kanan dan kiri
Palpasi denyut merupakan pemeriksaan yang penting untuk mengetahui suplai darah arteri pada ekstremitas bawah. Pada praktik klinis, pemeriksaan ini dapat memberikan petunjuk mengenai gangguan sirkulasi, misalnya intermittent claudication, yaitu kondisi pada kaki yang disebabkan oleh ateroma arteri. Pada kondisi ini, nyeri pada ekstremitas bawah akan terasa selama pasien berjalan, dan akan menghilang ketika beristirahat. Pasien dengan intermittent claudication dapat memiliki denyut ekstremitas bawah yang lemah atau bahkan tidak ada. Pada pemeriksaan, ekstremitas dapat terasa dingin dan sianosis, dan dapat terjadi local hair loss . Terdapat 4 denyut arteri yang biasa diraba pada ekstremitas bawah, yaitu arteri femoralis, arteri poplitea, arteri tibialis posterior, dan arteri dorsalis pedis. Pada praktik klinis, denyut ekstremitas bawah diraba dengan posisi pasien berbaring menghadap ke atas dan rileks di atas ranjang pada ruangan yang hangat. Pemeriksa berdiri di kanan pasien. Denyut arteri dipalpasi dengan menekan lokasi arteri-arteri tersebut secara gentle menggunakan ujung jari telunjuk dan jari tengah (ada juga yang mengatakan dengan 3 jari, yaitu jari telunjuk, jari tengah, dan jari manis). Nah, waktu KKD, yg diajarin itu cuma arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior, soalnya lokasinya paling distal, jd klo ada kelainan di mana pun di sepanjang pembuluh darah ekstremitas bawah, akan mengubah denyut pada bagian distalnya, yaitu 2 arteri itu. Lokasi kedua arteri tersebut, yaitu:
Arteri dorsalis pedis Tempatkan jari di tengah punggung kaki pada area yang keras (bertulang) di antara jari pertama dan kedua, atau di lateral tendon ekstensor hallucis longus. Tulang yang teraba pada lokasi tersebut adalah bagian dorsal dari tulang 59
navicular dan tulang cuneiform intermediet. Denyut arteri dorsalis pedis dapat dipalpasi pada area ini. Arteri tibialis posterior Denyut arteri ini dapat diraba pada 2-3 cm di bawah dan sedikit di belakang malleolus medialis, menggunakan jari telunjuk dan jari tengah. Arteri ini terletak sedikit lebih di dalam daripada dorsalis pedis, sehingga membutuhkan konsentrasi yang lebih untuk merasakannya.
Pemeriksaan denyut ekstremitas bawah selalu dimulai dengan palpasi pada dorsalis pedis dan tibialis posterior pada kedua kaki. Jika kedua denyut kaki ini dapat teraba, maka sangat tidak mungkin terjadi iskemia yang signifikan di kaki. Jika salah satu atau keduanya tidak teraba, maka palpasi dilanjutkan pada arteri poplitea dan femoralis. Perlu diperhatikan apakah denyut arteri-arteri tersebut simetris atau tidak. Jika denyut pada salah satu kaki lebih lemah, mungkin terjadi sumbatan pada arteri kaki tersebut. III. Nyeri Ketok CVA Tujuan
Pemeriksaan nyeri ketok CVA ini bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi keabnormalitasan pada ginjal yang biasanya berupa distensi kapsul ginjal akibat infeksi, biasanya pielonefritis. Dasar Teori
CVA sendiri merupakan sudut yang dibentuk oleh tulang rusuk ke-11/12 dan tulang vertebrae pada bagian tubuh bagian posterior (bisa liat gambar di halaman berikutnya). Cara untuk mengetahui daerah ini adalah bisa dilakukan dengan cara menghitung dari posesus spinosus vertebrae C7 (prominens) kemudian turun ke bawah dan hitung hingga vertebrae torak ke 11 atau 12 kemudian geser ke lateral kiri atau kanan dan disitulah kira-kira letak CVA, atau bisa juga diraba dari bagian depan tubuh yaitu dengan patokan tulang rusuk. Tapi untuk yang sudah mahir, biasanya cukup dikirakira saja sudah tau letakn CVA ini.
Nyeri ketok ini disebabkan karena distensi ginjal (paling sering karena infeksi/ pielonefritis atau obstruksi bisa juga) sehingga membuat saraf lebih mudah teregang lagi ketika diketok yg akhirnya akan merangsang saraf aferen T11-L2 yang mempersarafi ginjal. Nyeri yang dirasakan biasanya unelicited, dull , nyeri pinggang konstan di lateral otot sacrospinal dan di bawah kosta ke-12, biasanya rasa sakit juga menjalar ke anterior di wilayah subcostal menuju umbilikus. (ingat kembali letak ginjal dan serabut saraf yg mempersarafinya, letak anatominya bisa lihat gambar di bawah). Kupas tuntas tanda-tanda dan gejala lain. Misalnya, jika pasien mengalami nyeri di panggul, perut, atau punggung, kapan ia pertama kali menyadari rasa sakit? Seberapa parah itu, dan di mana itu berada? Cari tahu apakah pasien atau anggota keluarga memiliki riwayat infeksi saluran kemih, kelainan kongenital, kalkulus, atau nephropathies obstruktif lain atau uropathies. Juga, tanya tentang riwayat gangguan renovaskular seperti oklusi arteri renalis atau vena. Amati tanda-tanda vital pasien. Demam dan menggigil pada pasien dengan nyeri CVA dapat menunjukkan pielonefritis akut. Jika pasien memiliki hipertensi dan bradikardia, waspada untuk efek otonom, seperti diaforesis dan pucat. Waspada untuk distensi abdomen, bising usus hypoactive, dan massa teraba. Jika nyeri konstan mengganggu pasien, segera kasih obat nyeri, dan pantau tanda-tanda vital pasien. Kumpulkan sampel darah dan urin, dan kemudian persiapkan pasien untuk studi radiologis, seperti urografi ekskretoris, arteriografi ginjal, dan CT scan jika memang dibutuhkan. Bagaimana cara melakukannya?
Seperti yang kita tahu, ginjal adalah organ retroperitoneal, artinya berada di posterior tubuh. Oleh karena itu, tentu dibutuhkan suatu pemeriksaan dengan pendekatan di bagian posterior (punggung) pasien untuk mengetahui kelainannya. Pertama-tama, minta pasien untuk duduk membelakangi kita (pemeriksa). Namun, jika pasien kesulitan, cukup minta ia untuk tidur tengkurap ( prone position). (ingat legal artist -nya yaaah, meriksanya tetep dari sisi kanan pasien! Jadi kalau terhalang tempat tidur, usahakan meriksa dari sisi kanan belakang pasien.) Letakkan telapak tangan kiri dengan sisi palmar kita yang menempel ke punggung di CVA kiri pasien (dimana tuh? Liat gambar di atas y ah!) 60
Pukul (jangan terlalu keras, makanya dinamakan “ketuk”) bagian punggung tangan kiri kita tadi dengan permukaan ulnar dari pergelangan tangan kanan. Ulangi teknik perkusi ini pada CVA kanan pasien. Nah, jika pasien merasakan nyeri, artinya ada tanda2 dia terkena infeksi ginjal (pielonefritis). Bagaimana kita tahu kalau pasien nyeri? Yaa setiap kita ketok CVA-nya jangan lupa untuk selalu menanyakan ke pasien sakit atau tidak. Atau kalau nyerinya sudah hebat, pasien sendiri yang otomatis merespon (dengan mengerang atau mengaduh -.-)
Apakah setelah diagnosisnya?
mendapati
nyeri
CVA,
artinya
sudah
bisa
ditentukan
Tentu tidak, karena perlu dicari tahu kemungkinan tingkat kerusakan ginjal itu sendiri. Misalnya, berdasarkan riwayat: apakah pasien memiliki gejala2 disfungsi urologis atau ginjal yang lain? Tanyakan mengenai kebiasaan berkemih: seberapa sering (frekuensi) dan kuantitas urinnya?; Apakah ada perubahan input dan output cairan? Kapan perubahan jumlah urin itu mulai terjadi?; apakah pasien mengalami nokturia? Nyeri saat berkemih? Sulit untuk memulai berkemih? Warna urin? Dan hal-hal janggal lainnya yang berkaitan dengan kebiasaan berkemih. Selain itu, tanyakan juga apakah ada nyeri di abdomen, punggung, dan panggulnya? Riwayat keluarga yang mengalami UTI, nefropati, uropati, dan kelainan kongenital ginjal. Jangan lupa juga untuk memeriksa kondisi tanda vital pasien, misalnya bila pasien demam atau menggigil artinya sudah terkena pielonefritis akut. Memang apa saja penyakit2 ginjal yang bisa diketahui melalui pemeriksaan ini?
Banyak! Nih ya: (untuk penjelasan masing2 penyakitnya bisa dibaca sendiri ya di sumber yang sudah saya cantumkan) Kalkuli (batu ginjal) Abses perirenal Pielonefritis akut Oklusi vena renalis Oklusi arteri renalis
Alhasil, sulit untuk mendeskripsikan intensitas nyerinya (atau bahkan tidak merasakan sama sekali). bahaya kan nih kalau tenyata pielonefritisnya sangat akut!
Daftar Pustaka
1. 2.
Swartz, Mark H. Buku Ajar Diagnostik Fisik. 2003. Jakarta: EGC Sherwood L. fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2008. h. 324-5 3. Bickley LS. Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan. Edisi 8. Jakarta: EGC; 2009. h. 465, 474 4. Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC; 2008. h. 752 5. Ebook Guyton Edisi 11, halaman 305. 6. Anonymous. Pulses of the lower limb. Diunduh dari http://www.gla.ac.uk/ibls/US/fab/tutorial/generic/sapulse.html. Diakses pada 16 Juni 2011. 7. Edmonds ME, Foster AVM, Sanders LJ. A practical manual of diabetic foot care. John Wiley and Sons; 2008. p. 9-10. 8. Williams ME. Assessing the lower extremities in the geriatric patient: assessment of lower extremity circulation. Diunduh dari http://www.medscape.com/viewarticle/731813_3 . Diakses pada 16 Juni 2011. 9. Ebook Bates page 445. 10. Website: http://www.wrongdiagnosis.com/c/closed_angle_glaucoma/bookdiseases-8b.htm --> alamat websitenya mungkin aneh, tapi sebenernya judul tulisannya adalah “Costovertebral angle tenderness”
Namun, ada catatan khusus ni untuk pasien2: PEDIATRI: bayi atau anak kecil yang mengalami pembesaran kapsul ginjal (salah satu tanda infeksi ginjal), justru tidak akan mengalami nyeri CVA. Tapi ia akan menunjukkan gejala dan tanda non-spesifik, seperti: mual, muntah, diare, demam, mudah menangis, perfusi kulit yg buruk, warna kulit jadi kuning atau abu2. Meski begitu, pada anak yang usianya lebih tua, nyeri CVA memiliki signifikansi yang sama layaknya orang dewasa. GERIATRI: another rentan people ! Para beliau2 ini ternyata sudah berkurang kesensitivannya terhadap rasa nyeri akibat faktor usia dan degenerasi kognitif. 61
C-2 NASOGASTRIC TUBE (PIPA NASOGASTRIK)
a.
MENGAPA HARUS DIPASANG NGT?
Pemasangan pipa nasogastric adalah bentuk intubasi gastrointestinal yang dilakukan untuk tujuan diagnostik dan terapi berdasarkan indikasi tertentu. 1 Pipa NGT dimasukkan dari lubang hidung melalui faring ke esophagus, sampai ke gaster dan duodenum. Indikasi dari pemasangan pipa nasogastrik yakni: a. Indikasi diagnostik terutama untuk menilai perdarahan gastrointestinal, aspirasi cairan gaster, dan pemeriksaan radiologi (misalnya untuk memasukkan kontras ke dalam gaster dan usus). 1 b. Indikasi terapi yakni1 Pemberian nutrisi pada pasien yang tidak bisa makan atau memiliki kelainan pada saluran pencernaan bagian atas. 1 Pemasangan NGT langsung diberikan pada pasien malnutrisi dengan gangguan saluran cerna atas, atau pasien yang tidak mendapat nutrisi/ kesulitan intake selama kurang lebih seminggu sebelum pemasangan NGT. 2 Pemberian obat-obatan - Aspirasi cairan lambung pada kondisi keracunan enteral. Kontra indikasi pemasangan pipa nasogastrik antara lain: 1 a. K. absolut : Obstruksi mekanik pada saluran NGT mulai dari hidung faring (naso, oro, laringo), esophagus (pada stenosis esophagus), gaster dan duodenum. 2 Selain itu pipa NGT dikontraindikasikan pada pasien dengan cedera muskuloskeletal pada wajah bagian tengah, atau pasien yang akan/ baru saja menjalani bedah nasal. 2 b. K. Relatif yakni pada pasien dengan kelainan koagulasi darah (misalnya hemophilia, takut nanti terjadi perdarahan massif kalau pemasukan pipa NGTnya mengakibatkan trauma), serta varises esophagus. 1 APA GAK TAKUT PASIENNYA KENAPA-KENAPA KALAU DIPASANG NGT, BISA AJA PASIENNYA LUKA, ATAU SESAK NAFAS GARA GARA NGT? Prosedur pemasangan NGT memerlukan informed consent dari pasien, dan pasien berhak
menolak dipasang NGT.2 Sebelum menanyakan kesediaan pasien, kita harus menjelaskan tujuan pemasangan NGT (indikasi), menggunakan apa (pipa NGT), bagaimana (pipa dimasukkan dari nasal ke faring, esophagus dan seterusnya), serta apa yang kira-kira dirasakan pasien (tidak nyaman, batuk, mau muntah, mau bersin). 1,2,3 Setelah pasien memberikan informed consent , untuk meminimalisasi ketidaknyamanan atau kemungkinan komplikasi, kita meminta pasien untuk memilih posisi yang paling nyaman ketika dipasang NGT (duduk atau berbaring telentang), meminta kerjasama pasien untuk mengikuti beberapa petunjuk yang diberikan dokter terutama saat pemasangan NGT, misalnya:
b.
