LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN
³TEMPE BERMBUMBU´
Disusun oleh : Paskalista Paskalis ta Kristiana Kristi ana
A1M009038
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN 2011
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus kapang Rhizopus , seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai ³ragi tempe´. Tempe merupakan makanan tradisional Indonesia , terutama di pulan jawa. Teknik pembuatan tempe ini telah diketahui sejak sebelum tahun 1900 , tetapi prosedur pembuatannya masih sederhana. Banyak bahan dasar yang dapat digunakan dalam pembuatan tempe , tetapi yang banyak dikenal adalah tempe dari kedelai. Untuk memperoleh tempe yang berkualitas baik , maka kedelai yang digunakan juga harus yang berkualitas baik dan tidak tercampur dengan bahan lain, seperti jagung, kacang hijau dan biji-bijian lainnya. Selain itu, prosedur pengolahan pengolahan harus dilakukan dengan tepat. Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat , seperti antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah penyakit degeneratif. Tempe berpotensi untuk digunakan melawan radikal bebas , sehingga dapat menghambat proses penuaan dan mencegah terjadinya penyakit degeneratif (aterosklerosis, jantung koroner , diabetes melitus, kanker , dan lain-lain). Selain itu tempe juga mengandung zat antibakteri penyebab diare , penurun kolesterol darah, pencegah penyakit jantung, hipertensi, dan lainlain. Komposisi gizi tempe baik kadar protein , lemak , dan karbohidratnya tidak banyak berubah dibandingkan dengan kedelai. Namun , karena adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe , maka protein, lemak , dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna di dalam tubuh
dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Oleh karena itu , tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi hingga lansia) , sehingga bisa disebut sebagai makanan ma kanan semua umur.
B. Tujuan Mempelajari teknik pembuatan tempe berbumbu berbumbu dari berbagai jenis kacangkacangan.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Tempe yang dibuat dari kedelai merupakan tempe yang paling dikenal luas dan paling banyak dimanfaatkan orang untuk lauk makanan. Tempe kedelai yang murni dari biji kedelai tanpa campuran bahan lain. Selain tempe kedelai , ada juga yang membuat tempe dari bahan lain , contohnya tempe benguk yang dibuat dari biji benguk , tempe lamtoro dari biji lamtoro , tempe gembus dibuat dari bahan bungkil tahu, tempe bungkil dari bungkil kacang tanah atau tempe bongkrek dari bungkil kelapa (Sarwono, 2005). Menurut Kasmidjo (1990) tempe yang baik harus memenuhi syarat mutu secara fisik dan kimiawi. Tempe dikatakan memiliki mutu fisik fisik jika tempe itu sudah memenuhi ciri-ciri tertentu. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut : a.
Warna Putih Warna putih ini disebabkan adanya miselia kapang yang tumbuh pada permukaan biji kedelai.
b.
Tekstur Tempe Kompak Kekompakan tekstur tempe juga disebabkan oleh miselia ± miselia kapang yang menghubungkan antara biji-biji kedelai. Kompak tidaknya tekstur tempe dapat diketahui dengan melihat lebat tidaknya miselia yang tumbuh pada
permukaan
tempe.
Apabila
miselia
tampak
lebat , hal
ini
menunjukkan bahwa tekstur tempe telah membentuk masa yang ompak , begitu juga sebaliknya. s ebaliknya. c.
