LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI INDUSTRI
ACARA II
TEMPE
Disusun Oleh :
Kelompok 04
Inawati Jati H3113052
Lintang Sawitri H3113059
Muhamad Reza. F H3113064
Pebri. F H3113074
Rufik Dwi. K H3113083
Susi Novitasari H3113090
Yuliana. F H3113098
PROGRAM STUDI DIII TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015
ACARA II
TEMPE
Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum Acara II Tempe adalah sebagai berikut :
Mengetahui cara pembuatan tempe yang baik dan benar.
Mengetahui perbedaan ragi dan jenis kedelai yang digunakan terhadap karakteristik tempe yang dihasilkan serta mendeskripsikan perubahan dan perbedaan pada tempe dari berbagai konsentrasi ragi yang digunakan.
Tinjauan Pustaka
Bahan utama tahu dan tempe adalah kedelai. Kedelai mengandung lebih banyak protein dibanding bahan nabati lainnya. Ini berarti pula bahwa produk-produk yang dihasilkan oleh kedelai merupakan sumber protein non hewani yang sangat baik. Kedelai juga kaya serat yang mudah dicerna, omega-3 (asam lemak penting untuk fungsi saraf sentral), zat besi, beberapa jenis vitamin B, vitamin C, potasium, seng dan zat mineral lainnya (Boga, 2005).
Pemakaian kedelai sangat mempengaruhi kualitas tempe yang dihasilkan. Kedelai mempunyai pengaruh besar terhadap bahan baku, antara lain ketersediaan kedelai, kualitas kedelai, dan kedelai yang dipakai. Kedelai impor lebih bulat dan mempunyai ukuran lebih besar, ini yang akan membedakan hasil akhir tempe yang lebih padat dan butiran kedelai yang telah jadi tempe akan lebih bagus dibandingkan dengan kedelai lokal (Hedger, 1982).
Kedelai adalah tanaman yang berasal dari Manchuria dan sebagian China. Kedelai yang dikenal sekarang termasuk dalam famili Leguminosa, subfamili Papilonidae, genus Glycine dan spesies max sehingga nama latinya dikenal sebagi Glycine max. Kedelai merupakan sumber protein yang paling murah didunia. Tanaman ini dapat tumbuh pada tanah dengan pH 4,5 serta masih memberi hasil yang baik (Fachruddin, 2000).
Kedelai merupakan sumber protein yang paling baik di antara jenis kacang-kacangan, 10% protein tersebut merupakan albumin dan 90% lainnya berupa globulin. Protein kedelai merupakan sumber asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Kedelai juga dimanfaatkan sebagai sumber vitamin, mineral, dan serat. Kedelai yang terfermentasi atau biasa disebut tempe diketahui memiliki kandungan nutrisi yang dibutuhkan manusia dalam memenuhi kebutuhan asupan nutrisi (Darajat, 2014).
Ragi tempe merupakan sediaan fermentasi atau dikenal dengan stater yang mengandung mikroorganisme yang mempunyai peran penting dalam fermentasi tempe, mikroorganisme tersebut berasal dari jenis kapang Rhizopus diantaranya Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzhae, dan Rhizopus stolonifer. Beberapa sifat specifik dari ordo Rhizopus ini antara lain menggunakan sucrose, stachyose atau raffinose dalam metabolisme, memerlukan oksigen atau bersifat aerobic, tumbuh dengan cepat membentuk mycelia pada suhu 300-420C, bersifat proteolytic dan lipolytic serta menggunakan asam lemak (fatty acids) yang merupakan turunan dari lipids sebagai sumber energi. Ragi tempe dengan kualitas yang baik akan menghasilkan tempe yang berkualitas antara lain berbentuk padatan kompak, berwarna putih sedikit keabu-abuan dan berbau khas tempe. Ragi tempe yang berkualitas baik harus mengandung mikroflora 107 sampai 108 cfu (colony forming units ) pergram ragi tempe (Mujianto, 2013).