Kalau mau batuk atau mau muntah, pasien ngasih kode tertentu sama dokternya, misalnya mengangkat tangan atau gimana. Pada keadaan ini pipa NGT harus dicabut dengan gentle , pasien batuk/ muntah, tunggu pasien tenang, masukkan lagi. 3 Pada saat pipa hendak memasuki orofaring (ujung pipa terasa mentok), dokter memberikan kode kepada pasien untuk menelan pisang (salah, menelan ludah) untuk membantu memasukkan pipa dari nasofaring ke orofaring dan sampai ke laringofaring.
Dengan melakukan hal diatas, maka pasien akan lebih terbantu mengatasi ketidaknyamanan, dan meminimalisasi juga komplikasi di bawah ini 1 a. Aspirasi terjadi bila pada pemasangan, pasien kurang kooperatif atau operator tidak cermat, sehingga pipa NGT masuk saluran nafas. Aspirasi juga bisa terjadi bila pipa tidak difiksasi dengan baik setelah masuk ke lambung sehingga bisa tertarik ke atas dan masuk ke saluran nafas. b. Perforasi esophagus bisa terjadi pada pasien dengan striktur esophagus, atau esofagusnya udah cedera misalnya pada GERD, atau esofagusnya normal tapi pipanya gak dimasukkan dengan gentle. Jadi masukkanlah pipa NGT dengan berempati, jangan asal dorong. c. Epistaksis bila ujung pipa merobek vessel di hidung, lagi lagi terutama karena ketidakcermatan operator. d. Gak nyaman sama sekali, bisa diatasi dengan pemberian lidokain 2% sebanyak 10 ml dimasukkan lewat rongga hidung. 1 Pasien diminta menghirup lidokain itu dan memasukkannya ke orofaring. (Ini tidak ada di checklist, siapa tau ditanya aja). BILA PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN SUDAH MANTAP (lihat checklist), INFORMED CONSENT UDAH BERES, NEXT ? 1. Prosedur yang benar dan logis dalam memasukkan pipa NGT 2. Prosedur pemeriksaan NGT, fiksasi dan edukasi pasca pemasangan NGT . Ad.1 UDAH BACA CHECKLIST BELUM?
Prosedur yang benar itu sesuai checklist yang ada. Ada beberapa tambahan keterangan pada poin checklistnya 1. Saat mengukur panjang pipa, jangan menyentuhkan pipa pada kulit wajah pasien (ingat pipa NGT itu harus sterile dan disposable). Ukuran pipa ditentukan dengan mengukur dari ujung hidung ke arah daun telinga, kemudian turun ke xiphisternum (bagian bawah processus xyphoid ). Jangan lupa diberi tanda pada pipa sesuai hasil pengukuran.3 2. Pasien memakai kain/ selimut menutupi dada untuk menghindari pakaiannya kotor kalau misalnya selama proses pemasangan pasien muntah. Jadi bukan supaya pasiennya gak kedinginan. 62
3. 4.
5.
Masukkan pipa NGT dengan gentle , pelan tapi pasti ke atas, kemudian ke posterior mengikuti kanal hidung sampai ke nasofaring. Pada saat memasuki orofaring, minta pasien menelan (menelan apa? Lihat sebelumnya ). Tujuannya membantu memasukkan pipa ke esophagus, dan menghindari masuknya pipa ke saluran nafas (saat menelan, epiglottis menutup saluran nafas). Kalau pada tahap ini pasien tiba-tiba susah bernafas atau sianosis, cepat cabut pipanya (dengan gentle ), karena biasanya hal ini terjadi bila pipa memasuki saluran nafas. 3 Pipa dimasukkan sampai titik yang ditandai berada di ujung hidung. Kemudian fiksasi dengan perekat, biasanya difiksasi dua tempat yakni ke bagian atas dan kesamping.
Ad.2YAKIN UDAH MASUK PIPANYA KE LAMBUNG, JANGAN JANGAN UDAH SAMPAI KOLON? Pipa harus benar benar dicek masuk atau tidak ke dalam lambung. Sebenarnya gold standardnya adalah foto polos torakoabdominal .3 Tapi secara umum bisa diperiksa dengan
pemeriksaan yang lebih sederhana seperti. 1. Auskultasi udara di lambung. Kalau pipa sudah sampai lambung, artinya apa yang dimasukkan dari luar juga harus sampai di lambung . Caranya dengan menginjeksikan udara dari spuit sebanyak 5-10 ml kepangkal pipa (yang ada di luar tubuh) dengan cepat dan tegas, sambil mendengarkan masuk atau tidaknya udara di lambung dengan auskultasi. Cirinya yakni bunyi bushhh, shhhh (bunyi udara masuk).3 2. Ph-metri sederhana. 3 Kalau pipa sudah di lambung, artinya apa yang ada di lambung harusnya bisa diakses dari luar. Lambung berisi cairan lambung yang bercampur dengan makanan. Ph lambung asam ≤ 2. Standarnya digunakan ph -metri, tetapi sebagai konfirmasi bisa digunakan kertas lakmus. Cairan diaspirasi dari lambung melalui pipa, kemudian dimasukkan ke dalam cawan berisi kertas lakmus. Kertas lakmus bertransformasi jadi merahasam, jadi biru basa, gak berubah anda belum beruntung (netral maksudnya).
PENUTUP3
Kalau pemasangan NGT harus dibatalkan karena kontraindikasi atau keadaan pasien tidak memungkinkan (batuk terus, muntah terus, bersin terus, terus terus), usahakan menggunakan metode lain untuk membantu asupan nutrisi pasien. Cek selalu posisi pipa NGT di lambung atau t idak, pada keadaan berikut a. Pemasangan awal NGT b. Sebelum pemberian nutrisi/obat melalui pipa NGT c. Adanya tanda pergeseran pipa, misalnya perekat pipa lepas, atau pipa makin panjang keluar, titik yang ditandai tidak lagi berada di ujung hidung d. Pasien batuk atau muntah e. Minimal sekali sehari pada pemberian nutrisi setiap harinya. Daftar Rujukan 1. Shlamovitz GZ, Kulkarni R. Nasogastric Tube.2011. Artikeldarihttp://emedicine.medscape.com/article/80925-overview#showall 2. Kirby DF, Delegge MH, Fleming CR. American Gastroenterology Association technical review on Tube feeding for enteral nutrition. Gastroenterology Journal;108.1995. p 1282-1301 3. Guidelines for NGT Insertion and position checking.Clinical Nutrition Service Mater Dei Hospital 2011.
!!!!! Pasien mengonsumsi PPI (omeprazole atau teman-temannya), H2RA, atau antacid, ph lambung biasanya lebih besar, dan pemeriksaan ph lebih baik
memakai ph-metri yang langsung menunjukkan berapa ph lambung. Kalau harus dipastikan karena masih ragu apakah sudah di lambung atau tidak, terpaksa foto polos.3
63
C-3 ELEKTROKARDIOGRAFI
EKG merupakan standar emas dari diagnosa aritmia jantung. EKG digunakan untuk pasien yang kita curigai ada MI, abnormalitas konduksi, gangguan elektrolit (hiperkalemia/hipokalemia), dan mendeteksi penyakit bukan jantung. Yang perlu digarisbawahi, EKG tidak menilai kontraktilitas jantung seara langsung. Yang jelas, saya belum menemukan jurnal yang menunjukkan bahwa EKG ada kontraindikasinya. Dasar Elektrokardiogram
Dalam keadaan istirahat sel jantung berada dalam keadaan terpolarisasi, dimana bagian dalam bermuatan lebih negatif dan diluar lebih positif. Hlangnya kenegativitasan dari jantung disebut dengan depolarisasi. Nah, kalo repolarisasi kebalikannya, kembalinya kenegativitasan dari jantung. Nah, depol maupun repol dua-duanya menggambarkan aliran listrik jantung, hal inilah yang dideteksi sama elektroda-elektroda yang nanti dipasang. Sadapan EKG
Sadapan adalah suatu gambaran elektrik tentang jantung dari suatu sudut pandang tertentu. EKG ini menggunakan 12 sadapan untuk pencatatan. Pencatatan tersebut menggunakan satu elektroda aktif dan elektroda indeferent pada potensial 0 (unipolar recording) atau dengan menggunakan dua elektroda aktif (bipolar recording). Bipolar recording terdiri atas sadapan I, II dan III, yang merupakan beda potensial antara dua ekstremitas dan akan membentuk segitiga Einthoven. Pada sadapan I, elektroda dipasang dengan pada tangan kiri, elektroda lebih positif dibandingkan dengan tangan kanan. Pada sadapan II, elektroda dipasang pada tangan kanan dan kaki kiri, dengan kaki kiri lebih positif, dan pada sadapan III, elektroda dipasang pada tangan kiri dan kaki kiri, di mana kaki kiri lebih positif. Unipolar sadapan terdiri atas dua macam, yaitu 6 sadapan dada unipolar yaitu V1 – V6 dan 3 sadapan ekstremitas unipolar ( aVR, aVL, dan aVF).
Sadapan ektremitas menghasilkan enam sadapan, keenam sadapan ekstremitas ini dapat dibayangkan seperti melihat jantung pada bidang vertikal atau frontal. Sadapan I, II, dan AVL melihat ke permukaan lateral kiri jantung, sadapan III dan AVF ke permukaan inferior, dan sadapan AVR ke atrium kanan. Sedangkan untuk sadapan prekordial, elektrodeelektrodenya merupakan elektrode positif ditempatkan secara horizontal dari berbagai sudut di dada (merekam kegiatan listrik yang bergerak pada bidang anterior dan posterior). Cara-cara pemasangan EKG bisa dilihat di checklist masing-masing. Prinsip defleksi
Dalam membuat gelombang pada EKG, prinsipnya saat depolarisasi aliran listrik mendekati elektrodanya, akan terjadi defleksi positif. Kalo menjauhi jadi negatif. Kalo ditengah2, gambarannya jadi bifasik. Untuk repolarisasi, semakin mendekati elektroda positif, maka akan memberikan gambaran defleksi negatif dan semakin menjauhi elektroda positif, gambarannya jadi defleksi negatif. Makanya, buat sadapan-sadapan yang memberikan gambaran defleksi positif saat depolarisasi (gelombang P, atau QRS), repolarisasinya (gelombang T) juga akan memberikan gambaran defleksi postif. Begitu pula sebaliknya. Hal ini bisa dilihat pada sadapan AVR dan V1 yang memberikan gambaran defleksi negatif pada saat depol maupun repol. Satu, lagi semakin searah/berlawanan arah suatu aliran listrik terhadap sadapannya, maka gambaran defleksinya juga semakin tinggi. Pada sadapan apa ayo yang memberikan gambaran defleksi paling positif buat gelombang P? Sadapan II. Kalo yang paling negatif buat gelombang P? Sadapan AVR. Untuk penjelasan sadapan yang lebih lengkap, sudah banyak dijelaskan di tentir kuliah maupun praktikum, jadi tidak kami ulang di sini. Tapi prinsipnya seperti itu y. ANALISIS EKG
Menganalisis EKG dalam dunia klinik FKUI biasanya menggunakan jembatan keledai “ILAHI”, yaitu irama, laju, axis, hipertrofi/dilatasi, dan iskemi/infark. Analisis yang saya paparkan dibawah ini adalah analisis secara superfisial yang memudahkan kepentingan klinis. Apabila teman-teman ingin mempelajari secara lebih mendalam bisa membaca buku tentang fisiologi jantung atau EKG. Irama.
Irama jantung normal atau irama sinus, mempunyai 4 syarat yaitu: Terdapat gelombang P normal. Gelombang P normalnya menangkap defleksi positif, kecuali pada sadapan AVR yang menangkap gelombang negatif Komleks QRSnya sempit - Ada satu gelombang P untuk setiap kompleks QRS Iramanya teratur. Menentukan teratur tidaknya irama jantung cukup sederhana, yaitu dengan menghitung selisih titik P-P atau R-R pada dua siklus berdekatan dengan dua siklus lain yang juga berdekatan. Biasanya secara sekilas akan terlihat apabila irama 64
tidak teratur, terdapat suatu siklus yang jaraknya lebih jauh atau dekat dibanding selisih siklus lainnya. Laju (frekuensi).
Frekuensi jantung normal sebanyak 60-100x per menit akan tetapi frekuensi ini akan berubah dari pengaruh ho rmon, persarafan simpatis-parasimpatis, maupun aktivitas seperti tidur atau olahraga. Sebelum menghitung kita harus mengetahui terlebih dahulu bahwa setiap satu kotak kecil sama dengan 0.04 s sehingga setiap satu kotak besar (5 kotak kecil) sama dengan 0.2 s. jadi, apabila terdapat 5 kotak di antara gelombang R, maka 1 siklus jantung selama satu detik, yang berarti 60 siklus per menit. Jadi, dapat melakukan perhitungan frekuensi dengan cara membagi 300 dengan jumlah kotak besar di antara gelombang R. contoh, apabila terdapat 4 kotak besar, maka perhitungannya adalah 300 : 4 sama dengan 75 bpm.
bergantian didominasi oleh atrium kanan pada paruh pertama dan atrium kiri pada paruh kedua. Apakah yang terjadi ketika suatu ruang jantung mengalami hipertrofi/dilatasi? Ada tiga hal yang bisa terjadi, yaitu peningkatan durasi (butuh waktu lebih untuk mendepolarisasi), peningkatan amplitudo (butuh energi yang lebih besar), dan perubahan axis (jalur konduksi listrik lebih besar mengarah ke bagian yang hipertrofi/dilatasi). Iskemi/Infark
Axis.
Axis adalah arah dari vektor rata-rata jalur konduktansi listrik di jantung.
Untuk mendiagnosis iskemi/infark secara sederhana bisa dilihat dari 3 episode berurutan, yaitu: 1) pemuncakan gelombang T yang segera dilanjutkan oleh inversinya (gambar A kemudian B); 2) elevasi segmen ST (gambar C); dan Q patologis (gambar D) yang lebih besar daripada 1/3 R. Analisis lainnya: 1.