Aroma dan rasa khas tempe
Terbentuk aroma dan rasa yang khas khas pada tempe disebabkan disebabkan terjadinya degradasi komponen-komponen dalam tempe selama berlangsungnya proses fermentasi. Tempe dengan kualitas baik mempunyai ciri-ciri berwarna putih bersih yang merata pada permukaannya , memiliki stuktur yang homogen dan kompak , serta berasa , berbau dan beraroma khas tempe. Tempe dengan kualitas buruk ditandai dengan permukaannya yang basah , struktur tidak kompak , adanya bercak bercak hitam, adanya bau amoniak dan da n alkohol, serta beracun (Astawan, 2004). Menurut Astuti (1995) , tempe merupakan makanan tradisional yang mempunyai potensi sebagai radical scavenger dalam pros es penuaan. Mengingat secara umum konsumsi protein penduduk Indonesia adalah kurang, maka sangat perlu meningkatkan produksi pangan sumber protein yang murah, baik hewani maupun nabati. Jenis kacang-kacangan yang terdapat di Indonesia cukup potensial untuk dikembangkan menjadi produk yang bergizi , aman dan sesuai dengan selera masyrakat. Misalnya produk atau olahan biji kacang tunggak , biji turi, koro benguk (Handajani, 1994). Kadar protein kacang tunggak setara dengan kacang hijau dan gude. Bahkan , kadar vitamin B1 yang relatif lebih tinggi dari pada kacang hijau. Klasifikasi V igna igna unguiculata L. menurut nomenklatur adalah Divisio : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Bangsa : Rosales Suku : Caesalpiniaceae Marga : V igna igna Jenis : V igna igna unguiculata L. (Anonim2, 2008). Kacang Tunggak ( V igna igna unguiculata, L) termasuk dalam keluarga Leguminosa. Bijinya mempunyai kandungan protein cukup besar yaitu sekitar 25%. Tanaman ini diperkirakan berasal dari Afrika Barat. Di samping toleran terhadap kekeringan kacang tunggak juga mampu mengikat nitrogen dari udara. Daun dan polongnya yang masih muda cukup nikmat bila dikonsumsi sebagai sayuran.
Biji kacang tunggak yang telah matang pada pengukuran 100 g mengandung 10 g air , 22 g protein, 1,4 g lemak , 51 g karbohidrat , 3,7 g vitamin, 3,7 g karbon, 104 mg kalsium dan nutrisi lainnya. Energi yang dihasilkannya sekitarnya sekitar 1420 kj/100 g. Pada biji yang masih muda dalam 100 g mengandung 88 ,3 air , 3 g protein, 0,2 g lemak , 7,9 g karbohidrat , 1,6 vitamin, 0,6 karbon, dan energi yang dihasilkannya sekitar 155 kj/100 g (Van der Maesen dan Somaatmaja, 1993). Tempe adalah pangan asli Indonesia yang dibuat dari bahan baku kedelai melalui proses fermentasi oleh Rhizopus sp. Pembuatan tempe terdiri dari beberapa tahap yaitu sortasi, perebusan, perendaman, pengupasan kulit , peragian dan fermentasi. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa tempe (kedelai) termasuk bahan pangan bergizi tinggi (Tabel 6). Selain dari kedelai, tempe juga dapat dibuat dari bahan baku kacang gude (Damardjati dan Widowati , 1995; Indrasari et al. , 1992) atau kacang tunggak (Richana dan Damardjati , 1999). Substitusi kedelai dengan kacang gude hingga 30% masih dapat menghasilkan tempe yang diterima oleh konsumen (Indrasari et al. , 1992). Kacang tunggak tanpa dicampu dica mpurr kedelai dapat menghasilkan tempe dengan baik. Fermentasi adalah perubahan kimia dalam bahan makanan yang disebabkan oleh enzim dari kedelai yang mengandung enzim lipoksidase. Bahan pangan umumnya merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan berbagai jenis mikroorganisme (Buckle , 2007). Kapang tempe bersifat aerob obligat membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya , sehingga apabila dalam proses fermentasi itu kurang oksigen maka pertumbuhan kapang akan terhambat dan proses fermentasinya pun tidak berjalan lancar. Oleh karena itu, pada pembungkus tempe biasanya dilakukan penusukan dengan lidi yang bertujuan agar oksigen dapat masuk dalam bahan tempe. Sebaiknya jika dalam proses fermentasinya kelebihan oksigen , dapat menyebabkan proses metabolismenya terlalu cepat sehingga suhu naik dan pertumbuhan pertumbuhan kapang terha mbat (Kusharyanto dan Budiyanto , 1995). Fermentasi adalah suatu proses metabolisme yang menghasilkan menghasilkan produk produk pecahan baru dan substrat organik karena adanya aktivitas atau8 kegiatan
