STRATEGI DAN METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I. Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta Pasal 2: Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan Pidana Pasal 72: Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I. Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
STRATEGI DAN METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Diterbitkan oleh: Program Studi Manajemen Pendidikan Islam (MPI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta
Bekerjasama dengan: Sekolah Tinggi Agama Islam Yogyakarta (STAIYO)
Strategi dan Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam viii + 175 hlm: 19 cm x 27 cm Cetakan 2, Maret 2017 ISBN: 978-602-61179-1-5 Penulis: Drs. Mangun Budiyanto, M.S.I & Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I Editor: Imam Machali Lay Out: Sufi Suhami Desain Sampul: Zainal Arifin © Copyright 2017 Diterbitkan oleh : Program Studi Manajemen Pendidikan Islam (MPI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Jln. Marsda Adisucipto Yogyakarta 55281 Tlp. 0274 – 513056 Fax: 0274 - 519732 http://www.mpi.uin-suka.ac.id Bekerjasama dengan: Sekolah Tinggi Agama Islam Yogyakarta (STAIYO) Jln. Ki Ageng Giring Trimulyo II Bansari Kepek Wonosari Gunungkidul Yogyakarta 55813 Tlp. 0274 - 391224
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahim Hanya berkat karunia Allah SWT. kami berdua bisa menyelesaikan buku ini. Dari itu, puji syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kepada-Nya. Sholawat dan salam semoga dicurahkan Allah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, para keluarga, sahabat-sahabatnya dan seluruh pengikut setianya. Amin. Buku Strategi dan Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ini kami susun berdasarkan silabi yang dikembangkan Sekolah Tinggi Agama Islam Yogya karta (STAIYO) di Wonosari Gunungkidul Yogyakarta, yang dengan mata kuliah ini diharapkan mahasiswa memiliki bekal keahlian untuk menjadi guru Pendidikan Agama Islam yang professional. Namun demikian tidak menutup kemungkinan para mahasiswa Tarbiyah dan para guru Pendidikan Agama Islam pada umumnya, bisa memanfaatkan buku ini. Akhirnya, kami berdua mengucapkan banyak terima kasih dan memberikan penghargaan yang setinggitingginya kepada semua pihak yang telah membantu terwujudnya buku ini, khususnya kepada Bapak Drs. Pendidikan Agama Islam - v
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
H. Mardiyo, M.Si. (Ketua STAIYO di Wonosari) yang menyambut baik kehadiran buku ini. Tegur sapa dan kritik untuk perbaikan buku ini, masih tetap senantiasa diharapkan. Semoga sekecil apapun percikan pemikiran yang tersaji di dalam buku ini dapat berguna bagi pengem bangan keilmuan, pendidikan dan kemajuan bangsa, nusa dan agama. Amin. Yogyakarta, 15 Maret 2017 Penulis - Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I. - Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
vi- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
DAFTAR ISI
PENGANTAR ..............................................................v BAB I: AKTIVITAS PEMBELAJARAN DALAM SISTEM PENDIDIKAN ISLAM...............................1 A.Hakikat Pembelajaran..............................................2 B. Interaksi Pembelajaran sebagai Proses Komunikasi Pendidikan..........................................5 C. Prinsip-prinsip Pembelajaran.................................7 1. Prinsip konteks.....................................................8 2. Prinsip menarik perhatian..................................9 3. Prinsip memberikan suasana kegembiraan.....9 4. Prinsip penyesuaian perkembangan anak didik.......................................................................9 5. Prinsip prasyarat.................................................11 6. Prinsip peragaan..................................................11 7. Prinsip motoris....................................................12 8. Prinsip motivasi...................................................12 BAB II: FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES DAN HASIL PEMBELAJARAN.......................................................14 A. Faktor dari Luar......................................................15 1. Faktor environmental input (lingkungan).......15 Pendidikan Agama Islam - vii
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
2. Faktor instrumental.............................................16 B. Faktor dari Dalam....................................................20 1. Kondisi fisiologis anak.......................................21 2. Kondisi psikologis anak ...................................22 BAB III: STRATEGI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM.............................26 A. Hakikat Strategi Pembelajaran..............................26 B. Klasifikasi Strategi Pembelajaran..........................32 1. Konsep dasar strategi pembelajaran................33 2. Pembelajaran sebagai suatu sistem..................33 3. Hakikat proses belajar........................................34 4. Sasaran kegiatan belajar.....................................35 5. Entering behavior anak didik...............................36 6. Pola-pola belajar anak didik..............................38 7. Pemilihan sistem pembelajaran........................48 8. Pengorganisasian kelompok belajar.................51 C. Dasar-dasar Pengklasifikasian..............................52 1. Pengaturan guru-anak didik.............................52 2. Struktur peristiwa pembelajaran......................53 3. Peranan guru-anak didik dalam pengolahan pesan...............................................54 4. Proses pengolahan pesan.................................56 5. Tujuan-tujuan belajar.........................................58 D. Pelaksanaan Strategi Pembelajaran......................59
viii- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
BAB IV: METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM.............................66 A. Hakikat Metode Pembelajaran..............................66 B. Macam-macam Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam............................................................68 1. Ceramah................................................................70 2. Tanya Jawab.........................................................74 3. Listening Teams (Tim Pendengar)......................76 4. Diskusi..................................................................79 5. Debat Aktif ..........................................................86 6. Team Quiz (Pertanyaan kelompok)...................92 7. Reading Aloud (Membaca dengan keras)..........95 8. Pemberian Tugas Belajar (Resitasi)...................99 9. Demonstrasi dan Eksperimen..........................101 10. Writing In The Here And Now (Menulis Pengalaman Secara Langsung)......................103 11. Catatan Terbimbing.........................................106 12. Karyawisata.......................................................108 13. Sosiodrama dan Bermain Peran.....................109 DAFTAR PUSTAKA.................................................118
Pendidikan Agama Islam - ix
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
BAB I: AKTIVITAS PEMBELAJARAN DALAM SISTEM PENDIDIKAN ISLAM
PENDIDIKAN Islam merupakan salah satu bidang studi yang banyak mendapat perhatian dari ilmuan. Hal ini karena di samping perannya yang amat strategis dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia, juga karena dalam pendidikan Islam terdapat berbagai masalah yang kompleks. Bagi mereka yang terjun ke dunia pendidikan Islam, mereka harus memiliki kemampuan untuk mengembangkan sesuai dengan tuntutan zaman (Moh. Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, 2009: 1). Guru Pendidikan Agama Islam dituntut untuk banyak berkreasi dan berinovasi dalam segala hal, termasuk di dalamnya berkreasi dalam menentukan strategi dan metode pembelajaran. Aktivitas pembela jaran hendaknya memberikan kesempatan yang baik kepada anak didik untuk memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berpikir, sarana untuk mengekspresikan dirinya, dan cara-cara bagaimana belajar. Pendidikan Agama Islam - 1
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
Berkenaan dengan itu, pada bab ini akan dibahas: (1) Hakikat pembelajaran; (2) Interaksi pembelajaran sebagai proses komunikasi pendidikan; dan (3) Prinsipprinsip pembelajaran. A. Hakikat Pembelajaran Proses pembelajaran adalah suatu keniscayaan yang mesti terwujud dalam aktivitas keseharian pendidikan (lihat Moh. Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, 2009: 213). Dengan demikian, hakikat pembelajaran dalam perspektif pendidikan Islam perlu dipahami terlebih dahulu sehingga bangunan pemikiran kependidikan ke depan dan implementasinya dapat diwujudkan dalam pendidikan secara khusus dan dalam kehidupan secara umum (Andreas Harefa, 2004: 85-86). Dalam kamus bahasa Inggris (lihat John M. Echols dan Hassan Shadhily, 1993: 352), learn berarti mempelajari dan learning artinya pengetahuan. Dalam pengertian kamus ini, belajar diorientasikan pada sebuah proses transfer of knowledge yang berlangsung di kelas. Dalam perspektif pendidikan Islam, filosofi belajar didasari pada satu konsep ilmu yang muncul dari perin tah membaca.
ْ اقـَْرأ2 َخلَ َق اإلنْ َسا َن ِم ْن َعلَ ٍق1 ك الَّ ِذي َخلَ َق َ ِّاس ِم َرب ْ ِاقـَْرأْ ب 5 َعلَّم اإلنْسا َن َما َلْ يـَْعلَ ْم4 الَّ ِذي َعلَّم بِالْ َقلَ ِم3 ُك األ ْكرم َ َ َُّوَرب َ َ َ
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha
2- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan pena. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (QS Al ‘Alaq: 1-5). Perintah membaca pada ayat di atas secara umum menurut Basuki dan M. Miftahul Ulum (2007: 125) memerintahkan umat Islam untuk selalu belajar. Belajar mempunyai makna filosofi yang sangat dalam sekali. Belajar sekaligus sebagai jendela menuju dunia pengetahuan. Oleh karenanya Islam menjadikan “belajar” sebagai perintah wajib yang harus dilakukan oleh setiap muslim sebagai jalan menuju pengetahuan. Rasulullah SAW bersabda: Mencari ilmu itu wajib bagi setiap orang muslim (HR Al Baihaqi) Belajar adalah sebuah proses untuk mencari, mene mukan, dan memaknai (Mahfudh Shalahuddin, 1990: 29-30). Belajar adalah sebuah upaya yang dilakukan untuk mengerti hakikat sesuatu, sehingga terjadi perubahan pada diri peserta didik, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti. Sedangkan mengajar berarti aktivitas guru dalam mengorganisasikan lingkungan dan mendekatkannya kepada anak didik sehingga terjadi proses belajar (Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, 2005: 39). Alvin W. Howard seperti dikutip oleh Slameto (2003: 32), mendefinisikan aktivitas mengajar sebagai suatu kegiatan untuk mencoba mendorong, membimbing seseorang untuk mendapatkan, mengubah, atau mengembangkan skill, attitude, ideals (cita-cita), Pendidikan Agama Islam - 3
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
appreciations (penghargaan), dan knowledge. Bertolak dari pengertian ini, keberhasilan mengajar tentunya harus diukur dari bagaimana partisipasi anak didik dalam proses pembelajaran dan seberapa jauh hasil yang dicapainya. Sebagai makhluk, manusia menurut Al Qur‘an mempunyai keistimewaan dibandingkan dengan makhluk yang lain, ialah karena mempunyai akal untuk meraih ilmu dan mengembangkannya (lihat QS Al Baqarah: 30-34). Dengan akalnya, manusia dapat memiliki dan mencapai kebebasan dari berbagai belenggu yang dapat menurunkan derajat atau martabatnya seperti kebodohan dam keragu-raguan. Dengan sifatnya yang dinamis, kreatif dan dengan kecerdasannya sebagai manusia, anak didik mempunyai bekal untuk menghadapi dan memecahkan problemaproblema. Sehubungan dengan ini, usaha untuk meningkatkan kecerdasan adalah tugas utama dalam aktivitas mengajar. Sebagai makhluk, anak didik hendaklah dipandang tidak hanya sebagai kesatuan jasmani dan rohani saja, melainkan juga manifestasinya sebagai tingkah laku dan perbuatan yang berada dalam pengalamannya. Jasmani dan rohani, terutama kecerdasan perlu difungsikan dalam arti anak didik berada aktif dalam dan meman faatkan sepenuh-penuhnya lingkungannya. Ia perlu mendapatkan kesempatan yang cukup untuk bebas dan sebanyak mungkin mengambil bagian dalam kejadiankejadian yang berlangsung di sekitarnya. Hal ini teru tama mengenai kejadian-kejadian dalam lapangan kebu 4- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
dayaan (Imam Barnadib, 1994: 35). Dalam rangka usaha mencapai efisiensi dalam belajar, menggerakkan kognisi (mengetahui), afeksi (merasa), dan konasi (berbuat), merupakan kegiatan yang perlu mendapat perhatian yang cukup. Tujuannya tidak lain adalah agar anak didik mengalami perkembangan kepribadian yang utuh (integral) dan seimbang. Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa perwujudan proses pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian guru dan anak didik atas dasar hubungan timbal balik yang berlang sung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan anak didik itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya aktivitas pembelajaran. Interaksi dalam aktivitas pembelajaran mempunyai arti yang lebih luas, tidak sekadar hubungan antara guru dan anak didik, tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan penanaman sikap dan nilai pada diri anak didik yang sedang belajar. B. Interaksi Pembelajaran sebagai Proses Komunikasi Pendidikan Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang pasti mengadakan hubungan atau interaksi dengan orang lain. Interaksi tersebut dapat berupa interaksi yang berlangsung dalam bidang sosial ekonomi, politik, pendidikan, dan sebagainya. Salah satu dari interaksi tersebut berupa interaksi edukatif yang berarti interaksi Pendidikan Agama Islam - 5
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
yang berlangsung dalam ikatan tujuan pendidikan (Winarno Surachmad, 1984: 7). Interaksi edukatif dapat berlangsung baik di lingku ngan keluarga, masjid, sekolah, maupun masyarakat. Interaksi edukatif yang berlangsung secara khusus dengan ketentuan-ketentuan tertentu di lingkungan sekolah lazim disebut interaksi pembelajaran. Interaksi pembelajaran mengandung pengertian adanya kegiatan interaksi dari guru yang melaksanakan tugas mengajar di satu pihak, dengan anak didik yang sedang melaksanakan kegiatan belajar di pihak lain (Sardiman AM., 1989: 2). Adapun ciri-ciri interaksi pembelajaran adalah sebagai berikut: (1) Ada tujuan yang jelas akan dicapai; (2) Ada bahan yang menjadi isi interaksi; (3) Ada anak didik yang aktif mengalami; (4) Ada guru yang melaksanakan; (5) Ada metode tertentu untuk mencapai tujuan; (6) Ada situasi yang subur yang memungkinkan proses interaksi berlangsung dengan baik; dan (7) Ada penilaian terhadap hasil interaksi tersebut (Winarno Surachmad, 1984: 16). Seorang guru dalam mengajar hendaknya mempertim-bangkan tujuan pembelajaran. Dengan menempatkan tujuan sebagai pusat orientasi interaksi pembelajaran, maka komponen lainnya dalam pembelajaran menjadi sarana atau pendukung tercapainya tujuan tersebut. Bahan atau materi pelajaran disusun sedemikian rupa sehingga dapat mencapai tujuan. Penilaian materi pelajaran dengan sendirinya memperhatikan tingkat perkembangan anak didik 6- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
(Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, 2005: 119). Interaksi pembelajaran diarahkan agar aktivitas berada pada pihak anak didik. Hal ini menjadi keharusan, karena memang anak didik merupakan orientasi dari setiap proses atau langkah kegiatan pembelajaran. Peranan guru Pendidikan Agama Islam di sini sebagai pembimbing, yang dapat mengarahkan anak didik dan memberikan motivasi, untuk mencapai hasil yang optimal. Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan diper lukan prosedur atau metode yang merupakan langkahlangkah sistematis dalam proses pembelajaran. Prosedur atau cara ini ada kemungkinan berbeda antara satu proses pembelajaran dengan tujuan tertentu dan proses pembelajaran dengan tujuan yang lain. Jadi, prosedur ini menyesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai. Dalam suatu aktivitas pembelajaran juga dibutuhkan situasi yang mendukung, seperti sarana dan prasarana maupun suasana yang akrab, demokratis yang memungkinkan berkembangnya proses pembelajaran. Pada akhirnya kegiatan dalam rangka proses pembe lajaran perlu dilihat hasilnya dengan cara mengadakan evaluasi. Hal ini perlu dilakukan karena kegiatan pendidikan melalui aktivitas pembelajaran ini mengalami batas waktu sehingga keterikatan kepada waktu juga menjadi tolak ukur keberhasilan kegiatan pembelajaran (Suharyono dkk., 1991: 135). C. Prinsip-prinsip Pembelajaran Untuk interaksi pembelajaran yang efektif, di Pendidikan Agama Islam - 7
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
samping menggunakan strategi dan metode yang tepat juga harus memperhatikan dan melaksanakan prinsip-prinsip pembelajaran (Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, 2005: 45). Prinsip pembelajaran yaitu kaidah-kaidah atau rambu-rambu bagi guru agar lebih berhasil dalam mengajar. Jadi, dalam uraian ini yang dimaksud dengan prinsip pembelajaran adalah prinsipprinsip, kaidah mengajar yang dilaksanakan oleh guru secara maksimal agar lebih berhasil (Suharyono dkk., 1991: 6) Agar anak didik mudah dan berhasil dalam belajar, guru Pendidikan Agama Islam harus memperhatikan sekurang-kurangnya delapan prinsip berikut dalam mengajar: 1. Prinsip konteks Mengajar dengan memperhatikan prinsip ini, guru Pendidikan Agama Islam dalam menyajikan pelajaran hendaknya dapat menciptakan berma cam-macam hubungan dalam kaitan bahan pela jaran. Menghubungkan bahan pelajaran dapat menggunakan bermacam-macam sumber, misalnya surat kabar, majalah, perpustakaan, atau lingkungan sekitar. Dengan prinsip ini, anak didik akan mengetahui “konteks” dari bahan yang dipelajari. Tanpa adanya konteks, pengetahuan satu dengan pengetahuan lain, biarpun terletak dalam satu rumpun, akan terpisah-pisah sehingga pengetahuan anak didik menjadi kurang kokoh. 8- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
2. Prinsip menarik perhatian Bila dalam mengajar, anak didik memiliki perhatian penuh kepada bahan pelajaran, maka hasil belajar akan lebih meningkat sebab ada konsentrasi yang pada gilirannya hasil belajar akan lebih berhasil dan tidak mudah lupa. 3. Prinsip memberikan suasana kegembiraan Prinsip ini dijabarkan dari sabda Rasulullah SAW kepada Muadz bin Jabal dan Abu Musa Al Asy‘ari untuk berdakwah kepada Gubernur Romawi di Damaskus sebagai berikut: Permudahlah dan jangan mempersulit, gembirakanlah mereka dan jangan berbuat yang menyebabkan mereka menjauhi kamu. Prinsip ini sesuai dengan firman Allah: 185
يد بِ ُك ُم الْعُ ْسَر َّ يد ُ اللُ بِ ُك ُم الْيُ ْسَر َوال يُِر ُ يُِر
Allah menghendaki kemudahan bagimu dan ti dak menghendaki kesukaran bagimu... (QS Al Baqarah: 185)
4. Prinsip penyesuaian perkembangan anak didik Sejak awal perkembangan Islam, pendidikan Islam diberikan kepada anak sesuai umur, kemam puan, perkembangan jiwa, dan bakat anak. Setiap usaha dan proses pendidikan haruslah memper hatikan faktor pertumbuhan anak.
Pendidikan Agama Islam - 9
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
Pemahaman yang benar tentang perkembangan anak didik akan membantu untuk memberi perlakuan yang tepat kepada anak-anak didik. Perkembangan anak didik pada dasarnya adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam seluruh bagian diri anak, baik fisik, sosial, emosi, dan kognitif (berpikir). Anak didik akan lebih tertarik perhatiannya bila bahan pelajaran yang diterimanya sesuai dengan perkembangannya. Keharusan bagi setiap guru Pendidikan Agama Islam untuk mengetahui perkembangan anak didik, yaitu taraf kematangan yang telah dicapai anak didik serta taraf kesediaannya untuk belajar adalah mutlak. Guru Pendidikan Agama Islam harus menjaga taraf kematangan dan taraf kesediaan anak didik pada setiap proses belajar dan pada setiap pengalaman yang ingin dipelajarinya. Hal ini dilakukannya agar usahanya berhasil dan menjamin anak didik dapat mengambil manfaat dari unsur-unsur yang dilakukannya dalam pengajaran, bimbingan, dan pelatihannya. Oleh karena itu, guru Pendidikan Agama Islam berbicara dengan mereka sesuai dengan akal, taraf pengamatan dan pemahaman mereka. Guru tidak bercakap-cakap dengan anak didik usia kanak-kanak dengan bahasa bagi orang dewasa, dan demikian pula sebaliknya. Di samping itu, guru Pendidikan Agama Islam harus mengajar mereka sesuai dengan kematangan jasmani, akal, dan emosi mereka. Misalnya mengajar anakanak didik di Sekolah Dasar berbeda caranya bila
10- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
mengajar anak didik di Sekolah Menengah Umum. Mengajar anak didik kelas I Sekolah Dasar berbeda dengan ketika mengajar anak didik kelas VI. Di dalam mengajar, guru Pendidikan Agama Islam harus mengajar dari yang mudah kepada yang kompleks, dari yang telah diketahui kepada yang belum diketahui, dari yang kongkret kepada yang abstrak, dan seterusnya. 5. Prinsip prasyarat Prinsip ini menunjukkan pentingnya appersepsi sebelum memulai suatu aktivitas pembelajaran. Prinsip ini memberikan petunjuk kepada guru Pendidikan Agama Islam bahwa dalam mengajar hendaknya selalu mengaitkan dengan hal-hal yang sudah diketahui. Dengan cara tersebut, anak akan lebih tertarik sehingga bahan pelajaran mudah diserap. Prinsip ini dilaksanakan pada permulaan pembelajaran. 6. Prinsip peragaan Prinsip peragaan memberikan pedoman bahwa dalam mengajar hendaknya menggunakan alat peraga. Dengan alat peraga, proses pembelajaran tidak hanya dengan kata-kata (verbalistis). Pelaksanaan prinsip ini dapat dilakukan dengan menggunakan bermacam alat peraga atau media pembelajaran. Kalau pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan alat peraga, hasil belajar anak didik lebih jelas dan ia pun tidak cepat lupa.