Yang dilihat disini biasanya jumlah QRS kompleks di sadapan I dan AVF. Karena R bermakna positif dan S negatif, maka jumlah disini sebenarnya adalah selisih. Hasil penjumlahan di sadapan I kemudian diarahkan di 0 0 (mulai dari titik tengah) dan dilanjutkan hasil sadapan AVF ke arah 90 0 (atau sebaliknya), sesuai dengan vektor yang dulu pernah dipelajari di SMA, maka arah axis adalah vektor garis dari titik awal hingga titik akhir. Hipertrofi/Dilatasi. EKG tidak bisa membedakan gambaran hipertrofi ataupun dilatasi, namun seringnya apabila terjadi pada ventrikel (kompleks QRS) maka disebut hipertrofi, dan apabila terjadi pada atrium (gelombang P) maka disebut dilatasi. Untuk diingat, kompleks QRS biasanya didominasi oleh ventrikel kiri, sedangkan gelombang P secara
Gelombang P (voltase, lama gelombang)
Voltase yang dihasilkan dari gelombang P relatif kecil, ini mungkin disebabkan karena atrium yang berukuran kecil juga. Amplitude gelombang P pada semua sadapan biasanya tidak melebihi 0,25 mV (2,5 mm atau dua setengah kotak kecil), dan yang paling positif pada sadapan II dan paling negative pada sadapan AVR. Sedangkan lama gelombang P tidak lebih dari 0.12 s. 2.
Interval PR
Waktu dimulainya depolarisasi atrium sampai awal dari depolarisasi ventrikel dapat digambarkan dari interval PR. Interval ini mencakup perlambatan konduksi yang terjadi pada nodus AV, sehingga biasanya berlangsung selama 0,12 s sampai 0,2 s. 3.
Interval kompleks QRS
Interval ini menggambarkan durasi kompleks QRS, yang normalnya berdurasi mulai dari 0.06 s sampai 0.1 s. 65
4.
Sumbu listrik rata-rata kompleks QRS (aksis)
8.
Aksis normal berkisar -30° sampai +180° yang dapat ditentukan dengan menghitung jumlah resultan defleksi positif dan negatif kompleks QRS rata-rata di sadapan I sebagai sumbu X dan sadapan AVF sebagai sumbu Y.
Sumbu listrik gelombang T
Penetapan axis gelombang listrik T mempunyai prinsip yang sama dengan penetapan axis gelombang QRS, namun yang dihitung disini hanyalah amplitude gelombang T. batas normalnya yaitu tidak melebihi 70° Setelah mengetahui bagaimana EKG normal, kita beranjak ke analisis EKG abnormal . 1.
5.
P-pulmonal adalah suatu kelainan gelombang P akibat arus depolarisasi atrium kanan yang lebih besar dari normal. Gambaran ini ditemukan pada pasien penyakit jantung bawaan, infark miokard, angina pektoris, penyakit katup trikuspid dan hipertensi pulmonal yang disertai hipertrofi atau pembesaran atrium kanan. Bisa juga pada o rang normal, tapi sementara. P-pulmonal dapat disebabkan oleh peningkatan rangsangan saraf simpatis jantung dan letak diafragma yang rendah. P-pulmonal sering terlihat pada sadapan inferior dan anterior.
Deskripsi kompleks QRS (sadapan prekordial)
Pada bidang horizontal, sadapan V1 dan V2 yang berada diatas ventrikel kanan merekam gelombang S yang dalam karena aliran listrik bergerak menjauhi sadapan ke arah kiri. Sedangkan sadapan V5 dan V6 yang berada di atas ventrikel kiri merekam gelombang R yang positif tinggi, dan V3 serta V4 merekam gelombang bifasik (zona transisi). Amplitudo kompleks QRS jauh lebih besar dari gel P karena massa nya jauh lebih besar sehingga mampu menghasilkan potensial listrik yang jauh lebih besar 6.
7.
Kriteria untuk mendiagnosis pembesaran atrium kanan: a. Gelombang P yang tingginya lebih dari 2,5 mm pada sadapan II, III, aVF dengan lebar yang normal b. Aksis P pada bidang frontal lebih besar dari 750 c. Defleksi positif gelombang P di sadapan V1 dan V2 lebih besar dari 1,5 mm.
Deskripsi segmen ST
Segmen ST yang normal dapat dilihat dari terjadinya iso-elektrik. Hal ini dapat kita pastikan dengan melihat garis yang menghubungkan gelombang T (dari siklus sebelumnya) dengan gelombang P. Apabila terletak pada garis horizontal yang sama maka dikatakan segmen ST iso-elektrik. Polaritas gelombang T
Gelombang T merupakan gambaran dari repolarisasi ventrikel. Pengaruh repolarisasi pada EKG serupa dengan pengaruh depolarisasi, namun muatannya terbalik. Jadi, apabila apabila gelombang T positif selalu dapat dijumpai pada sadapan dengan gelombang R yang tinggi, dan sebaliknya. Semua gelombang T normalnya mempunyai polaritas positif, namun tidak pada V1 dan AVR karena sadapan tersebut memandang aliran listrik bergerak mendekati arah repolarisasi sejingga ia merekam defleksi negative murni.
Gelombang P P-pulmonal
P-mitral
P-mitral adalah gelombang P yang berbentuk bifida dengan lebar lebih dari 3 mm. Gambarannya menunjukkan hipertrofi atrium kiri yang disebabkan oleh penyakitpenyakit katup mitral atau aorta. Bisa juga ditemukan pada pasien dengan fibrosis di Bachmann bundle (jar. konduksi yg menghubungkan atrium kiri dan kanan) tanpa pembesaran atrium. P-mitral terbentuk karena pada atrium kiri yang hipertrofi, arus depolarisasi yang ditimbulkan menjadi lebih besar sehingga waktu depolarisasi jadi lebih lama. Atrium kiri yang hipertrofi biasanya bergeser ke posterior, jadi sebagian dari arus depolarisasi akan berjalan menjauhi sadapan V1 dari bagian posterior di sadapan V1 terlihat 66
gelombang P negatif atau bifasik dengan amplitudo defleksi negatif lebih dari 1 mm dan durasinya lebih dari 0,04 s. Kriteria untuk mendiagnosis pembesaran atrium kiri: a. Terdapat gambaran P-mitral pada berbagai sadapan b. Gambaran P negatif atau defleksi negatif pada bagian akhir gelombang P di sadapan V1 c. Rasio antara lebar gelombang P dan interval segmen PR lebih dari 1,6 d. Terjadi deviasi aksis gelombang P ke kiri (lebih dari 15 0) pada bidang frontal
Ekstrasistol atrium, terjadi jika fokus di luar nodus SA mencetuskan potensial aksi. Ekstrasistol yang timbul sekali-kali tidak memiliki arti klinis. Jika terjadi pada orang dengan stenosis mitral, ekstrasistol atrium menunjukkan akan segera terjadi fibrilasi atrium baru. Nodus ritmik, terjadi jika pacemaker diambil alih oleh nodus AV. Jika impuls dari nodus AV dikonduksi secara retrograde ke atrium, atrium akan mengalami depolarisasi dengan gelombang P terbalik.
Tidak terdapat gelombang P
Tidak adanya gelombang P menunjukkan bahwa denyut jantungnya tidak berirama sinus. Contohnya pada henti sinus (sinus arrest), blok SA derajat 3, atau fibrilasi atrium. Jika gelombang P menghilang hanya beberapa detik atau menit, disebut sinus pause. Gelombang P bisa saja ada tapi tertutup kompleks QRS yang lebar, misalnya pada junctional tachycardia dan takikardia supraventrikular.
Gelombang Ta (auricular T-wave)
Merupakan gelombang yang ditimbulkan oleh arus depolarisasi atrium. Gelombang ini biasanya tidak tampak karena tertutup oleh kompleks QRS dan tidak memiliki arti klinis penting. Biasanya baru tampak pada blok AV derajat 3 berupa gelombang kecil yang berlawanan arah dengan gelombang P.
Blok cabang berkas kanan (Right bundle branch block, RBBB)
Pada RBBB, depolarisasi septum dari ventrikel kiri normal, tapi depolarisasi ventrikel kanan terjadi perlambatan akibat blok di RBB. Kriteria RBB: deviasi aksis kanan; interval QRS lebih dari 0,12 detik; bentuk rSR‟ di sadapan V1 dan V2 dengan gelombang S yang besar di sadapan V5 dan V6; segmen ST dan T terbalik di sadapan V1; amplitudo kompleks QRS besar.
Blok cabang berkas kiri (left bundle branch block, LBBB)
Jika konduksi di LBB terganggu, arus depolarisasi septum hanya dibentuk dari komponen RBB sehingga mengarah ke ventrikel kiri. Kriteria LBBB: deviasi aksis kiri; interval QRS lebih dari 0,12 s; tidak ada gelombang q dan gelombang R besar di sadapan I, V5, dan V6; depresi segmen ST dan T terbalik di V4-V6; amplitudo kompleks QRS yang besar.
Aritmia ventrikel
Ekstrasistol ventrikel terjadi karena tercetus impuls dari dinding ventrikel di luar impuls nodus SA (biasanya merupakan kontraksi ventrikel prematur). Karakteristi ekstrasistol ventrikel: interval QRS melebihi 0,12 s; amplitudo besar; gelombang T berlawanan arah dengan kompleks QRS; jarak antara 2 siklus jantung termasuk denyut ekstrasistol sama dengan jarak antara 2 siklus normal.
Gelombang P yang berbentuk aneh atau terbalik
Kompleks QRS
Terminologi: R‟ defleksi positif yang mengikuti gelombang R; S‟ defleksi negatif yang mengikuti S. Huruf besar menandakan defleksi besar, huruf kecil menandakan defleksi kecil
Gabungan P-pulmonal dan mitral.
Kriteria diagnosis pembesaran biatrial: a. Peningkatan amplitudo dan durasi gelombang P pada sadapan ekstremitas b. Gelombang P bifasik pada sadapan V1 dengan defleksi positif pada bagian awal sedangkan defleksi negatif pada bagian akhir lebih dari 1 mm dan durasinya c. P-mitral pada sadapan kiri dengan gelombang P tingginya pada sadapan prekordial bagian kanan.
2.
Amplitudo kecil
Amplitudo kecil: kurang dari 5 mm pada ketiga sadapan ekstrimitas baku. Biasanya ditemukan pada penyakit koroner yang difus, gagal jantung, efusi perikardial, miksedema, kerusakan miokard luas, emfisema, edema generalisata, dan obesitas.
Amplitudo besar
Amplitudo 25-30 pada sadapan prekordial biasanya dianggap maksimum. Amplitudo QRS yang besar biasanya terjadi pada ekstrasistol, takikardi ventrikel, RBBB, LBBB, hipertrofi/dilatasi ventrikel, overload sistolik atau diastolik di ventrikel. Kriteria hipertrofi/dilatasi ventrikel kanan : deviasi aksis kanan; gelombang R yang besar pada prekordial sadapan sebelah kanan; gelombang S yang dalam pada sadapan prekordial kiri; rotasi jarum searah jarum jam; defleksi intrinsikoid (jarak antara permukaan gelombang Q sampai ke puncak gelombang R) yang terlambat (lebih dari 0,03 ms) pada sadapan V1 dan V2; segmen ST dan gelombang T yang abnormal pada sadapan prekordial dan inferior. Kriteria hipertrofi/dilatasi ventrikel kiri : amplitudo kompleks QRS yang lebih besar terutama pada sadapan prekordial kiri; jumlah tinggi gelombang R pada V5 dan V6 dengan tinggi gelombang S pada V1 atau V2 melebihi 35 mm; defleksi intrinsikoid yang terlambat pada sadapan V6; segmen ST dan gelombang T yang abnormal pada sadapan prekordial kiri; tendensi deviasi aksis kiri. 67
Kriteria hipertrofi/dilatasi biventrikular : deviasi aksis kanan; tanda hipertrofi/dilatasi ventrikel kiri pada sadapan prekordial; rotasi jantung berlawanan arah jarum jam. Karakteristik overload sistolik : gelombang R yang tinggi di sadapan V1-V2 dan V5-V6, depresi segmen ST dan T terbalik, perpanjangan defleksi intrinsikoid. Karakteristik overload diastolik : gelombang R dan T yang tinggi disertai gelombang Q di V5-V6, sedikit elevasi segmen ST (ventrikel kiri); gambaran RBBB (ventrikel kanan).
disebut blok AV derajat 1 dan nilai interval tidak tetap pada setiap kompleks EKG atau disebut blok AV derajat 2. b.
Kelainan ini biasanya disebabkan oleh impuls dari nodus SA yang diharapkan melalui jalur tambahan (accessory pathway) sehingga akan lebih cepat mencapai berkas his. Contoh y ang khas adalah Wolf-Parkinson-White syndrome. c.
a.
Gelombang T terbalik yang lebar dan dalam
Bila terdapat T terbalik yang lebar dan dalam pada sadapan I, II, atau sadapan V4-V6, maka hampir dapat dipastikan adanya suatu iskemia miokard transmural atau aneurisma. Pada keadaan pasca serangan Stokes-Adam dengan AV derajat tiga selalu diberikan gambaran T terbalik yang lebar dan dalam. Gambaran ini juga terdapat pada takikardia dan hipokalemia. b.
Gelombang T yang sangat tinggi
Gelombang T yang sangat tinggi biasanya terjadi pada hiperkalemia dan hiperkalsemia. Gelombang U merupakan bagian akhir dari fase repolarisasi yang sebenarnya masih bagian dari gelombang T. Gelombang U yang terbalik pada sadapan I, II, V5, dan V6, paling sering disebabkan oleh penyakit jantung koroner dan tekanan darah tinggi. 4.
d.
Interval PR a. Perpanjangan interval PR
Disebabkan oleh gangguan konduksi didalam nodus AV. Kelainan ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu interval PR tetap pada setiap kompleks EKG atau biasanya
Segmen PR
Pada infark atrial atau perikarditis akut dapat terjadi elevasi atau depresi segmen PR.
Gelombang T
Gelombang T patologis dapat terjadi pada keadaan penyakit jantung (infark miokard/iskemia atau perikarditis), keadaan yang menyebabkan kerusakan miokard (anemia, infeksi berat hepatitis, asidosis, uremia), dan penderita yang menggunakan obat-obatan (digitalis, insulin, atau ementin). Setiap gangguan proses depolarisasi juga selalu diikuti dengan gangguan repolarisasi, yang selanjutnya akan menggambarkan gambaran gelombang T abnormal. Pada gelombang T yang patologis, yang dilihat bukan bentuk abnormalitasnya, akan tetapi perubahan arah defleksinya dari positif ke negatif atau sebaliknya. Gelombang T yang patologis berbentuk simetris, sangat tinggi, datar, atau terbalik. Munculnya gelombang T patologis dapat bersifat sementara atau permanen tergantung reversibilitas penyakit.