mikroba. Fermentasi kedelai menjadi tempe oleh R. Oligosporus terjadi pada kondisi anaerob. Hasil fermentasi tergantung pada fungsi bahan pangan atau substrat mikroba dan kondisi sekelilingnya yang mempengaruhi pertumbuhannya. Dengan adanya fermentasi dapat menyebabkan beberapa perubahan sifat kedelai tersebut. Senyawa yang dipecah dalam proses fermentasi adalah karbohidrat (Winarno, 1980). Selain meningkatkan mutu gizi, fermentasi kedelai menjadi tempe juga mengubah aroma kedelai yang berbau langu menjadi aroma khas tempe. Tempe segar mempunyai aroma lembut seperti jamur yang berasal dari aroma miselium kapang bercampur dengan aroma lezat dari asam amino bebas dan aroma yang ditimbulkan karena penguraian penguraian lemak makin la ma fermentasi fermentasi berlangsung , aroma yang lembut berubah menjadi tajam karena terjadi pelepasan amonia (Astawan , 2004). Dengan adanya proses fermentasi itu kedelai yang dibuat tempe rasanya menjadi enak dan nutrisinya lebih mudah dicerna tubuh dibandingkan kedelai yang dimakan tanpa ta npa mengalami fermentasi. Keuntungan lain dengan dibuat tempe adalah bau langu hilang hilang serta cita rasa dan aroma kedelai bertambah berta mbah sedap. sedap. Menurut Supardi dan Sukamto (1999) , proses fermentasi yang melibatkan kemampuan mikrobia sesuai dengan kondisi proses dan hasilnya , terbagi dalam bentuk : a. Proses fermentasi secara alkoholik , jika hasilnya diperoleh alkohol. Misalnya dalam pembuatan beberapa jenis minuman. b. Proses fermentasi secara non alkoholik , tidak diperoleh alkohol, tetapi berbentuk asam organik , vitamin, asam amino, dan sebagainya , misalnya pembuatan tempe , kecap, oncom.
III.
METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan Bahan :
y
Bubuk bawang putih
y
Kacang tolo
y
Bubuk ketumbar
y
Laru
y
Garam
halus
y
Minyak goreng
y
y
Daun pisang
y
Alat : y
Kompor
y
Dandang
Panci Nampan
y
Ember
y
Pisau
y
Sarung tangan
y
Tampah
y
Baskom
y
wajan
B. Prosedur Kerja kacang ditimbang 500 g kacang direbus selama 20 menit kacang direndam direndam dengan air rebusan selama s elama 8 jam Kacang dicuci dan dikupas kulitnya Kacang dicacah halus diberi bumbu 8% atau kacang utuh diberi bumbu 3% Kacang dikukus selama 20 menit kacang diberi laru 2% lalu dicampur kacang dibungkus dengan daun pisang kacang diperam hingga menjadi tempe diamati pertumbuhan misellium misellium tempe digoreng tempe di uji sensoris
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil i.
Kacang Tolo Utuh Tabel 5.1 Kenampakan Sebelum S ebelum digoreng y
Tumbuh misellia 16 jam
y
Terbentuk struktur kompak 34 jam
y
Kekompakkan kompak
Tabel 5.2 Uji Organoleptik Tempe Setelah digoreng Parameter
I
II
III
IV
V
VI
Warna
3
3
3
3
3
3
Rasa
3
1
3
2
2
1
Flavor
1
2
1
2
2
1
Aroma
3
3
2
3
3
1
Kesukaan Kesukaa n
2
1
1
2
2
2
Keterangan Parameter : Warna :
Rasa :
Flavor :
1 tidak coklat
1 tidak berasa
1 tidak kuat
2 agak coklat
2 agak berasa
2 Agak kuat
3 coklat
3 berasa
3 kuat
4 sangat cokelat
4 sangat berasa
4 sangat kuat
Aroma :
Kesukaan :
1 tidak bau tempe
1 tidak suka
2 agak bau tempe
2 agak suka
3 bau tempe 4 sangat bau tempe
ii.