Pendidikan Agama Islam - 11
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
7. Prinsip motoris Mengajar hendaknya dapat menimbulkan aktivitas motorik anak didik. Belajar yang melibatkan aktivitas motorik, menyebabkan anak didik tidak cepat lupa dan menimbulkan hasil belajar yang tahan lama. 8. Prinsip motivasi Motivasi ialah dorongan yang ada dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Motivasi memegang peranan penting dalam pembelajaran. Makin kuat motivasi seseorang dalam belajar, makin optimal dalam melakukan aktivitas pembelajaran. Dengan kata lain, intensitas (kekuatan) belajar sangat ditentukan oleh motivasi (dorongan). Pentingnya menjaga motivasi belajar dan kebutuhan minat dan keinginannya pada proses belajar tak dapat dipungkiri, karena dengan menggerakkan motivasi yang terpendam dan menjaganya dalam kegiatan-kegiatan yang dilak sanakan anak didik akan menjadikan anak didik itu lebih giat belajar. Barangsiapa yang bekerja berda sarkan motivasi yang kuat, ia tidak akan merasa lelah dan tidak cepat bosan. Oleh karena itu, guru Pendidikan Agama Islam perlu memelihara motivasi anak didiknya dan semua yang berkaitan dengan motivasi seperti kebutuhan, keinginan, dan lainlain. Strategi dan metode mengajar yang digunakan harus mampu menimbulkan sikap positif belajar
12- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
dan gemar belajar. Dalam mengaplikasikan prinsip-prinsip di atas, guru Pendidikan Agama Islam dapat: (1) Menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan anak didik; (2) Menghubungkan pelajaran dengan pengalaman anak didik; (3) Memilih strategi dan metode pembelajaran yang tepat. Prinsip-prinsip tersebut dalam pelaksanaannya hendaklah dapat diterapkan secara integral. Hal itu dapat dijelaskan bahwa belajar yang berhasil adalah bila anak didik dalam melakukan kegiatan belajar dapat berlangsung secara intensif dan optimal, sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku yang lebih bersifat permanen (tetap) (Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, 2005: 44). Untuk itu, guru Pendidikan Agama Islam dalam mengajar harus dapat menimbulkan aktivitas mental dan fisik. Proses pembelajaran yang demikian itu akan terwujud bila mendapat dukungan dari situasi belajar di mana delapan prinsip di atas dapat dilaksanakan.
Pendidikan Agama Islam - 13
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
BAB II: FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES DAN HASIL PEMBELAJARAN
ADAPUN uraian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil pembelajaran, skemanya dapat disusun dalam diagram sebagai berikut:
Gambar 1.1. Diagram faktor yang mempengaruhi proses dan hasil pembelajaran
14- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
A. Faktor dari Luar Faktor dari luar terdiri dari dua bagian penting, yaitu: 1. Faktor environmental input (lingkungan) Kondisi lingkungan mempengaruhi proses dan hasil belajar. Basuki dan M. Miftahul Ulum (2007: 145) berpendapat bahwa lingkungan merupakan salah satu faktor pendidikan yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap anak didik. Lingkungan ini dapat berupa lingkungan fisik/ alam dan lingkungan sosial. a. Lingkungan fisik/alami termasuk di dalamnya adalah seperti suhu, kelembaban, kepengapan udara, dan sebagainya. Belajar pada keadaan udara yang segar, akan lebih baik hasilnya daripada belajar dalam keadaan udara yang panas dan pengap. Di Indonesia misalnya, orang cenderung berpendapat bahwa belajar pada pagi hari lebih baik hasilnya daripada belajar pada siang atau sore hari. b. Lingkungan sosial, baik yang berwujud manusia maupun hal-hal lainnya, juga dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Seseorang yang sedang belajar memecahkan soal yang rumit dan membutuhkan konsentrasi tinggi, akan terganggu, bila ada orang lain yang mondar-mandir di dekatnya, atau bercakap-cakap yang cukup keras di dekatnya. Lingkungan sosial yang lain, seperti suara mesin Pendidikan Agama Islam - 15
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
pabrik, hiruk-pikuk lalu lintas, gemuruhnya pasar, dan sebagainya juga berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar. Karena itulah disarankan agar lingkungan sekolah didirikan di tempat yang jauh dari keramaian pabrik, lalu lintas, dan pasar.
2. Faktor instrumental Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan penggunaannya dirancangkan sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang telah dirancangkan (Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, 2005: 105-106). Faktor-faktor instrumental ini dapat berwujud, seperti: a. Kurikulum, yaitu rancangan pengajaran yang isinya sejumlah mata pelajaran yang disusun secara sistematis yang diperlukan sebagai syarat untuk menyelesaikan suatu program studi tertentu (Abuddin Nata, 1997: 123). Dalam UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dalam pasal 1 ayat 19 dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Menurut 16- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
Muhaimin dan Abdul Mujid (1993: 185), konsep dasar kurikulum tidak hanya sebatas makna kata, akan tetapi juga menekankan pada aspek fungsinya yang ideal: (1) Kurikulum sebagai program studi, yaitu seperangkat mata pelajaran yang mampu dipelajari oleh anak didik di sekolah atau di instansi pendidikan lainnya; (2) Kurikulum sebagai content, yaitu memuat sejumlah data atau informasi lainnya yang memungkinkan timbulnya proses pembelajaran; (3) Kurikulum sebagai kegiatan terencana, yaitu yang memuat kegiatan yang direncanakan tentang hal-hal yang akan diajarkan dan dengan cara bagaimana hal tersebut dapat diajarkan secara efektif dan efisien; (4) Kurikulum sebagai hasil belajar, yaitu memuat seperangkat tujuan yang utuh untuk memperoleh suatu hasil tertentu, tanpa menspesifikasikan cara-cara yang dituju untuk memperoleh hasil-hasil yang dimaksud. Dalam pengertian lain, memuat seperangkat hasil belajar yang direncanakan dan diinginkan; (5) Kurikulum sebagai reproduksi kultural, yaitu proses transformasi dan refleksi butir-butir kebudayaan masyarakat agar dimiliki dan dipahami peserta didik sebagai bagian dari masyarakat tersebut; (6) Kurikulum sebagai pengalaman belajar, yaitu keseluruhan pengalaman belajar yang direncanakan di bawah pimpinan sekolah; dan (7) Kurikulum sebagai produksi, yaitu seperangkat tugas yang Pendidikan Agama Islam - 17
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
harus dilakukan untuk mencapai hasil yang ditetapkan terlebih dahulu. b. Program/ bahan yang harus dipelajari, yaitu seperangkat materi yang disusun secara sistematis baik tertulis maupun tidak sehingga tercipta lingkungan/suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar. Program/ bahan yang harus dipelajari secara garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Secara terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap atau nilai. Ditinjau dari pihak guru, program/ bahan yang harus dipelajari itu harus diajarkan atau disampaikan dalam kegiatan pembelajran. Ditinjau dari pihak siswa, program/ bahan yang harus dipelajari itu harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan dinilai dengan menggunakan instrumen penilaian yang disusun berdasar indikator pencapaian pembelajaran. c. Sarana dan fasilitas, yaitu segala sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya aktivitas pembelajaran. Sarana dan fasilitas ini, seperti: gedung perlengkapan belajar, ruangan kelas, alat-alat praktikum, perpustakaan, dan sebagainya. Dalam pendidikan Islam,
18- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
ketersediaan sarana dan fasilitas jelas diperlukan. Sebab sarana dan fasilitas mempunyai peranan yang besar dan berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pembelajaran. d. Guru, yaitu orang yang kerjaannya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah/kelas (Hadari Nawawi, 1989: 123). Guru memegang peranan penting dalam aktivitas pembelajaran. Para ahli sepakat bahwa di antara kunci keberhasilan aktivitas pembelajaran adalah berada pada faktor guru (Mangun Budiyanto, 2010: 61). HAR Tilaar, seperti dikutip Agus Maimun (2001: 29) berpendapat bahwa profesionalisme seorang guru baik secara intelektual, moral, dan spiritual sangat memegang peranan penting dalam memajukan atau berkembangnya Pendidikan Agama Islam. Guru, memiliki dua peran sekaligus, yaitu sebagai transfer of knowledge dan transfer of value. Misi ilmu pengetahuan meniscayakan guru untuk menyampaikan ilmu sesuai perkembangan dan tuntutan masa depan (aspek IQ), sehingga sebagai generasi yang hidup pada hari ini dan untuk esok hari, dan terkait dengan hari kemarin, anak didik tidak terputus dari mata rantai yang ada dan terasing dari dunianya, akan tetapi justru dapat mengambil inisiatif dan peran di tengah-tengah masyarakat. Misi pewarisan nilai mengharuskan guru untuk memberikan bekal mental, moral, serta spiritual kepada anak didik (aspek EQ dan SQ) secara Pendidikan Agama Islam - 19
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
bersama-sama. Kemampuan untuk mengambil apa yang baik dari masa lalu dan menimbang apa yang baik pada masa kini merupakan sebuah keterampilan analisis dan sintesis secara bersama-sama yang harus dimiliki oleh seorang guru, sehingga anak didik tidak alergi dengan masa lalu dan phobia terhadap modernitas, akan tetapi dapat menimbang dan menakar serta menempatkannya secara adil, proporsional, dan balance antara keduanya (Moh. Haitami dan Syamsul Kurniawan, 2009: 172-173). Kiranya jelas bahwa faktor-faktor yang disebutkan di atas dan faktor-faktor lain yang sejenis, besar pengaruhnya terhadap hasil dan proses mengajar. Oleh karena itu, dalam kegiatan evaluasi mengenai keberhasilan usaha pembelajaran, maka faktor-faktor instrumental tersebut harus ikut diperhitungkan.
B. Faktor dari Dalam Faktor dari dalam adalah kondisi individu atau anak yang belajar itu sendiri. Faktor individu dapat dibagi menjadi dua bagian: (1) Kondisi fisiologis anak; dan (2) Kondisi psikologis anak. Di antara berbagai faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar, maka sebenarnya kondisi individu anak didiklah yang memegang peranan paling menentukan, baik kondisi fisiologis maupun psikologis.
20- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
1. Kondisi fisiologis anak Secara umum kondisi fisiologis, seperti kese hatan yang prima, tidak dalam keadaan capai, tidak dalam keadaan cacat jasmani, seperti kakinya atau tangannya (karena ini mengganggu kondisi fisio logis), dan sebagainya, akan sangat membantu dalam proses dan hasil belajar. Anak yang kekurangan gizi, misalnya, kemam puan belajarnya berada di bawah anak-anak yang tidak kekurangan gizi, sebab mereka yang keku rangan gizi biasanya cenderung lekas lelah, capai, mudah mengantuk dan akhirnya tidak mudah dalam menerima pelajaran. Di samping kondisi yang umum tersebut, yang tidak kalah pentingnya dalam mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah kondisi panca indera, terutama indera penglihatan dan pendengaran. Sebagian besar orang melakukan aktivitas belajar dengan mempergunakan indera penglihatan dan pendengaran. Membaca, melihat contoh atau model, mela kukan observasi, mengamati hasil-hasil eksperimen, mendengar keterangan guru, mendengarkan cera mah, mendengarkan keterangan orang lain dalam diskusi, dan sebagainya hampir tidak dapat lepas dari indera penglihatan dan pendengaran. Karena pentingnya penglihatan dan pende ngaran inilah, maka dalam lingkungan pendidikan formal, orang melakukan berbagai penelitian untuk Pendidikan Agama Islam - 21
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
menemukan bentuk dan cara menggunakan alat peraga yang dapat dilihat sekaligus didengar (audio-visual aids). Guru Pendidikan Agama Islam yang baik tentu akan memperhatikan bagaimana keadaan panca indera, khususnya penglihatan dan pendengaran anak didiknya (Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, 2005: 106-107). 2. Kondisi psikologis anak Di bawah ini akan diuraikan beberapa faktor psikologis yang dianggap utama dalam mempe ngaruhi proses dan hasil belajar: a. Minat. Minat sangat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Tanpa adanya minat untuk belajar, anak didik tidak akan bergairah untuk menyerap materi. Seseorang yang menaruh minat yang tinggi pada mata pelajaran tertentu, biasanya cenderung untuk memperhatikan dan termotivasi terhadap mata pelajaran tersebut. Sebaliknya, bila minat dan motivasi belajar rendah maka perhatian terhadap materi yang sedang diajarkan akan sangat berkurang. Jika hal ini terjadi berlarut-larut dan terus-menerus tanpa adanya upaya seorang guru untuk membangkitkannya maka bisa jadi anak didik tidak akan pernah memahami dan menaruh perhatian terhadap materi pelajaran. b. Kecerdasan. Kecerdasan memegang peranan besar dalam menentukan berhasil tidaknya anak didik mempelajari sesuatu atau mengikuti
22- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
sesuatu program pendidikan. Anak didik yang lebih cerdas pada umumnya akan lebih mampu belajar daripada anak didik yang kurang cerdas. Kecerdasan anak didik biasanya dapat diukur dengan menggunakan alat tertentu. Hasil dari pengukuran kecerdasan biasanya dinyatakan dengan angka yang menunjukkan perbandingan kecerdasan yang terkenal dengan sebutan Intelligence Quotient (IQ). Berbagai penelitian menunjukkan hubungan yang erat antara IQ dengan hasil belajar di sekolah. Dengan memahami taraf IQ setiap anak didik, maka guru akan dapat memperkirakan tindakan yang harus diberikan kepada anak didiknya secara tepat. c. Bakat. Di samping kecerdasan, bakat merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap proses dan hasil belajar seseorang. Hampir tidak ada orang yang membantah, bahwa belajar pada bidang yang sesuai dengan bakat akan memperbesar kemungkinan berhasilnya usaha itu. Anak didik yang memiliki bakat yang tinggi pada bidang tertentu, disebut anak berbakat. Secara definitif, anak didik berbakat adalah mereka yang oleh orang-orang yang berkualifikasi profesional diidentifikasikan sebagai anak yang mampu mencapai prestasi yang tinggi, karena mempunyai kemampuankemampuan yang tinggi. Anak didik tersebut adalah anak yang membutuhkan program Pendidikan Agama Islam - 23
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
pendidikan berdiferensiasi dan pelayanan di luar jangkauan program sekolah biasa, untuk merealisasikan sumbangannya terhadap masyarakat maupun terhadap dirinya. d. Motivasi. Motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Jadi motivasi untuk belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar. Penemuan-penemuan penelitian mengungkap bahwa hasil belajar pada umumnya meningkat jika motivasi untuk belajar bertambah. Oleh karena itu, meningkatkan motivasi belajar anak didik memegang peranan penting untuk mencapai hasil belajar yang optimal. e. Kemampuan-kemampuan kognitif. Walaupun diakui bahwa tujuan pendidikan yang berarti juga tujuan belajar itu mencakup tiga aspek, yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor; namun tidak dapat diingkari bahwa sampai sekarang pengukuran kognitif masih diutamakan untuk menentukan keberhasilan belajar seseorang. Sedangkan aspek afektif dan aspek psikomotorik lebih bersifat pelengkap dalam menentukan derajat keberhasilan belajar anak didik di sekolah. Selama sistem pendidikan masih berlaku seperti sekarang ini, kiranya jelas bahwa kemampuan-kemampuan kognitif tetap merupakan faktor terpenting di antara ketiga aspek tersebut di atas. Karena itu,
24- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
kemampuan-kemampuan kognitif akan tetap merupakan faktor penting dalam belajar para siswa atau anak didik. Setelah diketahui berbagai faktor yang mempe ngaruhi proses dan hasil belajar seperti diuraikan di atas, maka hal penting untuk dilakukan bagi para pendidik, guru, dosen, orang tua, dan sebagainya adalah mengatur faktor-faktor tersebut yang mempunyai pengaruh dalam mencapai hasil belajar yang optimal. Misalnya, kalau mengetahui bahwa tempat yang gaduh tidak baik untuk belajar, maka jangan melakukan kegiatan belajar di tempat yang ramai, dan sebagainya (Munawir Yusuf, 1984: 59).