Interval PR yang berubah-ubah
Kelainan ini disebabkan oleh wandering pacemaker (pace maker yang mengembara), irama nodus AV yang mengalami konduksi retrogade atau AV dissociation.
Gelombang Q patologis
Lebar melebihi 0,04 s, dalamnya melebihi sepertiga tinggi gelombang R pada kompleks QRS yang sama, gelombang T terbalik. 3.
Perpendekan interval PR
5.
Interval QT
Walaupun dalam praktek ada dua kelainan inetrval QT, yaitu memanjang dan memendek, namun yang memiliki makna klinis adalah perpanjangan interval QT. a.
Kongenital atau idiopatik
Dikenal sebagai long QT syndrome, misalnya Romano-Ward syndrome. b. Acquired atau didapat
Dikarenakan pengaruh obat-obatan, gangguan keseimbangan elektrolit, dan penyakit-penyakit seperti gagal jantung kongestif, infark/iskemik miokard, dan prolaps katup mitral. 6.
Segmen ST
Segmen ST yang abnormal baru akan memiliki nilai diagnostik bila disertai gejala klinis atau disertai bentuk abnormal dari kompleks EKG yang lain. Segmen ST abnormal dapat dibagi menjadi elevasi segmen ST dan depresi segmen ST. Gambaran EKG pada Beberapa Kasus Kardiovaskular 1. Infark Miokard Akut
Jadi, pada dasarnya disebut bahwa infark miokard, yang mana adalah kerusakan jaringan miokard akibat iskemia hebat, dan lagi karena ini akut, berarti terjadinya tibatiba, bisa ditegakkan lewat tiga kriteria diagnosis, yaitu gejala klinis (nyeri dada), lab (enzim jantung, dll), dan juga EKG. Oleh karena itu, pengetahuan EKG ini akan jadi penting. Sebelum IMA, kan biasanya ada iskemia dulu kan, nah itu biasanya belum ada pengaruh ke QRS nya, tapi masih ke segmen ST atau T nya aja, tergantung diliat dari sadapan mananya, bisa aja ada penyempitan atau peninggian T, depresi / elevasi segmen ST, dll. Nah, khusus untuk IMA ini, perubahan EKG nya cukup khas, biasanya patokannya itu perubahan kompleks QRSnya, segmen STnya, atau gelombang T nya. 68
Kalau pada IMA transmural (endokardium – epikardium), gambaran EKG kalau di gambar 1 itu normal kan, tapi ya T nya mulai agak tinggi. Nantinya, dia biasanya berubah nih dari awalnya normal jadi elevasi segmen ST (2), biasanya katanya 1 jam juga udah mulai, berarti bisa jadi udah mulai ada nekrosis / infark di miokardnya. Bisa juga nanti ada progresi yang ditandai dengan hilangnya gelombang R sampai terbentuk gelombang Q yang patologis. Nah kalau di gambar itu, kira – kira ilustrasi kalau ternyata dikasih pengobatan trombolitik dan sukses, jadinya dia bakal kembali ke normal lagi. Untuk T bisa terjadi inversi sebelum nanti kembali ke normal lagi. Untuk segmen STnya, perlahan – lahan kembali ke isoelektrik, ya kira – kira 1 atau beberapa minggu. Tapi, Q nya tetap begitu, artinya emang udah sempet ada yang rusak bagian jantungnya, dan ya emang bakal tetep begitu aja Q nya terus – terusan, jadinya sebenarnya susah juga untuk jadiin Q ini patokan infark miokardnya itu akut atau ga, bisa emang baru ada, bisa udah lama.
2. Aritmia o Fibrilasi / flutter atrium , yang bisa telihat jelas biasanya adalah laju jantung cepat sekali, bahkan bisa sampai 228x/menit. Khusus untuk flutter, dikatakan o
o
o
o
o
o
kadang terlihat adanya gelombang P terbalik di sadapan II, III, dan aVF. Takikardia atrium , biasanya disebabkan oleh adanya re-entri yang bukan dari SA atau AV, jadinya nanti P yang muncul pun tidak sama dengan yang normal Takikardia Supraventrikular Paroksismal, ditandai dengan: Laju jantung regular, 150-250x/menit Kompleks QRS normal, meskipun jadinya biasanya jadi agak sempit karena lajunya cepat sekali Gelombang P agak “tertanam” di dalam kompleks QRS. Wolff-Parkinson-White Syndrome, yang pasti terlihat sekali adanya gelombang delta sebagai akibat take-off dari kompleks QRS yang terjadi lebih awal dari biasanya, karena pada kejadian ini si ventrikel diaktivasi oleh impuls melalui jalur tambahan. Ekstrasistol ventrikel , ditandai dengan kompleks QRS yang tidak didahului oleh gelombang P dan dalam hal ini, QRS nya biasanya lebar. Takikardia ventrikel, tandanya adalah kompleks QRS nya melebar juga (>0,12 detik), laju ventrikelnya 100-250x/menit (namanya takikardia kan), plus disosiasi AV. Blok AV Derajat satu: ada pemanjangan interval PR tapi QRSnya masih normal (kan
PR itu menggambarkan konduksi AV, kalau keblok ya nantinya tambah panjang kan)
Nah dari sini nanti lebih lanjut kalau mau jadi lebih expert, kita bisa menerka kira – kira di mana letak infarknya terjadi, kurang lebih terangkum dalam tabel ini: (sayang sekali ga ketemu gambarnya, tapi ya bisa dibayangin lah ya dari posisi tiap sadapan dan posisi tiap arteri koronaria yang udah kita pelajari di anatomi jantung) Lokasi Infark
Antero-septal Anterior Lateral Anterior-ekstensif High-lateral Posterior Inferior Ventrikel kanan
Lokasi Q / Elevasi ST
V1 dan V2 V3 dan V4 V5 dan V6 I, aVL, V1-6 !, aVL, V5-6 V7-9 II, III, aVF V2R-V4R
A.
Koroner yang Kena
Derajat dua: Mobitz tipe 1 (Weckenbach) , tandanya itu interval PR nya memanjang
(dan bisa juga salah satu gelombang P ga lagi dibarengi sama QRS. Mobitz tipe II ,tandanya adalah adanya 2 atau 3 denyutan normal dan secara tiba – tiba ada P yang tidak QRS. Derajat tiga: Interval PRnya waktunya udah kacau, udah ga jelas lagi, soalnya hambatannya sekarang sudah komplit.
Desendens anterior Desendens anterior Circumflex sinistra Desendens anterior Circumflex sinistra Circumflex sinistra Circumflex sinistra Ventrikular sinistra posterior Desendens posterior Koronaria dekstra
69
C-4 PEMERIKSAAN FISIK PREKORDIAL
Pemeriksaan fisik prekordial meliputi pemeriksaan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Teknik untuk melakukan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi telah diajarkan di pemeriksaan fisik umum. Pada KKD kali ini yang diajarkan adalah cara melakukan pemeriksaan prekordial pada keadaan normal, namun mulai disempil- sempilin nih yang patologis. Nah, buat mahir melakukan pf prekordial ini, kita harus paham dulu nih teori tentang inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi prekordial. INSPEKSI PREKORDIAL
1. 2.
3. 4.
Melakukan inspeksi dari sisi kanan pasien dan dari arah kaki pasien untuk menentukan apakah simetris atau tidak simetris. Inspeksi habitus (misal atleticus dengan melihat dari arah samping atau kaki pasien) dan kelainan yang ditemukan (misal pectus carinatum dan excavatum, barrel chest, penonjolan, edema, kelainan warna kulit). Kemudian lakukan inspeksi dari sisi sebelah kanan tempat tidur pada dinding depan dada dengan cermat, perhatikan adanya pulsasi. Perhatikan daerah apeks kordis, apakah iktus kordis nampak atau tidak nampak
PALPASI PREKORDIAL 1,2,3
Pada akhirnya, apa yang ditulis ini ga menutup kemungkinan salah tafsir atau keterbatasan pemahaman dari penulisnya, apalagi ini sebenernya kompetensi KKD anak tingkat 3. Jadi, kalau ada yang pernah baca / ngartiin lain, segera dikoreksi ya di milis, thanks sebelumnya. Oh iya, ada baiknya kalau mau dapet pengertian yang lebih mendalam, baca juga gimana fisiologi terjadinya kelainan2nya, soalnya kan ini cuma gambaran EKGnya aja.
Daftar Pustaka: 1. Thaler MS. Satu-satunya buku EKG yang anda perlukan. Alih bahasa, Wahab AS; editor, Teuku IMP, Aryandhito WN. Edisi ke 5. Jakarta: EGC, 2009 2. Dharma S. Pedoman Praktis Sistematika Interpretasi EKG. Jakarta: EGC, 2009. 3. Karim S, Kabo P. EKG dan Penanggulangan Beberapa Penyakit Jantung untuk Dokter Umum. Jakarta: FKUI; 1996.hal.51-182. 4. Guyton, Hall. Textbook of Medical Physiology. 11th edition. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2006. 5. http://www.nottingham.ac.uk/nursing/practice/resources/cardiology/acs/changes.p hp 6. http://www.frca.co.uk/article.aspx?articleid=100690
Palpasi memiliki pengertian sebagai suatu pemeriksaan pada permukaan tubuh yang mencakup pemeriksaan ukuran, bentuk, serta pergerakan dari organ internal dengan meletakkan tangan secara datar pada kulit. Sementara, precordial sendiri itu merupakan suatu area yang terletak pada bagian depan dari jantung dan berada pada sekitar bagian tengah dan kiri pada dada. 1 Palpasi pada region toraks biasanya digunakan untuk 4 keperluan, yakni mengidentifikasi bagian-bagian yang tender , menilai abnormalitas yang ditemukan pada saat inspeksi, penilaian lebih lanjut pada ekspansi dada (dinilai seberapa jauh toraks membesar saat menarik napas dalam dan apakah simetris dada kanan dan dada kiri) serta memeriksa fremitus (tremor atau vibrasi pada suatu area di tubuh) yang dilakukan dengan permukaan ulnar dari tangan, pada bates dikatakan bahwa pada area precordium, biasanya fremitus berkurang atau malah tidak ada. 1 Pada palpasi precordial, yang perlu dinilai juga adalah apeks kordis, dicari pulsasi serta posisinya. Pada sebagian besar pemeriksaan,pulsasi pada apeks biasanya merupakan pulsasi maksimal sehingga dapat dinilai jantung dari pasien, tapi pada kasus seperti perbesaran ventrikel kanan, anurisme aorta, atau dilatasi arteri pulmonal, biasanya pulsasi maksimal bukan pada apeks kordis. Apabila pulsasi apeks tidak dapat ditemukan pada posisi pasien supinasi, maka minta pasien untuk miring ke posisi kirinya ( left lateral decubitus ), apabila masih belum dapat ditemukan, minta pasien untuk membuang napas kuat-kuat dan tahan napasnya untuk beberapa detik. Pada pasien wanita, dapat diminta 70
untuk mengangkat payudara kirinya ke atas atau ke lateral bila perlu. Penilaian yang perlu dilakukan pada pulsasi apeks adalah lokasi, diameter, amplitudo, serta durasinya. 1 Untuk menilai pulsasi apeks kordis, apabila kita merasa kurang dapat menilai hanya dengan menggunakan jari kita, dapat dilakukan aksentuasi, dimana kita menggunakan tinta pulpen, atau suatu hal yang panjang dan memiliki ujung tumpul dan ujung runcing, lalu kita letakkan bagian yang tumpul itu di posisi terabanya apeks kordis, bentuk sudut sekitar 45600 dengan dada pasien, perhatikan pergerakan dari ujung runcing tinta pulpen tersebut, maka dapat terlihat bagaimana sebenarnya pergerakan dari jantung itu dan dapat dinilai lebih lanjut. Kualitas denyut apex yang normal dan yang tidak, hanya bisa didapatkan dengan banyak latihan. Apex yang berdenyut keras menunjukkan adanya peningkatan cardiac output (misalnya pada pasien yang demam atau setelah olah raga). Apex yang difus menandakan adanya kerusakan muskulus ventrikel, yang biasanya disebabkan karena inkark myocard atau cardiomyopathy. Impuls difus ini dapat dilihat dengan inspeksi precordium. Sifat impuls jantung pada hipertrofi ventrikel kiri sangat khas, yaitu sangat kuat dan menetap, bukan impuls tajam dan pendek. Pada stenosis mitral, apex jantung berupa tepukan (tapping). Hal ini disebabkan ventrikel kiri membesar sehingga bergeser menjadi lebih dekat ke dinding dada. Selain itu suara jantung pertama menjadi keras, sehingga dapat dipalpasi. Hipertrofi ventrikel kanan atau dilatasi, dirasakan dekat dengan garis sternal kiri. Jenis denyutan apeks yang mungkin didapatkan pada palpasi: Menghilang: obesitas, hiperinflasi, efusi pleura; Tergeser : kardiomegali, pneumotoraks; Tapping ( menyentak ): stenosis mitral; Ganda : hipertrofi ventrikel; Heaving (sangat kuat dan stabil): kelebihan tekanan – hipertensi, stenosis aorta; Parasternal heave: hipertrofi ventrikel kanan. Thrill adalah murmur yang teraba karena bersifat kuat, biasanya pada stenosis katup atau aneurisme.
Pada hipertrofi ventrikel kanan, batas pekak jantung melebar ke lateral kanan dan/ atau ke kiri atas. Pada perikarditis pekak jantung absolut melebar ke kanan dan ke kiri. Pada emfisema paru, pekak jantung mengecil bahkan dapat menghilang pada emfisema paru yang berat, sehingga batas jantung dalam keadaan tersebut sukar ditentukan.
AUSKULTASI PREKORDIAL Auskultasi Jantung: S1&S2
Selama diastol, tekanan pada atrium yang dipenuhi darah melebihi tekanan pada ventrikel yang terelaksasi. Hal ini menyebabkan terjadi aliran darah dari atrium masuk ke dalam ventrikel, membuka katup mitral. Pengosongan darah akan terjadi secara perlahan dan menurunkan tekanan atrium. Pada sistol, ventrikel kiri mulai berkontraksi dan menghasilkan tekanan yang melebihi tekanan pada atrium dan menutup katup mitral. Penutupan dari katup ini akan menghasilkan bunyi jantung S1. Kontraksi ventrikel akan diikuti dengan pengosongan darah dari ventrikel yang menyebabkan penurunan tekanan. Saat tekanan pada ventrikel kiri jatuh di bawah tekanan pada aorta, katup aorta akan menutup menghasilkan suara jantung S2, sekaligus memulai diastol selanjutnya.