Inkubasi pada fermentasi tempe dilakukan lebih dari dua hari pada suhu ruang 30-35oC, sampai massa miselium berkembang bersama biji kacang kedelai. Selama fermentasi, pH naik menjadi sekitar 7 dan selama fermentasi terdapat berbagai komponen kacang kedelai. Rhizopus oligosporus diketahui mempunyai aktivitas proteolitik pada pH optimum 3,0-3,5 dengan suhu optimum 50-55,5oC. Aktivitas proteolitik akan mengubah protein kedelai tidak larut air (berat molekul tinggi) menjadi protein dapat larut air (berat molekul rendah), dan akan meningkatkan kandungan asam amino triptofan serta alanin sampai 20%. Namun dapat menurunkan lisin sebesar 10% dan pada akhir fermentasi (36-60 jam) turun sampai 25%, metionin turun sebesar 3% dari 10%. Kelompok lemak netral dalam biji kedelai disusun oleh asam-asam lemak palmitat, stearat, oleat, linoleat dan linolenat. Enzim lipase R oligosporus dapat menghidrolisis sepertiga lemak netral kacang kedelai yang terdapat dalam kacang kedelai untuk diubah menjadi asam lemak bebas (Sopandi, 2014).
Tempe kedelai adalah bahan makanan hasil fermentasi biji kedelai oleh kapang yang berupa padatan dan berbau khas serta berwarna putih keabu-abuan. Seiring perkembangan pengetahuan dan kemajuan teknologi, maka kini tempe tidak hanya dibuat dari kedelai, tetapi juga dari bahan-bahan lainnya. Adapun bahan-bahan lain itu seperti kecipir maka dikenal dengan tempe kecipir, kemudian lamtoro (tempe lamtoro), kara benguk (tempe kara benguk), ampas kacang tanah (tempe bungkil), ampas tahu (tempe gembus), tempe turi dan sebagainya. Dengan demikian diperkirakan posisi tempe kedelai aalah tempe tertua. Sehingga penyebutan tempe memberi kesan tempe berbahan baku dari kedelai (Santoso, 1993).
Tempe adalah makanan tradisional Indonesia yang merupaka hasil fermentasi kedelai. Fermentasi tempe terjadi karena aktivitas kapang rhizopus sp pada kedelai sehingga membentuk massa yang padat dan kompak. Tempe merupakan sumber protein potensial bagi penduduk, khususnya di Indonesia. Protein kedelai mempunyai kandungan lisin yang tinggi. Lisin merupakan asama amino pembatas pada produk yang berasal dari biji-bijian. Sedangkan biji-bijian termasuk beras kaya akan asam amino yang mengandung atom belerang (metionin yang merupakan asam amino yang jumlahnya sangat sedikit pada tempe (Suprapti, 2008).
Tempe adalah makanan tradisional hasil fermentasi kedelai yang berasal dari Indonesia. Akhir-akhir ini tempe menjadi perhatian karena kualitas gizi yang unggul dan fungsi regulasi metabolik. Baru-baru ini, metode memproduksi γ-aminobutyric acid yang terkandung dalam tempe, dilaporkan memiliki efek antihipertensi. Namun, tempe kedelai tradisional biasanya dibentuk menjadi blok selama proses produksi fermentasi dan tempe diproduksi dengan direbus dan menyangrai kedelai tanpa lembaga kedelai (hipokotil) yang padahal memiliki jumlah isoflavon tinggi (Nakajima, 2005).
Tempe adalah produk fermentasi yang terbuat dari kedelai yang telah direndam dan dimasak untuk melunakkan mereka. Seperti roti adonan asam, tempe membutuhkan zat pemula, yang ditambahkan kebiji dimasak. Campuran ini dibiarkan selama 24 jam dan hasilnya adalah produk bertekstur kuat dengan rasa agak gila dan tekstur yang mirip dengan jamur kenyal. Tempe merupakan produk olahan kedelai yang nilai gizinya menjadi meningkat terutama protein, lemak, karbohidrat, dan vitamin. Kandungan gizi tempe juga menjadi mudah larut dalam air sehingga mudah dicerna bila dibanding dengan kedelai, keuntungan yang lain terjadinya kerusakan zat-zat anti nutrisi pada kedelai (Babu et al., 2009).