Pendidikan Agama Islam - 25
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
BAB III STRATEGI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNTUK melaksanakan tugas secara profesional, guru Pendidikan Agama Islam memerlukan wawasan yang mantap tentang kemungkinan-kemungkinan strategi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang telah dirumuskan, baik tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara eksplisit, maupun hasil ikutan yang didapat dalam proses pembelajaran, misalnya kemampuan berpikir kritis, kreatif, sikap terbuka setelah anak didik mengikuti diskusi kecil kelompok dalam proses belajar. Berangkat dari pemikiran di atas, maka pembahasan dalam bab ini mencakup: (1) Hakikat Strategi Pembelajaran; (2) Klaksifikasi Strategi Pembelajaran; dan (3) Pelaksanaan Strategi Pembelajaran. A. Hakikat Strategi Pembelajaran Secara umum strategi mempunyai pengertian sebagai suatu garis besar haluan dalam bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Istilah
26- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
strategi mula-mula dipakai di kalangan militer dan diartikan sebagai seni dalam merancang (operasi) peperangan, terutama yang erat kaitannya dengan gerakan pasukan dan navigasi ke dalam posisi perang yang dipandang paling menguntungkan untuk memperoleh kemenangan. Penetapan strategi tersebut harus didahului oleh analisis kekuatan musuh yang meliputi jumlah personal, kekuatan persenjataan, kondisi lapangan, posisi musuh, dan sebagainya. Dalam perwujudannya, strategi itu akan dikembangkan dan dijabarkan lebih lanjut menjadi tindakan-tindakan nyata dalam medan pertempuran (Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, 2005: 11). Dewasa ini istilah strategi banyak dipinjam oleh bidang-bidang ilmu lain, termasuk ilmu pendidikan. Dalam kaitannya dengan aktivitas pembelajaran, strategi bisa diartikan sebagai pengetahuan atau seni mendayagunakan semua faktor/ kekuatan untuk mengamankan sasaran pembelajaran yang hendak dicapai melalui perencanaan dan pengarahan dalam operasionalisasi sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan yang ada, termasuk pula perhitungan tentang hambatan-hambatan baik fisik maupun non fisik (seperti mental, spiritual, dan moral baik dari subyek, obyek, maupun lingkungan sekitar) (lihat Moh. Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, 2009: 214-215). Dihubungkan dengan aktivitas pembelajaran dalam Pendidikan Agama Islam, pemakaian istilah strategi dimaksudkan sebagai daya upaya guru Pendidikan Agama Islam dalam menciptakan suatu sistem Pendidikan Agama Islam - 27
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses pembelajaran. Maksudnya agar tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang telah dirumuskan dapat tercapai secara berdaya guna dan berhasil guna, guru Pendidikan Agama Islam dituntut memiliki kemampuan mengatur secara umum komponenkomponen pembelajaran Pendidikan Agama Islam sedemikian rupa sehingga terjalin keterkaitan fungsi antara komponen pembelajaran dimaksud. Menurut Newman dan Logan, seperti dikutip Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya (2005: 12), strategi dasar arti setiap usaha mencakup 4 masalah, yaitu: (1) Pengidentifikasian dan penetapan spesifikasi dan kualifikasi hasil yang harus dicapai dan menjadi sasaran usaha tersebut, dengan mempertimbangkan aspirasi masyarakat yang memerlukannya. (2) Pertimbangan dan pemilihan pendekatan utama yang ampuh untuk mencapai sasaran. (3) Pertimbangan dan penetapan langkah-langkah yang ditempuh sejak awal sampai akhir. (4) Pertimbangan dan penetapan tolok ukur dan ukuran baku yang akan digunakan untuk menilai keberhasilan usaha yang dilakukan. Kalau diterapkan dalam konteks aktivitas pembe lajaran dalam Pendidikan Agama Islam, keempat strategi tersebut bisa diterjemahkan menjadi: (1) Mengidentifikasikan serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan. (2) Memilih sistem pendekatan pembelajaran berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat. (3) Memilih dan 28- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
menetapkan metode pembelajaran yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh para guru Pendidikan Agama Islam dalam kegiatan mengajarnya. Dan (4) Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria dan standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru Pendidikan Agama Islam dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan pembelajaran, yang selanjutnya menjadi umpan balik bagi penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan. Dari uraian di atas, tergambar bahwa ada empat masalah pokok yang sangat penting yang dapat dijadikan pedoman dalam keberhasilan pelaksanaan kegiatan pembelajaran: Pertama, spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku yang bagaimana yang hendak dicapai dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan itu. Dengan kata lain, menentukan sasaran dari kegiatan pembelajaran tersebut. Sasaran ini harus dirumuskan secara jelas dan kongkret sehingga mudah dipahami oleh anak didik. Perubahan perilaku dan kepribadian yang diharapkan setelah anak didik mengikuti suatu kegiatan pembelajaran itu harus jelas, misalnya, dari tidak bisa membaca menjadi dapat membaca. Kalau sebelum mengikuti pembelajaran para anak didik tidak mampu membaca atau menulis huruf Al Qur‘an, maka setelah mengikuti kegiatan pembelajaran, mereka menjadi mampu membaca dan menulis huruf Al Qur‘an, dari tidak bisa melaksanakan shalat, berubah menjadi dapat melaksanakan shalat, dan seterusnya. Suatu aktivitas Pendidikan Agama Islam - 29
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
pembelajaran tanpa sasaran yang jelas, berarti aktivitas tersebut dilakukan tanpa arah atau tujuan yang pasti. Suatu usaha atau aktivitas yang tidak mempunyai arah atau tujuan yang pasti, dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan dan tidak tercapainya hasil yang diharapkan. Kedua, memilih cara pendekatan pembelajaran yang dianggap paling tepat dan efektif untuk mencapai sasaran. Bagaimana kita memandang suatu persoalan, konsep, pengertian, dan teori apa yang kita gunakan dalam memecahkan suatu kasus akan mempengaruhi hasil yang dicapai. Satu masalah yang dipelajari oleh dua orang dengan pendekatan berbeda akan menghasilkan kesimpulan yang berbeda bahkan mungkin bertentangan jika cara pendekatannya menggunakan berbagai disiplin ilmu. Pengertian, konsep ekonomi tentang baik, benar, atau adil, tidak sama dengan baik, benar, atau adil menurut pengertian, konsep dan teori dalam ilmu hukum, juga akan tidak sama bila kita menggunakan pendekatan agama karena pengertian, konsep, dan teori agama mengenai baik, benar, atau adil itu jelas berbeda dengan konsep ekonomi maupun antropologi. Begitu juga dengan cara pendekatan yang digunakan dalam aktivitas pembelajaran dalam Pendidikan Agama Islam. Belajar menurut teori asosiasi, tidak sama dengan pengertian belajar menurut teori problem solving. Topik tertentu dalam Pendidikan Agama Islam yang dipelajari atau dibahas dengan cara menghapal akan berbeda hasilnya apabila dipelajari atau dibahas dengan teknik 30- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
diskusi atau seminar. Juga akan lain hasilnya andaikata topik yang sama dibahas dengan menggunakan kombinasi berbagai teori. Ketiga, memilih dan menetapkan prosedur dan metode pembelajaran yang dianggap paling tepat dan efektif. Metode atau teknik penyajian untuk memotivasi anak didik agar mampu menerapkan pengetahuan dan pengalamannya untuk memecahkan masalah, berbeda dengan cara atau metode untuk mendorong para anak didik mampu berpikir dan memiliki cukup keberanian untuk mengemukakan pendapatnya sendiri. Perlu dipahami bahwa suatu metode mungkin hanya cocok dipakai untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Jadi, dengan sasaran yang berbeda, guru hendaknya jangan menggunakan teknik penyajian yang sama. Bila beberapa tujuan ingin diperoleh, kita dituntut untuk memiliki kemampuan menggunakan berbagai metode atau mengkombinasikan beberapa metode yang relevan. Cara penyajian yang satu mungkin lebih menekankan pada peranan anak didik, sementara teknik penyajian yang lain lebih terfokus pada peranan guru atau alat pengajaran seperti buku atau komputer. Adapula metode yang lebih berhasil bila digunakan anak didik dalam jumlah yang terbatas, atau cocok untuk mempelajari materi Pendidikan Agama Islam tertentu. Demikian juga apabila kegiatan pembelajaran itu berlangsung di dalam kelas, di perpustakaan, atau di masjid, tentu metode yang diperlukan agar tujuan tercapai, untuk masing-masing tempat tersebut tidak Pendidikan Agama Islam - 31
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
sama. Tujuan instruksional yang ingin dicapai itu tidak selalu tunggal, bisa terdiri dari beberapa tujuan atau sasaran. Untuk itu, guru Pendidikan Agama Islam membutuhkan variasi dalam penggunaan teknik penyajian supaya kegiatan pembelajaran yang berlangsung tidak membosankan. Keempat, menetapkan norma-norma atau kriteria keberhasilan sehingga guru Pendidikan Agama Islam mempunyai pegangan yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai sampai sejauh mana keberhasilan tugastugas yang dilakukannya. Suatu program baru bisa diketahui keberhasilannya, setelah dilakukan evaluasi. Evaluasi dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah satu strategi yang tidak bisa dipisahkan dengan strategi dasar yang lain. Apa yang harus dievaluasi dan bagaimana evaluasi itu harus dilakukan termasuk kemampuan yang harus dimiliki oleh guru Pendidikan Agama Islam. Seorang anak didik dapat dikategorikan sebagai anak didik yang berhasil bila dilihat dari berbagai segi. Bisa dilihat dari aspek kerajinannya mengikuti tatap muka dengan guru, perilaku sehari-hari di sekolah, hasil ulangan, hubungan sosial, kepemimpinan, keterampilan, dan sebagainya, atau dilihat dari gabungan berbagai aspek. B. Klasifikasi Strategi Pembelajaran Ada berbagai masalah sehubungan dengan strategi pembelajaran, yang secara keseluruhan diklasifikasikan sebagai berikut:
32- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
1. Konsep dasar strategi pembelajaran Strategi pembelajaran merupakan pola umum tindakan guru-anak didik dalam manifestasi aktivitas pembelajaran (Lihat Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, 1991:31). Konsep dasar strategi pembelajaran ini meli puti: (1) Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan perilaku; (2) Menentukan pilihan berke naan dengan pendekatan terhadap masalah belajar mengajar, dan memilih prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar; dan (3) Norma dan kriteria keberhasilan kegiatan pembelajaran. 2. Pembelajaran sebagai suatu sistem Pembelajaran sebagai suatu sistem instruksional mengacu pada pengertian seperangkat komponen yang saling bergantung antara satu dan lainnya untuk mencapai tujuan. Sebagai suatu sistem, pembelajaran meliputi sejumlah komponen antara lain: tujuan, bahan, siswa, guru, metode, situasi, dan evaluasi. Agar tujuan itu tercapai, semua komponen yang ada harus diorganisasikan sehingga antar setiap komponen itu terjadi kerjasama. Karena itu, guru Pendidikan Agama Islam tidak boleh hanya memperhatikan komponen tertentu saja, misalnya: metode, bahan dan evaluasi saja, tetapi ia harus mempertimbangkan komponen secara keseluruhan. Berbagai persoalan yang dihadapi guru Pendidikan Agama Islam antara lain: (1) Tujuantujuan apa yang hendak dicapai; (2) Materi Pendidikan Agama Islam - 33
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
Pendidikan Agama Islam apa yang perlu diajarkan; (3) Metode dan alat apa yang harus dipakai; dan (4) Prosedur apa yang akan ditempuh untuk melakukan evaluasi. Secara khusus dalam proses pembelajaran, guru Pendidikan Agama Islam berperan sebagai pengajar, pembimbing, perantara sekolah dengan masyarakat, administrator, dan lain-lain. Untuk itu wajar bila guru Pendidikan Agama Islam harusnya bisa memahami segenap aspek pribadi anak didik. Beberapa aspek pribadi anak didik menurut Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya (2005: 17), seperti: (1) Kecerdasan dan bakat khusus. (2) Prestasi sejak permulaan sekolah; (3) Perkembangan jasmani dan kesehatannya; (4) Kecenderungan emosi dan karakternya; (5) Sikap dan minat belajar; (6) Cita-cita; (7) Kebiasaan belajar dan bekerja; (8) Hobi dan penggunaan waktu senggang; (9) Hubungan sosial di sekolah dan di rumah; (10) Latar belakang keluarga; (11) Lingkungan tempat tinggal; dan (12) Sifat-sifat khusus dan kesulitan anak didik. Usaha guru Pendidikan Agama Islam untuk memahami anak didik ini bisa melalui evaluasi. Selain itu, guru Pendidikan Agama Islam mempunyai kewajiban untuk melaporkan perkembangan hasil belajar para anak didik tersebut ke kepala sekolah dan orang tua murid. 3. Hakikat proses belajar Hakikat belajar adalah proses perubahan perila
34- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
ku berkat pengalaman dan pelatihan. Artinya tujuan kegiatan belajar ialah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan, sikap, bahkan meliputi segenap aspek pribadi. Faktor yang sangat penting dalam proses belajar adalah anak didik atau subjek belajar. Sebagai subjek belajar, anak didik mempunyai kepribadian yang unik. Ia mempunyai kapasitas mental yang berbeda untuk mencapai pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diharapkan oleh guru. Keunikan lain yang ada pada anak didik ialah mereka mempunyai bakat dan inteligensi yang berbeda (DN Adjai Robinson, 1980: 13). Hal lain, mereka mempunyai motivasi belajar yang tidak sama. Motivasi ini sangat berperan dalam menggerakkan anak didik untuk melakukan aktivitas belajar. Seperti yang juga sudah diuraikan di bab II sebelumnya, kondisi fisik subjek belajar juga berpengaruh sekali terhadap hasil belajar. Anak yang kekurangan gizi, misalnya, kemampuan belajarnya berada di bawah anak-anak yang tidak kekurangan gizi, sebab mereka yang kekurangan gizi biasanya cenderung lekas lelah, capai, mudah mengantuk dan akhirnya tidak mudah dalam menerima pelajaran. 4. Sasaran kegiatan belajar Setiap aktivitas pembelajaran tentu mempunyai sasaran dan tujuan. Tujuan itu bertahap dan ber jenjang mulai dari yang sangat operasional dan Pendidikan Agama Islam - 35
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
kongkret, yaitu tujuan instruksional khusus dan tujuan instruksional umum, tujuan kurikuler, tujuan institusional, tujuan nasional, sampai kepada tujuan yang bersifat universal. Persepsi guru Pendidikan Agama Islam atau persepsi anak didik mengenai sasaran akhir aktivitas pembelajaran akan mempengaruhi tujuan yang akan dicapai. Sasaran itu harus diterjemahkan ke dalam ciri-ciri perilaku kepribadian yang didambakan. Pada tingkat sasaran dan tujuan yang universal, manusia yang diidamkan tersebut harus mempunyai kualifikasi: (1) Pengembangan bakat secara optimal; (2) Hubungan antar manusia; (3) Efisiensi ekonomi; dan (4) Tanggung jawab selaku warga negara (Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, 2005: 16). 5. Entering behavior anak didik Hasil kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam tercermin dalam perubahan perilaku, baik secara material-substansial, struktural fungsional, maupun secara behavioral. Yang menjadi persoalan adalah kepastian bahwa tingkat prestasi yang dicapai anak didik adalah benar merupakan hasil kegiatan pembelajaran yang bersangkutan. Untuk kepastiannya seharusnya kita mengetahui karakteristik perilaku anak didik saat mereka mau masuk sekolah dan mulai dengan kegiatan pembelajaran dilangsungkan. Tingkat dan jenis karakteristik perilaku anak didik yang telah dimilikinya ketika mau mengikuti kegiatan
36- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
pembelajaran, itulah yang dimaksud dengan entering behavior. Entering behavior dapat diidentifikasi dengan cara berikut: (1) Secara tradisional, para guru mulai dengan pertanyaan tentang bahan yang pernah diberikan sebelum menyajikan bahan baru. (2) Secara inovatif, guru tertentu diberbagai lembaga pendidikan mampu mengembangkan instrumen pengukuran prestasi belajar dengan mengadakan pra-tes sebelum anak didik mengikuti program pembelajaran. Gambaran tentang entering behavior anak didik ini menurut Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya (2005: 18) banyak menolong guru Pendidikan Agama Islam, antara lain: (1) Diketahuinya seberapa jauh kesamaan individual anak didik dalam taraf kesiapannya, kematangan, serta tingkat penguasaan pengetahuan dan keterampilan dasar bagi penyajian bahan baru. (2) Diketahuinya disposisi perilaku anak didik tersebut dapat mempertimbangkan dan memilih bahan, prosedur, metode, teknik dan alat bantu belajar mengajar yang sesuai. (3) Dengan membandingkan pra-tes dengan nilai hasil paska tes atau setelah menjalani program kegiatan pembelajaran, guru Pendidikan Agama Islam akan mendapat petunjuk, seberapa jauh dan seberapa banyak perubahan perilaku itu telah terjadi dalam diri anak didik. Perbedaan antara nilai paska tes dan pra tes, baik secara kelompok maupun individual, merupakan indikator prestasi Pendidikan Agama Islam - 37
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
atas hasil pencapaian yang nyata sebagai pengaruh dari aktivitas pembelajaran. Ada tiga dimensi dari entering behavior yang perlu diketahu guru Pendidikan Agama Islam: (1) Batas-batas ruang lingkup materi pengetahuan yang telah dimiliki dan dikuasai anak didik; (2) Tingkatan tahapan materi pengetahuan terutama kawasan pola-pola sambutan atau kemampuan yang telah dimiliki anak didik; dan (3) Kesiapan dan kematangan fungsi-fungsi psikofisik. Di samping itu, seorang guru Pendidikan Agama Islam sebelum merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran harus dapat menjawab pertanyaan: (1) Sejauh mana batas-batas materi pengetahuan yang telah diketahui dan dikuasai oleh anak didik yang akan diajari; (2) Tingkat dan tahap serta jenis kemampuan manakah yang telah dicapai dan dikuasai anak didik yang bersangkutan; (3) Apakah anak didik sudah cukup siap dan matang untuk menerima bahan dan pola-pola perilaku yang akan diajarkan; dan (4) Seberapa jauh motivasi dan minat belajar yang dimiliki anak didik sebelum pembelajaran dimulai. 6. Pola-pola belajar anak didik Robert M. Gagne, sebagaimana yang dikutip Syaiful Bahri (2010: 12-19), membedakan pola-pola belajar siswa ke dalam delapan tipe, di mana yang satu merupakan prasyarat bagi lainnya yang lebih tinggi hierarkinya. Delapan tipe belajar dimaksud
38- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
adalah: 1) Signal learning (belajar isyarat), 2) Stimulusresponse learning (belajar stimulus-respons), 3) Chaining (rantai atau rangkaian), 4) Verbal association (asosiasi verbal), 5) Discrimination learning (belajar kriminasi), 6) Concept learning (belajar konsep), 7) Rule learning (belajar aturan), dan 8) Problem solving (memecahkan masalah). Kedelapan tipe belajar sebagaimana disebutkan di atas akan diuraikan satu per satu secara singkat dan jelas sebagai berikut: a. Belajar Tipe 1: Signal Learning (Belajar Isyarat) Belajar tipe ini merupakan tahap yang paling dasar. Jadi, tidak menuntut persyaratan, namun merupakan hierarki yang harus dilalui untuk tipe belajar yang paling tinggi. Signal learning dapat diartikan sebagai proses penguasaan pola-pola dasar perilaku bersifat involuntary (tidak sengaja dan tidak disadari tujuannya). Dalam tipe ini terlibat aspek reaksi emosional di dalamnya. Kondisi yang diperlukan buat berlangsungnya tipe belajar ini, adalah diberikannya stimulus (signal) secara serempak, perangsang-perangsang tertentu secara berulang kali. Signal learning ini mirip dengan conditioning menurut Pavlov yang timbul setelah sejumlah pengalaman tertentu. Respons yang timbul bersifat umum dan emosional, selain timbulnya dengan tak sengaja dan tak dapat dikuasai.
Pendidikan Agama Islam - 39
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
Contoh: Aba-aba “Siap!” merupakan suatu signal atau isyarat untuk mengambil sikap tertentu. Melihat wajah ibu menimbulkan rasa senang. Wajah ibu di sini merupakan isyarat yang menimbulkan perasaan senang itu. Melihat ular yang besar menimbulkan rasa jijik. Melihat ular itu merupakan isyarat yang menimbulkan perasaan tertentu.
b. Belajar Tipe 2: Stimulus-Respons Learning (Belajar Stimulus-Respons) Bila tipe di atas digolongkan dalam jenis classical condition, maka tipe belajar 2 ini termasuk ke dalam instrumental conditioning, atau belajar dengan trial and error (mencobacoba). Proses belajar bahasa pada anak-anak merupakan proses yang serupa dengan ini. Kondisi yang diperlukan untuk berlangsungnya tipe belajar ini adalah faktor inforcement. Waktu antara stimulus pertama dan berikutnya amat penting. Makin singkat jarak S-R dengan S-R berikutnya, semakin kuat reinforcement. Contoh: Anjing dapat diajar “memberi salam” dengan mengangkat kaki depannya bila kita katakan “Kasih tangan!” atau “Salam”. Ucapan ‘kasih tangan’ merupakan stimulus yang menimbulkan respons ‘memberi salam’ oleh anjing itu. Berdasarkan contoh di atas, jelas bahwa kemam p uan itu tidak diperoleh dengan 40- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
tiba-tiba, akan tetapi melalui latihan-latihan. Respons dapat diatur dan dikuasai. Respons bersifat-spesifik, tidak umum dan kabur. Respons diperkuat atau di-reinforce dengan adanya imbalan atau reward. Sering gerakan motoris merupakan komponen penting dalam respons itu. Dengan belajar stimulus-respons ini seorang pelajar mengucapkan kata-kata dalam bahasa asing. Demikian pula seorang bayi belajar mengatakan “Mama”. c. Belajar Tipe 3: Chaining (Rantai atau Rangkaian) Chaining adalah belajar menghubungkan satuan ikatan S-R (Slimulus-Respons) yang satu dengan lain. Kondisi yang diperlukan bagi berlangsungnya tipe belajar ini antara lain, secara internal anak didik sudah harus terkuasai sejumlah satuan pola S-R, baik psikomotorik maupun verbal. Selain itu prinsip kesinambungan, pengulangan, dan reinforce ment tetap penting bagi berlangsungnya proses chaining. Contoh: Dalam bahasa kita banyak contoh chaining seperti ibu-bapak, kampung-halaman, selamat tinggal, dan sebagainya. Juga dalam perbuatan kita banyak terdapat chaining ini, misalnya pulang kantor, ganti baju, makan malam, dan sebagainya. Chaining terjadi bila terbentuk hubungan antara beberapa S-R, sebab yang satu terjadi segera setelah yang satu lagi. Jadi berdasarkan hubungan (contiguity). Pendidikan Agama Islam - 41
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
d. Belajar Tipe 4: Verbal Association (Asosiasi Verbal) Baik chaining maupun verbal association, kedua tipe belajar ini setaraf, yaitu belajar menghubungkan satuan ikatan S-R yang satu dengan yang lain. Bentuk verbal association yang paling sederhana adalah bila diperlihatkan suatu bentuk geometris, dan si anak dapat mengatakan “bujur sangkar”, atau mengatakan “itu bola saya”, bila dilihatnya bolanya. Sebelumnya ia harus dapat membedakan bentuk geometris agar dapat mengenal ‘bujur sangkar’ sebagai salah satu bentuk geometris, atau mengenal ‘bola’, ‘saya’, dan ‘itu’. Hubungan itu terbentuk, bila unsur-unsurnya terdapat dalam urutan tertentu, yang satu segera mengikuti yang satu lagi (contiguity). e. Belajar Tipe 5: Discrimination Learning (Belajar Diskriminasi) Discrimination learning atau belajar mengadakan pembeda. Dalam tipe ini anak didik mengadakan seleksi dan pengujian di antara dua perangsang atau sejumlah stimulus yang diterimanya, kemudian memilih polapola respons yang dianggap paling sesuai. Kondisi utama bagi berlangsungnya proses belajar ini adalah anak didik sudah mempunyai kemahiran melakukan chaining dan association serta pengalaman (pola S-R).
42- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
Contoh: Anak dapat mengenal berbagai merk mobil beserta namanya, walaupun tampaknya mobil itu banyak bersamaan. Demikian pula ia dapat membedakan manusia yang satu dari yang lain; juga tanaman, binatang, dan Iain-lain. Guru mengenal anak didik serta nama masing-masing karena mampu mengadakan diskriminasi di antara anak-anak itu. Diskriminasi didasarkan atas chain. Anak misalnya harus mengenal mobil tertentu beserta namanya. Untuk mengenal model lain harus pula diadakannya chain baru, dengan kemungkinan yang satu akan mengganggu yang satunya lagi. Makin banyak yang dirangkaikan, makin besar kesulitan yang dihadapi, karena kemungkinan gangguan atau interference itu, dan kemungkinan suatu chain dilupakan. f. Belajar Tipe 6: Concept Learning (Belajar Konsep) Concept learning adalah belajar pengertian. Dengan berdasarkan kesamaan ciri-ciri dari sekumpulan stimulus dan obyek-obyeknya, ia membentuk suatu pengertian atau konsep, kondisi utama yang diperlukan adalah mengua sai kemahiran diskriminasi dan proses kognitif fundamental sebelumnya. Belajar konsep mungkin karena kesang gupan manusia untuk mengadakan representasi internal tentang dunia sekitarnya dengan menggunakan bahasa. Mungkin juga binatang
Pendidikan Agama Islam - 43
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
dapat melakukan demikian, akan tetapi sangat terbatas. Manusia dapat melakukannya tanpa batas berkat bahasa dan kemampuannya mengabstraksi. Dengan menguasai konsep, ia dapat menggolongkan dunia sekitarnya menurut konsep itu, misalnya menurut warna, bentuk, besar, jumlah, dan sebagainya. Ia dapat menggolongkan manusia menurut hubungan keluarga, seperti bapak, ibu, paman, saudara, dan sebagainya; menurut bangsa, pekerjaan, dan sebagainya. Dalam hal ini, kelakuan manusia tidak dikuasai oleh stimulus dalam bentuk fisik, melainkan dalam bentuk yang abstrak. Misalnya kita dapat menyuruh anak dengan perintah: “Ambilkan botol yang di tengah!” Untuk mempelajari suatu konsep, anak harus mengalami berbagai situasi dengan stimulus tertentu. Dalam pada itu ia harus dapat mengadakan diskriminasi untuk membedakan apa yang termasuk dan tidak termasuk konsep itu. Proses belajar konsep memakan waktu dan berlangsung secara berangsur-angsur. g. Belajar Tipe 7: Rule Learning (Belajar Aturan) Rule learning belajar membuat generalisasi, hukum, dan kaidah. Pada tingkat ini siswa belajar mengadakan kombinasi berbagai konsep dengan mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (induktif, dedukatif, analisis, sintesis, asosiasi, diferensiasi, komparasi, dan kausalitas) sehingga anak didik dapat menemukan
44- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
konklusi tertentu yang mungkin selanjutnya dapat dipandang sebagai “rule” : prinsip, dalil, aturan, hukum, kaidah. dan sebagainya. Belajar aturan adalah tipe belajar yang banyak terdapat dalam pelajaran di sekolah. Banyak aturan yang perlu diketahui oleh setiap orang yang terdidik. Aturan ini terdapat dalam tiap mata pelajaran. Misalnya, benda yang dipanaskan memuai, angin berhembus dari daerah maksimum ke daerah minimum, (a + b) (a - b) = a2 - b2, untuk menjamin keselamatan negara harus diadakan pertahanan yang ampuh, tiap warga negara harus setia kepada negaranya, dan sebagainya. Ada yang mengatakan, bahwa anak-anak harus “menemukan sendiri” aturanaturan itu. Ada pula yang berpendirian, aturan-aturan dapat juga dipelajari dengan “memberitahukannya” kepada anak didik disertai dengan contoh-contoh. dan cara ini lebih singkat dan tidak kurang efektifnya. Mengenal aturan tanpa memahaminya akan merupakan “verbal chain” saja dan ini hanya menunjukkan cara belajar yang salah. h. Belajar Tipe 8: Problem Solving (Pemecahan Masalah) Problem solving adalah belajar memecahkan masalah. Pada tingkat ini para anak didik belajar merumuskan memecahkan masalah, memberikan respons terhadap rangsangan yang menggambarkan atau membangkitkan situasi Pendidikan Agama Islam - 45
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
problematic, yang mempergunakan berbagai kaidah yang telah dikuasainya. Menurut John Dewey belajar memecahkan masalah itu berlangsung sebagai berikut: individu menyadari masalah bila ia dihadapkan kepada situasi keraguan dan kekaburan sehingga merasakan adanya semacam kesulitan. Langkah-langkah yang memecahkan masalah, adalah sebagai berikut: 1) Merumuskan dan menegaskan masalah Individu melokalisasi letak sumber kesulitan, untuk memungkinkan mencari jalan pemeca hannya. Ia menandai aspek mana yang mungkin dipecahkan dengan menggunakan prinsip atau dalil serta kaidah yang diketahuinya sebagai pegangan. 2) Mencari fakta pendukung dan merumuskan hipotesis Individu menghimpun berbagai informasi yang relevan termasuk pengalaman orang lain dalam menghadapi pemecahan masalah yang serupa. Kemudian mengidentifikasi berbagai alternatif kemungkinan pemecahannya yang dapat dirumuskan sebagai pertanyaan jawaban sementara yang memerlukan pembuktian (hipotesis). 3) Mengevaluasi alternatif pemecahan yang dikembangkan Setiap alternatif pemecahan ditimbang dari
46- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
segi untung ruginya. Selanjutnya dilakukan pengambilan keputusan memilih alternatif yang dipandang paling mungkin (feasible) dan menguntungkan. 4) Mengadakan pengujian atau verifikasi Mengadakan pengujian atau verifikasi secara ekspe r i m ental alternatif pemecahan yang dipilih, dipraktikkan, atau dilaksanakan. Dari hasil pelaksanaan itu diperoleh informasi untuk membuktikan benar atau tidaknya yang telah dirumuskan. Dengan demikian proses belajar yang tertinggi ini hanya mungkin dapat berlangsung kalau proses-proses belajar fundamental lainnya telah dimiliki dan dikuasai, menurut kondisi lain yang diperlukan adalah bahwa kepada anak didik hendaknya: 1) Diberikan stimulus yang dapat menimbulkan situasi bermasalah dalam diri anak didik. 2) Diberikan kesempatan untuk memilih dan berlatih merumuskan dan mencari alternatif pemecahannya. 3) Diberikan kesempatan untuk berlatih dan mengalami sendiri melaksanakan pemecahan dan pembuktiannya. Dengan proses pengiden tifikasian entering behavior seperti dijelaskan dalam uraian terdahulu, guru akan dapat mengidentifikasi pada tahap belajar atau tipe belajar yang telah dijalaninya. Atas dasar Pendidikan Agama Islam - 47
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
itu guru dapat memilih alternatif strategi pengorganisasiannya bahan dan kegiatan pembelajaran.