PERKUSI PREKORDIAL
Perkusi dilakukan untuk menetapkan batas-batas jantung : Batas kiri jantung Batas kanan jantung Perkusi jantung mempunyai arti pada dua macam penyakit jantung yaitu efusi pericardium dan aneurisma aorta Batas atau tepi kiri pekak jantung yang normal terletak pada ruang interkostal III/IV pada garis parasternal kiri. Pekak jantung relatif dan pekak jantung absolut perlu dicari untuk menentukan gambaran besamya jantung. Pada kardiomegali, batas pekak jantung melebar ke kiri dan ke kanan. Dilatasi ventrikel kiri menyebabkan apeks kordis bergeser ke lateral-bawah. Hipertrofi atrium kiri menyebabkan pinggang jantung merata atau menonjol ke arah lateral.
Auskultasi Jantung: Bunyi Lain
Selama diastol katup mitral akan terbuka karena tekanan di atrium lebih tinggi dibandingkan tekanan di ventrikel. Biasanya suara ini tidak terdengar – kecuali jika terjadi kondisi patologis yang menghambat gerakan katup t ersebut, misalnya pada stenosis mitral. Suara ini disebut opening snap. Bayangkan jika anda membuka dua buah pintu dengan kekuatan yang sama. Yang satu kecil dan mulus, sedangkan yang satunya besar, tebal dan engselnya tidak dilumasi. Yang mana yang akan menimbulkan suara lebih besar?
71
Setelah pembukaan katup mitral terdapat periode di mana ventrikel terisi darah secara cepat. Pada anak kecil dan dewasa muda dapat terdengar adanya suara jantung yang dihasilkan oleh aliran darah yang membentur dinding ventrikel. Suara ini disebut suara jantung S3, atau pada orang tua disebut S3 gallop. Bayangkan setelah anda membuka pintu, tiba-tiba ada aliran air yang masuk dan membentur dinding. Mana yang akan menghasilkan suara lebih keras – dinding yang tipis atau dinding yang lebih tebal?
APA ITU MURMUR?
Murmur adalah kondisi dimana saat diauskultasi, jantung mengeluarkan bunyi lain selain keempat bunyi normal tadi. Apa saja penyebab kelainan bunyi jantung (murmur)? aliran darah bertambah cepat penyempitan di daerah katup atau pembuluh darah getaran dalam aliran darah oleh pembuluh yang tidak rata aliran darah dari ruangan yang sempit ke ruangan yang besar aliran darah dari ruangan yang besar ke ruangan yang sempit. Bagaimanakah aspek penilaian dari murmur (bising jantung abnormal)? Ada 6
poin, yaitu: 1.
Lokalisasinya
Tiap-tiap bising mempunyai lokalisasi tertentu, dimana bising itu terdengar paling keras (punctum maximum). Dengan menetukan punctum maximum dan penyebaran bising, maka dapat diduga asal bising itu : punctum maximum di apeks cordis, berasal dari katup mitral punctum maximum di sela iga 2 kiri, berasal dari katup pulmonal punctum maximum di sela iga 2 kanan, berasal dari katup aorta punctum maximum pada batas sternum kiri, berasal dari ASD atau VSD. 2.
Suara jantung S4 adalah suara jantung yang terjadi karena adanya kontraksi atrium, dan suara ini biasanya terdengar pada orang tua atau pada kelainan atrium.
Penjalarannya
Bising jantung itu biasanya masih terdengar sampai ke daerah penjalaran tertentu. Misalnya : Bising dari stenosa aorta menjalar ke daerah carotis Bising insufiensi aorta menjalar ke daerah batas sternum kiri. 72
3.
Bising dari insufisiensi mitral menjalar ke aksilia, punggung dan ke seluruh precordium. Bising dari stenosis mitral tidak menjalar atau hanya terbatas kesekitarnya.
6.
Dari kualitasnya, dapat ditentukan apakah bising yang terdengar itu bertambah keras (crescendo) atau bertambah lemah (decrescendo), juga sifatnya apakah meniup (blowing) atau menggenderang (rumbling).
Intensitasnya
Untuk intensitas ada 6 kelas menurut klasifikasi Levine, yaitu :
Langkah-langkah PF Prekordial
1.
2.
4.
Jenisnya
Jenis bising tergantung pada fase bising timbul, bisa: Bising Sistole, terdengar dalam fase sistole (antara bunyi jantung 1 dan bunyi jantung 2), ada yang : Bising sistole tipe ejection (mid-diastolik), timbul akibat aliran darah o yang dipompakan melalui bagian yang menyempit dan mengisi sebagian fase sistole. Didapatkan pada kasus stenosis aorta/pulmonal. o Bising sistole tipe pansistole, timbul sebagai akibat aliran balik yang melalui bagian jantung yang masih terbuka dan mengisi seluruh fase systole. Misalnya pada insufisiensi mitral/trikuspid. Bising diastole, terdengar dalam fase diastole (antara bunyi jantung 2 dan bunyi jantung 1), dikenal antara lain : o Mid-diastole, terdengar pada pertengahan fase diastole misalnya pada stenosis mitral. o Early diastole, t erdengar segara setelah bunyi jantung ke 2. misalnya pada insufisiensi aorta. o Pre-sistole, yang terdengar pada akhir fase diastole, tepat sebelum bunyi jantung 1, misalnya pada stenosis mitral. Bising sistole dan diastole (berlanjut/continous), terdengar secara berlanjut baik waktu sistole maupun diastole. Misalnya pada PDA 5.
Kualitasnya
Perbedaannya dengan bising fisiologis
Tidak semua bising merupakan pertanda kelainan, selama terjadi 5 prasyarat di awal tadi. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya bising fisiologis : demam, anemia, hamil, dan stress. Selain itu, bising juga dapat menjadi pertanda atherosklerosis, beri-beri, dan hipotiroidisme.
3.
4.
Memperkenalkan diri, memberikan informasi tentang pemeriksaan yang akan dilakukan dan meminta ijin. Menyebutkan nama, tujuan pemeriksaan, menerangkan apa yang akan dilakukan (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi), meminta persetujuan pasien Pemeriksaan Inspeksi Jantung Inspeksi letak iktus kordis dan menyebutkan dengan benar letak iktus kordis Bila iktus kordis tidak terlihat normal (jantung tidak membesar) Inspeksi habitus, bentuk dada, dan kelainan yang ditemukan Habitus ada 3 (astenikus, atletikus, piknikus) Bentuk dada yang diinspeksi: kesimetrisan dada statis dan dinamis, barrel chest (perbandingan lebar dan tebal dada 1:1 biasanya pada PPOK), pektus karinatum (dada menonjol seperti dada burung jantung besar), pektus ekskavatum (dada cekung), ginekomastia (bisa karena aldosteron naik, hormon, obat, atau tumor), venektasi Kelainan: luka (kelainan kulit, bekas operasi, bekas tusukan), sikatrik Pemeriksaan Palpasi Jantung Pasien diminta mengangkat lengan kiri l ateral dekubitus Posisi left lateral decubitus: telentang ke kiri agar jantung teraba Melekatkan seluruh telapak tangan pada dinding toraks dengan tekanan yang lembut dan menyebutkan letak iktus kordis Biasanya teraba di sela iga 4, di bawah papilla mammaria Pada palpasi iktus kordis, apakah ada thrill, heaving, lifting, atau tapping Thrill: bergetar sistol atau diastole. Jika thrill (+) menandakan adanya regurgitasi atau bocor, normalnya (-). Heaving: permukaan yang tidak rata teraba Lifting: permukaan dada tampak mengangkat-ngangkat, tapi tanpa heaving kardiomegali Tapping: jantung tampak memukul-mukul ke kulit stenosis Perkusi Jantung Perkusi pada linea aksilaris anterior kiri untuk mencari batas paru dengan l ambung (sonor – timpani) Pada posisi 2 jari di atas batas paru dengan lambung dilakukan perkusi kea rah medial untuk menentukan batas kiri jantung Perkusi pada linea parasternalis kiri ke bawah pinggang jantung (kalau pinggang jantung naik artinya jantung membesar / bengkak) 73
Perkusi pada linea midklavikula kanan untuk mencari batas paru dengan hati (sonor – pekak) Pada posisi 2 jari di atas batas paru dengan hati dilakukan perkusi ke arah medial untuk menentukan batas kanan jantung Pemeriksaan Auskultasi Jantung Auskultasi dilakukan dengan membandingkan dengan pulsasi arteri karotis Auskultasi pada sela iga 4 – 5 linea midclavicula kiri untuk mendengar bunyi katup mitral Auskultasi pada sela iga 2 linea parasternalis kiri untuk mendengar bunyi katup pulmonal Auskultasi pada sela iga 2 linea parasternalis kanan untuk mendengar bunyi katup aorta Auskultasi pada sela iga 4 – 5 linea parasternalis kanan untuk mendengar bunyi katup trikuspid bandingkan ketika inspirasi dan ekspirasi (jika mengeras saat inspirasi murmur bocor) Pemeriksaan dilakukan secara sistematis dan menyenangkan Membuat laporan hasil pemeriksaan (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi) -
5.
6. 7.
C-5 BUNYI JANTUNG
Untuk mendapatkan auskultasi yang baik perlu diperhatikan hal berikut:2 di dalam ruangan yang tenang, perhatian terfokus untuk mendengarkan bunyi yang lemah, sinkronisasi nadi untuk menentukan bunyi-bunyi jantung dan bising secara teliti. -
Sumber: 1 Black‟s Medical Dictionary 2 Bates‟ Guide to Physical Examination, Bab 6. The Thorax and Lungs 3 Bates‟ Guide to Physical Examination. Bab 7. The Cardiovascular System
Tempat mendengarkan bunyi jantung tidak tepat di atas katup yang didengarkan. 1 Berikut lokasi titik pemeriksaan auskultasi adalah: 2 - Apeks ventrikel kiri untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup mitral Sela iga IV-V sternal kiri dan sternal kanan untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup trikuspidal Sela iga III kiri untuk mendengarkan bunyi patologis yang berasal dari septal bila ada kelainan ASD atau VSD Sela iga II kiri untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup pulmonal. Katup pulmonalis bunyinya terdengar di atas aorta karena penghantaran suara naik ke arteri pulmonalis. Sela iga II kanan untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup aorta. Katup aorta bunyinya terdengar di atas aorta karena penghantaran suara naik ke aorta. - Arteri karotis kanan dan kiri untuk mendengarkan bila ada penjalaran bising dari katup aorta.ataupun bila terdapat stenosis di arteri karotis sendiri. 74
C-6 PEMERIKSAAN THT DAN SWAB TENGGOROK Anatomi Telinga
Ga pake lama, langsung liat aja gambarnya (btw kita ga akan bahas dalem banget, paling beberapa struktur penting):
Murmur dapat dibedakan dari suara jantung dari durasi nya. Murmur berdurasi lebih panjang dibandingkan bunyi jantung biasa. Suara jantung 1 (S1) terdiri dari 2 suara, yaitu suara katup mitral yang lebih dulu muncul dan suara katup tricuspid yang muncul belakangan. Suara jantung 2 (S2) terdiri dari 2 komponen, tertutupnya katup semilunar pulmonary dan aorta. Di buku bates saya tidak menemukan adanya indikasi atau kontraindikasi khusus pada pemeriksaan auskultasi. Pada dasarnya, pemeriksaan ini semua dilakukan bila kita memiliki kecurigaan terhadap kelainan suara jantung atau hanya sekedar memastikan tidak adanya masalah pada jantung.