Proses fermentasi pada tempe terjadi karena adanya kapang Rhizopus, dimana kapang tersebut dapat menghasilkan struktur hifa yang kompak dan rapat. Hifa ini akan menutupi permukaan kedelai dan semakin lama akan mengikat kedelai satu dengan yang lainnya sehingga terbentuk struktur tempe dan berwarna putih bersih yang berasal dari hifa. Tekstur kedelai akan menjadi lunak/lembut karena terjadi penurunan selulosa menjadi bentuk sederhana. Dimana banyaknya ragi akan mempercepat proses fermentasi dan meningkatnya jumlah hifa kapang yang menyelubungi kedelai. Hifa ini berwarna putih an merata pada permukaan tempe dan semakin lama semakin kompak sehingga mengikat kedelai yang satu dengan yang lain menjai satu kesatuan. Penambahan konsentrasi ragi sangat mempengaruhi dalam pembuatan tempe. Semakin besar konsentrasi ragi maka kadar air tempe semakin tinggi (Purba, 2013).
Metodologi
Alat
Baskom
Daun pisang
Kardus
Kompor
Lilin
Korek api
Nampan
Panci
Plastik bening
Saringan
Solet
Bahan
Air
Kedelai kuning impor
Kedelai kuning lokal
Ragi tempe 1 (R1) sebesar 0,2 %
Ragi tempe 2 (R2) sebesar 0,08 %
Ragi tempe 3 (R3) sebesar 0,1 %
Cara Kerja
Kedelai kuning lokal dan kedelai kuning import 200 grPencucian Perendaman 24 jam (semalaman)Penghilangan kulitPenirisan dan pencucian Perebusan selama 30 menitPenirisan Pendinginan Inkubasi suhu kamar selama 48 jamTempe Inokulasi dengan ragi tempePembungkusan
Kedelai kuning lokal dan kedelai kuning import 200 gr
Pencucian
Perendaman 24 jam (semalaman)
Penghilangan kulit
Penirisan dan pencucian
Perebusan selama 30 menit
Penirisan
Pendinginan
Inkubasi suhu kamar selama 48 jam
Tempe
Inokulasi dengan ragi tempe
Pembungkusan
Hasil dan Pembahasan
Tabel 2.1 Hasil Pengamatan Tempe
Shift 2
Kel
Perlakuan
Pengamatan
Gambar
Kedelai
% Ragi
Sebaran
kapang
Warna
Tekstur
Aroma
1
Lokal
a. Daun
0,2
+++
+++
+
+
b.Plastik
0,2
+
++
+
+
2
Lokal
a. Daun
0,08
+++
++++
++
+++
b.Plastik
0,08
++
++
+
+
3
Lokal
a. Daun
0,1
++
+++
+
+
b.Plasik
0,1
+
++
++
+
4
Import
a. Daun
0,2
+++
++++
+++
+++
b.Plastik
0,2
++++
+++
++++
++++
5
Import
a. Daun
0,08
+++
++++
+++
++++
b.Plastik
0,08
++
++
+
+
6
Import
a. Daun
0,1
+++
++++
++
+++
b.Plastik
0,1
++
++
+
+
Sumber : laporan sementara
Keterangan :
Sebaran kapang Tekstur
+ : tidak tumbuh + : lunak
+ + : sedikit + + : cukup padat
+ + + : banyak, tidak merata + + + : padat
+ + + + : sangat banyak dan merata + + + + : sangat padat
Warna Aroma
+ : putih kehitaman + : tidak enak, busuk
+ + : putih kecoklatan + + : tidak beraroma
+ + + : putih kekuningan + + + : enak
+ + + + : putih cerah + + + + : sangat enak
Tempe merupakan bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya menggunakan jamur Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae. Tempe umumnya dibuat secara tradisional dan merupakan sumber protein nabati. Tempe mengandung berbagai nutrisi yang diperlukan oleh tubuh seperti protein, lemak karbohidrat dan mineral. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap dan dimanfaatkan tubuh. Hal ini dikarenakan kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia (Dwinaningsih, 2010). Peran penting dalam fermentasi tempe adalah mikroorganisme, mikroorganisme tersebut berasal dari jenis kapang Rhizopus diantaranya Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae, dan Rhizopus stolonifer. Beberapa sifat spesifik dari ordo Rhizopus ini antara lain menggunakan sucrose, stachyose atau raffinose dalam metabolisme, memerlukan oksigen atau bersifat aerobic, tumbuh dengan cepat membentuk mycelia pada suhu 300-420C, bersifat proteolytic dan lipolytic serta menggunakan asam lemak (fatty acids) yang merupakan turunan dari lipids sebagai sumber energi (Mujianto, 2013).