7. Pemilihan sistem pembelajaran Titik tolak untuk penentuan strategi pembela jaran Pendidikan Agama Islam tersebut adalah perumusan tujuan pembelaran Pendidikan Agama Islam secara jelas. Agar anak didik dapat melaksa nakan kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam secara optimal, selanjutnya guru Pendidikan Agama Islam harus memikirkan pertanyaan berikut: “Strategi manakah yang paling efektif dan efisien untuk membantu tiap anak didik dalam pencapaian tujuan yang telah dirumuskan?” Pertanyaan di atas sangat sederhana namun sukar untuk dijawab, karena tiap anak didik mempunyai kemampuan yang berbeda. Tetapi strategi memang harus dipilih untuk membantu anak didik mencapai tujuan secara efektif dan produktif. Langkah yang harus ditempuh mula-mula menentukan tujuan dalam arti merumuskan tujuan dengan jelas sehingga dapat diketahui apa yang diharapkan dapat dilakukan anak didik, dalam kondisi yang bagaimana serta seberapa tingkat keberhasilan yang diharapkan. Pertanyaan inipun tidak mudah dijawab, sebab selain setiap anak didik berbeda, juga tiap guru Pendidikan Agama Islam pun mempunyai kemampuan dan kualifikasi yang 48- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
berbeda pula. Di samping itu tujuan yang bersifat afektif seperti sikap dan perasaan, lebih sukar untuk diuraikan (dijabarkan) dan diukur. Tujuan yang bersifat kognitif biasanya lebih mudah. Strategi yang dipilih guru Pendidikan Agama Islam untuk aspek ini didasarkan pada perhitungan bahwa strategi tersebut akan dapat membentuk sebagaian besar anak didik mencapai hasil yang optimal. Namun guru Pendidikan Agama Islam tidak boleh berhenti sampai di situ, dengan kemajuan teknologi, guru Pendidikan Agama Islam dapat mengatasi perbedaan kemampuan anak didik melalui berbagai jenis media instruksional. Misalnya, sekelompok anak didik belajar materi yang berhubungan dengan gerakan-gerakan dan bacaan shalat melalui modul atau kaset audio, sementara guru Pendidikan Agama Islam membimbing kelompok lain yang dianggap masih lemah. Kriteria pemilihan strategi pembelajaran Pendidikan Agama Islam, adalah: (1) Efisiensi. Contohnya, seorang guru Pendidikan Agama Islam akan mengajar baca tulis Al-Qur‘an. Tujuan pengajarannya berbunyi: Siswa dapat membaca Al Qur‘an surat Al Baqarah ayat 2 dan 185 dengan fasih beserta tajwidnya dengan benar. Untuk mencapai tujuan tersebut, strategi yang paling efisien ialah menunjukkan teks QS Al Baqarah ayat 2 dan 185, kemudian guru mencontohkan cara membaca ayat tersebut dengan fasih beserta tajwidnya dengan Pendidikan Agama Islam - 49
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
benar, dan anak didik diminta mengikuti dan memperhatikan. Selanjutnya para anak didik diminta mengulang-ulangnya di rumah sampai hapal, sehingga waktu diadakan tes mereka dapat membaca surat Al Baqarah ayat 2 dan 185 dengan fasih beserta tajwidnya dengan benar. Dengan kata lain mereka dianggap telah mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan dengan biaya yang murah. (2) Efektifitas. Strategi yang paling efisien tidak selalu merupakan strategi yang efektif. Jadi efisiensi akan tetap merupakan pemborosan bila tujuan akhir tercapai dalam waktu yang lama. Jadi bila tujuan tercapai, masih harus dipertanyakan seberapa jauh efektifitasnya. Suatu cara untuk mengukur efektifitas ialah dengan jalan menentukan transferbilitas (kemampuan memindahkan) prinsip-prinsip yang dipelajari dalam waktu yang singkat. Kalau tujuan dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat dan lebih murah biayanya, maka strategi itu efektif dan efisien. (3) Keterlibatan anak didik. Pertimbangan lain yang cukup penting dalam penentuan strategi maupun metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah tingkat keterlibatan anak didik. Strategi inquiry biasanya memberikan tantangan yang lebih intensif dalam hal keterlibatan anak didik. Sedangkan pada strategi ekspository anak didik cenderung lebih pasif. Biasanya guru tidak secara murni menggunakan ekspository maupun
50- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
discovery, melainkan campuran. Guru yang kreatif akan melihat tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dimiliki anak didik, kemudian memilih strategi lain yang lebih efektif dan efisien untuk mencapainya. 8. Pengorganisasian kelompok belajar Mansyur (1991: 20) menyarankan pengorga nisasian kelompok belajar anak didik sebagai berikut: a. N = 1. Pada sistuasi yang ekstrim, kelompok belajar itu mungkin hanya seorang. Jika peserta hanya seorang, metode yang sesuai mungkin konsep pembelajaran tutorial atau independent study. b. N = 2-20. Untuk kelompok kecil sekitar dua sampai dua puluh orang, metode belajarnya bisa dengan diskusi atau seminar. c. N = 20-40. Kelompok besar (sebesar 20-40 orang), biasanya digunakan metode klasikal atau classroom teaching. Tekniknya mungkin bervariasi sesuai dengan kemampuan guru untuk mengelolanya. d. N > 40. Kalau kelompok belajar melebihi 40 orang, pesertanya biasanya disebut audiance. Metode pembelajarannya bisa kuliah atau ceramah.
Pendidikan Agama Islam - 51
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
C. Dasar-dasar Pengklasifikasian Dasar-dasar yang dapat dipergunakan untuk mengklasifikasikan strategi pembelajaran Pendidikan Agama Islam: 1. Pengaturan guru-anak didik Pengaturan guru-anak didik dapat dibedakan sebagai berikut: Pertama, dari segi pengaturan guru Pendidikan Agama Islam, dapat dibedakan pengajaran Pendidikan Agama Islam oleh seorang guru atau oleh suatu tim guru Pendidikan Agama Islam. Yang dimaksud dengan tim guru Pendidikan Agama Islam adalah suatu sistem mengajar yang dilakukan oleh dua orang guru Pendidikan Agama Islam atau lebih dalam satu kelas atau lebih. Para guru Pendidikan Agama Islam tersebut bersama-sama mempersiapkan, melaksanakan, dan mengevaluasi hasil belajar anak didik. Pelaksanaannya secara bergilir dengan cara metode ceramah atau bersama-sama dengan metode diskusi panel. Kedua, dari segi pengaturan anak didik, dapat dibedakan menjadi tiga bentuk pengajaran: a. Pengajaran klasikal, yaitu bila seorang guru Pendidikan Agama Islam menghadapi kelompok besar anak didik di dalam kelas dan memberi pelajaran Pendidikan Agama Islam dengan satu jenis metode mengajar. b. Pengajaran kelompok kecil, yaitu bila anak didik dalam satu kelas dibagi ke dalam bebe rapa kelompok (5-7 orang/ kelompok) dan 52- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
masing-masing kelompok diberi tugas untuk menyelesaikan tugas. c. Pengajaran perseorangan, bila masing-masing anak didik secara pribadi diberi beban belajar secara mandiri, misalnya dalam bentuk pengajaran modul. Ketiga, Dari segi hubungan guru-anak didik, dapat dibedakan menjadi tiga: a. Hubungan langsung guru-anak didik melalui bentuk tatap muka. b. Hubungan langsung guru-anak didik dalam bentuk tatap muka dengan bantuan media pengajaran sebagai alat bantu mengajar Pendidikan Agama Islam, baik media cetak (modul/buku) maupun media elektronik. c. Hubungan tak langsung, bila penyampaian pesan disampaikan dengan perantara media baik melalui media cetak (modul/buku) maupun elektronik (radio kaset, suara, atau video). 2. Struktur peristiwa pembelajaran Struktur peristiwa pembelajaran Pendidikan Agama Islam dapat dibedakan menjadi dua: Pertama, struktur peristiwa pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang bersifat tertutup, yaitu aktivitas pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang segala sesuatunya telah ditentukan secara relatif ketat di mana guru Pendidikan Agama Pendidikan Agama Islam - 53
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
Islam tidak berani menyimpang dari persiapan mengajar yang telah dibuat. Kedua, struktur peristiwa pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang bersifat terbuka, di mana tujuan, materi, dan strategi yang akan ditempuh ditentukan pada saat aktivitas pembelajaran berlangsung. Contoh pengajaran yang bersifat terbuka menurut Engkoswara seperti dikutip Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya (2005: 27) adalah pengajaran unit, yaitu suatu sistem mengajar yang berpusat pada suatu masalah dan dipecahkan secara keseluruhan yang mempunyai arti. 3. Peranan guru-anak didik dalam pengolahan pesan Pesan adalah materi pembelajaran yang dipakai sebagai masukan untuk pencapaian suatu tujuan, dapat berupa pengetahuan, wawasan, keterampilan, atau isi pembelajaran lainnya. Maka pesan juga bisa diartikan semua informasi yang perlu diketahui oleh anak didik. Berdasarkan peran guru-anak didik dalam pengolahan pesan, mengutip pendapat Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya (2005: 28), aktivitas pembelajaran Pendidikan Agama Islam dapat dibedakan menjadi dua: Pertama, pengajaran ekspositorik, yaitu apabila pesan disajikan dalam keadaan siap diolah oleh guru Pendidikan Agama Islam sebelum disampaikan kepada anak didik, dengan ataupun tanpa bimbingan guru Pendidikan
54- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
Agama Islam (sifatnya sama dengan struktur peristiwa pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang bersifat tertutup). Kedua, Pengajaran bersifat heuristik atau hipotetik, apabila pesan yang disajikan tidak diolah tuntas oleh guru dengan maksud agar diolah sendiri oleh para anak didik dengan atau tanpa bimbingan guru (sifatnya sama dengan struktur peristiwa pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang bersifat terbuka). Ada dua sub strategi dalam strategi heuristik yang akhir-akhir ini sering dikemukakan orang, yaitu penemuan (discovery) dan penyelidikan (inquiry). Di dalam sub strategi penemuan, para anak didik menemukan prinsip atau hubungan yang sebelumnya tidak diketahui sebagai akibat dari pengalaman belajar yang telah diatur secara seksama oleh guru Pendidikan Agama Islam. Sebaliknya di dalam sub strategi penyelidikan, struktur peristiwa belajar Pendidikan Agama Islam bersifat benar-benar terbuka, dalam arti anak didik sepenuhnya dilepas untuk menemukan sesuatu melalui proses asimilasi, yaitu memasukkan hasil pengamatan ke dalam struktur kognitif anak didik yang telah ada dan proses akomodasi (yaitu mengadakan prubahan-perubahan dalam arti penyesuaian di dalam struktur kognitif yang lama sehingga cocok dengan fenomena baru yang diamati).
Pendidikan Agama Islam - 55
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
4. Proses pengolahan pesan Dapat dimafhumi, proses berpikir anak didik di dalam menjalani pengalaman belajar Pendidikan Agama Islam tidak selalu sama bergantung pada strategi pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang diprogram guru Pendidikan Agama Islam. Atas dasar proses pengolahan pesan, strategi pembelajaran Pendidikan Agama Islam dapat dibedakan sebagai berikut: Pertama, Strategi pembelajaran induktif, yaitu pembelajaran Pendidikan Agama Islam di mana proses pengolahan pesan bertolak dari contohcontoh kongkret kepada generalisasi atau prinsip yang bersifat umum, dari fakta-fakta yang nyata kepada konsep yang bersifat abstrak. Strategi induktif berkembang dari suatu dasar konseptual bahwa cara belajar seorang anak didik akan mantap jika dimulai dari data empirik menuju konsep sampai pada generalisasi. Supaya lebih memahami strategi induktif, anak didik perlu menguasai pengertian fakta, data, konsep, dan generalisasi, serta kaitan antara istilahistilah tersebut. Fakta adalah benda-benda, hal-hal, atau kejadian-kejadian yang dapat diamati dengan indera manusia. Hasil pengamatannya sangat dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan atau kepentingan orang yang melakukan pengamatan. Sebagai contoh: peristiwa musibah banjir. Dari peristiwa itu, fakta yang didapat bisa bermacammacam, misalnya, ada korban berupa orang yang
56- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
luka atau meninggal; fakta lainnya, banyak rumah yang terendam dan banyak sarana dan prasarana rusak akibat musibah banjir; kerugian yang diderita akibat banjir cukup besar, dan sebagainya. Data adalah ciri karakteristik dari benda-benda, halhal atau kejadian-kejadian yang diamati. Konsep merupakan definisi atau batasan pengertian dari hal yang diamati, sedangkan generalisasi merupakan hasil kesimpulan hubungan korelatif antara konsepkonsep. Dari contoh di atas misalnya, peristiwa musibah banjir diajarkan kepada anak didik sebagai kudrah dan iradah dari Allah SWT. Orang-orang beriman akan selalu membaca kejadian-kejadian dan peristiwa sebagai sebuah pertanda. Ia bisa berarti teguran atau ujian, bisa azab bisa pula laknat. Bagi orang-orang yang melakukan maksiat, mungkin ini adalah sebuah teguran dan peringatan. Dan bisa menjadi azab bagi orang-orang yang kufur. Bagi mereka, orang-orang kufur, kematian dan segala kejadian buruk yang menimpa mereka adalah azab. Tapi bagi orang beriman, semua peristiwa musibah adalah ujian. Kedua, Strategi pengajaran deduktif, yaitu merupakan kebalikan dari peroses pengajaran induktif. Para anak didik pertama-tama diperkenalkan pada generalisasi (konsep-konsep) yang bersifat abstrak pada proses pembuktian dalam bentuk data empirik yang mendukung hubungan antara konsep-konsep tadi. Sebagai ilustrasi pengajaran agama Islam secara deduktif, Pendidikan Agama Islam - 57
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
misalnya anak didik diperkenalkan pada konsep Islam tentang hari kiamat, yaitu peristiwa di mana alam semesta beserta isinya hancur luluh yang membunuh semua makhluk di dalamnya tanpa terkecuali. Kemudian anak didik diperkenalkan pada macam-macam/jenis-jenis kiamat, dan tandatanda hari kiamat akan tiba. 5. Tujuan-tujuan belajar Ada lima tipe hasil belajar menurut Robert M. Gagne seperti dikutip Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya (2005: 30): Pertama, Kemampuan inteletual. Yaitu sejum lah kemampuan mulai dari membaca, menulis, menghitung sampai dengan kemampuan memper hitungkan kekuatan sebuah jembatan atau akibat devaluasi. Kedua, Strategi kognitif yaitu kemam puan mengatur “cara belajar dan berpikir” seseorang, dalam artian yang seluas-luasnya, termasuk kemampuan memecahkan masalah. Ketiga, Informasi verbal, yaitu kemampuan menyerap pengetahuan dalam arti informasi dan fakta termasuk kemampuan untuk mencari dan mengolah informasi sendiri. Keempat, keterampilan motorik, yaitu kemampuan yang erat dengan keterampilan fisik seperti keterampilan menulis, mengetik, dan lain-lain. Kelima, Sikap dan nilai, yaitu kemampuan yang erat hubungannya dengan arah serta intensitas emosional yang dimiliki seseorang. Sekolah diharapkan berperan dalam pembentukan
58- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
sikap dan nilai ini, seperti sikap menghormati orang lain, kesediaan bekerjasama, tanggung-jawab atau keinginan untuk terus menerus belajar dan sebagainya. D. Pelaksanaan Strategi Pembelajaran Proses pembelajaran adalah suatu aspek dari lingkungan sekolah yang terorganisasi. Lingkungan ini diatur serta diawasi agar kegiatan belajar terarah sesuai tujuan pendidikan. Lingkungan belajar yang baik adalah lingkungan yang menantang dan merangsang para anak didik untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan serta mencapai tujuan yang diharapkan. Salah satu faktor yang mendukung kondisi pembelajaran Pendidikan Agama Islam di dalam suatu kelas adalah job describtion proses pembelajaran yang berisi serangkaian pengertian peristiwa belajar yang dilakukan oleh kelompok-kelompok anak didik. Sehubungan dengan hal ini, job describtion guru Pendidikan Agama Islam dalam pelaksanaan aktivitas pembelajaran adalah: 1. Perencanaan instruksional, yaitu alat atau media untuk mengarahkan kegiatan-kegiatan organisasi belajar. 2. Organisasi belajar yang merupakan usaha mencipta kan wadah dan fasilitas atau lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan yang mengandung kemungkinan terciptanya proses pembelajaran. 3. Menggerakkan anak didik yang merupakan usaha memancing, membangkitkan, dan mengarahkan Pendidikan Agama Islam - 59
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
motivasi belajar anak didik. Penggerak atau motivasi di sini pada dasarnya mempunyai makna lebih daripada memerintah, mengarahkan, mengaktualkan, dan memimpin. 4. Supervisi dan pengawasan, yaitu usaha mengawasi, menunjang, membantu, menugaskan, dan mengarahkan aktivitas pembelajaran sesuai dengan perencanaan instruksional yang telah didesain sebelumnya. 5. Penelitian yang bersifat assesment yang mengandung pengertian yang dibandingkan dengan pengukuran atau evaluasi pendidikan (Mansyur, 1991: 27). Di samping itu, berbagai usaha juga perlu dilakukan untuk menganalisis proses pengolahan pembelajaran Pendidikan Agama Islam ke dalam unsur-unsur komponennya. Komponen-komponen tersebut menurut Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya (2005: 34), mencakup: 1. Merencanakan, yaitu mempelajari masa mendatang dan menyusun rencana kerja. 2. Mengorganisasikan, yaitu membuat organisasi usaha, manager, tenaga kerja, dan bahan. 3. Mengkoordinasikan, yaitu menyatukan dan mengkorela-sikan semua aktivitas. 4. Mengawasi dan memeriksa agar segala sesuatu dikerjakan sesuai dengan peraturan yang digariskan dan instruksi-instruksi yang diberikan. Untuk meningkatkan hasil belajar Pendidikan Agama Islam dalam bentuk pengaruh instruksional 60- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
dan untuk mengarahkan pengaruh pengiring terhadap hal-hal yang positif dan berguna bagi anak didik, guru Pendidikan Agama Islam harus pandai memilih isi pengajaran serta bagaimana proses belajar itu harus dikelola dan dilaksanakan di sekolah. Ada dua jenis belajar yang perlu dibedakan, yaitu belajar konsep dan belajar proses. Belajar konsep lebih menekankan hasil belajar kepada pemahaman fakta dan prinsip, banyak bergantung pada apa yang diajarkan guru, yaitu bahan atau isi pelajaran, dan lebih bersifat kognitif. Sedangkan belajar proses atau keterampilan proses lebih menekankan pada masalah bagaimana bahan pelajaran itu diajarkan dan dipelajari. Bila persoalan belajar keterampilan proses itu dikaitkan dengan model pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM), maka tampak kesamaan konseptual. Baik belajar konsep maupun belajar keterampilan proses, keduanya mempunyai ciri-ciri: (1) Menekankan pentingnya makna belajar untuk mencapai hasil belajar yang memadai; (2) Menekankan pentingnya keterlibatan anak didik di dalam proses belajar; (3) Menekankan bahwa belajar adalah proses dua arah yang dapat dicapai oleh anak didik; dan (4) Menekankan hasil belajar secara tuntas dan utuh. Belajar keterampilan proses, bukanlah merupakan gagasan yang bersifat baku. Belajar keterampilan proses dan belajar konsep merupakan garis kontinum, yang satu lebih menekankan penghayatan proses, dan yang lain lebih menekankan perolehan atau hasil, Pendidikan Agama Islam - 61
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
pemahaman fakta, dan prinsip. Belajar keterampilan proses tidak mungkin terjadi bila tidak ada materi atau bahan pelajaran yang dipelajari. Sebaliknya belajar konsep tidak mungkin terjadi tanpa keterampilan proses anak didik. Dalam aktivitas pembelajaran Pendidikan Agama Islam terdapat dua hal yang ikut menentukan keberhasilannya, yaitu pengaturan proses pembelajaran dan pengajaran itu sendiri yang keduanya mempunyai saling ketergantungan. Kemampuan mengatur proses pembelajaran yang baik akan menciptakan situasi yang memungkinkan anak didik belajar sehingga menjadi titik awal keberhasilan pengajaran. Anak didik dapat belajar dalam suasana yang wajar. Dengan demikian, dalam aktivitas pembelajaran Pendidikan Agama Islam, anak didik memerlukan sesuatu yang memungkinkan dia berkomunikasi secara baik dengan guru, teman, maupun dengan lingkungannya. Kebutuhan akan bimbingan, bantuan, dan perhatian guru akan berbeda untuk setiap individu anak didik. Untuk menciptakan suasana yang menumbuhkan gairah belajar anak didik dan meningkatkan prestasi belajar anak didik dalam Pendidikan Agama Islam, mereka membutuhkan pengorganisasian proses belajar yang baik. Proses pembelajaran yang dimaksud merupakan suatu rentetan kegiatan guru Pendidikan Agama Islam untuk menumbuhkan dan mempertahankan organisasi proses pembelajaran yang efektif, yang meliputi: tujuan pembelajaran, pengaturan penggunaan waktu luang, pengaturan ruang dan alat perlengkapan pelajaran di 62- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
kelas, serta pengelompokan anak didik dalam aktivitas belajar (Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, 2005: 35-36). Tujuan pembelajaran merupakan pangkal tolak keberhasilan dalam pembelajaran. Makin jelas rumu san tujuan, makin mudah menyusun rencana dan mengimplementasikan aktivitas pembelajaran dengan bimbingan guru. Dalam perumusan tujuan instruksional khusus menurut Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya (2005: 36) perlu mempertimbangkan hal-hal berikut: 1. Kemampuan dan nilai-nilai apa yang diinginkan dipertimbangkan pada diri anak didik. 2. Bagaimana cara mencapai tujuan itu, apakah secara bertahap atau sekaligus. 3. Apakah perlu menekankan aspek-aspek tertentu. 4. Seberapa jauh kebutuhan itu dapat memenuhi kebutuhan perkembangan anak didik. 5. Apakah waktu yang tersedia cukup untuk mencapai tujuan-tujuan itu. Selanjutnya, waktu yang tersedia untuk setiap pelajaran Pendidikan Agama Islam per semester, per tahun sangat terbatas. Karena itu diperlukan pengaturan waktu yang tersedia. Melalui pengaturan waktu, anak didik diharapkan dapat melakukan berbagai aktivitas belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Waktu yang tersedia bisa dirasakan lama dan menjadi sumber kebosanan bagi anak didik dalam belajar. Sebaliknya bisa juga dirasakan singkat bila diisi dengan kegiatankegiatan yang menyenangkan anak didik dalam belajar. Waktu yang tersedia hendaknya diisi dengan Pendidikan Agama Islam - 63
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
aktivitas bermakna dan dapat memberikan hasil belajar produktif. Pengaturan ruang kelas juga perlu diperhatikan, seperti: ukuran dan bentuk kelas, bentuk serta ukuran bangku dan meja anak didik, jumlah anak didik dalam satu kelas, jumlah anak didik dalam kelompok belajar, jumlah kelompok belajar dalam satu kelas, dan komposisi anak didik dalam kelompok belajar (yang pandai, yang kurang pandai, jenis kelamin laki-laki dan perempuan). Agar aktivitas belajar itu sesuai dengan kebutuhan cara belajar anak didik, diperlukan pengelompokan anak didik dalam belajar. Dalam penyusunan anggota kelompok perlu dipertimbangkan antara lain: (1) Kegiatan belajar apa yang akan dilaksanakan; (2) Siapa yang menyusun anggota kelompok, apakah guru, anak didik, atau guru dan anak didik secara bersama-sama; (3) Atas dasar apa kelompok belajar itu dibentuk; dan (4) Apakah kelompok belajar itu selalu tetap atau berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan cara belajar. Untuk mewujudkan suasana belajar di mana anak didik menjadi pusat kegiatan belajar, pengaturan kursi dan alat-alat lain harus mudah dipindah-pindah untuk kepentingan kerja kelompok. Ruangan dan fasilitas yang tersedia perlu diatur untuk melayani aktivitas belajar. Ruang gerak guru Pendidikan Agama Islam dalam proses organisasi pembelajaran tidak terbatas. Kegiatan mengarahkan, menjelaskan, memberikan jawaban spontan, serta memberikan umpan balik, merupakan aktivitas guru Pendidikan Agama Islam 64- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
untuk memenuhi kebutuhan anak didik yang beragam (lihat Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, 2005: 36-37). Pada akhirnya, perlu diketahui bahwa proses belajar yang bermakna adalah proses belajar yang melibatkan berbagai aktivitas anak didik. Untuk itu, seorang guru Pendidikan Agama Islam harus berupaya untuk mengaktifkan aktivitas pembelajaran tersebut.