Telinga kebagi jadi telinga luar (isi: pinna – alias daun telinga ato auricula dan meatus akustikus eksternus ), telinga tengah, (isi: ruang timpani) telinga dalam (isi: kanalis semisirkularis, vestibulum, koklea ). Daun telinga ad beberapa bagian yang harus kita lihat dan palpasi, seperti tragus, antitragus, helix, antihelix, daerah preaurikuler, dan daerah retroaurikuler (ga ada di gambar, kupingnya tarik ke arah depan nah daerah belakang kuping itulah daerah retroaurikuler). Meatus akustikus eksternus: panjang 2,5 cm, 1/3 luar kartilago 2/3 dalam tulang. Di bagian kartilago ada folikel rambut, kelenjar pilosebasea, kelenjar seruminosa (penghasil serumen alias berbahan dasar wax , bakalan jadi kotoran telinga kalo tambah keratin yang lepas-lepas dan debris). Bagian telinga tengah bakal tersambung dengan tuba eustakius ke daerah nasofaring (u/ keseimbangan tekanan, biasanya saluran ini teruttup kecuali saat menelan ato menguap huamm).2 Membran timpani jadi batas telinga tengah dengan telinga luar, berbentuk tipis dan semitransparan. Membran ini nempel sama tulang-tulang pendengaran dan seolah-olah tulang ini “terproyeksi” di membran (liat gambarnya – membrannya ga mulus gitu). Permukaan membran ini ga mulus dan punya puncak (daerah yang paling tinggi alias muncul ke arah luar)yang disebut umbo. 75
Membran timpati terdiri atas 2 bagian: pars flaccida dan pars tensa. Pars flaccida letaknya di atas dan lebih kecil ukurannya. Pars tensa itu menyusun membran sisanya dan di pars tesna keliatan tonjolan tulang malleus yang ngebagi pars tensa jadi lipat anterior dan lipat posterior.1 Nah, kalo disenter pake pen-light atau lebih jelas lagi pake otoskop, kelihatan ada pantulan yang berkilau seperti mutiara, mengkilap, yang disebut dengan daerah refleks cahaya. Di kuping kanan relfeks cahaya ini biasanya di arah jam 5, sedangkan di kuping kiri di jam 7 (http://www.entusa.com/flash/normal_eardrum/normal_eardrum.htm, gambarnya bagus-bagus)
Nyeri di belakang telinga menunjukkan peradangan mastoid Nyeri yang terasa jauh di dalam telinga, dan diperberat dengan membungkuk, disebabkan oleh penyakit telinga tengah
Pengeluaran sekret kronis dari telinga paling sering berasal dari kanalis eksterna . Pengeluaran cairan secara tiba-tiba yang diikuti dengan hilangnya nyeri biasanya terjadi kalau gendang telinga pecah dengan spontan. Nyeri karena penyakit pada tuba eustachius atau peradangan telinga tengah dapat dialihkan ke leher, tepat dibawah angulus mandibula. Vertigo merupakan iritasi pada labirin yang menimbulkan gejala pusing berputar. Kanalis eksternus pada anak-anak lurus, sedangkan kanalis eksterna pada dewasa membentuk sudut, sehingga daun telinga perlu ditarik ke atas dan belakang untuk memvisualisasikan gendang telinga. Nervus Arnold(cabang n.Vagus) mempersarafi kanalis eksternus, jika terdapat iritasi pada nervus ini dapat ditandai dengan timbulnya batuk pada saat spekulum dimasukkan dalam kanalis eksternus. Membran timpani yang normal berwarna abu-abu seperti mutiara dan cekung. Pada peradangan akut, membran timpani tampak merah dan tampak pembuluh darah kecil berjalan dipermukaannya. Untuk memeriksa mobilitas membrana timpani, dapat dilakukan dengan cara meminta pasien untuk menjepit hidungnya dan memintanya meniup dengan bibir terkatup. Membran timpani yang normal akan menonjol ke luar sebagai respon terhadap peningkatan tekanan yang dihantarkan sampai ke tuba eustachius. Akan tetapi jangan lakukan tes ini pada pasien yang sedang flu atau terdapat penyakit dalam telinganya. PEMERIKSAAN HIDUNG
Riwayat penyakit Gangguan fungsi
hidung dapat berupa kehilangan kemampuan mencium, ketidakmampuan mencium, ketidakmampuan untuk menyaring atau membersihkan udara, atau masalah melembabkan udara inspirasi. Jikaditemukan sekret, sifat secret juga penting. Secret yang jernih mengarah ke alergi, infeksi virus, atau respon vasomotor. Sekret purulent mengarah ke superinfeksi oleh bakteri. Jikapasien
Gangguan pendengaran yang sering kali dikeluhkan pasien terdiri atas perubahan ketajaman pendengaran, tinitus, vertigo, dan nyeri. Tinitus adalah suara mendengung, bunyi ceklekan,atau suara berdering yang didengar oleh pasien secara terus-menerus atau terputus-putus baik unilateral maupun bilateral. Tinitus disebabkan oleh kelainan yang letaknya proksimal terhadap foramen ovale dan mempunyai banyak penyebab diantaranya salisilat dalam dosis yang tinggi. Nyeri yang timbul pada waktu manipulasi tragus berarti peradangan kanalis eksterna
mengeluh nyeri kalau bernafas di udara dingin mungkin menderita pengeringan mukosa hidung. Gejala nyeri yang ditimbulkan oleh hidung biasanya berkaitan dengan sinus. Epistaksis adalah suatu pengamatan yang mengejutkan tapi tidaknyeri (dapat berhubungan dengan trauma ringan, infeksi saluran nafas atas, iritasi). Mendengkur dapat disebabkan oleh obstruksi hidung. Cairan spinal seperti keluarnya cairan yang jernih atau meningitis berulang dapat disebabkan oleh fraktur dasar tengkorak dengan robekankecilpada lamina krobrosa (sehinggacairan serebrospinaldapat mengalir bebas) Hidung sebaiknya diperiksa dengan menggunakan speculum hidung serta sumber cahaya yang kuat melalui lampu kepala. Sumbu saluran hidung, tegak lurus dengan muka, bukan sejajar batang hidung. Oleh karena itu, untuk mendapatkan visualisasi yang baik, 76
kepala pasien dimiringkan ±45 o, lalu ujung hidung diangkat menggunakan ibu jari kiri. Normalnya, septum nasal membagi saluran udara kira-kira menjadi dua ruang yang sama besar dan membran mukosa hidung berwarna merah muda – merah. Pada bagian lateral rongga hidung akan terlihat beberapa struktur bulat, yang terletak paling bawah yaitu ujung anterior konka inferior, dan di atasnya adalah ujung anterior konka media. Ceruk yang terlihat seperti celah di antara kedua konka tersebut dinamakan meatus media. Meatus media ini merupakan tempat keluar/mengalirnya sekret purulen/nonpurulen/serosa dari sinus2 di wajah menuju tenggorokan pada pasien sinusitis. Inspeksi apakah terdapat lesi yang berbentuk massa, perubahan membran mukosa (merah-lembabiritasi/infeksi, merah pucat-basah alergi), keadaan konka (hipertrofi [mukosanya tidak licin], atrofi, normal, udem[mukosanya licin karena isinya cairan]), ulserasi, perforasi, polip(massa seperti anggur, merah muda,pucat, relatif mobile), keganasan(putih keabu-abuan, rapuh, relatif tidak sensitif). Palpasi pada sinus frontal, ethmoid, dan maksila. Pada penderita sinusitis palpasi ini akan menimbulkan nyeri yang hebat. Perforasi septum merupakan penyebab tersering epistaksis dapat disebabkan iritasi atau trauma. PEMERIKSAAN DAN SWAB TENGGOROK Anatomi tenggorok
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
vestibule hard palate soft palate uvula palatoglossal arch palatine tonsil palatopharyngeal arch posterior wall of oropharynx pterygoid hamulus
Lidah warna dan arsitekturnya (papil-papilnya lengkap nggak..) Mukosa pipi warna, hiperemis atau tidak Palatum durum (bagian yang keras) warna dan arsitekturnya Palatum mole (bagian yang lunak) warna dan arsitekturnya Uvula Periksa apakah uvulanya benar2 ada di tengah2 arkus faring. Arkus faring periksa arkus faringnya simetris atau tidak
Kemudian tekan lidah pada 2/3 anterior, tapi menekannya tidak boleh membentuk sudut, harus sejajar sama lidahnya. Setelah ditekan, inspeksi lagi: Tonsil (Amandel) Dilihat ukurannya. Skala pengukurannya itu dari T 0 – T4, normalnya T1. Kalau T0 itu ditemukan pada orang-orang yang tonsilnya sudah diangkat (operasi). T4 ciri-cirinya adalah tonsil kanan dan kirinya sudah menyatu (disebut kissing tonsil ). Orang-orang dengan kissing tonsil ini biasanya tidurnya mendengkur dan suka lupa (menurut narasumber sih karena oksigen yang sampai ke otak kurang). Selain itu dilihat juga arsitektur dari tonsilnya. Pada beberapa kasus bisa ditemukan kriptus (tonsilnya seperti melipat-lipat). Di lipatan-lipatan ini bisa nyangkut sisa makanan dan akhirnya bikin pasiennya sering sakit tenggorokan (karena di situ jadi tempat hidupnya kuman) dan bau mulut. Adanya kissing tonsil dan kriptus ini adalah tanda dari tonsilitis akut. Selain itu tonsilnya juga akan membengkak dan merah, kadang ditemukan pus. Dinding faring posterior Lagi-lagi warnanya, hiperemis atau tidak. Lalu kadang ditemukan granul-granul yang disebabkan oleh peradangan yang lama. Pada pasien sinusitis atau rhinitis juga dapat ditemukan Post-nassal Drip, yaitu mucus (baca: ingus) berlebihan yang mengalir ke daerah ini. Biasanya hal ini bisa dirasakan sama pasiennya, terus biasanya malah ditelen. Alhasil, pasiennya malah jadi sering infeksi gastrointestinal (diare) karena bakteri di mucus dari masuk semua. Kalau untuk swabnya, tinggal swab kapas steril ke daerah faring posterior atau tonsil. Yang harus diperhatikan cuma nempelin swabnya jangan lama-lama. Kalau lama2, bisa2 pasiennya malah muntah. O.o
Langsung ke check list no. 3 ya... Pasien disuruh membuka mulut, kemudian kita inspeksi: 77
C-7 PEMERIKSAAN JASMANI PARU
Tujuan dari pemeriksaan jasmani paru adalah menetukan ada tidaknya kelainan struktural jaringan. Dasar pemeriksaan jasmani paru adalah inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi (lakukan dengan benar dan sistemastis). Pemeriksaan jasmani pada paru didasarkan pada: 1. Adanya udara di alveoli dan saluran napas 2. Terjadinya aliran (arus) udara di saluran napas 3. Terdapatnya saluran-saluran pernapasan terbuka (patent) 4. Adanya penghalang. Persiapan pemeriksaan jasmani paru: Bangku periksa sebaiknya datar dan dilapisi kasur tipis 1. Pemeriksa berdiri di samping kanan bangku periksa 2. 3. Sikap pemeriksa harus tenang Sikap subyek yang diperiksa sebaiknya berbaring lurus telentang, kedua kaki 4. berdempetan, kedua lengan di samping badan atau lurus ke atas dan kepala menghadap ke depan Bila subyek yang diperiksa tidak dapat berbaring, misalnya pada serangan asma, 5. maka subyek dapat diperiksa dalam posisi duduk dengan kaki tergantung ke bawah (tidak menyentuh lantai) di pinggir bangku periksa 6. Subyek yang diperiksa sebaiknya membuka pakaian atas (telanjang dada) sampai batas pinggang. Pada perempuan, perlu dijelaskan maksud membuka bagian dada tersebut, yaitu untuk pemeriksaan jasmani paru dengan baik dan tepat. INSPEKSI Kata William Osler, ”Jangan sentuh pasienmu, catatlah dahulu apa yang kamu lihat”. Inspeksi merupakan pemeriksaan yang sangat penting, berhentilah, dan lihatlah keadaan pasien sebelum menyentuhnya.
Setelah semua persiapan dilakukan, pemeriksaan dapat dimulai dengan pertama-tama menilai: 1) Keadaan umum
1. 2. 3. 4. 5.
Perhatikan apakah penderita tampak sesak (waktu berbicara atau bahkan saat diam juga uda sesak) Stridor dan suara sesak Terdengarnya mengi dengan telinga biasa menunjukkan adanya bronkospasme yang berat Perhatikan dahak yang dibatukkan (warna, kekentalan, bau, dan bongkahan mukus) Bunyi gemericik lendir menandakan adanya retensi sekret.
2) Warna Kulit
Perhatikan tanda sianosis atau pucat. 1. Sianosis warna kulit menjadi kebiruan atau kelabu akibat kurangnya oksigen dalam darah 2. Kulit pucat berarti anemia atau penyakit kronis ** Pada orang kulit gelap , sianosis pada kulit sulit dinilai, jadi lihat bibir dan warna kuku .
3) Ekstremitas
Perhatikan adanya jari tabuh (clubbing fingers ). ** kelainan ujung jari yang menggembung. Pada jari normal, antara kuku dan kulit ujung jari membentuk sudut 160.
Jari Tabuh (Clubbing Fingers )
Penyakit paru yang sering menimbulkan jari tabuh: bronkiektasis, kanker paru, abses paru, fibrosis kistik, dan fibrosis paru. Penyakit di luar paru yang sering menimbulkan jari tabuh : sirosis hati, penyakit jantung kongenital, endokarditis bakteri subakut, dan kolitis ulseratif kronik. Pada stadium awal pembentukan jari tabuh, sudut 160 ini akan menghilang (B). Cara pemeriksaan untuk mengetahui jari tabuh dapat dilakukan dengan mempertemukan kedua ujung jari dengan merapatkan sisi dorsalnya (D).
78
5) Dada belakang
Daerah interskapula. Ujung bawah skapula setinggi iga ke-7 atau torakal ke-8. Korpus vertebra dihitung dengan pedoman vertebra prominens (C7),, itu loh yg nonjol di blakang leher. Garis-garis vertikal yang perlu diketahui: (lgsg liat gbr aja uda jelas) 1. Garis skapula kanan dan kiri 2. Garis midspina
4) Dinding dada
Dalam rongga dada terdapat jantung dan paru. Untuk memudahkan pendeskripsian kelainan pada pemeriksaan, dada diproyeksikan pada beberapa titik, sudut, dan garis sebagai patokan.
6) Inspeksi dada Statik dan dinamis
* Garis midsternum: garis vertikal yang melalui tengah sternum * Garis sternum: garis vertikal yang melalui perlekatan iga-iga dengan sternum * Garis parasternum: garis vertikal yang melalui pertengahan antara garis midklavikula dengan garis sternum * Garis midklavikula: garis vertikal yang melalui tengah klavikula, biasanya mengenai papila mammae * Garis aksila posterior dan anterior * Garis aksila media: garis vertikal yang melalui pertengahan garis aksila anterior dan aksila posterior.
Dada dalam keadaan tidak bergerak ( statik ) adalah melihat dada tanpa memperhatikan pergerakan napas. Perhatikan kesimetrisan dada kiri dan kanan. Pada keadaan bergerak ( dinamis), melihat pergerakan dada kiri dan kanan saat bernapas, perhatikan kesimetrisan pergerakan tersebut. ** Kelainan pada permukaan dinding dada, sela iga, dan bentuk dada. Pada permukaan dinding dada, adakah kelainan kulit, edema subkutis, bendungan vena, benjolan (tumor), enfisema subkutis, atau spider n evi. Lihat kesimetrisan payudara, ginekomasti, atau adanya perlekatan. Sela iga dilihat melebar atau menyempit. Sela iga yang melebar dijumpai pada enfisema dan sela iga yang menyempit dapat dijumpai pada schwarte (fibrosis pleura). ** Bentuk dada dilihat normal atau abnormal. Bentuk dada normal bila diameter antero-posterior lebih kecil daripada diameter lateral (sagital) dengan rasio 5:7 sampai 1:2. Bentuk dada abnormal: 79
1. 2.
3. 4. 5. 6. 7. 8.
Dada paralitik: sela iga sempit, iga-iga lebih miring. Angulus costae < 90 . Dada emfisema: dada mengembang, diameter besar (diameter antero-posterior dan sagital hampir sama/sama), tulang punggung melengkung, dan angulus costae > 90. Dada kifosis Skoliosis Lordosis Kifoskoliosis Pektus ekskavatum: kelainan kongenital sternum yang mencekung ke dalam. Pektus karinatum: sternum mencembung ke depan, seperti dada burung.
2. 3.
4. 5. 6.