3 suka 4 sangat suka
Kacang Tolo Cacah Tabel 5.3 Kenampakan Sebelum S ebelum digoreng
Bahan
Parameter
Tempe 1
Tempe 2
Tempe 3
Tempe 4
Lama fermentasi optimal
17 jam
17,5 jam
17 jam
18 jam
Kekompakan misellia
3
2
4
2
3 3
3 3
4 4
3 3
Warna Aroma Keterangan Parameter : Warna :
Kekompakan :
Aroma :
1 sangat putih
1 sangat kompak kompak
1 sangat kuat
2 putih
2 kompak
2 kuat
3 agak putih
3 agak kompak
3 agak kuat
4 tidak putih
4 tidak kompak
4 tidak kuat
Tabel 5.4 Uji Organoleptik Tempe Setelah digoreng Panelis
I
II
III
Parameter
I
II
III
IV
Warna
2
3
4
3
Rasa
1
2
1
1
Flavor
2
2
1
2
Aroma
2
2
1
2
Kesukaan
2
1
2
1
Warna
3
3
4
3
Rasa
2
2
1
2
Flavor
2
2
1
2
Aroma
2
3
1
2
Kesukaan
1
1
1
1
Warna
1
2
3
1
Rasa
2
2
2
2
Flavor
2
2
1
2
Aroma
1
2
2
2
Kesukaan
1
2
2
1
IV
Warna
3
3
3
3
Rasa
2
3
1
1
Flavor
2
2
1
2
Aroma
2
2
1
1
Kesukaan
1
2
1
1
Keterangan Parameter : Warna :
Rasa :
Flavor :
1 tidak coklat
1 tidak gurih
1 tidak enak
2 agak coklat
2 agak gurih
2 Agak enak
3 coklat
3 gurih
3 enak
4 sangat cokelat
4 sangat gurih
4 sangat
enak
Aroma :
Kesukaan :
1 tidak bau tempe
1 tidak suka
2 agak bau tempe
2 agak suka
3 bau tempe 4 sangat bau tempe
3 suka 4 sangat suka
B. Pembahasan Pada praktikum tempe berbumbu digunakan bahan baku kacang tolo yang utuh dan yang dicacah dengan menggunakan tambahan bumbu bubuk bawang putih dan ketumbar sebanyak 8% untuk kacang yang dicacah dan 3% untuk kacang yang utuh. Uji sensoris pada suatu produk memiliki arti penting , berkaitan dengan penerimaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan. Uji sensoris dalam penelitian ini dilakukan pengujian kesukaan panelis dengan metode skoring oleh 6 orang panelis tidak terlatih untuk tempe kacang tolo utuh dan 4 orang untuk tempe kacang tolo cacah. Uji sensoris dilakukan 2 kali yaitu uji sensoris tempe mentah dan uji sensoris tempe matang. Parameter yang
digunakan untuk uji sensoris tempe mentah meliputi warna , aroma, dan kekompakan misellium sedangkan parameter yang digunakan untuk uji sensoris tempe matang meliputi warna , aroma, rasa, flavor dan kesukaan. Skor kesukaan terhadap sifat sensoris tempe sebelum dan setelah digoreng dapat dilihat pada tabel 5.1, 5.2, 5.3 dan 5.4. Pada uji organoleptik ini ditemukan bahwa tempe kacang tolo cacah dan utuh memiliki angka penilaian yang tidak berbeda jauh bahkan hampir mirip. Berikut karakteristik tempe yang dihasilkan tempe kacang tolo utuh maupun cacah: 1. Lama fermentasi dan kekompakan misellia Dari data di atas dapat di ketahui bahwa waktu awal pertumbuhan misellia pada kedua perlakuan terjadi pada waktu yang hampir bersamaan yaitu sekitar 16-18 jam. Pada daerah yang ditumbuhi misellium membentuk struktur yang cukup cukup kompak. kompak. Namun pada tempe kacang kacang tolo yang dicacah pembentukan misellium terjadi hanya pada ujung-ujungnya saja sedangkan bagian tengah tempe tidak terbentuk misellium. Hal ini disebabkan oleh fermentasi yang kurang sempurna. Menurut Sorenson dan Hesseltine (198 6), Rhizopus sptumbuh sp tumbuh baik pada kisaran pH 3,4-6. Pada penelitian semakin lama waktu fermentasi , pH tempe semakin meningkat sampai pH 8 ,4, sehinggajamur semakin menurun karena pH tinggi kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur. Secara umum jamur juga membutuhkan air untuk pertumbuhannya, tetapi kebutuhan air jamur lebih sedikit dibandingkan dengan bakteri. Selain pH dan kadar air yang kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur , jumlah nutrien dalam bahan , juga dibutuhkan oleh jamur. ja mur. Pada proses fermentasi fer mentasi tempe kacang tolo cacah sempat mendapatkan mendapatka n perlakuan pendinginan sehingga kondisi tempe menjadi lembab. Kondisi tempe yang lembab menyebabkan fermentasi terhambat. Fermentasi yang kurang sempurna menyebabkan glukosa dalam tempe hanya membentuk asam-asam organik dan tidak membentuk ethanol sehingga rasa dari t empe tersebut asam dan pertumbuhan kapang menjadi terhambat.