Pendidikan Agama Islam - 65
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
BAB IV METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
A. Hakikat Metode Pembelajaran. Ditinjau dari segi kebahasaan, kata metode berasal dari kata Yunani “methodos”, yang terdiri dari kata “meta” yang berarti “melalui” dan “hodos” yang berarti “jalan”. Jadi metode berarti jalan yang dilalui (HM Arifin, 1994: 97). Secara lebih sederhana, metode dapat berarti cara kerja (Osman Rabily, 1982: 351), atau cara yang tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu (Soergarda Poerbakawatja dan H.A.H Harahap, 1992: 351; Ahmad Tafsir, 1991: 9). Secara umum, metode berarti cara yang telah diatur dan terpikir baik-baik untuk mencapai sesuatu maksud (W.J.S. Poerwadarminta, 1976: 649). Bila dihubungkan dengan pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh seorang guru Pendidikan Agama Islam. Pengertian lain ialah teknik penyajian yang dikuasai guru Pendidikan Agama Islam untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran Pendidikan 66- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
Agama Islam kepada anak didik di dalam kelas, baik secara individual atau secara kelompok/klasikal, agar pelajaran itu dapat diserap, dipahami, dan dimanfaatkan oleh anak didik dengan baik. Makin baik metode pembelajaran, makin efektif pula pencapaian tujuan. Di dalam kenyataannya, cara atau metode mengajar yang digunakan untuk menyampaikan informasi berbeda dengan cara yang ditempuh untuk memantapkan anak didik dalam menguasai pengetahuan, keterampilan, dan sikap (kognitif, psikomotor, afektif). Khusus metode mengajar di dalam kelas, menurut Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya (2005: 52), efektifitas suatu metode dipengaruhi oleh faktor tujuan, faktor anak didik, faktor situasi, dan faktor guru itu sendiri. Penetapan suatu metode belajar mengajar harus dikuasai guru Pendidikan Agama Islam, sebab berhu bungan erat dengan kode etik guru, di mana seorang guru harus menciptakan suasana sekolah yang sebaikbaiknya yang menunjang berhasilnya proses pembe lajaran (Soetjipto dan Raflis Kosasi, 2004: 34). Dengan memiliki pengetahuan secara umum mengenai sifat berbagai metode, seorang guru Pendidi kan Agama Islam akan lebih mudah menetapkan metode yang paling sesuai dalam situasi dan kondisi pengajaran yang khusus. Tanpa suatu metode yang baik dalam proses atau aktivitas pembelajaran, maka tujuan dari proses atau aktivitas pembelajaran itu akan susah untuk dicapai (Subari, 1988: 73-74). Jika cara mengajar seorang guru Pendidikan Agama Islam Pendidikan Agama Islam - 67
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
menyenangkan di mata anak didiknya, maka anak didik akan tekun, rajin, antusias menerima pelajaran yang diberikan, sehingga diharapkan akan terjadi perubahan tingkah laku pada anak didik baik tutur katanya, sopansantunnya, motorik, dan gaya hidupnya. B. Macam-macam Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Kalau kita perhatikan dalam proses perkembangan pendidikan di Indonesia bahwa salah satu hambatan yang menonjol dalam pelaksanaan pendidikan ialah masalah metode pembelajaran. Metode tidaklah mempunyai arti apa-apa bila dipandang terpisah dari komponen lain. Metode hanya penting dalam hubungannya dengan segenap komponen lainnya, seperti tujuan, situasi, dan lain-lain. Dalam konteks ini, metode pembelajaran berhubungan erat dengan tujuan yang ingin dicapai. Menurut Hisyam Zaini dkk. (2002: 82), beberapa tujuan yang ingin dicapai: (1) Mendapatkan pengetahuan; (2) Mampu menyampaikan pendapat; (3) Merubah sikap; dan (4) Keahlian dalam bidang tertentu. Di dalam penggunaan satu metode atau beberapa metode, syarat-syarat berikut ini harus selalu diperhatikan (Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, 2005: 52-53): 1. Metode pembelajaran yang dipergunakan harus dapat membangkitkan motivasi, minat, atau gairah belajar anak didik. 2. Metode pembelajaran yang dipergunakan harus 68- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
dapat menjamin perkembangan kepribadian anak didik. 3. Metode pembelajaran yang dipergunakan harus dapat memberikan kesempatan bagi anak didik untuk mewujudkan hasil karya. 4. Metode pembelajaran yang dipergunakan harus dapat merangsang keinginan anak didik untuk belajar lebih lanjut, melakukan eksplorasi dan inovasi (pembaruan). 5. Metode pembelajaran yang dipergunakan harus dapat mendidik murid dalam teknik belajar sendiri dan cara memperoleh pengetahuan melalui usaha pribadi. 6. Metode pembelajaran yang dipergunakan harus dapat meniadakan penyajian yang bersifat verbalitas dan menggantinya dengan pengalaman atau situasi yang nyata dan bertujuan. 7. Metode pembelajaran yang dipergunakan harus dapat menanamkan dan mengembangkan nilainilai dan sikap-sikap utama yang diharapkan dalam kebiasaan cara bekerja yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Dapat dimafhumi bahwa metode pembelajaran banyak ragamnya. Dengan begitu, seorang guru Pendidikan Agama Islam dalam mengajarkan Pendidikan Agama Islam seyogyanya menguasai metode pembelajaran yang beraneka ragam, agar dalam proses dan aktivitas pembelajaran tidak menggunakan hanya satu metode saja, tetapi harus divariasikan, yaitu Pendidikan Agama Islam - 69
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
disesuaikan dengan tipe belajar anak didik dan kondisi serta situasi yang ada pada saat itu, sehingga tujuan pembelajaran yang sudah dirumuskan oleh seorang guru Pendidikan Agama Islam dapat terwujud/ tercapai. Macam-macam metode pembelajaran yang bisa kita gunakan dalam Pendidikan Agama Islam, antara lain: 1. Ceramah Yang dimaksud dengan metode ceramah adalah suatu metode di dalam pendidikan dan pengajaran di mana cara menyampaikan pengertian-pengertian materi pengajaran kepada anak didik dilaksanakan dengan lisan oleh guru di dalam kelas. Hubungan antara guru dengan anak didik banyak menggunakan bahasa lisan (Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, 2005: 53). Peranan guru dan murid berbeda secara jelas, yaitu guru terutama dalam menuturkan dan menerangkan secara aktif, sedangkan murid mende ngarkan dan mengikuti secara cermat serta membuat catatan tentang pokok persoalan yang diterangkan oleh guru. Dapat dimafhumi bahwa dalam metode ceramah ini, peran utama ada pada guru. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan metode ceramah bergantung padanya. Karena itu, beberapa hal yang perlu mendapat perhatian oleh seorang guru Pendidikan Agama Islam dalam hubungannya dengan penggunaan metode ceramah, yaitu tentang kesatuan bahan pelajaran, apa yang akan 70- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
disampaikan kepada anak didiknya, bagaimana mengajarnya, dan alat-alat pengajaran apa yang dapat dipergunakan. Dalam lingkungan pendidikan modern, memang seringkali orang menampik pemakaian metode ini, dengan alasan kurang efektif, namun sebagian yang lain masih menganggap metode ceramah sebagai metode yang paling baik, tetapi dalam situasi lain mungkin sangat tidak efisien. Guru Pendidikan Agama Islam yang bijaksana tentu saja harus menyadari kondisi-kondisi yang berhubungan dengan situasi pembelajaran yang dihadapinya, sehingga ia bisa memutuskan bilamanakah metode ceramah sewajarnya dipergunakan, dan bilakah sebaiknya dipakai metode lain. Tidak jarang guru menunjukkan kelemahannya, karena ia hanya mengenal satu atau dua macam metode saja dan karenanya ia selalu menggunakan metode ceramah untuk segala macam situasi, tanpa memvariasikan dengan metode yang lain. Kelemahan ini yang menurut Hisyam Zaini dkk. (2002: 83) merupakan salah satu sebab mengapa metode ceramah dikritik orang, dan sering dikaitkan dengan sifat verbalistis (kata-kata tetapi tidak mengerti artinya). Agar metode ceramah dapat berjalan efektif dan efisien maka tentu saja guru Pendidikan Agama Islam perlu memperhatikan situasi dan kondisi dari materi Pendidikan Agama Islam yang akan diajarkan. Di bawah ini akan dijelaskan beberapa Pendidikan Agama Islam - 71
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
contoh situasi di mana metode ceramah itu sesuai untuk digunakan/diterapkan, yaitu: a. Di saat guru Pendidikan Agama Islam menyam paikan fakta atau pendapat di mana tidak terdapat bahan bacaan yang merangkum fakta yang dimaksud. Sebagai contoh: di suatu kelas, seorang guru Pendidikan Agama Islam ingin mengajarkan tentang sejarah masuknya Islam di Indonesia. Di perpustakaan sekolah tidak tersedia referensi yang menggambarkan sejarah masuknya Islam di Indonesia tersebut. Maka tepatlah bila guru memberikan penjelasan dengan metode ceramah. b. Jika guru Pendidikan Agama Islam menyampaikan pengajaran kepada sejumlah anak didik yang besar (misalnya sekitar 40 orang atau lebih), maka metode ceramah lebih efisien dari metode lain seperti diskusi, demonstrasi, atau eksperimen. Sebab dengan diskusi, guru harus mengatur anak didik secara berkelompok dengan mengubah susunan kursi, sudah tentu dibutuhkan kelas yang juga besar. Juga guru akan mengalami kesulitan dalam mengawasi kelompok-kelompok yang berjumlah besar. Demikian pula untuk penyelenggaraan demonstrasi atau eksperimen untuk jumlah besar, selain alat-alat yang tidak mencukupi, pengelolaan pengajaran Pendidikan Agama Islam juga mengalami kesulitan. c. Kalau guru adalah pembicara yang bersemangat,
72- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
tentu bisa memberikan motivasi kepada anak didik untuk mengerjakan suatu pekerjaan. Dalam keadaan tertentu, sebuah pembicaraan yang bersemangat akan menggerakkan hati anak didik untuk menimbulkan tekad baru. Contohnya ceramah tentang semangat Rasulullah mendakwahkan agama Islam pada periode Mekah dan Madinah. d. Guru Pendidikan Agama Islam dapat menyimpulkan pokok-pokok penting yang sudah diajarkan, sehingga memungkinkan anak didik melihat lebih jelas hubungan antara pokok yang satu dengan lainnya. Contohnya: setelah guru Pendidikan Agama Islam selesai mengajarkan tentang pengertian akhlak terpuji dan akhlak tercela, para anak didik diberikan tugas untuk menjawab beberapa pertanyaan yang dikerjakan dirumah sehubungan dengan contoh-contoh akhlak terpuji dan akhlak tercela. Kemudian pada pertemuan berikutnya, guru membincangkan bersama tentang tugas yang dikerjakan anak didik, dan guru menyimpulkan. Kelebihan metode ceramah: (a) Praktis dari sisi penerapan dan media yang digunakan; (b) Efisien dari sisi waktu dan biaya; (c) dapat menyampaikan materi yang banyak; (d) Mendorong guru untuk menguasai materi yang akan ia ajarkan; (e) Anak didik tidak perlu persiapan; dan (f) Anak didik dapat langsung menerima ilmu pengetahuan (Hisyam Zaini, dkk., 2002: 84). Sedangkan Pendidikan Agama Islam - 73
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
kelemahan penggunaan metode ceramah: (a) Guru sulit untuk mengetahui pemahaman anak didik terhadap bahan-bahan yang diberikan; (b) Kadangkadang guru cenderung ingin menyampaikan bahan sebanyak-banyaknya hingga menjadi bersifat pemompaan; (c) Anak didik cenderung menjadi pasif dan ada kemungkinan kurang tepat dalam mengambil kesimpulan, berhubung guru dalam menyampaikan bahan pelajaran secara lisan; dan (d) Jika guru tidak memperhatikan segi-segi psikologis dari anak didik, ceramah dapat bersifat melantur dan membosankan. Sebaliknya kalau guru berlebihlebihan berusaha untuk menimbulkan humor, inti dan isi ceramah menjadi kabur (Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, 2005: 56). 2. Tanya Jawab Metode tanya jawab adalah metode penyam paian pelajaran dengan jalan guru mengajukan pertanyaan dan anak didik menjawab, atau bisa juga suatu metode di dalam aktivitas pembela jaran di mana guru bertanya sedangkan anak didik menjawab tentang bahan materi yang ingin diperolehnya (lihat http://www.syafir. com/2011/01/08/metode-tanya-jawab). Metode tanya jawab bisa dilakukan sebagai ulangan pelajaran yang telah diberikan, sebagai selingan dalam pembicaraan, untuk mengarahkan proses berpikir, dan untuk merangsang anak didik supaya perhatiannya tercurah kepada masalah
74- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
yang sedang dibicarakan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mene rapkan metode ini: (a) Guru harus benar-benar menguasai bahan pelajaran, termasuk semua jawaban yang mungkin akan didengarkan dari anak didiknya atas suatu pertanyaan yang diajukan; (b) Guru harus benar-benar mempersiapkan semua pertanyaan yang diajukan olehnya kepada anak didik dengan cepat dan tepat; (c) Pertanyaanpertanyaan harus jelas dan singkat; (d) Susunlah pertanyaan dalam bahasa yang mudah dipahami anak didik; (e) Guru harus mengarahkan pertanyaan pada seluruh kelas; (f) Berikan waktu yang cukup untuk memikirkan jawaban pertanyaan, sehingga anak didik dapat merumuskannya dengan sistematis; (g) Tanya jawab harus dilakukan dengan suasana yang tenang dan bukan dalam suasana yang tegang yang penuh dengan persaingan tidak sehat di antara anak didik; (h) Agar sebanyakbanyaknya anak didik memperoleh giliran menjawab pertanyaan dan jika seseorang tidak dapat menjawab segera, giliran diberikan kepada anak didik yang lain; (i) Usahakan selalu agar setiap pertanyaan hanya berisi satu problem saja; (j) Pertanyaan harus dibedakan dalam golongan pertanyaan pikiran dan pertanyaan yang meminta pendapat dan hanya fakta-fakta (lihat http://www. syafir.com/2011/01/08/metode-tanya-jawab). Dengan menggunakan tanya jawab ini, guru Pendidikan Agama Islam dapat memberikan Pendidikan Agama Islam - 75
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
motivasi atau stimulus kepada anak didik menjawab pertanyaan tersebut, atas arahan dari guru Pendidikan Agama Islam baik dilakukan pada waktu apersepsi, selingan maupun waktu berakhirnya aktivitas pembelajaran. Selain daripada itu, tanya jawab bisa dilakukan pada waktu guru Pendidikan Agama Islam belum menjumpai materi pelajaran yang akan disampaikan kepada anak didik. Sedangkan kekurangan metode ini: (a) Apabila terjadi perbedaan pendapat akan banyak waktu untuk menyelesai-kannya; (b) Kemungkinan akan terjadi penyimpangan perhatian anak didik, terutama apabila terdapat jawaban-jawaban yang kebetulan menarik perhatiannya, tetapi bukan sasaran yang dituju; (c) Dapat menghambat cara berpikir, apabila guru Pendidikan Agama Islam kurang pandai dalam menyajikan materi pelajaran; dan (d) Situasi persaingan bisa timbul, apabila guru kurang menguasai teknik pemakaian metode ini (Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, 2005: 56-57). 3. Listening Teams (Tim Pendengar) Metode listening teams (tim pendengar) dimaksudkan untuk mengaktifkan seluruh anak didik secara berkelompok dan memberikan tugas yang berbeda kepada masing-masing kelompok tersebut (Hisyam Zaini, dkk., 2002: 28. Adapun langkah-langkahnya: a. Peserta didik dibagi ke dalam empat kelompok.
76- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
Masing-masing kelompok mendapat salah satu dari tugas-tugas berikut ini: Kelompok pertama, anak didik yang diberi tugas bertanya. Kelompok ini bertugas membuat pertanyaan yang didasarkan pada materi pelajaran Pendidikan Agama Islam yang sebelumnya disampaikan guru dengan menggunakan metode ceramah. Kelompok ini diminta mengajukan minimal dua pertanyaan atau disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Kelompok kedua, kelompok pendukung. Kelompok ini bertugas menemukan ide-ide dan menyampaikan poin-poin yang disepakati/ disetujui atau dipandang berguna dari materi pelajaran Pendidikan Agama Islam yang baru saja disampaikan dengan menjelaskan alasannya. Kelompok ketiga, kelompok pembantah. Kelompok ini bertugas mencari ide-ide dan mengomentari poin-poin mana yang tidak disepakati/tidak disetujui atau dirasa tidak banyak membantu dari materi pelajaran Pendidikan Agama Islam yang baru saja disampaikan dengan menjelaskan alasannya. Kelompok keempat, kelompok pemberi contoh. Kelompok ini bertugas memberi contoh spesifik atau aplikasi khusus dari materi pelajaran Pendidikan Agama Islam yang baru saja disampaikan oleh guru. b. Guru menyimpulkan materi pelajaran Pendidikan Agama Islam dengan menggunakan metode ceramah. Setelah selesai, beri kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk menyelesaikan Pendidikan Agama Islam - 77
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
tugasnya sesuai dengan yang telah ditetapkan pada awal aktivitas pembelajaran. c. Masing-masing kelompok diberi kesempatan untuk menyampaikan hasil dari tugasnya dengan baik. Guru bertugas memberikan pengarahan tentang pelaksanaan tugas masing-masing kelompok, sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar. Selain itu, guru juga memberikan komentar jika ada pendapat kelompok yang menyimpang dari materi pelajaran Pendidikan Agama Islam pada saat itu. Metode listening teams dapat juga dirancang dalam bentuk variasi yang lain. Contohnya: perintahkan sebuah kelompok untuk mengikhtisarkan pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah, atau mintalah sebuah kelompok untuk membuat pertanyaan yang menguji pemahaman anak didik tentang materi pelajaran. Variasi lain dapat juga dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terlebih dahulu kepada anak didik. Jawabannya akan ditemukan dalam penyajian materi pelajaran. Anak didik diminta untuk mendengarkan dengan cermat agar menemukan jawabannya. Kelompok yang dapat menjawab sebagian besar pertanyaan dianggap memperoleh kemenangan.
78- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
4. Diskusi Diskusi tidaklah sama dengan berdebat. Diskusi selalu ditujukan untuk memecahkan suatu masalah yang menimbulkan berbagai pendapat (S. Nasution, 1995: 152). Menurut bahasa, diskusi diartikan sebagai pertemuan ilmiah untuk bertukar pikiran mengenai suatu masalah (lihat Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan bahasa Depdikbud, 1994: 238). Metode diskusi dalam aktivitas pembelajaran umumnya dipahami sebagai proses interaksi dan komunikasi dua arah atau lebih yang melibatkan guru dan anak didik. Metode ini merupakan salah satu cara untuk menciptakan proses belajar aktif. Diskusi sebagai metode pembelajaran dapat diterapkan pada kelas besar yang terdiri dari 40-100 orang, namun akan jauh lebih efektif bila metode diskusi diterapkan pada kelas kecil yang terdiri atas 20-30 orang (Hisyam Zaini, dkk. 2002: 134). Sebagai metode dalam aktivitas pembelajaran, diskusi mungkin saja tidak efektif untuk menyajikan informasi baru di mana anak didik sudah dengan sendirinya termotivasi. Tetapi diskusi lebih cocok dan diperlukan apabila guru hendak: (a) memanfaatkan berbagai kemampuan yang ada pada anak didik; (b) Memberi kesempatan pada anak didik untuk mengeluarkan kemampuannya; (c) Membantu anak didik belajar berpikir secara
Pendidikan Agama Islam - 79
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
kritis; (d) Membantu anak didik belajar menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman-temannya; (e) Membantu anak didik menyadari dan mampu merumuskan berbagai masalah sendiri maupun dari pelajaran di sekolah; dan (f) Mengembangkan motivasi untuk belajar lebih lanjut (http://gurupkn.wordpress. com/2007/11/26/metode-diskusi.htm). Ada beberapa tipe/ jenis diskusi antara lain: a. Diskusi tak formal, di mana anak-anak didik berhadapan satu dengan lain dalam situasi face to face relationship. Bentuk diskusi ini hanya mungkin dilakukan dalam kelompok yang kecil. Keuntungannya adalah sangat mengaktifkan anak-anak didik. b. Panel diskusi atau round table discussion, dimana pokok diskusi ditinjau dari berbagai segi. Peserta diskusi hendaknya terdiri atas orangorang yang berlainan pandangannya. c. Diskusi formal, di mana untuk diskusi ini perlu seorang moderator, pembicara, dan peserta diskusi. d. Diskusi dalam bentuk simposium. Simposium dilakukan bila ada masalah yang mengandung kontroversi. Tokoh-tokoh yang berlainan pendapat memberikan keterangan kemudian diadakan diskusi antara pendengar dan pembicara. Dalam hal ini tidak dicari kebenaran tertentu tetapi mendapatkan berbagai
80- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
pandangan. e. Diskusi ceramah, di mana seorang pembicara memberi uraian tentang suatu masalah lalu berdiskusi dengan para pendengar. Di sini hanya ada satu pandangan dan pembicara berfungsi sebagai pemimpin. Dari sekian banyak jenis/tipe diskusi, diskusi yang berpusat pada anak didik cenderung lebih efektif daripada diskusi yang berpusat pada guru. Langkah, petunjuk dan kegiatan yang perlu diperhatikan oleh guru Pendidikan Agama Islam dalam pelaksanaan metode diskusi antara lain: (a) Persoalan harus jelas. Guru harus menetapkan sendiri suatu pokok masalah atau problem yang akan didiskusikan atau guru Pendidikan Agama Islam meminta kepada anak didik untuk mengemukakan suatu problem sebagai kajian diskusi; (b) Guru Pendidikan Agama Islam menjelaskan tujuan diskusi; (c) Guru Pendidikan Agama Islam memberikan ceramah dengan diselingi tanya jawab mengenai materi pelajaran yang didiskusikan; (d) Mendorong semua anak didik berbicara mengeluarkan pendapatnya, jangan sampai anak didik yang berani saja yang menggunakan kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya; (e) Guru Pendidikan Agama Islam mengatur giliran pembicara agar tidak semua anak didik berbicara serentak mengeluarkan pendapatnya; (f) Menjaga suasana kelas dan mengatur setiap pembicara agar seluruh kelas dapat mendengarkan apa yang Pendidikan Agama Islam - 81
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
sedang dikemukakan; (g) Berusaha agar diskusi tidak terlalu formal, melainkan diselingi dengan humor; (h) Mengatur agar sifat dan isi pembicaraan tidak menyimpang dari pokok/problem; (i) Mencatat hal-hal yang menurut pendapat guru Pendidikan Agama Islam harus segera dikoreksi yang memungkinkan anak didik tidak menyadari pendapat yang salah; (j) Selalu berusaha agar diskusi berlangsung antara anak didik dengan anak didik; (k) Bukan lagi menjadi pembicara utama melainkan menjadi pengatur pembicaraan; (l) Menyimpulkan hasil-hasil pembicaraan di akhir kegiatan diskusi; dan (m) mengakhiri diskusi tepat pada waktunya. Sedangkan langkah, petunjuk, dan kegiatan yang perlu diperhatikan oleh anak didik, antara lain: (a) Menelaah topik/pokok masalah yang diajukan oleh guru atau mengusahakan suatu problem dan topik kepada kelas; (b) Ikut aktif memikirkan sendiri atau mencatat data dari buku-buku sumber atau sumber pengetahuan lainnya, agar dapat mengemukakan jawaban pemecahan problem yang diajukan; (c) Mengemukakan pendapat baik pemikiran sendiri maupun yang diperoleh setelah membicarakan bersama-sama teman sebangku atau kelompok; (d) Berbicara dengan jelas supaya dapat dipahami oleh peserta lain tanpa ada salah paham, dengan mengemukakan argumen-argumen yang valid, tidak berbicara tanpa ada alasan, dasar, atau sumber yang kuat; (e) Mendengar tanggapan reaksi atau tanggapan kelompok lainnya terhadap pendapat
82- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
yang baru dikemukakan; (f) Mendengarkan dengan teliti dan mencoba memahami pendapat yang dikemukakan oleh anak didik atau kelompok lain; (g) Menghargai dan menghormati pendapat teman-teman atau kelompok lainnya walau berbeda pendapat; (h) Mencatat sendiri pokok-pokok pendapat penting yang saling dikemukakan teman baik setuju maupun bertentangan; (i) Menyusun kesimpulan-kesimpulan diskusi dalam bahasa yang baik dan tepat; (j) Ikut menjaga dan memelihara ketertiban diskusi; (k) Tidak bertujuan untuk mencari kemenangan dalam diskusi melainkan berusaha mencari pendapat yang benar yang telah dianalisa dari segala sudut pandang; dan (l) Bersikap ramah selama berlangsungnya diskusi. Dalam sebuah diskusi, terkadang dijumpai peserta yang aktif sementara yang lain pasif (hampir tidak berbicara sepatah katapun). Hal ini tentu menjadikan kegiatan diskusi tidak berjalan efektif dan hasilnya hanya bisa dirasakan oleh beberapa anak didik saja sementara yang lain tidak. Untuk mengatasi hal ini, setidaknya ada dua teknik yang bisa dipakai: Pertama, Buzz Groups atau Buzz Session. Kelas dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil untuk melakukan diskusi singkat tentang suatu problem. Tiap kelompok diminta menghasilkan suatu hipotesis yang mereka pandang relevan mengenai suatu konsep atau solusi terhadap sebuah problem. Masing-masing kelompok menunjuk seseorang Pendidikan Agama Islam - 83
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
yang bertugas sebagai pemimpin sekaligus juru bicara yang akan melaporkan hasil diskusi kelompoknya. Ia kemudian meminta kepada setiap anggotanya untuk mengemukakan ide untuk menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah yang sedang didiskusikan. Hasil ide yang telah disepakati ini lalu dilaporkan dalam diskusi besar. Biasanya dalam diskusi seperti ini, masing-masing kelompok diberi batasan waktu, misalnya lima menit atau tergantung kompleksitas masalahnya. Kedua, The Inner Circle. Yaitu kelas di dalam kelas. Sebagian anak didik bertindak sebagai kelompok diskusi dan sebagian yang lain sebagai observer. Akan lebih baik jika dimungkinkan kursi disusun membentuk dua lingkaran konsentrik. Guru kemudian mengajukan pertanyaan kepada anak didik – terutama anak didik yang pasif – sedangkan yang lain mendengarkan pendapat dari yang bersangkutan. Dengan teknik ini anak didik sebagai anggota the inner circle akan lebih merasa punya tanggung jawab untuk mengeluarkan pendapatnya (lihat Hisyam Zaini, dkk. 2002: 116118). Dalam diskusi yang baik biasanya konflik akan muncul. Tugas guru Pendidikan Agama Islam dalam hal ini adalah memfokuskan konflik tersebut dan menjadikannya sebagai sebuah pelajaran tambahan. Di antara cara yang bisa dilakukan guru Pendidikan Agama Islam: (a) merujuk suatu teks atau sumber lain jika solusi tersebut bergantung pada fakta-
84- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
fakta yang pasti; (b) Menjadikan konflik sebagai dasar bagi tugas perpustakaan; (c) jika problemnya menyangkut nilai, maka guru Pendidikan Agama Islam membantu untuk menyadarkan anak didik akan nilai yang terkandung di dalamnya; (d) Menginventarisir di papan tulis semua argumen, misalnya guru Pendidikan Agama Islam membuat kolom “setuju A” dan “setuju B” atau “pro” dan “kontra”, kemudian meminta argumen atau fakta dari anggota diskusi yang ingin mengemukakan pendapatnya. Jika argumen sudah dianggap selesai, maka diskusi beralih ke tahap pemecahan masalah, yaitu dengan mengidentifikasi wilayah pro dan kontra (lihat Hisyam Zaini, dkk. 2002: 118-119). Kelebihan metode diskusi antara lain: (a) Mendidik anak didik untuk belajar mengemukakan pikiran atau pendapat; (b) Memberi kesempatan kepada anak didik untuk memperoleh penjelasanpenjelasan dari berbagai sumber data; (c) Memberi kesempatan kepada anak didik untuk menghayati pemecahan suatu problem bersama-sama; (d) Melatih anak didik untuk berdiskusi di bawah asuhan guru; (e) Merangsang anak didik untuk ikut mengemukakan pendapat sendiri, menyetujui atau menentang pendapat teman-temannya; (f) Membina suatu perasaan tanggung jawab mengenai suatu pendapat, kesimpulan, atau keputusan yang akan atau telah diambil; (g) Mengembangkan rasa solidaritas/toleransi terhadap pendapat yang bervariasi atau mungkin bertentangan sama sekali; Pendidikan Agama Islam - 85
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
(h) Membina anak didik untuk berpikir matangmatang sebelum berbicara; (i) berdiskusi bukan hanya menuntut pengetahuan, siap dan kefasihan berbicara saja tetapi juga menuntut kemampuan berbicara secara sistematis dan logis; dan (j) dengan mendengarkan semua keterangan yang dikemukakan oleh pembicara, pengetahuan dan pandangan anak didik mengenai suatu problem akan bertambah luas. Sedangkan kelemahan metode diskusi: (a) Tidak semua topik dapat menggunakan metode diskusi. Hanya hal-hal yang bersifat problematis saja yang dapat didiskusikan; (b) Diskusi yang mendalam memerlukan banyak waktu; (c) Sulit untuk menentukan batas luas atau kedalaman suatu uraian diskusi; (d) Biasanya tidak semua anak didik berani menyatakan pendapat sehingga waktu akan terbuang karena menunggu anak didik mengemukakan pendapat; (e) Pembicaraan dalam diskusi mungkin didominasi oleh anak didik yang berani dan telah terbiasa berbicara. Anak didik pemalu dan pendiam tidak akan menggunakan kesempatan untuk berbicara; dan (f) Memungkinkan timbulnya rasa permusuhan antar kelompok atau menganggap kelompoknya sendiri lebih pandai dan serba tahu daripada kelompok lain atau menganggap kelompok lain sebagai saingan, lebih rendah, remeh, atau lebih bodoh (lihat http:// gurupkn.wordpress.com/2007/11/26/metodediskusi.htm).
86- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
5. Debat Aktif Metode debat aktif merupakan salah satu di antara metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang bisa digunakan untuk merangsang anak didik dalam mendiskusikan materi pelajaran Pendidikan Agama Islam, supaya terlibat secara aktif dalam mengemukakan pendapat dan berpikir kritis, dengan membagi anak didik menjadi dua kelompok, yaitu kelompok “pro” dan “kontra”. Konsep pengembangan metode debat aktif dilandasi oleh pokok-pokok pikiran tentang demokratisasi pengajaran di dalam kelas dan teori belajar Gestalt. Demokratisasi pengajaran di dalam kelas memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bertanya, berpikir, dan bertindak atas dasar kebebasan yang bertanggung jawab. Kesempatan untuk mempertanyakan suatu hal atau suatu masalah berarti mengajak anak didik lain untuk memberikan pendapat, komentar, kritik tertentu sehingga dapat ditemukan jawaban-jawaban atas problem yang dihadapi (Omar Hamalik, 2003: 37). Teori belajar Gestalt memandang bahwa belajar adalah proses untuk mendapatkan suatu pemahaman, dengan harapan pemahaman tersebut bisa digunakan untuk memecahkan problemproblem yang dihadapinya (Baharuddin, 2007: 88-89). Pemahaman tersebut diperoleh melalui proses berpikir yang sistematik dan konstruktif. Berdasarkan pokok pikiran teori belajar Gestalt, maka metode debat aktif diharapkan dapat menciptakan Pendidikan Agama Islam - 87
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
suasana pembelajaran yang demokratis dan anak didik memperoleh pemahaman yang mendalam terhadap materi pelajaran yang telah disajikan. Ada beberapa prinsip yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan metode debat aktif, yaitu: (a) Terciptanya keaktifan belajar. Melalui metode debat aktif diharapkan anak didik dapat aktif terlibat secara langsung dalam proses kegiatan debat, sehingga suasana pembelajaran menjadi hidup dengan tumbuhnya rasa ego pada tiap-tiap anak didik untuk mempertahankan ide mereka. (b) Meningkatkan minat dan motivasi belajar. Dalam proses debat, minat dan motivasi belajar anak didik akan meningkat karena perhatian dan pemikiran mereka terfokus pada masalah-masalah yang sedang mereka hadapi; (c) Mendapatkan pengalaman melakukan debat. Pada umumnya anak didik akan belajar lebih banyak tentang topik mereka dan topik lain yang disajikan dalam kelas jika mereka telah terlibat secara langsung, sehingga mereka mendapat pengalaman yang berharga; (d) Proses debat memperkuat daya serap anak didik. Dengan terlibatnya anak didik untuk memecahkan sebuah masalah dalam sebuah topik melalui argumentasiargumentasi yang efektif, akan dapat memperkuat daya serap anak didik; (e) Penerapan. Penerapan metode debat aktif disesuaikan dengan kemampuan anak didik; dan (f) Hasil belajar. Pendekatan instruksional dari metode ini berorientasi kepada pengembangan keterampilan-keterampilan dalam
88- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
logika, memecahkan masalah, berpikir kritis, komunikasi lisan dan tertulis, pengembangan aspek afektif, pengembangan komunikasi interpersonal, rasa percaya diri atas kemampuan mengajukan pendapat dan analisis kritis (Omar Hamalik, 2003: 39-40). Berikut langkah-langkah dalam pelaksanaan metode debat aktif: a. Guru Pendidikan Agama Islam memilih topik kontroversial dalam materi Pendidikan Agama Islam yang berguna untuk diperdebatkan dengan mempertimbangkan jenjang anak didik dan relevansinya dengan materi pelajaran serta minat anak didik. b. Guru Pendidikan Agama Islam menyampaikan informasi tentang materi Pendidikan Agama Islam yang akan diajarkan. c. Guru Pendidikan Agama Islam membagi anak didik menjadi dua tim debat. Berikan secara acak, posisi “pro” kepada satu kelompok dan posisi “kontra kepada kelompok yang lain. d. Guru Pendidikan Agama Islam membagi anak didik menjadi dua hingga sub kelompok dalam masing-masing tim debat. Misalnya, dalam sebuah kelas yang berisi 24 anak didik dapat dibuat tiga sub kelompok pro dan tiga sub kelompok kontra, masing-masing terdiri dari empat anggota. Tiap sub kelompok diperintahkan untuk menyusun argumenPendidikan Agama Islam - 89
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
argumen untuk posisi yang ditentukannya. Atau tiap-tiap sub kelompok memilih daftar argumen yang lengkap yang memungkinkan untuk didiskusikan. Pada akhir diskusi mereka, setiap sub kelompok memilih seorang juru bicara. e. Guru Pendidikan Agama Islam mengatur posisi menjadi dua atau empat kursi (tergantung pada jumlah sub kelompok yang dibuat untuk tiap sisi/bagian) untuk para juru bicara kelompok pro dalam posisi berhadapan dengan kursi juru bicara dari pihak yang kontra dengan jumlah yang sama. Posisi anak didik yang lain dibelakang tim debat mereka. Untuk contoh awal, susunan seperti berikut: x x x pro kontra x x x x x f. Setelah semua anak didik mendengarkan argumen pembuka, perdebatan dihentikan dan mereka kembali ke sub kelompok semula. Sub-sub kelompok diminta untuk menyusun strategi dalam rangka mengcounter argumen pembuka dari sisi yang berlawanan. Masingmasing sub kelompok memilih juru bicara, akan lebih baik bila menggunakan orang baru. g. Debat dimulai kembali, juru bicara-juru bicara
90- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
yang duduk berhadapan memberikan “counter argumen”. Ketika perdebatan berlangsung anak didik yang lain didorong untuk mencatat argumen-argumen dan saran dari juru bicarajuru bicara mereka. h. Ketika perdebatan dianggap telah cukup, perdebatan tersebut dapat diakhiri. Selanjutnya, guru Pendidikan Agama Islam memberikan ulasan tentang materi pelajaran Pendidikan Agama Islam yang telah diperdebatkan. i. Pada akhir kegiatan guru Pendidikan Agama Islam melakukan evaluasi guna mengetahui sejauhmana tingkat pemahaman materi yang telah diserap oleh anak didik melalui metode debat aktif. Ada beberapa kelebihan dalam penggunaan metode debat aktif, yaitu: (a) Anak didik dirangsang untuk menganalisa masalah di dalam kelompok, asalkan debat tersebut diarahkan pada pokok permasalahan yang dikehendaki; (b) dalam pertemuan debat, anak didik dapat menyampaikan fakta dari kedua sisi masalah, kemudian diteliti fakta mana yang valid dan bisa dipertanggungjawabkan; (c) Terjadinya pembicaraan aktif antara pemateri dan penyanggah diharapkan akan membangkitkan daya tarik untuk turut berpartisipasi dalam mengeluarkan pendapat; (d) Bila masalah yang diperdebatkan menarik, maka pembicaraan itu mampu mempertahankan minat anak didik untuk terus mengikuti perdebatan itu. Pendidikan Agama Islam - 91