Sifat pernapasan. Torakal, abdominal, atau lebih sering torakoabdominal. Irama (ritme) napas: a. Normal b. Kussmaul: pernapasan yang cepat dan dalam, pada asidosis metabolik terutama ketoasidosis diabetikum (koma diabetikum). c. Biot: pernapasan dengan irama dan amplitudo yang tidak teratur, diselingi oleh periode apnu, pada kerusakan otak, meningitis spinal, gangguan sistem saraf pusat. d. Cheyne-Stokes: pernapasan dengan amplitudo yang mula-mula kecil dan makin membesar lalu surut lagi, diseling apnu, juga pada gangguan saraf pusat, tekanan intrakranial meningkat, gagal ginjal, meningitis, drug overdose , CHF. e. Pernapasan sighing : pola pernapasan normal yang diselingi inspirasi dalam, biasanya oleh karena tekanan emosi (stress). Kedalaman: pernapasan yang dangkal, misalnya pada emfisema. Keserasian: pernapasan asimetri, misalnya pada schwarte (fibrosis pleura). Tanda dari Hoover: retraksi abnormal tanpa disertai pengembangan dada, merupakan petunjuk kontraksi diafragma yang buruk pada penderita dengan obstruksi jalan napas.
Pektus ekskavatum
A. Skoliosis
B. Kifosis
C. kifoskoliosis
** Pada keadaan dada bergerak (dinamis), lihat pergerakan napas: 1. Frekuensi. Normal 12-18x/menit. Kalo <12x/menit bradipneu; kalo >18x/menit takipneu. Pada anak, frekuensi napas lebih cepat adalah normal. 80
PALPASI
Perabaan dengan menggunakan telapak tangan dan jari untuk mencari kelainan yang tidak terlihat pada inspeksi atau mengkonfirmasi dan mendapatkan data yang lebih detail dari kelainan pada inspeksi. Leher, periksa: 1. Pembesaran kelenjar getah bening (limfe) Perabaan pembesaran kelenjar getah bening di daerah submandibula, sepanjang sternokleidomastoideus, dan supraklavikula. Pembesaran kelenjar getah bening di daerah tersebut dapat memberi petunjuk bagi kelainan di paru, seperti pembesaran kelenjar getah bening di supra klavikula pada kanker paru, pembesaran kelenjar getah bening di daerah sepanjang sternokleidomatoideus pada tuberkulosis dan infeksi saluran napas atas. 2. Posisi trakea Menetapkan adanya deviasi trakea sangat penting untuk mengetahui ada ti daknya pergeseran mediastinum. Pada fibrosis paru atau penebalan pleura atau atelektasis, mediastinum dan trakea akan tertarik ke sisi yang sakit, sedangkan pada efusi pleura atau penumotoraks atau massa tumor yang mendorong mediastinum, maka trakea dan mediastinum akan terdorong ke sisi yang sehat.
-
Dada
a.
Ekspansi Dada Normalnya dinding dada ekspansi simetrik saat inhalasi dalam. Ekspansi tersebut dapat dievaluasi pada dada depan dan dada belakang. Pada dada depan, tangan pemeriksa diletakkan sepanjang anterolateral dada dengan kedua ibu jari saling berhadapan (lihat gambar). Dari garis tengah dapat dilihat perbedaan relatif gerakan dada (lihat gambar).
Pemeriksaan ekspansi dada depan
Pada dada belakang, tangan pemeriksa diposisikan sepanjang posterolateral dada dengan kedua ibu jari bertemu pada daerah vertebra T8.
Pemeriksaan posisi trakea, dengan meletakkan jari telunjuk pada daerah kiri dan kanan antara m. sternokleidomasteoideus dan trakea. Cara lain adalah dengan meletakkan ujung-ujung jari telunjuk, jari tengah, dan jari manis kanan (jangan lupa sebelumnya ratakan ujung jari) pada daerah suprasternal notch dan meraba posisi trakea di tengah (ujung jari tengah) atau bergeser ke kanan (jari telunjuk ) atau ke kiri (jari manis)..
Pemeriksaan ekspansi dada belakang
81
b.
Fremitus Fremitus vokal adalah vibrasi yang ditimbulkan pita suara selama fonasi. Fremitus taktil (tactile fremitus ) adalah vibrasi di atas ditransmisikan turun ke cabang trakeobrokial terus ke alveoli dan dinding dada. Pada saat vibrasi, dinding dada diraba dengan telapak tangan dan rasakan. Fremitus ditentukan dengan kedua telapak tangan yang diletakkan di dada kiri dan kanan, lalu meminta pasien untuk menyebutkan angka tujuh puluh tujuh (77) atau sembilan puluh sembilan (99) berulang-ulang. Vibrasi fremitus raba tersebut dapat melemah, normal, atau mengeras. Fremitus yang meningkat (mengeras) disebabkan transmisi vibrasi melalui media yang lebih padat. Struktur paru normal adalah kombinasi dari padat dan jaringan yang berisi udara. Segala kondisi yang menimbulkan peningkatan densitas paru, seperti konsolidasi pneumonia, menyebabkan peningkatan fremitus (fremitus mengeras). Bila area konsolidasi tidak berhubungan dengan bronkus, fremitus dapat melemah. Fremitus taktil akan melemah (berkurang) pada penderita obese atau otot yang tebal, rongga pleura terisi udara (pneumotoraks), rongga pleura terisi cairan (efusi pleura), fremitus vokal menurun bermakna atau tidak ada fremitus vokal. Fremitus taktil adalah relatif suatu penilaian kasar, tetapi sebagai teknik panduan pemeriksaan fremitus taktil dapat membantu agar pemeriksa memperhatikan kemungkinan abnormalitas. Kemudian akan dikonfirmasi/ dicek dengan mendengarkan suara napas secara auskultasi.
PERKUSI
Perkusi adalah pemeriksaan dengan mengetok permukaan dada untuk mengevaluasi struktur di bawahnya. Perkusi dada menghasilkan bunyi dan vibrasi raba ( palpable vibration ). Perkusi dapat mengevaluasi paru sampai kedalaman 5-7 cm di bawah dinding dada. Perkusi dilakukan dengan cara mengetok jari tengah kiri yang diletakkan pada permukaan dada depan/ dada belakang dengan ujung jari tengah kanan tangan kanan. Sendi pergelangan bertindak sebagai aksis. Suara yang ditimbulkan oleh ketukan tersebut merupakan karakteristik perkusi: 1. Sonor, pada jaringan paru yang normal/ sehat 2. Hipersonor, pada paru yang banyak mengandung udara, seperti emfisema dan pneumotoraks 3. Redup, bila mengenai jaringan padat massa, konsolidasi atau atelektasis, atau cairan 4. Pekak, mengenai jaringan yang sangat padat, massa luas atau cairan masif 5. Timpani, terdengar pada perkusi lambung akibat getaran udara di dalam lambung, dapat terdengar juga pada pneumotoraks yang luas atau lokal. ** Dengan perkusi dapat ditentukan batas organ rongga dada dan abdomen:
Batas paru – hati. Perkusi pada garis midklavikula kanan, bising ketok sonor menjadi redup, normal pada sela iga ke-6. Peranjakan antara inspirasi dan ekspirasi umumnya dua jari. b) Batas paru – lambung. Perkusi pada garis aksilaris anterior kiri, bising ketok sonor menjadi timpani (biasa kalo abis makan), atau sonor ke redup (kalo lambung kosong). Normal pada sela iga ke-8. c) Batas jantung/ mediastinum kanan. Sebagaimana batas paru – hati, perkusi pada garis midklavikula kanan, bising ketok sonor menjadi redup kemudian 2 jari di atas tempat tersebut dilakukan perkusi lagi ke arah medial (sternum) sampai terdengar perubahan dari sonor menjadi redup, normal antara garis midsternum dan sternum kanan d) Batas jantung/ mediastinum kiri. Sebagaimana batas paru – lambung, perkusi pada garis aksilaris anterior kiri, bising ketok sonor menjadi timpani kemudian 2 jari di atas tempat tersebut dilakukan perkusi lagi ke arah medial (sternum) sampai terdengar perubahan dari sonor menjadi redup, normal sedikit sebelah medial dari garis midklavikula kiri. a)
A. Pemeriksaan fremitus menggunakan permukaan palmar dari ujung-ujung jari B. Penggunaan bersamaan tangan kanan dan kiri
82
Stetoskop Teknik perkusi
Daerah kronig yaitu daerah supraklavikula didapatkan perkusi yang sonor, seluas tiga sampai empat jari di pundak. Kelainan di dalam puncak paru dapat menyebabkan hilangnya daerah kronig. Batas paru belakang bawah ditentukan pada garis skapula, dilakukan perkusi ke bawah sampai mendapatkan perubahan bising ketok sonor menjadi redup. Pada paru kiri belakang biasanya setinggi vertebra T10 dan satu jari lebih tinggi pada paru kanan. AUSKULTASI
Merupakan pemeriksaan terpenting dari seluruh pemeriksaan jasmani paru yang harus dikuasai benar dalam mengenal dan menilai kelainan paru. Dasar auskultasi paru: 1. Pendengaran Kebanyakan suara napas berada pada daerah frekuensi dimana telinga kurang sensitif dalam menerima frekuensi tersebut. Rata-rata orang muda dapat mendengar getaran suara frekuensi 16 - 10.000 Hz. Sensitivitas itu menurun pada frekuensi di bawah 1000 Hz. Suara napas normal umumnya berada pada 500 Hz atau kurang, oleh karena itu mudah dimengerti bila telinga menjadi kurang peka menangkap suara tersebut. Untuk dapat mendengar suara napas dengan baik, perlu ruangan yang sunyi, tenang, dan kadang-kadang dengan mata tertutup supaya lebih konsentrasi. 2. Stetoskop Digunakan untuk membantu mendengar lebih baik. Stetoskop modern terdiri dari gabungan dua jenis stetoskop, tipe bell dan tipe membran ( Bowles ). Tipe bell digunakan terutama untuk nada rendah (low pitched ). Tipe membran yang berdiameter lebih lebar, lebih cocok untuk nada tinggi ( high pitched ).
3.
Sumber bunyi Turbulensi aliran udara pernapasan merupakan sumber suara utama. Walaupun ada dua jenis aliran udara lainnya, yaitu aliran laminer dan vortices . Aliran udara turbulen terutama terjadi pada trakea, bronkus-bronkus, dan bronkus segmental. Pada bronkus perifer, aliran yang lambat menjadi laminer yang lemah.
Cara-cara melakukan auskultasi Auskultasi harus dilakukan baik pada posisi berbaring dan posisi duduk tegak. Membandingkan paru kiri dan kanan harus selalu dilakukan. Stetoskop harus dipindahkan dari satu sisi dada ke sisi lain pada lokasi yang sama. Jangan sekali-kali menggerakkan satu sisi ke bawah dan pada sisi lain ke bawah. Setiap daerah di auskultasi dengan seksama pada waktu penderita bernapas melalui mulut pada pernapasan yang agak kuat dan dalam.
Auskultasi mulai dari apeks paru dan sitematik dibandingkan kanan dan kiri , turun kebawah, dibandingkan kiri kanan setiap lokasi. 83
Mulai konsentrasi pada inspirasi : Perhatikan panjangnya inspirasi, kualitas bunyi, dan kerasnya. Selanjutnya, bandingkan dengan ekspirasi. Hindari menempatkan stetoskop di atas bulu atau pakaian. Hindarkan seluruh bagian stetoskop dari benda-benda lain yang memungkinkan pergesekan, karena akan menimbulkan bunyi-bunyi artifisial.
Auskultasi dada belakang **Bunyi napas pokok Bunyi napas pada paru normal 1. Vesikuler Bunyi yang relatif lembut, nada rendah ( low pitched ), seperti desah, didengar di bagian perifer paru. Fase inspirasi jauh lebih panjang dari ekspirasi dengan rasio 3:1. Ekspirasi lebih lemah dari inspirasi, hampir tidak terdengar. Istilah vesikuler dulu dianggap timbul oleh udara di alveoli, kemudian terbukti bahwa bunyi tersebut ditimbulkan oleh aliran turbulensi di bronkus lobus dan segmental, bukan di alveoli. 2. Bronkial Bunyi ini bersifat keras, bernada tinggi ( high pitched ), kasar, mirip bunyi udara yang ditiup melalui pipa yang bolong. Bila diteliti ternyata ada ” gap ”. Tidak ada bunyi antara akhir inspirasi dan awal ekspirasi. Fase ekspirasi lebih keras dan lebih panjang dari inspirasi. Pada keadaan yang normal, dapat didengar di atas manubrium sterni, ada ” gap ” antara fase inspirasi dan fase ekspirasi. Adanya suara bronk ial di bagian perifer paru berarti adanya hantaran bunyi yang abnormal oleh karena jaringan paru yang memadat. 3. Bronkovesikuler Bunyi campuran dari bronkial dan vesikuler. Rasio inspirasi dan ekspirasi kira-kira 1:1. Pada keadaan normal, dapat didengar di dua tempat: anterior dekat bronkus utama
4.
kanan kiri pada sela iga 1 dan 2 dan posterior di antara skapula. Bila didengar di tempat lain berarti ada pemadatan atau keadaan abnormal lainnya. Trakeal Bunyi ini umumnya tidak diperiksa rutin auskultasi. Sangat keras, nada tinggi sekali, dan besar. Fase ekspirasi sedikit lebih panjang dari inspirasi. Lebih mirip dengan suara bronkial, dapat digunakan untuk pedoman dalam menentukan apakah suara napas yang didengar vesikuler atau bronkial, bila ada keragu-raguan antar keduanya.
Diagram bunyi napas normal Vesikuler Garis ke atas menunjukkan inhalasi, garis ke bawah ekshalasi. Panjang garis menunjukkan durasi, tebal garis menunjukkan intensitas bunyi, dan sudut antara garis ke atas dan garis horizontal (putus-putus) menunjukkan nada, semakin besar sudut semakin tinggi nada, semakin kecil sudut semakin rendah nada bunyi napas.