Menurut Dwinaningsih (2010), kandungan gizi pada tempe yaitu protein, lemak, karbohidrat, kalsium, besi, fosfor, vitamin B1, vitamin B12 dan abu. Kandungan gizi tersebut menunjukkan bahwa komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak dan karbohidratnya tidak banyak berubah dibandingkan dengan kedelai. Namun, karena adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe maka protein, lemak dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai.
Tahapan pembuatan tempe pada saat praktikum adalah penyortasian kedelai kuning lokal dan kedelai kuning import masing-masing 200 gram, pencucian, perendaman kedelai selama 24 jam (semalaman), penghilangan kulit, penirisan dan pencucian kembali, perebusan selama 30 menit, penirisan kembali, pendinginan, inokulasi dengan ragi tempe, pembungkusan kedelai kedalam daun dan plastik, dan yang terakhir proses fermentasi dengan inkubasi suhu kamar selama 48 jam. Pada penyortasian bahan bertujuan untuk memperoleh produk daging kedelai yang bagus, padat dan berisi. Karena biasanya kedelai akan tercampur bersama kotoran yang kemudian dilakukan pencucian untuk menghilangkan kotoran tersebut yang melekat di kedelai. Kemudian pada proses perendaman bertujuan untuk melunakkan biji kedelai dan memudahkan dalam pengupasan kulit serta untuk menonaktifkan tripsin inhibitor yang ada pada kedelai. Selama proses perendaman, biji mengalami proses hidrasi, sehingga kadar air biji naik sebesar kira-kira dua kali kadar air semula yaitu mencapai 62-65%. Dalam biji kedelai terdapat komponen yang stabil terhadap pemanasan dan larut dalam air bersifat menghambat pertumbuhan Rhizopus oligosporus dan juga dapat menghambat aktivitas enzim proteolitik dari jamur tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa perendaman dan pencucian sangat penting untuk menghilangkan komponen tersebut. Kemudian penghilangan kulit, penghilangan ini menggunakan air mengalir agar memudahkan kulit kedelai terkelupas dan dicuci kembali agar kulit kedelai yang mengapung dapat terbuang dan di upayakan kulit kedelai sudah tidak ada pada calon tempe. Kemudian perebusan selama 30 menit terjadi proses hidrasi, makin tinggi suhu yang digunakan makin cepat proses hidrasinya dan untuk mematikan mikroorganisme yang tidak diinginkan tumbuh pada calon tempe (Dwinaningsih, 2010).
Proses fermentasi pembuatan tempe memakan waktu 36-48 jam. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan kapang yang hampir tetap dan tekstur yang lebih kompak. Jika proses fermentasi terlalu lama, menyebabkan terjadinya kenaikan jumlah bakteri, jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan jamur juga menurun dan menyebabkan degradasi protein lanjut sehingga terbentuk amoniak. Akibatnya tempe yang dihasilkan mengalami proses pembusukan dan aromanya menjadi tidak enak. Hal ini terjadi karena senyawa yang dipecah dalam proses fermentasi adalah karbohidrat. Menurut Astawan (2004), dalam Deliani (2008), tempe segar mempunyai aroma lembut seperti jamur yang berasal dari aroma miselium kapang bercampur dengan aroma lezat dari asam amino bebas dan aroma yang ditimbulkan karena penguraian lemak makin lama fermentasi berlangsung, aroma yang lembut berubah menjadi tajam karena terjadi pelepasan amonia.