2. Warna Umumnya tempe kedelai memiliki ciri-ciri kenampakan berwarna putih. Warna putih disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai (Kasmidjo, 1990). Sedangkan pada praktikum kali ini tempe yang dihasilkan memiliki warna yang kurang menarik saat sebelum digoreng. Warna dari tempe tersebut menjadi pucat yang bukan merupakan karakteristik yang baik pada tempe. Hal ini disebabkan oleh tumbuhnya misellium yang kurang merata pada tempe. Dari tabel penilaian sensoris warna di atas dapat dilihat bahwa tempe yang telah digoreng memiliki warna coklat keemasan seperti halnya tempe kedelai yang ada di pasar. 3. Aroma Tempe mempunyai aroma yang spesifik , yang disebabkan oleh terjadinya
degradasi
komponen-komponen
dalam
kedelai
selama
fermentasi. Menurut Hesseltine et al., (1976), proses pembuatan tempe menjadikan kedelai lebih enak dimakan dan meningkatkan nilai gizinya. Pada umumnya tempe tunggak dan tempe gude aromanya menyengat. Aroma pada tempe disebabkan adanya senyawa-senyawa volatil dan nonvolatil. Senyawa-senyawa volatil tersebut antara lain methana , ethana, nheksana, 2-propanon, 2-pentanon, 2-heptanol dan 2 ,4 dekadiena sedangkan senyawa non-volatil terdiri dari ester karbonil dan asam karbonilat (Ilyas dkk , 1977). Tempe T empe kacang tolo (tunggak) yang dibuat pada praktikum praktikum kali ini menghasilkan aroma yang kurang sedap. Aroma tempe tidak menunjukan aroma spesifik tempe melainkan seperti bau busuk. Aroma tidak sedap tersebut sedikit menghilang setelah menghilang namun tidak hilang sepenuhnya. 4. Rasa Instrumen yang paling berperan mengetahui rasa suatu bahan pangan adalah indera lidah. Dalam pengawasan mutu makanan, rasa termasuk komponen yang sangat penting untuk menentukan penerimaan
konsumen. Meskipun rasa dapat dijadikan standar dalam penilaian mutu , disisi lain rasa adalah sesuatu yang nilainya sangat relatif (Winarno , 1993). Menurut Winarno (199 7) rasa adalah sesuatu yang nilainya sangat relatif. Pada praktikum kali ini rasa diujikan setelah te mpe digoreng karena panelis tidak mau menguji sebelum tempe digoreng. Parameter dari tempe kacang tolo utuh adalah mulai dari tidak berasa hingga sangat berasa. Hasil dari penilaian panelis pada tempe kacang tolo utuh sangat bervariasi. Pada umumnya umumnya tempe kacang kaca ng tolo utuh dinilai agak berasa tempe. Sedangkan pada tempe kacang tolo cacah memiliki parameter mulai dari tidak gurih hingga sangat gurih. Penilaian panelis terhadap rasa dari tempe kacang tolo cacah berada dikisaran nilai 1-2 yang berarti tidak gurih-agak gurih. gurih. Hal ini disebabkan disebabkan rasa asam yang ditimbulkan ditimbulkan akibat fermentasi yang tidak sempurna pada tempe kacang tolo caca h. 5. Flavor Pada tempe kacang tolo utuh , parameter yang dgunakan adalah mulai dari tidak kuat hingga sangat kuat. Sedangkan pada tempe kacang tolo cacah, parameter yang digunakan adalah mulai dari tidak enak hingga sangat enak. Panelis tempe kacang tolo utuh kebanyakan menilai tempe tersebut flavornya tidak kuat. Begitu juga dengan tempe kacang tolo , panelis juga kebanyakan menilai tempe tersebut memiliki flavor yang tidak enak. 6. Kesukaan