84
Pada umumnya bunyi napas abnormal dapat digolongkan: 1. Bunyi napas pokok yang mengalami hantaran abnormal, yaitu bronkofoni, egofoni, pectariloquy, bunyi napas bronkial, amforik, dan bunyi napas yang melemah. Bunyi napas tambahan ( adventitious lung sound ), yaitu: continuous : wheezing , stridor, ronki kering (low pitch wheezing / wheezing dengan nada rendah); dan discontinuous : ronki basah (crackles ). 2. Bunyi lain: pleural friction rub (bunyi gesekan kering saat inspirasi dan ekspirasi antara pleura viseral dan parietal pada peradangan intrapleura/ pleuritis), succusio Hypocrates. * Succio hypocrates, adalah bunyi yang dapat didengar apabila dada penderita digoyang- goyang. Biasanya terdapat pada keadaan hidro pneumotoraks. Bunyi yang terdengar seperti botol terisi air yang tidak penuh.
Bunyi napas pokok dikaitkan dengan kelainan paru.
* Ronchi adalah suara yang dihasilkan saat udara melewati jalan nafas yang penuh cairan/ mukus, terdengar saat inspirasi maupun ekspirasi. * wheezing : bu nyi “ngiik...” terdengar saat inspirasi maupun ekspirasi karena penyempitan bronkus eksudat yang lengket pada pasien asma dan bronkitis. * bronkofoni: bunyi kata-kata yang diucapkan di atas suatu bronkus. Kalau terdengar di tempat lain, hal ini menunjukkan konsolidasi. * egofoni: Ditambah lagi dengan tanda “i – e” artinya bila penderita diminta mengucapkan “i” maka akan terdengar suara “e” sengau. * pectariloquy: mengacu pada fenomena yang terjadi ketika auskultasi paru, dimana resonansi meningkat. Jenis termasuk egophony dan bronchophony. * amforik: bila terdengar suara seperti tiupan pada mulut botol. Amforik merupakan suara resonansi dari rongga-rongga cavernae yang dalam paru. Mengi (Wheezing )
Ditimbulkan melalui vibrasi dinding saluran napas yang menyempit, saat udara lewat dengan velositas yang tinggi. Penyempitan saluran napas dapat disebabkan berbagai hal seperti bronkospasme, edema mukosa, dan benda asing dalam bronkus. Nada wheezing tidak bergantung kepada panjang saluran napas yang menyempit, tetapi bergantung kepada derajat penyempitan saluran napas. Semakin berat derajat penyempitannya, semakin tinggi nada wheezing . Saat wheezing diidentifikasi, identifikasi pula nadanya, intensitasnya, dan siklus pernapasan yang terlibat (inspirasi dan/atau ekspirasi). Semakin berat penyempitan saluran napas, semakin tinggi nadanya, semakin keras intensitasnya, dan melibatkan 2 siklus pernapasan. Wheezing dapat polifonik atau monofonik. Polifonik menunjukkan multiple saluran napas Temuan pemeriksaan jasmani paru dikaitkan dengan gambaran foto t oraks.
yang menyempit (obstruksi), misalnya pada asma. Pada monofonik, saluran napas yang menyempit dapat single atau multiple . Contoh single monofonik adalah obstruksi pada single jalan napas, misalnya tumor bronkus. 85
*velositas: kecepatan yang diukur dalam satuan jarak persatuan waktu. **Ronki kering (Ronchi = low pitch wheezing ) Mekanisme terjadinya dihubungkan dengan adanya sputum yang banyak pada jalan napas. Vibrasi lapisan sputum (sputum flap ) saat udara lewat menghasilkan bunyi tambahan kontinu dengan nada rendah, dikenal dengan ronki kering, yang dapat berubah/menghilang dengan batuk. **Ronki basah (crackles ) Dihasilkan akibat pergerakan sekret yang banyak saat udara lewat. Pada kondisi ini, biasanya ronki basah terdengar pada inspirasi dan ekspirasi. Dapat menghilang/ berubah dengan batuk.
Bunyi Hantaran Abnormal 1. Bunyi napas bronkial (yang di atas) 2. Bronkofoni Suara kata-kata yang dikeluarkan menjadi lebih terang didengar, karena frekuensi/ nada-nada tinggi dihantarkan lebih baik. Terjadi pada konsolidasi dimana hantaran menjadi lebih baik 3. Amforik Bunyi napas yang ditimbulkan bila ada rongga di jaringan yang berhubungan langsung dengan bronkus, terdengar seperti meniup botol kosong. Cara: Stetoskop diletakkan di atas daerah konsolidasi, bila penderita mengatakan tujuhtujuh dan kata-kata dapat terdengar jelas, dikatakan bronkofoni positif.
Ronki basah dapat pula terjadi pada keadaan tanpa sekret yang banyak, yaitu melalui mekanisme terbukanya secara mendadak (akibat perbedaan tekanan saat inspirasi/ udara masuk) jalan napas kecil yang kolaps, dikenal dengan pop open , terdengar saat inspirasi, misalnya pada pneumonia. Dahulu dikenal dengan krepitasi. Stridor ** Stridor merupakan suara abnormal, high-pitched , yang dihasilkan oleh aliran tubulen
yang melewati saluran yang mengalami obstruksi sebagian di supraglottis, glottis, subglottis, dan atau trakea. Stridor terjadi melalui mekanisme yang sama dengan wheezing , yang terjadi pada saluran napas atas. Terdengar walau tanpa stetoskop karena nada tinggi dan intensitas keras dengan lokasi pada saluran napas atas. Penyempitan diameter saluran napas atas dapat disebabkan edema mukosa/ epiglotitis karena infeksi akut (infeksi virus/ croup pada usia anak), inflamasi setelah ekstubasi, penyempitan karena adanya tumor laring, dll. Stridor lebih sering terdengar saat inhalasi, karena saluran napas atas cenderung menyempit saat inspirasi kuat ( inspiratory effort ). Gesekan Pleura ( Pleural friction rub ) Gesekan pleura yang ditimbulkan oleh gesekan pleura viseral dan parietal yang menjadi kasar oleh karena permukaannya mengalami inflamasi dan menjadi kasar sehingga bergesekan selama bernapas. Sering terdengar hanya pada inhalasi, tetapi bukan tidak mungkin terdengar pada inhalasi dan ekshalasi. Bunyinya sering sukar dibedakan dengan ronki basah kasar, terutama didengar pada akhir inspirasi dan awal ekspirasi, dan tidak berubah dengan batuk (ronki basah kasar berubah dengan batuk).
86
C-8 ENDOTRACHEAL INTUBATION
Intubasi endotrakea merupakan prosedur menjaga jalan napas menggunakan endotracheal tube (ETT) yang dimasukan kedalam trachea. Intubasi sering dilakukan untuk memfasilitasi ventilasi paru baik secara manual maupun menggunakan ventilator. Dasar Teori Anatomi
Ini anatomi singkat mengenai intubasi endotrakea. Jadi si benda ETT itu akan dimasukan melalui mulut dengan tujuan sampai ke paru. Kalo diliat di gambar, dia akan melewati pita suara, larynx, dan trachea. Perhatiin trachea itu ada di anterior esophagus (kerongkongan), jadi kalau pasiennya tidur terlentang, trachea itu ada di bagian langit2, jangan salah masuk lobang ya :P Tujuan1
Proteksi jalan nafas Membebaskan jalan nafas Melakukan terapi oksigen dan ventilasi mekanik Mengurangi usaha pernapasan Memfasilitasi penghisapan sekret saluran nafas dan pencucian bronkus.
Indikasi
Pasien gagal nafas membuka jalan nafas & langkah awal dalam terapi oksigenasi dan ventilasi mekanik Pasien tidak sadarkan diri mencegah lidah yang jatuh menutup jalan napas serta mengantisipasi hilangnya reflex yang menyebabkan regurgitasi muntah & darah Pasien luka bakar udara panas yang dihirup dapat menyebabkan inflamasi & obstruksi sepanjang saluran napas Pasien hiperventilasi pada cidera intrakranial Pasien dengan mukus yang menghalangi bronkus 1 Anafilaksis & infeksi yang disertai pembengkakkan saluran napas atas Trauma wajah atau leher yang disertai perdarahan orofaring dan hematoma 2 Pemasangan ETT penting pada pasien yang tidak sadarkan diri karena biasanya lidah pasien akan jatuh ke belakang dan mengganggu jalan nafas.
Kontraindikasi
Menurut dokternya sih tidak ada kontraindikasi dari ETT, karena tindakan ini kan lifesaving . Tapi dari sumber lain disebutkan bahwa kalau pada pasien cedera leher jangan dilakukan, karena pada saat tindakan leher akan diekstensikan, cedera lehernya bisa jadi tambah parah. Selain itu dikatakan kontraindikasi absolut jika: (1) terjadi obstruksi saluran napas atas total; (2) tidak terlihatnya oropharyngeal landmarks seperti uvula dan palatum mole . Kalau terjadi kedua hal ini, sulit untuk dlakukan intubasi dan lebih disarankan untuk operasi untuk buka jalan napasnya. 2 Tambahan aja nih, siapa tau ditanya. Secara cepat, kita bisa tau kalau masang ETT ini bakal sulit pake hukum LEMON: L: Look externally secara penampilan fisik bisa tau kalau bakal susah, contohnya: mandibulanya kecil, lidahnya besar, & lehernya pendek. E: Evaluate the 3-3-2 rule kemungkinan berhasil masang EET akan meningkat kalau pasien bisa masukin 3 jarinya sendiri diantara gigi, 3 jari antara thyroid dan mentus, dan 2 jari antara tulang hyoid & tulang rawan thyroid. Kalau gak kebayang, buka videonya yang super jelas di http://vimeo.com/9319522 M: Mallampati score dikatakan bahwa terdapat hubungan antara yang terlihat langsung dengan mata dan yang nanti akan terlihat dengan laryngoscope. Lihat di gambar samping, intinya kalau semakin jelas keliatan lobang ke tenggorokan & kerongkongan ya semakin mudah kesulitannya. O: Obstruction kalau ada benda yang menghalangi jadi semakin sulit. N: Neck mobility kalau pasien ada arthritis atau cedera cervix, jadi susah kalau mau diekstensikan lehernya. 3 Komplikasi
Tindakan intubasi ini banyak komplikasinya, makanya penting sebelum tindakan ini untuk minta informed consent dulu (tips dari dokternya, biar gak kena tuntut :P). Hipoksia, hipkapnea ini kalau prosedur pemasangan terlalu lama Gangguan kardiovaskular (peningkatan refleks vagal takikardi, hipertensi, nyeri hebat) oleh karena itu tidak bol eh dilakukan pada pasien yang sadar. 87
Trauma pada gigi, bibir, dan gusi akibat prosedur yang salah Malposisi pipa endotrakea kalau terlalu dalam dan masuk ke salah satu cabang bronkus bisa terjadi kolaps paru (karena paru yang satunya gak dapet oksigen) Trauma pada faring, laring, dan trakea Distensi lambung dan aspirasi isi lambung ini kalo salah masuk lobang :P Spasme bronkus/ spasme laring saat tindakan
Sellick Maneuver
Prosedur
Sellick maneuver ini merupakan metode penekanan pada tulang rawan cricoid untuk menutup lumen esofagus dan menghindari regurgitasi pada saat pasien dibius. Anatominya bisa lihat di bawah:
Untuk lengkapnya lihat checklist masing2 ya, yang akan dibahas disini hanya yang penting2 aja. Tindakan pertama yang dilakukan adalah memeriksa kelengkapan alat-alat yaitu: alat pelindung diri (masker, handskun, goggle), boneka intubasi, obat yang diperlukan (spray anastesi lokal, sedasi, anelgesik, pelumpuh otot), monitor (EKG, oksimetri denyut, NIBP), pengganjal kepala, laringoskop dewasa, pipa endotrakea, stylet, forsep magill, suction unit, spuit 10 cc untuk inflasi balon, lubrikan, plester, dan bag-mask-valve . Harus hapal ya!
Terminologi ini sering ketuker sama backward-upward-rightward pressure (BURP) maneuver. Kalo BURP itu tujuannya untuk membantu supaya laring itu lebih mudah terlihat waktu kita mau intubasi. Gambarnya dibawah ini: 4
ETT harus disiapkan sesuai ukuran pasien. Biasanya ukuran ETT untuk laki-laki 7-7.5, sedangkan perempuan 6-6.5, dan pada ibu hamil biasanya lebih kecil lagi. Terdapat juga ETT khusus yang dilapisi perak yang memiliki efek antimikrobial.
Yang penting lagi dan sering lupa itu memeriksa apakah balonnya berfungsi atau tidak. Caranya disuntik pake spuit 10 cc beberapa kali, lalu dikempeskan lagi. Sebelum dimulai tindakan juga jangan lupa preoksigenasi dengan oksigen 100% selama 2-3 menit . Pada langkah memposisikan kepala pasien, sebaiknya leher diekstensikan dengan headtilt ( jangan kalau curiga cedera tulang belakang ) karena posisi ini meluruskan jalur yang akan dilewati oleh ETT. Setelah laringoskop berhasil dimasukan, laringoskop diangkat dengan arah 45 derajat. Jangan menjadikan lekukan laringoskop sebagai tuas, kalau gak , gigi atas pasien bisa patah! Kalau ETT sudah berhasil dimasukkan dan balon sudah dikembangkan. Jangan lupa auskultasi untuk memeriksa apakah ada suara di lambung (kalau ada, berarti salah masuk lobang!). Kalau di pipa terlihat pengembunan berarti sudah benar.
Nah yang terakhir itu, algoritme apabila sudah kita lakukan penilaian mengenai jalan napas pasien. Sederhananya sih kalau pasien kita itu ventilasi spontan tapi susah napasnya (ada gangguan), kita langsung siapin buat intubasi kalau masih gagal, pake prosedur operasi. Kalau pasiennya gak kooperatif atau lagi emergensi boleh kasih sedasi sama pelumpuh otot baru deh di intubasi. REFERENSI 1. Penuntun KKD Tatalaksana Jalan Nafas II 2. Lafferty KA. Rapid Sequence Intubation [Internet]. 2011 [updated 2011 Jun 3; cited 2011 Jun 17]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/80222-overview#showall 3. Birnbaumer DM, Pollack. The Difficult Airway: Evaluation of the Difficult Airway. Semin Respir Crit Care Med [Internet]. 2002 [cited 2011 Jun 17]; 23(1). Available from: http://www.medscape.com/viewarticle/430201_2 4. Esper RC, Ramirez BV, Bahena M. The BURP maneuver. Rev Mex Anesth [Internet]. 2008 [cited 2011 Jun 17];31(1):63-65. Available from: http://www.csen.com/burp.pdf
88