Menurut Sopandi (2014), inkubasi pada fermentasi tempe dilakukan lebih dari dua hari pada suhu ruang 30-35oC, sampai massa miselium berkembang bersama biji kacang kedelai. Selama fermentasi, pH naik menjadi sekitar 7 dan selama proses fermentasi terdapat berbagai komponen kacang kedelai. Rhizopus oligosporus diketahui mempunyai aktivitas proteolitik pada pH optimum 3,0-3,5 dengan suhu optimum 50-55,5oC. Aktivitas proteolitik akan mengubah protein kedelai tidak larut air (berat molekul tinggi) menjadi protein dapat larut air (berat molekul rendah), dan akan meningkatkan kadar gizi yaitu kandungan asam amino triptofan serta alanin meningkat sampai 20%. Namun dapat menurunkan lisin sebesar 10% dan pada akhir fermentasi (36-60 jam) turun sampai 25%, metionin turun sebesar 3% dari 10%. Kelompok lemak netral dalam biji kedelai disusun oleh asam-asam lemak palmitat, stearat, oleat, linoleat dan linolenat. Enzim lipase R oligosporus dapat menghidrolisis sepertiga lemak netral kacang kedelai yang terdapat dalam kacang kedelai untuk diubah menjadi asam lemak bebas.
Pada Tabel 2.1 hasil yang didapatkan oleh kelompok shift 2 sebagai berikut: kelompok 1 dengan kedelai lokal daun dengan % ragi sebesar 0,2 % menghasilkan sebaran kapang banyak tidak merata, dengan warna putih kekuningan, tekstur yang lunak, dan aroma tidak enak dan busuk sedangkan kedelai lokal plastik dengan % ragi sebesar 0,2 % menghasilkan sebaran kapang tidak tumbuh, warna putih kecoklatan, tekstur yang lunak dan aroma tidak enak dan busuk. Kelompok 2 dengan kedelai lokal daun dengan % ragi sebesar 0,08 % menghasilkan sebaran kapang banyak tidak merata, dengan warna putih cerah, tekstur yang cukup padat, dan aroma enak dan sedangkan kedelai lokal plastik dengan % ragi sebesar 0,08 % menghasilkan sebaran kapang yang sedikit, warna putih kecoklatan, tekstur yang lunak dan aroma tidak enak dan busuk. Kelompok 3 dengan kedelai lokal daun dengan % ragi sebesar 0,1 % menghasilkan sebaran kapang sedikit, dengan warna putih kekuningan, tekstur yang lunak, dan aroma tidak enak dan busuk sedangkan kedelai lokal plastik dengan % ragi sebesar 0,1 % menghasilkan sebaran kapang sedikit, warna putih kekuningan, tekstur yang cukup padat dan aroma tidak enak dan busuk. Kelompok 4 dengan kedelai import daun dengan % ragi sebesar 0,2 % menghasilkan sebaran kapang banyak tidak merata, dengan warna putih cerah, tekstur yang padat, dan aroma yang enak sedangkan kedelai import plastik dengan % ragi sebesar 0,2 % menghasilkan sebaran kapang sangat banyak dan merata, warna putih kekuningan, tekstur yang sangat padat dan aroma sangat enak. Kelompok 5 dengan kedelai import daun dengan % ragi sebesar 0,08 % menghasilkan sebaran kapang banyak tidak merata, dengan warna putih cerah, tekstur yang padat dan aroma yang sangat enak sedangkan kedelai import plastik dengan % ragi sebesar 0,08 % menghasilkan sebaran kapang sedikit, warna putih kecoklatan, tekstur lunak dan aroma tidak enak dan busuk. Kelompok 6 dengan kedelai import daun dengan % ragi sebesar 0,1 % menghasilkan sebaran kapang banyak tidak merata, dengan warna putih cerah, tekstur yang cukup padat dan aroma yang enak sedangkan kedelai import plastik dengan % ragi sebesar 0,1 % menghasilkan sebaran kapang sedikit, warna putih kecoklatan, tekstur lunak dan aroma tidak enak dan busuk.