Daya terima konsumen terhadap suatu produk makanan tertentu dipengaruhi oleh berbagai faktor , diantaranya faktor lingkungan , sosial budaya , kondisi emosional dan pengaruh dari produk itu sendiri. Daya terima itu sendiri dapat dikaitkan keberadaannya dengan tingkat kepuasan konsumen , sehingga semakin baik daya terima suatu produk berarti semakin tinggi pula tingkat kepuasan dalam mengkonsumsi produk tersebut (Soediatama , 1993). Tempe yang telah digoreng dinilai tingkat kesukaan dari panelis. Kebanyakan panelis dari tempe kacang tolo utuh maupun cacah tidak
menyukai tempe tersebut karena rasanya asam dan baunya yang menyengat.
V.
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan 1.
Tempe kacang tolo mampu menjadi substitusi tempe kedelai apabila dibuat dengan prosedur yang tepat.
2.
Dibutuhkan kondisi yang tepat untuk terjadi fermentasi yang baik agar terbentuk misellium dengan struktur yang kompak.
3.
Kondisi yang sangat lembab mampu menghambat fermentasi.
B. Saran 1.
Kondisi fermentasi harus diperhatikan dengan baik agar terbentuk misellium dengan struktur kompak.
2.
Pada proses pengolahan tempe harus diperhatikan sanitasinya agar tidak terjadi kontaminasi dengan bakteri bakter i patogen.
DAFTAR PUSTAKA
Astawan M. 2004. Tetap Sehat dengan Produk Makanan Olahan. Solo : Tiga Serangkai Buckle K.A dkk. 200 7. Ilmu Pangan. Jakarta Ja karta : Indonesia University Press.
Damardjati, D. S. Widowati and H. Taslim. 199 6. Soybean processing and utilization in Indonesia. IARD Journal J ournal 18(1):13-25. 18(1):13-25. Damardjati, D. dan S. Widowati. 1995. Prospek pengembangan kacang gude di Indonesia. Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian IV (3):53-59. Handajani. 2002. P otensi otensi Koro Sebagai Sumber Gizi dan Makanan Fungsional . Fungsional . UNS Press. Surakarta. Hesseltine, C. W. 19 76. Research at Northern Regional Research Laboratory on Fermented Foods. Proc. Conf. Soybean Product for Protein in Human Foods. USDA . Iljas, N., C. D Peng., and W. A. Gould. 1977. Tempeh-An Indonesian Fermented Soybean Food . Food . Part of Review from PhD. Disertation. Ohio State University. Kasmidjo R. B. 1990. Tempe : Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta pemanfaatannya. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada. Kusharyanto dan A. Budianto. 1995. Upaya P engembangan engembangan Produk Tempe Dalam Industri Pangan. Yogyakarta. Simposium Nasional Pengembangan Tempe Dalam Industri Pangan Modern. Puslitbang Gizi. Sarwono. 2005. 2005. Membuat Tempe dan Oncom. Jakarta Ja karta : Penebar Swadaya. Supardi dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi , Pengolahan dan Keamanan Pangan. Jakarta : Alumni. Winarno. 1993. Pangan, Pustaka Utama.
Gizi,
Teknologi dan Konsumen. Jakarta : PT
Gramedia