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
Sedangkan kelemahan-kelamahan metode debat aktif: (a) Dalam pertemuan ini kadang-kadang keinginan untuk menang mungkin terlalu besar, sehingga tidak memperhatikan pendapat orang lain; (b) karena perdebatan yang sengit bisa terjadi terlalu banyak emosi yang terlibat, sehingga debat itu semakin gencar dan ramai; dan (c) Memerlukan waktu yang relatif lama sehingga perlu perencanaan alokasi waktu yang matang (Roestiyah, 2004: 148149). 6. Team Quiz (Pertanyaan kelompok) Penerapan metode team quiz menurut Melvin L. Silbermen (2006: 175), dapat meningkatkan rasa tanggung jawab atas apa yang mereka pelajari dengan cara yang menyenangkan dan tidak mengancam atau tidak membuat mereka takut. Beberapa langkah yang bisa dipakai dalam metode ini, sebagai berikut: a. Pilihlah topik yang bisa disajikan dalam tiga segmen, misalnya tentang macam-macam sunnah, pembagian hadits berdasarkan kualitas rawi dan pembagian hadits berdasarkan kuantitas rawi. b. Bagilah anak didik menjadi tiga tim. c. Jelaskan format pelajaran dan mulailah penyajian materinya. Batasi hingga 10 menit atau kurang dari itu. d. Perintahkan tim A untuk menyiapkan kuis jawa ban singkat, kuis tersebut harus sudah siap tidak
92- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
lebih dari 5 menit. Tim B dan tim C menggunakan waktu ini untuk memeriksa ulang catatan mereka. e. Tim A memberi kuis kepada anggota tim B, jika tim B tidak dapat menjawab satu pertanyaan, tim C segera menjawabnya. f. Tim A mengarahkan pertanyaan berikutnya kepada anggota tim C, dan mengulangi proses yang sama. g. Ketika kuisnya selesai, lanjutkan dengan segmen kedua dari pelajaran tersebut, dan tunjuklah tim B sebagai pemandu kuis. h. Setelah tim B menyelesaikan kuisnya, lanjutkan dengan segmen ketiga dari pelajaran tersebut dan tunjuklah tim C sebagai pemandu kuis. Variasi lain dari team quiz yaitu: a. Berikan tim pertanyaan/kuis yang telah diper siapkan yang darinya mereka memilih kapan mereka mendapat giliran menjadi pemandu kuis. b. Berikan satu penyajian materi secara kontinyu, bagilah anak didik menjadi dua tim. c. Pada akhir pelajaran, perintahkan dua tim saling memberi kuis. Ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan team quiz: (a) pada awal kegiatan, guru Pendidikan Agama Islam menyampaikan materi pelajaran Pendidikan Agama Islam dengan metode ceramah singkat atau dengan metode resitasi (di mana guru
Pendidikan Agama Islam - 93
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
menugaskan kepada anak didik secara individu untuk membaca teks yang sudah ditentukan); (b) Guru Pendidikan Agama Islam hendaknya membagi waktu menjadi tiga segmen, sehingga semua tim berhak menjadi pemandu kuis; (c) Tim yang bertugas sebagai pemandu kuis, hendaknya dipilih satu orang yang membaca teks pertanyaan, satu orang sebagai juri dan satu orang sebagai scorer/pencatat nilai; (d) Bentuk pertanyaan hendaknya berupa jawaban singkat (misalnya menyebutkan macam-macam sunnah atau menjelaskan pengertian/definisi, misalnya apa yang dimaksudkan dengan hadits shahih; (e) Hindari pertanyaan dengan jawaban uraian pendapat, misalnya bagaimana pendapat Anda apabila orang yang beramal dengan hadits dhaif?; (f) Guru Pendidikan Agama Islam berkesempatan untuk mengklarifikasi jawaban-jawaban anak didik pada akhir kegiatan. Penggunaan metode team quiz dapat membangkitkan antusiasme anak didik dalam aktivitas pembelajaran dan melatih mereka bekerja sama dalam sebuah tim. Pada sisi lain, guru harus senantiasa memotivasi anak didik yang secara individu mungkin merasa kurang dilibatkan didalam kelompoknya. Guru juga harus mampu mengelola kelas dengan baik, disebabkan kondisi kelas yang bisa saja ramai. Metode team quiz dengan berbagai keunggulan dan kelemahannya dapat digunakan sebagai
94- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
alternatif model pembelajaran pada masa sekarang, di mana guru Pendidikan Agama Islam hanya bertugas sebagai fasilitator, sehingga aktivitas pembelajaran lebih terpusat pada aktivitas anak didik, dengan pendekatan kelompok. 7. Reading Aloud (Membaca dengan keras) Menurut bahasa reading aloud artinya membaca dengan keras. Reading aloud adalah salah satu metode pembelajaran yang penerapannya dengan cara membaca dengan keras, baik oleh guru ataupun anak didik atas kebijakan guru. Metode reading aloud merupakan salah satu metode yang dalam implementasinya dimaksudkan untuk mengaktifkan individu (anak didik) secara umum. Dengan reading aloud yang bisa diartikan dengan penekanan khusus pada teks-teks tertentu, diharapkan akan lebih memusatkan perhatian anak didik pada materi pelajaran Pendidikan Agama Islam yang sedang diajarkan oleh guru Pendidikan Agama Islam dan memotivasi anak didik untuk bertanya dan mendiskusikannya. Pada dasarnya metode reading aloud sama sebagaimana metode lainnya, sebagai salah satu metode yang diterapkan dalam rangka memotivasi dan mengkondisikan peran aktif anak didik dalam aktivitas pembelajaran. Anak didik akan belajar secara aktif kalau rancangan pembelajaran yang disusun guru mengharuskan anak didik, baik secara sukarela maupun terpaksa, menuntut Pendidikan Agama Islam - 95
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
anak didik melakukan aktivitas belajar. Sebab belajar yang efektif adalah belajar dengan berbuat, berpikir, mendiskusikan, bertanya, dan melakukan rangkaian aktivitas lain yang dapat mengantarkan kepada pemahaman. Secara khusus, tujuan metode reading aloud sebagai berikut: (a) Dengan membatasi sebagian teks dibaca dengan keras, dimaksudkan agar perhatian anak didik terpusat pada teks atau materi yang sedang diajarkan sehingga pemahamannya akan lebih mendalam; (b) Dengan memberikan teks pada anak didik, anak didik termotivasi untuk belajar secara aktif dengan memikirkan, memahami, dan mendiskusikan atau menanyakan poin-poin yang masih belum dimengerti; (c) Dengan membagi teks dengan paragraf tertentu, dimaksudkan agar anak didik lebih terfokus pada teks itu sehingga pemahamannya akan lebih komprehensif dan spesifik; (d) dengan menghentikan bacaan pada teks-teks tertentu memberikankesempatan bagi anak didik untuk memberikan penjelasan, pemahaman, dan atau tanggapan setelah guru memberikan kesempatan atau memberikan penekanan atau contoh bahasan tertentu; dan (e) Dengan guru bertanya pada anak didik, anak didik terinspirasi untuk bisa mendeskripsikan dan atau menyimpulkan materi Pendidikan Agama Islam yang dipresentasikan. Agar metode reading aloud bisa efektif, guru Pendidikan Agama Islam harus memperhatikan
96- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
langkah-langkah atau prosedur pelaksanaan yang tepat dan proporsional. Langkah-langkah yang harus dilakukan guru dalam metode ini: a. Guru Pendidikan Agama Islam memilih teks yang cukup menarik untuk dibaca dengan keras. b. Guru Pendidikan Agama Islam memberikan kopian teks kepada anak didik, diberi tanda poin-poin atau isu-isu teks yang menarik untuk didiskusikan. c. Undang beberapa anak didik untuk membaca bagian-bagian teks yang berbeda-beda. d. Ketika bacaan sedang berlangsung, berhentilah pada beberapa tempat untuk menekankan arti penting poin-poin tertentu, untuk bertanya, atau sekadar memberi contoh. Beri anak didik waktu untuk berdiskusi jika mereka menunjukkan ketertarikan terhadap poin tersebut. e. Akhiri proses dengan bertanya kepada anak didik apa yang ada di dalam teks yang mereka baca. Dari langkah-langkah di atas menunjukkan bahwa guru Pendidikan Agama Islam dituntut untuk kreatif dan inovatif dalam aktivitas pembelajaran, dengan menyiapkan dan memberikan teks kepada sejumlah anak didik sebagai bahan pelajaran. Untuk lebih efektif, teks-teks yang direncanakan akan dibaca dengan keras harus dibatasi, yang menurut Melvin L Silberman (2006: 39), teks dimaksud berisi Pendidikan Agama Islam - 97
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
kurang dari 500 kata. Guru Pendidikan Agama Islam juga harus memberikan kesempatan, rangsangan, dan perta nyaan pada teks yang dibaca untuk mengaktifkan anak didik dalam memahami teks yang telah tersedia. Standar efektifitas dalam metode ini adalah peran aktif anak didik dalam belajar dan bukan benar atau salah dalam memberikan tanggapan atau jawaban. Selanjutnya guru Pendidikan Agama Islam harus bisa memancing anak didik untuk bertanya, mendiskusikan dengan temannya, dengan memberikan kesempatan kepada sebagian anak didik untuk membacakan teks yang berbeda (berbeda teksnya antara anak didik yang satu dengan anak didik yang lainnya). Adapun variasi yang perlu diterapkan dalam penerapan reading aloud adalah: (a) Pembacaan teks dilakukan oleh guru Pendidikan Agama Islam sendiri, jika seorang guru merasa hal ini akan meningkatkan cara penyajian teks, atau seorang guru Pendidikan Agama Islam meragukan kemampuan baca anak didiknya; dan (b) Perintahkan pasangan anak didik untuk membacakan satu sama lain, hentikan klarifikasi dan diskusi bila itu dirasa perlu. Adapun keunggulan metode reading aloud: (a) Reading aloud mempunyai trik khusus dalam memfokuskan atau memusatkan perhatian anak didik pada materi yang sedang diajarkan, sehingga mengarah pada pemahaman yang lebih komprehensif; (b) Reading aloud memberikan
98- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
motivasi dan ruang kreatifitas anak didik yang lebih untuk bisa memahami pelajaran Pendidikan Agama Islam lebih lanjut; (c) Reading aloud fleksibel dan solutif untuk mengkondisikan suasana pembelajaran di kelas, terutama bila dilakukan pada suasana pembelajaran yang tidak kondusif; (d) Reading aloud memungkinkan suasana pembelajaran yang menyenangkan karena di samping sebagai metode belajar mengajar juga sebagai variasi pembelajaran. Sedangkan kelemahan metode reading aloud: (a) Reading aloud tidak bisa digunakan dalam keseluruhan materi pelajaran Pendidikan Agama Islam, dalam setiap materi dan pembahasan, terutama materi yang tergolong banyak. (b) Fokus reading aloud tidak bisa mewakili keseluruhan materi yang membutuhkan penjelasan yang panjang dan bercabang; (c) Efektifitas reading aloud lebih terfokus pada upaya mengaktifkan individu dan bersifat umum, sehingga terkesan tidak melahirkan daya saing anak didik; dan (d) Reading aloud menuntut guru Pendidikan Agama Islam untuk kreatif untuk memberikan klasifikasi dan stressing pada materimateri tertentu supaya anak didik bisa fokus pada materi-materi tersebut. 8. Pemberian Tugas Belajar (Resitasi) Metode pemberian tugas belajar (resitasi) sering juga disebut metode pekerjaan rumah yaitu metode di mana anak didik diberi tugas di luar jam pelajaran. Dalam pelaksanaan metode ini anakPendidikan Agama Islam - 99
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
anak didik dapat mengerjakan tugasnya tidak hanya di rumah, tetapi dapat di perpustakaan, di laboratorium, di kebun percobaan, dan sebagainya untuk dipertanggung-jawabkan kepada guru. Dalam pengajaran Pendidikan Agama Islam, metode resitasi dilakukan: (a) Apabila guru Pendidikan Agama Islam mengharapkan agar semua pengetahuan yang telah diterima anak didik lebih mantap; (b) Untuk mengaktifkan anak-anak didik mempelajari sendiri suatu masalah dengan membaca sendiri, mengerjakan soal-soal sendiri, mencoba sendiri; dan (c) Agar anak-anak didik lebih rajin. Adapun yang harus diperhatikan seorang guru Pendidikan Agama Islam ketika hendak menggunakan metode ini: (a) Tugas yang diberikan harus jelas, sehingga anak didik mengerti apa yang harus dikerjakan; (b) Waktu untuk menyelesaikan tugas harus cukup; (c) Adakan kontrol yang sistematis sehingga mendorong anak-anak didik bekerja dengan sungguh-sungguh; dan (d) Tugas yang diberikan harus menarik perhatian anakanak didik; mendorong anak didik untuk mencari, mengalami, dan menyampaikan; (e) anak-anak didik mempunyai kemungkinan dapat menyelesaikan; (f) serta bersifat praktis dan ilmiah. Kelebihan metode ini: (a) Baik sekali untuk mengisi waktu luang yang konstruktif; (b) Memupuk rasa tanggung jawab dalam segala tugas pekerjaan, sebab dalam metode ini anak-anak didik
100- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
harus mempertanggungjawabkan segala sesuatu yang telah dikerjakan; (c) Membiasakan anak didik giat belajar; dan (d) Memberikan tugas yang bersifat praktis umpamanya membuat laporan tentang peribadatan di daerah masing-masing, kehidupan sosial dan sebagainya. Sedangkan kekurangan metode ini: (a) Seringkali tugas di rumah itu dikerjakan oleh orang lain sehingga anak tidak tahu menahu pekerjaan tersebut; (b) Sulit untuk memberikan tugas karena perbedaan individual anak-anak didik dalam kemampuan dan minat belajar; (c) Seringkali anakanak didik tidak mengerjakan tugas dengan baik, cukup menyalin hasil pekerjaan teman-temannya; dan (d) Apabila tugas itu terlalu banyak dan terlalu berat, akan mengganggu keseimbangan mental anak didik (lihat Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, 2005: 61-62). 9. Demonstrasi dan Eksperimen Yang dimaksud dengan metode demonstrasi adalah metode mengajar di mana guru Pendidikan Agama Islam atau orang lain yang sengaja diminta atau anak didik sendiri memperlihatkan kepada seluruh kelas suatu proses, misalnya proses cara mengambil air wudhu, proses jalannya shalat dua rakaat, dan sebagainya. Yang dimaksud metode eksperimen adalah metode pengajaran Pendidikan Agama Islam di mana guru dan anak didik bersama-sama Pendidikan Agama Islam - 101
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
mengerjakan sesuatu sebagai latihan praktis dari apa yang diketahui, misalnya anak didik mengerjakan penyelenggaraan shalat jum‘at, memandikan jenazah, dan sebagainya. Metode demonstrasi dan eksperimen dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam dilakukan bilamana: (a) Anak didik menunjukkan keterampilan tertentu; (b) Untuk memudahkan berbagai penjelasan, sebab penggunaan bahasa dapat lebih terbatas; (c) Untuk menghindari verbalisme; dan (d) Untuk membantu anak didik memahami dengan jelas jalannya suatu proses dengan penuh perhatian sebab akan menarik. Adapun yang harus diperhatikan seorang guru Pendidikan Agama Islam ketika hendak menggunakan metode ini: (a) Lakukan dengan metode demonstrasi dan eksperimen dalam hal-hal yang bersifat praktis dan urgen dalam masyarakat; (b) Arahkan pendemonstrasian dan eksperimen agar anak-anak didik dapat memperoleh pengertian yang lebih jelas, pembentukan sikap, serta kecakapan praktis; (c) Usahakan supaya anak didik dapat mengikuti demonstrasi dan eksperimen; dan (d) Berilah pengertian sejelas-jelasnya landasan teori dari apa yang hendak didemonstrasikan maupun dieksperimenkan. Kelebihan metode ini: (a) Perhatian anak didik akan terpusat kepada apa yang didemonstrasikan, dan memberikan kemungkinan berpikir lebih kritis; (b) Memberi pengalaman praktis yang dapat
102- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
membentuk perasaan dan kemauan anak didik; (c) Akan mengurangi kesalahan dalam mengambil kesimpulan, karena anak didik mengamati langsung terhadap suatu proses; dan (d) Dengan metode ini sekaligus masalah-masalah yang mungkin timbul dalam hati anak-anak didik dapat dijawab. Sedangkan kekurangan metode ini: (a) Dalam melaksanakan metode demonstrasi dan eksperimen biasanya memerlukan waktu yang banyak; (b) Apabila kekurangan alat-alat peraga, atau alatalatnya tidak sesuai dengan kebutuhan pengajaran Pendidikan Agama Islam, maka metode ini kurang efektif; (c) Metode ini sukar dilaksanakan apabila anak didik belum matang untuk melaksanakan eksperimen; dan (d) Banyak alat-alat yang tidak didemonstrasikan dalam kelas karena besarnya atau karena harus dibantu dengan alat-alat yang lain (lihat Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, 2005: 62-63). 10. Writing In The Here And Now (Menulis Penga laman Secara Langsung) Metode writing in the here and now (menulis pengalaman secara langsung) dapat membantu anak didik merefleksikan pengalaman-pengalaman yang mereka alami. Menurut Melvin L. Silberman (2006: 198), sebuah cara untuk meningkatkan perenungan secara mandiri adalah dengan meminta anak didik melaporkan tindakan kala ini tentang sebuah pengalaman yang mereka miliki (seakan itu terjadi Pendidikan Agama Islam - 103
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
di sini dan sekarang). Prosedur dan langkah-langkah metode writing in the here and now: a. Guru Pendidikan Agama Islam memilih jenis pengalaman yang diinginkan untuk ditulis oleh anak didik. Bisa berupa masa lampau atau yang akan datang. Di antara contoh yang dapat diangkat adalah memandikan jenazah, berpuasa di bulan suci Ramadhan, atau menunaikan zakat. b. Guru Pendidikan Agama Islam menginforma sikan kepada anak didik tentang pengalaman yang telah dipilih untuk tujuan penulisan reflektif. Guru Pendidikan Agama Islam mem beritahu mereka bahwa cara yang berharga untuk merefleksikan pengalaman adalah menyen angkan atau mengalaminya untuk pertama kali di sini dan saat sekarang. c. Guru Pendidikan Agama Islam memerintahkan anak didik untuk menulis, saat sekarang tentang pengalaman yang telah dipilih. Perintahkan mereka untuk memulai awal pengalaman dan menulis apa yang sedang mereka dan lainnya lakukan dan rasakan. Guru Pendidikan Agama Islam menyuruh anak didik untuk menulis sebanyak mungkin yang mereka inginkan tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi dan perasaan-perasaan yang dihasilkannya. d. Guru Pendidikan Agama Islam memberikan
104- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
waktu yang cukup untuk menulis. Anak didik seharusnya tidak merasa terburu-buru. Ketika mereka selesai, guru mengajak mereka untuk membacakan tentang refleksinya. e. Guru mendiskusikan hasil pengalaman anak didik tersebut bersama-sama. Beberapa variasi metode ini: a. Untuk membantu anak didik mendapatkan kegairahan dalam menulis imajinatif, laksanakan diskusi kelompok yang relevan dengan topik pelajaran yang akan ditugaskan pada mereka. b. Perintahkan anak didik untuk saling bercerita tentang apa yang telah mereka tulis. Salah satu alternatifnya adalah dengan memerintahkan sejumlah anak didik untuk membacakan karya mereka yang sudah selesai. Alternatif yang kedua adalah dengan meminta pasangan untuk saling bercerita tentang apa yang mereka tulis. Kelebihan metode ini: (a) Melatih dan memper tajam daya imajinasi anak didik; dan (b) lebih meningkatkan pemahaman anak didik terhadap materi pelajaran Pendidikan Agama Islam. Sedangkan kekurangannya: (a) Kesulitan bagi sebagian anak didik yang merasa tidak mempunyai pengalaman terkait dengan materi pelajaran; dan (b) Kurang efisiennya waktu disebabkan kadang anak didik banyak yang mengulur-ngulur pekerjaannya.
Pendidikan Agama Islam - 105
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
11. Catatan Terbimbing Metode catatan terbimbing sebagaimana diung kapkan oleh Melvin L. Silbermen (2006: 123) adalah sebuah konsep yang mengarahkan atau memberikan panduan kepada anak didik dalam membuat catatan-catatan pada saat guru menyampaikan materi pelajaran Pendidikan Agama Islam. Dengan metode ini diharapkan anak didik memiliki tingkat konsentrasi dan fokus perhatian terhadap poin-poin utama dalam materi pelajaran tersebut. Langkah-langkah yang harus dipersiapkan oleh seorang guru Pendidikan Agama Islam ketika ingin menggunakan metode ini: a. Guru Pendidikan Agama Islam memberikan panduan kepada anak didik ringkasan poinpoin utama materi yang disampaikan dengan metode ceramah. b. Kosongkan poin-poin yang dianggap penting sehingga akan terdapat ruang-ruang kosong dalam panduan tersebut. Misalnya : 1) Mengosongkan istilah atau definisi, contohnya: ...... adalah segala perkataan, perbuatan, dan ketetapan yang datang dari Nabi Muhammad SAW. 2) Mengosongkan beberapa pernyataan jika poin utamanya terdiri dari beberapa pernyataan, contohnya: Dilihat dari segi kualitasnya, maka hadits terdiri dari: (1) Hadits shahih, (2) ...... , (3) ......
106- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
3) Menghilangkan beberapa kata kunci dari beberapa paragraf, contohnya: (1) Al Qur‘an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada ...... melalui perantaraan malaikat Jibril; (2) Wahyu yang pertama diterima nabi Muhammad SAW adalah surat ......, ketika Nabi Muhammad SAW bertahannuts di ...... 4) Dibuat bahan ajar (handout) yang tercantum di dalamnya sub topik dari materi pelajaran, kemudian berikan tempat kosong yang cukup sehingga anak didik dapat membuat catatan di dalamnya. Bentuk ini akan terlihat seperti contoh berikut: Dari segi kuantitas sanad hadits dibagi menjadi: Mutawatir ......... ......... ......... Ahad ......... ......... ......... c. Membagikan handout kepada anak didik dan menjelaskannya bahwa bagian yang dikosongkan itu memang sengaja dihilangkan, karena hal tersebut merupakan poin penting Pendidikan Agama Islam - 107
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
yang akan dijadikan fokus perhatian dalam aktivitas pembelajaran. d. Setelah proses pembelajaran selesai, selanjutnya guru Pendidikan Agama Islam meminta anak didik untuk membacakan hasil catatannya. e. Berikan klarifikasi atau komentar secukupnya. 12. Karyawisata Metode karyawisata sering diberi penger tian sebagai suatu metode pembelajaran yang dilaksanakan dengan cara bertamasya di luar kelas. Dalam perjalanan tamasya, ada hal-hal tertentu yang telah direncanakan guru Pendidikan Agama Islam untuk didemonstrasikan pada anak didik, di samping hal-hal yang secara kebetulan ditemukan di dalam perjalanan tamasya tersebut. Metode karyawisata dilakukan: (a) Apabila akan memberi pengertian yang lebih jelas dengan alat peraga langsung; (b) Apabila akan membangkitkan penghargaan dan cinta terhadap lingkungan; dan (c) Apabila akan mendorong anak didik menghargai lingkungan dengan baik. Adapun yang harus diperhatikan seorang guru Pendidikan Agama Islam ketika hendak menggunakan metode ini: (a) Rumusan tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam harus jelas sehingga terlihat wajar dan tidaknya metode ini digunakan; (b) Selidiki obyek yang akan ditinjau dan perhatikan hal-hal yang sekiranya akan menjadi ksulitan-kesulitan (antara lain kendaraan dan
108- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
sebagainya); dan (c) Jelaskan tujuan karyawisata kepada anak-anak didik dan siapkan pertanyaanpertanyaan yang harus mereka jawab. Kelebihan metode ini: (a) Memberi kepua san kepada anak didik mengenai lingkungan dengan banyak melihat kenyataan-kenyataan di samping keindahan di luar kelas; (b) Anak didik dapat memperoleh tambahan pengalaman melalui karyawisata, sedangkan guru Pendidikan Agama Islam mendapatkan kesempatan menerangkan segala sesuatu; (c) Anak didik akan bersikap terbuka, obyektif, dan berpandangan luas akibat dari pengetahuan yang diperoleh dari luar yang akan mempertinggi prestasi kepribadiannya. Sedangkan kelemahan metode ini: (a) Apabila obyek karyawisata tidak cocok untuk mencapai tujuan; (b) Waktu yang tersedia tidak mencukupi; dan (c) pembayaran karyawisata merupakan beban tambahan anak didik sehingga memberatkan bagi anak-anak didik yang orangtuanya tidak mampu (lihat Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, 2005: 6667). 13. Sosiodrama dan Bermain Peran Metode sosiodrama adalah metode pembelaja ran Pendidikan Agama Islam dengan mendemon strasikan cara bertingkah laku dalam hubungan sosial, sedangkan bermain peran menekankan kenyataan di mana anak didik diikutsertakan dalam permainan peran di dalam mendemonstrasikan Pendidikan Agama Islam - 109
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
masalah-masalah sosial (Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, 2005: 65). Ramayulis (2000: 24) menjelaskan pengertian sosiodrama yang berasal dari kata sosio yang artinya masyarakat dan drama artinya keadaan orang atau peristiwa yang dialami orang, sifat, dan tingkah laku, hubungan seseorang, hubungan seseorang dengan orang lain dan sebagainya. Metode ini sebagai prinsip dasarnya telah diuraikan di dalam Al Qur‘an di mana banyak kita jumpai macam-macam drama, dari drama cinta segitiga sampai drama cinta sejati (misalnya drama Habil dan Qabil, Yusuf dan Zulaikha), Adam dan Hawa, dan sebagainya). Dalam metode sosiodrama dan bermain peran, anak didik bisa memerankan tingkah laku tokoh secara bebas sesuai dengan imajinasi mereka, selain itu mereka akan lebih menghayati pelajaran Pendidikan Agama Islam yang diberikan. Unsur yang menonjol dari metode sosiodrama dan bermain peran adalah unsur hubungan kemasyarakatan, seperti berperan sebagai pahlawan, petani, dokter, guru, dan sebagainya. Kesuksesan metode sosiodrama dan bermain peran sangat tergantung pada kualitas permainan yang dirancang oleh sang sutradara alias guru mata pelajaran (dalam hal ini guru Pendidikan Agama Islam). Di samping itu sangat tergantung juga pada persepsi anak didik terhadap peran yang dimainkan
110- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
dalam situasi yang nyata. Adapun prosedur atau langkah-langkah metode sosiodrama dan bermain peran: a. Guru berupaya memperkenalkan permasalahan kepada anak didik, agar mereka dapat mempe lajari dan menghayati tugas yang mereka peran kan dan menggambarkan permasalahan dengan jelas disertai dengan contoh. b. Guru menyediakan suatu cerita kemudian dibacakan di depan kelas berulangkali, bila arah cerita sudah dipahami baru karya itu bisa dipentaskan. c. Memilih pemain (partisipan), guru Pendidikan Agama Islam dan anak didik membahas karakter dari setiap pemain dan menentukan siapa yang akan memainkannya, dalam pemilihan pemain ini guru Pendidikan Agama Islam dapat memilih anak didik yang sesuai dengan karakter untuk memainkannya atau anak didik sendiri yang mengusulkan untuk memainkan siapa dan mendeskripsikan peran-perannya, sebagai contoh, seorang anak memilih peran sebagai ayah yang galak dengan kumis tebal seperti pak Raden, dia ingin memerankannya atau guru sendiri yang menunjuk salah seorang anak didik untuk memerankan ilustrasi di atas. d. Menata panggung, dalam hal ini guru Pendidikan Agama Islam mendiskusikan dengan anak didik di mana dan bagaimana Pendidikan Agama Islam - 111
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
peran itu akan dimainkan, apa saja kebutuhan yang diperlukan. Penataan panggung ini dapat dilakukan secara sederhana atau kompleks, pementasan secara sederhana adalah hanya dengan membahas skenario saja (tanpa dialog lengkap) yang menggambarkan urutan permainan peran, misalnya siapa dulu yang muncul kemudian diikuti oleh siapa dan seterusnya. Sementara penataan panggung secara kompleks meliputi aksesoris lain seperti kostum, dekorasi, tempat, dan lain-lain. Konsep sederhana memungkinkan untuk dilakukan karena intinya adalah bukan kemegahan panggung, tetapi proses bermain peran itu sendiri. e. Menyiapkan pengamat. Guru Pendidikan Agama Islam menunjuk beberapa orang anak didik untuk menjadi pengamat, namun demikian pengamat di sini harus juga terlibat aktif dalam permainan peran tersebut. f. Pementasan. Drama atau permainan peran dilaksanakan secara spontan. Pada awalnya banyak anak didik yang masih bingung memainkan perannya atau bahkan tidak sesuai dengan peran yang seharusnya dilakonkan alias bertukar peranan. Jika drama dan permainan peran sudah terlalu jauh melenceng dari alur cerita, guru Pendidikan Agama Islam dapat menghentikannya dan segera masuk ke langkah berikutnya.
112- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
g. Guru bersama anak didik bersama-sama mendiskusikan, mengevaluasi drama dan permainan peran. Sehingga pada pementasan yang kedua akan berjalan lebih baik lagi, karena para anak didik sudah menemukan peran yang sesuai dengan skenario yang telah disusun gurunya. h. Langkah berikutnya, diskusi dan evaluasi kedua. Dalam pembahasan diskusi dan evaluasi, lebih diarahkan pada realitas, karena pada saat drama dan permainan peran dilakukan, banyak peranan yang barangkali melampaui batas kenyataan, misalnya seorang anak didik memainkan peran sebagai pembeli, ia membeli barang dengan harga yang tak realistis, contoh lainnya seorang anak didik yang memainkan peran sebagai orang tua yang galak, kegalakan yang ia perankan tidak sesuai dengan skenario peran yang harusnya ia perankan. i. Yang terakhir, anak didik diajak berbagi pengalaman tentang tema drama dan permainan peran yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan membuat kesimpulan. Misalnya anak didik akan berbagi pengalaman tentang bagaimana ia dimarahi habis-habisan oleh ayahnya, kemudian guru Pendidikan Agama Islam membahas bagaimana sebaiknya anak didik menghadapi situasi tersebut, seandainya jadi ayah dari anak didik tersebut, sikap apa yang sebaiknya dilakukan. Pendidikan Agama Islam - 113
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
Metode sosiodrama dan bermain peran bisa diterapkan pada seluruh jenjang pendidikan, mulai dari taman kanak-kanak sampai jenjang SMA. Dalam melaksanakan metode sosiodrama dan bermain peran pada jenjang kelas rendah tidak perlu disusun suatu cerita secara khusus, guru cukup menggambarkan isi cerita secara garis besar, kemudian kepada anak didik ditentukan peranperan yang ada dalam cerita tersebut. Sedangkan pada kelas yang lebih tinggi, perlu disusun berdasarkan pertimbangan: (a) Menentukan topik; (b) Menyusun kalimat-kalimat yang tepat; (c) Menentukan pemeran; (d) Mempelajari tugas masing-masing selanjutnya melaksanakan perma i nan. Langkah-langkah tersebut dalam pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan tujuan serta jenis permainan (Conny Semiawan, dkk., 1990: 83). Situasi suatu masalah diperagakan secara singkat, dengan tekanan utama pada karakter atau sifat, kemudian diikuti diskusi dengan masalah yang baru diperagakannya, setelah itu ditentukan secara pasti situasi masalah, mengatur para pelaku, peragaan situasi, menghentikan permainan pada saat mencapai klimaks, menganalisa dan membahas peran tersebut serta mengevaluasi hasilnya (A. Surjadi, 1989: 97). Permainan peran ini bertujuan untuk memecahkan suatu masalah secara bersama-sama, di samping itu juga anak didik dapat memperoleh kesempatan untuk merasakan bagaimana perasaan orang lain.
114- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
Kelebihan dari metode sosiodrama dan bermain peran: (a) melatih anak untuk mendramatisasikan sesuatu serta melatih keberanian; (b) Metode ini akan menarik perhatian anak didik sehingga suasana kelas menjadi hidup; (c) Anak-anak dapat meng hayati suatu peristiwa sehingga mudah mengam bil kesimpulan berdasarkan penghayatan sendiri; dan (d) Anak dilatih untuk menyusun pikirannya dengan teratur. Sedangkan kekurangannya: (a) Metode ini memerlukan waktu yang cukup banyak; (b) Memer lukan persiapan yang teliti dan matang; (c) kadangkadang anak didik tidak mau mendramatisasikan suatu adegan karena malu; dan (d) kita tidak dapat mengambil kesimpulan apa-apa apabila pelaksanaan dramatisasi itu gagal Abu Ahmadi dan (Joko Tri Prasetya, 2005: 66-67). Demikianlah beberapa metode yang bisa jadi pilihan guru Pendidikan Agama Islam dalam aktivitas pembelajaran. Sebagaimana dapat kita mafhumi, mengajar merupakan usaha yang sangat kompleks, sehingga sulit untuk menentukan tentang bagaimana mengajar yang baik itu. Pelaksanaan interaksi pembe lajaran yang baik dapat menjadi petunjuk tentang pengetahuan seorang guru Pendidikan Agama Islam dalam mengakumulasikan dan mengaplikasikan segala pengetahuan keguruannya. Itulah sebabnya dalam melaksanakan interaksi pembelajaran perlu adanya keterampilan mengajar dari seorang guru, termasuk keterampilan memilih dan menggunakan metodePendidikan Agama Islam - 115
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
metode mengajar (lihat Sardiman AM, 2007: 195). Mengingat belajar adalah proses bagi anak didik untuk membangun gagasan atau pemahaman sendiri, maka aktivitas pembelajaran hendaknya memberikan kesempatan kepada anak didik untuk melakukan hal itu secara lancar dan termotivasi. Suasana belajar yang diciptakan oleh guru harus melibatkan anak didik secara aktif, misalnya mengamati, bertanya, dan mempertanyakan, menjelaskan, dan sebagainya. Belajar aktif pendek kata tidak dapat terjadi tanpa adanya partisipasi anak didik. Terdapat berbagai cara membuat proses pembela jaran yang melibatkan keaktifan anak didik dan mengasah ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Proses pembelajaran aktif (dalam memperoleh infor masi, keterampilan, dan sikap akan terjadi melalui proses pencarian dalam diri anak didik. Para anak didik hendaknya lebih dikondisikan berada dalam suatu bentuk pencarian daripada sebuah bentuk reaktif, yaitu mereka mencari jawaban terhadap pertanyaan baik yang dibuat oleh guru Pendidikan Agama Islam maupun yang ditentukan oleh mereka sendiri. Semua ini dapat terjadi bilamana anak didik diatur sedemikian rupa sehingga berbagai tugas dan aktivitas pembelajaran dilaksanakan dalam rangka mendorong mereka berpikir, bekerja, dan merasa. Pada metode-metode pembelajaran di atas, guru Pendidikan Agama Islam diharapkan bisa mengem bangkan atau mencari-cari metode yang dipandang lebih tepat, sebab tidak ada metode yang paling ideal. 116- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
Masing-masing metode mempunyai kelebihan dan kekurangan sendiri. Hal ini sangat bergantung pada tujuan yang hendak dicapai, materi yang diajarkan, pengguna metode (guru), ketersediaan fasilitas, kondisi anak didik dan situasi serta kondisi yang ada waktu itu. Namun yang perlu dipertimbangkan adalah metode yang dipakai seyogyanya bisa menyenangkan, menggembirakan, dan menciptakan kesan yang baik bagi diri anak didik, karena itu menurut Al-Syaibany (1979: 619-620), akan menarik minat dan keinginannya serta menolongnya mencapai tujuan-tujuan dan selanjutnya menambah semangatnya dalam aktivitas pembelajaran. Selamat beraktivitas, semoga Allah SWT senantiasa membimbing dan merahmati kita. Amin.
Pendidikan Agama Islam - 117
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Joko Tri Prasetya, 2005. Strategi pembelajaran Untuk Fakultas Tarbiyah. Bandung: Pustaka Setia. AM, Sardiman, 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo. Anonim, 2003. UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Sinar Grafika. Arifin, HM., 1994. Ilmu Pendidikan Islam. jakarta: Bumi Aksara. Baharuddin, 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar Ruzz Media. Barnadib, Imam, 1994. Filsafat Pendidikan: Sistem dan Metode. Yogyakarta: Andi Offset. Basuki dan M. Miftahul Ulum, 2007. Pengantar Ilmu Pendidikan Islam. Ponorogo: STAIN Po Press. Budiyanto, Mangun, 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: Griya Santri. Echols, John M. Dan hassan Shadily, 1993. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: Gramedia. Harefa, Andreas, 2004. Menjadi Manusia Pembelajar:
118- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
Pemberdayaan Diri, Transformasi Organisasi dan Masyarakat Lewat Proses Pembelajaran. Kompas Media Nusantara. Hamalik, Omar, 2003. Pendekatan baru Strategi pembelajaran Berdasarkan CBSA. Bandung: Sinar Baru Algensido. http://gurupkn.wordpress.com/2007/11/26/metodediskusi.htm). http://www.syafir.com/2011/01/08/metode-tanyajawab Maimun, Agus, 2001. Madrasah for Tomorrow: Madrasah Masa Depan. Jakarta: DEPAG RI. Mansur, 1991. Strategi pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka. Nata, Abuddin, 1997. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Nasution, S., 1995. Didaktik Asas-asas Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Nawawi, Hadari, 1989. Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas. Jakarta: Haji Masagung. Poerbakawatja, Soergarda dan H.A.H Harahap, 1992. Ensiklopedi Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung. Rabily, Osman, 1982. Kamus Internasional. Jakarta: Bulan Bintang. Ramayulis, 2000. Teknik-teknik Mengajar Pendidkan Agama Islam. Batusangkar: STAIN My Press. Robinson, Adjai, 1988. Asas-asas Praktik Mengajar. Jakarta: Bhratara. Pendidikan Agama Islam - 119
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
Roestiyah, 2004. Strategi pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Rohani, Ahmad dan Abu Ahmadi, 1991. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Salim, Moh. Haitami dan Syamsul Kurniawan, 2009. Studi Ilmu Pendidikan Islam. Pontianak: STAIN Pontianak Press. Sardiman AM., 1986. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali. Shalahuddin, Mahfudh , 1990. Pengantar Psikologi Pendidikan. Surabaya: Bina Ilmu. Silbermen, Melvin L., 2006. Acitive Learning: 101 Cara Belajar Siswa Aktif . Terj. Raisul Muttaqin. Bandung: Nusamedia dan Nuansa. Slameto, 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Soetjipto dan Raflis Kosasi, 2004. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta. Subari, 1988. Supervisi Pendidikan. Surabaya: Fajar Harapan. Suharyono dkk., 1991. Strategi pembelajaran I. Semarang: IKIP Semarang Press. Surachmad, Winarno, 1984. Pengantar Interaksi pembelajaran: dasar, Teknik, dan Metodologi Pengajaran. Bandung: Tarsito. Syaibany, Omar Muhammad Al-Toumy, 1979. Falsafah Pendidikan Islam. Terj. Hasan Langgulung. Jakarta: Bulan Bintang. 120- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
Syaiful Bahri Djamarah dkk, 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta. Tafsir, Ahmad, 1991. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosda Karya. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan bahasa Depdikbud, 1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Yusuf, Munawir, 1984. Psikologi Belajar. Surakarta: UNS. Zaini, Hisyam, dkk., 2002. Strategi Pembelajaran Aktif di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: CTSD UIN Sunan Kalijaga.
Pendidikan Agama Islam - 121
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
TENTANG PENULIS
Drs. H. Mangun Budiyanto, MSI. Lahir di Batang 19 Desember 1955. Pendidikan formalnya diawali dari SD Negeri Getas (1969), MTs Sunan Kalijaga Bawang (1972), SP (Sekolah persiapan) IAIN Walisongo Pekalongan (1975), Sarjana Muda Fak. Tarbiyah (Jurusan PAI) IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (1980), Sarjana Lengkap Fak. Tarbiyah (Jurusan PAI) IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (1982), Kuliah Pasca Sarjana Sosiologi Agama Fisipol UGM Yogyakarta (tidak lulus), dan lulus Pasca Sarjana Program Studi Pendidikan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2009). Sedang pendidikan non formalnya diawali dari Madrasah Diniyah di Getas (1962-1967), Pondok Pesantren Nurul Huda KlawenBatang (1967-1969), Pondok Pesantren Al-Ikhlas Bawang (1969-1972), Pondok Pesantren Nurul Islam Pekalongan (1973-1975), dan Pondok Pesantren AlMunawir Krapyak Yogyakarta (1976-1977). Saat ini yang bersangkutan aktif sebagai Dosen Tetap pada Jurusan Manajemen Pendidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Dosen Luar Biasa STAIYO di Wonosari. Disamping itu juga aktif sebagai Praktisi pada berbagai kegiatan pendidikan Al-Qur’an untuk anak-anak, antara lain sebagai Penatar Nasional Taman Kanak-kanak Al-Qur’an dan Taman Pendidikan AlQur’an, Penatar Nasional Metodologi Baca Al-Qur’an 122- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
“Iqro”, Tim Perumus Kurikulum Nasional TPQ Dep. Agama RI, sebagai Seketaris Pembina Tim Nasional Peningkatan Mutu Pendidikan Al-Qur’an Indonesia, aktif di Lembaga Dakwah dan Pendidikan Al-Qur’an (LDPQ) Yogyakarta, Ketua Dewan Pakar Badko TKATPA Daerah Istimewa Yogyakarta. Dan juga aktif di Dewan Masjid Indonesia sebagai Ketua II DMI Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Karya-karya tulisnya antara lain Aspek-aspek Pendidikan Islam (2001), Ustadz Ideal (2005), Ciriciri Anak Sholeh (2003), Prinsip-prinsip Metodologi Iqro’ (1995), Menuju Terbentuknya Generasi Qur’ani (2005), Cara Mudah Memahami Juz ‘Amma (2007), Ilmu Pendidikan Islam (2011),Pedoman Memilih Pemimpin dalam Islam (2014). Pedoman Pengelolaan TKQ-TPQTQA (2016), Meneladani Keluarga Nabi Ibrahim AS (2016), Menjadi Guru Idela; Perspektif Ilmu pendidikan Islam (2016) dll.
Pendidikan Agama Islam - 123
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I Syamsul Kurniawan, S.Th.I., M.S.I adalah peminat kajian sejarah, kebudayaan, dan pendidikan. Lahir di Pontianak pada tanggal 1 Juli 1983. Setamatnya dari MAN 2 Pontianak, pada tahun 2001 penulis merantau ke Yogyakarta untuk menem puh pendidikan tinggi di Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (sebelumnya bernama IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta). Penulis menamatkan pendi dikan Sarjana (S1) pada Fakultas Ushuluddin pada tahun 2005. Tahun 2007 penulis baru mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan Program Magister (S2) di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada Program Studi pendi dikan Islam, Konsentrasi Pemikiran Pendidikan Islam. Penulis menamatkan Pendidikan Magister (S2) pada tahun 2009. Tamat kuliah, penulis merintis karir sebagai Staff Direktur Program Pascasarjana IAIN Pontianak, dan selanjutnya dipromosikan menjadi Staff Rektor IAIN Pontianak. Kini, penulis bekerja sebagai PNS dosen di IAIN Pontianak dan menjabat sebagai Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak. Di bidang kemasyarakatan, penulis berkecimpung di organisasi Muhammadiyah, dan menjabat sebagai Sekretaris Lembaga Hubungan Antar Agama dan 124- Strategi dan Metode Pembelajaran
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
Peradaban, PW Muhammadiyah Kalimantan Barat dan juga menjabat sebagai Sekretaris Bidang Pembinaan Karakter Bangsa Majelis Wilayah KAHMI Kalimantan Barat. Penulis juga aktif mengisi ceramah dan menjadi narasumber dalam kegiatan seminar atau forum diskusi. Penulis produktif menerbitkan sejumlah artikel dan buku terutama di bidang kajian sejarah, kebudayaan, dan pendidikan. Karya tulis yang telah dipublikasikan secara nasional, di antaranya: Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam (2011), Strategi dan Metode Pembelajaran PAI: Sebuah Pengantar (2012), Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat: Sebuah Deskripsi tentang Kearifan Lokal Umat Islam Kalimantan Barat (2015), Pemikiran Pendidikan Islam Soekarno (2016), Ilmu Pendidikan Islam: Sebuah Kajian Komprehensif (2016), dan lain-lain. Menikah tahun 2010 dengan Ns. Masmuri, S.Kep., M.Kep dan dikaruniai pada tahun 2015 seorang putri bernama Ayunindya Sophie Azzahra. Sekarang penulis bertempat tinggal di Komplek Perumahan Gading Garden Nomor A/23 Desa Kapur Kabupaten Kubu Raya. Kontak dengan penulis dapat melalui email:
[email protected].***
Pendidikan Agama Islam - 125