Tempe kedelai import plastik dan daun dengan % ragi sebesar 0,2% merupakan tempe dengan perlakuan yang terbaik karena menghasilkan sebaran kapang sangat banyak dan merata, warna putih kekuningan, tekstur yang sangat padat dan aroma sangat enak. Dan ini sudah sesuai dengan teori Deliani (2008), bahwa tempe yang baik menghasilkan warna kuning khas pada tempe yang merupakan hasil biosintesis β-carotene dan Rhizopus oligosporus yang menandakan proses fermentasi berjalan cukup baik. Tekstur lembut dan antar kedelai terikat erat menjadi satu dalam miselium putih. Aroma tidak menghasilkan ammonia berlebihan, aroma khas tempe. Warna kuning yang merupakan biosintesis β-carotene. Dan rasa tidak menghasilkan rasa manis berlebihan, tetapi menghasilkan rasa khas tempe.
Menurut Nurrahman (2012), semakin besar konsentrasi ragi yang digunakan pada saat fermentasi berpengaruh besar pada hasil akhir pembuatan tempe. Banyaknya ragi yang diberikan maka tempe akan cepat jadi, namun apabila ragi yang diberikan melebihi batas maksimal akan menyebabkan tempe lebih cepat busuk. Penambahan atau pengurangan jumlah inokulum/ ragi akan mempersingkat atau memperpanjang waktu fermentasi. Pemilihan media pembungkus sangat penting yang dapat mempengaruhi tempe yang dihasilkan. Media pembungkus tempe biasanya menggunakan daun pisang, daun jati, daun waru ataupun plastik. Tempe yang dihasilkan dari media pembungkus alami akan lebih baik hasilnya karena daun memiliki lubang berpori yang alami. Tetapi tempe yang dihasilkan dengan media pembungkus plastik juga baik tergantung pada saat pelubangan. Proses fermentasi terjadi secara aerob melalui lubang berpori pada pembungkus. Pelubangan media pembungkus dilakukan secara teratur untuk pertumbuhan jamur tempe dengan baik secara aerasi untuk mendapatkan cukup udara.
Menurut Hidayat (2008), dalam Widodo (2012), ciri tempe yang "berhasil" adalah ada lapisan putih di sekitar kedelai dan pada saat di potong, tempe tidak hancur. Perlu diperhatikan agar tempe berhasil alat yang dipergunakan untuk membuat tempe sebaiknya dijaga kebersihannya. Menjaga kebersihan pada saat membuat tempe ini sangat diperlukan karena fermentasi tempe hanya terjadi pada lingkungan yang higienis. Gangguan pada pembuatan tempe diantaranya adalah tempe tetap basah, jamur tumbuh kurang baik, tempe berbau busuk, ada bercak hitam dipermukaan tempe, dan jamur hanya tumbuh baik di salah satu tempat. Menurut Dwinaningsih (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembuatan tempe antara lain suhu, banyaknya ragi yang diberikan, semakin banyak ragi yang diberikan maka tempe akan cepat jadi, namun akan lebih cepat busuk, kandungan air waktu diperas harus benar-benar berkurang sampai kering, serta kesterilan alat dan bahan yang digunakan pada pembuatan tempe.
Kesimpulan
Dari praktikum Acara II "Tempe" yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
Tahapan penting dalam proses pembuatan tempe meliputi pencucian, perendaman, penghilangan kulit, perebusan, penirisan, dan inokulasi.
Penambahan atau pengurangan jumlah inokulum/ ragi akan mempersingkat atau memperpanjang waktu fermentasi serta semakin besar konsentrasi ragi yang diberi mempercepat proses fermentasi dan menghasilkan tempe yang baik.
Tempe yang berhasil memiliki ciri-ciri permukaannya diselimuti oleh miselium secara merata, kompak, dan berwarna putih, sedangkan ciri-ciri tempe yang gagal yaitu miselia tidak merata (tidak kompak), berbau asam, amonia, alkohol, bahkan berbau busuk.
Tempe kedelai import plastik dan daun dengan % ragi sebesar 0,2% merupakan tempe dengan perlakuan yang terbaik karena menghasilkan sebaran kapang sangat banyak dan merata, warna putih kekuningan, tekstur yang sangat padat dan aroma sangat enak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembuatan tempe antara lain: suhu, banyaknya ragi yang diberikan, semakin banyak ragi yang diberikan maka tempe akan cepat jadi, namun akan lebih cepat busuk, kandungan air waktu diperas harus benar-benar berkurang sampai kering, serta kesterilan alat dan bahan yang digunakan pada pembuatan tempe.
DAFTAR PUSTAKA
Babu, P. Dinesh, R. Bhakyaraj and R. Vidhyalakshmi. 2009. A Low Cost Nutritious Food "Tempeh"- A Review. Journal of Dairy and Food Sciences Vol. 4 No. 1. ISSN : 1817-308X.
Boga, Yasa. 2005. Resep Praktis dan Lezat: Tahu dan Tempe Plus Susu Kedelai. Gramedia pustaka Utama.
Darajat, Duta Pakerti, Wahono Hadi Susanto dan Indria Purwantiningrum, 2014. Pengaruh Umur Fermentasi Tempe Dan Proporsi DekstrinTerhadap Kualitas Susu Tempe Bubuk.Jurnal Pangan dan Agroindustri Vo. 2. No. 1.
Deliani. 2008. Pengaruh Umur Fermentasi Tempe Dan Proporsi Dekstrin Terhadap Kualitas Susu Tempe Bubuk. Tesis. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Dwinaningsih, Erna Ayu. 2010. Karakteristik Kimia Dan Sensori Tempe DenganVariasi Bahan Baku Kedelai/Beras Dan Penambahan Angkak Serta Variasi LamaFermentasi. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Fachruddin, Lisdiana. 2000. Budi Daya Kacang-kacangan. Kanisius. Yogyakarta.
Hedger, J. N. 1982. Production of Tempe, an Indonesian Fermented Food. Departement of Botany and Microbiology University College of Wales. Wales.
Mujianto, 2013. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Proses Produksi TempeProduk UMKM di Kabupaten Sidoarjo. Reka Agroindustri Vol 1. No. 1.
Nakajima, Nobuyoshi., Nozaki, Nobuyuki, Isihara, Kohji. 2005. Analysis of Isoflavone Content in Tempeh a Fermented Soybean and Preparation of a New Isoflavone-Enriched Tempeh. Journal of Bioscience and Bioengineering. Vol 100 No. 6 (685-687).
Nurrahman, Mary Astuti, Suparmo, Marsetyawan Hne Soesatyo. 2012. Pertumbuhan Jamur, Sifat Organoleptik dan Aktivitas Antioksidan Tempe Kedelai Hitam yang Diproduksi dengan Berbagai Jenis Inokulum. Agritech, Vol. 32, No. 1.
Purba, Lely Sefryda, Sentosa Ginting dan Mimi Nurminah. 2013. Perbandingan Berat Kacang Kedelai Bergeminasi dan Biji Nangka dan Konsentrasi Laru pada Pembuatan Tempe. Jurnal Rekayasa Pangan dan Pertanian Vol.1 No 2.
Santoso, Hieronymus Budi. 1993. Pembuatan Tahu dan Tempe Kedelai. Kanisius. Yogyakarta.
Sopandi, T. 2014. Mikrobiologi Pangan. Andi. Yogyakarta.
Suprapti, L. 2008. Pembuatan Tempe. Kanisius. Yogyakarta.
Widodo, Wahyu. 2012. Pemanfaatan Biji Nangka (Artocarpus heterophyllus) sebagai Sbstrat Pembuatan Tempe Biji Nangka dengan Variasi Kadar Ragi dan Lama fermentasi. Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta.